#maya karp | Explore Tumblr posts and blogs

cc-tinslebee · 4 years ago

Text

[steps up to the mic] Listen, this might just be me, but if you’re going to have a large cast of “main” characters, you should probably give those characters opportunities to display their skills and foils instead of handing it off to the “real” main character.

Obviously, this could probably speak to a lot of fandoms, but I’m just gonna talk about The Mighty Ducks for a second because that’s what inspired this train of thought.

A bit of a rant (analysis?) below the cut:

When we look at the movies, I think the original, as well as D2, handled their large cast pretty well. Sure, it was kind of strange not seeing Karp, Peter, Terry, and Tammy/Tommy in the D2 cast, but they seemed to fill their absence decently with the new additions. (Of course, that’s just my own opinion.)

D3’s where my real gripe is, and while I have yet to rewatch it, there are still a few issues about the large cast that come to mind. Going from giving Adam good arcs in 1-2 to side-lining him when there was a perfect opportunity right in front of them, setting up a conflict between Guy and Connie with seemingly little payoff, and completely cutting Jesse (an original and arguably very important Duck) out with, as far as I know, little explanation.

I’d like to clarify before I get into this next part that I actually like Linda as a character; she seemed to have a lot of heart and I really admire that. I don’t, however, appreciate the writers creating a female character for the sole purpose of being the love interest to the lead. I really do believe that they could have made a much more compelling coming-of-age story for Charlie had they not implemented that romance, which didn’t seem to add anything to the plot. It really wasn’t Linda who got Charlie to turn around and realise his kinda self-destructive behaviour, but Fulton and Bombay.

They really would have used their time better focusing on solely telling the story of the Ducks’; Charlie’s refusal to change, actually giving us a vague understanding of Connie and Guy’s lovers quarrel, Adam’s feelings of separation from the Ducks. They really did the Ducks dirty with this one, and, hell, they did Linda dirty too. (And, yes, I do understand that D3 was mainly there to wrap up the story, so naturally things were a little messy.)

Which brings me to Game Changers.

Look, I’m not going to subject you all to me nitpicking this show. I will, however, say this: I hope they give the Don’t Bothers/reclaimed Ducks other than Evan a chance to shine. Even Sofi and Nick, despite them arguably being the “second/third” main (younger) characters. Sam, Logan, Maya, Lauren, Koob — even the Capek brothers! — are listed as main characters, but they’re often not as focused on as Evan. I’ve seen someone argue that Sam was set up to be a really interesting character this first season and they didn’t really do much with him other than in Pond Hockey, which was kind of disappointing, and I think that’s an extremely valid point.

I can only really speak for myself when I talk about things I’d like to see if we get a season 2. Like, if they manage to get Joshua Jackson, I’d be pretty happy with a new-captain-meets-the-old-captain moment, but I would much rather see Charlie bond with Logan over absentee parents over Evan. Logan clearly has some unaddressed issues with his mom, clearly more self-aware that what his mom did was unfair to him, and it just furthers his already established arc (but I’ve spoken about that already). I’d like to see Sam’s character get explored more, and maybe see Bombay help him harness his X-factor! I’d like to see Lauren and Maya’s relationship grow, and the Capeks’ gradual journey learning English! Hey, maybe even see the Reddicks join the new Ducks and bond a bit with Evan like Stephanie and Alex did.

That’s what I, personally, would like to see, not Evan getting handed all the potential arcs. Because he pretty much got everything; absent dad, team captain, love interest, choosing between what's good for him versus the team, getting Bombay back onto his feet, etc, etc. Other than maybe Sofi and Nick, everyone else on the team has 1-2 arcs at most, and I think there’s a pretty good argument out there that some get one to none.

And look, I’m not so naïve that I don’t understand that large casts are hard to juggle. It’s difficult to focus on everyone especially when a particular character speaks more to you and especially with a time limit. But take my Logan and Evan point for example; it’s not hard to assume that a bonding-with-Charlie-over-an-absent-parent moment would go to Evan. That’s probably what the GC writers might assume. But if you take a step back, look at the rest of your cast for a moment, you can see that he’s not the only option. It’s all about sharing the wealth of arcs evenly amongst your characters.

(Also, I wanted to quickly include — I believe — @k-romantic’s idea/joke that Julie should’ve been the one to romance Linda purely because I think it adds to my argument of arcs being forced onto the main character when they could’ve easily been better suited for another character. Obviously, since it was the late 1990s and Disney’s a bunch of cowards, maybe they wouldn’t have used Julie, but I think another Duck dating Linda would have done what the writers were going for just as well, maybe even better.)

#is this mostly incoherent? yeah probably #the amount of analysis I have retaining to TMD in my drafts is astounding-#welcome back to Tim’s Terrible Takes I guess-#the mighty ducks #the mighty ducks game changers

36 notes · View notes

miftahulfikri · 5 years ago

Text

Rivera : Chapter 1

Bip. Bip.

Handphoneku bergetar, terasa dari dalam tas. Biasanya aku abai akan notifikasi apapun, lagipula siapa sih yang mengirim chat waktu kelas berlangsung begini? Yang kuingat kalau grup chat kelas aku mode getarkan supaya tidak berisik. Aku memang tipe orang yang kalau sudah fokus tidak bisa diganggu. Jadi, siapa ini? Apakah Ibu atau Ayah? Ah tidak juga, mereka pasti sibuk bekerja. Selain itu, aku tidak tahu siapa.

Mata kuliah Manajemen Pemasaran ini biasanya membuatku fokus karena begitu mengambil perhatianku disana. Tapi anehnya hari ini, ada yang berbeda rasanya. Aku jadi resah dan gelisah. Apa yang terjadi pun aku tak tahu. Meski aku bisa menyelesaikan kuiah dengan baik, sejumlah distraksi muncul dalam benak yang menghalangiku untuk memahami mata kuliah hari ini.

Akhirnya, jam kuliahku pun usai. Aku bergegas mengecek notif. Aku terkejut, ternyata asalnya dari Rivera. Meski tak biasanya aku terkejut kalau Ia memberikanku pesan, tapi hari ini terasa beda, karena diawalinya oleh sebuah sajak pendek,

“Melihatmu, seakan cukup saja dari jauh. Seperti cara-cara dulu, dimana aku selalu bergetar-getar ketika menahannya.

Menyapamu, seakan cukup saja dengan anggukan. Seperti cara-cara dulu, dengan wajahku yang tersipu malu dan memilih pergi.

Memikirkanmu, seakan cukup saja dalam beberapa waktu. Seperti cara-cara dulu, ketika aku merindukanmu dan diam-diam namamu berada di hatiku.”

Rasanya, kukenali sajak ini. Mungkin postingannya sekitar dua bulan yang lalu kalau tidak salah. Tapi kenapa dia meng-copy paste dan dijadikan isi pesan? Penasaran, kubalas langsung chatnya,

“Oi Ver, apaan sik. Gue lagi kuliah tadi. Lu gabut ya, ngirimin gue puisi?”

“Wah maaf ya. Haha. Gue juga kuliah, tapi tadi gue lagi ngga ada dosen sih,”

“Lah, ngga mutu dong!” Kirimku dengan emot melet. “Kuliah apa emang?”

“Psikologi Perkembangan” jawabnya. “Tapi nanggung sih, masih ada satu matkul lagi sore ini,”

Dua menit berlalu.

“Nan, inget ngga hari ini hari apa?”

Hari apa memangnya, ya. Masa dia tidak punya kalender. Memangnya, ada yang spesial?

“Kamis. Emang kenapa, Ver?”

“Yela, lu ngga nyadar apa?”

“Ya apaan? Ini malam jumat kliwon, maksud lo?”

“Hari ini tuh tepat tiga tahun kita kenal loh, masa ngga inget?”

Deg.

“Maksud lo, gimana Vera?” Aku megap-megap mencari brankas ingatan.

“Iya, ini setahun pas kita ketemu pertama kali di gath Tumblr. Masa lupa?”

Oh iya. Aku ingat, aku jelas ingat. Tapi terlalu haruskah untuk diingat? Tapi, kuakui Rivera memang selangkah lebih maju dalam mengingat sesuatu yang detail. Katanya, setiap tanggal penting dalam hidupnya selalu ia catat dalam diari.

“Ya jelas lupa, lah, Ver. Emang hari ini ya?”

“Iyaa, gue ketik kok di Tumblr gue. Kebetulan gue repost juga,”

“Oiya?”

Tak kubalas lagi. Tidak begitu penting. Untuk apa mengingat hal itu? Tapi hati kecilku tak bisa bohong untuk tida mengingatnya. Se-spesial itukah pertemuan itu?

Setengah jam kemudian, aku sudah sampai di kost. Rivera langsung meneleponku untuk benar-benar membicarakan cerita pada hari itu.

“Halo, oi niat amat nelpon,”

“Bodo amat. Masih ada dua jam lagi ke matkul terakhir. Lu udah di kosan?”

“Hooh. Eh anyway, lu jadi ngingetin gue ke acara Tumblr itu tau ngga..”

“Bahahaha, lu inget kan? Menurut gue hari itu lucu sih, gue masih inget loh baju yang lu pake, apa yang didiskusiin, sampe kado.. dari lu masih gue simpen loh Nan,”

“Woo iya, hahaha. Cerita-cerita yuk, flashback. Kayanya seru nih,”

Dari yang awalnya tak peduli, akhirnya aku terkikik juga, menerka-nerka apa yang terjadi pada saat itu, tentang segala detail yang begitu mengagumkan untuk diingat oleh Rivera.

“Hahaha, lu masih inget ngga, Nan... waktu itu...”

----------

2015.

Hari itu Kamis yang cerah. Aku ingat betul kalau siang itu aku bergegas keluar dari kampus tanpa mandi sore. Bahan kuliahku hari ini tak begitu berat, jadi tak perlu balik ke kostan. Tak perlu ada sesi make-up dan langsung ngebut cantik dari Setiabudi menuju tengah kota, tepatnya di kawasan Naripan. Untungnya, titik macet yang kukira ada belasan titik menuju tempat tujuan ternyata tidak sepadat biasanya. Bandung sedang ramah, entah karena akunya juga yang sedang senang. Segalanya sudah kupersiapkan dengan baik, termasuk kado spesial yang sudah kubungkus sejak larut malam tadi.

Ini pertemuan pertamaku, dengan seluruh teman-teman dunia maya yang sudah lama saling bersua, follow-memfollow karena karya-karya yang memanjakan mata. Ini mungkin gathering pertama anak-anak Tumblr se-Bandung, setelah hampir dua tahun sebelumnya aplikasi besutan David Karp ini meledak penggunanya di Indonesia. Seakan-akan, di dunia Tumblr lah aku banyak menemukan potensi-potensi seniman yang terpendam dari anak-anak muda, khususnya selingkaran Bandung.

Sejak masih berkendara, aku sudah merasa akan bertemu dengan seseorang yang kukagumi sejak lama. Akun akun bernama lucu yang menurutku sudah terkenal dengan sekali posting langsung menarik ratusan like dan reblog, hari ini aku akan melihat wajahnya langsung. Menurutku, bertemu dengan seorang seperti ini mungkin akan jadi menarik, selain memang penasaran bila ngobrol santai dengan mereka itu seperti apa. Diluar itu, aku memang kagum akan karya-karya mereka, tentang aku yang merasa sudah masuk semesta yang benar untuk berkarya.

Meski aku bersemangat, nyatanya aku sempat tersesat. Sudah sampai di daerah Tamblong, aku tidak langsung menemukan cafe yang dituju. Malah aku berputar-putar di jalanan Asia Afrika, lalu ke jalan Naripan, dan malah masuk ke jalan Braga. Kukira mudah menemukannya di pinggir jalan, ternyata aku terlampau meremehkan Bandung. Pusing berputar-putar meski sudah dibantu gmaps, akhirnya lima belas menit berkeliling aku baru menemukannya. Memang benar di pinggir jalan, tapi sebelah kiri persis di pinggir lampu merah Jalan Tamblong, yang sejak tadi kulewati dua kali. Aku terdistraksi lampu merah dan kemacetan yang memburu.

Usai memarkir motor dengan tergopoh-gopoh, kuhampiri seorang perempuan berbaju merah kotak-kotak yang duduk persis di depan meja pendaftaran yang kusapa dengan ngos-ngosan. Ternyata jumlah mereka berempat, yang aku heran kenapa disana perempuan semua, tak ada raut-raut wajah lelaki yang sudah duduk nyaman sejauh aku mengedarkan pandangan.

“Kak, maaf saya telat.. hhmmm, udah mulai ya kak?”

“Oiyaa, ngga apa-apa kok. Emang tadi darimana?”, ujar salah satu perempuan berkerudung merah, ramah.

“Dari Setiabudi, kak. Duh tadi macet parah di Cihampelas, jadi telat deh,” ujarku, beralibi.

“Woo iya deh, hehe. Tapi ngga tersesat kan sampe sini?”

“Muter doang kok, kak, ampe dua kali di lampu merah ini. Baru ketauan eh ternyata pinggir jalan banget. Saking rusuhnya kali ya,”

“Oke deeh. Tulis namanya disini, sama kontaknya segala macem dilengkapin. Abis itu langsung pesen makanannya aja ya,” tunjuk perempuan itu pada kertas-kertas di hadapannya. Aku bahkan tak sempat kenalan.

“Sama kadonya ntar ditaruh disitu ya, di pojok kanan. Tuh yang numpuk. Bawa kan kadonya?”

“Oh iya kak, ada ada ini, udah disiapin kok kak, hehe,” Tergesa aku membuka tas, mencari kado yang kupersiapkan semalaman. Sesuai anjuran panitia, kado ini tak boleh lebih dari seharga sepuluh ribu rupiah. Kubelikan saja jepitan rambut berwarna ungu. Kalau lelaki yang nanti mendapatkannya, aku berjanji untuk tertawa cekikikan.

“Udah ya nulisnya? nanti langsung gabung aja ke barisan depan. Masih ada kursi kosong, kok. Silakan,”

“Makasih, kak,”

Meski aku merasa wajahku penuh debu jalan, aku berusaha tersenyum setulusnya untuk siapapun yang kutemui. Ternyata, ramainya diluar ekspektasiku. Kukira, dipilihnya cafe yang tak begitu besar ini sedianya memang menampung peserta yang tidak terlalu banyak, paling dua puluhan orang. Tapi aku salah.

Ketika aku masuk, benar acara sudah dimulai. Apalagi yang bisa kulakukan selain manahan nafas ketika hampir semua kepala menoleh ke arahku, mungkin jumlahnya hampir tiga puluhan orang. Sial, kursi kosong memang hanya ada di bagian depan. Jadi, perlahan-lahan aku harus menyuruk-nyuruk diantara kaki-kaki mereka, mengucapkan punten hingga lebih dari tiga kali. Cafe ini ternyata tidak muat untuk menampung puluhan orang yang begitu antusias, agak terasa sedikit meriah sekaligus sesak disini.

Ketika aku duduk, masalah belum selesai. Aku celingak-celinguk untuk mencari variabel apa yang rasanya salah. Kudengar bisik-bisik kecil dan cekikikan dari ujung sana. Apa yang salah padaku? Tapi memang kurasa ada, sih. Tapi aku lupa atau tidak tahu apa.

Ah! Aku salah kostum...

Memang, sebelumnya sudah kuketahui tema dari gathering kali ini adalah berwarna gelap. Tapi aku tak punya waktu untuk sekadar berganti baju. Mungkin rasanya aku sendiri yang memakai kemeja putih bergaris hitam, kututup dengan jaket berwarna tosca. Aku merasa tak nyaman, meski semuanya harus kukendalikan.

“Ya, ke akang yang baru datang yang di pojok kanan depan, gimana pendapatnya, kang?” Pembicara yang sedari tadi di depan, menunjukku sambil tersenyum.

Aku megap-megap. Aku tak punya bahan untuk menjawab. Raut mukaku sudah pias untuk sekedar tersenyum. Meski aku sayup-sayup mendengar pokok pembicaraan, tapi aku belum sepenuhnya siap karena datang dari tengah-tengah acara. Sial.

“Gimana kak, bisa diulangi pertanyaannya?” Refleks aku berdiri.

“Hehe. Baru dateng ya? Ngga apa-apa, duduk aja gausah berdiri,”

Kontan, aku mendengar seisi ruangan tertawa. Gerr. Aku merasa diospek karena keterlambatanku.

“Namanya siapa, kang?”

“Rinan,”

“Oke. Menurut kang Rinan, arti cinta dalam diam itu apa sih?”

Aku menggumam. Butuh waktu sepuluh detik untukku mencari padanan kata yang tepat. Ini kesempatanku untuk memperbaiki kesanku.

“Cinta dalam diam itu... menurutku adalah cinta yang menunggu momen. Dimana bukan berarti diam itu ia berarti pecundang. Terkadang orang-orang yang diam itu hanya lebih banyak perhitungan, tentang langkah-langkah apa yang akan dia ambil.”

“Wow. Jawaban yang menari, nih. Beda dari biasanya,”

Aku menangkap senyum dari perempuan ini. Suasana terasa lebih cerah dan nyaman sekarang.

“Lalu, apa yang harus dilakukan orang yang mengalami cinta dalam diam?” Tanyanya kembali dengan lebih halus.

“Orang yang memelihara cinta dalam diam adalah orang yang sebenarnya menikmati fase ekstase dari mencintai. Ketika ia sadar bahwa ia terlalu lama dalam bayang semu, hendaknya ia keluar, kan? Karenanya ia tak boleh diam lagi. Ia harus berbicara, bahkan apapun respon yang didapatkannya”

Entah kenapa, aku menjawabnya semudah sepoi angin. Apakah karena aku menjiwai pertanyaan ini? Entah. Aku merasakan lima detik tanpa suara dalam ruangan itu. Hanya bunyi AC yang menderu-deru. Perlahan, ada tepuk-tangan yang membantu mencairkan suasana. Siapa lagi kalau bukan dari perempuan pembicara bertopi fedora coklat di depanku ini. Sontak balasan tepukan lain menggemuruh dari sebagian besar perempuan yang ada di ruangan.

Aku tersenyum. Rinan, you making a best clearance, today.

----

Setelah sesi sharing bertema cinta tadi selesai, baru kutahu ternyata perempuan pembicara tadi adalah orang yang sudah lama kufollow, yaitu akun menulisdiri. Di bio nya kulihat ada nama Astarivera, mungkin itu nama aslinya tapi entahlah. Aku tak sadar karena profile picture Tumblrnya itu siluet, tipikal penulis misterius lain dalam semesta Tumblr. Menebak tulisannya dulu, kukira perempuan ini mestinya cantik. Dalam hits postingannya selalu saja hampir 400 notes keatas dan sering berseliweran di beranda Tumblrku, toh orang yang kufollow juga mereblog postingannya. Berarti aku tadi baru saja berbincang dengan artist-nya, pantas saja ia yang jadi spotlight acara.

Sekarang sesi istirahat shalat. Aku kebetulan sedang mengantri wudhu paling belakang, jadi aku memilih untuk duduk selonjoran di sofa empuk yang sejak tadi kuincar. Masih terasa hangatnya bekas duduk peserta yang lain. Betapa nikmatnya leyeh-leyeh, apalagi sambil berselancar mengamati dashboard Tumblr. Hanya ada beberapa lelaki yang datang, pun belum sempat berkenalan.

“Hai Rinan,”

Aku tergagap. Perempuan yang tadi.

“Hai teh, eh kak,”

“Haha, jangan panggil kak lah. Aku Astarivera, panggil aja Rivera” ucapnya, sambil menjulurkan tangan. Aku tergopoh menyambutnya.

“Halo, aku Adrinandi. Dipanggil Rinan,”

“Tadi macet emang, sampe telat?” Ujarnya menekuri tas bawaanku yang besar penuh diktat kuliah. “Baru balik ngampus ya?”

“Hooh, makanya tadi buru-buru juga. Setiabudi ke Cihampelasnya yang stuck banget hehe. Kelasnya kelar jam setengah tiga, langsung cus.”

“Eh iya? Gue juga dari Setiabudi. Elo anak UP juga? Jurusan apa, angkatan berapa? Ujarnya antusias bak bertemu teman baru. Perlahan-lahan, topi fedoranya ia lepas dan menggeraikan rambut panjangnya yang ternyata digelung rapi. Aku kecele, wajahnya tampak lebih muda tanpa tutup kepala. Selanjutnya, nada berbicaranya lebih ramah entah kenapa.

“2014. Teknik Industri,” ujarku. “Cuma di UPS, bukan di UP,”

“Oalaaah. UPS toh. Seangkatan dong kita, gue juga 2014 kali,”

“Wah. Aku kira kamu lebih tua loh. Keliatannya gitu banget tadi, kaya yang udah jadi narsum sastra banget,”

“Bisa aja lu, haha. Gue anak psikologi kok, bukan sastra,”

“Asli Bandung?”

“Ngga. Gue dari Jakarta. Baru pindah ke Bandung pas kuliah,”

I see. Logatnya memang tak ada sentuhan bahasa Sunda sama sekali.

“Kamu yang punya akun tumblr menulisdiri, bukan?” ujarku, sambil iseng mencopot kaus kaki.

“Yupp benar banget,” Ia tertawa lebar. “Kok tau?”

Siapa yang tidak tahu, menurutku. Hampir tiap saat tulisannya berseliweran di dashboard. Aku heran dengan jumlah hitsnya. Kuakui memang tulisannya bagus, tapi jumlah hitsnya itu kadang tak masuk diakal, kadang hingga ribuan. Meski aku belum pernah dengar kalau ada jual-beli followers di Tumblr.

“Ih aku udah follow kamu udah lama, tauk. Keren lah, hari ini aku beneran ngobrol ama seleb Tumblr, haha”

“Biasa aja kali, haha. Seleb mah kata orang doang, selebihnya gue sih cuma amatiran pada umumnya,”

Aku menggeleng. Penampilannya tak tampak biasa saja. Dengan topi fedora berwarna coklat, dipadu dengan cardigan dan jeans skinny biru tua serta sepatu canvas, rasanya aku melihat ada selera berbusana yang mengagumkan. Memang, kukira pembawaannya seperti seniman karena ada aksesoris macam gelang yang begitu kentara. Sisanya, aku hanya kagum pada isi kepalanya, tentang puisi-puisi dan prosa pendeknya. Bahkan aku merasa tebakanku tepat, tak mungkin perempuan dengan tulisan sebegini bagus tidak ditunjang oleh wajah yang cantik.

“Eh aku sholat dulu ya, nanti masih ada sampe sesi tuker kado kan?” ujarku melihat antrian yang sudah kosong.

“Iyap bener. Sok aja, gue non-muslim soalnya,”

“Oh iya?” aku terkaget, tapi langsung memaklumi dengan sendirinya. “Pantes,”

Tanpa sadar aku mengucapkan kata itu. Sialan! Aku mencoba tergelak. Lelucon yang tak lucu memang, tapi entah kenapa aku takut salah bicara.

“Pantes karena gue ngga ikut ngantri juga, kan?” Senyumnya tipis. “Udah solat dulu aja sana, Nan.”

Wajahku entah kenapa memerah.

---

Sesi berbagi kado yang kutunggu sebenarnya dimulai setelah maghrib. Acara terakhir ini dimulai setelah sesi makan bareng. Setelah sesi istirahat shalat Ashar, peserta mulai mengular menuju ke meja khusus prasmanan yang disediakan. Entah kenapa, aku yang ikut mengantri merasa kalau peserta yang baru selesai shalat itu tampak lebih bercahaya. Sisanya, tak ada yang spesial. Selama lima belas menit mengantri, aku bahkan tidak menyapa perempuan yang ada di depan maupun belakangku.

Pada akhirnya, Aku mencari teman sepergaulan satu kampus, setelah kudengar dari ajakan perempuan meja paling ujung kanan yang menyebut nama kampusku. Totalnya ada tujuh orang denganku, sebagian besar tak saling kenal karena kampusku memiliki cabang lebih dari satu. Kami hanya tersenyum dan berhaha-hehe klise, hanya bertukar kabar di fakultas masing-masing. Meski satu nama almamater, ternyata frekuensi pembicaraannya agak berbeda, sebagaimana ada belasan kilometer yang memisahkan kami. Entah mungkin cuma feelingku saja.

Sesi makanpun selesai tanpa banyak kesan. Untungnya, adzan maghrib hari itu datang cepat, sehingga melepaskan aku dari segala bentuk kekakuan.

----

Hampir semua sudah shalat. Sesi terakhir pun dimulai.

“Halo teman-teman, sekarang saatnya sesi tuker kado yaa,” ujar seorang lelaki bernama Arya yang memecahkan suasana. Kali ini ia bersama dengan perempuan cantik berjilbab biru teduh, yang belakangan kuketahui namanya Dewi, salah satu seleb Tumblr juga.

Semua bertepuk tangan riuh, tak terkecuali aku. Aku tidak berharap mendapatkan yang setimpal, sebenarnya. Tapi aku benar-benar antusias dengan hal-hal yang misterius, hal kecilnya ada pada isi kado yang nantinya akan didapatkan secara acak itu.

“Oke, sistemnya mau gimana nih?”, tanya Teh Dewi.

“Dikocok aja teh, sesuai absen pas dateng” Ujar Vina, teman sekampusku di sesi makan bersama tadi.

“Diputar aja teh, pakai lagu, nanti pas lagunya berhenti, berarti kadonya kita yang kita dapat itu” sergah seorang lelaki di pojok belakang.

“Gimana gaes, ada usul lagi ngga? Kalo ngga, mau yang pake usul yang mana nih?” timpal kak Arya.

Sejenak suasana hening. Belum ada lagi icebreaker.

“Pake cara kedua aja kang, setuju ama cara si teteh. Jadi lebih asik aja gitu pake musik, sambil nyanyi, sambil muter juga. Ntar kalo ada kado yang sama ama pemiliknya, tingga dituker aja ama yang disebelahnya,”

Aku melengos ke arah belakang. Rivera sudah duduk manis berjarak sehasta dariku. Dari mana ia muncul? Kok sejak tadi tidak kulihat? Lalu aku menyadari betul di hadapan mejanya ada sebungkus rokok mentol. Ada ekstase lain yang muncul dari kesanku terhadap perempuan ini.

“Sepakat, kang!”

Tiba-tiba aku yang berteriak lantang, membuat semua kepala mengarah padaku. Bukan soal aku yang meneguhkan usulku, melainkan karena suaraku yang lantang bagai menyamai suara lelaki yang yang duduk di pojok barusan. Dan hanya aku sendiri yang berteriak... dan aku tanpa sadar menoleh kearah Rivera, terperangkap dalam tatapan yang membeku selama beberapa detik.

“Oke deh, kita sepakat, ya. Pake cara kedua, setuju semua?” simpul Kang Arya.

“Setujuuu...” semuanya kompak bagai koor.

Pembagian kado pun dimulai. Tapi aku agak geli dengan musik yang dipakai, karena musiknya dangdut berjudul Sakitnya Tuh Disini. Jelas-jelas tidak sewarna dengan suasana cafe yang berornamen klasik. Tapi tak apalah, toh semuanya juga ikut bernyanyi.

Kado pun berputar-putar. Aku hapal betul kadoku sedang berputar di tangan siapa. Aku juga antusias pada kado yang kupegang sementara, berpindah ke yang ukurannya besar dan kecil seiring lagu yang masih bersenandung, tapi aku penasaran sekali di tangan siapa kadoku nanti akan sampai.

“Stop!”

Musik berhenti, begitupun tangan-tangan kami yang sejak tadi sibuk berganti kado. Sudah sampai sebuah kado berbentuk persegi panjang tipis seukuran buku di tanganku. Aku kira ini memang buku, meski aku tak peduli apakah harganya dibawah sepuluh ribu rupiah atau tidak. Lumayan, kalau kadoku yang cuma pita rambut itu dibalas dengan sebuah buku.

Eh tapi... mana kadoku tadi? Siapa yang menerimanya? Apakah lelaki atau perempuan? Aku tak tahu, keadaan sudah begitu riuh seketika. Kebanyakan mereka sudah menuju tempat duduknya masing-masing. Aku sudah cukup senang dengan buku yang kudapat, pun tak penasaran dengan judul apa yang tersembunyi dibalik kertas kado berwarna biru ini.

“Udah megang kado semuanya? Okee sekarang pada dibuka yaa, satu.. dua.. tiga..” kata Teh Dewi.

Aku sejak tadi mengira ini sebuah buku, terkejut bukan main karena isinya ternyata berbeda. Ini adalah sebuah bungkus VCD yang kukira buku. Aku curiga pada isinya, entah ada atau tidak. Ternyata ada, memang ada sebuah kaset VCD disana, tanpa gambar apapun kecuali merk VCD-RW. Meski tanpa keterangan apapun di kasetnya, di cover kaset tertulis “Tom & Jerry, Vol.45”. Apakah benar ini kaset kartun? Aku tak yakin.

Disana-sini timbul kegaduhan. Ada yang mendapatkan gelas, buku, stiker, bahkan boneka rajut. Hampir semuanya bahagia karena seperti mendapatkan hadiah terbaik yang diinginkan. Yang kudapat hanya sedikit meleset dari perkiraan, tapi kukira kalau ini benar kaset Tom & Jerry, tentunya bukan hal yang buruk-buruk amat.

“Oke, udah dibuka semua kan kadonya? Okeey, kado mana nih yang paling mahal?” seru Kang Arya.

Beberapa orang mengacungkan tangan. Ada yang mendapat novel berjudul Allegiant, ada yang mendapat mug bergambar Captain America, ada juga yang mendapatkan kaos doraemon. Gila, ada yang benar-benar niat memberi kado.

“Kado yang paling so-sweet ada ngga?”

Ada juga yang mengacungkan tangan. Ada kado yang biasa saja, tapi plus surat cinta. Beberapa dilengkapi juga dengan puisi. So sweet memang, kecuali kalau ketahuan ternyata yang menulis puisi itu ternyata laki-laki, pun yang menerima puisinya itu juga laki-laki.

“Kado yang paling aneh siapa?” tanya Teh Dewi, mengedarkan pandangan.

Sepi. Semua mencari-cari siapa yang kadonya paling aneh. Beberapa detik kemudian, ada suara perempuan dari belakangku yang teriak paling lantang.

“Saya, teh!” Semua orang menoleh ke sumber suara. Ternyata Rivera, dan ia memegang benda yang begitu kukenal. “Ini, dapet jepit rambut ungu,” ucapnya berbinar.

“Emang yang aneh, kenapa?” sergah Kak Dewi.

“Aneh aja sih, hahaha. Tadi pagi saya kepengen banget beli jepitan rambut, eh malah dapet sekarang gratisan. Padahal, cuma sekelewat doang pengennya eh langsung dikabulin. Aneh, soalnya jarang sih kejadian kaya gini,” ujarnya tertawa.

Deg. Kadoku, tanpa sadar sampai ke tangan perempuan yang rasanya aku begitu kentara kukenali dalam waktu yang lama, namun tanpa nama.

---

Pada akhirnya, sesi tukar kado adalah sesi terakhir di gathering ini. Setelah semua rapi dan ditutup dengan doa, seluruh peserta akhirnya berfoto bersama. Senang rasanya bersama dengan orang-orang yang ada di semesta yang sama, yang pada akhirnya bertemu dalam satu komunitas. Kurasa, ada hal baik yang akan jadi motivasiku untuk terus berkarya dalam perkumpulan ini. Orang-orangnya asyik dan optimistis, membuatku jadi kian bersemangat.

Setelah pamitan dengan Kak Arya dan Kak Dewi, aku pun bersiap-siap menuju parkiran motor. Tiba-tiba suara yang kukenal menyapaku dari samping.

“Hai, mau langsung pulang?” Pekik Rivera dari kejauhan. Mendekatiku, dengan menggelung rambut sebahunya.

“Eh hai, iya nih, mau langsung kayanya.”

“Pulang kemana?”

“Ujungberung nih. Kamu?”

“Ooh aku ke kosan sih, daerah Maranatha. Tadinya mau bareng kamu kalo searah, hehe.”

“Aduh, sayangnya ngga. Gimana dong?”

“Oh, yaudah. Selo aja. Tiati di jalan ya,”

Ketika ia membalikkan badan, aku seketika teringat dan spontan bertanya.

“Eh, kamu yang tadi dapet jepit rambut kan?”

“Iya haha,” ujarnya, sambil mengaduk-aduk tas kecilnya. “Lucu sih. Gue simpen aja ntar. Lu juga yang dapet VCD Tom & Jerry kan?”

“Iyaa haha. Anyway, itu jepitan ungu dari kadonya aku loh hehe. Maaf ya, tipenya biasa benget,”

Dia terkejut tapi sambil tersenyum, mendekat ke arahku.

“Oh, itu dari elu, Nan? Haha. Kok... bisa.. ya.. tadi denger kan tadi gue kepengen banget punya jepitan rambut pagi ini,”

“Iya, denger kok. Tapi masa iya sih?”

“Iyaa beneran,” Ia tertawa lebar.

Semesta memang berkonspirasi kali ini. Sejenak aku masuk dalam fase canggung. Tenggelam pada senyumnya yang manis.

“Kok kebetulan banget gini yah? Haha.”

“Percaya ini cuma kebetulan? “ Ujarnya.

Aku terdiam. Mengerti apa yang dimaksud olehnya, tapi tak menemui kata yang cocok untuk menjawab.

“Hehe, gatau ah, iya kali. Yaudah, kalo gitu aku pulang duluan,” ujarku, sembari mengenakan helm, “Makasih Ver, buat hari ini,”

“Eh, apaan sih, Nan?” ujarnya salah tingkah.

“Maksudku, makasih udah jadi panitia acara ini, haha. Makasih buat sharingnya tadi yang bagus banget, gituu” balasku terkekeh.

“Oooh gitu, iyaa hehe. Sama-sama. Makasih juga udah dateng,”

“Okaay, sama-sama Vera. Kamu hati-hati baliknya,”

Aku berlalu dengan kecepatan standar. Beberapa detik kusadari lewat spionku, kalau Rivera sempat melambaikan tangan dan berdiri diam tidak bergerak. Seperti menunggu, sembari mengawasi jalanku. Entah debar apa ini, riak hati yang tak biasa. Ah, aku mungkin terlalu berlebihan. Tak lain ini hanya perasaan gembira ketika berkenalan orang baru. Tak lebih dari itu.

Sedari tadi aku tidak sadar sudah berguling beberapa kali di kasur, karena keasyikan mengobrol dengan Rivera.

“Hahahaha......... lu kaku banget, anjir. Gue geli pas elu ngomong aku kamu, hiiih,”

“Hahahahahaha.... kampret,” aku menyadarinya, sekarang memang sudah jauh lebih cair. “Bego nya, gue ampe lupa minta nomer hape lu, Ver. Malah gue inget pas lagi di jalan pulang,” ujarku terkekeh.

“Tapi ah... akhirnya kan kontakan juga,” suaranya terdengar bersungut. “Nah, lo udah inget semua kan, Nan? Betapa spesialnya hari ini dua tahun lalu?”

“Iya nan, gue inget kok. Parah banget sih, lucuk, coincidence-nya,”

Aku mendengar Rivera mendeham panjang. Kata “spesial” yang menurutku belum memberikan definisi apa-apa.

“Nan, masih ngira kalau itu coincidence?”

Aku lagi-lagi terdiam. Ini pertanyaan yang bahkan belum kutemui padanan jawaban yang tepat.

“Hahaha, gue pikir sih ngga, Ver. Pasti ada sebab musababnya,”

Iya ver, mungkin.

“Aelah, basi. macem Mario Teguh aja lu, hahahaha,”

“Hahaha dasar lu, hmmm,”

Sejenak ada waktu untukku bungkam. Merapal memori, sekaligus mengatur riak-riak perasaan yang kadang mengganggu.

“Oi, dosen lu udah masuk belum?” Ujarku, memecahkan suasana.

“Belum, Nan. Sekitar 10 menitan lagi kali,”

“Woo yaudah, gue mau makan siang dulu ye. Lu kuliah aja yang bener, susah masuk negeri tau ngga,”

“Bawel. Iyadeh. Yaudah ya Nan, gue kuliah dulu,”

“Iyee, iyee. Dah yaa. Bye, Astari,”

“Bye, Adri..”

Telepon ditutup dengan degup yang lagi-lagi berbeda.

...

Aku merasakan segenap perasaan yang bercampur aduk. Aku bingung memaknai pertemuanku dengan Rivera yang hari ini genap dua tahun. Aku merasa tak ada yang harus dispesialkan pada mulanya, tapi perempuan ini memang berbeda. Perlahan-lahan, kudapatkan feeling yang berbeda tentangnya.

Aku, Adrinandi, selama ini tak mudah untuk membuka hati pada sembarang perempuan. Tapi padanya, seolah-olah aku mempersilahkannya datang tanpa harus bilang permisi. Meski, ruang tempatnya singgah jelas kubatasi. Aku bahkan belum siap dan takkan mempersiapkan segala hal yang lebih jauh lagi.

Bersambung...

[Download versi pdf disini, totally free!]

Bandung, 16 April 2020.

#Rivera #cerpen

38 notes · View notes

muhammadnurikram · 6 years ago

Text

Monday, September 09, 2019

MY FIRST BLOG

Assalammualaikum Ikram na karp🙏🏻 Hi Korang. Apa Khabar? Sihat ke tu? HEHE :P

*Kita kenal-kenal dulu ok ;)* Nama aku Muhammad Nur Ikram Bin Abdullah. Hari ni First Blog aku pada tarikh yang cantik pula tu. 09/09/2019 LOVE <3

So tak banyak topik lagi. Aku cerita lah pasal BIODATA aku dulu. Aku Lahir pada Tanggal 11 March 1995 dilahirkan di Hospital Besar Kuala Lumpur (HBKL) dan dibesarkan di Petaling Jaya, Selangor

Aku ni Anak bongsu dari 3 Beradik. First kakak, Second Abang aku. Dan Last sekali, Aku lah tu. *Yang Bongsukan :P*

Hobi aku sekarang ni, Baru cuba nak berjinak-jinak kan diri dalam Memblog sebagai Hobi baru aku.

So, Harapan aku bolehlah buat Blog banyak-banyak lepas ni kannn? HEHE ;P

Cita-cita aku? Nak jadi seorang USAHAWAN YANG BERJAYA. *Suatu Hari Nanti* AAMIIN...0:)

AAMIIN kan tau?

Makanan Kegemaran aku? Ha part ni memang CEREWET sikit. Tu yang susah nak berisi macam orang lain hmmm :(. Selera Makan aku mostly suka pada Seafood & Western. Kalau boleh something yang ada rasa SPICY. Ada pedas-pedas. Lagi-lagi, SAMBAL BELACAN kena ada tau baru ngamsoiii. HEHE :P

Dah cerita pasal makan kan? Mesti lah ada Minuman kan. Macam aku ni suka Minuman yang berperisa Fruity. Rasa Masam-masam, Manis-manis. Anything lah...Asalkan bukan yang pahit pula. Susah pula nak ditelan nanti kan. HAHAH :D

Oh ye, Aku rasa cukup lah untuk My First Blog kali ni. Aku harap kita boleh jadi kawan walaupun di Alam Maya (SOCMED). Gitchew~

WAIT WAIT WAIT! Sebelum aku terlupa. Jangan Lupa Follow & Subscribe aku dekat Blog ni tau.

Hope You Guys Enjoy Reading ;)

See You on My Next Blog! OK?

Terima Kasih...

Assalammualaikum...

Tulus Ikhlas dari Aku,

(Muhammad Nur Ikram Bin Abdullah.

1 note · View note

soliloquyy · 7 years ago

Text

Audio Gift: Sound of Music NT

Sound of Music National Tour January 5, 2018 – 7:30 pm – Winnipeg, MB

http://www.mediafire.com/file/lfwt4bdyrom1zea/2018_01_05_Sound_of_Music_NT_Winnipeg.zip

Maria – Jill-Christine Wiley Captain Von Trapp – Mike McLean Mother Abbess – Lauren Kidwell Rolf – Chad P. Campbell Max – Jake Mills Elsa – Melissa McKamie Liesl – Keslie Ward Friedrich – Landon Brimacombe Louisa – Maya Karp Kurt – Arick Brooks Brigitta – Katie Grgecic Marta – Amaryllis C. Miller Greta – Sophia Massa

#audio gift #audio gifts #audio trading #sound of music #national tour

21 notes · View notes

dineshgilfoyle · 8 years ago

Text

My 100 Favorite TV Characters Ever

1. Lois Wilkerson (Malcolm in the Middle)

2. Raquel Westbrook (The L.A. Complex)

3. Suzanne Warren (Orange is the New Black)

4. Miles Hollingsworth (Degrassi, Degrassi: Next Class)

5. Paige Michalchuk (Degrassi)

6. Hank Hill (King of the Hill)

7. Leslie Knope (Parks and Recreation)

8. Jules Cobb (Cougar Town)

9. Bill Haverchuck (Freaks and Geeks)

10. Ray Holt (Brooklyn Nine-Nine)

11. Jessica Huang (Fresh Off the Boat)

12. Sameen Shaw (Person of Interest)

13. Tina Belcher (Bob’s Burgers)

14. Abed Nadir (Community)

15. Maya Hart (Girl Meets World)

16. Rebecca Bunch (Crazy Ex-Girlfriend)

17. Cookie Lyon (Empire)

18. Dre Johnson (black-ish)

19. Amy Santiago (Brooklyn Nine-Nine)

20. Taystee Jefferson (Orange is the New Black)

21. Lola Pacini (Degrassi: Next Class)

22. Gretchen Cutler (You’re the Worst)

23. Karen Lipinski (Other Space)

24. Shirley Bennett (Community)

25. Abbi Abrams (Broad City)

26. Louis Huang (Fresh Off the Boat)

27. Cisco Ramon (The Flash)

28. Ann Perkins (Parks and Recreation)

29. Amy Dubanowski (Superstore)

30. Anne (Go On)

31. Ilana Wexler (Broad City)

32. Oswald Cobblepot (Gotham)

33. Elena Alvarez (One Day at a Time)

34. Laurie Keller (Cougar Town)

35. Lindsay Jillian (You’re the Worst)

36. Buffy Summers (Buffy the Vampire Slayer)

37. Eleven (Stranger Things)

38. Carrie Mathison (Homeland)

39. Rasha (Degrassi: Next Class)

40. Charlie Kelly (It’s Always Sunny in Philadelphia)

41. Paris Geller (Gilmore Girls, Gilmore Girls: A Year in the Life)

42. April Ludgate (Parks and Recreation)

43. Diane Nguyen (BoJack Horseman)

44. Alex Nunez (Degrassi)

45. Jess Day (New Girl)

46. Mac (It’s Always Sunny in Philadelphia)

47. Topanga Lawrence (Boy Meets World, Girl Meets World)

48. Grace Hanson (Grace and Frankie)

49. Edgar Quintero (You’re the Worst)

50. Rip Hunter (Legends of Tomorrow)

51. Dennis Reynolds (It’s Always Sunny in Philadelphia)

52. Troy Barnes (Community)

53. Oliver Queen (Arrow)

54. Steven Karp (Undeclared)

55. Kimmy Schmidt (Unbreakable Kimmy Schmidt)

56. Liv Moore (iZombie)

57. Sterling Archer (Archer)

58. Rachel Goldberg (UnREAL)

59. Hannah Horvath (Girls)

60. Wendy Watson (The Middleman)

61. Jeff Winger (Community)

62. Will Truman (Will & Grace)

63. Roman DeBeers (Party Down)

64. Richard Hendricks (Silicon Valley)

65. Riki Lindhome (Garfunkel and Oates)

66. Forrest MacNeil (Review)

67. Ben Wyatt (Parks and Recreation)

68. Frank Reynolds (It’s Always Sunny in Philadelphia)

69. Sophia Burset (Orange is the New Black)

70. Audrey Jensen (Scream)

71. Cory Matthews (Boy Meets World, Girl Meets World)

72. Blair Waldorf (Gossip Girl)

73. Gregory House (House)

74. Riley Matthews (Girl Meets World)

75. Clark Kent (Justice League/Justice League Unlimited)

76. Cameron Howe (Halt and Catch Fire)

77. Gene Belcher (Bob’s Burgers)

78. Jonah Ryan (Veep)

79. Jimmy Shive-Overly (You’re the Worst)

80. Bob Belcher (Bob’s Burgers)

81. Zoe Rivas (Degrassi, Degrassi: Next Class)

82. Erlich Bachman (Silicon Valley)

83. Annalise Keating (How to Get Away with Murder)

84. Isadora Smackle (Girl Meets World)

85. Linda Belcher (Bob’s Burgers)

86. Jimmy McGill (Breaking Bad, Better Call Saul)

87. Jackie Burkhardt (That 70s Show)

88. Britta Perry (Community)

89. Michael Newman (Other Space)

90. Andy Dwyer (Parks and Recreation)

91. Norma Bates (Bates Motel)

92. Garnet (Steven Universe)

93. Frankie Bergstein (Grace and Frankie)

94. Fiona Gallagher (Shameless)

95. Virginia Chance (Raising Hope)

96. Jesse Pinkman (Breaking Bad)

97. Louise Belcher (Bob’s Burgers)

98. Morty Smith (Rick and Morty)

99. Rosa Diaz (Brooklyn Nine-Nine)

100. Gary Walsh (Veep)

2 notes · View notes

melindarowens · 7 years ago

Text

How to beat Roy Moore

The following newsletter is an abridged version of Campaign Pro’s Morning Score. For an earlier morning read on exponentially more races — and for a more comprehensive aggregation of the day’s most important campaign news �� sign up for Campaign Pro today. (http://www.politicopro.com/proinfo)

DAILY ROLL TIDE — “How to beat Roy Moore, according to the guy who nearly did,” by Campaign Pro’s Daniel Strauss: “Democrats haven’t won a statewide election in Alabama in almost a decade. But in 2012, one Democrat almost pulled it off: Bob Vance, a mild-mannered circuit court judge from Birmingham who came within 4 points of beating none other than Roy Moore. Now Democrats are looking back at that state Supreme Court contest for clues on how their Senate nominee, former U.S. Attorney Doug Jones, might improve slightly upon Vance’s performance and stage a special election upset in a state long seen as out of reach to the party. … ‘He’s very divisive even within the Republican Party,’ Vance said of Moore. ‘That’s why I agreed to run against him.’ He added: ‘I knew there were a lot of establishment Republicans who couldn’t stomach Roy Moore.'” Full story.

Story Continued Below

— “Alabama secretary of state gets pro-Jones digital ad pulled,” by Strauss: “An ad produced by the pro-Doug Jones super PAC Highway 31 has been removed from YouTube after Alabama Secretary of State John Merrill’s office decided the spot included ‘incorrect or inaccurate information intent on confusing voters.’ … In a statement, the secretary of state’s office said: ‘Reports from several sources indicate a targeted effort to misinform and confuse voters regarding whether an individual’s voting record would be available to the public. No individual voting record is made available to anyone at anytime, including the voter who cast the ballot.'” The ad can be viewed here. Full story.

On Thursday afternoon, Highway 31 Executive Director Adam Muhlendorf released a statement: “We are in contact with Google to ensure the ad runs through Election Day. The fact of the matter remains that John Merrill is inferring an intent that is simply not true.”

— A new ad from Jones’ campaign pushes back on attacks from Moore’s campaign that the former U.S. attorney is against “strong borders and a secure military.” The new 30-second ad also says Moore is lying about Jones’ position on abortion.

RETIREMENT WATCH — “Rep. Trent Franks to resign after discussing surrogacy with female staffers,” by POLITICO’s Rachael Bade, Kyle Cheney, and Elena Schneider: “Rep. Trent Franks (R-Ariz.) announced Thursday that he would resign from office as of Jan. 31, 2018, after discussing surrogacy issues with female staffers. ‘I have recently learned that the Ethics Committee is reviewing an inquiry regarding my discussion of surrogacy with two previous female subordinates, making each feel uncomfortable,’ he said in a statement. ‘I deeply regret that my discussion of this option and process in the workplace caused distress.’ … Franks is the third lawmaker to announce plans to resign this week as the furor over sexual misconduct and harassment sweeps Capitol Hill. He will be the first Republican to vacate his post amid the growing scandal.” Full story.

— IN MINNESOTA — “Franken resigns,” by POLITICO’s Elana Schor and Seung Min Kim: “Sen. Al Franken said on Thursday that he would resign after seven women came forward in recent weeks and said he groped or tried to forcibly kiss them, capping a stunning fall from grace for one of the Democratic Party’s most popular and high-profile politicians. … ‘I, of all people, am aware that there is some irony in the fact that I am leaving while a man who has bragged on tape about his history of sexual assault sits in the Oval Office and a man who has repeatedly preyed on young girls campaigns for the Senate with the full support of his party,’ Franken said.” Full story.

— “Sen. Al Franken to leave U.S. Senate, says he can no longer be effective,” by The Minnesota Star Tribune’s Jennifer Brooks and Maya Rao: Gov. Mark Dayton “is expected to appoint a replacement soon. A Democratic source told the Star Tribune that Dayton is likely to appoint Lt. Gov. Tina Smith, and that she is not expected to run in the special election. But other ambitious [members of the Democratic–Farmer–Labor Party] are likely to be interested or at least be considered. In a statement issued after Franken’s speech, Dayton said, ‘I expect to make and announce my decision in the next couple days.'” Full story.

— IN NEVADA — “Democrat Kihuen hanging on despite harassment claim,” by POLITICO’s Heather Caygle: “House Minority Leader Nancy Pelosi won’t call for a primary challenger to take on Nevada Rep. Ruben Kihuen, despite saying the freshman Democrat should resign due to sexual harassment allegations. ‘This is not about politics. That’s the last thing this is about,’ Pelosi said Thursday in response to questions about Kihuen, who has refused demands from party leaders to step down. The Democratic Congressional Campaign Committee did not respond to requests for comment on whether it would fund a primary challenger against Kihuen. The campaign arm has, however, removed Kihuen from its ‘Frontline’ program, which prioritizes funding for vulnerable members.” Full story.

— Former Rep. Cresent Hardy reconsidering another run for NV-04, by the Nevada Independent’s Luz Gray: Hardy, a Republican, “says he’s considering running for the Nevada congressional seat he lost last year to embattled Democratic Rep. Ruben Kihuen, who’s facing an allegation of sexual harassment and calls to resign. Hardy told The Nevada Independent on Wednesday that people are continuing to ‘push me very hard to reconsider’ his decision, announced in July, that he wouldn’t run in the 2018 election cycle.” Full story.

Days until the 2018 election: 333

Thanks for joining us! You can email tips to the Campaign Pro team at [email protected], [email protected], [email protected], [email protected] and [email protected].

You can also follow us on Twitter: @politicoscott, @ec_schneider, @politicokevin, @danielstrauss4 and @maggieseverns.

IT’S OFFICIAL — “Bredesen makes Senate bid official,” by Campaign Pro’s Kevin Robillard: “Former Tennessee Gov. Phil Bredesen is running for U.S. Senate, he announced [Thursday]. Bredesen’s entrance into the race makes Tennessee a potential top-tier Senate contest in 2018. He’ll face Army veteran James Mackler for the Democratic nomination. Rep. Marsha Blackburn and former Rep. Stephen Fincher are competing for the GOP nomination.” Full story.

— Following Bredesen’s decision to jump into the Democratic primary, the opposition research group American Bridge is starting to aggressively focus on the state. The group is planning to put a tracker on Blackburn and already has almost 100 hours of footage and over 1,600 pages of research on her, per Bridge spokesman Josh Karp.

DEMS ON FRANKEN — “Why Democrats had to dump Franken,” by POLITICO’s Edward-Isaac Dovere: “A year into Donald Trump’s presidency, many voters still don’t know what Democrats stand for — so at the very least, party leaders reluctantly decided, they better take a stand against sexual harassment. Especially when they’re going to need a huge turnout among women to do what now still seems like a reach, but six months ago seemed impossible: flip the House and maybe even the Senate, and rally in races for governor and state legislature across the country next year. … Beyond the White House’s dismissal of the women who’d gone public with accusations against Trump, Democratic leaders know that within a week, they’re likely to have a Senate without Franken but including Roy Moore, despite allegations of preying on children and being banned from a mall over his alleged pursuit of teenage girls.” Full story.

COWBOY STATE DEMOCRAT — Businessman Gary Trauner, a Democrat, is running for Senate in Wyoming. In his announcement video Trauner stresses the importance of “getting big money out of politics.” Watch the video here. Trauner is hoping to beat Sen. John Barrasso.

REMEMBER GILMORE? — “Anybody but Corey Stewart? Virginia GOP looks for others to run against Sen. Kaine,” by The Washington Post’s Jenna Portnoy and Laura Vozzella: “As Virginia Republicans gather Friday for their annual retreat, party leaders are alarmed at the possibility of fielding Corey Stewart as next year’s U.S. Senate nominee, and with help from the national GOP, they are maneuvering to recruit someone else to be the face of the party. … Sen. Cory Gardner (Colo.), chairman of the National Republican Senatorial Committee, recently summoned former Gov. James S. Gilmore III to Washington to ask him to run, while Sens. Rand Paul (Ky.) and Mike Lee (Utah) met with Del. Nick Freitas (Culpeper) to advise him on a likely campaign.” Full story.

RSLC MEMO — A new memo from the Republican State Leadership Committee pushes back on the argument that Democrats have the wind at their backs in state-level elections: “Lost in the Democrat catharsis of Nov. 7 statewide wins in New Jersey and Virginia and its aftermath have been several notable Republican state-level wins. … Just this week, Republican Sen.-Elect Dean Tran, flipped a seat in Massachusetts that had been Democrat-held since 1974. In fact, Democrats’ narrowest margin of victory during that time was 18 percent. Both President [Barack] Obama and Hillary Clinton carried the district in recent presidential elections. Tran will become the only Vietnamese-American in the Massachusetts Legislature and marks the 11th newly elected Republican state legislator this year identified through either the RSLC’s Future Majority Project, which supports candidates from diverse communities like Tran, or our Right Women, Right Now initiative that supports new female Republican candidates for office.” Full memo here.

QUOTE OF THE DAY: “The establishment that’s supporting Pritzker wants us to not worry about Pritzker’s electability” in a general election. — Illinois state Sen. Daniel Biss on Democratic gubernatorial rival J.B. Pritzker

Source link

source https://capitalisthq.com/how-to-beat-roy-moore/ from CapitalistHQ http://capitalisthq.blogspot.com/2017/12/how-to-beat-roy-moore.html

0 notes

everettwilkinson · 7 years ago

Text

How to beat Roy Moore

The following newsletter is an abridged version of Campaign Pro’s Morning Score. For an earlier morning read on exponentially more races — and for a more comprehensive aggregation of the day’s most important campaign news — sign up for Campaign Pro today. (http://www.politicopro.com/proinfo)

Story Continued Below

Days until the 2018 election: 333

Thanks for joining us! You can email tips to the Campaign Pro team at [email protected], [email protected], [email protected], [email protected] and [email protected].

You can also follow us on Twitter: @politicoscott, @ec_schneider, @politicokevin, @danielstrauss4 and @maggieseverns.

Source link

from CapitalistHQ.com https://capitalisthq.com/how-to-beat-roy-moore/

#TrumpNews #CapitalistHQ.com

0 notes