#munakahat
Explore tagged Tumblr posts
adedesus · 2 years ago
Text
Memahami Fiqih Munakahat, Ilmu Pernikahan dalam Islam
Tumblr media
Assalamualaikum wr.wb
Bismillahirrahmanirrahim, Sahabat Fillah, perasaan cinta seorang laki-laki kepada perempuan dan begitu pula sebaliknya merupakan perasaan manusiawi yang bersumber dari fitrah manusia.
Islam adalah agama  fitrah, sehingga tidak membelenggu perasaan cinta manusia kepada lawan jenis. Akan tetapi islam memerintah manusia untuk menjaga perasaan cinta itu, merawat dan melindunginya dari segala perbuatan yang kotor dan hina. Oleh karena itu, islam menetapkan institusi pernikahan untuk memelihara kesucian cinta dua anak manusia yang berlawanan jenis sesuai dengan apa yang di ajarkan Rasulullah.
Nabi SAW Bersabda :
"Nikah adalah sunahku maka barang siapa mencintaiku maka ikuti sunahku." Dalam sebuah riwayat "Siapa orang yang membenci nikah maka dia bukan dari golongan-ku."
Kita semua telah tahu bahwa melaksanakan setiap perintah Allah pasti memberikan sejumlah pahala. Begitu juga dalam pernikahan. Allah memberikan pahala dua jenis manusia yang diikat dalam tali pernikahan bagaikan pakaian yang melekat pada tubuh pemakainya.
Untuk lebih jelasnya mari simak penjelasan dibawah ini ya Sahabat Fillah😊
Pengertian Pernikahan
Secara Bahasa atau istilah Pernikahan adalah suatu peristiwa atau momen sakral dimana dua orang manusia yang berlawanan jenis membuat suatu janji suci untuk bisa hidup berdampingan sampai ajal menjemput dan memisahkan mereka.
Tujuan Pernikahan
Terjadinya suatu pernikahan yang ditandai dengan adanya ijab dan qabul memiliki beberapa tujuan. Beberapa tujuan dari pernikahan berdasarkan Al-Quran dan Hadist, yaitu:
1. Melaksanakan Perintah Allah
Dalam Islam, Dengan melaksanakan perintah Allah, maka umat Muslim akan mendapatkan pahala sekaligus kebahagiaan. Kebahagiaan ini menyangkut semua hal termasuk rezeki, sehingga bagi Umat Muslim yang sudah menikah tak perlu khawatir tentang rezeki. Tujuan pernikahan untuk melaksanakan perintah Allah terkandung di dalam Al-Quran Surah An-Nur ayat 32
2. Melaksanakan Sunah Rasul
Dengan melaksanakan sunah Rasul, maka seorang hamba dapat terhindar dari perbuatan zina. Tidak hanya itu, seorang yang menikah juga mendapatkan pahala karena sudah melaksanakan sunah Rasul. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
“Seseorang di antara kalian bersetubuh dengan istrinya adalah sedekah!” (Mendengar sabda Rasulullah, para sahabat keheranan) lalu bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kita melampiaskan syahwatnya terhadap istrinya akan mendapat pahala?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Bagaimana menurut kalian jika ia (seorang suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah ia berdosa? Begitu pula jika ia bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), dia akan memperoleh pahala’ (HR. Bukhari dan Muslim).”
3. Mencegah dari Perbuatan Zina
Seperti yang sudah diketahui oleh banyak orang bahwa dengan menikah berarti sama halnya menjaga kehormatan diri sendiri, sehingga kita bisa untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama Islam. Selain itu, suatu pernikahan bisa membuat diri kita bisa menjaga pandangan dan terhindar dari perbuatan zina, sehingga kita bisa menjalani ibadah pernikahan lebih baik.
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).”
4. Menyempurnakan Separuh Agama
Terlaksananya pernikahan berarti sama halnya dengan menyempurnakan separuh agama Islam. Dengan kata lain, menikah bisa menambah pahala seorang hamba. Dalam hal ini, menyempurnakan agama bisa diartikan sebagai menjaga kemaluan dan perutnya. Seperti yang diungkapkan oleh para ulama bahwa pada umumnya rusaknya suatu agama seseorang sering berasal dari kemaluan dan perutnya.
“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya. (HR. Al-Baihaqi).”
5. Mendapatkan Keturunan
Setiap umat Muslim yang melakukan pernikahan pasti memiliki tujuan untuk memiliki keturunan dengan harapan dapat menjadi penerus keluarga. Memiliki keturunan akan menambah kebahagiaan bagi rumah tangga yang sedang dibangun. Selain itu, memiliki keturunan bisa menjadi bekal pahala untuk suami istri di kemudian hari.
Syarat Sah Pernikahan dalam Islam
Berikut di antaranya:
1. Calon Pengantin Beragama Islam
Syarat sah pernikahan pertama adalah calon pengantin, baik itu laki-laki atau perempuan harus beragama Islam. Apabila salah satu calon mempelai belum beragama Islam, maka pernikahan tidak akan sah. Oleh sebab itu, jika salah satu calon mempelai belum beragama Islam, ia harus beragama Islam terlebih dahulu.
2. Mengetahui Wali Akad Nikah Bagi Perempuan
Wali akad dalam proses pernikahan ini harus ada karena jika berarti pernikahan menjadi tidak sah. Dalam agama Islam, untuk memilih wali sudah ada aturannya, sehingga tidak boleh sembarangan memilih wali akad nikah. Ayah kandung adalah wali nikah utama bagi mempelai perempuan. Jika, ayah kandung dari perempuan sudah meninggal dunia, maka calon pengantin perempuan dapat diwalikan oleh kakek, saudara laki-laki seayah seibu, , paman, dan seterusnya yang sesuai dengan urutan nasab.
Wali akad nikah tidak boleh seoang perempuan dan harus seorang laki-laki. Hal ini sesuai dengan hadist:
Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW bahwa perempuan tidak boleh menikahkan (menjadi wali) terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya.” (HR. ad-Daruqutni dan Ibnu Majah).
Apabila dari keturunan nasab tidak ada yang bisa menjadi wali, maka bisa digantikan dengan wali hakim sebagai syarat sah pernikahan.
3. Bukan Mahram
Pernikahan akan dinyatakan tidak sah, jika kedua mempelai merupakan mahram. Dengan kata lain, pernikahan dapat dilakukan dengan bukan mahram. Dalam hal ini, bukan mahram merupakan tanda bahwa pernikahan dapat dilakukan karena tidak ada penghalangya.
Selain itu, bagi calon mempelai harus mencari jejak dari pasangannya, apakah semasa kecil diberikan oleh ASI dari ibu yang sama atau tidak. Jika, diberikan oleh ASI dari ibu yang sama maka hal itu termasuk ke dalam mahram, sehingga pernikahan tidak bisa dilakukan.
4. Sedang Tidak Melakukan Ibadah Haji atau Ihram
Para ulama melarang jika sedang melaksanakan  ibadah haji atau ihram untuk melakukan pernikahan. Para ulama menyatakan hal ini berdasarkan seorang ulama bermazhab Syafi’I yang terkandung di dalam kitab Fathul Qarib al-Mujib. Di dalam kitab itu disebut bahwa salah satu larangan haji adalah tidak boleh melaksanakan akad nikah atau wali dalam pernikahan:
“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang ketika ihram) yaitu akad nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya maupun bagi orang lain (menjadi wali).”
5. Dilakukan Atas Dasar Cinta bukan Karena Paksaan 
Apabila pernikahan terjadi karena adanya paksaan, maka pernikahan itu bisa saja dinyatakan tidak sah. Dengan kata lain, suatu proses pernikahan harus berdasarkan keinginan dari calon pengantin laki-laki atau calon pengantin perempuan.
Rukun Nikah dalam Islam
Di dalam Islam, rukun pernikahan terdiri dari 5, yaitu:
1. Adanya Calon Pengantin
Calon pengantin harus terdiri dari laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya dan calon pengantin perempuan tidak terhalang secara syari’i untuk menikah.
2. Adanya Wali 
Bagi calon pengantin perempuan harus dihadiri oleh wali atau wali hakim.
3. Dihadiri Dua Orang Saksi
Ketika pernikahan berlangsung harus ada dua orang saksi yang adil atau yang memenuhi syarat sebagai saksi.
4. Diucapkan Ijab
Ijab diucapkan oleh wali dari calon pengantin perempuan atau yang menjadi wakilnya.
5. Diucapkan Qabul dari pengantin Laki-Laki
Calon pengantin laki-laki mengucapkan qabul di depan saksi dan wali dengan penuh keyakinan.
Demikianlah sahabat fillah bacaan artikel terkait munakahat atau pernikahan dalam islam. Mudah-mudahan bagi yang sudah menikah semoga mendapatkan keutamaan menikah tersebut. bagi yang belum menikah semoga Allah mempertemukan jodohnya. Aamiin. 😊
By:
Nama :Ade Susilawati (PS22G)
NIM   : 22416273201422
IG: Adedesus 😊
4 notes · View notes
yunusaziz · 2 months ago
Note
Aku ga tau ini udah pernah ada yang tanya belum. Sambungan dari yang sebelumnya.
Wdty soal stereotip perempuan adalah beban bagi laki-laki, Terlebih karena perempuan yang tidak "menghasilkan" uang?
Mungkin ini karena banyak banget kalimat kyk "udah di sekolahin mahal-mahal malah nggak kerja yang punya gaji tinggi atau milih jd IRT "... Dan banyak banget laki-laki yang ketika berkeluarga itu ancamannya adalah materi, (selain karena fisik laki-laki lebih kuat, aka kdrt).
Sepakat...
..., kalau menggunakan perspektif fiqh munakahat. Bahwa istri dan anak adalah memang 'beban' dalam artian tanggungjawab dari suami/bapak. Menjadi konsekuensi logis yang harus dipahami laki-laki, bahwa ketika menikahi perempuan, kewajiban ini melekat, dan tidak boleh dieprsoalkan.
Jika menggunakan perspektif sosial, anggapan bahwa wanita adalah beban biasanya didasari akibat pola hidup dan pola pikir materialisme. Bahwa segala sesuatu dalam kehidupan ini, harus diukur dengan kontribusi ekonomi atau keuntungan finansial. Selain materialisme, stereotipe itu mungkin didukung oleh praktik sistem ekonomi kapitalis yang sering kali menekankan produktivitas ekonomi sebagai ukuran keberhasilan, yang kemudian membuat peran pengasuhan anak yang sering kali dijalankan oleh perempuan tidak berkarir, sebagai beban karena tidak menghasilkan pendapatan.
Padahal dalam bangunan rumah tangga, kontribusi itu ada material dan non-material (mengelola rumah, mengurus anak, dukungan emosional, dll) yang hal tersebut diperankan oleh seluruh anggota keluarga. Dalam upaya melaksanakan peranan-peranan itu maka harus dilandasi komunikasi dan kesepakatan antar pihak. Dalam konteks wanita karir, ini adalah informasi yang harus didapatkan dan disampaikan kepada calon suami. Sehingga antara idealisme dan realitas nanti jelas titik temunya.
Bagi perempuan, jika ingin meminimalisir hal itu terjadi, maka selektiflah dalam memilih calon imam. Dalam proses ta'aruf, ketika memang wanita ingin berkarir sampaikan, pun halnya tidak, tetapi memiliki alternatif lain dalam membantu finansial rumah tangga dengan plan apa cantumkan dalam CV atau saat taaruf.
Dalam proses ta'aruf, pola pikir dan pola hidup materialistik bisa dinilai melalui jawaban yang dia berikan. Misalnya, tanyakan pandangannya tentang hidup sederhana, tentang keuangan, tentang arti kebahagiaan dsb. atau lihat dari gaya hidupnya. Bukan untuk menjustifikasi, tetapi ini jadi informasi yang berguna dalam mengambil keputusan.
Terkahir, dulu Ust. Budi Ashari pernah menyampaikan "Kalau anak menginginkan sesuatu, lalu sebut merk, maka ini menjadi isyarat dalam pola asuh anak." Salahnya dimana? Fokus pada brand, bukan fungsi. Semoga dipahami.
62 notes · View notes
tepilangitsenja · 2 years ago
Text
Thought on: Marriage
“Sebuah upaya mengurai segala hal yang mampir ke pikiranku tentang pernikahan. Tentu saja, bukan karena akan segera menikah dalam waktu dekat :) “-Rania Nawra-
Disclaimer: Apa yang aku tulis disini adalah apa yang aku pikirkan di saat ini, yang tentunya, masih sangat bisa berubah di masa yang akan datang. Hopefully, kalau pun ada yang berubah, kearah perspektif yang lebih wise yaa. Plus, it’s going to be long story. Anyway, selamat membaca!
 ----------------------------------------------
Dalam beberapa waktu terakhir, aku banyak memikirkan dan mengobrolkan topik pernikahan, dengan teman maupun keluargaku. Sebagai manusia yang sudah ‘melewati milestone kuliah dan memasuki milestone bekerja, tentunya diskusi tentang hal ini tidak bisa dihindari.  Dan gabisa disebut “ngebet nikah ya lu” juga kalo sering ngobrolin ini, karena obrolan ini bukan lagi obrolan anak belasan tahun yang pandangannya tentang pernikahan masih sepolos itu.
I am 22 going on 23 this year, dan ketahuilah guys, waktu aku ada di usia ‘Sixteen going on Seventeen’ yang kaya judul lagu itu, 23 adalah usia dimana aku ingin menikah. Haha. Such a young age to get married, tapi waktu itu, aku yang berusia 16 tahunan punya alasan loh kenapa aku mau nikah di usia segitu. Dulu, kurang lebih aku mikir gini:
“Oke. Aku lulus SMA umur 17 tahun, lulus kuliah 21 tahun, terus kerja/S2, abis itu nikah di usia 23 tahun. Sabi lah nabung 2 tahun buat nikah”
This is a bit OOT, tapi sebagai anak kelahiran akhir tahun 2000, aku akui aku punya sedikit privilege usia yang lebih muda dibandingkan teman-temanku. Privilege yang muncul karena aku gamau ngulang TK B (TK 3 tahun) supaya umurku cukup buat masuk sekolah negeri dan akhirnya masuk SD swasta, ditambah karena aku ada di program akselerasi saat SMP. Jadi waktu itu, aku baru dapet KTP di semester 1 kuliah. Ga semuda itu, tapi cukup muda. Dan menurutku di level ‘maturity’ saat itu, aku ‘bisa nih’ nikah di umur 23 Tahun.
Tapi tentunya realita tidak sesuai ekspektasi. Aku memang lulus S1 di usia 21 tahun, tapi baru dapet decent job yang sesuai dengan career aspiration ku menjelang usia 22 tahun-tentunya, dan baru bisa nabung. Moreover, ternyata ada banyak hal yang terjadi di hidupku setelah usia 18 tahun, pilihan-pilihan yang aku pilih, dan tentunya, proses belajar dan maturing alias mendewasa yang bikin aku sadar kalau “Marriage is not that easy”. At least, for me. Well, everyone have their own perspective, right?.
Jadi, aku disclaimer lagi kalo tulisan ini bukanlah bentuk kampanye ‘anti nikah muda sebelum lulus kuliah’ dan lain sebagainya. This writing applies to MY LIFE. You do you, kalian punya cara sendiri buat menjalani kehidupan kalian, dengan prinsip dan nilai-nilai yang kalian pegang. So, no offense ya guys (Plus, menurutku perempuan-perempuan yang menjalani peran sebagai mahasiswa S1 dan juga S3 (re: Istri), kalian keren!).
Kembali ke bahasan tentang pernikahan.
Ngomongin pernikahan, menurutku ada banyak aspek yang menyusunnya. Tapi kalo aku boleh mengerucutkan hal-hal penting yang kudu dipelajarin dulu sebelum menikah, maka itu mencakup: ilmu agama, relationship-communication, parenting, dan juga finansial.
Kalo aku coba inget-inget, kayanya aku pertama kali belajar tentang pernikahan dan sebagian aspek di dalamnya tuh pas SMA di Pondok (Well, now I can proudly said that aku ‘SMA di Pondok’ instead of di ‘boarding school’ #characterdevelopment #kapankapankitabahas), lewat bab munakahat di Minhajul Muslim dan kajian nisaiyah rutin untuk santri putri. FYI, di kajian nisaiyah ini ada semacam modul yang disesuaikan untuk setiap jenjang dari kelas 7-12 SMA (atau kelas 1-6 Aliyah). Sejak kelas 10/11 (rada lupa), kami mulai ‘diberi tugas’ buat mengisi materi nisa’iyah untuk adik-adik kelas 7 atau 8, yang materinya dimulai dari bab thararah dan menjaga kebersihan diri dan sekitar. Meanwhile, kajian nisa’iyah untuk santri senior akan diisi oleh para asatidzah dengan topik yang lebih ‘berat’. Dan tentunya, yang dipelajari bukan bagian uwu-uwunya saja.
Di pelajaran fiqih dulu, materi-materi yang membekas di aku tentang bab munakahat justru materi tentang Talak. Iya, talak. Tentang bagaimana talak itu jatuh, apa yang terjadi setelahnya, proses ruju’, dan tentang kasus-kasus yang terjadi. Terus aku inget banget setelah dapet materi itu, aku mulai berpikir kalau “Wah, nikah tu emang ga boleh main-main” dan “Omongan kita harus dijaga agar bener-bener ngomong yang baik-baik saja”.
Di nisa’iyah, salah satu materi yang membekas buatku justru materi mengurus bayi (cara memandikan, menggendong dll). Kata para asatidzah, beliau-beliau tuh ingin mempersiapkan dan making sure kalau santriwati kelas XII ketika lulus, sudah tau (at least basic things) untuk menjadi seorang istri dan ibu. Soalnya, kita gatau jodohnya datengnya kapan. Jadi, tetap harus dipersiapkan.
Tapi belajar tentang itu di pondok tentunya ga serta merta bikin aku siap nikah setelah lulus SMA. Aku masih ngerasa ilmunya kurang dan butuh belajar, plus yaaa ga siap aja. Aku tahu aku butuh belajar, tapi di awal kuliah aku justru gamau sama sekali ikut kajian pranikah. Why? Karena suatu kali di semester 1 aku ga sengaja denger salah satu kajian pranikah (karena solat di masjid tersebut), yang isinya justru kaya semacam mendorong-dorong orang buat nikah muda (waktu itu aku nangkepnya gitu sih, but it can only be my assumption hehe).
Barulah di 2020 aku pertama kali memberanikan diri join kelas yang berhubungan dengan pernikahan, lewat salah satu kelas dari asrama RK, Kelas Cerita Menikah Batch 1. Setelah ikut kelas itu, aku beberapa kali ikut kelas sejenis, seperti FWMP Batch 1 (2021), Kelas Proposal Ta’aruf nya Teh Juan (2021), terus ikut Dialog Menuju Rumah Tangga ‘Diorama’ Career Class (2022).
Lalu, apakah setelah mengikuti kelas-kelas itu, aku jadi ngerasa lebih siap nikah? Jujurly, NGGAK. Aku justru malah jadi reconsider keinginanku untuk menikah di usia 23 tahun, dan berkesimpulan bahwa kayanya “This plan is not SMART enough”. Setelah ikut kelas-kelas itu, aku jadi kaya bikin semacam gap analysis dari ‘Aku saat ini’ dengan sosok ‘Istri dan Ibu Ideal’ yang aku bikin (Jadi, ini versiku ya), dan menyadari kalau gap ini ga akan cukup untuk dikejer dalam waktu 1 tahun (Aspek Time Bound di SMART hoho). Ada banyak PR yang harus kuselesaikan pada diriku sendiri :).
Wait, ini bukan PR-PR yang berhubungan dengan “Bisa masak apa nggak” ato “bisa ngurus anak apa nggak” dll, karena SATU, Hal-hal itu masih sangat bisa pelajari karena menurutku itu termasuk TECHNICAL SKILLS+ada insting seorang ibu pada setiap Wanita (katanya kan begitu). KEDUA, aku cukup pede untuk mengatakan bahwa aku bisa masak, sudah belajar mengurus anak (Well, at least a 9 years gap with my little brother helped me a lot on understanding how to do that, thanks to mengurus Azka sejak bocil wkwk), dan membantu mengurus rumah tangga, apalagi setelah ayah nggak ada.
PR-PR ini lebih berhubungan dengan Behavioural Skills, yang a bit more philosophical. pertanyaan-pertanyaan seperti:
“Kamu udah cukup content nggak ya sama hidupmu sekarang? Sebelum nantinya kamu melahirkan kehidupan lain yang mungkin akan sangat mengubah kehidupanmu?”
“Kamu oke ga ya, kalau kamu punya anak yang akan meniru banyak hal dari kamu, termasuk habit yang kamu punya sekarang?. Apakah kamu sudah bisa menjadi sosok yang akan diteladani oleh anakmu, dengan habit mu sekarang?”
“Apakah kamu sudah cukup stabil dalam menjaga dan melindungi diri kamu sendiri, sebelum kamu mempunyai sosok-sosok yang harus kamu lindungi?”
Dan berbagai pertanyaan lainnya yang membuat aku banyak merefleksi kembali kesiapanku untuk memasuki jenjang pernikahan. Karena jujurly, beberapa jawaban untuk pertanyaan itu, jawabannya untuk saat ini adalah : TIDAK/BELUM. Hehe :(.
Anak adalah peniru yang hebat. Sangat hebat. Dan tentunya, sosok yang akan banyak ditiru seorang anak (entah secara sadar atau tidak) adalah orang tuanya, yang seharusnya banyak menghabiskan waktu bersamanya. Contohnya, aku:
Bundaku sangat suka warna ungu dan spektrumnya. Sementara aku pas kecil lebih suka warna pink (wkwk just like a lot of bocil perempuan). Tapi lama-kelamaan, aku yang tau bahwa warna kesukaan Bunda adalah ungu, sadar ga sadar jadi suka warna ungu. Sampe sekarang.
Aku pas kecil nggak suka sayur. Tapi karena aku terus menerus ngelihat bundaku makan sayur dan katanya “enak”, aku juga pelan-pelan mau makan sayur, dan jadi suka sayur, bahkan sayur-sayur sejenis pare, jengkol dan pete WKWK.
Ya, pokonya intinya anak itu akan banyak meniru orangtuanya. Itu juga yang dimention sama Ibu nya Maudy Ayunda dalam satu satu konten mereka.
Dan jujurly sekarang, aku masih ngerasa ga rela kalo anak ku punya daily habit kaya aku yang masih banyak kurangnya ini. Misal: Aku pengen anakku kelak menyukai olahraga, tapi berapa sih persentase nya anakku akan suka olahraga kalo sehari-hari ngeliat orangtuanya mager dan sukanya rebahan?. Makanya, aku HARUS bisa memperbaiki habitku dulu. Entah itu habit yang berhubungan dengan kesehatan, ibadah yaumiyah, habit belajar, meregulasi emosi, finansial dan lain sebagainya.
Tentunya, aku gabisa 100% memastikan bahwa anakku kalo udah gede akan ‘jadi seperti yang aku mau’ karena pada akhirnya, it depends on them. But at least, aku gamau mereka mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses bertumbuhnya karena pola asuh yang mereka peroleh dari aku sebagai orang tuanya. Makanya, yang aku lakukan sekarang sebelum memutuskan menikah adalah : memperbaiki diriku. Seenggaknya itu variabel yang bisa kuutak-atik untuk saat ini. Variabel-variabel lainnya belum ketemu soalnya. Hehe.
Aku ingin bisa menjadi seorang Ibu yang bener-bener bisa jadi madrasatul uula untuk anak-anakku, tentunya dengan ayahnya sebagai kepala sekolahnya.
Nah, cuma ternyata proses launching sekolahnya untuk penerimaan murid baru nggak bisa secepet itu. Kurikulum nya masih perlu disusun, tenaga-tenaga pengajar dan sistem sekolahnya juga. Nyari kepala sekolah yang bener-bener bisa diandalkan untuk menjadi pemimpin sekolah yang baik juga ga mudah.
“Terus sekolahnya bisa mulai nerima murid baru kapan ya kak?. Yang jelas dong!”
“Oke tenang pemirsa. Kami jujur belum bisa memastikan secara fix kapan mulai bisa menerima murid, karena ada campur tangan yang diatas. Kami akan berusaha agar sekolahnya siap taun depan di 2024. Tapi gabisa janji, soalnya murid baru bisa diterima kalau kepala sekolahnya juga sudah ada. Mohon doanya saja ya Ayah Bunda”.
(PS: Sumpa aku gainget nulis part ini pas ngetik wkwk, lagi ngantuk banget cuy entah kenapa nulis dialog ala-ala begini. Tapi gapapa deh bagus juga soalnya wkwk)
Intinya, untuk saat ini aku sepertinya masih harus banyak menyelesaikan corrective actions untuk mengejar gap yang ada.
“Kalo gitu terus mah kapan siapnya?”
Iya memang, aku banyak bertanya ke temen-temenku yang udah nikah yang bilang, sebenernya pun ketika mereka memutuskan buat menikah, mereka ga bener-bener siap 100%. Perasaan belum siap itu selalu saja ada. Bahkan Pak Sandiaga Uno aja bilang kalo beliau tuh dulu ga siap nikah (wkwk cerita Nia pas sesi meet sama warga grup manusia kuat weekend kemaren).
Makanya, untuk berusaha ga menjadikan alasan “ga siap” yang berujung “gasiap muluuuu”, aku berusaha memberikan due date untuk setiap corrective action yang aku bikin. Supaya goalnya juga SMART ya wak, wkwk.
“Wah kapan tu due date nya”
Hooo tentu saja rhs alias rahasia. Bukan karena apa-apa, Cuma takutnya entar kalo action nya udah overdue aku dikejer-kejer lagi sama auditor T.T hehe becanda. Ya pokonya aku berusaha menyelesaikan actions yang ada sebelum due date lah. Due date di usia yang tadinya aku jadikan usia ‘target menikah’ ku, tapi setelah dipikir-pikir jadi due date corrective actions aja. Soalnya gatau realisasi ‘menikah’ nya kapan. Lagian juga doi nya belum ada, dan bersyukur juga sii belum ada disaat sekarang. Mungkin Allah mau aku lebih fokus mengejar gap yang ada karena tahu ciptaannya yang satu ini gampang oleng kalo jatuh cinta :).
Sebagai penutup, aku mau sedikit ngasi tulisan buat future partner (wkwkwk uhuk uhuk).
“Ya pokonya siapa pun kamu nanti, entah sekarang tuh kita udah pernah ketemu atau belum sebelumnya, semoga sebagaimana aku yang sedang berusaha mempersiapkan dan memantaskan diri (hah ko aku geli sendiri nulis begini, tapi tetep dilanjutin), kamu juga sedang melakukan hal yang sama. Semangat calon kepala sekolahku. Mari kita menikah dalam pernikahan yang berilmu :)
Dan buat future children:
 “Dear my future children, now I’m trying hard to love and prepare myself, so when you come to me in the future, I will embrace and love you with a full heart”
Benar-benar tulisan random semoga ga banyak yang baca T.T
Sumbawa, 9 Februari 2023
24 notes · View notes
kaktus-tajam · 9 months ago
Note
Assalamualaikum kak Habibah, kak Hab menurut kak Habibah apa sih urgensi dari sebuah pernikahan? Kalau kak Habibah sendiri memandang pernikahan seprti apa ya? Dan kalau mau spill, bagaimana persiapan kakak dalam hal ini? Sudah ada calon ya? Mohon pandangannya kak, ini lagi galau banget soalnya hehe
Waalaikumussalam warahmatullah wabarakatuh, maaf nih aku tidak berkapasitas jawab perkara fiqh munakahat haha.. Jadi jangan pakai pandanganku, pakai pandangan para ulama, atauuu minimal baca buku Ustadz Salim Fillah. Calon alhamdulillah sudah ada.. di lauhul mahfudz. Sebagaimana ‘jodoh’ maut sudah tertulis 🙏🏼
Semoga galaumu berlalu dan menemukan muaranya pada frekuensi yang sama yaa.
4 notes · View notes
fawazsidiqi · 2 years ago
Text
Tidak Cukup dengan Sekolah Pra-Nikah
Tadi pagi saya diminta sharing mengenai "membangun (keter)hubungan" dalam acara launching sekolah pranikah di salah satu lembaga dakwah kampus semarang. Sudah seperti yang ditebak, peserta yang hadir didominasi oleh perempuan, dengan jumlah laki-laki yang bahkan (kelihatannya) tidak sampai seperempatnya. Karena berbentuk talkshow, saya tidak menampilkan materi dan hanya menyampaikan sekilas mengenai apa yang penting dilakukan sebelum maupun setelah menikah.
Di awal pandemi, saya pernah mengadakan sharing session dengan tema pra-nikah secara online. Niat awalnya hanya sharing dengan teman-teman dekat, tetapi ternyata banyak juga peserta yang saya sama sekali tidak pernah kenal sebelumnya. Dan tentu saja, jumlah peserta perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Setelah sejak sebelum menikah mengikuti berbagai acara persiapan pernikahan, dan juga diberi kesempatan sebagai narasumber untuk tema serupa, saya sampai pada sebuah kesimpulan bahwa sekolah pra-nikah saja tidaklah cukup dijadikan satu-satunya sarana menambah ilmu dalam persiapan menikah.
Mengapa kesimpulan tersebut bisa muncul?
Karena dari berbagai pertanyaan yang diajukan, dan melihat kondisi anak-anak mahasiswa hari ini, mereka (dalam pandangan saya) bukan hanya belum siap menikah, tetapi bahkan belum siap menjadi seorang muslim yang taat.
Berapa banyak diantara peserta yang sudah paham dengan benar fikih ibadah seperti thaharah, shalat, puasa, zakat atau bahkan haji? apakah mereka sudah memahami dan mengamalkan konsep thaharoh dengan baik? atau sejauh mana anak-anak muda ini memiliki kesadaran untuk berbuat baik kepada orang tua?
Tentu saja sekolah pra-nikah itu adalah hal yang baik. Apalagi kita tidak pernah diberikan pelajaran secara langsung mengenai hal itu di dunia pendidikan formal. Namun, jika materi yang disampaikan hanya berkisar mengenai berbagai konsep persiapan menikah, fikih munakahat atau parenting saja, maka itu belum cukup menjadi bekal dalam memasuki fase ber-rumah tangga.
Ini barangkali bentuk kritik terbuka saya untuk berbagai acara sekolah pra-nikah yang tidak benar-benar secara serius berusaha untuk menyesuaikan materi dengan kondisi peserta. Karena, sekali lagi, jauh sebelum membahas fikih munakahat dan semisalnya, para peserta tersebut sebaiknya diberikan pemahaman mengenai fikih ibadah lain yang lebih dasar, sebagai bekal untuk menjadi seorang muslim taat.
Wallahua’lam...
29 notes · View notes
mfaizs · 4 years ago
Quote
Jemputlah dia dengan sebaik-baik ketaqwaan. Sebagaimana dia menunggumu dengan sebaik-baik penjagaan
Mushonnifun Faiz Sugihartanto, 2020
1K notes · View notes
isnahidayatifauziah · 5 years ago
Text
Ideal Menikah
Ideal menikah tidak melulu soal hitungan umur. Jadi jangan lantas buru-buru mengajukan proposal ta'aruf jika kau lihat teman-temanmu seusaimu sudah mulai memasuki bingkai rumah tangga.
Ideal menikah bukan tentang anggapan orang lain. Sebab, nanti yang akan menjalani pernikahan bukan orang lain, melainkan dirimu. Kita perlu "mendadak tuli", saat bising komentar orang tentang "kapan nikah?" mulai menyesaki hati. Tak usah ambil peduli bising yang hanya membuat rusak kesehatan mentalmu.
Ideal menikah bukan pula diukur dari standar yang terbentuk dalam sosial masyarakat.
Ideal menikah adalah saat kamu benar-benar siap menjalani konsekuensi yang terlahir atas pernikahan itu.
Dan tentunya, jika Allah sudah menghendaki perjumpaanmu dengan jodohmu. Wkkwk
2 notes · View notes
syspro1 · 3 years ago
Video
Islamic Studies . Islam mensyariatkan nazhor, yaitu lelaki yang ingin menikahi seorang wanita dipersilahkan melihat dari wanita tersebut hal-hal yang bisa membuatnya bersemangat untuk menikahinya. Namun perlu diketahui bahwa Islam juga mensyariatkan menundukkan pandangan antara lelaki Muslim dan wanita Muslimah. Oleh karena itu perlu diketahui apa saja syarat-syarat dibolehkannya nazhor kepada wanita . Repost from @syafiqrizabasalamah_official #islamicstudies #kajianislam #nazhor #munakahat #pernikahan #islam #muslim #muslimah #menikah #syafiqrizabasalamah #fiqih https://www.instagram.com/p/CS3CHDfhLO6/?utm_medium=tumblr
0 notes
dyahcahya · 4 years ago
Text
Fiqih Munakahat
An-Nikah makna asalnya Nakaha adalah menggauli. Dalam islam diperkenalkan istilah abdun-nikah atau akad yang menjadikan an-nikah itu halal. Yang menjadikan an-nikah ini dirodhoi Allah, legal.
Makna nikah menurut syariat adalah ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui ijab qobul dengan wali perempuan tersebut dengan disertai pembayaran mahar dan di saksikan oleh 2 saksi yang hadir.
Nikah adalah satu syariat yang pokok, karena merupakan jawaban dari maqashidus syariah dharuriyah (tujuan diturunkannya syariat) secara primer, Dharuriyatu hams:
1. Hifdzun Din, menjaga agama. Mengapa hukum murtad itu didalam islam sangat keras.
2. Hifdzun Nafz, menjaga jiwa. Larangan membunuh, hukum qisas yaitu memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh.
3.  Hifdun Nazl, menjaga keturunan dan kelangsungan (nikah). Allah melarang adanya kekejian.
4.  Hifdzun Aql, menjaga akal.
5.  Hifdzun Maal, menjaga harta.
Terdapat keutamaan pernikahan, diantaranya: 
o  Nikah adalah akad pertama yang dikenalkan Allah pada manusia (Nabi Adam dan Ibu Hawa di surga).
o  Pernikahan ditekankan menjadi salah satu bagian dari sunah Rasulullah SAW. Meninggalkan pernikahan karena ibadah saja ditegur oleh Rasul, apalagi meninggalkan pernikahan untuk kemaksiatan.
o  Anjuran menikah kepada kalian yang memiliki kemampuan: secara seksual, kemampuan memberi mahar, dan kemampuan menafkahi.
Sesuai Hadist Rasulullah SAW:
"Barangsiapa di antara kalian sudah memiliki kemampuan, segeralah menikah, karena menikah dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum sanggup menikah, berpuasalah, karena puasa akan menjadi benteng baginya."
 QS An-Nur 33:
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya…”
  Umar bin Khatab pernah berpendapat bahwa bujangan itu menjadi beban bagi masyarakat.
Hukum asal pernikahan adalah sunah dan sunah muakadah (sunah yang ditekankan). Hukum tersebut bisa berubah sesuai dengan keadaan dari yang bersangkutan:
1. Wajib, kepada orang yang memiliki kemampuan yang bila tidak segera menikah dikhawatirkan akan jatuh kedalam dosa.
2. Sunah, kepada orang yang memiliki kemampuan tetapi tidak khawatirkan akan jatuh kedalam dosa.
3. Makruh, pernikahan dapat membuat dia kesulitan. Belum mampu menyediakan mahar dan nafkah.
4. Haram, kepada orang yang jika menikah akan menimbulkan mudharat (membahayakan orang lain), missal: memiliki penyakit HIV+, penyakit mental tertentu.
Hikmah penikahan?
QS. Ar-Rum 21: 
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Hikmahnya adalah
(1) Supaya dapat menjaga kesucian diri dengan kehadiran pasangan (Sakinah); (2) Untuk membangun ikatan lahir batin, menafikkan segala sesuatu kecuali yang telah dihalalkan baginya; (3) Supaya kamu cenderung kepadanya (bukan aku, kamu, tetapi kita). Berisi tentang kompromi-kompromi dengan pasangan; (4) Merasakan ketentraman saat bersama. Dan saling mendoakan saat terpisah); (5) Mawaddah. Cinta, mampu memaksimalkan potensi-potensinya sehingga dapat berkontribusi dalam perjuangan. (6) Rahmah. Memberi tidak mengharap kembali, memaafkan sebelum diminta.
  #TAARUF
Saling mengenal satu sama lain. Kami jadikan kalian bersuku-suku supaya kalian mengenal satu sama lain. Ukhuwah cinta karena Allah SWT.
Dalam sebuah taaruf dijalankan sesyar’i mungkin, hendaknya terdapat pendamping (pendamping itu suami-istri) supaya mampu menjaga agar tidak ada pelanggaran syariat. Tidak ada berduaan, tidak ada bersentuhan kulit, tidak ada pembicaraan yang melampaui batas. Biasanya taaruf diawali dengan saling menulis biodata selengkapnya, melalui kedua perantara tersebut biodata ditukar untuk dibaca masing-masing (apakah menemukan kecocokan dalam kriteria-kriteria yang ada), dilanjutkan dengan pertemuan untuk mengklarifikasi atas apa yang telah ditulis.
Dalam taaruf diperbolehkan untuk nadzor: lihatlah kepadanya supaya kamu punya alasan yang kuat/ lebih untuk menambah keyakinan untuk menikahinya dan agar tidak kecewa. Batasan nadzor yaitu anggota tubuh yang biasa terlihat darinya (wajah & telapak tangan).
Taaruf itu proses yang masih bebas (dilanjutkan atau dicut) tetapi bukan untuk bermain-main atau coba-coba sehingga harus serius.
  #KHITBAH
Ungkapan seorang laki-laki kepada laki-laki yang lain yang merupakan wali dari seorang perempuan yang akan dinikahi. Khitbah belum ada status hukum tetapi khitbah adalah penanda keseriusan untuk sampai ijab qabul. Tidak ada perubahan hukum pada saat khitbah (tetap bukan mahram sehingga tetap wajib menjaga adab-adab pergaulan)
#AKAD NIKAH
Sebuah akad suci, Allah menyebutnya dalam QS An-Nisa: 21 bahwa ijab qabul adalah Misaqan Ghalidza yang merupakan sebuah perjanjian agung/ berat, yang sejajar dengan misaqan ghalidza antara Allah dengan para Rasul Ulul Azmi (QS. Al-Ahzab: 7) dan perjanjian Allah dengan bani israil (QS. An-Nisa: 54). Semakin seseorang menjujung tinggi kesucian pernikahan maka semakin besar berkah yang akan dia rasakan dari pernikahan tersebut.
Menghormati ikatan pernikahan sangat penting. Perlu dipahami mengapa Rasulullah SAW menyebut pernikahan sebagai separuh agama “Ketika seseorang menikah maka sempurnalah separuh agamanya, hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separuh sisanya”. Nikah itu disebut separuh Din karena ujian keimanan dan menutup pintu syahwat.
Akad nikah diucapkan dengan ijab qobul dengan wali dan dihadiri 2 saksi yang adil. Syarat wali yaitu mempunyai hak karena hubungan darah dan pernikahan. Saksi dipersyaratkan saksi yang adil, bukan saksi yang fasik dan melakukan kemaksiatan secara terang-terangan atau orang yang diketahui pernah memberikan kesaksian palsu di pengadilan.
Wallahualam Bissawab
Ust. Salim A Fillah (18102020)
2 notes · View notes
bayuvedha · 2 years ago
Text
Jangan Bawa-bawa Agama
Tumblr media
Jangan bawa-bawa agama dalam berpolitik...
Jangan bawa-bawa agama dalam bernegara...
Jangan bawa-bawa agama dalam berekonomi...
Jangan bawa-bawa agama dalam dunia pendidikan...
Trus agamaku mau di bawa kemana? Di simpan di atas karpet masjid saja kah...?
Keluar masjid bebas tanpa aturan agama? Bagaimana kalau mati dalam keadaan tidak membawa agama?
Bukankah bab fiqih bukan hanya fiqih sholat, bersuci, munakahat saja? Ada fiqih muamalah, siyasah(politik), hudud, bahkan jihad? Kecil sekali agama ini jika hanya mengatur shalat saja...
19 notes · View notes
nukeau · 4 years ago
Text
"Cara bikin orang suka tuh gimana?"
Kalimat diatas ada di draft entah tanggal berapa, dan saat itu si nuke insekyur karena circle udah banyak yang berkeluarga sedangkan saya tak punya teman.
Tapi tadi di Twitter ada quotes kalau gasalah gini "Cinta pasti datang tepat waktu seperti buka puasa, tapi waktu maghrib di belahan bumi ini yang berbeda" maaf lupa credit nya siapa dan kalimatnya agak bingung dibacanya haha.
Intinya tiap orang punya zona waktu beda-beda, misal di indo aku udah dikasur sambil makan toast dan kopi, temenku di Turki masih di kantor kerja.
Kesuksesan itu karena 2 hal, kesiapan dan kesempatan. Mungkin perihal munakahat juga begitu, kesiapan bisa dilakukan dari sekarang jadi kalau dikasih kesempatan Allah ya kita udah siap. Baca-baca draft lama gokil sih, jadi senyum-senyum sendiri haha.
14 notes · View notes
fenisutikayaniafs · 4 years ago
Text
Akhir akhir ini banyak yang curhat ke aku perkara “nikah”. Baik tentang masa ta’aruf, tata cara, sex, ini itu segalaa
Kebetulan dikampus dibahas ��materi massail fiqhiyyah dan tafsir klasik ( fiqh munakahat )”. Nah apa aja yg dibahas di kedua mata kuliah tersebut
Kebetulan jugaa, aku lg banyak baca buku sex edu, psikologi pasangan, parenting, dll
Jadi aku berniat Esok lusa ingin sedikit aku bahas. Berbagiiiii
Semoga ada yang baca dan bermanfaat. Trus jadi jalan kebaikan deh.
Tungguin aku yah cyntaa:))
1 note · View note
padanghijau · 5 years ago
Photo
Tumblr media
Love doesn't mean give to each other, but it means to achieve together. Akhir tahun lalu, kami sharing dengan adik-adik UPI. Perihal menikah, komunikasi suami istri dan mendidik anak. Sebuah tema yg sangaaat berat. Mengingat umur pernikahan kami baru akan menginjak 2 tahun dan baru punya anak 1. Dari sekian banyak hal yg bs kami pelajari pasca menjadi pembicara adalah, menikah akan membuat kita terus belajar. Belajar menyemai, merawat dan menumbuhkan cinta. Tidak hanya utk kami, tapi juga untuk anak-anak kami. Fiqh munakahat tidak hanya dibaca sebelum menikah. Ilmu tentang mendidik anak tidak hanya dibaca ketika istri hamil. Butuh perjalanan panjang untuk menuntut ilmu. Krna secara bahasa jg 'tuntut', bukan 'raih'. Perjalanan kita panjang, wahai istriku @tatriwartami :) #30haribercerita #30hbc2003 https://www.instagram.com/p/B68RdO1HJVZ/?igshid=dc0icgffghho
7 notes · View notes
mfaizs · 4 years ago
Text
RTM : Menumbuhkan Peka
Menjadi peka seperti laki-laki pada umumnya rasanya tidak akan cukup bahkan tidak akan mampu mencapai level standar kepekaan perempuan. Sekalipun kamu melakukan apapun, sebaik-baik apapun perjuanganmu, barangkali dimatanya kamu tetap saja kurang atau bahkan mungkin tidak peka. Maka kuncinya barangkali kamu harus jauh lebih mengamati, jauh lebih memperhatikan, serta jauh lebih meluaskan rasa sabar - MFS 2021
Bahkan Sayyidah Aisyah pun pernah membanting piring, karena dianggapnya Rasulullah tak peka pada perasaan kecemburuannya, padahal hanya sekedar mendapat hidangan yang beralaskan nampan dari istri yang lain. Bahkan sebaik-baik suami seperti Rasulullah pun masih mendapat ujian kepekaan dari istri-istrinya, lantas, apalagi kita?
Jika menggunakan sudut pandang logika laki-laki mungkin kita akan berkata “ngapain sih?” “Lho itu kan istri sah-nya Rasulullah, ya wajar dong ngirim makanan”. “Lha daripada dipecahin mending kan dimakan, eman dong makanannya”. 
Namun alih-alih menggunakan logika laki-laki, Rasulullah hanya tersenyum, seraya berkata singkat pada para sahabat beliau yang hadir, “Maaf, Ibunda sedang cemburu”. Kebesaran hati beliau, kelembutan hati beliau dan bagaimana beliau berusaha peka terhadap istri-istrinya lah yang sudah seyogianya kita teladani. 
Kelak ketika berumah tangga, sebagai lelaki kamu akan mendapati ‘makhluk ajaib’ yang bernama perempuan. Terkadang kita sudah membantu pekerjaan rumah dari memasak, mencucikan pakaian, lantas pergi berangkat kerja, lantas tiba-tiba ada pesan chat masuk, “kan ini pertama kali aku ditinggal di rumah buat kerja, kok nggak di tanyain, di khawatirin?” Naah lho salah lagi wkwk. 
Ada juga saat dia lapar, kita tanyai lapar? Lantas dia menjawab iya, kemudian kita berkata “aku belikan makan ya?”. Dia menjawab iya. Kemudian tiba-tiba kita ter-distract pekerjaan atau sesuatu hingga akhirnya lupa, akhirnya dia malah tidak makan. Malamnya dia menggerutu karena siang tadi tidak diingatkan makan. Lho ? Padahal sudah diingatkan. Logika laki-laki pasti berkata “kan tinggal bilang, kan tinggal diingatkan lagi supaya dibelikan makan”, “apa susahnya sih sekedar bilang?”. Namun ternyata itu tidak berlaku di perasaan perempuan, yang jauh lebih menginginkan aksi nyata yang muncul dari hati tanpa harus diingatkan lagi dan lagi. 
Menjalani rumah tangga muda memang memberikan banyak pelajaran. Saat ada seseroang yang engkau ambil tanggung jawabnya dari ayahnya, saat ada seseorang yang rela membersamaimu, yang rela keluar dari zona nyaman bersama keluarganya, yang bahkan ikhlash hidup sederhana bersamamu. 
Pelajaran pertama, yang paling mengena, bahkan mungkin seumur hidup harus terus belajar entah mengapa menurutku adalah kepekaan. Kita, kaum laki-laki dilahirkan dengan logika, yang harus diperhalus dengan perasaan terutama saat memulai kehidupan rumah tangga. Hingga hasil perenungan dan muhasabah setiap malam membuahkan kesimpulan yang barangkali belum tentu benar, namun setidaknya meredakan diri yang seringkali merasa kurang peka, dan semoga meredakan para istri saat melihat lelaki yang kurang bahkan tidak peka menurut mereka. 
“Tidak usah mengejar level peka perempuan, kamu akan kalah. Kamu hanya cukup melebihkan peka dengan caramu tersendiri. Lakukan dari hati, lakukan sebab kamu mencintainya karena Illahi rabbi.”
“Kalau dia nanti berkata kamu kurang peka, atau kamu tidak peka, bersabarlah. Bukankah sebaik-baik laki-laki adalah yang bersabar pada istrinya? Balas dengan senyuman, balas dengan kata maaf, jika kamu ingin emosi, tahan emosimu, langsung peluk dia untuk meredakannya. Atau coba ingat kebaikan-kebaikan yang ia berikan kepadamu. Bukankah dia sudah menjagamu dari segala perbuatan zina? Bukankah itu merupakan anugrah terbesar dariNya?”
“Berdoalah, selalu doakan ia tiada henti. Selalu kecup keningnya setiap hari, mohon doa kepadaNya agar kamu mendapat kebaikan dariNya dan dijauhkan olehNya dari segala keburukanNya. Bukankah doa tersebut doa terbaik yang diajarkan oelh Rasulullah?”
“Diam, Dengarkan, Tanggapi sesekali dengan positif. Ingat, perempuan adalah makhluk puluhan ribu kata. Dia butuh kamu mendengarkan. Tak usah menyalahkannya, namun cukup dirimu sendiri saja, sebagaimana Nabi Adam dan Siti Hawa berdoa, bahwa kami telah menganiaya diri kami sendiri, hal yang menunjukkan bahwa sekalipun sudah takdir Allah keduanya diturunkan ke bumi, beliau berdua tidak menyalahkanNya. 
Surabaya, 22 - 2 - 2021
13.22
507 notes · View notes
nourmsworld · 5 years ago
Text
Tumblr media
Hobby baru harus mengalihkan twitter dan beralih ke yang lain.
DIET BERITA
Dari 3 orang lulusan psiko yang menjadi temen ku kasih saran beginian. Kurangi overthinking akibat berita2. Terapkan prinsip stoicism.
Dari sekian bingo ugm, makanan, kos, di jogja, koas inbes, incil,
Ini yang paling susah.
Kitab apaa aja ya. Kayake baru usluh tsalasah, muyassar dikit, mukhlakos pernah nyoba masuk kelasnya sekali langsung disuruh balik ke muyassar oleh ustadz nya karena belum lancar baca arabnya. Shirah masih baca, ushul fiqih masih jalan dr 2017 aja baru baca. Fikih baru belajar mendalam dr ust Sarwat rumah fiqih. Baru muqodimmah. Sampai kemarin baru fikih ibu, fikih munakahat, fikih muamalah.
Kitab arbain udah baca aja tapi riyadush shalihinnya belum kelar.
2 notes · View notes
imperfectharmonia · 5 years ago
Text
Kriteria. (Spoiler)
Gambar dari : https://today.line.me/id/article/12+Foto+Lucu+Makanan+Warteg+Disajikan+ala+MasterChef+Kocak+Pol-PymQw8
That one time, when she asked the inevitable.
Liburan kemarin, sebuah pertanyaan muncul dari perempuan nomer satu gue. Emak.
Waktu itu emang ngga terlalu serius, karena waktu itu jawaban gue hanya gestur alis yang menandakan agak sedikit ngga percaya pertanyaan itu muncul.
Walaupun cepat atau lambat, pertanyaan ini pasti kan sampai.
"Kriteria istri menurut Mas gimana?"
Gestur alis.
The end
Sorry,
Oke. Time to put a little bit of serious.
Kenapa kita harus punya kriteria? Katanya jodoh udah takdir, ya mengalir aja?
Meski ngga bisa dipahami gitu aja (hati-hati, karena takdir adalah ranah akidah), karena takdir ada juga yang butuh usaha kita untuk menjemputnnya.
Sebelum itu, karena memang banyak kajian yang ane ikuti dan beberapa asatidz tak sengaja menyinggung soal jodoh, kriteria pasangan, dan hal-hal mengenai pernikahan. Banyak hal yang terlintas mengenai kriteria istri nanti. (Meski banyak juga yang khusus untuk belajar munakahat)
Yang jelas, yang sudah Rasulullah tuntunkan pada kita mengenai kriteria umum, ada 4 hal. Kecantikan, kekayaan, keturunan, dan Agama yang menjadi hal uang paling penting. Keempat kriteria ini tentunya mempunyai porsi masing-masing dalam pemilihan calon. Yang tentunya, porsi paling utama sekali lagi adalah ad-din.
Lalu, kenapa kita harus membuat kriteria? Karena Allah tahu, manusia butuh motivasi, butuh suatu hal yang dapat menjaga ikatan yang disebut sebagai "ميثاقا غليظا" yang secara umum adalah agama itu yang mengikat kita. Namun lagi-lagi, kemahatahuan Allah lah yang menuntun Rasulullah untuk menganjurkan kita "melihat" calon kita, mencari sesuatu yang kita sukai sebagai alasan untuk memperkuat ikatan. Ketika ada sahabat mau nikah, tapi belom lihat calonnya. Maka langsung Rasulullah memerintahkan untuk melihatnya, agar lebih langgeng hubungannya.
Melihat disini, bukan hanya fisik saja. Meski terkadang, bagi laki-laki fisik adalah sebuah faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap keputusan memilih calon.
For the record. Physical appearance is not the only one. I've warned you!
Kemampuan kita untuk "melihat" tentunya juga berdasarkan pada 4 hal yang sudah disebutkan sebelumnya. Misal bagaimana keluarganya, yang merepresentasikan keturunan. Bagaimana keadaan keuangan keluarganya, agar kita tak kaget bagaimana bereaksi ketika ada keadaan-keadaan yang tak diinginkan saat bokek, kita pun bisa mempersiapkan pekerjaan apa yang mencukupi kebutuhan keluarga.
Untuk melihat Ad-Din. Agamanya. Banyak caranya, sudah banyak yang bahas.
Jadi saya hanya mau ngasih sedikit tips mengenai "pengelihatan" terhadap hal-hal yang cenderung stabil.
Karena, kalau hanya dilihat dari kecantikan, ia sudah pasti akan luntur, degradasi, kekayaan? Harta bisa habis kapan saja, raib. Keturunan? Gen memang lebih bisa dipertahankan, namun adakalanya kesehatan dapat mempengaruhi.
Namun jika agama yang sudah kuat? Tak akan mudah digoyahkan! Karena itulah agama jadi yang utama.
Nah, atas dasar ini juga, coba kita lihat, apakah ada dari calon kita sebuah skill atau keahlian yang dimiliki, yang menarik hati, dan itu tak mudah luntur, dan cenderung bisa diasah.
Khusus buat gue, memasak misalnya.
Gue selalu bisa mengapresiasi masakan yang enak. Siapapun yang memasak, bagaimanapun rupanya, kalau enak, apresiasi!
Meski gue sendiri udah bisa masak, makanan yang tentunya halal, enak, bergizi (minimal ada sayurnya), dan yang paling penting "gak pake micin".
Gue suka masak, dan mereka yang bisa masak ada satu poin tersendiri di hati ini.
Kenapa masak? Karena ia adalah skill yang semakin tahun kalau semakin belajar pastilah ada peningkatan. Coba lihat di MasterChef (bukan ngiklan). Dia dauroh 3 bulan aja udah bisa bikin masakan high class (kalo gagal high clash). Dan tentunya, skill memasak ngga mudah hilang dari ingatan. Kalaupun lama ngga masak, bisa trial and error, coba-coba lagi racikan bumbunya, kalo ada error segera di repair. Diganti tipe masakannya, misal keasinan tambah air jadi masakan kuah, atau kalo kuah udah banyak masih keasinan, banyakin lagi kuahnya, bagiin tetangga. Fair enough.
Karena there is a lot going on dari proses memasak. Bukan hanya pas masaknya. Tapi bagaimana dia memilih bahan, menawar harganya, menyimpannya sebelum diproses. Bagaimana pengolahan awal sebelum dimasak, bagaimana saat proses memasaknya, bagaimana ia mempresentasikan masakannya, bagaimana ia check and re-check untuk pembelajaran di masak selanjutnya, and some way to sum it up, bagaimana ia menaruh hatinya untuk membuat sang suami ridha, meski hanya dengan sekedar rasa.
Poinnya. Belajar masak dari sekarang!
Um.
Bukan gitu sih, poinnya. Intinya coba cari skill yang langgeng, bisa dipelajari, gampang dilatih, dan bakal susah hilangnya. Contoh nih, seorang kakak tingkat pernah memantapkan pilihan, hanya karena skill seorang perempuan yang berhasil menenangkan anak kecil waktu nangis. Mother's Rosario banget kan?!
Dan banyak contoh-contoh lainnya. Menulis, bercerita, && (baca : dandan), skill naik motor misalnya, dan lain-lain.
Dan tentunya, landasi semua dengan Agama.
Karena kalau sudah karena-Nya, kita yakin tak ada yang sia-sia.
Gitu aja deh, dan...
Selamat berproses!👍
_almost Original. R
Tumblr media
1 note · View note