#menulisinergi
Explore tagged Tumblr posts
Text
Kita Berbeda
Halaman sekolah masih sepi, awan biru menghiasi langit SMA Tanjung Pandan pagi itu. Dedaunan masih basah berembun sisa hujan tadi malam, pintu sekolah pun masih terkunci rapat, belum ada tanda-tanda kehidupan. Sementara dari kejauhan sayup-sayup terdengar deru kendaraan bermotor, asap mengepul dari knalpot nya, sudah dipastikan itu bunyi motornya Pak Andi satpam sekolah.
Krek. Kunci gerbang terbuka, sembari memakirkan motor ia menuju ruang kelas tiap gedung sekolah. Di ceknya satu-persatu, sekolah itu lumayan luas ada lima gedung saling berdekatan membentuk persegi panjang dengan lapangan di tengah-tengah nya. Saat menuju ruangan kelas XII-IPA 2 Pak Andi dibuat kaget oleh suara gaduh yang ada didalam ruangan kelas. Ia mengintip pelan dari jedela, rupanya si Dennis yang sedang bergaya sambil membetulkan dasi hitamnya didepan cermin.
“Masuk lewat pintu rahasia* lagi?”, tanya Pak Andi.
Denis terhenyak kaget.
“Hehe, iya, terakhir lewat pintu rahasia sebelum lulus dari SMA ini, Pak.”
Pagi itu adalah hari Wisuda bagi anak kelas XII di SMA Tanjung Pandan, Dennis seperti biasa selalu datang paling awal diantara yang lain. Padahal masih pukul 06.15, acara dimulai pukul 07.15.
“Kalau Denis udah datang, pasti sebentar lagi adaaaa…”
“Duaaaaarrrrr, ada siapa Pak Andi?”
“Ada kau, Sheela!”
“Hay Den, waaah udah rapi baget, keren”, kata Sheela menggoda Denis sambil mengacak-acak rambut yang telah rapi di oles gel.
Denis menyeringai.
“Dasar Sheelaaaa, awas kau ku tangkap yaa…”
“Hahaha…”, tawa Sheela menggema.
Mereka berdua lari saling berkejaran.
Pak Andi tersenyum melihat tingkah mereka berdua, selama tiga tahun keduanya paling sering kena hukum, dipanggil BP, namun anehnya otak mereka cerdas, juara kelas dan aktif di organisasi sekolah. Mungkin ini hari terakhir ia melihat tingkah konyol Denis dan Sheela.
Tepat pukul 07.30 acara Wisuda dimulai, dibuka oleh Bapak Kepala Dinas Kabupaten Belitung. Setelah selesai sesi sambutan, akhirnya kini tiba saatnya untuk prosesi wisuda. Sebelumnya akan diumumkan kandidat yang meraih nilai UN tertinggi, dan gabungan nilai UN+US. Semua siswa duduk rapi menghadap panggung, bapak wakasek kurikulum menaiki podium dan langsung membacakan kandidat siswa yang kemudian disebut “siswa berprestasi”.
“Baiklah, tahun ini diantara siswa yang mendapatkan nilai UN tertinggi dan gabungan UN+US ada dua orang”.
Suasana tegang, tak sabar ingin mendengar nama kedua orang siswa tersebut.
“Peraih nilai UN tertinggi adalah Denis Rangga Wibawa, sementara gabungan nilai UN dan US adalah Sheela Monica”.
Semua hadirin bertepuk tangan, bahkan Pak Bupati yang terlambat hadir langsung standing applause mendengar pengumuman itu. Ditambah ternyata Denis meraih nilai UN tertinggi se-Kabupaten, selisih nilai keduanya tipis sekali makanya pantas saja mereka mendapatkan prestasi tersebut.
Tak henti Denis mengucapkan syukur dalam hati, sementara mata Sheela mulai basah disusul pelukan hangat dan ucapan selamat dari teman-temannya. Suasana haru hadir saat Denis menyampaikan pidato didepan podium, bahwa keduanya (ia dan Sheela) akan sama-sama melanjutkan kuliah di ITB, Sheela meminta doa kepada semua hadirin yang hadir agar segala cita-cita ia dan Denis bisa tercapai.
Diam-diam saat suasana haru mencapai puncaknya, ada seorang anak lelaki yang tersenyum bahagia. Bagaimana tidak, melihat kedua sahabatnya telah berhasil meraih prestasi. Tiga tahun bukan waktu yang sebentar, membersamai mereka berdua di keseharian adalah hal yang pada awalnya menyebalkan. Sampai akhirnya saat ini baru terasa dan hadir sesal, bahwa kadang hal yang menyebalkan justru yang menyisakan kenangan tak terlupa, membekas dihati dan pikiran kita.
Aku ingat, awal masuk kelas X dan bertemu mereka berdua di seleksi masuk OSIS. Denis adalah anak periang, jail dan nakal. Sementara Sheela adalah anak yang gampang akrab sama orang juga gampang tersentuh hatinya. Aku menyaksikan mereka berdua tumbuh dan semakin dekat. Hingga muncul sebutan, “Dimana ada Denis, disitu ada Sheela”.
Aku menyaksikan mereka berdua, mulai dari satu kelas, duduk satu meja, masuk jurusan IPA, jadi rival di pemilihan Ketua Osis, sama-sama suka ekskul Basket, suka belajar bareng, pernah mewakili SMA diajang OSN MIPA Provinsi, hingga sekarang (lagi-lagi) aku menyaksikan mereka tampil berdua didepan dengan kandidat peraih nilai UN dan US terbaik. Terakhir, tentu senang dan bangga mereka akan lanjut ke ITB.
Seminggu setelah wisuda SMA, kami bertemu untuk makan siang. Aku datang agak ngaret karena harus mengurus berkas persyaratan beasiswa.
Nif, cepetan aku sama Sheela udh ditempat.
Qt tggu ya, ngaret nya udh kelewat batas, lho…
Chat dari Denis membuat ku semakin tergesa-gesa, selang 15 menit aku sampai di kedai Ayam Bakar Paman Shobri.
“Kebiasaan kau ini, Nif. Selalu ngaret, ngeselin”, suara Sheela membuka obrolan siang itu.
“Iya sorry, tadi aku ngurus berkas beasiswa dulu…”.
Denis dan Sheela terdiam, saling tatap keheranan.
“Kamu jadi sekolah di Luar Negeri?”, tanya Denis.
“Iya, besok berangkat buat pindahan. Semua udah aku urus, makanya aku ngebet ngajak ketemu kalian, hehe”.
“Jahat kau, Nif!”, tegas Sheela.
“Kenapa sih harus ninggalin kita?, padahal kamu tuh udah jadi pelengkap diantara kita. Apalagi kalau aku atau Denis lagi buntu dan banyak masalah, pasti solusinya ada di kamu…”
“Betul, mending lanjut sekolah di ITB aja bareng kita. Udah sahabatan 3 tahun, sayang kalau pisah gitu aja”.
Aku tersenyum.
“Denger ya, kukira kekhawatiranku terhadap kalian sudah hilang. Menjadi penengah diantara kalian berdua, memang aku ahlinya. Namun, kulihat diantara kalian berdua begitu banyak kesamaan, bahkan hampir luput perbedaan…
“Tapi, Nif…” Denis memotong.
“Menyaksikan kalian berdua naik panggung, sudah cukup menjadi bukti kalian akan baik-baik saja. Tetaplah menjadi sahabat, aku terlampau bangga bila kelak kalian menemukan kesamaan-kesamaan yang lain dan membagi ceritanya padaku. Aku tunggu cerita kalian!”
“Buktiin kalian akan tetap jadi sahabat dengan kesamaan yang tak lekang oleh waktu, oke?”
“Kurasa cukup untuk hari ini, udah mulai sore. Besok aku harus berangkat pagi-pagi, selamat berpetualang yah! Kutunggu cerita kalian, bye!”
Kulihat Denis dan Sheela tersenyum haru.
Nif, aku mau cerita. Ada kabar baik dan kabar buruk nih. Kabar baiknya, alhamdulillah aku lolos di ITB. Kabar buruknya Sheela ga masuk ITB. Aku bingung harus gimana…
Chat dari Denis mengejutkan lamunanku. Tak lama ada panggilan masuk dari Sheela.
“Nif, aku bingung, ga lolos dari ITB. Bingung mau pilih Universitas, terlebih rasanya ga kuat harus pisah dari Denis”,
“Sabar, Shel. Aku lihat kamu itu hatinya lembut, gampang akrab sama orang. Kayaknya kau cocok jadi Guru atau Psokolog, coba cari Universitas dengan jurusan itu. Cari yang di Bandung, biar satu regional sama Denis”.
“Baiklah Nif, terimakasih atas usulannya”.
Aku menarik nafas, ada getaran menelisik jiwa. Akankah ini awal bagi mereka untuk mulai mengenal yang namanya “Perbedaan”?
Aku hanyan bisa berdoa yang baik-baik saja, semoga sebutan “Dimana ada Denis, disitu ada Sheela” tidak pudar seiring berjalannya waktu.
...
Bandung, 26 Juli 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara – Cerbung Menulis Sinergi
17 notes
·
View notes
Text
Diorama
Aku memakai gaun berwarna merah muda Saat itu berjalan dengan sepatu hak tinggi yang masih mengkilat Lalu bertemu dengan kau, yang mengenakan kemeja biru tua Tersenyum ucapkan pertemuan Hatiku memuncak bahagia Namun tubuhku kaku dibuatnya Inginnya menari-nari dengan riang Mendekat dan berbincang banyak Nyatanya, aku tak lagi bisa melihat kau dengan jelas Hanya terpaku melihat kau pergi bersama perempuan lain Inginnya menangis Namun si pembuat tak mau membasahi pipiku dengan lukisan air dari mata Kemudian aku dibuat tersenyum Ah, aku lupa Aku dalam diorama Tak punya kuasa untuk berbahagia dan bersedih Pantas aku tak dibuat berbahagia Lantas aku pun tak dibuat bersedih Karena aku hanya pandai merasa Sedangkan Dia Maha Tahu Segalanya Bandung, 23 Februari 2017 | ashriati | Tebar Manfaat Lewat Aksara
6 notes
·
View notes
Text
Pertemuan
Pertemuan adalah kata perpisahan yang belum terucap, begitu kata seorang teman yang pernah aku bertemu dengannya, dan saat ini sudah lama tak berjumpa.
Ada benarnya juga, tanpa kita sadari setiap kita bertemu dengan orang lain, maka perpisahan adalah sebuah keniscayaan pada akhirnya.
Seperti halnya hujan yang mempertemukan bumi dengan langit. Rahmat Allah turun bersamanya, membawa kemustajaban do’a. Namun, ketika hujan reda, bumi dan langit kembali terpisah, menyisakan rindu.
Seperti halnya sepasang hati yang ditakdirkan untuk bersatu, dipertemukan dengan rahmat yang menyebabkan debar jantung seirama, dengan berjuta harap agar bisa bersama-sama selamanya. Namun, ketika waktu berada pada ujungnya, apalah daya ketika maut memisahkan mereka.
Sepertihalnya hidup yang mempertemukan manusia dengan dunia, maka pada akhirnya, kematian adalah perpisahan yang niscaya.
Pada umumnya kita mendambakan pertemuan dan enggan untuk berpisah.
Aku katakan sekali lagi, pertemuan adalah kata perpisahan yang belum terucap. Maka makna apa yang dapat kita berikan sejak pertemuan itu terjadi hingga suatu saat ketika waktunya datang untuk berpisah?
Maka kebermanfaatan apa yang dapat kita berikan sejak pertemuan itu terjadi hingga suatu saat ketika waktunya datang untuk berpisah?
Maka, pertemuan itu butuh visi. pertemuan itu butuh langkah yang selaras. Pertemuan itu butuh keikhlasan, bahwasanya semua yang Allah datangkan kepada kita, dan akan kembali kepadaNya.
Agar, layaknya hujan turun mempertemukan bumi dan langit. Menjadikan tumbuh-tumbuhan tumbuh subur dengan buah-buahan manis nan menyegarkan. Membawa kesejukan sejauh mata memandang. Membawa rahmat bagi seluruh alam. Dan ketika hujan reda, ia meninggalkan pelangi dengan spektrum warna-warna yang memesona.
Begitupun hidup, ketika hidup dijalani penuh makna, maka ia akan berakhir meninggalkan makna. Menjadi rahmat bagi dirinya, dan orang-orang yang bertemu dengannya.
Semangat Bermanfaat!
Semarang, 1 Februari 2017 | fauzianrifqi | Tebar Manfaat Lewat Aksara
#onedayonewriting#belajarnulis#rajin nulis#30 day challange#nulis everyday#penaruncing#nulis terus#langkah berkah#karya surga#gerakanmenulispositif&inspiratif#jejak karya#menulisinergi
2 notes
·
View notes
Text
CERBUNG: #TMLA Bubar? (part-1) – Apa kata Pembaca(?)
Kebahagiaan itu diciptakan, bukan dicari.
Setiap orang punya cara untuk merayakan kebahagiaan masing-masing, entah dari hal sederhana hingga hal yang sifatnya perfeksionis, dari hal konyol hingga hal serius. Frasa bahagia tentu istimewa bagi siapa saja pemiliknya, salahsatunya adalah Azka. Baginya, bahagia adalah hal yang langka. Jika tanda bahagia itu dengan senyuman, faktanya banyak orang yang putus asa bisa membuat dia tersenyum. Apalagi jika tanda bahagia itu dengan tawa, ahh tentu bukan hal yang mudah. Anak Introvert seperti Azka ini, konon katanya akan nyambung dan mudah bergaul dengan orang yang sama-sama introvert.
Siang itu di Perpustakaan sekolah, bel tanda pelajaran jam ke-7 berbunyi. Beberapa orang guru keluar-masuk kelas, ada yang sibuk dengan peralatan mengajarnya, ada pula guru yang diikuti dua orang siswa, kedua tangannya begitu sibuk membawa tumpukan buku tugas. Momen itu dimanfaatkan Azka untuk keluar kelas dan sesegera mungkin berlari menuju perpustakaan, disana sudah ada Seila yang menunggu.
“Maaf tadi sempet (ber)drama dulu dengan si ketua kelas, untungnya aku punya seribu alasan untuk izin keluar, huft”.
Seila hanya mengangguk pelan.
“Jadi mau bahas tulisannya siapa siang ini?”, tanyaku pada Seila.
“Kita beresin dulu baca cerbung nya mereka, kali ini giliran siapa yaa?”
“Kalo ga salah kemarin itu yang pertama kebagian nulis adalah @KumpulanMaknaDalamKata dilanjut @CatatanRifqi, alurnya bagus dan bikin penasaran gimana kelanjutannya…”, hehe
“Wah ini udah update ternyata, sekarang gilirannya @LangitBiruHujanPelangi”.
“Oke, ayo kita baca dulu…”
Keduanya asyik membaca cerita bersambung milik akun-akun misterius dengan tagar #TebarManfaatLewatAksara disingkat #TMLA. Baru-baru ini Azka si anak Introvert ini begitu asyik jadi penikmat tulisannya mereka yang tergabung dalam #TMLA. Seila sendiri yang memberikan informasi tentang tulisan orang-orang misterius ini.
Menurut Azka, yang tak suka menulis dan malah lebih nyaman jadi penikmat tulisan (red. pembaca), konten yang mereka buat bagus-bagus. Setiap minggu selalu ada update dan berganti-ganti topik, kadang menulis konten dengan judul yang sama, kadang ada tulisan yang sifatnya privasi, dan minggu ini mereka (yang misterius itu) menulis cerita bersambung tentang “Cinta yang Nirmala”. Hal ini yang menjadi perhatian Azka, biasanya setiap selesai istirahat kedua ia dan Seila akan janjian di perpustakaan, lengkapnya di rak paling pojok sebelah kiri, deretan buku-buku sastra yang sepi pembaca. Mereka berdua menikmati setiap jengkal cerita dengan antusias dan penuh rasa penasaran.
Sedangkan Seila, adalah teman satu SMP nya dulu yang kini pun satu SMA namun beda jurusan. Sebagai anak Sastra, sudah barang tentu ia sangat suka menulis, lebih-lebih membaca. Sementara Azka, yang notebene anak IPA lebih suka jadi pembaca. Sesekali Seila sering memberikan naskah cerita yang ia buat untuk diberi masukan oleh Azka, karakter anak IPA yang kritis dan detail melekat pada Azka. Sehingga saat ia memberi masukan pada naskah Seila, setiap kalimat sampai ujung paragraf ia akan tanyakan. Seila pun senang, karena Azka ia jadi banyak belajar sudut pandang seorang pembaca.
“Ini ceritanya semacam “secret admire” gitu, ya ga sih, Ka?”
“Betul, aku juga nyangka nya gitu. Jadi ada cowo yang naksir seorang cewe, cuma dia belum berani ngungkapin. Akhirnya ia pendam, sementara diam-diam ada ikhtiar yang ia kerjakan lewat surat-surat yang ia buat”.
“Waaah, si cewe nya pergi ke LN. Kira-kira ia pilih Singapura atau Melbourne, ya? Ga sabar nunggu nih, huhuuu…”
“Kita tunggu besok”, kata Azka.
Jam di sudut pintu masuk perpustakaan sudah menunjukkan pukul 13.30, setengah jam lagi bel pulang berbunyi. Masih banyak waktu untuk berdiskusi, apalagi kalo ngobrol bareng Seila ga bakalan ada habisnya. Bagi kami yang (kata orang) sama-sama Introvert, entah kenapa bisa cepat sekali nyambung jika bertemu dan mengobrol, lain rasanya dengan orang lain. Kadang aku harus memutar otak, takut apa yang aku sampaikan salah, ada kalimat yang tak dimengerti atau bahkan terkesan menyakiti. Hanya saat bersama Seila aku bisa leluasa berbicara, tak malu tersenyum bahkan tertawa, sekat itu hilang dan akrab pun tak terhindarkan.
“Aku penasaran dengan mereka, orang-orang macam apa yang bisa bersinergi se(begitu) kompaknya dalam hal tulis-menulis. Pasti tak mudah menyatukan semangat dan gerakan ini”, sambil sandaran ke lemari buku ia selonjoran menghadap Seila.
“Iya, akupun bersyukur dengan adanya mereka. Tempo hari aku disuruh membedah puisi, tugas Pak Wahyu emang selalu jadi tantangan buatku. Aku bingung menentukan puisi siapa yang bisa kubedah, lagi pula aku ini bukan orang yang kritis dan detail sepertimu. Orang ga enakan, macam aku ini susah memberi kritikan terhadap karya sastra. Akhirnya kuputuskan buka Tumblr, dan Alhamdulillah nya orang-orang misterius ini kontennya membedah puisi. Jujur, aku tertolong karena mereka…”, ucap Seila dengan semangat.
Azka tersenyum.
“Moga saja mereka diberikan kekuatan agar bisa rutin posting tulisan…”
Mereka berdua meng-Aamiinkan dalam hati.
“Jika Obat bisa jadi solusi bagi orang yang sakit, minum bisa menghilangkan dahaga bagi mereka yang haus, maka membaca tulisan mereka serupa nutrisi bagi jiwa. Memberi makan perut mah hal biasa, nah memberi makan ruang sastra di hati penyuka tulisan adalah hal yang radikal sekaligus pangkal (red. penting)”.
“Bagus kan, kata-kataku?”, goda Seila pada Azka.
Azka tersenyum sambil memberikan jempol tanda sepakat.
Diam-diam anak Introvert ini telah memikat hati Azka, bagaimana tidak sementara hanya dialah teman akrab satu-satunya di sekolah.
Hati Azka siang itu begitu bahagia, memang benar bahwa kebahagiaan itu diciptakan lewat momen-momen yang kita rancang. Pertemuan ini sudah ia rancang, sampai bisa rutin seperti sekarang. Oh ya, terimakasih juga kalian, orang-orang misterius yang telah membersamai ku dalam mencipta kebahagiaan dalam hidup.
Ku tunggu, eh salah, kita (Aku dan Seila) tunggu tulisan-tulisan kalian selanjutnya.
Rasa bahagia Azka beriringan dengan bel pulang sekolah, akhrinya ia pamit pada Seila. Mereka berpisah untuk bertemu esok hari.
Bandung, 22 April 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara – #TMLA Bubar (part-1)? Apa kata pembaca(?)
4 notes
·
View notes
Text
Transisi
Bila perubahan itu niscaya, ku harap kita bisa sama-sama berubah ke arah yang lebih baik, utamanya soalan kepatuhan pada Allah dan agama ini.
Halo, besok pagi jangan lupa dateng bukber bareng anak-anak IPA yaa.
Ditunggu jam 4 sore di lokasi, bakalan ada acara ramah-tamah dulu.
See yaa ^_^
Dering WhatsApp di smartphone ku berbunyi beberapa kali, rupanya Grup SMA IPA 2009, teman ku tak bosan mengingatkan untuk acara besok sore. Aku tak begitu tertarik untuk datang, lebih asyik melihat pemandangan di balik jendela kereta, ditambah mendengarkan murottal Syeikh Wadi Al-Yamani, aku abai dengan percakapan di grup. Perjalanan pulang kali ini belum begitu ramai, H-12 menuju Lebaran pastinya arus mudik belum mencapai puncaknya.
Tak lama ada pesan lagi masuk dari Rosi, dan masih di grup WA yang sama;
Eh iya, jangan lupa ajakin temen-temen satu daerah deket rumah yang juga anak IPA. Sampe ketemu besok ^_^
Aku menyeringai. Baru ingat kalau aku tak sendirian, masih ada teman satu kelasku yang juga anak IPA semasa SMA. Mungkin aku bisa tanyakan dia saat sudah sampai di rumah. Setelah ingat hal itu, tak ada alasan untuk tak datang ke acara besok.
Ada begitu banyak perubahan yang aku lihat sesampainya di desa, tempat kelahiranku. Jalan kabupaten yang kian mulus, rumah berlantai dua hingga ruko berjejeran sepanjang gang. Ah, sudah berapa lama akau tak balik? Lalu bagaimana dengan orang-orang didalamnya, apakah lantas berubah beriringan?
Oh ya, bagaimana dengan kamu, perubahan apa saja yang kau alami? Aku bisa lihat besok sore.
“Sayang banget ga ngelanjutin kuliah, padahal nilai UN mu paling bagus…”
“Bukan ga lanjut, cuma menunda untuk beberapa waktu saja. Sampai kondisi ayah membaik, lagi pula aku bisa bantu-bantu di warung bibiku”.
Aku diam.
“Kamu jadi berangkat besok?”
Aku mengangguk. Giliran kamu yang banyak tanya, sementara diam ku mendominasi.
“Syukurlah…”, katamu sambil tersenyum.
“Loh, kok syukur?”, kataku bingung.
“Iya, bosen udah 6 tahun sekelas mulu sama kamu. Kini giliran kita pisah, yeeee…”
“Wah, kok dengernya kesel, ya”.
“Hahaha…”, kamu tertawa puas.
“Eh, aku mau titip pesen, sebelum kamu besok berangkat, boleh?”
Aku mengangguk pelan, “Apa?”
Kau menatapku serius, aku merubah posisi duduk agak mendekat ke arah mu,
“Entah sejauh apapun aku berubah kelak”, katamu, “kamu jangan pernah lupain aku sebagai sahabat, yah…”
“Tentu…”
Matamu berbinar, tanda senang.
“Tentu, soalnya siapa lagi yang mau sahabatan bareng kamu, selain aku? Hahaha… Aaadududuuuuuh, sakiiiiit!”
Kamu mencubit pinggangku, aku meringis kesakitan.
Sial! Aku ketiduran, sebakda ashar berjamaah. Baru bangun saat jam sudah menunjukkan pukul setengah 5 sore. Buru-buru aku pamit ke ibu dan langsung menyergap sepeda motor matic milik kakak.
Sesampainya di tempat makan, teman-teman ku menyambut dengan penuh ceria, ‘tos-tosan’ semasa SMA kembali terulang, berasa masih umur belasan, haha. Di arah yang lain ramai teman-temen perempuan ku yang sedang ngobrol ini dan itu, ada yang membawa suami dan anak nya yang masih kecil, ada pula yang memberikan amplop isi undangan akad pernikahan, ahh rupanya momen bukber ini jadi kambing hitam, mengenang masa putih abu memang tak ada habisnya. Aku sepakat dengan kalimat itu. Satu-persatu semua teman ku salami, tak ada yang terlewat, sampai si Rosi yang bawel itu datang dan menggebrak…
“Kamu jahat! Kok ga berangkat bareng sama temen mu yang satu kampung, sih?”
Aku kaget.
“Hehe, iya maaf tadi ketiduran. Padahal udah janjian mau berangkat bareng, Cuma yaa mau gimana…”, aku garuk-garuk kepala.
“Eh Cy, itu yang pakai hijab panjang siapa? Temen seangkatan kita? Anak IPA gitu?”
“Heh… Itu dia, temen satu kampong mu yang sama-sama anak IPA!, masa ga kenal sih!”
Aku termenung, benarkah itu kamu? Aku tak berkedip, termangu, terpatung, serasa waktu berhenti berdetak beberapa saat.
Aku kembali mengingat kata-katamu sebelum kita berpisah.
“Entah sejauh apapun aku berubah kelak, kamu jangan pernah lupain aku sebagai sahabat, yah…”
Aku bisa melihat perubahan mu, saat teman laki-laki ingin berjabat tangan, kau urungkan dan langsung menutup telapak tangan mu lalu menunduk.
Aku bisa melihat perubahan mu, saat uluran jilbab panjang mu lekat kau pakai sebagai pelindung dari aib dan fitnah.
Aku bisa melihat perubahan mu, kau tak banyak bicara, hanya seperlunya saja. Jeda waktu berbuka kau gunakan untuk membaca buku. Ahh bukan, itu mushaf Al-Qur’an.
“Ya, jika perubahan itu niscaya. Aku berharap kita sama-sama berubah ke arah yang lebih baik, utamanya soalan agama,” ungkap ku dalam hati.
Kau telah alami masa transisi dalam hidup, dan aku takjub dibuatnya. Semoga Istiqomah.
Terimakasih, telah membuatku semakin yakin! Selebihnya aku berdoa, karena waktu menjelang berbuka adalah waktu mustajab. Semoga diaminkan pula oleh Malaikat ^_^
Bandung, 10 Juli 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara
2 notes
·
View notes
Text
Rumah untukku Pulang
Siapa yang tak rindu untuk pulang?
Sebagai seorang hamba yang Allah berikan kehidupan yang sempurna, pastilah timbul keinginan untuk bertemu sang Maha Pencipta
Hanya saja jika melihat keadaan saat ini, sementara disadari betul saat ini sedang melakukan perjalanan, maka kesiapan untuk pulang masih perlu diperjuangkan
Bukan karena betah disini? Karena memang belum lah cukup bekal untuk melanjutkan perjalanan. Apalagi cukup untuk pulang ke haribaan-Nya
Siapa pula yang tak rindu rumah?
Disatu sisi, DIA telah memberikan rumah-rumah yang indah bak istana, dan disisi lain rumah itu tampak mengerikan untuk ditempati
Jalan telah ia bentangkan, silahkan mau lewat kiri atau kanan. Mau taat dengan konsekwensi, mau terus maksiat tapi tanggung juga akibat. Pilih mana?
Ke Syurga tentu menjadi tujuan, tempat reuni terbaik dengan Rabb kita, bertemu dengan Rasulullah Saw, melihat para sahabat, sebaya dengan orang tua dan teman-teman yang selalu ingatkan kebaikan
Kapan waktu pulang yang terbaik?
Sewaktu-waktu jemputan kendaraan bisa saja datang tiba-tiba, maka dari itu sebaik-baiknya tindakan adalah yang didalamnya ada amal kebaikan. Diliputi amal sholih, niatkan ibadah dan persiapkan dengan sebaik-baiknya
Bukankah bisa jadi kita dijemput tiba-tiba saat sedang mengerjakan amal kebaikan, sedang melakukan amal andalan kita
Sering kita mendapati ada yang pulang dikala ia sujud, dikala ia sedang duduk di majelis ilmu, ada pula yang pulang saat sedang mengisi kajian keislaman. Tabarakarrahman
Kapan nya adalah tak bisa dikira-kira, hanya saja mengusahakan untuk senantiasa siap 24 jam kiranya adalah hal yang utama
Rumah selaksa Syurga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai,
Pulang menemui Rabb kita untuk kemudian meraih nikmat tak terkira saat bisa menatap-Nya.
Itulah sebaik-baik cita-cita yang terus kita upayakan, mari!
Bandung, 17 April 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara – Rumah untukku Pulang
4 notes
·
View notes
Text
Kenyataan
Bayangkan saat ini kau sedang berada di ruangan dengan dua sudut dinding yang lebar di kanan-kirimu. Mula-mula kau tengok ke kanan, nampak jelas disana pemandangan serba putih…
Tervisualisaikan dalam benakmu, disisi ini kamu mendapati keadaan begitu banyak orang memakai baju seba putih bergerombol datang dari segala arah penjuru angin. Hampir 7 juta datang berkumpul untuk menuntut satu orang yang telah melukai hati umat Islam. Membawa panji Rasulullah Ar-Royah dan Al-Liwa, lengkap dengan teriakan takbir dan diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka semua datang tanpa bayaran, kecuali karena semangat ghirah yang satu, atas nama Agama ini, Islam.
Lalu kamu berkedip, dan mendapati begitu banyak anak muda akhirnya berkumpul dan berduyun-duyun memadati masjid, ikut duduk berdesakan di satu kajian. Bayangkan Anak Muda di masjid? Dulu sangat jarang peristiwa ini terjadi, namun saat ini adalah hal lumrah di setiap wilayah dan masjid-masjid besar.
Pada dinding kanan ini kamu semakin yakin bahwa kebangkitan Islam amatlah dekat. Ini sebagai tanda bahwa pergiliran kejayaan yang Allah bilang akan hadir, ada degup yang menelisik jiwa, ada getaran hati yang membuat bulu kuduk berdiri. Islam akan bangkin sebentar lagi, kamu meyakini hal itu.
Namun, saat kamu tengok ke sisi sebelah kiri. Kamu dapati pemandangan yang redup, kiat gelap dan hitam…
Tergambar jelas di mata mu, ada seorang tokoh nasional yang dengan lantang berbicara bahwa, “Tolong, pisahkan antara urusan agama dan politik!”. Ya, dialah orang yang sering melakukan pidato di podium berlambangkan garuda. Apa maksud dari perkataan itu?
Belum lagi kita mendapati seorang tokoh agama, katanya pimpinan organisasi Islam negeri ini, ia pun bilang, “Hukum Konstitusi itu lebih tinggi, daripada hukum Qur’an!”. Astaghfirullah, keji sekali perkataan nya.
Dan baru-baru ini kita pun dihadapkan oleh urusan Pilkada di Ibukota yang menjadi polemic bangsa. Anehnya, kok masih ada yang mau dukung orang yang telah melukai hati umat Islam? Kok masih juga dibela?
Pada dinding kiri ini kamu malah meyakini seakan-akan bahwa kebangkitan Islam masih jauh. Perjuangan menegakkan syariat masih harus diperjuangkan. Fajar kebangkitan Islam masih belum saatnya muncul. Kamu pun tertunduk. Akhirnya matamu terpejam.
Inilah kenyataan,
Kenyataan yang sedang kita alami, pasca keruntuhan Khilafah Turki Utsmani tahun 1924 oleh Kemal Attaturk. Seolah menjadi awal kemerosotan umat Islam, perlahan sendi-sendi bahkan pilar-pilar agama yang telah dibangun oleh para Nabi dan Rasul, di jaga oleh para sahabat dan tabiin hilang begitu saja. Dunia Islam semakin tercabik-cabik dan dikapling-kapling oleh Koloni Barat.
Rasulullah Saw dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Baihaqi memberi isyarat tentang periodisasi perjalanan sejarah umatnya. Pertama, periode Nubuwwah, yaitu masa dimana Muslimin hidup bersama Rasulullah Saw. Kedua, periode Khilafah atas minhaj Nubuwwah, yaitu masa Khulafaur Rasyidin yang berlangsung kira-kira 30 tahun. Ketiga, periode Mulkan ‘Adhon yaitu masa dimana para raja atau penguasa suka menindas, meski sistem pemerintahannya secara formal berlandaskan Islam. Periode ketiga ini, menurut sebagian ahli sejarah Islam, dimulai sejak berakhirnya Khulafaur Rasyidin hingga berakhirnya Kesultanan Utsmaniyah. Dalam masa ini hidup para raja dari keturunan para dinasti terutama Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyyah. Keempat, periode Mulkan Jabbariyah yaitu masa dimana Muslimin hidup dalam suasana sistem penguasa atau raja-raja yang sekuler. Saat ini kita sedang menghadapi masa-masa itu. Setelah berakhirnya periode keempat ini, sejarah akan berulang kembali ke masa awal Islam, tetapi bukan kenabian karena kenabian telah berkahir, namun kembali ke periode Khilafah’ala Minhaj Nubuwwwah.
Kenyataan ini, masa-masa sekarang ini, layaknya masa pembuktian. Karena semakin kentara nya yang hak dan yang bathil. Semakin tampaknya mana yang munafiq, mana yang benar-benar punya iman.
Inilah kenyataan nya, silahkan ambil hikmah dan pelajaran dari kenyataan saat ini!
Bandung, 17 April 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara - Kenyataan
4 notes
·
View notes
Text
Rumah untukku Pulang
Halo Tumblr, bagaimana kabarmu?
Sedih dan senang bisa pulang ke rumah.
Senang rasanya bisa kembali bertemu dengan mu, sedih karena linimasa ku sepi dari penghuni
Tidak sedikit orang-orang berpaling, mereka pindah bukan tanpa alasan. Bagaimana bisa dengan mudah singgah ke tempat lain, sementara disini sudah teramat betah?
Awalnya aku sempat marah pada pihak yang menutup akses menuju kesini. Siapa juga yang tidak marah ketika kita tidak bisa masuk ke rumah sendiri?
Kabar yang aku dapat alasan mereka menutup akses kesini, karena linisama mu (Tumblr) terpapar konten negatif. Padahal tidak sepenuhnya begitu, banyak sekali konten-konten positif disini.
Para tetangga sebelah rumahku, mereka aktif menulis konten yang membangun tiap pagi sampai malam. Ragam kalimat motivasi dan nasehat, juga cerita fiksi bersanding dengan komposisi diksi yang indah menakjubkan. Belum lagi mereka yang hanya ku kenal nama, namun tak kenal rupa. Walaupun kita berjarak, tapi dengan membaca tulisannya kita serasa dekat dan akrab. Tempat ini jadi saksi aku melabuhkan hati pada dunia tulis-menulis.
Mestinya mereka (pihak penguasa), melihat secara objektif. Coba luaskan pandangan, lihatlah dari sudut lain. Betapa tempat ini dicintai, bahkan karya-karya lewat kolaborasi banyak terlahir dari tempat ini. Buku, e-book, event, movement, dan produk-produk lainnya adalah tanda bahwa Tumblr begitu berharga dihati penghuninya. Jangan hanya karena satu titik hitam di kertas kosong, tidak lantas melupakan putihnya kertas. Sebab konten negatif yang sedikit, malah melupakan konten positif yang banyak. Konyol!
Bagaimanapun rasanya tetap sama saat kembali kesini, hanya seperti sendirian saja. Aku sudah di rumah, tapi hanya seorang diri. Dulu, kita sering ngobrol di ruang tamu. Merumuskan tentang ide tulisan untuk esok hari. Kadang ada yang bandel tak mau keluar kamar, padahal saatnya untuk makan siang. Alhasil, mesti dikasih warning dulu biar ga keasyikan dan kelupaan. Ah, aku rindu suasana itu.
Halo penghuni rumah, ruang tamu (TMLA) rumah kita sepi nih. Kalian keluar kamar dong, ayo kita nulis lagi... @ashriati @belaianpelangi @fauzianrifqi @abstractobefine @isalsyahri
4 notes
·
View notes
Text
Magrib
Haikal Al-Magribi.
Kenalkan, nama ku Haikal.
Banyak orang mengira diriku adalah seorang anak yang alim dan sholeh.
Padahal aku adalah pemuda yang biasa saja, seorang fresh graduate yang sedang berjuang untuk diterima di satu perusahaan bonafit Ibukota
Ada satu hal yang membuat ku teramat berat saat harus memperkenalkan nama kepanjangan ku, karena asal kalian tahu. Walaupun namaku ada embel-embel “Magrib”, sebenarnya aku ini teramat susah untuk melaksanakan shalat Magrib
Tak pernah tepat waktu, sering mengerjakan di akhir waktu, jarang berjamaah, bahkan karena urusan keseharian kadang malah ketinggalan dan akhirnya di gabung sama Sholat Isya
Entah, aku tak memikirkan diterima atau tidak sholat Magrib ku. Yang jelas aku kerjakan saja sebisa dan semampuku
Aku saat ini sedang mengusahakan untuk memperbaiki apa yang menjadi kekuranganku selama ini. Ikhtiar terus, doa terus agar senantiasa bisa rutin melaksanakan shalat magrib tepat waktu
Kalian tahu? Pelajaran yang berharga telah kudapatkan, bahwa pada akhirnya aku bisa melewati fase-fase hijrah yang tak kuasa. Atas bantuan dan sokongan orang tua, terutama Ibuku.
Satu masa aku mendekati ibu dan menanyakan apa arti nama ku, dan harapan apa yang di simpan atas anaknya ini.
Ibu bilang bahwa, dulu aku dilahirkan diwaktu adzan magrib berkumandang. Dan Haikal bermakna kebijaksanaan, keteguhan dan Yang Tinggi. Ibu berharap kelak engkau bisa menjadi seorang yang memiliki keteguhan hati dan bisa menjadi seorang mujahid yang senantiasa membela agama ini.
Deg.
Akhirnya saat itu juga, aku langsung berubah 180 derajat. Energi ku kembali pulih, ada desir dan getaran yang menguatkan untuk berubah jadi lebih baik. Tak mau mengecewakan apa yang menajadi harapan orang tua, lebih-lebih harapan Ibu.
Buat kamu, coba tanyakan apa arti namamu? Tanyakan pada ayah dan bunda mu harapan apa yang mereka selipkan dibalik nama kita? Semoga bisa menjadi energi untuk terus berubah lebih baik!
Bandung, 17 April 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara - Magrib
3 notes
·
View notes
Text
Isi
Ada sebuah gelas bening berdampingan dengan teko corak loreng di atas meja makan, didapatilah oleh seorang Ibu yang berhadapan dengan anaknya, bahwa pada gelas bening itu ada ampas kopi. Disela-sela aktivitas sarapan pagi, sang ibu bertanya pada anaknya,
“Nak, kamu lihat di bawah gelas bening ini ada ampas kopi berwarna hitam?”
Sang anak mengangguk pelan.
“Jikalau kita mengingainkan agar gelas bening ini kembali bersih dari ampas kopi, bagaimana caranya?”
Anaknya menjawab, “Mencuci gelas nya terlebih dahulu, Bu”.
Ibu paruh baya itu pun tersenyum, “Betul, tapi kau tahu nak. Ada cara yang lebih simpel selain mencuci gelas itu dengan sabun, kau tahu? Disebelah gelas itu ada teko berisi air bening, apa yang terjadi jika kita tuangkan air bening itu ke gelas secara terus menerus?”
“Lama kelamaan ampas kopi nya terangkat ke atas, bahkan bisa keluar dari gelas itu Bu…”
Lagi-lagi ia tersenyum, “Dengan itu, bukankah gelas nya kembali menjadi bersih dan bening, ampas kopinya hilang”.
Sang Ibu mengelus-elus kepala anaknya, “Nak, gelas yang ada ampas kopi tadi jika diibaratkan adalah isi hatimu, atau isi kepalamu yang penuh dengan prasangka buruk, ada dosa dan noda yang sering kita lakukan. Dan air bening itu adalah rahmat, ampunan dan maghfirah dari Allah, Tuhan Semesta alam”.
Kita tidak bisa menjamin isi hati ini terus berprasangka baik, tak ada yang bisa menjamin pula isi kepala kita dipenuhi pikiran-pikiran yang positif. Maka, raihlah siraman air bening itu dengan senantiasa memohon rahmat, ampunan dan maghfirah Allah.
Maka InsyaAllah, hati kita akan lapang, pikiran kita pun akan cemerlang!
Isilah setiap masa dan kesempatan dengan berbuat yang baik-baik saja, yang Allah suka saja.
Berapa banyak pula kita bisa lihat diluar sana, orang yang hanya mementingkan kulit daripada isi. Fokus memakai topeng, bukan pada wajahnya yang asli.
Pohon tinggi menjulang akan tetap tegak, karena akar yang tak terlihat.
Gedung tinggi menembus langit bisa tetap kokoh berdiri, karena pondasi yang menghujam kedalam.
Manusia pun sama, wajah kita akan terlihat baik dan menyenangkan, ketika isi hati dan pikiran kita pun baik.
Saat isi hati dalam kondisi baik, kesemua yang tampak dimata orang lain pun akan baik.
Bandung, 18 April 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara - Isi
2 notes
·
View notes
Text
Surat Cinta untuk Adik
Assalamu’alaikum, teriring salam sayang untuk mu, dik.
Lama nian tak jumpa, kamu apa kabar? Pasti sekarang sudah besar, ya.
Alhamdulillah, kakak disini pun baik.
Model rambut mu masih seperti yang dulu? Ah, kamu susah diajak negosiasi, ya! Hehe
Dik, soal bertemu yang tak tentu, soal pulang ke rumah yang belum saja teragendakan, soal tak ada hadiah di hari ulang tahun mu, soal perhatian yang jarang, soal ucapan kasih sayang yang luput, dan soal semua yang kau anggap kurang terhadapku, kakak minta maaf, ya.
Dik, padahal kamu tahu saat dulu kau masih di usia 4 tahun. Bapak pernah bilang, bahwa untuk urusan menyekolahkan anak bungsu ini, bapak serahkan pada kakak-kakak nya. Termasuk salahsatunya aku. Namun, pada kenyataannya belum lah bsia ku tunaikan amanah dari bapak sampai sekarang. Maafkan kakak, ya.
Dik, tak lama lagi kau bertumbuh dewasa. Sebisa mungkin sinergikan apa yang menjadi harapan mu, dengan apa yang diharapkan orang tua terhadapmu. Selama ini, kita sering merepotkan mamah dan bapak, ya? Masih minta uang jajan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing, lalu kapan kita memberikan apa yang kita punya pada mamah dan bapak? Bukankah kita memang lah belum punya apa-apa, untuk saat ini.
Mari berjuang dengan cara kita masing-masing tuk bahagiakan mamah dan bapak!
Tentang pulang ke rumah, kakak belum bisa pastikan. Titip rindu saja untuk keluarga disana, ya.
Semoga kalian semua selalu diberikan kesehatan, cukuplah kakak titipkan engkau pada sebaik-baiknya penjagaan. Semoga Allah ridha atas semua yang ingin kamu gapai ya, dik.
Jangan lupa belajar, semangat untuk UN nya minggu depan!
NB: Dari kakak mu yang sayang padamu karena Allah… ^_^
.
Bandung, 18 April 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara – Surat Cinta untuk Adik
2 notes
·
View notes
Text
Kamu
Setiap kali perasaan ini hadir ditengah kesendirian, muncul pula rindu yang tak berkesudahan
Deras mengalir tak ubahnya serupa ombak, ia akan terus berkelana hingga berhenti di pesisir pantai
Melewati satuan waktu dalam keseharian tanpa adanya teman sefrekuensi, kau tahu apa rasanya? Hambar
Walau terkadang aku tersenyum dan tertawa, sebenarnya tersiksa dalam kepura-puraan itu pahit
Terlebih entah rindu ini pada siapa, untuk siapa, aku pun tak tahu
Hanya saja setiap muncul perasaan itu, sosok ‘kamu’ bias diinderai namun hadir mu dapat ku yakini
Paling tidak, semoga saja kamu pun sedang mengalami rindu yang sama
Jika belum saatnya menempuh jalan, melangkah mengambil pilihan, menentukan keputusan,
Dan kesemuanya, aku harap kamu isi jeda waktu ini dengan doa-doa dan perbaikan
Doa sebagai bukti bahwa kita ini, aku dan kamu ini, adalah mahluk Tuhan yang lemah, tak kuasa melawan kalau lah belum sampai izin dan ridha dari-Nya
Perbaikan diri biarlah sebagai ikhtiar kita untuk saat ini, bingkai akidah dan akhlak masing-masing dengan cahaya ilmu dan tuntunan iman
Aku yakin, teruntuk kamu… Yakinilah, bahwa akan ada masanya Tuhan mempertemukan jiwa-jiwa yang sefrekuensi, menyatukan hati-hati yang saling merindu, memadukan doa-doa lirih yang terlisankan,
Semoga jiwa itu, hati itu, dan doa itu, adalah buah dari ikhtiar aku dan kamu
Iya, kamu…
Bandung, 30 Maret 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara - Kamu.
6 notes
·
View notes
Text
Anggaplah Menulis itu Penting!
Tiap manusia punya modal yang sama dalam hidup ini. Bukan modal dalam konteks uang ataupun materi, karena memanglah bukan itu modal yang sesungguhnya bagi setiap insan. Lantas, modal dalam konteks apakah itu?
Seorang teman pernah bilang, tidak semua rezeki itu berupa uang atau bahkan harta. Sebab mereka berdua pada masanya akan habis, berbatas keadaan, dan lebih ngeri lagi belum dijaminkan pula atas orang yang lelah berusaha mendapatkan uang dan harta tersebut.
Misal, ada seorang ayah paruh baya dan punya jabatan penting di perusahaan bonafit. Jelas kedudukan yang tinggi, membuatnya mendapatkan banyak uang dan harta. Lalu suatu hari, ia mendapatkan proyek bombastis hingga tembus angka Milyaran. Esok harinya tiba-tiba serangan jantung menerpa, sakit yang tak berkesudahan datang tak diundang. Akhirnya ia meninggal dunia. Pertanyaannya, apakah harta dan uang yang kemarin ia berhasil deal dan tembus angka bombastis ia bawa juga ke liang lahat?
Tentu tidak! Akhirnya uang itupun menjadi hak milik ahli warisnya.
Sampai disini kita tahu, bahwa bukan uang dan harta modal yang Tuhan berikan saat di dunia. Tetapi, modal kita adalah Waktu.
Tuhan dengan Adil membagi modal itu sama rata diantara manusia,
Sehari 24 jam, Seminggu 7 hari, Sebulan 4 minggu, Setahun 12 bulan, hingga Seabad 100 tahun.
Ya! Semua sama. Aku, kamu, kita dan mereka, selama masih ada helaan nafas berarti modal kita sama.
Hanya terkadang tidak semua sadar, bahwa yang berbeda adalah bagaimana kita membuat modal yang kita punya bisa menghasilkan.
Bagaimana caranya agar modal yang kita miliki bisa dipakai dengan baik hingga mewujud amalan ibadah, yang dengan amal itu bisa berbuah bekal kita untuk pulang kelak keharibaan-Nya.
Masih ingat bahwa nanti, Allah bakalan nanya perihal modal waktu yang kita punya selama di dunia.
Digunakan untuk apa Harta dan Uang yang kamu miliki?
Digunakan untuk apa Masa Muda mu?
Digunakan untuk apa Ilmu yang kita miliki?
Tentu setiap kita, punya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Jika sampai sekarang masih belum punya jawaban, patutlah dipertanyakan tentang masa hidup ia selama ini. Pasti ada yang keliru pemahaman dia sebagai manusia, sebagai hamba, sebagai mahluk yang dicipta Tuhan dengan sempurna. *ngomong depan cermin
Untuk itu kembali ke modal yang kita punya, saat kamu masih meluangkan waktu membaca tulisan ini. Menunjukkan kita ada pada frekuensi yang sama.
Ini adalah tulisan khawatir tentang Modal yang sama-sama kita punya. Tentang waktu!
24 jam sehari, banyak amal atau dosa nya. Dalam hitungan menit, banyak pahala atau maksiatnya. Semua bisa di hitung dan ukur masing-masing soalan ini.
Prinsip cara pandang orang terhadap sesuatu, menjadi landasan awal ia akan berperilaku.
Ada pepatah, Kebanyakan orang yang terbiasa bangun dengan tanpa rencana, biasanya akan berakhir dengan tidak melakukan apa-apa.
Ada juga yang bilang seperti ini, Suatu amalan tidak akan bisa bertahan lama atau bahkan susah dilakukan, jika belum dianggap suatu yang penting bagi pelakunya. Prioritas!
Sekali lagi, tulisan ini hadir dari kekhawatiran seorang anak muda tentang Modal Waktu yang ia punya.
Maka, saat dulu melakukan list terhadap daily activity yang ia buat, ada satu amalan harian yang wajib ditunaikan.
Adalah Menulis.
Begitu mendapati aktivitas itu tiada, menghentikan rencana menulis, bahkan tidak lagi menganggapnya penting. Maka disitulah awal letak kehancuran!
Dan saat ini sedang aku alami, rasanya kosong dan hampa. Produktivitas menurun, khazanah kelimuan stagnan, pengetahuan tanpa amal sama saja nihil.
Apalagi saat mendapati orang-orang yang satu frekuensi, satu-persatu mulai teralihkan oleh kesibukan yang lain. Bersepakat untuk sejenak rehat, untuk kemudian sama-sama melesat, begitu kabarnya.
Menulis butuh waktu untuk menjadikannya Habits, begitupun saat memutuskan rehat, rasanya sulit untuk kembali memulai.
Mari kembali merajut asa dalam hal kebaikan, kembali saling terror saat yang lainnya kendor, dan kembali saling ingatkan ketika ada yang stagnan dan kelupaan.
Semoga aktivitas menulis ini, menjadi penghias amal disetiap detik waktu yang berjalan.
Dan tulisan ini sekaligus menjadi pemantik semangat, dan pengingat bahwa “Oh ternyata, Mei sebentar lagi akan datang”.
Awal Mei, jangan kasih kendor, mari gass poll (!) ^_^
Bandung, 29 April 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara – Celoteh Malam
1 note
·
View note
Text
Negeri Dongeng
Lorong bawah tanah itu tampak gelap, semakin masuk kedalam kita akan menemukan pemandangan tak terduga. Kau tahu, ini seperti surga yang sering dibicarakan mahluk tinggi besar dan berakal dan suka merusak alam itu…
“Siapa? Manusia, bukan?”
“Memang siapa lagi ciptaan Tuhan yang paling sempurna selain golongan mereka?”
“Aku mulai lelah nih, berapa kilometer lagi kita harus berlari? Tidak bisakah jalan biasa saja?”
Tak ada jawaban.
Rekan bicaranya malah mempercepat langkahnya, “Ayo!, katanya”.
Niat mereka berdua adalah mencari tempat perlindungan dan membawa golongan mereka pindah dari tempat tinggal yang sekarang. Kelakuan manusia yang katanya mahluk paling sempurna dan berakal sudah keterlaluan, tak tahan bangsa kami dibuatnya. Setiap hari pasti akan memakan korban, kerusakan dimana-mana, alam yang indah kini sudah jauh berubah.
Pohon yang rindang dan lahan hijau yang dulu kami pelihara, kini berubah jadi beton, besi, granit dan marmer. Udara yang dulu segar, dihiasinya dengan gas-gas mematikan. Bahan kimia disemprotkan semaunya, tanpa memikirkan resiko.
Lorong pengap dan panjang itu akhirnya berhasil mereka lewati dan sampailah pada muaranya.
Lagi-lagi untuk yang kedua kalinya, ia terdiam. Takjub melihat apa yang ada dihadapannya.
“Hahaha, sudah kukira… Semua hewan yang pertama datang kesini pasti menampilkan wajah yang sama. Kayak kamu itu loh”, ia terus terkekeh.
“Ini ngeri, kok bisa ada surga dibawah tanah? Siapa yang buatnya? Sejak kapan tempat ini ada? Teruuussss…”
“Tahan dulu semua pertanyan mu, ayo kita menghadap Penguasa tempat ini…”
Mereka tiba di sebuah pintu besar berlapis emas, tampak dua ekor kuda tegap berdiri, memakai seragam kerajaan, menggenggam tongkat, lengkap bersenjata. Ia pun mempersilahkan kami masuk, “Silahkan lewat sebelah sini, baginda tuan raja sudah menunggu anda berdua di peraduannya”.
“Te…terima…terima kasih…”, jawab kami tergagap.
Sekeliling tampak seperti jalan penuh dengan segala pemandangan yang indah, menyejukan mata dan menentramkan hati.
Ada pohon berdaun lembaran uang, bertangkai kemilau emas, berbuah kerlap-kerlip permata dan mutiara.
Di kanan ada rumah-rumah dengan dinding berlapis candy warna-warni berbagai rasa, pagarnya serupa lolypop, kolam renang susu dan madu, hingga rumput halaman yang hijau layaknya olesan cream pandan.
Dia menatap ke arah kiri, masih dengan keheranan yang sama. Ada taman beralaskan rumput berbagai warna, di sekeliling nya ada pelangi memancar menutupi setiap sudut tepi. Wahana bermain anak kaya variasi, kelinci berbaju badut tak bosan menghibur pengunjung yang terus berdatangan.
Setelah berjalan beberapa kilometer, mereka mendapati ada seekor kancil berjubah merah merona, kepalanya ada mahkota wajahnya memancar cahaya kewibawaan. Seketika mereka langsung bersujud membungkukan badan, “Salam hormat dengan segala kerendahan hati, wahai baginda tuan raja yang wibawa…”
Kancil langsung menjawab, “Jangan lah kalian membungkuk seperti itu, aku ini bukanlah tuan maha raja. Aku ini hanyalah pelayan, pelayan, dari pelayannya tuan baginda. Silahkan kalian lewat sebelah sini untuk menemui tuan baginda raja di peraduannya…” Giliran sang kancil yang kali ini membungkukan badannya.
Dua hewan itupun kaget, sambil melangkah meneruskan perjalanan, salahsatu dari keduanya berbisik,
“Lha pelayan nya aja kayak gitu, gimana penampilan tuan baginda raja tempat ini?”
“Udaaaaah, ayo kita teruskan perjalanan”, temannya menimpali.
Perjalanan menuju peraduan raja masih panjang, dari satu gerbang pintu ke gerbang pintu yang berikutnya berjarak 5 kilometer. Mereka baru melewati pintu pertama, pasti di pintu berikutnya akan tampak peraduan sang banginda raja.
Semakin meneruskan perjalanan, mata keduanya semakin takjub dengan pemandangan di sekelilingnya. Hingga jarak 5 kilometer tak terasa saking luar biasanya tempat ini, lebih tepatnya istana ini. Serasa surga berwujud di dunia.
Di pintu gerbang kedua, ada empat ekor jerapah tinggi loreng totol cokelat. Mereka memakai baju besi serupa seragam perang, jerapah paling depan menghampiri kami dan berujar, “Silahkan lewat sebelah sini, baginda tuan raja sudah menunggu anda berdua di peraduannya”.
Dua hewan itu berjalan menyusuri lorong dan akhirnya mendapati pemandangan gunung dan gurun sekaligus. Pohon pinus dan jati tinggi berderap di sepanjang jalan, beberapa tenda kemping terpampang saling berjauhan satu sama lain, ada api unggun, peralatan masak dan ayunan yang tergantel diantara dua anak pohon. Nampak keluarga ayam dan burung sedang berkumpul, senyum bahagia terwujud nyata, anak-anak ayam saling bermain dan mecoba meniru anak burung yang asik menggoda terbang di udara.
Tekstur tanah di arah yang berlainan, di dominasi dengan pasir yang panas. Savana dan Sahara ala-ala benua Afrika, kaktus yang jarang-jarang itu terlihat lesu diterpa panas matahari yang menyengat. Ada beberapa fatamorgana yang tampak bias, sambil mengusap-usap mata mencoba menerka-nerka, dua hewan itu semakin dan semakin penasaran bagaimana wujud peraduan sang maha raja.
“Sebentar, itulah peraduan sang maha raja, aku melihatnya. Ayo…!”, sambil menarik lengan si hewan yang satunya.
Ada seekor elang diatas sebuah pohon dengan akar yang menguham ke tanah, tangga menuju sarang yang mewah berbahan dasar beton dan granit marmer. Elang itu menyambut kami berdua dengan mengepakan kedua sayapnya yang menawan. Moncong nya yang meliuk gagah, semakin yakin bahwa inilah sang maha raja si empunya tempat berupa surga ini.
Tak ubahnya saat menemui sang kancil, mereka berdua akhirnya membungkukan badan dan berujar, “Salam hormat dengan segala kerendahan hati, wahai baginda tuan raja dengan sayap indah dan menawan…”
Elang berkilah, “Jangan lah kalian membungkuk seperti itu, aku ini bukanlah tuan maha raja. Aku ini hanyalah pelayan, dari pelayannya tuan baginda. Silahkan kalian lewat sebelah sini untuk menemui tuan baginda raja di peraduannya…” Elang yang kali ini membungkukan badannya.
Kesekian kalinya dua hewan itu kaget, sambil melangkah meneruskan perjalanan.
“Ga ngerti sama semua ini, aku semakin penasaran ingin bertemu dengan sang baginda raja?”
“Udaaaaah, ayo kita teruskan perjalanan”, temannya menimpali.
Dibalik kekecewaan mereka berdua, tampak semakin penasaran diraut mukanya untuk bertemu sang penguasa. Menurut Elang, kalian tinggal berjalan terus mengikuti arah yang tertera di setiap tikungan badan jalan. Selanjutnya tentukan pilihan-pilihan berdasar nurani saja.
Pintu gerbang ketiga, ada kerumunan singa mengaum lantang. Mereka berbaris tegap, suara garang dari salahsatu mereka menyusul selanjutnya, “Silahkan lewat sebelah sini, baginda tuan raja sudah menunggu anda berdua di peraduannya”.
Laut dan sungai kini ada di sekeliling keduanya, air dengan kadar garam yang berbeda itu bisa menyatu. Ada batas garis lurus mempertemukan birunya air laut dengan keruhnya air sungai. Pasir putih dan ombak mendesir menyapu pesisir pantai. Ada kapal-kapal besar berlayar samar-samar dari kejauhan, masing-masing menancapkan bendera berlainan di muka kapal.
Ada pula kolam-kolam buatan berisi macam-macam air dengan varian rasa. Ada kolam madu, kolam susu, kolam sirup, kolam soda, kolam cream hingga kopi. Semuanya padat pengunjung, lagi-lagi senyum bahagia menjadi andalan mereka.
“Aku iri dengan kebahagiaan mereka disini, pasti tuan baginda raja sangat di hormati dan di sayangi rakyatnya. Tak sabar ingin segera bertemu, ayo bergegas…”.
Beberapa meter didepan mereka terdapat singgasana diatas air laut yang biru menawan, seekor lumba-lumba ramah tersenyum. Kulit abu-abu langsatnya mengkilap, membuat silau lawan bicaranya. Dua hewan itu kembali membungkuk untuk yang ketiga kalinya.
“Salam hormat dengan segala kerendahan hati, wahai baginda tuan raja berwajah ramah dan kulit yang menawan…”
Lumba-lumba itu kembali tersenyum simpul, lalu merespon dengan serius, “Jangan lah kalian membungkuk seperti itu, aku ini bukanlah tuan maha raja. Aku ini hanyalah pelayannya tuan baginda. Silahkan kalian lewat sebelah sini untuk menemui tuan baginda raja di peraduannya…”, jawab lumba-lumba.
“Disana, digubuk reot itu, tuan baginda raja menetap di peraduannya”. Lumba-lumba menunjuk ke arah kanan sambil membungkukan badan.
Dengan wajah keheranan, dua hewan itu berjalan perlahan menuju gubuk reot kecil dan sederhana sekali. Sepetak ruangan, disanakah sang penguasa istana ini tinggal? Apa tidak salah? Kenapa peraduan baginda berbanding terbalik sedangkan pelayan-pelayan nya yang lain hidup mewah bertabur harta? Semakin banyak pertanyaan yang timbul dibenak keduanya.
Sampai dipintu gubuk itu keduanya saling pandang satu sama lain, memberi kode, “Kamu dulu yang jalan duluan, sana bukain pintunya…”,
Tiba-tiba…
“Kalian berdua hendak mencari siapa?”
Terdengar suara menyapa mereka berdua, “Kami ingin bertemu dengan baginda tuan maha raja, kabarnya beliau ada ditempat ini”.
“Kalian terlalu berlebihan, para pelayan dan rakyat ku selalu melebih-lebihkan soalan nama dan gelar. Mari masuk kedalam dulu…”
Masih dalam rona kebingungan, dua hewan yang merupakan tamu di istana itu pun mengikuti dari belakang.
“Yang kalian cari, itulah aku. Baginda tuan maha raja, itulah aku…”
Seketika kedua hewan itupun merubah posisi duduknya, menjadi membungkuk.
“Salam hormat dengan segala kerendahan hati, wahai baginda tuan maha raja…”
“Perkenalkan kami berdua ini adalah golongan yang hendak mencari perlindungan, di negeri tempat kami tinggal tengah terjadi perang yang tak berkesudahan. Kiranya di negeri ini, di istana ini, kami beserta golongan kami bisa tinggal dan dilindungi atas jaminan nama baginda tuan maha raja…”
Baginda Tuan Maha Raja yang berwujud seekor Zebra kemudian mendekati sebuah jendela, menatap jauh ke seluruh penjuru istana. Kekuasaan yang saat ini ia dapatkan, rakyat yang bahagia, aman dan tentram, merupakan buah dari perjuangan masa lalunya.
“Kalian berdua silahkan datang kesini, bawa golongan kalian. Menetaplah disini sementara waktu, aku pun pernah merasakan ada diposisi kalian. Duluuu, kami pun sama, berteman baik dengan golongan manusia. Berbaur dan bertetangga, berhubungan baik hingga saling membantu dalam setiap urusannya. Kami jadi tunggangan mereka, peliharaan mereka, sampai alat penghasil uang bagi mereka. Hingga sampai pada masanya, rakus ditambah ego yang tinggi merubah sifat-sifat humanis mereka. Boleh kukatakan, sifat mereka lebih-lebih dari sifat binatang seperti kita…”
Dua tikus mungil kecil yang menjadi tamu istana, tertunduk merenungi bangsa mereka yang terus berkurang populasinya akibat ulang tangan mereka.
“Kami disini, saat ini hidup tenang dan damai. Padahal dulu kami pernah menjadi hewan-hewan peliharaan mereka yang ditelantarkan. Hingga akhirnya kami lari, terus mencari tempat yang nyaman untuk tinggal dan bersatu dengan semua jenis hewan. Sampai akhirnya, hingga saat ini kami hidup tenang dan nyaman”.
Tikus mungil yang sedari tadi tertunduk kemudian mengajukan pertanyaan, “Lantas kenapa bagianda tuan maha raja malah tinggal di peraduan yang sederhana ini, semantara pelayan dan rakyat yang lainnya bermewah-mewahan?”
Zebra itu tersenyum, “Bagiku, inilah kemewahan yang hakiki. Dengan tinggal diperaduan yang sederhana, membuat ku lebih nyaman dan tenang. Aku bisa keiling memeriksa semua rakyat dan pelayan ku dengan leluasa, tak segalanya bisa diselesaikan dengan harta dan uang. Diperaduan ini, aku mendapatkan ketenangan yang beda”.
“Pantas saja pelayan dan rakyat disini sangat bahagia, penguasa nya pun sederhana dan ramah sekali. Apalagi selain pasti dicintai oleh rakyatnya…
Bandung, 25 Maret 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara | Negeri Dongeng
7 notes
·
View notes
Text
Hitam Putih
Fitrah manusia adalah suci. Sejak terlahir ke dunia ia bersih, tanpa noda. Hanya saja seiring berjalannya waktu, bertambahnya usia, mengakibatkan mereka kian bertambah dosa akhirnya penuh noda.
Saat kita terlahir ke dunia, ibarat lembaran kertas putih. Namun, semakin banyak dosa yang kita perbuat maka semakin bertambah pula noda memenuhi kertas putih itu.
Semisal dosa menimbulkan noda hitam pada lembaran hidup yang kita jalani,
Andaikan pula dosa itu punya bobot volume berat bagi yang menderanya,
Bayangkan pula saat dosa itu memiliki aroma busuk bagi sesiapa yang melakukannya,
Tentu manusia akan sangat menderita, jika memang sebegitu adanya, lalu…
Sehitam apakah diri kita?
Seberat apakah pikulan beban yang kita bawa?
Sebusuk apakah aroma tubuh kita?
Pastinya tak akan ada orang yang ingin dekat dengan kita, berteman dan bertegur sapa, bahkan boleh jadi orang-orang akan sibuk dengan dirinya sendiri.
Tetapi tidak lah seperti itu adanya, saat di dunia. Allah Maha Baik dengan segala Kemuliaan Ciptaan-nya yang tak ada yang sia-sia. Sengaja Allah tak timpakan itu semua di dunia, Allah menimpakan itu semua kelak di akhirat. Apa ibrah yang bisa diambil?
Allah ingin memberikan kesempatan bagi manusia untuk meminta ampun dan bertaubat dengan sebenar-benarnya. Memberikan kesempatan agar kelak kehidupan di akhirat tak seburuk apa yang kita kira.
Memutihkan jiwa, meringankan beban dosa, menghiasi aroma yang wangi lagi harum dengan setiap amal sholeh yang kita lakukan.
Hitam adalah Dosa, maka bagaimana cara agar kembali memutihkan jiwa dan diri ini?
Jika kalian pun sepakat, aku ibaratkan Istighfar dan Taubat adalah sebagai penghapus segala dosa, lantas Sabar, Istiqomah dan Ikhlas adalah proses memutihkan jiwa, menjernihkan hati, memfitrahkan nurani.
Hitam Putih hidup ini, memberikan pelajaran dan kita pun belajar padanya. Bahwa hendaklah jangan berputus asa dari rahmat dan ampunan Sang Maha.
Jikapun kita datang dengan dosa yang menggunung, tetapi Allah akan datang membawa ampunan seluas samudera.
Jikapun kita datang dengan cara tergopoh-gopoh bahkan merangkak sekalipun, maka Allah akan datang menyambut kita dengan berlari, menyediakan tangan untuk mendekap kita. Dan kita pun kuat didalamnya.
Dan jikapun kita terus-terusan merasa dalam kesulitan, sabarlah bahwa dalam kesulitan pasti ada kemudahan yang menyertai setelahnya.
Tak ada manusia yang senantiasa terus-terusan putih, adakalanya ia ditimpa dengan titik, corak atau bahkan tumpahan warna hitam. Akan tetapi jangan risau, segera upayakan agar kita kembali pada fitrah kita, suci dan putih.
Karena bagi Allah, sebaik-baik manusia ialah bukan ia yang senantiasa berada dalam keadaan putih. Tetapi mereka lah yang sadar saat ada titik hitam dalam diri, maka mereka segera berlari untuk kembali dan menyucikan diri. Bertaubat, memohon ampun pada-Nya dengan sebenar-benarnya.
Kenali Hitam mu, Raih Putih mu.
Jangan risau akan Hitam, selama Putih selalu ada dan menjadi solusi yang disediakan Tuhan.
Bandung, 30 Maret 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara – Hitam Putih.
2 notes
·
View notes
Text
Bertamu
Aku duduk di bangku taman yang reot
Tepat arah jarum jam 12 aku menatapmu diam-diam
Betah berlama-lama, rela tak berkedip beberapa kali
Sesekali kudapati kau menoleh tepat ke arah jam 6
Buru-buru kupalingkan wajah, sembari (pura-pura) menulis apapun di buku harian
Di lain kesempatan, aku mendengar kabar malam ini kau akan tampil di pentas sastra
Aku menebak-nebak, kali ini apa yang akan kau tampilkan?
Sajak? Prosa? Puisi? Dongeng? Semuanya pernah ku lihat
Hasilnya aku selalu suka, terlebih aku memang telah lama jatuh cinta pada apapun yang melekat padamu
Aku belum menemukan alasan untuk berani bertamu ke rumah mu
Selama ini, mendengar kabar apapun tentang mu, sudah cukup membuat hati ini tenang
Berpapasan sembari memasang wajah kepura-puraan memang menyiksa
Tetapi, entah kenapa setelah itu ada lega yang hadir
Aku belum menemukan alasan untuk berani bertamu ke rumah mu
Menerka-nerka pertanyaan apa yang akan ayahmu sampaikan padaku
Masih terus ku susun dan kusiapkan jawaban sebisa dan semampuku
Setidaknya, fitrah lelaki adalah yakin dan meyakinkan
Tekad ini terus kubangun, niat dan prinsip pun terus kujaga
Aku sadar, ada dinding yang kokoh sebagai batasan antara kita
Caraku mengungkapkan cinta berbeda dengan kebanyakan orang
Aku tak suka cara-cara mereka, datang bertamu dan melamarmu itulah sebaik-baiknya bukti cinta
Hingga sampai masanya aku akan datang perdana untuk bertamu
Menyatakan maksud baik sesuai yang diatur syariat
Tunggu aku datang bertamu, ya!
Bandung, 22 Maret 2017 | dindinbahtiar | Tebar Manfaat Lewat Aksara.
3 notes
·
View notes