#menujukemenanganpalestina
Explore tagged Tumblr posts
Text
No Other Land
Gimana 10 hari terakhirnya? Sudah khatam berapa kali? Nyaman tidak iktikafnya? Karpet masjidnya enak kan buat tidur.
Oh iya, sudah ada rencana mudik? Hati-hati di jalan ya!
Apapun kondisi kita hari ini, semoga ramadhan tahun ini tidak sia-sia dan kita sama-sama mendapatkan malam lailatul qadar. Aamiin.
Pernahkah terpikir bahwa esok hari kita mungkin tak lagi bisa beriktikaf di masjid? Atau bahkan, kita tak tahu apakah masih bisa mudik?
Jika masih membayangkan, ketahuilah bahwa saudara kita di Palestina sudah mengalaminya. Mereka tak merasakan kenyamanan Ramadhan seperti kita.
Dari sini, kita harus bersyukur dan jangan lupa untuk mendoakan mereka!
***
Semalam bersama kawan-kawan UNSSJP dan TJ Production, kami mengadakan nobar Film "No Other Land" yang kemarin menang di Piala Oscar dengan Kategori Best Documentary.
Film ini disutradarai Oleh Basel Adra (Aktivis Palestina), Hamdan Balal, Yuval (Jurnalis Israel) dan Rachel Schor.
Berlatar tempat di Masafer Yatta, Hebron, Tepi Barat Palestina, film ini mendokumentasikan tentang penggusuran dan pengambilan lahan dari zionis laknatullah atas warga asli Palestina.
Basel adalah tokoh sentral di film ini yang memang dari kecil banyak mendokumentasikan penggusuran di kampung halamanya. Sedangkan Yuval adalah jurnalis israel yang membantu menyebarkan informasi melalui media massa dan peduli dengan kemanusiaan.
Satu kalimat dari Basel yang menarik, "Aku mulai merekam saat hidup kami mulai berakhir"
Berkenaan dengan film ini, agaknya kita perlu melihat secara obyektif dengan membedakan antara, Yahudi, Israel, dan Zionisme. Meskipun ada Yuval yang notabene orang israel, belum tentu ia mendukung ide-ide zionis.
Pun hari ini saat tulisan ini dibuat, warga israel sendiri sedang mendemo setanyahu untuk turun dan mengakhiri perang. Kita tidak bisa memukul rata meskipun harus tetap waspada
Di Buku "Yang Kamu Belum Tahu Soal Palestina" karya Mas Shofwan Al-Banna juga menekankan untuk kita fokus memberikan tekanan kepada entitas zionis dan tetap berpikir objektif.
Film No Other Land ini adalah gambaran nyata dari praktek Setller Colonialism atau Kolonialisme Pendudukan. Singkatnya praktek ini bertujuan menduduki wilayah untuk secara permanen menggantikan masyarakat yang ada dengan masyarakat penjajah.
Dalam bukunya, Mas Shofwan menjelaskan bahwa ini adalah bagian dari penjajahan biadab sejak berdirinya Israel, dimulai dengan teror, pengusiran, pembantaian, hingga genosida yang terjadi hari ini.
Apa yang dilakukan monyet-monyet itu mungkin tidak akan pernah terbayang untuk dilakukan oleh manusia. Dan mengapa mereka bisa tahan malu? karena dulu dan sekarang mereka selalu di didukung oleh imperialisme, dari Inggris hingga Amerika Serikat. Istilah dari Mas Shofwan adalah Anak tiri manja Imperialisme!
Di Film ini mungkin banyak dari kita yang bertanya-tanya, mengapa di beberapa scene seperti terkesan tidak Islami dari menghirup Sisa (semacam rokok arab) atau ada beberapa fasilitas seperti TV, pom bensin, atau kafe yang nyaman. Apakah ini proyek hasbara?

Soal islami atau tidak, kita harus menyadari bahwa masyarakat Palestina itu memang memiliki karakter yang beragam, baik di Tepi Barat dan Gaza. Ada yang Nasionalis, komunis, islamis, dsb.
Namun alih-alih fokus ke Islamis atau tidak, lebih baik untuk mempelajari semangat mereka dalam mewakafkan harta, jiwa dan raga untuk pembebasan Palestina dan Baitul Maqdis.
Seperti Basel yang ternyata juga kuliah di bagian teknik konstruksi, di lain waktu ia harus mencari kerja serabutan di Beer Sheva. Pun juga para laki-laki lainya di Palestina yang melakukan hal serupa.
Terkait fasilitas yang terlihat dalam film, kita perlu memahami bahwa kondisi sosial yang terjadi di Gaza dan Tepi Barat itu berbeda. Di buku Mas Shofwan juga dijelaskan tentang 2 matriks pendekatan penjajah, yaitu : Kendali dan Kematian.
Apa yang terjadi di Gaza ini adalah Matriks Kematian. Tujuan utamanya memang genosida karena ketidakmampuan mereka melawan para pejuang yang begitu gigih dalam melawan. Rumah sakit, kamp pengungsian di bom dengan brutal, bantuan kemanusiaan ditahan, dan penangkapan tenaga-tenaga medis. Mereka sudah putus asa dan tidak ada cara lain selain membunuh.
Sedangkan di Tepi Barat adalah Matriks Kendali. Penjajah menyadari bahwa mengatur 100% masyarakat adalah hal yang mustahil dan memerlukan biaya banyak. Maka dari itu perlu adanya pengendalian dengan menggunakan tangan lain, yaitu otoritas Palestina.
Penjajah dan Otoritas tarik ulur dalam mengelola masyarakat. Kadang dilonggarkan kadang dibuat tak nyaman. Dilonggarkan pun juga bukan berarti bebas, tetap ada batasan-batasan yang pada akhirnya juga membuat tak nyaman.
Hal ini terlihat di film ketika Basel bercerita mendapat upah murah, rumah yang dihancurkan tiba-tiba, danpenangkapan sewenang-wenang oleh polisi. Belum lagi pemukim ilegal yang menembaki warga Palestina dan dilindungi oleh aparat IDF. Terdengar familiar? hehe
Untuk memahami konteks lebih lanjut, kalian bisa menonton konten Bang Amar dan Bang Geri sewaktu di Tepi Barat.
***
Film No Other Land ini seakan-akan menyambut apa yang dikatakan oleh Juru Bicara Hamas, Abu Ubaidah, bahwa 7 Oktober adalah peluncuran operasi Badai Al-Aqsha, efek selanjutnya adalah badai kesadaran seluruh dunia tentang busuknya imperialisme gaya baru ala zionis, Amerika dan sekutunya.
Yang harus di lakukan saat ini adalah perkuat kembali akidah. Jadikan Ramadhan sebagai momentum penguat itu. Urusan Iran, Hizbullah, dan Houti Syiah adalah siyasah politik para pejuang. Kita harus berpegang teguh pada Ahlus Sunnah Wal Jamaah!
Selanjutnya, sebagai koalisi masyarakat sipil dunia, hal kecil yang berdampak besar adalah boikot. Ikuti arahan BDS yang lebih terukur. Jangan sampai hari kemenangan kita ternodai dengan produk-produk yang membunuh saudara kita.
Terakhir, bulan ramadhan adalah bentuk tarbiyah mencapai keshalehan pribadi. Namun jangan lupa dengan saudara yang ada di sekitar kita.
Jadikan bulan ini sebagai buff untuk meraih pahala dengan meraih keshalihan sosial. Kita mulai dari bersedekah, meramaikan masjid, mengajari baca Al-Quran beriringan beriringan dengan edukas tentang Palestina. Boleh jadi sebagain besar mereka belum memahami konflik yang terjadi atau bahkan masih banyak yang menganggap Baitul Maqdis ada di Gaza. Tugas kita harus terus mengedukasi.
Karena sekali lagi, pembebasan Baitul Maqdis tidak cukup dengan ghiroh semata. Semoga Allah istiqomahkan.
Surakarta, 26 Ramadhan 2025 Menuju Kemenangan Paletina
#menyambutkemenangan#abamenulis#mengerikan#seperempadabad#catatankemenangan#pemudaislam#dakwahkampus#ceritabukuaba#monologpemimpin#menujukemenanganpalestina
5 notes
·
View notes