#nasi tumpeng proklamasi
Explore tagged Tumblr posts
Text
Pesan Tumpeng, Lomba Hias Tumpeng
Pesan Tumpeng, Lomba Hias Tumpeng
TUMPENG TERCANTIK!! Pesan Antar Tumpeng Jakarta, Gambar Tumpeng 17 Agustusan, Pesan Tumpeng BSD, Harga Tumpeng Hias, Paket Tumpeng Jakarta, Tumpeng Warna Merah Putih, Tumpeng Delivery Jakarta Barat, Harga Nasi Tumpeng Murah, Kreasi Tumpeng Cantik, Pesan Tumpeng di Rawamangun
Sejak 1997, Dapur Hana Catering telah turut serta…
View On WordPress
#aneka kreasi tumpeng#dekorasi nasi tumpeng#gambar nasi tumpeng#hias tumpeng cantik#kreasi tumpeng nasi kuning#kreasi tumpeng unik#lauk pauk nasi tumpeng putih#lauk pauk tumpeng#macam hiasan tumpeng#macam macam hiasan nasi tumpeng#menghias tumpeng nasi putih#nasi kuning box untuk ultah anak#nasi kuning ulang tahun#nasi tumpeng murah#nasi tumpeng proklamasi#pesan nasi tumpeng di jakarta#pesan tumpeng di jakarta#tema tumpeng#tumpeng mini box#tumpeng sederhana tapi menarik
0 notes
Photo
Sabtu, 27 Agustus 2022 Masih dalam rangka memperingati HUT Ke-77 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2022, Karang Taruna Kelurahan Manggarai Selatan menyelenggarakan Acara Lomba Nasi Tumpeng yang dilaksanakan di Ruang Aula Kantor Kelurahan. Acara lomba nasi tumpeng ini diikuti perwakilan dari Pengurus RT/RW, dan Kader PKK di wilayah Kelurahan Manggarai Selatan. (at Kelurahan Manggarai Selatan) https://www.instagram.com/p/ChybBG5pl6o/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
Video
﷽ 🖊️ UMAT HINDU MENGATAKAN BARANG SIAPA MEMBUAT TUMPENG MAKA DIA SUDAH BERAGAMA HINDU [ TASYABBUH ] 🍁Nasi Tumpeng Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut. Itulah sebabnya disebut “nasi tumpeng”. Olahan nasi yang dipakai, umumnya berupa nasi kuning, meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa, dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini secara umum. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisang. Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai “tumpengan”. Di Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi “tumpengan” pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara. Ada tradisi tidak tertulis yang menganjurkan bahwa pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi orang yang profesinya tertinggi dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Ada beberapa macam tumpeng ini, di antaranya sebagai berikut. 1. Tumpeng Robyong. Tumpeng ini biasa disajikan pada upacara siraman dalam pernikahan adat Jawa. Tumpeng ini diletakkan di dalam bakul dengan berbagai sayuran. Di bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan cabai. 2. Tumpeng Nujuh Bulan. Tumpeng ini digunakan pada syukuran kehamilan tujuh bulan, dan terbuat dari nasi putih. Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini juga dikelilingi enam buah tumpeng kecil lainnya. Biasa disajikan di atas tampah yang dialasi daun pisang. 3. Tumpeng Pungkur. Digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi. 4. Tumpeng Putih. Warna putih pada nasi putih menggambarkan kesucian dalam adat Jawa. Digunakkan untuk acara sakral. 5. Tumpeng Nasi Kuning. Warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti ke https://www.instagram.com/p/CV1y2nnhTsF/?utm_medium=tumblr
0 notes
Text
MENGGALI NILAI-NILAI BAHASA DAN SASTRA JAWA DI KABUPATEN BLITAR SEBAGAI AKAR BUDAYA JAWA UNTUK MEMPERKUAT KEBUDAYAAN NASIONAL
Oleh:
Imam Riyadi
Budayawan Blitar, Jawa Timur
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Telah diketahui bersama bahwa dalam bahasa dan sastra Jawa terkandung tata nilai kehidupan yang berlaku pada masyarakat Jawa seperti norma, keyakinan, adat kebiasaan, konsepsi dan simbol-simbol yang hidup dan berkembang di masyarakat Jawa, toleransi, kasih sayang, semangat kebersamaan dan gotong royong, rasa kemanusiaan, sikap andhap asor, nilai hormat, tahu rasa berterima kasih, dan masih banyak lagi lainnya.
Kita sadari sepenuhnya bahwa bahasa dan sastra Jawa merupakan aset yang sangat berharga bagi kabupaten Blitar, umumnya bagi provinsi Jawa Timur dan lebih luas lagi bagi bangsa Indonesia, oleh karenanya menjadi suatu kewajiban apabila eksistensi bahasa dan sastra Jawa harus dipertahankan. Terlebih lagi dalam bahasa dan sastra Jawa banyak menyimpan nilai-nilai luhur yang bersifat universal. Nilai-nilai adiluhung yang kini agaknya sudah mulai dilupakan oleh generasi muda itu harus dikenalkan dan ditanamkan kembali. Patut disayangkan apabila kandungan nilai-nilai luhur yang ada dalam bahasa dan sastra Jawa tersebut tidak diketahui dan tidak sampai di tangan generasi penerus.
Kandungan nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa yang sarat nilai-nilai kemanusiaan patut dilestarikan oleh masyarakat Jawa khususnya. Hal ini dengan harapan agar masyarakat Jawa tidak kehilangan akar tradisi dan budayannya di tengah era globalisasi yang kian gencar.
Globalisasi yang tidak dapat dielakkan lagi itu, diakui atau tidak dan disadari atau tidak, telah mengikis dan meminggirkan eksistensi budaya, bahasa dan sastra Jawa di tengah masyarakat Jawa. Tidak dapat dipungkiri kini banyak diantara orang Jawa yang asing dengan budaya, bahasa para leluhurnya, tidak tahu dengan unsur kejawaannya, bahkan lebih ironis lagi mereka ternyata banyak yang tidak tahu dengan nilai-nilai budayanya. Globalisasi dan kemajuan zaman hendaknya tidak lantas menjadikan kita berperilaku kebarat-baratan, namun tetaplah kita sebagai bangsa Timur yang berperilaku sebagai orang Timur.
Di kabupaten Blitar masih banyak terdapat berbagai ragam corak budaya Jawa, yang oleh masyarakatnya terus selalu dijaga dan dikembangkan serta dilestarikan, karena hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk ketenangan dan kemakmuran hidupnya. Keanekaragaman corak budaya Jawa di kabupaten Blitar selain tetap dipegang teguh oleh sebagian besar warga masyarakat Blitar, pemerintah daerahpun juga turut serta melestarikan dan mengembangkannya sebagai upaya untuk menuju kabupaten Blitar yang lebuh sejahtera, maju, dan berdaya saing. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah kabupaten Blitar agar para generasi muda tidak lupa dan tidak kehilangan jati dirinya adalah dengan jalan menggali nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa di kabupaten Blitar sebagai akar budaya Jawa untuk memperkuat kebudayaan nasional.
2. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
a. Apa saja potensi budaya Jawa di kabupaten Blitar yang dikembangkan menjadi asset wisata?
b. Bagaimana upaya pemerintah daerah untuk menggali nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa?
c. Apa saja tantangan yang dialami pemerintah dalam mengembangkan nilai-nilai bahasa, sastra, dan budaya Jawa di kabupaten Blitar?
Pembahasan
1. Potensi Budaya Jawa di Kabupaten Blitar sebagai Aset Pariwisata
Blitar merupakan sebuah kabupaten yang terletak di bagian selatan provinsi Jawa Timur, tepatnya 167 km sebelah selatan dari kota Surabaya. Namun wilayah administratif dibagi menjadi 2 wilayah, yaitu kabupaten dan kota Blitar, namun untuk permasalahan budaya, bahasa jawa, tidak bisa dipisah secara pembagian wilayah kepemerintahan, blitar terkenal dengan tempat dimakamkannya presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Blitar juga terkenal dengan pesinggahan perabuhan Raden wijaya di Candi simping, Selain dikenal sebagai kota makam proklamator, Blitar juga dikenal sebagai kota PETA (Pembela Tanah Air), kota lahar, kota seribu candi,kota budaya dan masih banyak lagi sebutan untuk kabupaten Blitar, kota yang dimaksud disini bukan sebutan administrasi kepemerintahan tetapi sebagai sebutan bahasa komunikasi yang lebih familier.
Banyak sejarah besar Indonesia tercatat di Blitar. Sebelum dicetuskannya proklamasi, di Blitar telah diserukan kemerdekaan Indonesia yang diikuti dengan pengibaran Sang Merah Putih yang akhirnya berujung pada Pemberontakan PETA oleh Sudanco Supriyadi. Bahkan di salah satu sudut kabupaten ini tepatnya di candi Penataran, konon merupakan lokasi di mana Mahapatih Gadjah Mada yang tersohor menggaungkan Sumpah Palapa yang menjadi peristiwa penting ADANYA wilayah dengan sebutan NUSANTARA sebagai cikal bakal berdirinya negara Indonesia pada masa-masa setelahnya.
Di luar nilai historis yang tak perlu diragukan lagi, Blitar ternyata juga memiliki ragam budaya unik mulai dari wisata, kuliner hingga kerajinan tangannya. Potensi wisata di kabupaten Blitar secara garis besar dibagi menjadi 3 kategori, yakni: wisata alam, wisata tradisi budaya, dan wisata sejarah. Wisata alam yang ada di Blitar antara lain: Rambut Monte di kecamatan Gandusari, Gua Embul Tuk dan Randu Alas di kecamatan Bakung, bendungan Lahor di kecamatan Selorejo, Bendungan Wlingi Raya di kecamatan Talun, bendungan Serut di kecamatan Kanigoro, wisata bukit Teletabis di kecamatan Nglegok, dan masih banyak lagi yang lainnya. Wisata bahari yang setiap hari banyak dikunjungi para wisatawan antara lain: pantai Jolosutro di kecamatan Wates, pantai Tambakrejo di kecamatan Wonotirto, pantai Serang di kecamatan Panggungrejo, dan pantai Pangi di kecamatan Bakung.
Wisata budaya selalu menjadi ikon kabupaten Blitar antara lain: jamasan gong Kyai Pradah di kecamatan Sutojayan (Lodoyo), Grebeg Pancasila di kota Blitar, larung sesaji di pantai selatan, upacara melasti umat Hindu di pantai selatan, pawai ogoh ogoh di wilayah kecamatan Wlingi, ritual tumpeng agung di candi Penataran, kirab pusaka dan pawai budaya di candi Lwang Wentar, pesona budaya candi penataran, gerak jalan tradisional Bakung - Lodoyo, jaranan kuda lumping yang tersebar di seluruh kecamatan, reog bulkio di desa Kemloko kecamatan Nglegok, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sedangkan wisata sejarah di kabupaten Blitar terkenal dengan sebutan seribu candi, antara lain: candi Penataran di Nglegok merupakan candi Negara, candi Simping di Kademangan tempat perabuan Raden Wijaya, sedangkan di candi berikut, ada peristiwa yg diyakini oleh masyarakat sekitar adalah: candi Sawentar di Kanigoro tempat perabuan Anusapati, candi Mleri di Srengat tempat perabuan Ranggawuni, dan tentunya masih banyak lagi tempat wisata berupa candi lainnya.
Demikian halnya dengan wisata kuliner bisa dengan mudah didapatkan di kabupaten Blitar, mau beli jajan pasar seperti thiwul, sompil, kicak cenil, gatot, lopis, gethuk, ketan, jenang grendul, jenang sumsum, es pleret, sawut, wajik, jadah, nasi pecel, dan lain-lain di Blitar ada semua.
Potensi budaya Jawa yang perlu digali untuk mempertahankan nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa yang bisa dikembangkan menjadi asset wisata juga masih banyak ditemukan di kabupaten Blitar. Berbagai macam potensi budaya yang sarat dengan nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa sebagaimana dipaparkan berikut ini.
Kategori Pelestarian
a. Jamasan Gong Kyai Pradah (Upacara Pencucian Pusaka)
Tradisi Jamasan Gong Kyai Pradah merupakan tradisi atau budaya yang dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh masyarakat di wilayah Blitar, diadakan setiap taun tepatnya pada bulan Maulud. Bentuk kegiatannya adalah upacara pencucian pusaka yaitu Gong Kyai Pradah. Upacara tradisional ini diikuti oleh hampir seluruh masyarakat Blitar. Upacara pencucian Gong Kyai Pradah dimaksudkan untuk mengembangkan budaya tradisional. Selain itu juga dimaksudkan untuk memberi berkah bagi siapa saja yang membawa atau dimandikan dengan air yang digunakan untuk pencucian Gong.
Prosesi jamasan gong Kyai Pradah ini dimulai dari pusaka gong Kyai Pradah keluar dari pesangrahan (tempat penyimpanan pusaka) dikirab keliling alun-alun Lodoyo menuju menara tempat prosesi jamasan. Ribuan warga yang sudah memadati serta menunggu jamasan Gong Kyai Pradah di alun-alun Lodoyo kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar, langsung berdesak-desakan ingin memegang gong yang akan dikirab tersebut, bahkan saat rombongan kirab gong sampai di pintu masuk ke menara terjadi saling dorong antara pihak keamanan dengan pengiring gong.
Sebelum proses penjamasan berlangsung Gong Kyai Pradah ditaburi kembang setaman oleh seorang pimpinan (pinisepuh) di kabupaten Blitar, air bekas penjasaman dan bunga setaman tersebut tak urung menjadi rebutan para sesepuh yang ikut serta menjamasi. Tidak hanya para penjamasan yang berebut air bekas jasaman Gong Kyai Pradah, namun ribuan warga yang berada di bawah menarapun langsung berebut air bekas jamasan dan bunga setaman yang dilempar di tengah-tengan ribuan kerumunan warga. Konon dipercaya jika mendapatkan air dan bunga tersebut akan mendapatkan panjang umur, diberikan kesehatan dan rejeki yang melimpah serta dijauhkan dari marabahaya. Ritual diakhiri dengan rebutan dua buah tumpeng raksasa oleh warga. Seluruh warga, baik dewasa maupun anak-anak juga ikut terlibat berebut isi tumpeng.
Nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa yang terkandung dalam prosesi ini terdapat pada kata-kata yang digunakan oleh seluruh panitia menyelenggarakan seluruh rangkaian upacara menggunakan bahasa Jawa. Ketika gong pusaka dipukul tujuh kali oleh Bupati Blitar, bersamaan dengan itu diucapkan kata-kata “sae napa awon suwantenipun”. Segenap masyarakat kontan menjawab “sae”.
Kegiatan jamasan gong Kyai Pradah ini oleh pemerintah kabupaten Blitar terus dilestarikan dan dikembangkan dan dijadikan sebagai agenda rutin kegiatan budaya tahunan, bahkan kegiatan ini telah tercatat di provinsi Jawa Timur. Agenda kegiatan ritual ini ternyata memiliki efek ekonomi kerakyatan yang bagus. Banyak para wisatawan dari berbagai daerah sehingga masyarakat sekitar banyak yang diuntungkan melalui berbagai kegiatan ekonomi baik berjualan maupun penginapan.
b. Larung Sesaji di Pantai Selatan
Larung sesaji di pantai selatanyakni di pantai Tambakrejo dan Pantai Serang yang dilaksanakan setiap tanggal 1 Sura, merupakan upacara tradisional yang penuh nuansa spiritual. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan budaya adat Jawa dan merupakan refleksi rasa syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Pemurah, yang telah melimpahkan hasil bumi bagi masyarakat Blitar, khususnya masyarakat nelayan setempat atas melimpahnya tangkapan ikan dan sebagai doa tolak bala agar nelayan terhindar dari segala bahaya. Persembahan yang dilarung ke Samudera Indonesia (orang Blitar menyebutnya laut selatan) melalui upacara adat ini adalah berbagai macam hasil bumi dan binatang ternak yang disembelih. Biasanya acara ini di awali dengan tarian-tarian yang bertujuan untuk menyambut para tamu yang hadir seperti bapak Bupati Blitar serta dari Dinas Porbudpar dan juga segenap pejabat Pemda.
Bupati Blitar bertindak selaku pemimpin upacara, didampingi para pejabat, para pemuka agama, para pinisepuh, serta tokoh-tokoh masyarakat setempat. Tradisi larung sesaji ini tidak hanya di pantai Tambakrejo dan Serang saja, melainkan juga dilaksanakan secara serentak di pantai-pantai selatan lainnya.
Upacara larung sesaji ini bisa menarik wisatawan karena masih kental dengan adat dan budaya Jawa sebagai warisan budaya leluhur. Semua pengikut dan undangan setiap pelaksanaan upacara larung sesaji baik yang dilakukan di Pantai Serang maupun di Tambakrejo dilaksanakan berdasarkan adat Jawa dengan memakai pakaian khas adat Jawa. Bahasa pengantar yang digunakan juga menggunakan bahasa Jawa. Pelaksanaan larung sesaji dilengkapi dengan tumpeng agung setinggi 1,5 meter yang dihiasi dengan buah-buahan dan hasil bumi lainnya, misalnya: ubi, ketela pohon ,jagung, kacang tanah, pepaya, jeruk, pisang, dan lain sebagainya yang dirakit dan ditempatkan di atas alas dari anyaman bambu seluas 7 meter2. Berbagai sesaji juga dibawa sebagai kelengkapan ritual termasuk kepala sapi/lembu. Sebelum diberangkatkan para sesepuh desa melaksanakan selamatan yang di ujubkan oleh pawang desa di tempat yang sudah ditentukan. Selesai selamatan bisa disusun persiapan pemberangkatan upacara larung. Urutan pertama arak-arakan para sesepuh desa sambil membawa sesaji dan tabur bunga di belakangnya terdapat tumpeng agung. Di belakang tumpeng agung ada ibu-ibu petani yang membawa ranjang berisi sayur-sayuran dan hasil bumi lainnya yang siap untuk dilarung. Kemudian belakangnya berbagai kesenian daerah. Di belakangnya para sesepuh dan pejabat desa dan kecamatan serta semua perangkatnya, kemudian rombongan Bupati Blitar dan juga semua pejabat Pemda yang ikut mengikuti prosesi tersebut.
Semua arak-arakan yang sangat ramai dan meriah semuanya menuju ke pinggiran pantai. Sesampainya di pinggiran pantai sesepuh desa berdo’a agar tumpeng agung di terima oleh Yang kuasa. Selesai berdo’a tumpeng agung langsung diterima oleh pasukan nelayan berjumlah 8 orang yang siap melarungkan tumpeng agung tersebut ke laut yang di letakkan di perahu dan melaju ke tengah laut disertai lemparan hasil bumi yang di bawa oleh ibu-ibu petani. Setelah para nelayan sampai di tengah laut tumpeng agung langsung dilepas oleh para nelayan dan dibawa ombak ke samudra luas. Itu membuktikan bahwa tumpeng agung telah di terima oleh Yang Kuasa.
Setiap melaksanakan ucapara larung lesaji, selalu dibacakan kembali sejarah pantai Tambakrejo maupun pantai Serang dengan menggunakan bahasa Jawa. Upacara larung sesaji yang dilaksanakan pada tanggal satu Sura setiap taunnya selalu banyak menarik para wisatawan. Sehingga kegiatan ini merupakan asset pariwisata kabupaten Blitar yang senantiasa terus dikembangkan oleh pemerintah. Dampak yang diperoleh dengan adanya potensi budaya ini mampu mengangkat ekonomi masyarakat sekitar untuk mendapat tambahan penghasilan.
c. Kirab Panji Lambang Daerah dan Kitab Sejarah.
Kirab panji lambang daerah dan kitab sejarah merupakan kegiatan puncak peringatan hari jadi kabupaten Blitar yang dilaksanakan setiap tanggal 5 Agustus. Ini merupakan sebagai tonggak sejarah hari lahirnya Blitar. Dengan dasar penetapan pada prasasti Blitar yang berisi penetapan Balitar sebagai sima swatantra oleh Jayanagara, raja kedua Majapahit.
Diawali dengan upacara Pisowanan di Alun-Alun Blitar, biasanya orang nomor satu di kabupaten Blitar bertindak selaku inspektur upacara. Upacara tersebut diikuti oleh kepala desa/lurah, camat, perangkat desa/kelurahan, ketua BPD/FMK, ketua LPMK/LPPD, masyarakat dan unsur pendidikan, yang dipimpin oleh sekretaris camat masing-masing, dengan membawa panji desa/kelurahan/kecamatan. Panji-panji kebesaran serta foto-foto para tokoh yang dulu menjadi menjadi bupati Blitar dikirab menuju Pendapa Agung Ronggo Adinegoro dengan dikawal oleh para prajurti dan pager ayu. Di belakang rombongan panji-panji diusung dua buah tumpeng, yakni tumpeng lanang terbuat dari nasi kuning lengkap dengan lauk-pauknya dan tumpeng wadon yang terbuat dari buah-buahan. Dua tumpeng ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kepada masyarakat Blitar, sekaligus sebagai perwujudan do’a agar masyarakat Blitar snantiasa diberi kemakmuran dan ketenteraman. Kedua tumpeng tersebut akhirnya dibawa keluar dan diperebutkan kepada warga yang diyakini akan membawa keberkahan. Dilanjutkan, acara inti penerimaan dan persemayaman kitab sejarah dan panji lambang daerah kepada bupati Blitar, di Pendopo Agung Ronggo Hadinegoro Kabupaten Blitar.
Rangkaian acara dan seluruh proses kegiatan ini dikemas dalam nuansa adat Jawa. Seluruh peserta kirab dan para petugas semuanya menggunakan pakaian adat Jawa. Sedangkan bahasa yang digunakan untuk melakukan prosesi acara semuanya menggunakan bahasa Jawa. Sehingga nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa pada kegiatan ini sangatlah kental. Kegiatan ini akan dilaksanakan terus menerus setiap tahun sebagai upaya untuk menggali nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa.
Kategori yang Sedang Dikembangkan
a. Grebeg Pancasila
Grebeg Pancasila merupakan salah satu upacara tradisi yang menjadi ikon bagi kabupaten/kota Blitar yang rutin dilaksanakan setiap tanggal 1 Juni untuk memperingati hari kelahiran Pancasila. Kegiatan grebeg Pancasila dirangkai dengan kegiatan “Bulan Bung Karno”.
Ritual upacara grebeg Pancasila berisi tiga mata acara pokok, yakni: upacara budaya, kirab gunungan lima, dan kenduri. Dalam upacara budaya, seluruh petugas dan seluruh peserta upacara semuanya mengenakan pakaian adat Jawa. Susunan acara serta seluruh rangkaian kegiatan upacara ini didesain mengunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa rinengga (bahasa Jawa yang telah diperindah). Tujuan penggunaan bahasa Jawa ini sebagai upaya untuk melestarikan nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa yang sampai saat ini masih tumbuh subur dan berkembang di kabupaten Blitar. Yang disebut sebagai kirab gunungan lima adalah kirab tumpeng yang berjumlah lima. Diberi nama gunungan lima karena ukurannya tumpeng tidak wajar, yakni masing-masing setinggi tiga meter. Kelima tumpeng itu melambang kelima sila yang ada di Pancasila agar masyarakat semakin paham dengan arti yang terkandung dalam Pancasila itu. Kelima tumpeng raksasa itu dikirab keliling kota dengan diiringi berbagai musik dan kesenian tradisional, dan di sepanjang perjalanan juga lantuntankan tembang-tembang macapat yang isinya menjabarkan makna tumpeng serta nasehat-nasehat kepada masyarakat. Dalam tembang-tembang macapat inilah merupakan penggalian nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa dalam kegiatan budaya. Kirab tumpeng lima berakhir di komplek Makam Bung Karno. Selanjutnya, kelima tumpeng raksasa tersebut menjadi santapan para warga. Sedangkan ritual yang terakhir adalah kenduri. Dalam kegiatan ini disediakan lebih dari seribu tumpeng dari seluruh warga masyarakat Blitar dan para simpatisan. Kenduri digelar di sepanjang jalan skitaran makam Bung Karno dan istana Gebang. Tumpeng-tumpeng yang digunakan untuk kenduri, sebelum disantap diikrarkan (diujubkan) terlebih dahulu dengan menggunakan bahasa Jawa. Susunan dan rangkaian kalimat ujuban menggunakan bahasa Jawa. Inipun juga merupakan upaya untuk menggali nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa.
Potensi budaya berupa grebeg Pancasila ini diharapkan mampu menarik minat pengunjung atau para wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Selain itu dapat menyatukan masyarakat Blitar melalui acara Grebeg Pancasila yang melibatkan peran aktif masyarakat Blitar dari segala lapisan, mulai dari pelajar, wiraswasta, seniman, budayawan, pedagang, tukang becak, sopir angkutan umum, dan pegawai negeri.
b. Kirab Tumpeng Agung Nusantara
Kirab tumpeng agung nusantara tradisi budaya Jawa yang dimotori oleh pelaku budaya dari tiga wilayah yaitu: Blitar, Kediri, dan Tulungagung. Wujud dari tumpeng agung yang dikirab adalah dua buah tumpeng agung yang terbuat dari berbagai hasil bumi (seperti: kacang, jeruk, wortel, ontong pisang, lombok, ketela, bawang merah, bawang putih, serta hasil bumi lainnya) yang disusun dan dirangkai menyerupai bentuk gunungan. Tujuan diadakannya kirab tumpeng agung nusantara ini adalah untuk mengingat dan melestarikan budaya yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah lingkungan masyarakat wilayah Kediri, Malang, dan Blitar. Karena wilayah ini pada zaman dulu merupakan wilayah kerajaan Kediri, Singosari, dan Majapahit. Sehingga sudah sewajarnya masyarakat menghidupkan kembali kebudayaan yang mulai terkikis oleh kemajuan jaman.
Kirab tumpeng agung ini dimulai dari situs Balekambang (di desa Modangan) menuju candi Pallah (candi Penataran). Seluruh peserta melakukan kegiatan ini dengan penuh khidmad, berjalan arak-arakan sejauh lebih kurang 2 km dengan mengenakan pakaian adat Jawa didampingi oleh para pemangku adat dan para pinisepuh sambil membawa sesaji upacara tumpeng agung.
Selama perjalanan dari Situs Balekambang menuju Candi Palah Penataran, diiringi Tembang Mijil yang di tembangkan oleh para peserta kirab dan para pinisepuh. Berikut ini cuplikan cakepan tembang mijil yang merupakan makna simbol dari jenis-jenis benda terdigunakan sebagai tumpeng. Tembang ini dilantunkan di sepanjang perjalanan.
//Madeg gunung pralambang ngaurip/paribasane wong/kudu weruh mring dhodhok selehe/barang laku laku becik dingerteni/murih tembe mburi/nora nemu sanding//
//Undang undang wis disarujuki/para wakil pamong/awak gunung kacang kanjarane/urip manut sing dirambati/nora madal sumbi/ning sakarsanipun//
//Neng nduwure katon angubengi/jeruk karo Lombok/pedes kecut sing dadi rasane/ pancen urip rasane ra mesthi/bisa gonta-ganti/obah saben wektu//
//Manggon nang pucuk gunungan kuwi/kang ing aran ontong/mujudke jantung perlambange/rasa lila legawane ati/jalaran ngelingi marang uripipun//
//Brambang bawang warna abang putih/wewadi kang katon/kudu eling neng asal usule/ uga sangkan paraning dumadi/bapak lambang putih/abang ibunipun//
/Dene wortel saking njaban nagri/yo mung elon elon/mula kuwi malik pamasange/dimen gathuk anggone makarti/mlebu neng pertiwi/murih bisa jumbuh/
Setibanya di pintu gerbang Candi Palah Penataran disambut pinisepuh candi untuk disucikan dari debu perjalanan, kotoran atau menghapus sukerta yang ikut masuk di tempat Suci rabut Palah.
c. Kirab Pusaka dan Pawai Budaya Lwang Wentar
Kirab pusaka dan pawai budaya Lwang Wentar merupakan dua kegiatan budaya yakni kirab pusaka dan pawai budaya yang dilaksanakan dalam waktu bersamaan. Kegiatan ini diselenggarakan di seputaran candi Sawentar, salah situs budaya tempat perabuan raja Anusapati. Bentuk kegiatannya adalah semacam karnaval yang dimulai dari pusat pemerintahan desa Sawentar menuju situs candi Lwang Wentar. Pada kegiatan ini berbagai jenis pusaka yang ada di desa Sawentar dibawa dan dikirab (diarak) oleh para pinisepuh, sedangkan peserta yang lain melakukan kegiatan pawai budaya dengan mengenakan pakaian adat Jawa. Para peserta yang ikut pawai, selain mengenakan pakaian adat Jawa juga mengenakan busana kesenian (misalnya: busana jaranan, tokoh wayang, dan berbagai busana seni tradisional yang ada di wilayah Blitar)
Seluruh warga masyarakat yang mendukung dan ikut serta dalam kegiatan ini di sepanjang perjalanan memainkan music tradisional seperti jaranan, jedhor, sholawatan, dan yang unik ada sekelompok masyarakat yang melantunkan tembang-tembang macapat. Melalui kegiatan seperti inilah yang perlu ditumbuhkembangkan lagi agar nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa tidak punah. Kegiatan kirab pusaka dan pawai budaya ini ternyata mampu menarik kehadiran para wisatawan, sehingga kegiatan ini merupakan potensi budaya kabupaten Blitar yang dapat dikembangkan menjadi asset pariwisata.
d. Pesona Bumi Penataran
Diman pesona bumi penataran ini sebagai titel kegiatan pengembangan seni budaya dilokasi peninggalan purbakala, salah satunya adalah Purnama Seruling Penataran, dengan kebutuhan sebagai upaya pelestari seni budaya sebagai aset pengembangan wisata, maka pemerintah kabupaten blitar membangun ampi teater sebagai tempat gelar rutin seni budaya. Sebagai aset pengembangan. kegiatan Purnama Seruling Penataran salah satu agenda wisata budaya yang rutin di selenggarakan di komplek candi Penataran di desa Penataran kKecamatan Nglegok adalah pesona bumi Penataran (PBP). Pagelaran PBP biasanya di selenggarakan pada tanggal 2 Agustus sebagai rangkaian peringatan Hari Jadi Kabupaten Blitar. Pagelaran Pesona Bumi Penataran bertujuan untuk melestarikan budaya dan sendratari tentang isi cerita dalam relief candi Penataran dengan maksud masyrakat umum dapat mengetahui jalan cerita dalam relief candi dengan media yang mudah di pahami. Lakon sendratari yang digelar adalah Epos Kresnayana, Epos Sri Tanjung, Hanoman Duta, dan lain-lain. Sebelum kesenian puncak dimulai biasanya diawali dan diramaikan dengan kesenian-kesenian lokal khas kabupaten Blitar berupa tari-tari dan musik tradisional yang sampai saat ini masih ditumbuh kembangkan oleh masyarakat kabupaten Blitar. Dengan penataan panggung yang berlatar candi penataran menjadi acara ini terkesan indah dengan nuansa kesejarahan yang kental. Tata lampu yang eksotis menjadikan acara ini layak ditonton oleh semua kalangan baik muda maupun tua. Dimeriahkan lagi dengan adanya lentera di sepanjang jalan menuju komplek candi Penataran sebagai bukti bahwa acara Pesona Bumi Penataran telah juga menjadi milik masyarakat.
Penggalian nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa melalui kegiatan Pesona Bumi Penataran ini perlu untuk terus ditumbuhkembangkan agar masyarakat mampu mengenal dan lebih memahami makna yang terkandung dalam relief candi Penataran. Kegiatan Pesona Bumi Penataran ini merupakan potensi budaya daerah yang dapat dikembangkan menjadi asset wisata. Dalam setiap kegiatan PBP selalu menarik perhatian para pengunjung bahkan mampu mendatangkan wisatawan lokal, nasional maupun internasional.
Purnama Seruling Penataran (PSP) adalah sebuah pagelaran kesenian yang diselenggarakan di area candi Penataran saat malam bulan purnama. Event ini digagas oleh pemerintah daerah bersama Dewan Kesenian Kabupaten Blitar (DKKB) dan mulai diselenggarakan pada tahun 2011. Awalnya event ini diadakan setiap bulan namun sejak tahun 2012 hanya diadakan empat kali dalam setahun.
Pagelaran Purnama Seruling Penataran bukanlah pagelaran seni semata. Penyelenggaraan event ini lebih ditekankan untuk menghidupkan kembali kearifan lokal Nusantara. Karena dalam setiap penyelenggaraan PSP selalu dipentaskan sendratari maupun kesenian lain yang mangisahkan relief-relief dari Candi Penataran seperti cerita Sritanjung, Bukbuksah Gagangaking, Panji, Ramayana, dan masih banyak lainnya.
Setiap penyelenggaraan PSP selalu diawali dengan penampilan beraneka macam kesenian lokal khas kabupaten Blitar. Selain itu juga dimeriahkan oleh kesenian-kesenian mancanegara yang dikolaborasikan dengan apik. Dipentaskannya kesenian-kesenian mancanegara bertujuan untuk mengangkat rasa persaudaraan antar manusia tanpa mebedakan suku dan bangsa. PSP benar-benar sebuah gelaran seni yang syarat makna. Nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa yang terdapat dalam pagelaran ini perlu digali dan ditumbuhkembangkan kembali agar para generasi muda dapat memahami nilai-nilai tersebut melalui berbagai kegiatan seni dan budaya.
Kegiatan PSP ini menjadi salah satu ikon seni budaya bagi kabupaten Blitar sehingga tidak mengherankan jika kegiatan PSP telah dijadikan sebagai tempat studi budaya dan setiap kali event ini digelar selalu dikunjungi oleh banyak wisatawan dari luar kota dan dari berbagai manca negara.
e. Kegiatan Macapatan
Kegiatan macapatan adalah suatu kegiatan atau acara melantunkan (melagukan) syair-syair tembang macapat (yakni jenis tembang atau puisi tradisional Jawa yang memiliki ciri khas serta ditentukan oleh adanya aturan guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu). Kegiatan macapat yang ada di kabupaten Blitar dilaksanakan oleh beberapa kelompok atau paguyuban yang tersebar di beberapa tempat, antara lain: paguyuban macapat papat keblat lima pancer, paguyuban macapat Layang Ambya, paguyuban macapat Jum’at Legen, dan paguyuban-paguyuban macapat yang tersebar di berbagai daerah tanpa diberi nama.
Pelaksanaan kegiatan macapatan ada yang dilaksanakan secara rutin da nada yang dilaksanakan secara spontanitas. Jika mau berkeliling di seluruh penjuru kabupaten Blitar hamper setiap malam bisa didengarkan adanya kegiatan macapatan yang dilaksanakan di rumah-rumah penduduk atau warga masyarakat, ada yang memang dilaksanakan secara rutin di suatu tempat, bahkan ada event-event tertentu (misalnya bersih desa, acara peringatan hari besar nasional, jagong bayi, dan lain sebagainya) dengan menggelar kegiatan macapatan.
Ada kegiatan macapatan rutin yang selalu dilaksanakan oleh paguyuban tertentu, yakni: setiap bulan pada malam bulan purnama selalu diadakan kegiatan macapatan secara berkeliling di situs-situs budaya (candi) yang diprakarsai oleh paguyuban papat keblat lima pancer; setiap malem Jum’at Legen di pendapa kabupaten Rangga Adi Negara yang dihadiri oleh seluruh paguyuban macapat yang ada; paguyuban macapat Layang Ambya di beberapa desa melakukan kegiatan rutinan macapatan secara berkeliling seminggu sekali; setiap Kemis Pon malam Jum’at Wage di perpustakaan Proklamator bungkarno juga digelar kegiatan macapatan dalam rangka peringatan netone Bung Karno yang diprakarsai oleh paguyuban lensa Mas; serta paguyuban-paguyuban macapat yang tersebar di berbagai desa juga melakukan kegiatan rutinan secara berkeliling.
Kagiatan-kegiatan macapat yang dilakukan oleh berbagai paguyuban tersebut merupakan suatu upaya untuk menggali nilai-nilai bahasa dan sastara Jawa agar nilai-nilai, ajaran atau pesan moral yang terkandung di dalamnya bisa dipahami oleh masyarakat. Potensi wisata ini tentunya juga bisa dikembangkan menjadi asset pariwisata. Terbukti setiap ada kegiatan macapat yang digelar di suatu tempat (misalnya di situs candi, di pendapa kabupaten, dan di perpustakaan Bung Karno) yang hadir tidak hanya masyarakat dari Blitar saja, namun juga ada yang dari Kediri, Tulungagung, dan Malang.
2. Upaya Pemerintah Daerah untuk Menggali Nilai-nilai Bahasa dan Sastra Jawa
Dengan keaneka ragaman potensi budaya yang ada di kabupaten Blitar yang masih dipelihara oleh masyarakat pendukungnya, maka peran pemerintah sangat dibutuhkan. Dalam hal ini pemerintah kabupaten Blitar melalui Dinas Pemuda Olah Raga Budaya dan Pariwisata senantiasa memberikan dukungan, pembinaan serta berbagai upaya agar potensi-potensi budaya yang ada tersebut bisa lebih berkembang. Satu diantara misi Bupati dan wakil Bupati Blitar tahun 2016-2021 adalah meningkatkan keberdayaan masyarakat dan usaha ekonomi masyarakat yang memiliki daya saing melalui peningkatan ketrampilan dan keahlian, pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis Koperasi dan UMKM, ekonomi kreatif, jiwa kewirausahaan, potensi lokal daerah dan penguatan sektor pariwisata serta pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Blitar untuk mewujudkan misi tersebut, antara lain: mengadakan pembinaan, memberikan motivasi, melakukan pengembangan desa wisata secara maksimal, dan melaukan berbagai upaya promosi baik melalui media massa maupun berbagai jalur lain.
Adapaun upaya-upaya pemerintah Kabupaten Blitar dalam rangka untuk menggali nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa telah melakukan berbagai kegiatan berikut ini.
a. Memberikan pembinaan terhadap para pelaku budaya, sastrawan, serta masyarakat yang masih memiliki kepedulian terhadap pengembangan bahasa dan sastra Jawa. Misalnya melakukan pendidikan dan pelatihan penulisan tembang macapat, pelatihan pewara berbahasa Jawa, pembinaan terhadap para dalang, dan pelatihan bagi para waranggana maupun wiraswara.
b. Mengadakan berbagai kegiatan lomba dan festival yang terkait dengan penguasaan bahasa dan sastra Jawa, misalnya: lomba menulis legenda dari masing-masing desa, lomba nembang macapat, lomba warangga (pesinden), lomba membaca geguritan (puisi Jawa), festival seni tradisional, dan lain sebagainya.
c. Mewujudkan dan mengembang desa-desa wisata yang ada di kabupaten Blitar. Mengingat potensi desa di kabupaten dengan sebutan “seribu candi” ini berbeda-beda dan mempunyai ciri khas masing-masing, maka potensi-potensi budaya yang beraneka ragam di setiap desa itu perlu adanya dukungan dan pembinaan berupa penggalian, pelestarian, dan pengembangan dari potensi-potensi tersebut. Jika desa wisata ini tergarap maksimal, tentu kesejahteraan masyarakat juga meningkat. Ini selaras dengan visi Bupati dan Wakil Bupati Blitar, ”Menuju Kabupaten Blitar Lebih Sejahtera, Maju dan Berdaya Saing,”. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka instansi-instansi terkait (misalnya Dinas Pendidikan dan Dinas Porbudpar) telah membuat edaran mengenai lokasi wisata dan potensi budaya yang ada di kabupaten ini. Supaya anak didik mengetahui lokasi wisata dan berbagai keanekaragaman potensi budaya di Kabupaten Blitar. Artinya sebelum mereka mengetahui bahkan mendatangi lokasi di luar kabupaten ini dan mengetahui potensi budaya daerah lain, para pelajar harus tahu potensi budaya dan sekaligus telah mengunjungi terlebih dahulu lokasi wisata yang ada didaerahnya sendiri.
d. Melakukan berbagai upaya promosi, baik melalui media massa maupun berbagai jalur lain seperti menggelar beberapa event di salah satu lokasi wisata yang ada di kabupaten Blitar. Misalnya pelaksanaan event Jatim Specta Night Carnival yang telah dilaksanakan pada 30 Juli 2016 yang lalu ternyata mampu memancing para wisatawan domestic maupun asing untuk berkunjung ke Blitar. Contoh yang lain misalnya dalam kegiatan Perkemahan Tingkat Nasional (Pertinas) V Saka Bakti Husada Tahun 2016 yang digelar pada 17 sampai 23 Oktober 2016 yang lalu di Bumi Perkemahan Serut Kabupaten Blitar juga mampu untuk mengenalkan budaya bahasa dan sastra yang ada di kabupaten Blitar.
Berbagai upaya penggalian nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa dalam upaya untuk menjadikan asset pariwisata di kabupaten Blitar tentunya harus mendapat dukungan dari berbagai pihak utamanya tiga pilar, eksekutif, legislative, dan masyarakat harus bersatu padu untuk mewujudkan hal tersebut. Segenap masyarakat kabupaten Blitar dan tentunya masyarakat Indonesia sangat merindukan adanya daerah yang mandiri secara ekonomi, berdaulat secara politik. dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ini sesuai dengan nasehat pendiri bangsa yaitu Bung Karno, presiden RI pertama ini menegaskan bangsa ini harus berdaulat dalam politik, bekepribadian dalam kebudayaan dan berdikari dalam ekonomi. Dengan adanya berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah kabupaten Blitar ini diharapkan sebagai kebangkitan budaya dan pariwisata di Bhumi Laya Ika Tantra Adi Raja (Blitar) yang pada akhirnya kabupaten Blitar bisa menjadi barometer budaya dan pariwisata di Republik ini.
3. Berbagai Tantangan yang Dihadapi Pemerintah dalam Mengembangkan Nilai-nilai Bahasa, Sastra Jawa
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mempertahankan kepribadian serta sanggup mengembangkan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang untuk dilestarikan dan dikembangkan selaras dengan proses kemajuan zaman yang selanjutnya dipersiapkan sebagai bekal hidup generasi penerus dalam mempertahankan eksistensi dan martabat bangsanya. Salah satu wujud nilai-nilai luhur warisan nenek moyang adalah bahasa dan sastra Jawa. Bahasa Jawa merupakan salah satu bentuk bahasa yang memiliki tataran yang dipakai komunikasi masyarakat Jawa berupa undha-usuk ing basa Jawa, hal ini berkaitan dengan fungsi sebagai sarana yang efektif untuk membentuk perilaku manusia oleh karena itu bahasa tersebut terkenal dengan bentuk unggah-ungguhing basa. Disamping bentuk bahasa juga terdapat bentuk sastranya seperti tembang Jawa (misalnya macapat), ungkapan-ungkapan Jawa (misalnya paribasan, bebasan, dan saloka) yang mana bentuk karya tersebut syarat dengan pendidikan budi pekerti dan moral.
Salah satu kuwajiban pemerintah adalah mengembangkan nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa tersebut akan tidak punah oleh jaman. Namun dalam upaya pengembanagan nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa pemerintah daerah nampaknya banyak mengalami berbagai tantangan. Tantangan-tangan tersebut antara lain:
a. Kemajuan teknologi yang sangat pesat menjadikan bahasa dan sastra Jawa kurang mendapat perhatian bagi para pemuda. Para generasi muda banyak yang mudah berpengaruh terhadap masuknya budaya-budaya luar yang diketahuinya melalui dunia maya.
b. Minimnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai-nilai luhur yang terkandung dalam bahasa dan sastra Jawa. Mereka beranggapan bahwa bahasa dan sastra Jawa itu kuna. Bahasa dan sastra Jawa dianggapnya kurang familiar. Mereke lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris yang dianggapnya lebih popular dan menjanjikan.
c. Minimnya tenaga ahli yang mampu menjabarkan nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa kepada masyarakat, termasuk minimnya bahan bacaan yang dibaca masyarakat mengenai informasi yang berkaitan dengan bahasa dan sastra Jawa.
d. Dalam dunia pendidikan meskipun pemerintah berupaya untuk menjadikan pembelajaran bahasa dan sastra Jawa mulai jenjang SD sampai dengan SMA, namun tenaga pengajar yang berlatar belakang pendidikan Bahasa Jawa masih kurang. Pembelajaran bahasa Jawa memiliki ciri khas, sehingga dibutuhkan tenaga pengajar (guru) yang benar-benar professional yang mampu mengimplementasikan materi pelajaran dengan baik serta mampu memberikan keteladanan kepada peserta didik. Jika mata pelajaran ini tidak diampu oleh orang yang benar-benar professional, maka hasilnya juga kurang maksimal.
Penutup
1. Kesimpulan
Sebagaimana telah diuraikan secara panjang lebar dalam uraian di depan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
a. Keanekaragaman potensi budaya yang ada di kabupaten Blitar ternyata sangat banyak kandungan nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa yang perlu untuk digali dan dikembangkan. Potensi-potensi tersebut antara lain:, jamasan gong kyai Pradah, larung sesaji di pantai selatan,kirab panji lambang daerah dan kitab sejarah, grebeg Pancasila ,kirab tumpeng agung nusantara, kirab pusaka dan pawai budaya Lwang Wentar, kegiatan macapatan, purnama seruling Penataran, dan pesona bumi Penataran.
Semua potensi budaya tersebut dapat dikembangkan menjadi asset wisata yang harapannya mampu meningkat kesejahteraan hidup masyarakat serta mampu membangkitkan ekonomi kreatif bagi masyarakat kabupaten Blitar.
b. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah kabupaten Blitar untuk menggali nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa adalah: memberikan pembinaan terhadap para pelaku budaya, sastrawan, dan masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap bahasa dan sastra Jawa, mengadakan berbagai kegiatan lomba dan festival yang terkait dengan penguasaan bahasa dan sastra Jawa, mewujudkan dan mengembang desa-desa wisata yang ada di kabupaten Blitar, dan melakukan berbagai upaya promosi terkait dengan pengembangan wisata dan budaya.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah kabupaten Blitar tersebut tentunya akan berdampak pada sector budaya dan pariwisata yang di dalamnya terkandung nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa yang adi luhung.
2. Rekomendasi
a. Segenap warga masyarakat kabupaten Blitar hendaknya memiliki kepedulian terhadap kelestarian nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa, karena nilai-nilai bahasa dan sastra Jawa mampu memberikan ajaran dan pendidikan karakter kepada masyarakat luas.
b. Para pelaku seni (seniman), budayawan, guru, tokoh masyarakat, dan siapa saja yang masih memiliki kepedulian terhadap bahasa dan sastra Jawa hendaknya mau selalu meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya melalui berbagai kegiatan.
c. Kepada instansi-instansi terkait (misalnya Dinas Pendidikan dan Dinas Porbudpar) harus lebih pro aktif dan mau melakukan kegiatan pembinaan dan pengembangan terhadap keberadaan seni budaya maupun para pelaku seni budaya di kabupaten Blitar.
0 notes
Text
0 notes
Text
Horison siapkan tumpeng merah putih peringati HUT RI
Cluster General Manager Horison Jayapura dan Kotaraja, Eddy Soenarno Soerjaningrat Papuaunik-Manajemen Hotel Horison Jayapura dan Kotaraja akan menyiapkan tumpeng berbahan nasi yang berwarna putih untuk tamu dan para staf dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Cluster General Manager Horison Jayapura dan Kotaraja, Eddy Soenarno Soerjaningrat di Jayapura, Senin, mengemukakan tumpeng merah putih itu sebenarnya menimbulkan rasa kebangsaan kepada seluruh staf yang bekerja di Hotel Horison Jayapura dan Hotel Horison Kotaraja. "Tumpengnya dari nasi tetapi warnanya merah putih, kalau untuk tamu kami ada spesial promo, kami ada diskon kamar harganya Rp740.000, karena kan HUT RI sekarang kan ke-74 hanya khusus pada 17 Agustus," katanya. Selain itu, menurut dia, ada juga promosi makanan, ada promosi makanan nasi seperti tumpeng kecil tetapi berwarna merah putih, ada jus merah putih. Promo makanan ini untuk nasi merah putih seharga Rp74.000, sedangkan jus warna merah putih seharga Rp20.000. Kegiatan spesial yang akan dilaksanakan di dua hotel yang akan dilaksanakan didua hotel yang di pimpinnya, kata dia, adalah upacara bendera di halaman kedua hotel tersebut yakni di Hotel Horison Jayapura dan Hotel Horison Kotaraja. "Kegiatan yang spesial pada 17 Agustus tiap tahun kami melaksanakan upacara bendera, untuk Hotel Horison Jayapura dan Horison Kotaraja kami akan memulai upacara pada pukul 07.00 WIT. Di Horison Kotaraja saya akan memimpin upacara sebagai pembina upacara, sementara di Jayapura saya sudah instruksikan ada staf saya," katanya. Sebenarnya, menurut dia, upacara bendera ini hanya sebentar saja tetapi ia ingin seluruhnya stafnya memiliki rasa kebangsaan dimana pada 17 Agustus itu adalah tanggal keramat bagi bangsa Indonesia. "Jadi, kami bangga dapat memperingati hari bersama dengan para staf. Setelah upacara, kita akan makan bersama, ada tumpeng yang akan kita rayakan bersama dengan staf sendiri," ujarnya. Eddy mengatakan, pihaknya juga diwajibkan memasang spanduk dan juga umbul-umbul merah putih baik itu didalam maupun diluar hotel. "Ini juga menunjukan rasa kebangsaan tadi dengan cara yang seperti itu, kita pasang spanduk, kita pasang umbul-umbul merah putih," katanya. Ia menambahkan, khusus di Kota Jayapura ada standar pemasangan umbul-umbul merah putih dan spanduk dari Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano. Ada spanduk sendiri yang dipasang. (MA) Read the full article
0 notes
Text
Thought via Path
MERDEKA MBAHMU Surabaya, 18/08/2014. Tahun kemarin saya terperanjat membaca kata kata tersebut di atas yang muncul di media sosial. Saya sempat berpikir kurang ajar banget yang membuat istilah tersebut. Tetapi kembali saya mengunyah setiap Informasi yang saya baca dan baru mengunyah setelah halus, agar tenggorokan saya tidak tersedak. Ungkapan itu seperti mencerminkan sifat apatis, dan putus asa seorang Patriot dengan keadaan negerinya Indonesia yang jauh dari kondisi merdeka sepenuhnya, sehingga terucap makian itu. Seperti yang pernah saya tulis di tahun kemarin trilogi Kemerdekaan untuk Merebut Kedaulatan bangsa seutuhnya, bahwa Bangsa Indonesia masih jauh dari makna kemerdekaan itu sendiri. Dan sepertinya itu sudah tidak disadari oleh generasi sekarang, bahwa masih banyak yang harus direbut. Membaca kenangan para generasi muda tentang masa kecilnya saat memperingati Kemerdekaan Indonesia tiap 17 Agustus, ternyata rata rata kenangannya beragam dan sama, yaitu mereka sangat senang mengingat masa kecilnya yang ikut berbagai macam perlombaan yang diadakan di kampung kampung dan perumahan di daerahnya. Dan kenangannya makin bertambah bila mereka menjadi juara di salah satu perlombaan tersebut. Tetapi yang membuat saya miris rata rata mereka SEBEL dengan kenangan ikut Upacara bendera memperingati detik detik proklamasi,bahkan ada yang tidak mengerti tentang upacara “Renungan Suci” di makam para pahlawan yang dilaksanakan di malam 17 Agustus. Mungkin saat ini sepengatuan generasi muda malam 17 agustus itu identik dengan malam tirakatan yang diisi dengan syukuran dengan nasi tumpeng dan berkumpul dengan para tetangga di pos satpam, pos RT ataupun pos RW. Di era 90-an, malam tirakatan masih ada acara mendengar kisah kisah dari para pejuang, Veteran yang mengangkat senjata dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan agar bisa menulari semangat perjuangan ke genarasi muda. Sekarang acara Malam tirakatan sudah melenceng dari makna dari malam 17 Agustus sesungguhnya. Mungkin sekarang hanya diisi dengan seremonial menutup jalan untuk melaksanakan tumpengan menandai bersyukurnya Republik ini, telah merdeka dan diiringi oleh lagu lagu dangdut koploan yang lagi laris. MERDEKA BANGSAKU Merdeka Mbahmu bisa diartikan bahwa yang mengerti arti merdeka sesungguhnya adalah mbah mbah kita yang lebih menghormati dan memaknai arti merdeka dibandingkan generasi sekarang yang tak peduli apa arti merdeka. Generasi sekarang yang penting bisa mencari uang untuk: makan, sandang, papan dan Hiburan. Mereka lebih peduli bahwa rejekinya tetap mengalir lancar walaupun itu dari sesuatu yang menjerat dan merongrong negaranya, lagi mengancam Integritas negara ini ke depan. Gaya hidup Hedonisme sudah mengakar merubah kepedulian anak bangsa. Mereka lebih peduli dirinya, anaknya, bahkan cucunya agar tidak akan kekurangan. Mereka lupa bahwa anak dan cucu bangsa ini juga harus tetap merdeka dengan segala sumber daya yang dipunyai, yang ditinggalkan oleh mbahnya pendiri negara Indonesia ini. Bila ingin istilah Merdeka Mbahmu tidak identik dengan kondisi sekarang bagi bangsa Indonesia, maka ketahuilah tentang kejayaan kejayaan bangsa Indonesia dan jadikan semangat untuk mengisi kemerdekaan dan menuju kedaulatan bangsa sepenuhnya. Mungkin saya bisa menggali apa info info untuk generasi muda tentang bangsa dan negaranya di bawah ini sebagai pengganti wejangan dari para veteran yang tidak didapatkan dalam malam tirakatan kemarin : INDONESIA Nama Indonesia tidak hanya dicomot begitu saja. Pada zaman Purba kepulauan tanah air kita disebut dengan berbagai nama. Orang Tionghoa menyebut dengan Nan Hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menyebut dengan Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang). Bangsa Arab menyebut dengan Jaz’ir Al Jawi (Kepulauan Jawa). Ketika bangsa Eropa datang ke negara kita, mereka menyebut dengan Kepulauan Hindia (Indische Archipel/Indian Archipelaho). Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “India”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara (mengambil dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920). Nama Indonesia diterbitkan sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), Singapura pada tahun 1847, yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA. Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay- Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu, untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: … the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians. Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau. Makna politis Pada dasawarsa 1920-an, nama “Indonesia” yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama “Indonesia” akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan!. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut “Hindia Belanda”. Juga tidak “Hindia” saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. “Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya”, ujar mereka. Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama “Indonesia”. Akhirnya nama “Indonesia” dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda. “Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch-Indie”. Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah. Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama “Hindia Belanda” untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia. MERAH PUTIH Warna Merah dan Putih sangat dihormati oleh bangsa Indonesia. Warna putih dan merah dianggap lambang KEAGUNGAN, Kesaktian KEJAYAAN. Hal ini tidak terlepas dari sejarah Bangsa Indonesia purba yang saat itu masih mendiami daratan Asia Tenggara, kurang lebih 6000 tahun lalu yang mengganggap matahari dan bulan adalah benda benda langit yang sangat penting dalam perjalanan hidup umat manusia. Penghormatan terhadap benda benda langit tersebut disebut “Penghormatan Surya Candra”. Bangsa Indonesia menghubungkan Matahari dengan warna merah dan bulan dengan warna putih, akibat dari penghormatan Surya Candra maka bangsa Indonesia sangat menghormati warna merah dan putih. Bagi bangsa Indonesia dan bangsa Aestronia, warna merah dan putih merupakan lambang keagungan, kesaktian dan kejayaan. Berdasarkan anggapan tersebut maka Lambang perjuangan bangsa Indonesia dan Lambang negara nasional yang berbentuk bendera berwarna Merah dan Putih. Dan Bendera merah putih bergelar “Sang” yang berarti kemegahan turun temurun, sehingga “Sang Saka” berarti bendera warisan yang dimuliakan. Bandira / Bandir yang artinya umbul-umbul. Bandiera dari Bahasa Itali Rumpun Romawi Kuno. Dalam Bahasa Sangsakerta untuk Pataka, Panji, Dhuaja. Bendera adalah lambang kedaulatan kemerdekaan. Di mana negara yang memiliki dan mengibarkan bendera sendiri, berarti negara itu bebas mengatur segala bentuk aturan negara tersebut. Menurut W.J.S. Purwadarminta, Bendera adalah sepotong kain segi tiga atau segi empat diberi tongkat (tiang) dipergunakan sebagai lambang, tanda, panji tunggul. UNTUK DIRENUNGKAN “Tuan-tuan Hakim, siapakah orang Indonesia yang tidak mengeluh hatinya, kalau mendengarkan cerita tentang keindahan itu. Siapakah yang tidak menyesalkan hilangnya kebesaran kebesarannya ?. Siapakah orang Indonesia yang tidak hidup semangat nasionalnya kalau mendengarkan riwayat tentang kebesaran kerajaan Melayu dan Sriwijaya. Tentang kebesaran Mataram yang pertama, kebesaran zaman Sindok dan Erlangga, Kediri dan Singasari, Majapahit dan Pajajaran. Kebesaran pula dari Bintara, Banten dan Mataram kedua di bawah Sultan Agung. “Siapakah orang Indonesia yang tidak mengeluh hatinya kalau ia ingat akan benderanya yang dulu ditemukan dan dihormati orang sampai di Madagaskar di Persia dan di Tiongkok. Tetapi sebaliknya, siapakah yang tidak hidup harapannya dan kepercayaannya, bahwa rakyat yang demikian besarnya hari dulu, memiliki cukup kekuatan untuk mendatangkan hari kemudian yang indah pula, yang seharusnya pasti masih mempunyai kebisaan-kebisaan meningkat lagi, di atas tingkat kebesaran untuk kemudian hari. Siapakah yang tidak seolah-olah mendapat nyawa baru dan tenaga baru kalau ia membaca riwayat zaman dulu itu !. Begitulah pula rakyat, dengan mengetahui kebesaran hari dulu itu, lantas hiduplah rasa “Nasionalnya”, lantas menyala lagi api harapan di dalam hatinya, dan lantas mendapat lagilah rakyat itu nyawa baru dan tenaga baru oleh karenanya.” (Ir.Soekarno, dalam pidato pembelaannya di depan Pengadilan Kolonial Hindia Belanda, 1930). Sun Tzu berkata, untuk menghancurkan suatu bangsa salah satu caranya adalah dengan mengaburkan/menutupi Sejarah Kejayaaan dulu bangsa tersebut. Maka PELAJARILAH Kejayaan bangsamu agar menyala api semangat nasionalisme dan mendapatkan nyawa baru dan Tenaga baru untuk mengisi kemerdekaan menuju Indonesia Jaya selanjutnya, atau merdeka itu hanya kiasan “Merdeka Mbahmu”. diolah dari berbagai sumber (By Satrio). Sumber : https://jakartagreater.com/merdeka-mbahmu/ #MerdekaMbahMu – Read on Path.
0 notes
Text
Thought via Path
Bagaimana ISLAM menyikapi BUDAYA ? ASAL USUL BUDAYA Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah. Merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture. Berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa juga diartikan mengolah tanah atau bertani. Kata culture, juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.Dalam Islam, istilah ini disebut dengan adab. Islam telah menggariskan adab-adab Islami yang mengatur etika dan norma-norma pemeluknya. Adab-adab Islami ini meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Tuntunannya turun langsung dari Allah Subhanahu wa ta'ala melalui wahyu kepada Rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai teladan terbaik dalam hal etika dan adab ini. Sebelum kedatangan Islam, yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Arab ketika itu ialah budaya jahiliyah. Di antara budaya jahiliyah yang dilarang oleh Islam, misalnya tathayyur, menisbatkan hujan kepada bintang-bintang, dan lain sebagainya. Dinul-Islam sangat menitik beratkan pengarahan para pemeluknya menuju prinsip kemanusiaan yang universal, menoreh sejarah yang mulia dan memecah tradisi dan budaya yang membelenggu manusia, serta mengambil intisari dari peradaban dunia modern untuk kemaslahatan masyarakat Islami. Allah berfirman: "Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, 'Isa dan para nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri". Barang siapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi" [‘Ali ‘Imran/3:84-85] PENETRASI BUDAYA Proses penetrasi budaya merupakan suatu hal yang tak bisa dihindari. Karena kehidupan manusia yang saling berhubungan satu sama lain. Interaksi sosial di antara manusia menyebabkan terjadinya proses penetrasi budaya ini. Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan, ialah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke dalam kebudayaan lainnya. BEBERAPA CONTOH KEBUDAYAAN MASYARAKAT INDONESIA A. Budaya Tumpeng. Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut. Itulah sebabnya disebut “nasi tumpeng”. Olahan nasi yang dipakai, umumnya berupa nasi kuning, meskipun kerap juga digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa, dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini secara umum. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisang. Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai “tumpengan”. Di Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi “tumpengan” pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara. Ada tradisi tidak tertulis yang menganjurkan bahwa pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi orang yang profesinya tertinggi dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Ada beberapa macam tumpeng ini, di antaranya sebagai berikut. 1. Tumpeng Robyong. Tumpeng ini biasa disajikan pada upacara siraman dalam pernikahan adat Jawa. Tumpeng ini diletakkan di dalam bakul dengan berbagai sayuran. Di bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan cabai. 2. Tumpeng Nujuh Bulan. Tumpeng ini digunakan pada syukuran kehamilan tujuh bulan, dan terbuat dari nasi putih. Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini juga dikelilingi enam buah tumpeng kecil lainnya. Biasa disajikan di atas tampah yang dialasi daun pisang. 3. Tumpeng Pungkur. Digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi. 4. Tumpeng Putih. Warna putih pada nasi putih menggambarkan kesucian dalam adat Jawa. Digunakkan untuk acara sakral. 5. Tumpeng Nasi Kuning. Warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan sebagainya. 6. Tumpeng Nasi Uduk. Disebut juga tumpeng tasyakuran. Digunakan untuk peringatan Maulud Nabi. Dari situ dapat kita ketahui bila tumpeng dibuat dalam rangka acara-acara atau ritual-ritual di atas, maka Islam tidak membenarkannya. Namun kalau sekedar membuat tumpeng sebagai seni memasak tanpa disertai acara dan ritual tersebut, maka tidaklah mengapa. https://aslibumiayu.net/5564-pandangan-islam-terhadap-kebudayaan-bagaimana-seharusnya-kita-menyikapinya.html with Ditha – Read on Path.
0 notes
Video
youtube
WA 0812-9323-2007 - Pesan Tumpeng, Nasi Tumpeng 17 Agustus
PALING ENAK!! Harga Paket Tumpeng, Pesan Nasi Tumpeng di Tebet, Tumpeng Mini Sederhana, Nasi Tumpeng Jakarta Timur, Delivery Nasi Tumpeng Jakarta, Nasi Tumpeng HUT RI, Tumpeng 20 Orang, Tumpeng Hias 17 Agustus, Tumpeng Enak di Jakarta Selatan, Paket Tumpeng Murah
Sejak 1997, Dapur Hana Catering telah turut serta memeriahkan Acara 17 Agutusan atau HUT Republik Indonesia dengan menyediakan Pesan Tumpeng 17 Agustus yang Mewah, Enak dan Harga Terjangkau.
Di Dapur Hana Pesan Tumpeng Kemerdekaan spesial untuk Anda, tumpeng yang Anda pesan akan selalu sesuai dengan Pesanan, Hiasan Tumpeng Unik dan Menawan, dengan bahan 100% Fresh, No MSG dan Alami. Serta senantiasa menyuguhkan Acara Tujuh Belasan Anda menjadi yang tak terlupakan.
Rayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia - HUT RI dengan Sajian Tumpeng Merah Putih yang unik dan menarik, Kreasi Tumpeng Kemerdekaan dengan Harga Tumpeng yang terjangkau. Kami Tersedia juga Tumpeng untuk Lomba Tujuh Belasan, Tumpeng Ulang Tahun, Tumpeng Mini lengkap dengan Nasi Kuning atau Nasi Tumpeng Putih Gurih dengan Hiasan Menawan dan Bahan Yang 100% Sehat & Alami NO MSG.
Layanan Antar & Delivery Tumpeng Melayani Wilayah Bekasi, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Cikarang, Kerawang dan sekitarnya
Informasi, Konsultasi dan Pemesanan:
Marketing – Ibu Retno
CALL/SMS/WA 0812-9323-2007 (Telkomsel)
email: [email protected]
#nasi kuning box untuk ultah anak#nasi tumpeng proklamasi#dekorasi nasi tumpeng#nasi tumpeng murah#pesan tumpeng di jakarta#hias tumpeng cantik#aneka kreasi tumpeng#tumpeng mini box#nasi kuning ulang tahun#lauk pauk nasi tumpeng putih
0 notes
Text
Pesan Tumpeng, Tumpeng Tujuh Belasan
Pesan Tumpeng, Tumpeng Tujuh Belasan
PALING ENAK!! Harga Paket Tumpeng, Pesan Nasi Tumpeng di Tebet, Tumpeng Mini Sederhana, Nasi Tumpeng Jakarta Timur, Delivery Nasi Tumpeng Jakarta, Nasi Tumpeng HUT RI, Tumpeng 20 Orang, Tumpeng Hias 17 Agustus, Tumpeng Enak di Jakarta Selatan, Paket Tumpeng Murah
Sejak 1997, Dapur Hana Catering telah turut serta memeriahkan Acara 17…
View On WordPress
#aneka bentuk hiasan tumpeng#gambar menghias nasi kuning#gambar tema kemerdekaan#gambar tumpeng kuning#gambar tumpeng unik#hiasan tumpeng mini#kreasi nasi kuning kotak#kreasi tumpeng#kreasi tumpeng agustusan#kreasi tumpeng modern#lauk untuk tumpeng#macam macam kreasi tumpeng#model hiasan nasi tumpeng#model tumpeng modern#tumpeng hias#tumpeng murah#tumpeng nasi putih#tumpeng proklamasi#tumpeng ulang tahun#variasi tumpeng
0 notes