Tumgik
#melamun
afrianajeng · 7 months
Video
youtube
Seperti kalimat klise yang sering kita dengar, hujan itu 1% air 99% kenangan. Ia datang bersamaan dari uapan air danau/sungai/laut yang juga beriringan dengan kekhawatiran. Seringkali menghantarkan imaji liar pada kenangan masa lalu yang kelabu serta masa depan dengan berbagai pemikiran random tak berkesimpulan. Seperti mesin waktu yang mengajak terbang jauh, jauh, jauh, di khayalan. Maka larangan melamun saat hujan adalah agar tidak mengizinkan pikiran melanglang buana tak karuan. Tapi, hujan memang begitu, rintiknya selalu berhasil menciptakan cerita dengan alunan berisik yang menenangkan.
Sudah mulai memasuki musim hujan | 19 hari menuju 2024
5 notes · View notes
nurunala · 5 months
Text
Mengenang Juang, Menertawakan Luka
Istriku …
Mari, duduk di sampingku. Sudah kuseduh teh hangat untuk kita nikmati berdua. Sudah kumatikan televisi agar di ruang mungil ini, aku cuma mendengar suaramu saja.
Malam ini mungkin akan panjang. Sebab ada juang yang harus dikenang. Ada luka yang antre untuk kita tertawakan.
Sebab ternyata, sudah cukup jauh kita berjalan.
Istriku …
Dulu kita sering menerka sembari berkelakar tentang bagaimana hidup kita lima tahun lagi? Sepuluh tahun lagi?
Ternyata, kita tak banyak berubah.
Aku masih jadi lelaki yang setiap hari melamun, membuka laptop, lalu melamun lagi.
Kamu masih jadi perempuan yang datang dengan secangkir kopi sambil bertanya, “Apa yang bisa kubantu?”
Bedanya, kini kita harus selalu bersepakat tentang siapa yang mengantar dan siapa yang menjemput anak kita hari ini.
Tentu usia kita berkurang dan satu dua hal dalam hidup kita bertambah. Beberapa orang datang dan ada pula yang pergi—sementara ataupun selamanya.
Tapi lebih dari itu, aku selalu merasa hidup ini begini-begini saja.
Terkadang resah mampir mengetuk pintu rumah. Lalu kita izinkan ia menginap barang satu dua malam. Setelah itu ia pergi lagi entah ke mana.
Barangkali ia kecewa karena kita tak terlalu mengacuhkannya. Sebab kita selalu yakin, segalanya akan baik-baik saja selama kita bersama.
Istriku …
Setiap harinya kita selalu bertanya satu sama lain: apa yang bisa dirayakan hari ini?
Barangkali sepiring nasi, secangkir kopi, atau segenggam royalti?
Besar atau kecil, segala denganmu adalah kemewahan.
Lebih atau kurang, hidup bersamamu adalah kebahagiaan.
#Jelang1Dekade #HujanPastiReda
132 notes · View notes
kayyishwr · 2 months
Text
Kesadaran
Baru saja lihat di X, siswa-siswi SMA luar negeri mulai bergerak juga untuk protes soal gaza. Beberapa hari sebelumnya juga di inisiasi hal serupa di kampus-kampus ternama dunia. Kemudian, merambah pula di kampus dalam negeri, tabik! Kesadaran itu mulai bergumul menjadi satu, menciptakan gelombang baru yang dahsyat.
Jika kita kembali di peristiwa 7 Oktober tahun lalu, entah apa yang 'dilihat' oleh para pejuang di garis depan, hingga dengan yakin melancarkan perlawanan yang lebih menyadarkan seluruh dunia. Selama ini mereka berjuang, tapi sedikit yang menyoroti. Selama ini mereka melawan, tapi sedikit yang menyadari. Hingga hari itu tiba, semua mata menuju kesana.
Kesadaran, adalah hal sepele yang sering kita lupakan. Di zaman yang penuh distraksi, hingga kehilangan fokus, seseorang yang mampu mengendalikan dirinya—tentunya dengan izin Allah, berarti sudah menang walau belum terlihat hasilnya. Tapi paling tidak, mereka sudah terbangun, tidak tertidur. Sudah sadar, tidak lagi melamun.
Walaupun kesadaran dunia terhitung terlambat, atau sengaja dibuat 'tertidur' bertahun-tahun lamanya, hari ini, kesadaran yang muncul patut kita apresiasi bahkan kita dukung.
Masih sangat membekas dalam ingatan, bahwa kesadaran soal Palestina, alhamdulillah—dengan izin Allah juga, lebih dulu menyapa kehidupan masa kecil kami dan terawat hingga hari ini. Sebuah anugerah, memiliki orang tua, yang sedari kami kecil, sudah dikenalkan tentang Palestina; mulai dari iringan nasyid yang membakar semangat, hingga kami berjingkrak-jingkrak jika mendengarkan, atau film yang membuat kami bermimpi untuk ke Palestina, hingga kegiatan di lapangan terbuka yang membuat kami, dulu, mungkin dicap radikal atau lebih peduli negara lain daripada negara sendiri.
Kemudian, hari ini, kesadaran yang terawat itu, lebih mengkristal, lebih objektif, lebih ilmiah, lebih terstruktur, dan lebih rapih.
Nasyid yang dulu kami dengar, lebih menghantam nurani, bahwa semangat itu perlu kita jaga terus menerus. Film yang kami tonton, seharusnya tetap menjaga cita untuk paling tidak berkontribusi dalam pembebasan Palestina. Kegiatan di lapangan, seharusnya disertai pemahaman mendalam soal posisi, urgensi, dan strategi agar supaya lebih berdampak untuk Palestina.
Mari terus merawat kesadaran itu.
Untuk kita yang sedari kecil, sudah dibina dengan kesadaran, nyalakan terus dalam hati dan akal kita.
Bagi yang dulu pernah menuduh dan menyalahkan soal orang-orang yang sadar, bisa beristighfar kepada Allah atas ketidaktahuan kita, dan segeralah belajar untuk mencari tahu.
Bagi yang belum sadar, tak apa, semoga suatu saat, dari anak keturunan kalian, justru lahir manusia-manusia dengan kesadaran yang tinggi, sehingga bisa berkontribusi lebih nyata
Kita iringi play list spotify atau youtube musik dengan sesekali mendengarkan lagu perjuangan dari shoutul harakah, azzam haroki, maher zein, atau minimal We Will Not Go Down karya Michael Heart
Sesekali ikutlah kajian atau forum yang membahas soal Palestina; entah itu yang versi ilmiahnya, versi sejarahnya, versi sosial politiknya, atau versi santainya
Sesekali, sumbanglah donasi untuk Palestina, terserah referensi masing-masing, lewat lembaga kesayangan kita
Dan, teruslah bertekad untuk mengilmui soal Palestina, dan menjadikannya cerita bagi teman-teman kita, bagi saudara kita, terutama bagi keluarga kita
Saat kesadaran dunia hari ini sedang bergairah, jangan malah menepi, apalagi posting soal kopi padahal sedang di tanah suci, eh setelah itu, karena merasa 'terpeleset', tangannya di cuci, ah iya namanya juga politisi😁
29 notes · View notes
gizantara · 4 months
Text
Compassionate Servant
Habis sholat melamun di depan aquarium, langsung mikirin berbagai aktivitas yang mau dilakuin. Tiba-tiba "tasks in my head" ke-close lagi dengan satu kalimat:
"Allah punya hak surat-Nya dibaca oleh kita. Gak usah buru-buru menunaikan tanggung jawab ke makhluk lain dulu, kalau belum jadi penerima surat yang bertanggung jawab."
Di tengah dunia yang serba cepat, baca Qur'an ngasih dampak untuk menormalkan kembali kecepatan default dalam hidupku dan menahan diriku dari ketergesaan. Istilah Sundanya mah, "rek kamana atuh, sakirana rurusuhan mah mangkat we ti kamari" hahaha.
Tapi sebenarnya mah emang dodol juga, numpuk banyak tasks buat dikerjain tapi eksekusinya cuma satset saat mendekati deadline (sanes ti kamari).
Ya udah lah, itu mah hal lain. Tapi mau review perkara baca Qur'an dulu deh, yang kayanya selama kuliah tuh aku ngerasa rurusuhan mulu, pasti karena baca Qur'annya masih nggak konsisten. Minggu kemarin pisan, ditanya sama temen:
"Za, testimoni tentang baca Qur'an dong!"
"Pokoknya jangan lepas interaksi seharipun. Even cuma dengerin murroral. Tapi jangan merasa cukup. Coba baca dikit aja asal konsisten. Aku juga lagi terus biasain ngaji biarpun cuma satu ain sehari."
"Kenapa ain? Nggak halaman?"
"Kaya ngajinya nenek-nenek ya? Hahaha. Tapi sebagai orang yang gak suka teratur, ngaji pakai sistem ain tuh seru. Kadang sekali ngaji bisa cuma setengah halaman, kadang bisa sehalaman lebih, hampir dua halaman. Terus jadi ga kepikiran ngitung-ngitung halaman untuk nyari tau kapan ganti juz."
"Terus rasanya gimana?"
"Hmm.. mungkin kaya, pulang. Dari semua hiruk pikuk dunia, ketika hati dan pikiran udah kesana kemari ngurusin banyak hal, rasanya kaya balik ke home base buat nutup semua tasks dan recharge dulu. Stabil dan menenangkan. Aku mulai percaya Qur'an itu obat. Tadinya kukira cuma istilah klise doang."
Sampai di sana, aku juga merasa sayang banget euy udah bertahun-tahun kenal Allah tapi keliatan gak banyak effort untuk memahami Allah dan nyari tau lebih dalam tentang maunya Allah gimana. Gak ada empatinya pisan sebagai hamba (kenapa empati, pokoknya nanti mau bahas tentang empati di tulisan lain kalo mood). Celakanya lagi, oke nih seringkali tau mau-Nya apa tapi ngga melakukannya. Nggak compassionate gitu.
Padahal compassionate-nya seorang hamba, bisa jadi standar untuk menilai seberapa cinta dia ke Allah. Sama kaya apa yang Allah jelasin juga:
"Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
QS Ali Imran (3) : 31
So, be compassionate! Kata Pak Anies juga, cinta itu kata kerja, bukan kata benda. But before becoming compassionate person, we must improve our understanding skills.
How do we understand God? Baca suratnya. Gini deh simpelnya. Aku sebagai penulis, akan merasakan effort seseorang memahamiku kalau orang tersebut mau baca tulisanku. Mungkin awalnya orang itu gak paham. Tapi dengan usaha dia atas ketidakpahamannya saja, aku bisa tersentuh loh.
Nah, mungkin berlaku juga ke Allah sebagai penulis Al-Qur'an. Allah senang sama hamba yang baca pesannya. Udah gitu, gak cuma baca, tapi di-review. Allah akan sangat menghargai usaha kita, sesedikit apapun, sesusah apapun kita belajar Al-Qur'an. Oh iya, btw, perlu diingat kalo Al-Qur'an susah masuk kalo kondisi hati lagi ada yang dicintai selain Allah. Berdasarkan pengalaman pribadi sih sebenarnya mah, hahaha.
Jadi, untuk menyambut Ramadhan kali ini, aku mau kasih ruang untuk Al-Qur'an masuk ke hatiku dengan leluasa. Mengizinkannya membersihkan setiap sudut yang bernoda, memulihkan setiap fitur yang terluka, menutup celah bocor yang terbuka, dan menghilangkan karat yang ada sebab air mata dari menangisi manusia.
Di dalam hati, aku juga udah taruh memori-memori nostalgia aku sama Al-Qur'an yang indah dan seru. Contohnya kaya, momen excited waktu dengerin kajian guru di sekolah, momen ramadhan tahun-tahun sebelumnya, maupun momen murojaah. Pokoknya semacam mempersonifikasi Al-Qur'an supaya kerasa interaksinya.
Btw, ini sebuah temuan baru juga (full-nya nanti deh pas bahas empati). Di bahasan tentang empati, compassionate itu nunjukin kebijaksanaan seseorang karena ngebahas tentang how human act, apakah dia ngikutin pengetahuan dia tentang itu, atau sengaja nggak ngikutin (mengingkari) pengetahuannya. Dan dari sana aku sadar, banyak orang berbuat hal yang nggak ngenakin hati itu bukan karena kurangnya empati, tapi kurangnya compassion. Menolak peka.
Makanya Allah pakai istilah "fasik" di dalam Al-Qur'an buat ngedeskripsiin tindakan uncompassionate.
"Dan sungguh, Kami telah menurunkan ayat-ayat yang jelas kepadamu (Muhammad) dan tidaklah ada yang mengingkarinya selain orang-orang fasik." (Al-Baqarah : 99)
Idenya, orang fasik itu bukan orang bodoh yang gak tau apa-apa. Banyak ayat tentang orang fasik yang melanggar perjanjian dengan Allah. Artinya apa? Mereka udah dikasih petunjuk, mereka berangkat dari orang yang berpengetahuan mengenai benar dan salah, mereka memahami dan telah melakukan perjanjian tertentu.
Mereka berempati secara kognitif untuk mengetahui "how" dan "why" Allah berbuat sesuatu. Tapi, mereka nggak compassionate. Sebel kan? (Ya maksudnya mah sebel ke diri sendiri juga kadang, yang secara sadar ga sadar menanam bibit kefasikan)
Tapi serius deh, kita sering kan sebel ke manusia yang "ngahajakeun"? Udah tau kita pengen A, eh malah ngelakuin B. Udah tau kita gak suka C, eh malah dikasih C. Mau dibilang bodoh, kayanya mereka tau kok. Tapi berarti lebih dari bodoh dong? Apa dong? Nggak becus? Atau apa ya? Gak ada umpatan yang tepat untuk orang fasik sih kayanya. (Eh eh kenapa jadi ngumpat ya? Wkwk) Oh ada, mungkin ini, kata Bung Rocky Gerung mah, "dungu" wkwkwk.
Soalnya, kita sebagai manusia, akan lebih mudah mewajarkan dan memaafkan kesalahan yang diperbuat karena ketidaktahuan kan, daripada kesalahan yang disengaja karena pengingkaran. Makanya di Qur'an, orang fasik tuh levelnya lebih parah daripada orang bodoh. Dan kalau mereka meneruskan kefasikannya akan berganti level jadi orang dzalim.
Bahkan ya, kaum-kaum rebel yang bikin Nabi Musa banyak ngebatin ke Allah tuh bukan orang bodoh, melainkan kumpulan orang-orang fasik. Aku kalo jadi Nabi Musa mah mungkin udah greget banget, bakal aku teriakin tuh di depan muka mereka, "dasar dungu!" gitu, hahaha, enggak lah bercanda. Aku gak punya nyali besar untuk itu.
Dan emang, kata Allah juga kebanyakan manusia adalah orang-orang fasik. Ya emang sih, keliatan kok. Manusia sekarang mah nggak bodoh, justru pinter, tapi sayang, uncompassionate.
Bagian paling ngena tentang pembahasan fasik, adalah di surat Al-Hadid ayat 16:
Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka) dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima Kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.
Kebayang gak, ditanya "belum tibakah waktunya?" di posisi sebenarnya kita justru sudah melewatkan waktunya (terlambat) tapi masih dikasih kesempatan. Kerasa banget dungunya. Semacam ditanya, "mau sampai kapan menyesatkan diri terus?"
Relate-nya lagi, surat Al-Hadid itu turun di masa-masa kaum muslimin sudah melewati perang Badar, Uhud, Khandaq, dan sebelum fase Fathu Makkah. Asbabun nuzulnya adalah karena posisi kaum muslimin saat itu persis banget kaya sekarang, lagi loyo-loyonya cuy! Males berdakwah dan ngerasa gak akan ada perang dalam waktu dekat. Sebagian besar surat Al-Hadid sebenarnya ngejelasin "bagaimana bisa seorang muslim menjadi munafik?"
Ringkasnya:
Muslim → malas → tidak disiplin → fasik → zalim → munafik.
Nah aku kan jadi penasaran mau nyari tau apa penyebab-penyebab orang jadi uncompassionate? Nanti deh coba dicari. Kemungkinan relevan dengan alur di atas. Makanya setelah tau ini, harusnya sih aku makin hati-hati. Katakan "hayu" pada keinginan Allah. Dan katakan "sorry ye!" pada murka Allah.
Seru! Jadi punya kesadaran baru dan program baru untuk terus menerus memperbarui pemahaman aku terhadap Allah serta menindaklanjutinya sebagai bentuk compassionate sebagai hamba. Feel deeply (hayati kasih sayang-Nya), think accurately (jangan salah paham ke Allah), dan act wisely (lakuin yang seharusnya).
Hi, Allah. I'm ready to welcome Your great guest; Ramadhan 🫡
— Giza, lagi suka-sukanya belajar konsep empati
(anw, tulisan ini temuan spontan yang diperoleh tiba-tiba bahkan saat lagi ngetik, gokil ternyata nemu persamaan fasik = uncompassionate, hahaha maaf katrok sama ilmu baru jadi langsung nyerocos dan connecting dot by dot langsung di sini tanpa ngotret mentahan dulu di notes. Akan disunting kalau ada yang keliru)
34 notes · View notes
pengagumkata · 3 months
Text
Tumblr media Tumblr media
Laut, gunung, matahari, selalu jadi tempat melamun paling menyenangkan.
16 notes · View notes
duniasoputra · 2 months
Text
Mencintai untuk Patah, Patah untuk Bertumbuh
"Tahu tidak? kalau ada sebuah tawaran film untuk kita perankan, sepertinya kita sama-sama tidak mau jadi pemeran antagonis." Aku memberanikan diri untuk membuka percakapan, sejak tadi kau hanya melamun memandang keluar jendela kereta yang sedang melaju kencang.
"Maksudmu?"
"Selama ini aku tahu kau sudah tidak mencintaiku."
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Terlihat dari sikapmu, aktingmu payah sekali." Aku sedikit bergurau.
"Sok tahu kau."
"Kenapa? Memangnya aku salah?"
"Tidak juga."
"Sial. Benar ternyata."
"Lantas, mengapa selama ini kau diam saja?" katamu penasaran.
"Memangnya kau ingin aku bagaimana? mancaci makimu di sosial media? datang ke rumahmu untuk memarahimu? mengemis-ngemis padamu? protes? menjambak rambutmu karena kau sudah tidak cinta aku? haha bodoh sekali."
"Kau kan bisa memastikan dan bertanya langsung padaku. Atau kau bisa pergi dariku, menerima orang baru. Aku tak akan marah dan tak akan mencarimu."
"Tidak tertarik. Lagipula yang tidak cinta itu kau, bukan aku. Mau kau mencintaiku atau tidak, itu urusanmu."
"Memangnya kau tidak sakit hati?"
"Ya, pastilah. Orang gila mana yang tidak sakit hati ketika seseorang yang dicintainya ternyata tidak mencintainya kembali?"
"Orang gilanya kan kau. Sudah tahu tidak dicintai tapi masih saja bertahan seorang diri." Kau meledek.
"Kau juga sama gilanya berarti. Sudah tahu tidak mencintai tapi malah tidak berani bilang dan bertingkah seolah-olah peduli." Aku balas kata-katamu, tak mau kalah.
"Sial. Kau memang pandai membalikan kata-kata." Kau sedikit kesal, aku menertawakan.
Hening sejenak.
"Tapi, seharusnya aku yang bertanya seperti tadi padamu." Kataku tiba-tiba.
"Bertanya apa?"
"Kalau kau sudah tidak cinta, mengapa kau diam saja?"
Kau terdiam. Berpikir sejenak. "Karena aku tak mau membuatmu sakit hati."
"Kau tidak sedang bergurau, kan?"
"Maksudmu?"
"Maksudku, sejak awal ketika aku memutuskan untuk menerimamu artinya aku sudah siap jika suatu hari harus patah hati karenamu. Patah hati olehmu adalah suatu kemungkinan yang sudah aku perkirakan. Kalau sejak awal kau datang baik-baik dan berkata bahwa kau mencintaiku, seharusnya saat kau ingin pergi, kau bisa pamit baik-baik dan mengatakan bahwa kau sudah tidak mencintaiku lagi. Dengan begitu, sakit hatinya hanya sekali dan aku akan memulai untuk merakit kembali hati yang sempat patah ini. Perihal patah hati, bukanlah suatu hal yang buruk sebenarnya. Patah hati adalah proses bertumbuh untuk menjadi manusia hebat dan kuat. Jadi, kau punya hak untuk mengutarakan bebagaimacam perasaanmu padaku. Kau berhak mengatakan bahwa kau mencintaiku, tentu kau juga sangat berhak untuk mengatakan bahwa kau sudah tidak mencintaiku. Perihal bagaimana aku setelah itu, biarlah jadi urusanku." Aku menjelaskan.
"Tidak semudah itu. Aku juga memikirkan perasaanmu. Kau pikir gampang mengatakan bahwa aku sudah tidak mencintaimu? Bagaimana jika setelah aku mengatakannya kau benar-benar jadi gila?" kau sedikit protes.
"Sebentar, kau pikir juga gampang mencintai seseorang yang tidak mencintai kembali?" aku berhenti sejenak, kemudian melanjutkan. "Dengar, sebetulnya kau tak perlu merisaukanku. Begini-begini aku juga punya Tuhan. Tidak mungkinlah aku menjadi gila karena hal sepele semacam ini."
"Ya, tetap saja aku merasa tidak enak."
"Kau seperti meremehkanku. Kau seperti berpikir bahwa aku akan menderita jika kau tidak ada. Padahal, itu belum tentu. Bukankah langit malam akan tetap tenang walau tanpa kehadiran sang rembulan?"
Kau hanya terdiam.
Hening beberapa saat.
"Jadi, bagaimana?" tanyamu, memecah keheningan.
"Bagaimana apanya?"
"Kau tidak mau bertanya mengapa aku tidak mencintaimu lagi?"
"Untuk apa? Sebagaimana kau pernah mencintaiku tanpa alasan, tak aneh juga jika kau tak lagi mencintaiku tanpa alasan. Jika perlu alasan pun pasti banyak kemungkinan mengapa kau tidak mencintaiku lagi. Alasannya bisa saja karena aku sudah tidak menarik lagi misalnya, sikapku yang menurutmu tidak baik, atau kau merasa aku tidak pernah pantas untukmu." Aku menghela nafas sejenak, "atau alasan yang datang dari dirimu, seperti kau tiba-tiba menemukan cinta yang baru, kau merasa tidak layak untuk dicintai, kau ingin fokus dengan duniamu, atau ada suatu hal yang seharusnya tak kuketahui dan atau seribu alasan lainnya. Tapi, aku selalu yakin bahwa dari berbagaimacam alasan tersebut, tidak ada satupun alasan yang tidak masuk akal. Kau beralasan begitu bukan berarti kau sengaja ingin menyakitiku. Kalau kau sengaja menyakiti, berarti kau memang tidak waras. Lagipula, kalau aku merasa tersakiti sebabnya bukan karenamu. Tapi, karena perasaan dan pikiranku sendiri." Sial. Aku mengatakannya seolah mudah untuk dijalankan.
Kau terdiam, mencerna kalimat yang baru saja ku ucapkan, kemudian bertanya "Lantas, kapan kau akan berhenti mencintaiku?"
"Aku akan berhenti mencintaimu saat mulutmu sendiri yang mengatakan bahwa kau sudah tidak mencintaiku. Aku akan berhenti saat kau mengatakan bahwa aku harus berhenti. Aku akan berhenti saat kau sudah menemukan cinta yang baru. Saat itulah aku akan berhenti."
"Kau tidak sayang dengan dirimu?"
"Aku sayang, tapi santai."
"Kau ini memang selalu tidak jelas." Kau meledekku.
"Iya, seperti hubungan kita, ya?"
"Ya sudah. Maafkan aku."
"Maaf untuk?"
"Maaf karena aku sudah tidak mencintaimu."
"Haha kau ini suka sekali bercanda, ya. Dengar, tidak mencintaiku bukanlah suatu dosa besar. Yang jadi masalah adalah kalau kau tidak mencintai Tuhanmu. Itu baru namanya kurang ajar. Lagipula aku ini orangnya tidak enakan, untuk dicintai orang sepertimu saja aku merasa tidak enak, takut merepotkan."
"Kalau begitu, biar kuubah. Maaf kalau aku sempat membuatmu sakit hati."
Aku terdiam sejenak. "Hmm, bukan masalah sebenarnya. Sakit hati ini sudah jadi risiko yang harus kuterima. Kau tak perlu minta maaf, karena aku sendiri yang salah."
"Memang apa salahmu?"
"Salahku adalah berharap terlalu besar padamu, manusia yang memiliki banyak keterbatasan. Maksudku, kalau aku berharapnya kepada Tuhan, pasti aku akan baik-baik saja, kan?"
"Tapi, tetap saja aku sempat membuatmu berharap."
"Ya sudah, baiklah. Aku maafkan." kataku.
***
Kereta mulai melambat perlahan, tanda akan berhenti di stasiun depan. Beberapa orang bersiap untuk bergegas keluar.
"Baiklah, kalau begitu boleh aku pamit sekarang?" katamu.
"Kalau itu sudah menjadi keputusanmu, silakan." Aku hanya tersenyum
"Kau tidak marah?"
"Kalau aku marah, memangnya kau tidak jadi pamit?"
"Aku tidak yakin." Raut wajahmu memancarkan kebingungan.
"Ya sudah, silakan."
Kereta terhenti.
Kau beranjak dari tempat dudukmu. Melangkah menuju pintu keluar.
satu langkah, dua langkah, tiga langkah, empat langkah, lima langkah.
Tiba-tiba kau terhenti. Membalikkan badan.
Kau tersenyum. "Terima kasih untuk semuanya, senang bisa mengenalmu. Sampai bertemu lagi." Kau melambaikan tangan.
"Iya, terima kasih kembali. Hati-hati di jalan." Aku balas melambaikan tangan.
Kau bergegas keluar. Langkahmu sangat cepat. Kulihat dari balik jendela kau mengusap matamu, berusaha untuk tidak berbalik badan. Banyak beban yang ada dipundakmu, terlihat banyak kebingungan dan keraguan di raut wajahmu itu. Dengan sisa kekuatan, kau berusaha melanjutkan perjalanan untuk mewujudkan mimpi dan cita-citamu.
Untuk sesaat, aku hanya terdiam menatap kursi penumpang dihadapanku yang telah kosong. Mataku terpejam, menarik nafas dalam-dalam, kemudian kukeluarkan pelan-pelan.
Aku mengusap wajah. Menahan agar tidak ada setetes pun air mata yang keluar. Ku ambil buku novel dari dalam tas yang sejak tadi ku gendong. Ku pasang earphone di telinga kiri dan kanan, lalu ku nyalakan lagu Sorai milik Nadin Amizah sebagai teman perjalanan.
Langit dan laut saling membantu
Mencipta awan hujan pun turun
Ketika dunia saling membantu
Lihat cinta mana yang tak jadi satu
Kereta ini perlahan mulai melaju kembali. Pelan tapi pasti, perlahan semakin cepat meninggalkan tempat pemberhentian tadi. Perjalananku masih panjang dan terus berlanjut. Banyak pelajaran yang kudapat dari perjalanan ini, tentu pelajaran berharga ini tak akan kudapat jika sebelumnya aku tidak pernah bertemu denganmu. Saat ini aku telah siap untuk tumbuh menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Di depan sana, sudah Tuhan siapkan berbagai skenario dan kejutan yang tidak terduga. Entah di tempat perhentian selanjutnya akan bertemu denganmu lagi atau tidak. Entah kursi penumpang dihadapanku akan terisi denganmu lagi atau tidak. Entah tujuanku akan tercapai atau tidak. Aku sama sekali tidak tahu.
Yang pasti, di perjalanan saat ini, di episode kali ini hanya menyisakan aku, buku, lagu kesukaanku, tanpa kehadiranmu.
....
Kau dan aku saling membantu
Membasuh hati yang pernah pilu
Mungkin akhirnya tak jadi satu
Namun bersorai pernah bertemu
Sorai - Nadin Amizah
Sorai, 12 Mei 2024
15 notes · View notes
kuebeludrumerah · 1 year
Text
Tumblr media
Ternyata kemarin tuh pertama kalinya aku pulang dan ninggal Ibuk sendirian di rumah. Sebelum-sebelumnya biasanya masih ada Mas atau Mbak di rumah, jadi pas aku pulang ngerasanya masih aman-aman aja tau Ibuk ga sendirian di rumah.
Tapi kemarin beda eh, Pak. Kepikiran terus di jalan, mana ojolnya sok asik, nyampe stasiun beneran ga ketahan lagi sesegukan. Sedih banget, sedih dan ngisin-ngisini secara bersamaan, asem og.
Padahal udah mau sebulan, tapi masih cengeng.
Aku pertama kali punya teman yang ayahnya meninggal itu kelas 4 SD. Beberapa hari kemudian lihat dia masuk dan bisa ketawa seolah ga terjadi apa-apa tuh selalu mikir "kalo aku pasti ngga bakal bisa sekuat itu sih kayanya".
Dan itu terjadi teruuusss sampe kuliah ada salah satu sahabatku yang mengalami hal serupa. Ya aku sih nganggep dia sahabat, gatau kalo dia yha. Besoknya dia bisa masuk dan kaya ngga ada apa-apa. Mikirnya masih sama "dia kuat banget".
Terlepas di dalam hatinya mungkin tiada beda rapuhnya dengan diriku ini. Ya siapa yang tau juga, sih.
Yah tetep aja susah, Pak. Tapi aku seneng Ibuk sekarang sudah baik, udah bisa nonton Family 100 tanpa sedih keinget Bapak huehue, dan yang terpenting sudah bisa makan dengan lahap.
Belakangan aku sadar, hal paling sedih setelah kepergian Bapak, adalah melihat Ibuk yang jadi lebih sering sering melamun.
43 notes · View notes
sarasastra · 7 months
Text
Aku dan Inginku
Begitu sedikit waktu untuk 'menengok diri' belakangan ini. Rasanya seperti waktu terbangun dalam satu hari itu habis untuk mengerjakan pekerjaan utama dan memperhatikan 'orang lain'.
Orang lain yang bukan orang asing, melainkan; keluarga. Keluarga yang dekat dan lekat. Meski hanya beranggotakan dua orang, tidak termasuk aku—tetapi cukup memerlukan banyak energi untuk bisa menjalankan fungsi sebagai ibu dan istri di rumah.
Terkadang aku bertanya, kapan aku memiliki waktu untuk diriku sendiri?
Kapan aku memiliki kesempatan untuk melamun, berpikir lama, sekadar mencari inspirasi untuk karya baruku, atau sederhana saja..
Kapan aku mulai bisa tenang dan lebih khusyu' shalat tanpa diburu-buru karena mendengar tangisan anak. Kapan aku mulai bisa bangun pagi dan menjalani hari sesuai keinginanku—agak slow pace, tidak terasa seperti dikejar-kejar deretan to do list setiap pagi.
Aku merindu kesempatan-kesempatan seperti itu. Bukan seperti aku tidak mensyukuri keadaanku sekarang, hanya saja aku sadar aku butuh waktu sendiri. Aku butuh menyendiri.
Menyadari aku adalah aku, bukan karena peranku. Tapi aku dengan segala keinginanku untuk diriku sendiri.
Bisakah?
Sepertinya agak sulit. Bukan tidak mungkin, hanya aku tahu aku belum bertemu waktunya.
Tangerang, 7 Desember 2023 | 16.49 WIB
14 notes · View notes
punyalululili · 4 months
Text
Rindu
Aku rindu diriku yang setiap kali memiliki hal yang ingin kubagi, aku melarikan diri kesini.
Rasanya sudah lama sekali aku tidak menulis. Membagi cerita kehidupanku dan dibungkus dengan kalimat yang tidak menunjukkan jika itu hanya perasaanku, tapi juga bisa untuk mereka yang merasakan hal yang sama.
Hal yang kulakukan 1 tahun terakhir ini,
Jika mengalami kegagalan, aku lebih banyak melamun di jalan pulang kerja, bercerita pada angin dan tertawa sendirian
Jika sedang lelah, aku lebih suka menghabiskan waktu dengan menggambar, ada banyak kesenangan yang kutemukan saat menuangkan kekesalanku dalam bentuk warna
Jika sedang marah, aku lebih banyak mencari daftar anime yang ingin ku tonton ulang
Jika sedang senang, aku duduk bersama ibuku, dan makan berdua
Tidak banyak yang berubah dari hidupku, aku hanya terkadang merindukan tulisanku.
Jika sempat, aku akan menulis beberapa dalam bentuk quotes atau illustrasi 🙂
Terima kasih kepada siapapun yang membaca tulisanku, doakan aku bisa menulis lagi ya.
8 notes · View notes
diega-guardiola · 25 days
Text
Mengawal Mimpi
Namanya adalah SMK Pelita Mulia. Salah satu SMK paling prestigius di Jawa Timur. Sedikit terisolir, namun ramai pendatang. Bidangnya adalah Informatika, bidang yang masih jarang digeluti kala itu. Sekolah ini menjadi primadona bagi sebagian kalangan. Bagaimana tidak, alumninya sekarang banyak yang bekerja di Dubai, Singapore bahkan banyak yang kerja di Amerika menjadi manager perusahaan besar. Hal menariknya adalah, alumni yang sudah 'settle' akan menarik adik tingkatnya untuk bisa mendapatkan posisi di perusahaan-perusahaan itu.
Sekolah swasta ini terbilang mahal, tapi nyatanya tidak sepi peminat. Sudah 10 tahun berdiri, semakin kesini, semakin berkembang pesat.  Pendaftar nya dari berbagai penjuru daerah. Bisa dikatkan hampir 80% orang yang bersekolah disana bukanlah orang asli Malang. Mereka adalah perantau dari seluruh daerah Jawa, mayoritas dari Jawa Timur. Pendaftar disini adalah dari berbagai kalangan. Persaingan menjadi begitu ketat, ketika ujian masukknya bukan hanya tes tulis, tapi harus melakukan tes fisik. Lari 10 kilometer. Seakan ikut sea games cabang lokal.
***
Hari ujian masuk SMK itu datang. Kali ini adalah ujian tahap akhir. Suasana pendaftaran SMK begitu padat. Banyak mobil-mobil berjajar memenuhi parkiran. Umumnya pendaftar diantar bapak dan ibunya. Ada yang hanya diantar bapaknya. Ada pula yang hampir satu kampung ikut menyaksikan pertarungan mendaptkan kursi di sekolah ini yang hanya ada 200 itu.
Aku duduk menunggu giliran, melamun, memandang pasang kaki berseliweran di depanku. Lalu pandanganku buyar. Tertuju pada sepasang sandal swallow lawas yang berbeda dengan sepatu-sepatu mengkilat lainnya. Sosok pemilik sendal itu adalah ayah yang mengantar seorang anak laki-laki yang akan ikut tes di SMK ini. Dari langkah ayahnya, terlihat ia baru pertama kali ke sekolah ini. Jelas anak dan bapak itu dari luar Malang. Matanya berbinar-binar melihat bangunan gedung, seakan membawa harapan besar anaknya akan sekolah di SMK yang prestigius ini. Dalam hati menggiring opiniku,
"Ia tak gentar untuk memperjuangkan pendidikan terbaik untuk anaknya, walau tulang pipinya menyiratkan betapa beratnya mencari sesuap nasi".
****
Hari pertama masuk SMK, aku tak heran. Lelaki yang duduk di barisan paling belakang itu adalah anak bapak yang aku ingat itu. Mahesa namanya, dia lolos juga.
Beberapa bulan pembelajaran, aku bisa menyimpulkan, Mahesa adalah orang yang sedikit introvert, cerdas, sedikit skeptikal dengan masa-masa remaja yang penuh dengan drama. Baik drama percintaan, drama persahabatan atau drama-drama yang lain. Ia hanya fokus pada dunianya, yaitu dunia informatika. Ia hampir menghabiskan waktunya di depan laptop untuk belajar membuat program. Bahkan kemampuannya sudah cukup jauh dibanding teman-teman sekelasnya.
***
Di suatu pagi. Dia menjadi obrolan. Alasannya sederhana, dia tak mau ikut dalam kegiatan Bulan Bahasa di sekolah. Memang acaranya adalah acara-acara yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran. Hanya suatu tambahan kegiatan di sela-sela semester.
Dia digosipkan tidak peduli sama sekali di acara itu. Dan memilih untuk pulang kampung. Padahal satu kelas sangat berupaya keras dalam membuat kelas untuk bisa menunjukkan hal-hal terbaik. Menghias kelas, mengukuti lomba puisi, membuat drama kolosal dan sebagainya.
Dari insiden itu, ia dikenal tidak memiliki teman, hanya satu teman dekatnya. Alasannya adalah karena dia hanya peduli dengan dunianya. Aku bisa paham dengannya, karena memang tujuan dia bersekolah adalah hanya untuk belajar, bukan yang lain.
***
Suatu hari, SMK ini menginjak kelas 3, dimana masa-masa genting itu berada. Kami dihadapkan oleh suatu langkah yang punya 2 pedang. Antara lulus atau harus mengulang 1 tahun lamanya.
Ketika itu, kami harus bisa menyelesaikan suatu persoalan membuat program aplikasi. Bisa dibilang mirip menciptakan roket terbang. Susah nan rumit. Solanya hampir tidak pernah kami kenal.
Sementara, di tengah malam yang genting di anatara siswa kelas 3. Ada seseorang yang  mengirimkan program lengkap dengan dokumen cara monidifikasinya. Itu adalah dia, Mahesa. Semua orang di group WA kelas diam. Yang tadinya seperti pasar tak karuan. Seketika diam. Sang ketua kelas hanya membalas. "Terima kasih Hes".
****
Ujian berakhir.  Semua dinyatakan lulus. Bahagia. Tapi dia tetap biasa saja. Dari yang kami tak tahu apa-apa tentang dia, dia akhirnya bicara bahwa selama sekolah di SMK ini, dia harus bekerja secara online untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan biaya kos. Pantas saja jika dia sangat skeptikal dengan lingkungannya. Ayahnya hanya seorang buruh bangunan, sementara ibunya telah tiada.
****
Sepuluh tahun telah berlalu, ia yang haya lulusan SMK, bisa menjadi manager di perusahaan USA. Sementara teman-teman yang lain masih menjadi pengabdi perusahaan nasional, mentok di multinasional. Kini ia mempekerjakan banyak orang. Bahkan teman seklasnya ada yang menjadi bawahannya. Tapi sosoknya kini lebih bersahaja.
5 notes · View notes
rereenaa · 2 months
Text
Haruskah Aku Bersyukur?
Malam menunjukkan pukul 01.43 WIB, Nara masih melamun menatap langit-langit kamarnya. Rumah terasa sepi dini hari itu, bukan hanya karena sudah larut, namun juga sebab Ayah dan Ibu Nara yang sudah tiada meninggalkan Nara si anak tunggal. Ayah Nara meninggal 5 tahun yang lalu, sedangkan Ibunya meinggal sekitar 3 bulan yang lalu.
"Apakah aku masih bisa melanjutkan hidup?" "Haruskah aku bersyukur?" "Ya Allah, aku cape, aku rindu Ayah Ibu"
Pertanyaan-pertanyaan tersebut meresap di dalam pikiran Nara, overthinking pada dini hari berkelanjutan sampai Subuh. Naraa shalat subuh, lalu tertidur di atas sajadah seusai berdoa sambil mengurai hujan di pipi nya. Bersyukur itu sulit sekali dijalani bagi orang-orang yang sedang mengalami duka seperti Nara, ditinggalkan oleh orang-orang yang ia sayangi namun tetap harus melanjutkan hidup bukanlah perkara yang mudah. Menerima takdir dari gusti Allah membutuhkan waktu. Walau butuh waktu, semoga Nara bisa segera berdamai, menerima, dan hidup dengan rasa syukur, kelak Nara akan jadi sosok hebat yang disayang Allah.
5 notes · View notes
tikatekii · 8 months
Text
Tentang melihat lebih dekat
Entah kapan atau pada umur berapa aku punya kesadaran kalau belajar itu adalah proses yang indah. Belajar yang aku maksud tidak melulu soal akademik atau menjadi ahli pada satu hal. Melatih diri untuk tidak terlalu cepat berprasangka, ternyata buatku adalah sebuah proses belajar yang lama, dari kumpulan pengalaman dan satu demi satu peristiwa yang pelan-pelan membentuk kesadaran baru. Ketika menyadari sikap dan cara pandangku yang berubah pada suatu hal, momen itu suka bikin aku berhenti beberapa saat buat mikir dan bilang dalam hati "wah, aku dulu gak gini", kadang bingung, kadang senyum-senyum sendiri. Mungkin juga karena sadar sih makin dewasa, eaaa...makin gak tau apa-apa, wkwk
Tumblr media
Tentang melihat segalanya lebih dekat, terdengar sangat petualangan sherina, ya? Hehehe. Aku kurang bisa nih bikin review film, jadi mau meripiu hidup yang rasanya masih relevan aja dengan nilai-nilai kebajikan (asik) dalam Film Petualangan Sherina. Bukan yang ke dua, tapi yang pertama. Nonton Sherina pertama setelah bukan kanak lagi. Kalo diingat-ingat, waktu kecil lebih fokus pada konflik dan relasi musuh-jadi-teman antara Sherina dan Sadam. Dulu mungkin masih terlalu dini ya untuk mengerti nilai-nilai hidup, wkwk pokoknya senang aja nonton film musikal tentang anak sekolah.
Belajar tentang berprasangka baik dari percakapan Sherina dan Ibunya waktu doi curhat tentang sadam yang nakal di sekolah.
Nakal itu penyakit turunan ya, Bu?
Kalau kebaikan bisa menurun, kenakalan juga bisa dong?
Ya gak tau, melihat sadam aja belum pernah
Gak usah diliat Bu, tampangnya ih amit-amit
Kalau begitu, jangan berharap kamu tau kenapa dia nakal kalau gak mau kenal dia lebih dekat
Growing up... setiap kali menghadapi masalah, aku sering meyakinkan diri sendiri kalau manusia itu akan selalu memilih kebaikan, supaya menjauh dari prasangka buruk. Entah aku sendiri, atau orang-orang yang terhubung denganku. Tapi segalanya terlalu terburu-buru, kita jadi gak punya cukup waktu untuk berhenti sebentar, melihat dan memproses prasangka-prasangka.
Setahun terakhir aku suka melamun saat naik speedboat ke desa, ya karena juga gak bisa ngapa-ngapain selain duduk selama dua jam, diem sambil dengerin suara mesin yang berisik. Suara motor perahu agak brutal sih tapi malah bikin banyak merenung, wkwk.
Salah satunya adalah merenungi pekerjaanku yang ternyata banyak mengajari untuk tidak terlalu cepat berprasangka. Tinggal, ngobrol, dan menghadapi macam-macam masalah tiap hari menjadi kesempatanku untuk melihat segalanya lebih dekat. Alamnya, manusianya, dan pilihan-pilihan yang terbatas.
Sudah lebih dekat, apa bisa mengerti? Bisa, tapi gak secepat itu. Butuh waktu dan kerendahan hati untuk bisa berkompromi. Jangankan mikirin masalah sumberdaya alam, hidup manusia sehari-hari aja udah problematik. Tapi setelah mengerti, aku jadi lebih lapang dan siap kalau besok-besok dikasih masalah lebih gede lagi, wkwk. Aku dengan cara berpikirku yang lama, mungkin udah nyerah kali?
P.S Jaman Sherina lagi naik daon, aku yang gak suka minum susu dipaksa minum susu pediasyurrr katanya biar tumbuh tinggi dan jadi pemberani seperti sherina. Tumbuh tinggi sih lumayan, pemberani? Gak yakin sih, hahahah.
Pontianak. Oktober, 2023.
Tumblr media
12 notes · View notes
diamdisini · 7 months
Text
Cerita Ibu
Tumblr media
Sejak sudah tak serumah, cerita-cerita ibu adalah hal yang paling dirindukan. Mulai dari kisah masa gadisnya, masa jatuh cinta, perjalanan hidupnya hingga hal-hal yang menyangkut rahasia keluarga. Cerita-ceritanya sangat menarik untuk dikulik, sering kali juga kakak-kakakku ikut menggoda ibu tentang kisah cinta putih abu. Pipinya merona hampir sama seperti gorden jendela di sisi kamar. Sembari cerita, biasanya senja perlahan pulang menuju peraduan. Masih jelas teringat bagaimana ekspresi wajahnya, lalu diimbangi dengan cara bicaranya yang semakin membuat seru cerita.
Sekarang, setelah anak-anaknya merantau, ibu selalu bercerita dengan siapa ya? Apakah sorenya masih seramai dulu ketika anak-anaknya saling beradu berebut kamar mandi? Masakannya siapa yang habiskan ya?.
Jujur saja, setiap menuju suasana sore yang cerah, masa-masa tumbuh bersama ibu adalah hal yang berhasil membuat air mata tumpah. Bagaimana bisa waktu berlalu begitu cepat sementara ibu masih senang untuk bercerita. Anak-anaknya sudah dewasa, begitupun hari-hari ibu yang kian sepi tanpa kawan. Mungkin ibu lebih sering melamun sekarang, membayangkan betapa indahnya berkumpul bersama sambil nonton TV era 90-an. Kalau boleh memilih, ingin tetap menjadi anak kecil ibu yang manja, agar ibu sempat menghabiskan segala ceritanya.
Untuk kamu, jangan lupa sapa ibumu ya. Dia pasti ingin didengar di sisa umurnya.
Bogor, 10/12/23
Sherla.
19 notes · View notes
seikhlaslangit · 7 months
Text
“Wahai Diriku, Terimakasih Telah Memilihku”
Bagaimana perjalanan 23 tahun mu ? Pasti sangat berat ya .. mulai dari memutuskan untuk bercadar di tahun 2020, merubah circle dan kompos kehidupan. Caci maki, foto2, cerita2 masa lalu tiba-tiba terup di media sosial, sampai pada akhirnya terdengar di telinga-telinga mereka dengan mengatakan ; “Dasar munafik, apa tujuan mu bercadar? Sana cari ilmu dulu jangan asal ikut trend saja” satu kata yang aku terima dengan hati remuk. Berhenti menyebutkan sebuah nama ditahun 2022. Gagal menikah di tahun 2023 dengan meninggalkan jejak trauma yang sangat mendalam .
Aku tau, jika semua ini terasa begitu berat. Beberapa kali menyuarakan “ingin berhenti melangkah” namun, keyakinanku kepadaNya masih terasa begitu kuat.
“ Tidak ada yang paling menepati janji, kecuali Allah” . Ucapnya meyakinkan diriku.
Keyakinanku kembali menguat . Jika semua hal yang aku anggap patah hari ini, akan Allah gantikan dengan kehadiran-Nya. Bagaimana ? Apa itu cukup menjadi alasan untuk kamu bersyukur atas takdir yang sedang kamu jalani saat ini ?
Aku melamun, ..
membayangkan Allah mencukupkan kehadiran-Nya untuk diriku. Pergi ta’lim bersama Allah, sholat langsung dihadapan Allah dan bebas menangis sekaligus bercerita dengan dipeluk oleh Allah. Ingin apa-apa Allah ada, ingin pergi kemana-mana, Allah temani. Ingin dicintai, Allah berikan cinta-Nya. Sesederhana itu, kenapa sulit sekali ? Karna semakin kesini, semakin sadar bahwa menjadi dewasa yang mampu menjaga diri dalam ketaatan kepada Allah itu sulitnya bukan main.
“Ya Rabb, atas segala resah dan segala riuh kepala yang tak bisa aku lisankan, aku yakin Engkau tetap memahamiku melebihi diriku sendiri dan siapapun di dunia ini. Meskipun bahasa yang aku gunakan untuk mengungkapkannya hanya berupa tangisan” .
“Ka, tenangkan hatimu. Maafkan mereka sebagaimana engkau ingin dimaafkan oleh Allah. Tidak perlu membalas dendam. Sembuhkan, lanjutkan perjalananmu untuk menjadi seorang perempuan yang shalihah dan jangan pernah menyakiti mereka yang telah menyakitimu. Karna kehadiran Allah, akan membuatmu merasakan cukup atas segala rasa yang kau beri nama Luka”.
Ustadzah Halimah Alaydrus mengatakan “ Allah punya cara untuk menjawab doamu. Termasuk dengan air mata yang sedang mengalir di pipi mu . Meski rasanya tak adil, tetapi ketahuilah tak pernah tak ada alasan Allah menjawab doamu melalui yang kini membuatmu menangis. Hei, bertahan yaa .. do’a tidak pernah mengecewakan . Hanya sedang ditunda bukan tidak di dengar.
وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا
16 notes · View notes
d-earr · 19 days
Text
USIA DAN KETERLAMBATAN..
Sampai pada usia kematangan dalam menelaah masa depan, usia-usia 26thn untuk laki-laki yang masi mempertanyakan dimana letak pijakan kaki yang bisa meredakan kekhawatiran masa depan, dimana sebuah ketenangan menjalani hidup bisa dipupuk dalam relung kesendirian..
Bagian-bagian kosong itu sering melekat dalam lamunan bahkan peristirahatan, sebisanya menghela nafas meredakan cemas dan gelisah tentang ekspektasi yang diharapkan, sampai pada titik ini aku merasakan belum ada satupun yang dapat ku petik dari yang aku tekuni bertaun-taun, ilmu-ilmu yang aku sia-siakan ketika dipesantren begitu mudah hilang ketika pilihan mengantarkanku pada kepulangan, pengalamam organisasi yang digeluti tak membawaku pada pemikiran untuk tidak khawatir akan apa yang terjadi ke depan, gelar sarjana yang sampai saat ini aku belum bisa menyelesaikan tugas akhir adalam puncak dari cemas mendera sekujur tubuh dan pikiran, orang tua, keluarga, teman-teman yang sangat menanti buah dari apa yang saat ini kujalani menjadi muara rempuhnya harapan-harapan, menyerahh? Menyerah? Tinggalkan? Bisikan yang tiap harinya ku dengar dari kecemasan dan kehawatiran tentang kegagalan..
Peribadatan menjadi sebuah kepulangan untuk mencari ketenangan, untuk melihat perihal rencana tuhan, kembali menelan sebuah arti sabar hari demi hari untuk banyaknya keajaiban-keajaiban tuhan, pun ikhtiar-ikhtiar yang dilakukan tak sedikit nihilnya solusi dan hasil..
Rengkuh-rengkuh pada tuhan selalu aku libatkan dalam sela-sela cemas dan gelisah, pun demikian tuhan tidak cuma aku yang menjadi hamba dan meminta, tuhan aku percaya suatu masa rintihan-rintihan ini akan kau dengar sebab aku tak melibatkan manusia dalam ketidak mampuanku terhadapan masa depan, tuhan..tuhan.. sujudku tak sia-sia bukan?
Selapas menidurkan kekhawatiran itu, langkah-langkah yang selalu membawaku keluar hanya untuk sekedar duduk melamun lalu pulang, ...
3 notes · View notes
kelanapermana · 1 month
Text
Tumblr media Tumblr media
Aku lupa saat mendoakan umur yang panjang mungkin ada diantaranya tidak aku sisipkan keberkahan dalam panjangnya waktu yang aku habiskan, atau bisa jadi terselip sedikit keuntungan fana dari waktu tunggu yang aku kira akan menjadi menyenangkan berlama-lama dan mencari kebahagian di tempat yang menjadi hukuman bagi diriku sendiri. Menjadi dewasa rupanya penuh dengan berbagai kejutan yang mungkin satu-duanya harus mengambil banyak waktu untuk memutuskan, membuatku penuh juga kewalahan, mungkin inilah mengapa sering ku temui teman sebaya entah yang sudah maupun belum berpasang duduk melamun di depan rumah, atau mungkin ibu-bapak yang pada akhirnya hanya menghabiskan waktu cukup lama untuk sekedar menikmati secangkir teh yang mungkin memang dibiarkan dingin. Barangkali mungkin salah satu keputusan terbesarku adalah membiarkan dirimu mengambil peran, juga barangkali aku maih jauh untuk bertanggung jawab dengan warna-warnimu yang sangat aku inginkan, kalaulah hidup ini adalah rentetan sebab akibat antara satu sama lain aku takut mengambil kesempatan itu, bahkan sampai hari ini aku masih sangat jauh dari kata cukup sempurna bahkan juga...terlalu tamak untuk berharap hadirmu dan sikapmu tetap sama walau aku hadir sebagai awan mendung itu dalam hidupmu.
6 notes · View notes