#mahmud husain
Explore tagged Tumblr posts
Note
hello!! could you make a web weaving about the fear of not knowing how to love someone? that you will end up hurting them
thanks <3333
"the weight of it (love) is so frightening"
---
i don't know how to do this - sorry my hands are trembling - please, can you hold them?
---
john white alexander's the ring / the crane wives, "never love an anchor" / sappho (trans. chris childers) / parov stelar's can`t remember / simone de beauvoir / eugène carrière's the first communion / ??? / the scary jokes, "crushed out on soda beach" / ??? / mahmud husain's lover / chen chen / jogen chowdhury's man, wife and birds / ???
#web weave#comparative#fear of love#fear of loving#requests#anon#john white alexander#the crane wives#sappho#chris childers#parov stelar#simone de beauvoir#eugene carriere#the scary jokes#mahmud husain#chen chen#jogen chowdhury
51 notes
·
View notes
Text
The largest company in the world is the American supermarket Walmart. Super market is known as departmental store in our country. Daily essentials are available at Walmart.
How big is the company?
Revenue is $55,000 crore
Total assets are $25,200 million
Annual income is 13 billion dollars
10,500 branches
23 lakh employees
After seeing these numbers above, it is understood that this is a big company. But just how big it really is - there are only 26 countries in the world whose GDP is greater than Walmart's revenue. That is, this company is richer than all the countries in the world, except those 26 countries.
Collection Quora Mahmud Husain
3 notes
·
View notes
Text
*Kejahatan Syi’ah dalam Sejarah*
Berangkat dari akidah yang rusak dan absurd, sekte Syi’ah kerap menebar kekejian dan kebiadaban kepada kaum muslimin. Sejarah mencatat lembaran demi lembaran kelam kejahatan mereka dan tidak ada seorang pun yang dapat mengingkarinya. Berikut adalah diantara sebagian ‘kecil’ catatan sejarah kejahatan mereka yang digoreskan oleh para ahli sejarah Islam. Mudah-mudahan kita dapat mengambil pelajaran dan berhati-hati, karena sejarah seringkali terulang
Jatuhnya Kota Bagdad
Pada tahun 656 H, Hulagu Khan, Raja Tatar berhasil menguasai kota Baghdad yang saat itu menjadi pusat peradaban Islam di bawah kekuasaan Bani Abbasiyyah. Keberhasilan invansi Tatar ini tidak lepas dari peran dua orang Syi’ah. Yang pertama adalah seorang menteri pengkhianat khalifah Muktashim yang bernama
Khalifah menempatkan rombongannya di sebuah tenda. Lalu menteri Ibnul Alqami mengundang para ahli fikih dan tokoh untuk menyaksiakan akad pernikahan. Maka berkumpulah para tokoh dan guru Bagdad yang diantaranya adalah Muhyiddin Ibnul Jauzi beserta anak-anaknya untuk mendatangi Hulagu. Sesampainya di tempat Tatar, pasukan Tatar malah membunuhi mereka semua. Begitulah setiap kelompok dari rombongan khalifah datang dan dibantai habis semuanya. Tidak cukup sampai disitu, pembantaian berlanjut kepada seluruh penduduk Bagdad. Tidak ada yang tersisa dari penduduk kota Bagdad kecuali yang bersembunyi. Hulagu juga membunuh khalifah dengan cara mencekiknya atas nasehat Ibnul Alqami.
Pembantaian Tatar terhadap penduduk Bagdad berlangsung selama empat puluh hari. Satu juta korban lebih tewas dalam pambantaian ini. Kota Bagdad hancur berdarah-darah, rumah-rumah porak-poranda, buku-buku peninggalan para ulama dibakar habis dan Bagdad pun jatuh kepada penguasa kafir Hulagu Khan.
Selain peran Ibnul Alqami, peristiwa ini juga tidak lepas dari peran seorang Syi’ah lainnya bernama Nashirudin At Thushi, penasehat Hulagu yang dari jauh-jauh hari telah mempengaruhi Hulagu untuk menguasai kota Bagdad. [Lihat Al Bidayah wa Al Nihayah, vol. 13, hal. 192, 234 – 237, Al-Nujuum Al Zaahirah fii Muluuk Mishr wa Al Qahirah, vol. 2, hal. 259 – 260]
Konspirasi Syi’ah Ubaidiyyah dan Pasukan Salib
Ketika kerajaan Islam Saljuqi sedang dalam pengintaian pasukan salib, orang-orang Syi’ah Ubaidiyyah yang menamakan diri mereka sebagai Fathimiyyah memanfaatkan keadaan. Ketika pasukan salib sedang mengepung Antakia, mereka mengirim utusan kepada pasukan salib untuk melakukan kerjasama dalam memerangi kerajaan Islam Saljuqi serta membuat perjanjian untuk membagi wilayah selatan (syiria) untuk pasukan salib dan wilayah utara (palestina) untuk mereka. Pasukan salib pun menyambut tawaran itu.
Maka, terjadilah pertempuran antara pasukan salib dan pasukan Saljuqi. Saat terjadi peperangan antara pasukan Saljuqi dengan pasukan salib, orang-orang Syi’ah Ubaidiyyah sibuk untuk memperluas kekuasaan mereka di Pelestina yang saat itu berada di bawah kekuasaan Saljuqi.
Akan tetapi kemudian pasukan salib mengkhianati perjanjian mereka dan merangsek masuk ke wilayah Palestina pada musim semi tahun 492 H dengan kekuatan seribu pasukan berkuda dan lima ribu invanteri saja. Pasukan Ubaidiyyah melawan mereka namun demi tanah dan diri mereka saja, bukan untuk jihad. Hingga satu per satu dari daerah Palestina jatuh ke tangan pasukan salib dan mereka pun membantai kaum muslimin. Mereka membunuhnya di depan Masjid Al Aqsha. Lebih dari tujuh puluh ribu orang tewas dalam peristiwa berdarah itu, termasuk para ulama. [Lihat Tarikh Islam, Mahmud Syakir, vol. 6, hal. 256-257, Tarikh Al Fathimiyyin, hal. 437]
Syi’ah Qaramithah
Al Hafidz Ibnu Katsir dalam (Al Bidayah wa Al Nihayah, vol. 11, hal. 149) menceritakan, di antara peristiwa pada tahun 312 H bulan Muharram, Abu Thahir Al Husain bin Abu Sa’id Al Janabi –semoga Allah melaknatnya- menyerang para jemaah haji yang tengah dalam perjalanan pulang dari baitullah dan telah menunaikan kewajiban haji. Mereka merampok dan membunuh mereka. Korban pun berjatuhan dengan jumlah yang sangat banyak –hanya Allah yang mengetahuinya. Mereka juga menawan para wanita dan anak-anak mereka sekehendaknya dan merampas harta mereka yang mereka inginkan.
Ibnu Katsir juga menceritakan pada tahun 317 H, orang-orang Syi’ah Qaramithah telah mencuri hajar aswad dari baitullah. Dalam tahun itu, rombongan dari Iraq yang dipimpin orang Manshur Ad Daimamy datang ke Makkah dengan damai. Kemudian pada hari tarwiyah, orang-orang Qaramithah menyerang mereka, merampas harta dan membantainya di masjidil haram, di depan Kabah. Para jemaah haji berhamburan. Diantara mereka ada yang berpegangan dengan kain penutup Kabah. Akan tetapi itu tidak bermanfaat bagi mereka. Orang-orang Qaramithah terus membunuhi orang-orang. Setelah selesai, orang-orang Qaramithah membuang para korban di sumur zamzam dan tempat-tempat di masjidil haram.
Qubbah zamzam dihancurkan, pintu kabah dicopot dan kiswahnya dilepaskan kemudian dirobek-robek. Mereka pun mengambil hajar aswad dan membawanya pergi ke negara mereka. Selama dua puluh dua tahun hajar aswad beserta mereka hingga akhirnya mereka kembalikan pada tahun 339 H.
Daulah Shafawiyyah (Cikal Bakal Syi’ah di Iran)
Dahulu, hampir sembilan puluh persen penduduk Iran menganut akidah ahli sunnah bermadzhab Syafi’i. Hingga pada abad ke sepuluh hijriyah tegaklah daulah Shafawiyyah dibawah kepamimpinan Isma’il Ash-Shafawi. Ia pun kemudian mengumumkan bahwa ideologi negera adalah Syi’ah Imamiyyah Itsna Asyriyyah, serta memaksa para warga untuk juga menganutnya.
Ia sangat terkenal sebagai pemimpin yang bengis dan kejam. Ia membunuh para ulama kaum muslimin beserta orang-orang awamnya. Sejarah mencatat, ia telah membunuh sekitar satu juta muslim sunni, merampas harta, menodai kehormatan, memperbudak wanita mereka dan memaksa para khatib ahli sunnah untuk mencela para khalifah rasyidin yang tiga (Abu Bakar, Umar dan Ustman –semoga Allah meridhai mereka) serta untuk mengkultuskan para imam dua belas.
Tidak hanya itu, ia juga memerintahkan untuk membongkar kuburan ulama kaum muslimin dari kalangan ahli sunnah dan membakar tulang belulangnya.
Daulah Shafawiyyah berhasil memperluas kekuasaannya hingga semua penjuru daerah Iran dan wilayah yang ada di dekatnya. Ismail Shafawi berhasil menaklukkan daulah Turkimaniyyah berakidah ahli sunnah di Iran, kemudian Faris, Kirman dan Arbastan serta yang lainnya. Dan setiap peristiwa penaklukan itu, ia membunuh puluhan ribu ahli sunnah. Hingga ia pun berhasil menyerang Bagdad dan menguasainya. Ia pun melakukan perbuatan kejinya kepada ahli sunnah disana. [dinukil dari Tuhfatul Azhar wa Zallaatu al Anhar, Ibnu Syaqdim As-Syi’i via al Masyru’ al Irani al Shafawi al Farisi, hal. 20 -21]
Wallahu ‘alam ..
0 notes
Text
Narrated Ibn Shihab:
I asked Al-Husain bin Muhammad who was one of the sons of Salim and one of the nobles amongst them, about the narration of Mahmud bin Ar-Rabi 'from `Itban bin Malik رضی اللہ عنہ , and he confirmed it.
Narrated by Sahih Bukhari in his bookImam Bukhari
Hadith (Sahih)
#quotes#أدعية#أذكار#muslim#arabic quotes#arabic#islam#صدقة جارية#allah#صلوا على النبي محمدﷺ#صلوا على الحبيب محمد ﷺ#صلوا على النبي#صلوات#prophet mohammed#صلى الله عليه وسلم#صلى الله على سيدنا محمدﷺ❤#ادب#تمبلريات#نصوص ادبية#free palestine#gaza#palestine#تمبلر بالعربي#فلسطین#المسجد الأقصى#غزة العزة#israel#sahih-bukhari#Imam Bukhari#Sahih Bukhari
1 note
·
View note
Text
Mengenal Kiai Marogan, Terkenal di Sumatera Selatan
Kyai Marogan terlahir dengan nama Masagus H Abdul Hamid bin Masagus H Mahmud. Namun bagi masyarakat Palembang, julukan “Kiai Marogan” lebih terkenal dibanding nama lengkapnya. Julukan Kiai Marogan dikarenakan lokasi masjid dan makamnya terletak di Muara sungai Ogan, anak sungai Musi, Kertapati Palembang.
Mengenai waktu kelahirannya, tidak ditemukan catatan yang pasti. Ada yang mengatakan, ia lahir sekitar tahun 1811, dan ada pula tahun 1802. Namun menurut sumber lisan dari zuriatnya, dan dihitung dari tahun wafatnya dalam usia 89 tahun, maka yang tepat adalah ia lahir tahun 1802, dan meninggal dunia pada 17 Rajab 1319 H yang bertepatan dengan 31 Oktober 1901.
Pada waktu Kiai Marogan lahir, kesultanan Palembang sedang dalam peperangan yang sengit dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Kiai Marogan dilahirkan oleh seorang ibu bernama Perawati yang keturunan Cina dan ayah yang bernama Masagus H Mahmud alias Kanang, keturunan ningrat Palembang. Dari surat panjang hasil keputusan Mahkamah Agama Saudi Arabia, diketahui silsilah keturunan Masagus H. Mahmud berasal dari sultan-sultan Palembang yang bernama susuhunan Abdurrahman Candi Walang.
✖

Nikmati LIVE report dan berita dari berbagai kota, rasakan menjadi Indonesia dengan TribunX
DOWNLOAD

Home
Palembang

Baca Selanjutnya:Kesaksian Warga Lihat Kapal Terbakar di Jembatan Ampera Sungai Musi, Suara Ledakan Begitu Besar
✖
Mengenal Kiai Marogan, Kisah Hidup Karomah dan Amalan Zikirnya yang Terkenal
Sabtu, 5 Januari 2019 11:31 WIB
Baca di App
Penulis: Erwanto | Editor: Prawira Maulana

TRIBUNSUMSEL.COM/AANG HAMDANI
A-A+
Kiai Merogan

DOWNLOAD
APLIKASI BERITA TRIBUNX
DI PLAYSTORE ATAU APPSTORE UNTUK MENDAPATKAN PENGALAMAN BARU
TRIBUNSUMSEL.COM PALEMBANG - Kyai Marogan terlahir dengan nama Masagus H Abdul Hamid bin Masagus H Mahmud.
Namun bagi masyarakat Palembang, julukan “Kiai Marogan” lebih terkenal dibanding nama lengkapnya.
Julukan Kiai Marogan dikarenakan lokasi masjid dan makamnya terletak di Muara sungai Ogan, anak sungai Musi, Kertapati Palembang.
Mengenai waktu kelahirannya, tidak ditemukan catatan yang pasti.
Ada yang mengatakan, ia lahir sekitar tahun 1811, dan ada pula tahun 1802.
Baca juga: Butuh tenaga kerja terbaik untuk bisnismu? Cari di sini!
Namun menurut sumber lisan dari zuriatnya, dan dihitung dari tahun wafatnya dalam usia 89 tahun, maka yang tepat adalah ia lahir tahun 1802, dan meninggal dunia pada 17 Rajab 1319 H yang bertepatan dengan 31 Oktober 1901.
Putra Kiai Ternama, Kekayaannya di Bawah Rp 1 Miliar! SOSOK Gus Yaqut yang Jadi Menteri Agama
Kiai Marogan dilahirkan oleh seorang ibu bernama Perawati yang keturunan Cina dan ayah yang bernama Masagus H Mahmud alias Kanang, keturunan ningrat Palembang.
Dari surat panjang hasil keputusan Mahkamah Agama Saudi Arabia, diketahui silsilah keturunan Masagus H. Mahmud berasal dari sultan-sultan Palembang yang bernama susuhunan Abdurrahman Candi Walang.
Berikut ini adalah silsilah beliau sampai ke Rasulullah:
Masagus Haji Abdul Hamid (Kiai Marogan) bin
Mgs. H. Mahmud Kanang bin
Mgs. Taruddin bin
Mgs. Komaruddin bin
Pangeran Wiro Kesumo Sukarjo bin
Pangeran Suryo Wikramo Kerik bin
Pangeran Suryo Wikramo Subakti bin
Sultan Abdurrahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Imam bin
Pangeran Sedo Ing Pasarean (Pangeran Ratu Sultan Jamaluddin Mangkurat VI ) bin
Tumenggung Manco Negaro bin
Pangeran Adipati Sumedang bin
Pangeran Wiro Kesumo Cirebon (Tumenggung Mintik) bin
Sayyid Muhammad ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri) bin
Sayyid Maulana Ishaq (Syeikh Al Umul Islam) bin
Sayyid Ibrahim Akbar bin
Sayyid Husain Jamaluddin Al Akbar bin
Sayyid Achmad Syah Jalal Umri bin
Sayyid Abdullah Azmatkhan bin
Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
Sayyid Alwi bin
Sayyid Muhammad Shohib Mirbat bin
Sayyid Ali Khaliq Qosam bin
Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad bin
Sayyid Alwi bin Sayyid Abdullah bin
Sayyid Ahmad Al Muhajir bin
Sayyid Isa Arrumi bin
Sayyid Muhammad An Naqib bin
Sayyid Ali Al Ridho bin Sayyid Ja’far Shidiq bin
Sayyid Muhammad Al Baqir bin
Sayyid Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Husain bin (Ali bin Abi Tholib dan Fatimah Az Zahro binti “Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam
Kiai Marogan (Mgs.H. Abdul Hamid) dan saudaranya Mgs.H Abdul Aziz. terlahir dari perkawinan orangtuanya (Ayah) yang bernama Mgs. H. Mahmud dan (ibu) Perawati (keturunan Cina) adapun saudaranya yang lain (Lain Ibu) bernama Masayu (Msy) Khadijah dan Msy Hamidah.
Kiai Marogan hanya memiliki seorang adik yang bernama Masagus KH Abdul Aziz, yang juga menjadi seorang ulama dengan sebutan Kiai Mudo.
Sebutan ini dikarenakan ia lebih muda dari Kiai Marogan. Kiai Mudo lebih dikenal di daerah Muara Enim seperti Gumay, Kertomulyo, Betung, Sukarame, Gelumbang, Lembak dan sekitarnya.
Sebagai anak yang lahir dan dibesarkan dari keluarga bangsawan, Kiai Marogan memperoleh pendidikan agama dengan istimewa.
Hal ini dikarenakan di dalam lingkungan kesultanan Palembang, agama Islam mempunyai tempat yang terhormat, di mana hubungan antara negara dan agama sangat erat, sebagaimana dibuktikan oleh birokrasi agama di istana Palembang.
Birokrasi ini dipimpin oleh seorang pegawai dengan gelar Pangeran Penghulu Naga Agama. Di samping itu, Kiai Marogan memperoleh pendidikan langsung dari orangtuanya yang ternyata merupakan seorang ulama besar yang lama belajar di Mekah di bawah bimbingan ulama besar seperti Syekh Abdush Shomad al-Falimbani.
Setelah wafat, ayah Kiai Marogan dimakamkan di negeri Aden, Yaman Selatan.
Melihat kecerdasan Kiai Marogan dalam menyerap ilmu agama kemudian orang tuanya mengirimkannya ke Mekah untuk belajar mendalami ilmu-ilmu agama.
Kiai Marogan tercatat pernah belajar ilmu-ilmu agama seperti ilmu fiqih, hadits dan tasawuf. Hal ini dapat diperoleh dari isnad-isnad yang ditulis oleh Syekh Yasin al-Fadani, mudir (pimpinan) Madrasah Darul Ulum Mekah.
Dasar-dasar pendidikan agamanya diberikan oleh ayahnya sendiri, Ki. Mgs. H. Mahmud Kanang yang juga sebagai sufi kelana dan wafat di Kota Aden –Yaman, yang makamnya terkenal dengan nama “Kubah al-Jawi”.
Ketika remaja Abdul Hamid belajar berbagai disiplin ilmu agama Islam kepada ulama-ulama besar Palembang waktu itu seperti: Syekh Pangeran Surya Kusuma Muhammad Arsyad (w.1884), Syekh Kemas Muhammad bin Ahmad (w.1837), Syekh Datuk Muhammad Akib (w.1849), dll. Ia berpegang kepada akidah ahlussunnah wal jamaah, bermazhabkan Imam Syafei.
Sedang di bidang tasawwuf, ia mengamalkan dan mendapat ijazah Tarekat Sammaniyah dari ayahnya sendiri dan Tarekat Naqsyabandiyah dari para gurunya. Selanjutnya ia meneruskan studinya ke tanah suci, terutama Makkah dan Madinah kepada gurunya Sayid Ahmad Zaini Dahlan, Sayid Ahmad Dimyati dan Syekh Ahmad Khatib Sambas.
Sedangkan kawan seperguruannya saat itu antara lain Imam Nawawi Banten (1813-1897), KH. Kholil Bangkalan (1820-1925), KH. Mahfuz Termas (1824-1920), Kgs. Abdullah bin Ma’ruf, dan lain-lain.
Setelah merampungkan studinya di tanah suci, ia berkeinginan untuk hijrah ke Masjidil Aqsa, namun niat tersebut diurungkannya. Karena ia memperoleh petunjuk bahwa negerinya masih sangat memerlukannya, dimana beliau meninggalkan dua anak yatim yang tak lain Masjid Kiai Merogan dan Masjid Lawang Kidul.
Kiai Marogan memiliki dua orang isteri yang bernama Masayu Maznah dan Raden Ayu salmah.
Dari pernikahannya ia dikarunia tiga putra putri yaitu Masagus H Abu Mansyur, Masagus H Usman, dan Masayu Zuhro.
Pada masa mudanya Kiai Marogan dikenal giat berbisnis di bidang saw-mill atau perkayuan. Ia memiliki dua buah pabrik penggergajian kayu.
Bakat bisnis mungkin diperoleh dari ibunya yang merupakan keturunan Cina. Berkat sukses dalam bisnis kayu ini memungkinkan Kiai Marogan untuk pulang pergi ke tanah suci dan menjalankan kegiatan penyebaran dakwah di pedalaman Sumatra Selatan.
Dari hasil usaha kayu ini juga Kiai Marogan mampu mendirikan sejumlah masjid yang diperuntukkan sebagai pusat pengajian dan dakwah.
Banyak ajaran Kiai Marogan yang masih melekat di sebagian penduduk Palembang, di antaranya adalah sebuah dzikir:
“La ilaha Illallahul Malikul Haqqul Mubin Muhammadur Rasulullah Shadiqul Wa’dul Amin”,
yang artinya “Tiada Tuhan Selain Allah, Raja Yang Benar dan Nyata, Muhammad adalah Rasulullah Yang Jujur dan Amanah.”
Dzikir yang diamalkan oleh Kiai Marogan di atas, ternyata sumbernya di dalam hadits. Dari Sayyidina Ali Ra Karramallahu wajhahu berkata, Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa setiap hari membaca 100 x Lailahaillah al-Maliku al-Haqqu al-Mubin, maka ia akan aman dari kefakiran, jadi kaya, tenang di alam kubur, dan mengetuk pintu surga."
Konon, amalan zikir ini dibaca oleh Kiai Marogan dan murid-muridnya dalam perjalanan di atas perahu. Sambil mengayuh perahu, beliau menyuruh murid-muridnya mengucapkan zikir tersebut berulang-ulang sepanjang perjalanan dengan suara lantang.
Zikir ini dapat menjadi tanda dan ciri khas penduduk apabila ingin mengetahui Kiai Marogan melewati daerahnya.
Amalan zikir ini ternyata sampai sekarang masih dibaca oleh Wong Palembang, khususnya kaum Ibu-ibu ketika menggendong anak bayi untuk menimang atau menidurkan anaknya dengan irama yang khas dan berulang-ulang.
Dan dzikir ini juga dipakai oleh penduduk untuk mengantarkan mayit sambil mengusung keranda sampai ke pemakaman.
Di antara karomah yang melegenda Kiai Marogan ketika masih hidup dan masih diingat sampai sekarang oleh wong Palembang, yaitu:
Ki Muara Ogan panggilan akrabnya, kemana-mana pergi untuk mengajar dan menyebarkan Agama Islam selalu menggunakan perahu, bila tempat mengajar yang tetap maka ia akan mendirikan mesjid disana.
Suatu ketika saat menuju ketempat mengajar, Ki Muara Ogan menasehati pada muridnya,”Murid-muridku sekalian ikuti apa yang akan aku ajarkan ini.”
“Baik guru,”jawab muridnya sambil mendayungkan perahu menuju ke lokasi di tempat ia mengajar.
Dalam perjalanan itu Ki Muara Ogan menuturkan ,”Baik demikian amalan itu, La illaha illahu malikul hakul mubin Muhammad Rasulullah Shodikul wa adil Amin,” begitu juga murid mengikuti apa yang disampaikan ulama tersebut. Ki Muara Ogan sepulang dari memberikan petuah-agamanya, ia kembali menuju ketempat tinggalnya, yaitu berada di Kertapati , hingga sekarang mesjid itu masih berdiri kokoh.
Begitu besar keyakinanya pada Allah, ketika itu di zaman pemerintahan penjajahan Belanda, seorang dari prajurit Belanda berkata pada Ki Muara Ogan,” tanah untuk kereta api ini harus di perluas.”
Ki Muara Ogan dengan tenang menjawab,”Tanah itu akan menggeser tanah pabrik kayu milik kami.”
“Kami tahu tuan, tapi perluasan tanah ini untuk kepentingan masarakat banyak,” ungkap prajurit utusan Belanda itu kepada Ki Muara Ogan. Ki Muara Ogan menganggukan kepala , “baik kami ikhlas ini untuk kepentingan masarakat dan negera, silahkan.”
Setelah itu pabrik kayu milik Ki Muara Ogan ini dipindahkan ke Kampung Karang Anyar, dan pabrik ini diberikan pada Mgs H M Abumansur.
Tanah wakap milik Ki Muara Ogan itu, hingga kini jadi milik PT Kereta Api.
Pada saat itu, Ki Muara Ogan tengah mengadakan ceramah, yaitu berada di Mesjid Ki Muara Ogan Kertapati, sehingga terdengar dengan sangat lantangnya,”Bumi berserta isinya adalah milik Allah ,” Jemaah mendengarkan itu dengan penuh perhatian sekali, sehingga terasa sejuk dan nyaman bagi siapa yang mendengarkan pada waktu itu.
Di saat itu tak lupa beberapa orang Belanda mendengarkan dan menyaksikan ceramah yang disampaikan oleh Ki Muara Ogan tersebut, tentu tugas mereka hanya untuk mengawasi kegiatan yang dilakukan Ki Muara Ogan.
Kembali terdengar dengan lantang apa yang disampaikan oleh Ki Muara Ogan, yang menyampaikan petuahnya pada jamaah,”Kekuasaan Allah itu adalah maha besar, jika ia berkata jadi maka jadilah ia.”
Penuh perhatian sekali jamaah menyimaknya, sehingga kembali terdengar seruannya,”Allah mengetahui apa-apa yang tidak di ketahui oleh manusia.”
Seorang hadirin bertanya,”Guru apa misalnya kekuasaan Allah yang tidak mungkin di ketahui oleh manusia itu ?
“Begini ,”kata Ki Muara Ogan sambil ia berdiri dihadapan para jamaahnya.”Misalnya tiap-tiap ada air didalamnya selalu akan ada ikannya”
Mendengar itu spontan seorang prajurit Belanda yang tengah mengawasi Ki Muara Ogan dari sejak tadi, tiba-tiba berkata,”Bagaimana dengan air kelapa, apakah ada juga ikannya?”
“Insya Allah jika Allah menghendaki maka ikan itu akan ada,” tegas Ki Muara Ogan sembari mulut tetap berkomat- kamit menyebut nama Allah.
Serta merta prajurit itu pandangannya mengarah keluar mesjid,”Ki apakah kelapa itu juga ada ikanya?” kembali prajutit itu menunjukan pada sebuah pohon kelapa yang ada di luar.
Serentak Ki Muara Ogan berserta dengan para jamaahnya menuju keluar, untuk membuktikan kekuasaan Allah tersebut.
Maka di perintahkanlah seorang murid Ki Muara Ogan memanjat sebuah pohon kelapa, sejenak saja sebuah pohon kelapa di letakan di hadapan Ki Muara Ogan juga disaksikan oleh para jamaah lainya yang hadir pada saat itu.Sehingga pada waktu itu juga, di persilahkan oleh Ki Muara Ogan pada prajurit Belanda itu sendiri untuk membuktikan kebesaran Allah pada penciptanya.
Pada saat itu juga dengan tiba-tiba sekali, prajurit Belanda itu segera memotong kelapa yang ada di hadapannya waktu itu, sungguh hal yang sangat tidak dapat di kira dari dalam kelapa yang di potong itu muncullah seekor ikan seluang, sejak saat itu sekitar masjid Ki Muara Ogan terdapat ikan Seluang dan di sekitar mesjid tetap berdiri pohon kelapa.
Pernah juga Kisah aneh terjadi, ketika Ki Muara Ogan bersama dengan ketujuh muridnya pulang dari menyebarkan agama Islam, pada waktu itu mereka terhambat karena tidak ada perahu yang akan menyeberangkan di sungai Ogan.
Namun dengan keyakinan yang ada dalam jiwa Ki Muara Ogan , serta merta ia membentangkan syalnya, yang selalu berada di pundaknya itu, ia letakan di atas air.”Silahkan kalian duduk di sal itu.” Perintah Ki Muara Ogan pada muridnya yang sedang ikut serta itu.
Karena itu adalah perintah seorang guru, muridnya yang yakin tanpa banyak komentar segera saja ia duduk di atas sal itu, tetapi bagi muridnya yang merasa ragu ia akan diam, atau ia akan bimbang.
“Naiklah wahai muridku, maka kau tidak akan tenggelam,” kata Ki Muara Ogan, namun ada seorang murid yang tidak mau ikut, tetapi yang sudah ikut serta segera saja mereka berjalan seperti layaknya mereka naik sebuah perahu saja.
Setelah itu kembali ia menjemput muridnya yang tadi tinggal tersebut, barulah muridnya itu merasa yakin, karena ia sudah melihat kenyataan itu. Muridnya yang tinggal itu ikut kembali menyeberang. Ketika hampir saja tiba diseberang muridnya itu masih saja merasa ragu, sehingga ia terjatuh, dan segera ia berenang ketepi sungai itu. Disaat itu Ki Muara Ogan berkata pada muridnya, “Itulah akibat jika seorang hamba belum yakin pada kebesaran Allah, sehingga masih adanya suatu keraguan yang tersimpan dalam pikiran dan hatinya. Untuk itu kamu harus kembali memperkuat iman kepada Allah yang telah menciptakan mahluknya .”
Kisah ini menjadi kisah yang di sampaikan dari mulut kemulut oleh warga kota Palembang, sehingga menjadi warisan kisah turun temurun hingga saat ini.
Dalam berdakwah Kiai Marogan menitikberatkan pada sikap zuhud dan kesufian dengan memperkuat keimanan. Hal ini dikarenakan pengaruh dari ajaran tarekat yang ia amalkan.
Di dalam buku, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Martin van Bruinessen memasukkan nama Kyai Marogan (Masagus H. Abdul Hamid) sebagai salah seorang guru dari tarekat Sammaniyah. Ia mempelajari tarekat Sammaniyah dari orang tuanya sendiri, yang berguru kepada Syekh Muhammad Aqib dan Syekh Abdush Shomad Al-Falimbani.
Menurut istilah di dalam ilmu tasawuf, tarekat ialah perjalanan khusus bagi para sufi yang menempuh jalan menuju Allah SWT. Perjalanan mengikuti jalur yang ada melalui tahap dan seluk beluknya.
Dan tujuan dari tarekat adalah menciptakan moral yang mulia. Sebagaimana diketahui bahwa di daerah Palembang sejak masa kesultanan Palembang tarekat Sammaniyah telah menyebar secara luas dibawa oleh Syekh Abdush Shomad Al-Falimbani murid dari pendirinya Syekh Muhammad Abdul Karim Samman.
Mesjid Ki Merogan di Kertapati Palembang
Hampir seluruh masjid tua di Palembang, membaca ratib Samman yaitu bacaan yang meliputi syahadat, surah al-Qur’an dan bacaan zikir yang disertai gerak dan sikap yang khas tarekat Samman.
Tidak ditemukan kitab yang dapat diidentifikasi sebagai karya Kiai Marogan. Meskipun menurut penuturan dari zuriyatnya bahwa Kiai Marogan pernah menulis kitab tasawuf. Akan tetapi, yang dapat diketahui adalah Kiai Marogan meninggalkan beberapa bangunan masjid yang besar dan bersejarah. Yaitu masjid Jami’ Muara Ogan di Kertapati Palembang dan masjid Lawang Kidul di 5 Ilir Palembang.
Menurut cicitnya, Masagus H. Abdul Karim Dung, selain kedua masjid di atas, Kiai Marogan juga membangun beberapa masjid lagi seperti masjid di dusun Pedu Pedalaman OKI, masjid di dusun Ulak Kerbau Lama Pegagan Ilir OKI, Mushalla di 5 Ulu Laut Palembang, masjid Sungai Rotan Jejawi, masjid Talang Pangeran Pemulutan. Namun, pernyataan dari cicitnya ini belum dapat dibuktikan secara empiris, perlu dilakukan penelitian dan peninjauan lebih lanjut.
Sedangkan kedua masjid yaitu masjid Jami’ Muara Ogan dan masjid Lawang Kidul yang berada di kota Palembang, dapat dibuktikan melalui surat Nazar Munjaz atau surat Wakaf yang ditandatangani oleh Kiai Marogan langsung. itulah bagian Silsilah Sejarah Dan Riwayat Kiai Merogan Palembang.
0 notes
Text
120) Langove, Lango, Langah (Balochi: لانگو); Ланго, Лангах- plemię Beludżów, mówiące po Sulemani, w pakistańskim Beludżystanie, chociaż inne społeczności można znaleźć w Pendżabie i Sindh. Większość Langove posługuje się dialektem Sulemani języka beludżi, chociaż niektórzy mieszkający w pobliżu plemion Brahui mówią językiem brahui. Trzy najważniejsze podplemienne grupy tożsamościowe Langove to Meeranzai, Halizai i Shadizai.
Średniowieczne państwo muzułmańskie ze stolicą w mieście Multan. Leżało na północy współczesnego Pakistanu. Sułtanat został założony w 1437 roku przez plemię Baluchi Lango, którego władca Budhan Khan założył w 1437 roku dynastię w Multanie i uczynił je stolicą. Po zwycięstwie Ilutmisza, Multan stał się prowincją Sułtanatu Delhi i pozostał przez następne dwa stulecia. Armia Timura w Delhi w 1398 roku zszokowała sułtanat i doprowadziła do upadku administracji centralnej, a Multan przeszedł w ręce Langoi. Źródła są pełne zamieszania co do tożsamości Langoi i początków ich panowania w Multanie. Według historyka Abdu al-Haqqa, autora Tarıkh-i Haqqı (napisanego w latach 1592–1593), wraz z upadkiem potęgi sułtanów Delhi, Budhan Khan, wódz plemienia Beludżów Langa, zebrał swoje siły w Uchch i najechał Multan. Wypędził Khani Khanana i zajął twierdzę, w 1437 roku przyjął tytuł Mahmuda Shaha i został pierwszym władcą niepodległego państwa Multan. Panował przez szesnaście lat i położył podwaliny pod sułtanat Lyangyah. Udało się to jego synowi, sułtanowi Qutb al-Dainowi, i jeszcze bardziej wzmocnił władzę monarchy. Po jego śmierci w 1469 r. syn Szacha Husaina wstąpił na tron i stał się najwybitniejszym władcą swojej linii, przynosząc krajowi pokój i dobrobyt przez trzydzieści lat jego panowania (1469–1498). Shah Husain zwiększył swoją siłę militarną, zapraszając i osiedlając na swoim terytorium dużą część Beludżów. Wyrwał księstwo Shorko Ghazi Khanowi i rozszerzył kontrolę nad Chiniot. Jego prestiż wzrósł, gdy odparł inwazję sił Delhi na Multan pod dowództwem Baharqa Shaha i Tatar Khana. Jednak jego wnuk Mahmud zginął, gdy władca Sindh, Shah Hasan Argyn, najechał Multan w 1525 roku: po prawie dziewięćdziesięciu latach przetrwania dynastia Lyangyah dobiegła końca.
0 notes
Text
Gift for All Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah refers to Ash’ari or Maturidi in Aqeeda, Hanafi, Shafi,Maliki or Hanbali and Madh’hab, they respect Tasawwuf WAHHABIS ARE NOT AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Ijazah for any Sunni who accepts these,
Updated as of March 30 2023 with Additional Ijaza on Salawat Kanzul Haqaiq from Sayyiduna Shaykh Moulay AbdulKabir
Dalail Khairat with Ijazah(p.158) and Sanad,
Dalāʼil al-khayrāt wa-shawāriq al-anwār fī dhikr al-ṣalāt ʻalá al-Nabī al-mukhtār (Arabic: دلائل الخيرات وشوارق الأنوار في ذكر الصلاة على النبي المختار, lit. ‘Waymarks of Benefits and the Brilliant Burst of Lights in the Remembrance of Blessings on the Chosen Prophet’), usually shortened to Dala’il al-Khayrat, is a famous collection of prayers for the Islamic prophet Muhammad, which was written by the Moroccan Shadhili scholar Sayyiduna Shaykh Muhammad al-Jazuli ق (died 1465)
●Download here
Al Fuyudat Al Rabbaniyya Emanations of lordly Grace by Al Ghawth Sayyiduna Shaikh Abdul Qadir Jilani ق
●Download here
Al Kunuz An Nuraniyyah (Ahzab,Awrad,Adhkar of the Qadiri and Shadhili Tariqa) with Ijazah(p.604) and Sanad
●Download here
Dalail Khairat with Ijazah and Sanad from Sayyiduna Saykh Mahmud Ad Durra hafizahullah, a student of Sayyiduna Shaykh Muhammad Zakariyyah Al Bukhari ق
وقد أجزت بها كل من طلب الإجازة
كما أجازني سيدي الشيخ محمدزكريا البخاري رحمه الله
●Download here:
Ba Alawi Ahzab,Awrad,Adkhar and Salawat with Ijazah(check Biographies and Reference part) from Sayyiduna Habib Umar bin Hafiz hafizahullah wa qaddasallahu sirrahu:
●Download here
The name Ba’Alawi itself is a Hadhrami contraction of the terms Bani ‘Alawi or the Clan of ‘Alawi.
In the early fourth century Hijri at 318 H, Sayyid Ahmad al-Muhaajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad al-Naqib bin Ali al-Uraidhi ibn Ja’far al-Sadiq migrated from Basrah, Iraq first to Mecca and Medina, and then to Hadhramout, to avoid the chaos then prevalent in the Abbasid Caliphate
The name ‘Alawi refers to the grandson of Sayyid Ahmad al-Muhajir, who was the first descendant of Husain, Muhammad’s grandson, to be born in Hadramaut and the first to bear such a name.
KITAB SHAWARIQUL ANWAR
Abuya Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki said: “ Anyone who has my wirid book, means that he has received a Ijazah (permission to practice it). The Ijazah is not from me, but directly from the authors of the wird and ahzab
●Download
Ahzab,Awrad,Adhkad and Salawat of the Ja’fari Tariqa with Ijazah and Sanad:
Shaykh Salih al-Jaʿfari has given a general ijāza in all Ṣalawāt, so a murīd is free to recite any formula of Ṣalawāt.
As a general rule, the material we share on our various platforms come with a general ijaza from Shaykh Salih himself. (Ref: https://lightoftheazhar.com/seeking-permission/)
Download Here:
Kanz Al Nafahat
Kanz Al Saada
Jalibat al Faraj
Fatiha al-Aqfal and Dawat al-Yusr al-Qarib
Al Salawat Al Ja’fariya:
Ahzab and Adkhar with Ijazah from Sayyiduna Shaykh Muhammad Shareef bin Farid hafizahullah
To download these three supplications follow the following link:
●THREE SUPPLICATIONS AGAINST EVILDOERS THE ENVIOUS & ENEMIES
Download here
●A GIFT WHICH I RECEIVED FROM THE VIRTUOUS SAGES OF AFRICA:
In a state of ablution recite ten times per day for thirty consecutive days the following 12 Divine Names of Allah:
يَا اللَّهُ يَا بَرُّ يَا كَافِي يَا غَنِيُّ يَا فَتَاحُ يَا وَهَابُ يَا رَزَاقُ يَا كَرِيمُ يَا مُعْطِي يَا جَوَادُ يَا وَاسِعُ يَا ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“O Allah, O Dutiful, O Sufficient, O Independent, O Opener, O Giver, O Provider, O Generous, O Bestower, O Munificent, O Vast, O Possessor of tremendous bounty.”
YAA ALLAHU YAA BARRU YAA KAAFI YAA GHANIYU
YAA FATAAHU YAA WAHHAABU YAA RAZAAQU YAA KAREEMU YAA MU`TII YAA JAWAADU YAA WAASI`U YAA DHU AL-FADLI AL-`ADHEEMI
KANZ AL SAADAH WA AL RASYAD LI MAN FAQA AHL AL ZIYADAH WA AL UBBAD
With Ijazah and Sanad from Sayyiduna Shaykh Haji Muhammad Fuad bin Kamaludin
●Download here
Ijaza on the Adkhar of Idrisiyyah Tariqa:
●Download here
Dua Nasiri and Hizb Nasr with Ijazah and Sanad:
From Sayyiduna Shaykh Adnan Raja hafizahullah
In the words of Sayyiduna Shaykh Muhammad al-Yaqoubi hafizahullah, “The Nasiri Supplication contains amazing secrets for fulfilling needs and destroying oppressors.”
The chain of ijazah for this dua:
1. Shaykh Muhammad al-Yaqoubi from
2. Shaykh Muhammad al-Makki al-Kattani from
3. Ahmad b. Abi Bakr al-Nasiri (d.1337) from his father
4. Abu Bakr b. Ali (d.1281) from his father
5. Ali b. Yusuf (d.1235) from his father
6. Abu’l Mahasin Yusuf b. Nasir (d.1197) from his uncle
7. Abu’l Abbas Ahmad b. Muhammad (d.1129) from his father
8. Imam Abu Abd Allah Muhammad b. Muhammad (d.1085) — composer of this supplication.
●Download Dua Nasiri here (Essential Islam edition):
●Hizb al-Nasr here:
Hizb Nasr with Ijazah from Sayyiduna Shaykh Dr. Abdul Azeez Khatib Al Hasani
*حزب البحر للإمام الشاذلي رضي الله عنه* .
هذا وقد أجزت وأذنت لمن أحب قراءته من الإخوة أن يقرأه ليكتسب الإسناد المتصل مني الفقير إلى سيدنا الإمام الشاذلي قدس الله سره.
Hizb Imam Nawawi ق
With Ijazah:
حزب الإمام النووي
أجزت به من قبل الإجازة وقال : قبلت ،
وأرويه عن جماعة من شيوخنا قراءة وسماعا ، منهم سيدنا الشيخ محمد متولي الشعراوي رضي الله عنه ، بأسانيدهم إلى
الإمام النووي رضي الله عنه .
Hizib Falah
Oleh KH. Anwar Syafi’i
Pembina JRA.
Hizb Al Falahbof Sayyiduna Sheikh Hasan Asy Shadhili through Hadratussyaikh KH. M Hasyim Asy’ari with Ijazah
(خاصية)
فونيكا ويريدان حزب الفلاح للأستاذ الأكبر أبي الحسن الشاذلى رضي الله عنه. سينتن كع مداومهاكن ماهوس فونكا حزب بعد صلاة الصبح و بعد الصلاة العصر و عند ارادة النوم ان شاء الله تعالى كافاريعان كابكجان في الدنيا و الاخرة و أجزت لمن وقع هذ الحزب في يده وهو أهل للاجازة بحق اجازتي عن شيخنا العلامة محمد محفوظ بن عبد الله إسماعيل الجاوي ثم المكي عن السيد محمد امين إبن السيد احمد المداني عن الشيخ عبد الغني النقشبندي عن الشيخ إسماعيل بن الرومي ثم المداني عن الشيخ صالح الفلاني عن ابن سنة عن مولاي الشريف محمد بن عبد الله الوولاتي عن ابي عثمان سعيد قدوره عن سعيد بن ابن احمد المقري عن عبد إبن علي عن البرهان القلقشندي عن ابي العباس احمد بن محمد ابن اب بكر الوسطى عن الخطيب صدر الدين ابى الفتح محمد ابن احمد الميدومي عن ابى العباس احمد المرسى عن مؤلفه سيدي ابي الحسن على بن عبد الله ابن عبد الجبار الشاذلى الشّريف الحسانى رضي الله عن الجميع و نفعنا بهم و امدنا بأسرارهم و اعاد علينا من بركتهم امين
الفقير اليه تعالى:
محمد هاشم اشعرى-خادم العلم
●Check here:
Hizb Nasr with Ijazah from Shaykh al-Hadith Dr Yusri Rushdi Jabar (Lecturer, al-Azhar Mosque, Cairo Egypt
Hizb Bahr with Ijazah and Sanad from Sayyiduna shaykh Al Mukarrom Abuya KH. Miftachul Akhyar(Chairperson of the Indonesian Ulema Council)
Note before reading Hizb Bahr, dedicate one surah fatiha atleast to Sayyiduna Muhammad ﷺ and Imam Shadhili qaddasallahu sirrahu
Salawat Wahidiyyah with Ijazah
●Download here:
Lembaran Sholawat Wahidiyah
Ijazah Mawlid Barzanji and Sanad from Sayyiduna Shaykh Muhammad Husni Ginting al-Langkati hafizahullah
Faqir ila Allah Muhammad Husni Ginting bin Muhammad Hayat Ginting al-Langkati :
I received and narrate the kitab Mawlid Barzanji from Syeikh Saya al-Alim as-Shaykh Ahmad Damanhuri bin Arman al-Banteni who died at 1426 hijriyah, he narrates from his great teacher al-Allamah al-Muhaddis as-Shaykh Umar Hamdan al-Mahrisi at-Tunisi al-Madani who died1368 hijriyyah, he narrates from al Allamah Shaykh Sayyid Ahmad bin Ismail al-Barzanji Mufti Madh’hab Imam Syafi`i in Madinah, he narrates from his father Sayyid Ismail bin Sayyid Zaynal Abidin al-Barzanji, he narrates from his father al-Allamah Sayyid Zainal Abidin bin Sayyid Muhammad Abdul Hadi al-Barzanji, he narrates from his father al-Allamah Sayyid Muhammad Abdul Hadi al-Barzanji, he narrates from al-Allamah al-Faqih Syeikh Sayyid Ja`far bin Sayyid Hasan bin Sayyid Abdul Karim al-Barzanji, author of kitab ” Maulid al-Barzanji
Ijazah Mawlid Barzanji and Sanad from Sayyiduna Shaykh Muhammad Munirul Ikhwan
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﺍﻟﺤﺎﺝ محمد ﻣﻨﻴﺮ ﺍﻻﺧﻮﺍﻥ ﺑﻦ ﺳﺒﻜﻰ ﺍﺳﻤﺎﻋﻴﻞ : ﺍﺟﺰﺗﻜﻢ ﺑﻘﺮﺍﺀﺓ ﻋﻘﺪ ﺍﻟﺠﻮﻫﺮ ﻓﻲ ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺍﻷﺯﻫﺮ ( ﻣﻮﻟﺪ ﺍﻟﺒﺮﺯﻧﺠﻰ ) ﻟﻠﺴﻴﺪ ﺟﻌﻔﺮ ﺑﻦ ﺣﺴﻦ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ﺍﻟﺒﺮﺯﻧﺠﻰ
ﻫﺬﺍ ﻛﻤﺎ ﺍﺟﺎﺯﻧﻰ ﺷﻴﺨﻰ ( ١ ) ﻛﻴﺎ��ﻰ ﺍﻟﺤﺎﺝ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﺣﻤﺪ ﺳﻬﻞ ﻣﺤﻔﻮﻅ ﻋﻦ ( ٢ ) ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﻳﺎﺳﻴﻦ ﺑﻦ ﻋﻴﺴﻰ ﺍﻟﻔﺎﺩﻧﻰ ﻋﻦ ( ٣ ) ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺯﻛﻰ ﺑﻦ ﺍﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺍﻟﺒﺮﺯﻧﺠﻰ ﻋﻦ ( ٤ ) ﺍﺑﻴﻪ ﻣﻔﺘﻲ ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﺍﻟﻤﻨﻮﺭﺓ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺍﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺍﻟﺒﺮﺯﻧﺠﻲ ﻋﻦ ( ٥ ) ﺍﺑﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺍﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ ﺯﻳﻦ ﺍﻟﻌﺎﺑﺪﻳﻦ ﺍﻟﺒﺮﺯﻧﺠﻲ ﻋﻦ ( ٦ ) ﺍﺑﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺯﻳﻦ ﺍﻟﻌﺎﺑﺪﻳﻦ ﺍﻟﺒﺮﺯﻧﺠﻲ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻬﺎﺩﻱ ﺍﻟﺒﺮﺯﻧﺠﻲ ﻋﻦ ( ٧ ) ﺍﺑﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻬﺎﺩﻱ ﺍﻟﺒﺮﺯﻧﺠﻲ ﻋﻦ ( ٨ ) ﻋﻤﻪ ﻣﺆﻟﻒ ﺍﻟﻤﻮﻟﺪ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺟﻌﻔﺮ ﺑﻦ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺍﻟﺒﺮﺯﻧﺠﻲ ﺍﻟﺤﺴﻴﻨﻲ
Sayyiduna Shaykh Muhammad Shareef bin Farid hafizahullah:
I give a general license (ijaaza `aama) to any Muslim who comes across this text, studies it and desires to be a part of the Golden Chain of the awliyya and `ulama cited in this seminal text; and who desire to share in the baraka of Shehu Uthman ibn Fuduye`.
Sayyiduna Shaykh Hamza Kettani hafizahullah:
Mawlid SimtudDuror, Khulasah Book of Sayyiduna Habib Umar bin Hafiz, Awrad,Adhkar and Salawat of the Ba Alawi Tariqa with Ijaza:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
لكم الإجازة من الحبيب المنصب علي بن عبدالقادر الحبشي
في قراءة وكتابة وحفظ مولد سمط الدرر لسيدنا الإمام الحبشي
وفي جميع كتب أوراد وأذكار الطريقة العلوية
Mawlid AdDiyaul Lami’, Khulasah Book of Sayyiduna Habib Umar bin Hafiz hafizahullah, Awrad, Adkhar and Salawat of the Ba Alawi Tariqa with Ijaza from Habib Muhammad Bin Hussain Al Habashiy
Our esteemed teacher ; (Abubakar Salim Smith/ Bakr Smith) Habib.Abubakar Bin Salim Bin Smith; has the “ijazah” / permission to teach and share Khulasah Maddad directly from Habib Umar bin Hafidz; and he has taught me and given me permission to share with everyone who wants to read the Ratib/Wirid/Hizb within this Cream of Remembrance: especially in these past days of worry for Muslims, globally or locally. I encourage reading this Hizb An-Nasr ( Imam Al-Haddad) everyday. Inshaallah, may Allah SWT accept our efforts and answer our prayers.
Ijazah in Dalailul Khayrat with Ahzab, Istanbul version
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
On the 14th of May 2022, the Singapore jammat hosted the Live Talk (arranged by the Royal Ottoman Society) with our beloved Shaykh Bahauddin. He blessed us with a Tablespread of Spiritual Nourishment that night.
During the Q&A session a mureed was asking if he had the permission to recite, other than the Dalailul Khayrat, Hizbul Wiqayah by Ibn Arabiق.
Shaykh Bahauddin revealed that he has been reciting it daily, in the Istanbul publication of the Dalailul Khairat, and has given Ijazah for everyone to practice the same.
All the Hizbs Shaykh Bahauddin reads are in the PDF attached above.
The 5 daily recitals in this book:
•Dalailul Khairat
•Hizbul A’ zham
•Hizbul Istighfar
•Hizbul Wiqayah
•Hizbul Ghoyath
Salawat Kanzul Haqaiq of the Hashimiyya Habibiyya Darqawiyya Shadhiliyya
Ijazah from the Murshid of the Tariqa Sayyiduna Shaykh Moulay Abdalkabir Al-Belghiti Qaddas Allahu sirrah ul-Aziz
و عليكم السلام ورحمة الله تعالى وبركاته سيدي
نعم لكم الإذن في ذلك سيدي
0 notes
Text
FADHILAH SHOLAWAT OLEH IMAM IBNU HAJAR AL-HAITAMI
Shalawat adalah hal yang sangat dianjurkan dalam syara', sebagai salahsatu wujud kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW, juga banyak kelebihan shalawat seperti yang tertera dalam hadits berikut.
Dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَ��تْ عَنْهُ عَشْرُ خَطَيَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“Barangsiapa yang bersholawat kepadaku satu kali, maka Allah bersholawat kepadanya 10 kali shalawat, dihapuskan darinya 10 kesalahan, dan ditinggikan baginya 10 derajat.” (HR. An-Nasa’i, III/50)
Ibnu Hajar Al-Haitami menyebutkan banyak fadhilah bersalawat kepada Nabi Muhammad SAW dengan berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW.
TIGA PULUH MANFAAT DAN FAIDAH
Diantaranya :
1. RASULULLAH SAW BERSABDA :
“Barangsiapa membaca sholawat
kepadaku 10x, maka Allah SWT
membalas sholawat kepadanya 100x, dan barang siapa membaca sholawat kepadaku 100x, maka Allah menulis diantara kedua matanya “Bebas dari munafiq dan bebas dari neraka“, dan Allah menempatkan dirinya pada hari qiyamat bersama dengan para syuhada”.
2. ROSULULLOH SAW BERSABDA :
”Telah datang malaikat Jibril as kepadaku sambil berkata :
“Barangsiapa diantara umatmu
membaca sholawat kepada-mu satu kali, maka sebab bacaan sholawat tadi, Allah menuliskan baginya 10 kebaikan, dan mengangkat derajatnya 10 tingkatan, dan Allah membalas sholawat kepadanya sesuai dengan sholawat yang ia baca“.
3. ROSULULLOH SAW BERSABDA :
“Sesungguhnya manusia yang paling utama disisi-ku pada hari qiyamat adalah mereka yang paling banyak membaca sholawat kepadaku”.
4. ROSULULLOH SAW BERSABDA :
“Yang paling banyak diantara kalian membaca sholawat kepadaku, dia-lah yang paling dekat denganku besok di hari qiyamat.
5. ROSULULLOH SAW BERSABDA : “Bacalah kalian sholawat kepadaku, maka sesungguhnya bacaan sholawat itu menjadi penebus dosa dan pembersih bagi jiwa kalian, dan barangsiapa membaca sholawat kepada-ku satu kali, Allah SWT membalas sholawat kepadanya sepuluh kali”.
6. ROSULULLOH SAW BERSABDA :
'‘Sholawat kalian kepada-ku itu
merupakan pengawal bagi dikabulnya do’a kalian dan memperoleh keridloan dari Allah, dan menjadi pembersih dari amal-amal kalian”.
7. ROSULULLOH SAW BERSABDA : “Semua doa itu terhijab (terhalang), sehingga ia memuji Allah dan bersholawat kepada Nabi SAW, maka do’anya itu diterima”.
8. ROSULULLOH SAW BERSABDA :
“Barangsiapa membaca sholawat
kepadaku setiap hari 100 kali, maka Allah mengabulkan 100 macam hajatnya, yang 30 macam untuk kepentingan di dunia, sedangkan yang 70 macam untuk kepentingannya di akhirat ”.
9. ROSULULLOH SAW BERSABDA :
“Barangsiapa membaca sholawat
kepadaku setiap hari 1000 kali, dia
tidak akan mati sebelum melihat
tempatnya di surga”.
10. ROSULULLOH SAW BERSABDA :
“Barangsiapa yang menulis sholawat kepadaku di dalam suatu kitab, maka para malaikat tidak henti-hentinya memohonkan ampunan baginya selama namaku masih berada di dalam Kitab itu “.
11. ROSULULLOH SAW BERSABDA :
”Hiasilah ruangan tempat
perkumpulanmu dengan bacaan
sholawat kepadaku, maka
sesungguhnya bacaan sholawatmu akan menjadi nuur ( cahaya ) pada hari kiamat”.
12. ROSULULLOH SAW BERSABDA :
“Segala sesuatu itu ada alat/pencuci dan pembersihnya. Adapun alat pencuci hati seorang mu’min dan pembersihnya dari kotoran dosa yang sudah melekat dan berkarat itu adalah dengan membaca sholawat kepadaku”.
13. ROSULULLOH SAW BERSABDA :
“Barangsiapa yang merasa kesulitan memperoleh sesuatu, maka sesungguhnya sholawat itu akan menghilangkan kesulitan dan kesusahannya”.
14. ROSULULLOH SAW BERSABDA :
“Perbanyaklah membaca sholawat
kepadaku pada setiap hari Jum’at,
maka sesungguhnya bacaan sholawat ummatku pada setiap hari Jumat itu dilaporkan kepada-ku”.
15. RASULULLAH SAW BERSABDA : “Dalam mimpi, aku pernah melihat pamanku Hamzah dan saudaraku Ja’far Ath-Thayyar.
Mereka memegang tempat makanan yang berisi buah pidara dan merekapun memakannya, kemudian buah pidara itu berubah menjadi anggur dan merekapun memakannya, dan buah anggur itu berubah menjadi buah kurma yang masih segar. Kemudian merekapun memakannya,
lalu aku mendekat dan bertanya kepada mereka: Demi ayahku jadi tebusan, amal apakah yang telah kalian lakukankan..................?
Mereka menjawab : Demi ayah dan ibuku jadi tebusanmu, kami dapatkan amal yang paling utama adalah bershalawat kepadamu”
16. RASULULLAH SAW BERSABDA : “Ketika aku di-mi’raj-kan ke langit, aku melihat malaikat yang mempunyai seribu tangan, dan di setiap tangannya ada seribu jemari.
Ketika ia sedang menghitung dengan jari-jarinya, aku bertanya kepada Jibril: Siapakah malaikat itu dan apa yang sedang ia hitung...........?
Jibrilmenjawab : Dia adalah malaikat yang ditugaskan untuk menghitung setiap tetesan hujan, ia menghafal setiap tetesan hujan yang diturunkan dari langit ke bumi.
Aku bertanya kepada malaikat itu :
Apakah kamu mengetahui jumlah
tetesan hujan yang diturunkan dari
langit ke bumi sejak Allah
menciptakan dunia...................?
Ia menjawab: Ya Rasulallah, demi Allah yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak hanya mengetahui setiap tetesan hujan yang turun dari langit ke bumi, tetapi aku juga mengetahui secara rinci berapa jumlah tetesan hujan yang jatuh di lautan, di daratan, di bangunan, di perkebunan, dan di pekuburan.
Rasulullah SAW bersabda :
Aku kagum terhadap kemampuan hafalan dan ingatanmu dalam menghitung.
Ia berkata : Ya Rasulallah, ada yang tak sanggup aku hafal dan menghitungnya.
Rasulullah SAW bertanya :
Menghitung apakah itu................?
Ia menjawab : Aku tidak sanggup
menghitung pahala shalawat yang
dibaca oleh sekelompok orang dari
umatmu ketika namamu disebut di
suatu majlis.”
17. RASULULLAH SAW BERSABDA:
“Pada hari kiamat nanti aku akan berada di dekat mizan (timbangan) amal.
Barangsiapa yang amal buruknya
lebih berat dari amal baiknya, aku
akan datang bersama sholawat yang pernah dibacanya, sehingga amal baiknya akan lebih berat, berkat shalawatnya itu”.
18. RASULULLAH SAW BERSABDA :
”Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku 3x setiap pagi dan 3x setiap malam karena cinta dan rindu kepadaku, maka Allah SWT berhak mengampuni dosa-dosanya pada hari itu”.
19. RASULULLAH SAW BERSABDA :
”Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku saat akan membaca Al-
Qur’an, maka malaikat akan selalu
memohonkan ampunan baginya
selama namaku berada di dalam Al-Qur’an”.
20. Saidina Abu Huroiroh ra berkata : “Membaca sholawat kepada Nabi SAW adalah jalan menuju sorga “.
21. Saidina Ali Zainal ‘Abidin bin
Husain bin ‘Ali bin Abi Tholib ra
berkata : “Tanda-tanda orang ahlus-sunnah adalah memperbanyak sholawat kepada Nabi SAW“.
22. Imam Ja’far Ash-Shodiq berkata : “Ketika nama Nabi SAW disebut, maka perbanyaklah sholawat kepadanya, sesungguh nya orang yang bersholawat kepada Nabi SAW satu kali, Allah akan bershalawat kepadanya 1000 kali bersama 1000 barisan malaikat.
Tidak ada satu pun makhluk Allah
kecuali ia bershalawat kepadanya,
karena Allah dan para malaikat
bershalawat kepadanya.
Barangsiapa yang tidak mau
membaca sholawat, ia dianggap
sebagai orang yang jahil dan tertipu”.
23. Imam Ja’far ash-Shodiq berkata :
”Barangsiapa yang tidak sanggup
menutupi dosa-dosanya, maka
perbanyaklah sholawat kepada
Rasulullah SAW dan keluarganya,
sesungguhnya shalawat itu benar-
benar dapat menghapus dosa-
dosanya”.
24. Imam Ja’far ash-Shodiq pernah ditanya : “Apa pahala membaca shalawat itu..................?
Beliau menjawab : “Ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti saat bayi yang baru lahir dari ibunya”.
25. Imam Muhammad Al-Baqir berkata : ”Tidak ada satupun amal yang lebih berat dalam timbangan, kecuali shalawat kepada nabi Muhammad dan keluarganya.
Sesungguhnya akan ada seseorang yang ketika amalnya ditimbang, maka timbangan amalnya miring ke kiri.
Kemudian Nabi SAW datang membawakan pahala shalawatnya dan meletakkan di mizan amalnya, maka beruntunglah ia berkat
shalawat itu”.
26. Syekh Showi dalam kitab tafsirnya berpendapat : “Sesungguhnya para ulama sependapat, bahwa semua amal ada yang diterima dan ada pula yang ditolak, kecuali sholawat kepada Nabi SAW.
Maka sesungguhnya sholawat kepada Nabi SAW itu “ Maqbuulatun Qoth’an “ ( pasti diterima ) “.
(Taqriibul Ushul Hal : 5 7).
27. AI-Allaamah Syamsuddin bin
Qoyyim dalam kitabnya Jalaailul-Afhaam berkata :
“Sesungguhnya membaca sholawat itu menjadi sebab bertambahnya rasa cinta kepada Allah dan Rosul-Nya.
Cinta itu kelak akan menjadi satu ikatan dari ikatan-ikatan keimanan, padahal keimanan itu tidak bisa sempurna kecuali dengan cinta”.
28. Sebagian ulama berpendapat :
“Jalan yang paling dekat kepada Allah SWT pada akhir zaman, khususnya bagi orang-orang yang banyak berbuat dosa adalah memperbanyak istighfar dan membaca sholawat kepada Nabi SAW”.
29 Sebagian ulama berpendapat :
“Sesungguhnya membaca sholawat kepada Nabi SAW itu dapat menerangi hati dan mewushulkan dirinya kepada Allah SWT”.
30. Sebagian ulama berpendapat :
Sesungguhnya memperbanyak baca sholawat dapat mimpi bertemu dengan Rosululloh SAW, bahkan apabila bersungguh-sungguh memperbanyak serta membiasakannya, maka pembaca sholawat itu kelak dapat melihat
Rosululloh SAW dalam keadaaan terjaga.
Wallahu A'lam Bishawab
SEMOGA BERMANFAAT AMIIN... .. .
Referensi: Kitab Al-Dur Al-Manzhud fi Al-Shalat wa Al-Salam ‘ala Shahib Al-Maqam Al-Mahmud (Cet. Dar al-Minhaj, Hal 136-180)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
Allahumma Sholli 'Alaa Sayyidinaa Muhammad Wa'alaa Alihi WaShohbihi Wasallim.
1 note
·
View note
Link
Oleh: Taufik M. Yusuf Njong
Ketika Al-‘Allamah Syeikh Muhammad Al-Khidr Husain At-Tunisy mengemban amanah Grand Syekh Al-Azhar pada tahun 1952, beliau menunjuk sejawatnya Al-‘Allamah Sayyid Muhibbuddin Al-Khatib sebagai pemimpin redaksi Majalah Al-Azhar. Padahal guru dari Syekh Muhammad Hamid El-Fiqi ini (pendiri organisasi Ansharussunnah Salafi) adalah seorang ‘wahabi tulen’ yang rajin mencetak kitab-kitab Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahab dan ulama-ulama salafi lain lewat Mathba’ah/percetakan Salafiyahnya di Kairo. Al-Khatib tetap dipercaya memimpin redaksi majalah Al-Azhar sampai tahun 1956 meskipun kemudian Syekh Al-Khidr mengundurkan diri dari Masyaikhah Al-Azhar pada tahun 1954.
Diantara ulama Islam yang punya kecenderungan salafi dan ikut berkontribusi untuk Al-Azhar adalah Alm Dr. Muhammad Imarah. Seperti halnya Al-Khatib, beliau juga diangkat sebagai Pemred majalah Al-Azhar selama 4 tahun (2011-2015). Selain itu, beliau juga termasuk anggota Hai’ah Kibar Ulama Al-Azhar dan anggota Majma’ Buhuts Islamiyah Al-Azhar. Kecenderungan pemikiran salafi Dr. Muhammad Imarah terlihat jelas dalam pembelaannya terhadap Ibnu Taimiyah dalam bukunya Raf’u Al-Malam ‘An Syeikh Al-Islam Ibnu Taimiyah. Selain itu, beliau juga salah satu pendukung pemikiran Hasan Al-Banna sebagaimana beliau tuangkan dalam karyanya Ma’alim Al-Masyru’ Al-Hadhary Fi Fikr Al-Imam As-Syahid Hasan Al-Banna. Bisa jadi, sebagian orang akan mengingkari kesalafiyahan Dr. Imarah dan tidak mengapa. Karena memang Salafiyah Mesir (Salafiyah Ishlahiyah) lebih moderat ketimbang Salafiyah Nejd yang konservatif. Salafiyah Mesir seperti Sayyid Al-Khatib dan Dr. Imarah misalnya terlihat tidak memanjangkan jenggot.
Pada tahun 1950, Grand Syekh Al-Azhar Syekh Ibrahim Hamrusy mengutus Syeikh Sya’rawi untuk mengajar di fakultas syari’ah Makkah (cikal bakal Universitas Ummul Quro). Syekh Sya’rawi kemudian mendengar bahwa Raja Su’ud bin Abdul Aziz berencana untuk memindahkan maqam Ibrahim ke tempat lain pada tahun 1954 setelah bermusyawarah dengan para ulama (salafi). Syeikh Sya’rawi pun menyurati Raja Su’ud dan menjelaskan kepadanya bahwa pemindahan tersebut menyalahi syariat. Beliau memintanya untuk membatalkan niat tersebut. Setelah mempelajari surat Syekh Sya’rawi, Raja Su’ud yang Wahabi kemudian membatalkan pemindahan maqam Ibrahim karena nasehat seorang ulama Asy’ari; Syeikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi.
Selain itu, sangat banyak para ulama Al-Azhar yang Asy’ari diutus untuk mengajar di Universitas-Universitas Arab Saudi dan cabang-cabangnya seperti di LIPIA. Wallahu A’lam apakah para pembenci gerakan Islam juga akan berani mengatakan bahwa secara tidak langsung para dosen-dosen Al-Azhar ini telah ikut menyebarkan ajaran Wahabi walaupun mereka tidak mengajarkan mata kuliah akidah. Entah sejak kapan, di kampus-kampus Saudi, mata kuliah akidah biasanya hanya diampu oleh dosen asli Saudi yang jelas salafinya.
Pada akhir tahun 1961, Universitas Islam Madinah didirikan berdasarkan titah dari Raja Su’ud bin Abdul Aziz. Kemudian dibentuklah Dewan Penasehat Tinggi Universitas untuk membuat kurikulum dan sistem pendidikan. Diantara para ulama yang diminta untuk menjadi anggota dewan penasehat tinggi adalah para ulama Al-Azhar dan Az-Zaitunah yang notabene berakidah Asy’ari seperti Mufti Mesir Syekh Hasanain Makhluf, Syeikh Muhammad Mahmud As-Shawwaf dan Al-Imam Thahir Ibnu Asyur At-Tunisi. Beberapa perbedaan dalam masalah akidah tidak menghalangi mereka untuk duduk bersama dengan para ulama salafi seperti Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdul Muhsin Al-Abbad, Syekh Albani dan lain-lain sesama anggota dewan penasehat tinggi Universitas.
Ketika Al-Arif Billah Al-Imam Al-Akbar Syeikh Abdul Halim Mahmud mengarang kitab Fatawa ‘An As-Syuyu’iyah (Fatwa-fatwa Tentang Komunisme), beliau mengawali bab pertama dari kitabnya dengan fatwa-fatwa dari para ‘ulama negarawan’ dari kerajaan Wahabi Saudi seperti fatwa Raja Faishal, fatwa Raja Khalid dan Fatwa Raja Fahd. Beliau begitu menghormati Ibnu Taimiyah dan menggelarinya dengan Al-Imam serta mengakui bahwa Ibnu Taimiyah adalah representasi dari pemikiran Imam Ahmad meskipun sedikit berbeda. Beliau juga bersikap hormat terhadap para ulama-ulama Salafi (begitupun sebaliknya) sekalipun ia dikenal sebagai tokoh Shufi. Tengoklah bagaimana Syekh bin Baz begitu hormat ketika menyurati Syekh Abdul Halim Mahmud yang mewasiatkan agar dirinya dikuburkan disebuah mesjid di kampung halamannya, hal yang diingkari oleh Syeikh bin Baz menurut Mazhab Salafinya. Syekh bin Baz memulai suratnya dengan perkataan: “Dari Abdil Aziz bin Baz kepada Hadharatil Akh Al-Mukarram, Dr. Abdul Halim Mahmud Syekhul Azhar semoga selalu dalam taufiq Allah…”
Diantara bentuk kerjasama Salafi Asy’ari adalah apa yang terjadi antara Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki dengan lembaga-lembaga keagamaan Wahabisme di Saudi. Seperti ikut bergabungnya Sayyid Muhammad di Rabithah Alam Islami, King Abdul Aziz University, Fakultas Syariah Makkah (Univ Ummul Quro) disamping aktifnya beliau mengajar di Masjidil Haram menggantikan Ayahandanya yang wafat tahun 1971. Beliau punya hubungan dekat dengan Raja Abdullah. Sayyid Alawi juga termasuk salah seorang ulama Asy’ari yang menyetujui penumpasan ‘pemberontakan’ Juhaiman di Masjidil Haram tahun 1979. Beliau termasuk ulama yang lembut, menasehati dengan hikmah dan menghormati tokoh-tokoh Salafiyah bahkan menggelari Syekh Muhammad bin Abdul Wahab (pendiri Wahabisme) dengan Imam Tauhid dan Ra’sul Muwahhidin dalam kitabnya Mafahim Yajib An Tushohhah. Dan semoga, baik Wahabi maupun Asy’ari tidak akan ‘menuduh’ sikap lembut dan hikmah beliau terhadap Wahabiyah sebagai sikap ‘kamuflase’ saat dalam posisi lemah.
Al-‘Allamah Syekh Wahbah Az-Zuhaili yang dijuluki sebagai Imam As-Suyuthi abad ini juga punya pendapat yang moderat terhadap Wahabisme dan Syekh Muhammad bin Abdul Wahab secara khusus. Beliau menganggap Syekh Muhammad bin Abdul Wahab sebagai mujaddid abad ke 12 H dalam kitabnya Mujaddid Ad-Din Fi Al-Qarn Tsani Asyar. Sikap positif dan pujian Syekh Wahbah Az-Zuhaili terhadap Syekh Muhammad bin Abdul Wahab juga terlihat jelas dalam sebuah makalah yang ditulis Syekh Az-Zuhaili berjudul Ta-attsur Ad-Dakwah Al-Ishlahiyat Al-Islamiyah bi Dakwah As-Syekh Muhammad bin Abdil Wahab. (Makalah ini terdapat dalam Buhuts Usbu Syekh Muhammad bin Abdil Wahab jilid ke II yang dicetak oleh Markaz Buhuts Universitas Al-Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyah Riyadh-Saudi.
Sikap para ulama Asy’ari dan Salafi/wahabi yang saling bekerjasama dan bersikap adil sesama mereka tentu sangat banyak. Di zaman dulu kita mengenal nama-nama moderat seperti Ibnu Katsir, Az-Dzahabi, As-Suyuthi, Ibnul Jauzy, Ibnu Qudamah, dan lain-lain. Di era modern kita juga mengenal beberapa ulama yang inshof tersebut seperti Syekh Abu Ghuddah, Dr. Muhammad Al-Musayyar, Syeikh Dedew, Syarif Hatim Al-Auni dan lain-lain.
Bekerjasama dan bersikap inshaf terhadap aliran-aliran yang saling mengklaim sebagai bagian dari Ahlul Sunnah ini tentunya tidak harus berarti tidak boleh membantah secara Ilmiyah. Tapi maksudnya adalah lebih kepada agar kita menempatkan prioritas ‘musuh’ pada tempat yang semestinya untuk kemudian mau saling tolong menolong dalam perkara yang kita sepakati dan saling bertoleransi terhadap perkara yang kita perselisihkan–kaidah yang dipopulerkan Hasan Al-Banna ini sejatinya adalah perkataan Sayyid Rasyid Ridha, Murid Imam Muhammad Abduh yang namanya diabadikan di sebuah gedung Al-Azhar; Qa’ah Al-Imam Muhammad Abduh.
Itulah beberapa contoh sikap toleransi dan kerjasama antara Asy’ari dan Wahabi. Lalu bagaimana dengan sikap ekstrim dan cerita saling usir, kafir mengkafirkan dan lain-lain yang sampai menimbulkan korban jiwa seperti yang menimpa Imam At-Thabari, ‘takfir’ terhadap Hanabilah oleh Syarif Al-Bakri dan fitnah-fitnah lain yang ‘memenuhi’ buku sejarah? Atau persekusi yang menimpa Syekh Abu Ghuddah dan Sayyid Alawi Al-Maliki dan lain-lain?
Kisah persekusi, usir mengusir dan dan saling menggelari dengan gelar yang buruk sepertinya ribuan kali lebih banyak dan akan terus terjadi. Sebab, hal itu sudah menjadi ‘jalan’ masing-masing sebagian umat ini. Dimana sebagiannya cenderung tekstualis, sementara yang lain cenderung lebih rasionalis. Meminjam ungkapan Al-Arif Billah Al-Imam Al-Akbar Grand Syeikh Al-Azhar Syeikh Abdul Halim Mahmud dalam kitabnya Qadhiyah At-Tashawwuf-Al-Munqid Min Ad-Dhalal ketika menceritakan konflik antara Mu’tazilah, Salafiyah/Hanabilah dan Shufiyah di sisi yang lain beliau berkata: “Itulah kecenderungan yang berbeda berdasarkan fitrah manusia yang akan terus abadi selama abadinya jenis manusia itu diatas muka bumi ini. Maka, adalah sebuah kesalahan mereka yang coba memerangi tasawwuf, i’tizal dan kaum tekstualis dengan harapan untuk memusnahkan total ketiga kecenderungan tersebut.” Rahimahullah.
Lalu, apakah diskusi yang sehat bisa menyelesaikan konflik? Bukankah ribuan kitab yang saling counter mengcounter telah ditulis? Kemungkinan juga tidak akan bisa mengakhiri ‘perang’ ini. Apalah lagi sanggah menyanggah dan perdebatan yang tendensius. Ibarat sebuah peperangan, yang hari ini kalah takkan pernah mengakui kekalahannya, mereka akan membersihkan dan membalut luka-luka itu, menyiapkan kembali senjata dan kekuatan baru untuk kemudian terjun ke pertempuran selanjutnya.
Semoga Allah merahmati ‘Alim Azhari putra ‘Alim Azhari yang pernah mengajar di Saudi, Almarhum Dr. Muhammmad Sayyid Ahmad Al-Musayyar ketika berkata: “Wahai tuan-tuan, Salafiyah (Wahabisme) takkan (bisa) dilenyapkan, Shufiyah takkan (bisa) dilenyapkan, Asy’ariyah takkan (bisa) dilenyapkan, Mu’tazilah takkan bisa dilenyapkan. Mazhab-mazhab ini telah diperangi (sedemikian rupa oleh musuh-musuhnya) namun ia tetap bertahan dan akan terus bertahan. Alangkah baiknya kita ‘bertemu’ dalam hal-hal yang telah disepakati dari prinsip-prinsip agama yang tidak ada perbedaan di sekitarnya dan saling bertoleransi dalam hal-hal furu’ yang kita perselisihkan. Dan hendaknya hikmah kenabian: ‘Barangsiapa yang berijtihad dan dia benar maka baginya dua pahala, dan barangsiapa yang berijtihad lalu salah maka baginya satu pahala’ menjadi syi’ar kita semua.” (Sementara itu, para pembenci gerakan Islam tak berhenti mengatakan bahwa kaidah toleransi ini adalah kaedah rancu Hasan Al-Banna).
Wallahu A’lam.
Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/asyari-wahabi-dan-wasathiyah-al-azhar/
0 notes
Text
by Indians, for Indians, of Indian
Geography: Prof. Majid Husain (Roorkee) M.A. in Geography (Gold Medalist), LL.B and a PhD DR Khullar Physical Geography: Arthur Newell Strahler was a geoscience professor at Columbia University who in 1952 developed the Strahler Stream Order system for classifying streams according to the power of their tributaries. Wikipedia Born: 20 February 1918, Kolhapur Died: 6 December 2002, New York City, New York, United States Education: Columbia University Notable student: Marie Morisawa
Polity: M. Laxmikanth (Hyderabad), Masters from Osmania University (’89). Director, Laxmikanth’s IAS in Hyderabad
Economics: Ramesh Singh (Delhi) Alumnus, Delhi School of Economics; Director, Civils India-Karol Bagh
Art & Culture: Nitin Singhania
Modern History: Bipin Chandra (1928-2014,Kangra, Himachal Pradesh) Rajiv Ahir, Ramachandra Guha (Dehradun), Mridula Mukherjee (1950, Lady Shri Ram College for Women, New Delhi) Sumit Sarkar is an Indian historian of modern India. He is the author of Swadeshi Movement. Wikipedia Born: 1939 (age 79 years) Education: University of Calcutta, Presidency University, Kolkata Upinder Singh is a historian and the head of the History Department at the University of Delhi. She is also the recipient of the inaugural Infosys Prize in the category of Social Sciences. Wikipedia Parents: Manmohan Singh, Gursharan Kaur Siblings: Daman Singh Education: McGill University, St. Stephen's College, Delhi Grandparents: Amrit Kaur, Gurmukh Singh Uncles: Surinder Singh Kohli, Surjeet Singh Kohli, Daljit Singh Kohli Mohammad Tarique (JMI, New Delhi)
Medieval History: Satish Chandra (1922-2017, Meerut, Allahabad), B.A. (1942), M.A. (1944), and D.Phil (1948) under R.P. Tripathi. His doctoral thesis was on the Parties and Politics in 18th century India. Satish Chandra belonged to the group of historians, along with Romila Thapar, R. S. Sharma, Bipan Chandra and Arjun Dev, who are sometimes referred to as "left-leaning" or "influenced by Marxist approach to history." In 2004 his textbook was reintroduced in the national curriculum after a hiatus of six years.
Prof. Irfan Habib (1931, Vadodara, Aligarh) following the approach of Marxist historiography. He is well known for his strong stance against Hindu and Islamic communalists. He has authored a number of books, including Agrarian System of Mughal India, 1556–1707. Irfan's wife Sayera Habib (née Siddiqui) was Professor of Economics at Aligarh Muslim University. The couple have three sons and a daughter. The elder son is a scientist in America. The third son, Amber Habib, is head of the department of mathematics at Shiv Nadar University, and is married to Abha Dev Habib, a professor at Delhi University. Irfan's second son, Faiz Habib, is a cartographer at the Center of Advanced Study in History. His daughter, Saman Habib, is a scientist. He is an Elected Corresponding Fellow of the British Royal Historical Society since 1997.
Ancient HIstory: Prof. Ram Sharan Sharma (1919-2011, Barauni is an industrial town situated on the bank of the river Ganges in Begusarai, Bihar). He was an eminent historian and academic of Ancient and early Medieval India. He taught at Patna University and Delhi University (1973–85) and was visiting faculty at University of Toronto (1965–1966). He also was a senior fellow at the School of Oriental and African Studies, University of London. He was a University Grants Commission National Fellow (1958–81) and the president of Indian History Congressin 1975. Romila Thapar is an Indian historian whose principal area of study is ancient India. She is the author of several books including the popular volume, A History of India, and is currently Professor Emerita at Jawaharlal Nehru University in New Delhi. Wikipedia Born: 30 November 1931 (age 86 years), Lucknow Parents: Daya Ram Thapar Education: University of London, SOAS, University of London, Panjab University, Chandigarh, Panjab University Awards: Padma Bhushan, Kluge Prize Siblings: Ramesh Thapar Damodar Dharmananda Kosambi was an Indian mathematician, statistician, philologist, historian and polymath who contributed to genetics by introducing Kosambi map function. Wikipedia Born: 31 July 1907, Portuguese India Died: 29 June 1966, Pune Parents: Dharmananda Damodar Kosambi Children: Meera Kosambi Education: Cambridge Rindge and Latin School, Harvard University Ramesh Chandra Majumdar was a historian and professor of Indian history. Wikipedia Born: 4 December 1884, Faridpur District, Bangladesh Died: 11 February 1980, Kolkata Succeeded by: Mahmud Hasan Education: Presidency University, Kolkata, University of Calcutta Dwijendra Narayan Jha is an Indian historian, specialising in ancient and medieval India. He was a professor of history at Delhi University and a member of the Indian Council of Historical Research. Wikipedia Born: 1940 (age 78 years) Known for: Authoring books about Indian history Arthur Llewellyn Basham was a noted historian and Indologist and author of a number of books (incl. The Wonder That Was India [A.L. Basham] ). As a Professor at the School of Oriental and African Studies, London in the 1950s and the 1960s, he taught ... Wikipedia Born: 24 May 1914, Loughton, United Kingdom Died: 27 January 1986, Kolkata Education: SOAS, University of London
Policymaking: Dr. Saumitra Mohan, (Kolkata), IAS’2002. PhD (Int’l Org) from JNU. MJMC from IIMC, New Delhi and M.Ed. from IGNOU. Before joining IAS, he has worked with PTI, New Delhi as a Journalist, as a Lecturer with the Meerut University and as an Assistant Regional Director with IGNOU.
Sociology: M. Senthil Kumar (Chennai), Director of Times IAS Academy, Chennai, holds an MA in Sociology along with BSc. and MCA.
Int’l Relations: Prof. Pushpesh K. Pant (1947, Bhimtal, Kumaon, Uttarakhand, Delhi) Author, India: The Cookbook, International Relations in 21st Century. Professor of International relations from the Jawaharlal Nehru University, Delhi. Pavneet Singh (Delhi), MA, MBA(Marketing)-International Management Institute, Delhi
2 notes
·
View notes
Text
0 notes
Photo
Jamia Millia Islamia is a Central University (By an Act of Parliament) About Jamia: Jamia Millia Islamia came into existence in 1920 through the tireless efforts of its founders, such as Shaikhul Hind Maulana Mahmud Hasan, Maulana Muhammad Ali Jauhar, Hakim Ajmal Khan, Dr. Mukhtar Ahmad Ansari, Jenab Abdul Majeed Khwaja and Dr. Zakir Husain. Jamia is going to complete its 100 years in 2020. A central university since 1920. Pic Credit: @jamianspainting #jamia #jamiamilliaislamia #JMIEntrance #painting #jamiamilliaislamiauniversity #jmi #newdelhi #india #oilpainting #igtv #centraluniversity #instagram #ghalib #photography #history #students (at Jamia Millia Islamia, New Delhi) https://www.instagram.com/p/CBu_8eZHg0Y/?igshid=1vq8yghyqbb57
#jamia#jamiamilliaislamia#jmientrance#painting#jamiamilliaislamiauniversity#jmi#newdelhi#india#oilpainting#igtv#centraluniversity#instagram#ghalib#photography#history#students
0 notes
Text
Memori 86 Pesantren IMMIM
Oleh Abdul Haris Booegies
Memori 86 merupakan seikat pengalaman selama belajar di pesantren pada 1980-1986. Catatan ini sekedar corat-coret, bukan esai berat. Saya menganggapnya tulisan berkategori kacang goreng. Bisa dinikmati kapan saja, di mana saja. Saat menunggu teman, menanti mikrolet atau penat sesudah berselancar di lautan luas Internet. Dahi tidak perlu berkerut untuk mencerna catatan ini. Sebab, isinya bukan persoalan berat. Beberapa nama disamarkan untuk menjaga keharmonisan silaturrahmi. Sementara istilah Gladiator 86 merujuk ke Angkatan 1986 Pesantren Modern IMMIM.
Pesona Sumur Pada 1977, terjadi kemarau. Banyak sumur warga Tamalanrea yang mengering. Ajaibnya, air sumur di Pesantren IMMIM berlimpah. Penduduk sekitar pun berbondong-bondong ke pesantren. Mereka datang di tengah malam agar aktivitas pesantren tidak terganggu. "Pihak pesantren kemudian menyiapkan sumur bor agar tidak terjadi antrean panjang", kenang Zainal Abidin, tokoh ikonik alumni pertama Pesantren IMMIM. Di antara peziarah dadakan itu, ternyata banyak wanita muda. Ini menggiurkan bagi sebagian santri yang puber tingkat dewa. Mereka menggunakan momen ini untuk saling mengobrol. Apalagi, memandang wajah cantik saja sudah cukup bagi santri yang terkungkung dengan aturan ketat. Bahkan, sebagian santri rela menimba air di sumur untuk diberikan kepada wanita yang dianggapnya menawan hati. Ini cinta bertepuk sebelah tangan.
Bubur Hilang Pada 1980 saat masuk ke Pesantren IMMIM, sarapan ada tiga macam dalam sepekan. Nasi, nasi ketan (sokko) dan bubur kacang hijau. Naik kelas dua, bubur tidak ada. Beberapa hari berselang, sokko juga menghilang. Padahal, itu favorit saya. Suatu hari, kami tiga Gladiator 86 asyik berkisah. Imran Syukri (ini nama palsu) bercerita bahwa ia sangat suka bubur. Sekali waktu ia menikmati bubur di kamarnya di Asrama Sultan Hasanuddin. Ketika sedang mengunyah, ia tiba-tiba merasa menggigit sesuatu yang kenyal. Imran langsung memuntahkan. Ia mengamati benda itu. Ternyata ia mengigit kecoa yang terbenam di bubur. Kecoa malang itu hancur tergigit. Perut serangga sial itu tampak putih akibat terburai oleh gigitan. Sore, Imran langsung ke rumahnya. Ia mewartakan kepada ayahnya tentang nasib apesnya. Tadi pagi mengunyah kecoa yang terkubur di bubur. Sang ayah bergegas menemui Pimpinan Kampus agar memperhatikan secara seksana kebersihan dapur.
Striptis ala Pesantren Ardi Husain (nama asli disamarkan) merupakan Gladiator 86 dengan kulit putih. Ia bertubuh gempal. Selama enam tahun, ia tidak pernah terlihat berolah raga. Ia malas karena perokok berat. Figur Ardi tergolong urakan. Suka ceplas-ceplos. Sekalipun norak, tetapi, ia pemurah. Saya pun beberapa kali memberinya satu pak rokok (10 bungkus). Saya pernah gusar campur marah melihat ulah Ardi. Kamis sore ketika keluar kamar di Asrama Pangeran Diponegoro, saya arahkan pandangan ke Jalan Perintis Kemerdekaan. Mata tertuju ke orang yang memakai baju kaos putih bergambar Michael Jackson. Saya tertegun seraya memperhatikan wajah orang itu. "Ardi" bisik saya seraya berlari masuk kamar. Saya bergegas buka lemari. "Makhluk tanpa adab!" pekik saya. Ardi ambil lagi baju kesayanganku. Saya kemudian melongok ke jalan raya, tetapi, ia sudah naik bis ke kampungnya. Seperti sebelumnya, baju itu tidak akan kembali. Sebab, ia sedekahkan ke temannya di kampung. Namanya juga pemurah. Bukan Ardi kalau tidak slebor. Ketika suatu malam listrik padam, ia melepas seluruh pakaiannya. Bugil. Kemudian berlari memeluk satu demi satu teman di asrama sambil terbahak-bahak. Betul-betul pertunjukan aneh.
Perintis Graffiti Usai ujian pesantren setelah ujian SMA dan ujian Aliyah, saya diajak Fadil Mahmud (nama palsu) ke kantin. Dari kantin kemudian menuju ke pos piket lewat belakang masjid. Ketika sejajar dengan mihrab, Fadil minta spidol hitam yang saya kantongi. Saya heran, ini bocah mau corat-coret di mana. Di luar dugaan, ia menulis nama "Haris Bugis" di strip putih mobil pesantren yang parkir. Saya tertegun. Saat masih terpana, ia lalu mengelilingi mobil dari arah belakang. Kemudian menulis lagi namaku di sisi kiri mobil. "Mobilnya Haris Bugis", ujarnya tertawa sambil menatap saya. Psikopat berdarah dingin betul ini anak. Betapa mengerikan perbuatan Fadil di mata saya. Ini bukan graffiti, namun, vandalisme pertama sejak Pesantren IMMIM didirikan. Tidak pernah sebelumnya ada santri berani corat-coret kelas, asrama, aula, apalagi mobil. Kala itu, saya tidak tega menegur Fadil. Saya membiarkannya karena kasihan. Sebab, selama enam tahun, ia tidak pernah masuk Kismul Aman (pengadilan bagi santri nakal). Jadi, apa salahnya kalau hari ini ia melampiaskan kejahilannya. Ini euforia ala Gladiator 86.
Jalan Bugis Saat duduk di kelas empat (kelas satu SMA), saya dipindahkan ke mes. Ini lantaran pembina mengira saya nakal. Mes itu terletak di sudut kiri belakang kampus. Mes punya tiga kamar, satu ruang tamu, dapur dan susunan papan sebagai pelindung saat mandi atau buang air kecil. Mes yang berbentuk rumah panggung ini, terletak di pinggir rawa. Saya satu kamar dengan Misbah (bukan nama asli) yang lebih dulu dibawa ke mes. Kamar sebelah yang di depan biasanya ditempati oleh guru yang mau menginap di pesantren. Sedang kamar utama ditempati ustaz Abdul Kadir Massoweang. Dari luar, ini pasti mengerikan. Saya dan Misbah terkungkung karena ada pengawasan langsung dari pembina. Kenyataannya 1000 persen keliru. Saya dengan Misbah justru makin amburadul. Sebab, kalau ustaz meninggalkan mes, maka, suasana bebas langsung membuncah. Sejak tinggal di mes, saya jarang ke masjid. Kalau ustaz hendak ke masjid, ia cuma berpesan: "Siap-siap ke masjid". Begitu ustaz pergi, saya segera ambil radio. Berbaring sambil mendengar musik heavy metal dan rock n roll. Di periode inilah saya tidak pernah masuk Kismul Aman. Sebab, pihak Kismul Aman tidak berani mencari saya ke mes. Kebiasaan saya ke bioskop juga tidak terusik. Kalau malam Ahad, saya tetap bisa nonton midnite show di Artis. Modus operandinya, saya tidak mengatupkan gerendel jendela. Kalau tengah malam pulang, saya mengendap-endap membuka jendela. Tidak selamanya rencana berjalan mulus. Saya pernah marah dengan Misbah karena ia mengatupkan gerendel ke lubang. Akibatnya, saya tidak bisa masuk. Saya akhirnya berjingkrak-jingkrak melewati rawa. Kemudian memanjat jendela untuk membangunkan Misbah. Nasib apes lainnya, dua bibi (juru masak) memergoki saya berusaha membuka jendela di suatu subuh. "Beginilah kalau kau suka melarikan diri ke kota pergi nonton". Di mes kalau mandi tidak perlu menimba air di sumur. Sebab, ada selang dari dapur. Saya cuma membahanakan seruan. "Bibi, kasih jalan air, Pak Kadir mau mandi". Air langsung memancar ke drum. Di suatu sore, cuaca cukup panas. Sementara drum kosong. "Bi, kasih jalan air! Pak Kadir mau mandi!" Mendengar teriakan saya, bibi membalas sambil bersungut-sungut. "Pak Kadir ada di kota! Nasinya saja masih ada di kantin!" Air yang saya tunggu pun tidak mengalir. Akhirnya ke sumur dengan langkah gontai. Setelah beberapa lama tinggal di mes, saya pajang papan nama jalan antara mes dengan rumah ustaz yang berada di samping. Tiap santri yang lewat mes, pasti melihat papan nama bertuliskan Jalan Bugis. Setelah enam bulan, Pak Kadir memanggil saya di ruang tamu. "Saya lihat kau sudah baik, sudah sadar. Jadi kau nanti pindah untuk bergabung dengan santri lain". "Saya jangan dipindahkan dulu, Pak. Saya belum sadar", pinta saya sambil memelas. "Tidak, kau sudah baik. Saya juga sudah dapatkan kau kamar di Asrama Panglima Polem". Saya langsung lemas. Mes ini bagi saya adalah puri, sekarang mau dipindahkan ke bangsal. Kapok jadi orang baik.
Teh Sedap Ketika duduk di kelas dua, saya sudah langganan Mahkamah Lugha (penghukum santri yang tidak berbahasa Arab). Malam itu banyak santri yang diadili di ruang Majelis Guru, termasuk saya dan Imran Syukri. Saya bersama Imran memilih diadili terakhir. Akhirnya giliran itu tiba. Kami diadili oleh Bahrum (bukan nama sejati), santri kelas empat. Orangnya pendiam, tetapi, jenaka. "Kenapa kau?" tanya Bahrum. Saya dengan Imran menjawab kalau menggunakan bahasa Indonesia. Bahrum kelihatan kurang bersemangat. Mungkin letih. "Jadi kau berbahasa Indonesia". "Iya". Bahrum kemudian mengumpulkan gelas berisi sisa teh yang tadi siang diminum oleh guru dan pembina. Sisa teh lantas disatukan dalam sebuah gelas. Terkumpul hampir setengah gelas. Bahrum menatap saya dan Imran. "Minum ini", ujar Bahrum seraya menyodorkan gelas berisi teh. Saya serta Imran bergeming, mengira perintah Bahrum sekedar canda. "Haris! Minum ini!", seru Bahrum dengan mata terbelalak. Tiba-tiba saya merasa ini bukan guyon. Saya dan Imran saling memandang. "Imran! Minum ini". Imran menggeleng. "Betul kau berdua tidak mau minum!", bentak Bahrum seraya menggebrak meja. Rasa takut membuat mulut terkatup. Saya dengan Imran tetap menggeleng. "Kalau kau tidak mau minum! Saya yang minum!", suara Bahrum meninggi. Saya dengan Imran tetap bertahan, tidak mau minum teh sisa. Apalagi sudah basi. Baunya apak karena dibikin tadi pagi. "Jadi betul kau tidak mau minum!" Begitu melihat saya dengan Imran menggeleng, Bahrum mendadak meneguk teh itu. Saya serta Imran melongo. Sesudah menenggak, Bahrum mengusap mulutnya dengan telapak tangan pertanda puas. "Laziz (sedap)" katanya sambil memegang jakun. Imran tidak bisa menahan tawa. Perlahan, saya ikut tertawa. "Ukhruj (keluar). Kau sudah diadili", katanya sambil mengibaskan tangan, menyuruh kami meninggalkan ruang Majelis Guru. Saya dan Imran bergegas pergi sambil terbahak-bahak. Sinting betul.
Toilet Berhantu Pada 1982, toilet yang berada di sisi tiap asrama ditutup. 20 toilet baru dibangun menghadap ke timur di sisi belakang kampus. Di sebelah barat toilet terhampar danau Universitas Hasanuddin. Kalau menuju toilet, santri lewat di Jalan Bugis. Sebelum mencapai toilet, terdapat sebuah sumur. Dari lima sumur saat itu, hanya sumur ini yang tidak dipakai mandi. Airnya tidak jernih. 20 toilet ini digunakan sekitar 500 santri. Hiruk-pikuk terjadi sesudah makan siang. 20 toilet dijejali antrean. Di suatu malam, seorang santri kelas satu buang hajat di toilet 19. Ia tiba-tiba menjerit-jerit. Sebab, melihat sesosok tubuh berpakaian putih. Berita langsung menjalar bak virus ke segenap kamar. Ada invasi makhluk halus sebangsa pocong. Malam itu, pesantren gempar. Santri dilanda ketakutan. Sebelum sarapan, saya selalu ke toilet. Pagi itu, 20 toilet lengang. Saya kemudian ke toilet 20, paling ujung. Baru kali ini saya merasa nyaman di toilet. Tidak terdengar langkah kaki, derit pintu atau bunyi air dalam embar. Di hari ketiga, saya coba masuk toilet 19. Ada ember merah dengan posisi terbalik. Ini pasti ember santri malang itu. Lantai toilet tampak kering, pertanda tidak pernah dipakai. Selama beberapa hari, mungkin hanya saya yang menggunakan toilet 18, 19 dan 20.
Khusus 17 Tahun Secara normal, dua kali kesempatan saya nonton di bioskop selama sebulan. Sebab, santri dibolehkan pulang tiap dua pekan. Secara abnormal, saya bisa nonton tiap pekan karena bolos. Jumat, 31 Agustus 1984, saat mentari mulai tergelincir. Saya ke bioskop Mitra, di samping Karebosi. Film yang diputar The Seduction dengan bintang Morgan Fairchild dan Michael Sarrazin. Sesudah membeli harga tanda masuk (HTM) alias karcis berharga Rp 1200, saya duduk menghadap pintu masuk gedung pertunjukan. Beberapa penonton mulai masuk. Saya kemudian melihat Saldi (bukan nama sebenarnya) sedang membeli HTM di loket. Saldi tidak menyadari kalau saya memperhatikannya. Saldi merupakan adik kelas. Tubuhnya pendek serta ramping. Kalau berjalan, terlihat pijakan kakinya tidak kokoh. Seperti oleng karena tidak terkena gravitasi bumi. Dengan karcis di tangan, ia kemudian ke pintu masuk. Penjaga menghentikan langkah kakinya. "Tidak boleh masuk!" Saldi kemudian menjelaskan bahwa ia sudah berusia 17 tahun. Penjaga tetap melarangnya. Sebab, postur tubuh Saldi tidak meyakinkan sebagai penonton film erotis. Saat itu, Morgan Fairchild digembar-gemborkan media Tanah Air sebagai simbol seks Hollywood. Sekarang ada santri berperawakan mini mencoba peruntungan melihat fisik sensual Morgan Fairchild. "Tidak boleh", sembur penjaga sambil mengeleng-gelengkan kepala kepada Saldi yang belum beranjak dari jalan masuk. Saya mungkin berhalusinasi saat melihat Saldi memegang ikat pinggangnya. Ia seolah hendak melepas kancing celana bagian atas. Imajinasi liar saya berkemacamuk, barangkali bocah itu ingin membuka celana guna membuktikan kepada penjaga bahwa ia sudah disunat. Adegan di Mitra membuat saya cekikikan. Mungkin belum saatnya Saldi nonton film erotis. Apalagi, menyaksikan tubuh mulus Morgan Fairchild. "Camera Roll...Action!"
Ustaz Gadungan Pada 1984, suasana politik Indonesia memanas. Apalagi, terjadi pembantaian terhadap ratusan Muslim di Tanjung Priok pada 12 September 1984. Peristiwa yang terus-menerus memojokkan umat Islam, dijadikan dalih oleh orang bernama Didin untuk mengeruk keuntungan. Sasaran empuknya siapa lagi kalau bukan santri Pesantren IMMIM. Didin atau panggilan takzimnya ustaz Didin, betul-betul panen raya. Korban terbanyak dari Angkatan 85 dan 86. Tiap malam ada utusan santri menemuinya di di Jalan Cenderawasih. Utusan ini kemudian membawa informasi tentang perlawanan terhadap rezim zalim. Warta berlabel rahasia sempat beredar di kampus: "Pejabat tinggi negara si Fulan sudah mati batin". Darah muda santri dibakar dengan janji untuk berjihad. Santri-santri yang buta politik akhirnya terseret. Rapat-rapat gelap sering diadakan di kamar tertentu. Saya sempat dibisik oleh teman. "Tadi malam orang rapat. Fadil Mahmud (nama samaran) berseru bahwa halal darahnya Haris Bugis". Saya tertegun, begitu mudahnya saya mau dibunuh. Saya memang tidak tergiur ikut aktivitas Gerombolan Pengacau Pesantren (GPP) anak buah si Didin. Saya menentangnya dengan sikap sinis. Kebencian mereka terhadap saya makin membara gara-gara saya berkiblat ke Hollywood. Hampir semua seleb dan ikon popular Amerika saya paham. Pasalnya, saya bermazhab Liberalisme Silaturrahmi. Visi berbeda karena saya anak kota, bukan bocah pedalaman. Jurus terakhir Didin yakni meminta kerelaan hati santri untuk menyumbang. Inilah inti dari sepak-terjang Didin. Menurutnya, sumbangan tersebut untuk membeli senjata. Santri GPP pun bergegas menyumbang. Tragisnya, banyak yang menyumbangkan uang SPP. Sesudah menyumbang, santri GPP diiming-imingi pangkat kemiliteran. Saya sempat sekamar dengan seorang kakak kelas. Ia geli campur malu kala berkisah. Menurutnya, ia waktu itu menginginkan pangkat kapten. "Terbayang saya memegang granat lalu melontarkan ke musuh". Daswar Muhammad berkomentar di Facebook bahwa Lesmono Saleh (nama palsu) ditunjuk sebagai personel di bagian logistik. Tugasnya meledakkan jembatan Tallo. "Seperti saja di film", tulis Daswar. Santri GPP akhirnya terendus oleh pembina. Jika mengajar, Abdul Kadir Massoweang mengimunisasi teman-teman yang terpapar virus Didin. Saya sempat bertanya kepada Pak Kadir. "Menurut mereka pejabat tinggi negara ini sudah mati batin". "Apa maksudnya mati batin?" Santri GPP akhirnya sadar kalau kena tipu oleh ustaz gadungan. Mereka akhirnya kelabakan. Sebab, bagian keuangan pesantren menagihnya. Ada yang belum bayar SPP sampai tiga bulan.
Booegies Lahir Pada 1980, jumlah kelas satu di Pesantren IMMIM sekitar 150. Santri baru bernama Abdul Haris ada dua. Ini merepotkan saya jika dipanggil, terutama kalau ada tamu. Sesudah semester pertama, saya ditempatkan di Asrama Datuk Ribandang kamar sebelah timur. Sebelumnya di kamar sebelah barat saat masih berstatus santri baru. Pada 1981, setelah semester menjelang naik kelas II, diadakan Porseni. Di suatu kesempatan, saya pinjam spidol Azhar Ahmad (nama samaran). Terlintas di benak untuk mencari cara agar nama saya unik kalau dipanggil. Modifikasi nama perlu agar saya tidak saling berbenturan kepentingan dengan Abdul Haris yang lain. Iseng-iseng saya tulis di pintu lemari "Abdul Haris Booegies". Tulisan saya agak besar, akibatnya di pintu cuma tertera "Abdul Haris Booegis". Huruf "e" kehabisan tempat. Saya menggunakan dua huruf "o" supaya mirip 007. Ini juga agar tampil beda dengan nama yang jamak terlihat "Boegis". Sejak itu, saya mulai memperkenalkan nama "Haris Bugis", yang tulisannya "Haris Booegies". Nama Haris Bugis cepat dikenal. Sebab, hampir tiap malam disebut di masjid karena masuk Kismul Aman (pengadilan santri bandel) atau Mahkamah Lugha (pengadilan santri yang tidak berbahasa Arab). Ini jelas promosi gratis. Terima kasih untuk Kismul Aman maupun Mahkamah Lugha yang turut melambungkan nama Haris Bugis. Ketika naik kelas tiga, Muhammad Thantawi yang orang Bone memanggil saya Haris Ogi. "Ogi" artinya "Bugis" dalam bahasa Bugis. "Bukan Haris Bugis, tetapi, Haris Ogi", seru Thantawi di hadapan saya. Sejak itu, ia selalu memanggil saya Haris Ogi. Seiring waktu, Thantawi akhirnya memanggil saya "Ogi". Nama ini keren juga, pikir saya. Saya terakhir memperkenalkan diri sebagai Ogi saat ujian Aliyah. Siswi MAN yang ikut ujian di pesantren menanyakan nama saya. "Ogi". Serentak sekumpulan cewek MAN tertawa. "Namanya mirip di film kartun, Yogi". Ketika kuliah, banyak yang geli dengan nama Abdul Haris Booegies. Nama dari era sebelum Masehi, sindir mereka. Sedangkan Zaenal Abidin yang merupakan alumni pertama Pesantren IMMIM, heran karena nama itu menggunakan ejaan Belanda alias ejaan Van Ophuijsen. Walau nama "Booegies" dituding dari zaman prasejarah, tetapi, bisa tertera di Pedoman Rakyat, Panji Masyarakat dan Tempo pada 1988. Pada 2010, Facebook makin melambung. Di sini muncul masalah. Ada yang memakai "Booegies" di namanya. Saya sempat menegurnya karena merasa itu hak milik saya. Makin lama kian banyak pengguna "Booegies" di media sosial. Bahkan, ada grup di Facebook bernama "Booegies". Lebih mengejutkan ketika saya mendaftar di suatu media sosial. Ternyata sudah ada username "Booegies". Saya tidak bisa lagi berkutik untuk menegur. Saya cuma menghibur diri. Barang luks memang banyak ditiru.
Pertanyaan Maut Dedi Mawardi (bukan nama asli) termasuk Gladiator 86 yang paling sering muncul di seluruh kegiatan IAPIM (Ikatan Alumni Pesantren IMMIM). Ia penurut, tidak mengeluh jika mengemban amanah. Sekali peristiwa, ia sempat berbincang dengan Fadeli Luran, pendiri IMMIM. "Siapa nanti pengganti Bapak kalau meninggal?", tanya Dedi. Wajah Fadeli Luran tiba-tiba berubah. Ia tercenung. Sekilas rona wajahnya menyemburkan kesedihan. Ini pertanyaan maut yang rumit dijawab. Sebab, menyangkut peremajaan organisasi besar. Regenerasi merupakan masalah pelik. Tentu saja, sosok Fadeli Luran sulit digantikan oleh siapa pun kala itu di tahun 80-an. Sesudah Fadeli Luran meninggal, Dedi dipercaya sebagai pemegang kunci kantor Ketua IMMIM. Di sofa kantor yang terletak di Gedung IMMIM itu, ia sering tidur siang. Saya pernah mengendap-endap masuk saat Dedi tidur siang. Saya kemudian duduk di kursi Fadeli Luran. Tiba-tiba Dedi terlonjak. Ia menatap saya. Kaget. Kemudian mencengkeram dadanya. "Astaga! Saya kira Abuna (bapak kita) Fadeli Luran!", seru Dedi. "Kau lewat dari mana? Pintu saya kunci!", tanya Dedi sambil berjalan ke arah jendela. Ia bergegas memeriksa jendela untuk memastikan kalau jendela juga terkunci. Dedi mengira saya lompat dari jendela. "Kau lewat dari mana! Sudah berapa lama kau disitu! Saya saja tidak pernah duduk di kursi Abuna", sembur Dedi. Saya menggaruk kepala yang tidak gatal. Tadi saya lewat dari mana? Plafon...?
Bioskop Pak RT Saat kelas III, banyak teman ke rumah Pak RT nonton video. Masa itu, nonton film merupakan hiburan langka. Dari isu yang berhembus, santri dikutip Rp 50 untuk sekali nonton. Ada pertunjukan siang ada pula malam. Saya tidak tahu film apa yang diputar. Saya tidak pernah ke sana. Malu nonton kalau bukan di bioskop. Santri yang keluyuran ke rumah Pak RT, akhirnya diendus oleh pembina. Di suatu malam, pembina bersiap menyergap para santri yang bolos pergi nonton video. Ketika rombongan santri masuk kembali ke area kampus, mereka terkejut. Wajah mereka disorot senter oleh pembina. Kontan para santri mengambil langkah seribu. Sebagian sempat masuk ke pondok. Sisanya lari kembali ke lorong yang menuju rumah Pak RT. Santri yang masuk kampus dikejar, termasuk Dedi Mawardi (pasti ini nama palsu). Terjadi kepanikan. Santri pun berhamburan seperti kelereng yang tumpah dari kaleng. Kocar-kacir. Suasana mencekam. Sebagian santri lari ke laboratorium yang berbentuk rumah panggung. Suasana di seputar laboratorium memang remang-remang. Selain terkesan kelam, juga becek. Ini sempurna sebagai tempat persembunyian. Pembina tidak kalah cerdik. Mereka menyorotkan cahaya senter mencari santri yang merapatkan tubuh ke tiang-tiang laboratorium. Sorot senter membuat seorang santri ketahuan karena tidak sempurna menyembunyikan tubuh di balik tiang bangunan. "Kau Dedi!", seru ustaz Hasnawi Mardjuni, pembimbing tahfiz al-Qur'an. "Iya, ustaz", jawab Dedi memelas sambil membolak-balik al-Qur'an di tempat gelap. "Apa kau kerja di situ", bentak ustaz sambil menyorotkan cahaya senter. "Saya baca hafalanku, ustaz". Sependek pengetahuan saya, hanya dua manusia yang bisa membaca di tempat gelap; Clark Kent (Supernan) dan Steve Austin (The Six Million Dollar Man). Malam ini, ternyata ada juga santri Pesantren IMMIM yang bisa membaca di tempat gelap, namanya Dedi Mawardi! Ini baru namanya Gladiator 86.
Disogok Wafer Saat kelas III, bercerita seorang santri kelas VI. Usai santap siang, ia mengisahkan hikayat di sisi tempat tidur saya. "Tahun lalu seperti waktu ini sesudah makan siang, saya mendatangi Ketua ISPM (Ikatan Santri Pesantren IMMIM) yang seangkatan saya. Saya marah dengan dia karena sesuatu hal". Sebenarnya Karni Mahardika (jelas ini nama palsu) orang tetutup. Jarang bergaul. "Saya ke kamarnya dengan rasa marah. Ketika melihat saya, ia mempersilahkan duduk di tempat tidurnya. Begitu duduk, ia menyodorkan satu wafer kecil. Saya tidak bisa menolak", Karni melanjutkan cerita. "Silahkan makan", ujar Ketua ISPM atau Ketua OSIS(Organisasi Siswa Intra Sekolah). "Seketika rasa marah saya hilang", ungkap Karni sambil ketawa. "Kami kemudian berbasa-basi. Saya geli kalau mengenang ini. Saya cuma disogok sebiji wafer kecil, mendadak saya diam. Terlupa semua kejengkelan. Padahal, saya datang untuk memarahinya", jelas Karni seraya tertawa. Biskuit, wafer atau kue apa saja merupakan makanan berharga di pesantren. Tidak semua orang bisa menikmatinya. Pertama, pesantren adalah wilayah karantina. Tidak sembarang waktu diperkenankan keluar. Kedua, banyak santri yang pas-pasan secara finansial. "Kamu tahu kan wafer berlapis cokelat itu. Pembungkusnya jingga bergambar Superman. Isinya sebanding dengan ibu jari. Kecil. Saya hanya disogok wafer begitu langsung batal marah", Karni terbahak-bahak.
Stensilan Yolanda bertanggal 27 April 1981
Momok Seksi Keamanan Namanya Bahrum. Ia pengurus Ikatan Santri Pesantren IMMIM (ISPM) Seksi Keamanan (Kismul Aman). Tubuhnya seperti kebanyakan santri, biasa saja. Wajahnya juga tidak sangar. Bahrum kelas V ketika saya santri baru. Bisik-bisik terdengar bahwa ia sangat berbahaya. Tentu saja kami kelas satu merasa tidak enak, ngeri. Hembusan bisik-bisik ternyata bukan gosip balaka. Kalau subuh, ia cuma berseru: "Bangun!" Dijamin semua santri kelas I, II, III dan IV serempak bangun. Rasa kantuk yang masih minta untuk berdekatan dengan bantal, langsung sirna. Mata yang masih mau tidur langsung terbelalak. Kantuk pergi bak debu yang ditiup sang bayu. Di dalam masjid, suasana langsung hening kalau ia masuk. Nafas teman yang di samping, depan dan belakang, bisa terdengar karena tidak ada gerakan. Suara tapak kaki semut pun seolah terdengar. Bahrum makin ditakuti karena menempeleng lima kali dari belakang santri kelas II. Suara tamparan itu menggema ke empat dinding masjid. Pekik marah Bahrum menambah horor. Dalam ingatan saya, inilah awal dari ketakutan Gladiator 86 kepada Bahrum. Ia menjelma momok. Kehadirannya selalu memaksa hati gentar tak terkira. Aksi penempelangan itu sempat saya lihat. Sebagai santri baru, saya menganggap perlakuan itu sungguh mengerikan. Kami jauh dari orangtua. Tujuan ke pesantren untuk belajar. Di luar dugaan, ada praktek fisik yang membuat nyali mengerut. Rasa takut berlebihan dengan Bahrum membuat saya berpikir tujuh kali untuk melakukan pelanggaran. Selama di Seksi Keamanan, ia tidak pernah mengadili saya.
Ketika tamat, Bahrum mencari saya. Dua teman di dua kesempatan memberitahu bahwa saya dicari Bahrum. "Ada apa gerangan". Kenapa dia cari saya. Usai Zhuhur, Bahrum menemui saya di Asrama Datuk Ribandang kamar sebelah timur. Ia melongok dari jendela karena saya di ranjang atas.
"Kau masih punya stensilan Yolanda?", tanya Bahrum sambil tersenyum sesudah kami berjabat tangan. Saya tersipu. Rupanya selama ini, Bahrum tahu saya suka mengoleksi bacaan pembangkit fantasi. Nakal juga dia. Sampai sekarang, Bahrum dikenang sebagai sosok keamanan yang bisa menggerakkan santri paling malas untuk ke masjid. Ia ikon abadi Seksi Keamanan. Tak ada yang bisa menggantikan posisinya. Ia mirip Rhoma Irama, tak ada yang bisa mengudeta tahtanya sebagai Raja Dangdut. Sejak Bahrum tamat, teman-teman yang hendak ke masjid sering berseru ke santri yang masih mengaso. "Ada Kak Bahrum!"
Semalam di Masjid Raya Saat kelas II, saya mulai aktif nonton di bioskop. Hiburan di awal 1981, tidak banyak. Ada hiburan murah-meriah, yaitu penjual obat di pinggir jalan dekat Pasar Sentral. Mereka kerap mempertontonkan atraksi unik. Terus terang, saya tidak suka tontonan begini. Terlalu norak. Saat kelas III, saya pernah nonton dari sore sampai tengah malam di empat bioskop. Pukul 15.00, saya nonton di Bioskop Ratu di Jalan Lembeh. Kemudian ke Bioskop Jaya saat pukul 17.00. Malam pukul 20.00 saya di Bioskop Artis II. Berlanjut ke Bioskop New Artis pukul 22.00. Saya kemudian ke Bioskop Istana untuk nonton film midnite show. Setiba di bioskop, saya heran. Ini film silat, bukan film cowboy seperti iklan di koran. Saya pulang. Kecewa menyelimuti hati. Saya berjalan kaki menuju Masjid Raya untuk menunggu mikrolet (petepete). Dalam perjalanan pulang, saya tidak habis pikir. Mengapa film di Bioskop Istana bukan film cowboy seperti tertera di iklan. Beberapa hari ini kemudian, semua terjawab. Saya salah bioskop. Saya mestinya ke Bioskop Benteng, bukan ke Bioskop Istana. Sampai sekarang, saya sesali berlarut-larut kesalahan ini. Andai jeli, saya pasti tercatat di Guinness World Records sebagai satu-satunya santri di dunia yang pernah nonton di lima bioskop dalam satu malam. Belum mujur namaku tertoreh di Guinness World Records. Di Jalan Masjid Raya di samping Masjid Raya, saya bertambah kecewa. Tidak ada lagi mobil angkutan. Sepi. Penjual kue dan gorengan yang berjejer di selatan masjid, sudah beranjak pergi. Gorengan di masa itu hanya lumpia dan bikang doang. Tahu isi belum ada. Saya letih berdiri. Dari tadi siang saya jalan kaki dari satu bioskop ke bioskop lain. Kini, lelah mulai terasa. Mata pun sejak tadi minta dipejamkan. Saya menghela nafas. Tidak bisa pulang ke pesantren tercinta. Saya menoleh ke belakang memperhatikan pintu masjid. Pintu kaca itu ada dua. Membukanya harus didorong ke samping. Saya kemudian melewati pintu pagar menuju pintu kaca masjid. Di sisi pintu kaca saya duduk, tetapi, serangan nyamuk sungguh biadab. Saya mulai jengkel. Lelah dan kantuk merasuk tubuh. Sekarang nyamuk mengganas di sekujur tubuh. Saya perlahan mendorong pintu kaca. Terbuka sejengkal. Saya menjulurkan kepala. Begitu kepala masuk, saya miringkan tubuh. Bahu kanan di bawah kemudian kaki mendorong tubuh. Akhirnya saya bisa masuk masjid untuk tidur. Saya terbangun ketika azan Shubuh dikumandangkan. Saya bergegas tinggalkan masjid. Tidak lama menunggu di jalan, langsung ada mikrolet. Asyik, pulang ke pesantren untuk tidur. Dua kali saya menggunakan modus operandi yang sama di Masjid Raya. Terakhir saya dibangunkan seorang jamaah. Ternyata azan sudah selesai digaungkan.
0 notes
Link
Natok: Ainer Lok | আইনের লোক
Starring: Mir Sabbir, Shoshi, Nikul, Farhad Hossen, Gulshan Ara Begum, Adhora Priya
Director: Sajib Mahmud
Script: Doyal Shaha
Cinematographer: Zahid Hossen
Editor: Sejan Mahmud Rasel, Md. Husain Ahmed
Executive Producer: Md. Jafar Ali
Lebel: Creative Films
নাটকঃ আইনের লোক
অভিনয়ঃ মীর সাব্বির, শশী, নিকুল, ফরহাদ হোসেন, গুলশান আরা বেগম, অধরা প্রিয়া
পরিচালনাঃ সজীব মাহমুদ
রচনাঃ দয়াল সাহা
চিত্রগ্রহণঃ জাহিদ হোসাইন
সম্পাদনাঃ সেজান মাহমুদ রাসেল, মোঃ হোসাইন আহমেদ
নির্বাহী প্রযোজনাঃ মোঃ জাফর আলী
পরিবেশনাঃ ক্রিয়েটিভ ফিল্মস ************************************************************
সাবস্ক্রাইব করে আপডেট থাকুন : https://cutt.ly/CreativeFilmsChannel
0 notes
Photo
Hazrat Nasiruddin Chiragh Dehlavi (R.A.) Nasiruddin Mahmud Chirag-e-Delhi (R.A.) (or Chiragh-e-Delhi) is a prominent saint of the Chishti Order. He was a mureed (disciple) of the great saint, Hazrat Nizamuddin Auliya (R.A.) and later his khalifa (successor). He is the last recognised khalifa of the Chishti Order from Delhi and was given the title, "Roshan Chirag-e-Delhi", which in Urdu means "Illuminated Lamp of Delhi". In his lifetime Khwaja Nasiruddeen Chiragh (R.A.) witnessed the final ruin of the kingdom of Delhi and the fragmentation of the Chishtia silsila. Under his guidance, the sacred order managed to stay true to its principles of remaining above politics and the whims of kings, even though in his haste to combat the popularity of the silsila, the reigning sultan destroyed Delhi itself. Hazrat Khwaja Nasiruddin(R.A.) , like his predecessors, also belonged to a noble heritage although historians differ in their points of view regarding his lineage. "Khazinat-ul-Aulia" states that he is a descendant the illustrious Hazrat Imam Husain while others state that he is a descendant of Hazrat Umar ibn Khatab , the second Caliph of the Holy Prophet ﷺ. (at Dargah of hazrat Khwaja Muhammad Baqi Billah Naqshbandi Dehlvi R.H) https://www.instagram.com/p/B4SigSNgMYheZ1u-zP_FRYdD21qatqOVxuEnQ40/?igshid=1wtpy2m6pueey
0 notes
Text
Bupati Wajo, bangkitkan budaya religi di Kabupaten Wajo
Tosora, Bupati Wajo Dr. H. Amran Mahmud, S.Sos., M.Si hadiri peletakan batu pertama pendopo Masjid Tua yang dirangkaikan dengan doa zikir dan HAUL Akbar habib sayyid Jamaluddin bin Husain Al Akbar, Minggu 13 Oktober 2019.
Prof. Dr. Ir. H.Wahyuddin Latunreng mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kehadiran Bupati Wajo sekaligus meletakkan batu pertama di pendopo Masjid Tua hari ini.
Dikatakan kalau Masjid ini akan menjadi tempat ibadah masyarakat Tosora, dan akan disediakan pula tempat khusus bagi non muslim.
Prof. Wahyu dalam sapaan akrabnya mengatakan "Insya Allah air yang di gunakan berwudhu bisa diminum, sudah banyak yang ingin menyumbang untuk pembangunan Masjid ini, dan salah satunya tamu kita dari Jawa Timur yang akan menanggung seluruh marmernya, dan lain sebagainya."
"Atap dari Kuningan yang tahan sampai 1.000 tahun akan digunakan," Prof. Dr. Ir. Wahyuddin Latunreng menambahkan.
Dan dikatakan kalau tempat ini merupakan situs Nasional dan akan dibuatkan tempat khusus bagi non muslim dan akan ada aturan sesuai syariat Islam ketika memasuki tempat ini.
Acara kemudian dilanjutkan dengan doa, dzikir dan HAUL Akbar yang dibawakan oleh habib Mahmud bin Umar Alhamid di Masjid sekaligus dilanjutkan dengan Sholat Dhuhur berjamaah.
Dalam sambutan Bupati Wajo Dr. H. Amran Mahmud, S.Sos., M.Si mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas pelaksanaan kegiatan ini kepada Prof.Dr. Ir. H. Wahyuddin Latunreng dan habib Mahmud bin Umar Alhamid.
"Cagar budaya yang akan menjadi kebanggaan masyarakat Wajo nantinya, saya optimis tahun depan Masjid ini sudah berdiri megah," kata Bupati Wajo.
"Karna ini adalah makam cucu dari Rasulullah SAW yang keduapuluh di abad ke 16 dan merupakan orang tua dari wali-wali yang ada di Jawa," Bupati Wajo menambahkan.
Dan dikatakan kalau dia juga akan membedah/menelurusuri sejarah, sehingga seluruh dunia tahu bahwa di Desa Tosora Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo, ada makam cucu dari Nabi Muhammad SAW, ini akan menjadi corong kita membangkitkan Wajo kedepannya.
"Kita ingin situs budaya ini menjadi budaya religi, yang akan kita persembahkan untuk masyarakat Wajo dan Nusantara, maka dari itu akan didesain dan model khusus yang akan ada payung hukumnya, bersama DPRD mengawal Perda dari situs budaya kita ini, supaya menjadi tempat ziarah yang sekaligus belajar tentang Islam, peradaban, nilai nilai dan Akhlakul Karimah, supaya menjadi pendalaman bagi generasi kita kedepan," harap Dr. H. Amran Mahmud, S.Sos., M.Si.
"Kita akan anggarkan di tahun 2020, akses jalan beton mulai jalan bajo sampai ditempat ini, akan mulus dan ada taman tamannya," tambah Bupati Wajo.
Dan dikatakan kalau rencananya, setelah Masjid ini selesai, maka akan mengundang Presiden RI untuk meresmikannya.
Dalam acara ini Habib Mahmud bin Umar Alhamid Mengucapkan banyak terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Wajo, dalam hal ini Bupati Wajo yang menyempatkan waktu untuk hadir dalam kegiatan ini.
Dalam kesempatan ini Habib Mahmud bin Umar Alhamid juga mengungkap sejarah singkat Habib Sayyid Jamaluddin bin Husain Al Akbar yang merupakan cucu Nabi Muhammad SAW, yang di makamkan di Desa Tosora Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Provinsi Sulsel.
"Habib Sayyid Jamaluddin bin Husain Al Akbar wafat di usia 108 tahun, beliau memiliki kharoma yang tidak dimiliki manusia biasa," ungkapnya.
"Semasa hidupnya beliau menyiarkan agama Islam sampai di Wajo dengan penuh perjuangan sehingga bisa berkembang seperti saat ini," tambahnya.
Turut hadir Ketua DPRD Kabupaten Wajo, Ir.Sudirman Meru Ketua komisi II, Sekda Kab.Wajo, Kemenag Kab.Wajo, Ketua Tim Penggerak PKK kab.Wajo, Ketua Darma Wanita persaruan Kab. Wajo, Seluruh OPD lingkup Pemkab Wajo, Kepala Desa Tosora, Tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat
(Humas Pemkab Wajo)
0 notes