#kucing fakultas
Explore tagged Tumblr posts
Text
Kembar introvert (kanan) dan ekstrovert (kiri)
7 notes
·
View notes
Text
25 Mei 2023
Aku punya beberapa teman, yang dengan mereka aku tidak perlu ragu sedikitpun untuk menjadi orang se-apa-ada-nya aku. Dulu, saat kita sama-sama masih koas, beberapa waktu sengaja nyari seminar di solo biar bisa kumpul. Ngga hanya itu, kadang kita juga sengaja rajin belajar biar bisa liburan setelah ujian ke solo haha. Ya walaupun hanya sekedar buat main ke kraton, ke karang anyar, keliling solo dan surakarta, atau ya cuma jalan kaki aja atau bawa sepeda muter-mter hehe. Beli makan di angkringan atau nyobain nasi kucing, stmj, atau ya nyobain apapun yang bisa buat kita nikmatin hidup bareng-bareng.
Kita sama-sama perempuan yang ngga jago dandan, lebih tepatnya ngga bisa dan belum mau belajar dandan, bayangin aja kita literally cuma cuci muka kaya orang wudlu, keluar pake sunblok dan lipbalm biar bibir ngga kering aja. Itu kita uda bisa muter muter kemana aja, tentunya dengan rasa percaya diri yang tinggi, hehe dan terlihat fine aja, kita masih bahagia hehe.
Kalau bareng orang-orang ini, ngga ada yg dinamain aib sih. Hampir semua keresahan bisa keluar aja gitu, bisa diketawain bareng, bisa diobrolin bareng, dan bisa banget buat di-yaudahin aja gitu.
Aku ngga pernah ngerasa terbebani kalau deket mereka. Pingin nangis ya nangis, pingin ketawa ya ngga perlu jaim ngebuka mulut lebar-lebar. Ketika sedih, orang-orang ini ngga hanya ngesupport sih, kadang marahin kita kenapa mesti harus sesedih itu hehe, padahal kita sama-sama susah hehe.
Aku seberuntung itu dapet mereka, kenal mereka, dan jadiin mereka orang terdekat aku. Meskipun sekarang, terpisah di beberapa kota yang berbeda, yang ngga pernah ketemu.
Emang enak sih punya temen yang ngga begitu banyak tapi ngerti banget, dia memperlakukan kita ya selayaknya manusia ingin diperlakukan aja. Ngga akan ngomongin kamu dari balakang, walaupun pernah marah se marah marahnya karena suatu hal tapi berakhir buat rebutan maaf kalau salah satu udah ngaku nyerah buat marahan.
Aku berharap kalian sehat selalu ya, keren aja gitu satu lingkaran temen dari jaman SMP yang pada akhirnya punya cita cita sama buat jadi dokter di 3 univ yang berbeda. Ya walaupun ada yang jadi fakultas teknik dulu habis itu resign hehe dan banting setir jadi dokter.
Dan bahkan di usia sekarang kita masih sama sama berjuang dengan mimpi kita masing masing buat persiapan spesialis. Dan again kita sama sama belom pada nikah, yaa masih ikhtiar si hehe. Tapi yaudah, alhamdulillah kita masih bisa diberi kesempatan menikmati hal hal sederhana yang diberikan dalam kehidupan kita hehe. Itu lebih berharga dari segalanyaaaa. Mangat buat kitaa. Btw kangen tahu. Sama kalian wkwkw.
10 notes
·
View notes
Text
[BAGIAN 2] Datang Begitu Singkat. Pergi Begitu Cepat.
"Pus, hamil pus? Astaghfirullah.."
Kalimat celetukan terdengar dari selasar pagi ini. Daniar berjalan cepat-cepat sambil menyapa kucing-kucing fakultas. Ia harus masuk kelas International Finance pagi ini. Sudah terlambat. 07.57 WIB. Matahari sudah menyengat di Depok. Setajam sengatan tambahan tugas Pak Ugi kalau sampai dia tidak berhasil masuk kelas sebelum pukul delapan. Dibukanya engsel pintu lantai empat. Ngos-ngosan. "Pagi, Pak maaf saya terlamb...at." Hening. Tidak ada orang. Alis Daniar mengkerut. Tangannya mencari-cari ponsel di dalam tas kulit yang dibelinya beberapa tahun silam. Tas termahal seharga satu juta yang baru bisa dia beli setelah bekerja bertahun-tahun sebagai karyawan. "Heee???" Teriaknya seusai membaca pesan di ponselnya. Kelas dibatalkan. Sudah diumumkan jam tiga pagi; jam-jam Pak Ugi selalu aktif membaca tugas mahasiswa. Ia tidak membuka ponsel sejak semalam. Namanya Daniar. Anak perempuan. Bungsu. Sedang menjalani pendidikan doktoral di salah satu universitas terbaik negeri ini. Belum menikah. Bayangkan apa kata orang tentangnya. Ia turun ke taman. Memandangi kolam makara yang airnya tidak menyala siang ini. Duduk di bangku-bangku hijaunya. Ada telepon masuk. "Halo assalamu'alaykum Bu.. Ko nangiss?" "Ibuk kudu piye ya, Nduk.. Ibuk nyawang mbakmu mambengi ngerokok.." (Ibu harus bagaimana ya nak? Ibu lihat kakak perempuanmu semalam merokok) Daniar diam. Mengedip pelan satu kali. Tersenyum. "Ibuk sudah makan?" katanya dengan suara yg lebih netral. Pagi itu cahaya hangat menerpa pepohonan dan tanaman di sekitar kolam fakultas. Cahaya keemasannya indah sekali. Seorang anak perempuan duduk bersanding dengan catatan-catatan beratnya untuk tabungan persiapan ujian prelim. Bibirnya tersenyum, meski ada gunung es di hatinya. Berusaha mencerahkan hati wanita yg paling ia cintai di dunia. Menerima takdir-takdir beserta seperangkat musim dalam hidup dan keluarganya. Tugasnya hanya mencintai. Dan Allah tidak mensyaratkan keluarga yang sempurna untuk masuk surga :) [Bersambung..]
#5CC 5CC12 CareerclassQLC writingcareerclass bentangpustaka quarterlifecrisis careerclass2023#kurniawangunadi
7 notes
·
View notes
Text
Kastara Sadajiwa — biodata singkat.
Nama: Kastara Sadajiwa
Tanggal lahir: 17 Agustus 2002
Umur: 21 tahun
Okupasi: Mahasiswa dan ██████ █████████
Golongan darah: AB
Zodiak: Leo
MBTI: ENTP
TRIVIA
1. Mahasiswa semester 7, baru mau nyusun skripsi.
2. Jurusan Ilmu Komunikasi tapi kalau komunikasi suka nyolot.
3. Sometimes kinda rude. Tone deaf. Sengak dan sombong. Spoiled kid. Jangan dimasukin hati kalau dia mulai rese.
4. Temannya banyak, dari berbagai fakultas ada. Beberapa kenal karena kerjaan malamnya (mereka kliennya), beberapa lagi emang karena suka nongkrong dan random kenalan aja sama temen tongkrongan.
5. Nggak pernah pacaran. Pernahnya HTS-an dua tahun, tapi tiba-tiba ditinggal.
6. Gengsinya tinggi.
7. Suka kucing. Suka street feeding. Selalu bawa botol berisi Whiskas kemana-mana.
8. Dulu punya kucing tapi setelah nggak punya HTS-an akhirnya kucingnya dikasih ke orang. Soalnya dulu ngerawatnya berdua karena serumah, sekarang sendirian dan dia takut keteteran.
9. Pinter tapi mukanya gak keliatan pinter.
10. Alergi telur dan kacang-kacangan. Lactose intolerant tapi doyan susu.
11. Hobinya travelling. Sudah menjejak ke beberapa negara.
12. Apa lagi ya?
0 notes
Text
10.
Bukan hal yang biasa buat Gebi, untuk merengek iba yang terkubur dalam dirinya, membagikannya secara cuma-cuma untuk hewan mungil berambut abu yang sibuk mengeong; menyenggol iba yang enggan muncul pada kebanyakan waktu.
Seolah-olah hari ini merupakan sebuah pengecualian, Gebi malah sibuk mencari-cari kardus sepatu kosong yang sekiranya mumpuni untuk membawa si mungil, yang kabarnya bernama Kana, untuk keluar sejenak demi jumpai rumah yang sama sekali baru.
Pertemuannya dengan Kana bukan suatu hal yang disengaja, jelas bukan satu dari sekian banyak harap yang timbul dari benak Gebi. Pertemuannya dengan Kana yang ringsek di halaman indekosnya hanya sebuah variabel baru yang mampu ukir manis senyum gemas di wajahnya.
Pun begitu dengan Nadir Mandala, yang kini turut kelimpungan, menyapa Gebi dan Kana dalam peluknya sebelum ia membuka pintu mobil, mempersilakan dua kucing kembar yang sama gemasnya itu untuk masuk.
“Mau makan apa?” Merupakan sapaan pertama yang lolos dari belah bibir Nadir, seolah masih memproses seluruhnya yang berkaitan dengan Kana.
Bahwa Kana akan menjadi kawan sekamarnya (kalau ini memang bahasa yang tepat untuk mendeskripsikan binatang peliharaan), bahwa Kana akan menjadi yang pertama ia lihat begitu matanya terbuka, bahwa Nadir Mandala akan menambah satu rutinitas pagi dengan memberi makan si kucing dengan makanan yang sama sekali sehat dan bergizi.
“Nasi kerang.” Gebi menjawab dengan yakin tanpa menoleh, kuasanya sibuk mengusap kepala kucingnya yang kini terpejam.
“Oke,” si surai pirang menjawab. “Makan dulu atau mau belanja dulu?”
“Makasih, ya,”
Tiba-tiba?
“Makasih ya, Nad, udah mau bawa Kana,” Gebi melanjutkan. “Makasih juga udah mau nemenin belanja buat Kana.”
Kemudian Nadir Mandala terkekeh oleh rentetan terima kasih yang lolos dari Gebi; semerta-merta kuasanya singgah pada pucuk kepala yang surainya legam, memberi usapan lembut sebagaimana Reiki Gebian berikan kepada kucingnya.
“Sama-sama, sayang,” ia memberi respons. “Emang ketemu di mana si Kana tadi?”
“Lo tau yang selokan depan kos gue, kan?”
“Iya, tau.”
“Nah, di situ tuh dia.” Gebi meringis. “Duduk diem aja, hampir ketabrak mobilnya Asabell tadi.” Ia melanjutkan. “Mana anaknya juga baru belajar kan, jadi panik kecil. Gue sama Leon tadi langsung turun sih, tapi Kana-nya diem aja, Asabell-nya gemeteran.”
Nadir memberi afirmasi pemahaman berupa gumaman panjang atas jawaban yang diberikan Gebi. Lantas, kembali ia terkekeh tanpa sebab, mungkin karena yang surainya legam terdengar jauh lebih semangat dari kisah-kisah pulang kuliah biasanya, atau karena kebanyakan gula usai habiskan waktu dengan es teh manis di kantin fakultas.
“Malah ketawa.” Gebi merengut.
“Hehehe,” kemudian yang surainya pirang meredakan kekehannya. “Makan dulu atau beliin Kana mainan dulu, nih?”
“Makan dulu aja,” kata si surai legam. “Kana udah gue kasih snack tadi.”
“Kana kalau gak main di luar gak apa-apa kan, ya?”
Gebi lantas menyandarkan kepalanya, berpikir sejenak. “Nggak apa-apa, sih, harusnya.”
“Gue taro di kamar aja, ya?” Nadir Mandala meringis. “Takut ribut kalau di luar.”
“Iya, terserah lo aja baiknya gimana.” Kata Gebi kemudian. “Nanti gue beliin rumah-rumahan buat Kana di kamar lo.”
“Biar kalau di rumah ribut, Kana bisa ngumpet, ya?”
“Iya.”
Kemudian keduanya berkawan hening. Bukan hal yang biasa buat Nadir bisa betah lama-lama diam di tengah perjalanan. Namun, perjalanan ini seolah menjadi sebuah pengecualian. Nadir Mandala nampak mengerutkan keningnya.
“Kalau di rumah…”
“Kana bisa nemenin lo kalau di rumah lagi ribut, Nad.”
“… hehehe, oke.”
Bahwa sebenar-benarnya, eksistensi kucing abu mungil yang dianugerahi nama secantik pemilik barunya, bukannya semata-mata karena Gebi sedikit merasa bersalah sebab temannya nyaris merenggut nyawa si kucing; bahwa sebenar-benarnya Kana singgah di kehidupan mereka berdua untuk membagi tawa serta riang yang lebih banyak.
0 notes
Text
Log 2. Getting Used to This Brain Fog
31 Januari 2023.
Entah dorongan apa, tetapi setiap beban di ujung tulang punggungku yang makin hari makin bengkok ini menguat, aku selalu ingat untuk kembali ke sini.
Singkat cerita, aku punya pekerjaan. Bela dan aku sudah pindah ke rumah masa kecilku, awalnya aku cukup khawatir dia bakal tertekan atau depresi, tapi caranya untuk menyelamatkan ketenangan batin semakin jelas, semakin anarkis. Bukan dalam maksud yang buruk, tapi dia tidak membiarkan siapapun—bahkan cattledog milik keluarga kami yang sudah sepuh—lebih dominan daripadanya.
Aku mengagumi karakternya.
Jadi kembali lagi, soal pekerjaanku itu. Aku sedikit kecewa karena mendadak mereka memotong bayaranku tanpa alasan yang jelas, kemungkinan perubahan aturan pajak. Tetapi, aku tidak pantas protes karena bagaimanapun ada kebohongan yang aku ciptakan untuk mendapatkan pekerjaan ini.
Aku bilang aku sudah lulus. Maksudku, aku percaya diri aku akan lulus tepat waktu, mungkin jika aku mau, bisa lebih cepat lagi. Tetapi, kenyataan mendampratku habis-habisan hari ini.
Bukan cuma aku kalah telak karena menuruti keinginan orang lain (dan menerima uang dukungan yang terasa menyedihkan saat mampir ke rekeningku sebelum ditarik lagi). Aku pikir frasa kucing terbunuh karena rasa penasarannya sendiri mulai terbukti kebenarannya.
Jadi, ada folder yang bisa diakses tepat setelah pendaftaran seminar, aku seharusnya tidak melihatnya, tetapi isinya penuh dengan penelitian lampau termasuk masukan dari penelaah. Sayangnya aku bukan seseorang dengan nama Arya dari fakultas kedokteran yang baru saja pulang pasca pertukaran pelajar ke Australia atau seseorang berkacamata yang dapat predikat mahasiswa berprestasi, sehingga dengan hanya melihat berkas-berkas tersebut, cukup efektif untuk meruntuhkan kepercayaan diri yang sebelumnya aku bangun pelan-pelan.
Melihatnya, membuatku sadar betapa penuh cacat tulisanku. Aku tau tidak ada yang sempurna, terutama jika kamu mahasiswa akhir yang tidak punya uang dan sudah diberhentikan dari tanggungan asuransi keluarga karena sudah masuk wajib pajak, tetapi aku benar-benar.. merasa tertekan karena kumpulan berkas tersebut.
Ngomong-ngomong, ada mall baru dibangun dekat rumah kami. Meski masih baru dan sedang ramai-ramainya, kekosongan urban memenuhi relungku setiap aku pergi ke sana. Ada perasaan kuat, bahwa tempat ini akan ditinggalkan.
Atau mungkin, perasaan egois bahwa aku ingin melarikan diri dan dilupakan.
Bagaimanapun, benda yang dulunya penuh kenangan dan hilang, kemudian ditemukan dengan keadaan yang berbeda, tentunya meningkatkan harga dari kenangan yang ada di dalamnya.
Setelah aku memberikan tenaga dan usaha untuk tempat bobrok yang aku tidak mengerti bagaimana orang-orang terburuk di bidangnya dapat berkumpul dan bekerja hingga puluhan tahun, dahiku dipenuhi kabut yang mengesalkan. Meski sejak pekerjaan baruku, aku merasa lebih terbiasa dengan kehadirannya.
Walau begitu, aku sedikit lega. Tampaknya kabut ini membuktikan bahwa aku masih bisa melakukan sesuatu yang selalu aku senangi sejak dahulu kala.
Aku masih punya hutang fiksi penggemar sadis yang menggetarkan, bahkan mungkin penulis skrip serial Azab akan mendoakan jiwaku jika melihatnya.
Aku sendiri merasa cerita itu terlalu kejam, bahkan untuk aku yang terlalu banyak melihat hal yang masuk kategori sama. Maka dari itu, aku tak pernah menengok kembali halaman fiksi penggemarku lagi, meskipun ide tentang episode selanjutnya masih bertengger setia di ingatan jangka panjangku.
Pacarku sudah datang.
Waktunya menangis-nangis untuk merebut perhatiannya dari Bela.
0 notes
Photo
Repost @tunashijauid Webinar“Waspada Bahaya, Dampak Lingkungan dan Habitat Hewan Peliharaan” kembali hadir dan akan dilaksanakan pada: Hari : Sabtu, 21 Januari 2023 Waktu : 12.00 WIB – Selesai Melalui : Zoom dan Live Yo utube Tunas Hijau ID . Narasumber 1. drh. Intan Permatasari Hermawan, M.Si - Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan Dokter Hewan 2. Kurnia Desiandura, drh., MSi - Dokter Hewan Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan Dokter Hewan Moderator 1. Gregorius M. Krustian (Siswa SMP Negeri 1 Surabaya dan Pangeran Lingkungan Hidup 2020) 2. Sarlita Zahra (Siswi SMP Negeri 1 Surabaya dan Putri Lingkungan Hidup 2020) . Webinar ini digelar menggunakan ZOOM Meeting dan LIVE YOUTUBE TUNAS HIJAU ID. . Pendaftaran gratis melalui : https://bit.ly/webinar-kucing-dan-hewan-eksotik-lainnya . Peserta ZOOM meeting terbatas. Selebihnya akan mengikuti LIVE di Channel YOUTUBE TUNAS HIJAU ID. . Setiap peserta terdaftar akan mendapatkan e-certificate. Khusus bagi Tenaga Pengajar dapat menukar 8 piagam webinar TUNAS HIJAU ID dengan 1 piagam khusus 64JP. . Narahubung Nizamudin 0858-5436-6508 (WA) https://www.instagram.com/p/CnqK6j1vC-h/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
Text
Perilaku Konsumtif : Seorang Bapak Dalam Pandemi
Bagi semua orang, pastinya tidak pernah lepas dengan yang namanya belanja. Mau anak kecil, remaja, maupun dewasa keinginan dalam bentuk produk yang sedang diinginkan. Mau itu karena memang keinginan hobi, keluaran produk favorit terbaru, alat elektronik terbaru, atau kebutuhan pokok sehari-hari yang memang dibutuhkan. Sudah menjadi hal sehari - hari bagi kita untuk berbelanja. sejauh apa sih hasrat kita pada barang-barang yang ada di supermarket? Hal apa yang dapat menghalangi atau memberhentikan kita dalam mengkonsumsi barang-barang? Yuk, kita lihat lebih lanjut dan lihat perspektif seorang yang gemar belanja.
Kenali Ican. Ia adalah seorang bapak, suami, pekerja yang juga memiliki berbagai hobi termasuk hobi berbelanja. Baik sebelum maupun setelah pandemi, Bapak Ican aktif mengonsumsi produk - produk dalam kehidupannya.
Seperti yang kita ketahui, ada sebuah pandemi yang melanda tepatnya sejak tahun 2020 di mana aktivitas - aktivitas publik mulai ditutup termasuk sekolah, kantor, dan tempat publik lainnya dikarenakan penyesuaian terhadap wabah yang menyebar. Dikarenakan pandemi ini, outlet bisnis - bisnis perlu melakukan perubahan agar tetap menjaga kehidupan usaha mereka. Bisnis - bisnis yang biasanya buka untuk publik atau jalanan, memindahkan dagangan mereka ke daring dikarenakan perlunya menutup toko laring sebagai upaya mencegah penyebaran virus covid-19.
Toko daring atau situs - situs online seperti Shopee, Tokopedia, blibli, dan sebagainya memang sudah sering digunakan bahkan sebelum adanya pandemi ini. Namun selama pandemi ini popularitas belanja di toko online memang meningkat. Jakarta, CNBC Indonesia menyatakan “Hasil riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) pada 2020 mencatat bahwa sebesar 42,1% konsumen toko online melaporkan peningkatan pengeluaran saat pandemi.”
Apakah ini nyata pada Bapak Ican? Atau malah sebaliknya? aku telah melakukan wawancara dengan Bapak Ican pada tanggal 19 Agustus 2021 mengenai perilaku konsumtif dan kebiasaan belanjanya.
Sungguh dalam pandangan aku, papa memang suka belanja. Walaupun bukan yang ekstrem, namun bisa dibilang lumayan sering jajan.. Contohnya bayangkan di pagi hari, tiba - tiba aku mendengar suara bel rumah berdering. Ketika aku keluar, “yak paket untuk bapak Ican?” Kalau memang sedang banyak, bisa mendapat paket lagi di sore harinya dan lanjut lagi keesokan harinya berturut-turut. Karena itu, aku merasa ia cocok dan akhirnya memilih bapak Ican untuk menjadi narasumber dalam topik ini.
Papa suka belanja lewat daring maupun luring secara reguler. Kalau lewat luring tentunya lebih sering sebelum pandemi. Belanja luring atau secara offline itu termasuk apa aja sih? Sesederhana jajan di mini market, membeli bahan - bahan makanan di toko atau mall. Belanja kebutuhan pribadi, apalagi papa memiliki hobi membangun sesuatu. Bisa saja ada alat baru, alat pertukangan kayu, yang diperlukan untuk proyek pribadi selanjutnya. Biasanya suka belanja di toko peralatan rumah seperti ACE Hardware, Informa, atau toko bangungan lainnya. Ia juga hobi dengan perkomputeran, jadi jika ia ingin memperbarui bagian dari komputernya ia bisa datang ke toko elektronik. Selain kebutuhan pribadinya, ia juga tidak melupakan kebutuhan untuk kucing - kucing peliharaan di rumah. Seperti pasir, makanan kucing, dan keperluan lainnya yang tidak selalu dalam bentuk produk yaitu, kebutuhan medis dan jasa seperti grooming / mandi dan lainnya.
Waktu belanja tidak ada jadwalnya selain belanja bulanan untuk bahan - bahan rumah. Jadi, pergi keluar rumah tidak tentu dan sesuai kebutuhan saja. Apalagi dengan WFH, iya jadi bisa belanja lebih sering pada hari-hari kerja dan tidak harus saat akhir pekan. Nah, omong omong tentang keluar rumah selama pandemi pastinya papa tetap melaksanakan protokol penting. Atau sebaiknya tidak keluar rumah sama sekali dan pesan secara online!
Sebenarnya apa yang dipesan papa di toko - toko online itu tidak jauh dengan apa yang dia beli kalau di toko luring. Sebabnya, ia memang belanja keperluannya tetapi beda situs saja. Papa belanja keperluan hobinya, kebutuhan kucing, dan lainnya di situs Tokopedia. aku kurang tahu apakah ini benar atau salah, tapi kata orang - orang biasanya bapak - bapak memang lebih memilih Tokopedia, dan di sisi lain, ibu - ibu lebih memilih Shopee. Ternyata “mitos” itu berlaku di rumah aku. Mama lebih suka belanja lewat Shopee dan papa langganan Tokopedia.
Sama dengan belanja secara offline, papa tidak memiliki angka tetap berapa banyak produk yang dibelinya. Walaupun kalau lewat situs daring memang tertera sejarah pembelian dan pesanan yang telah dilakukan. Di dalam waktu wawancara, papa sudah memesan tiga produk dalam seminggu itu yakni, konektor pipa ( berbagai macam ), tas kucing, dan lampu. Di sampingnya, juga memesan makanan dan minuman melalui aplikasi Go-jek secara langganan. Agak acak kan? Tapi itu memang apa yang ia perlukan di waktu tersebut. Walau di minggu ini sedang banyak pesanan misalnya, belum tentu minggu depannya akan sebanyak minggu sebelumnya. Atau bahkan akan lebih banyak lagi. Jadi, memang tidak teratur dan disimpulkan bahwa ia belanja tergantung kebutuhannya.
Papa biasanya usaha untuk membeli produk dari toko yang sama agar lebih hemat. Dengan opsi produk dan toko yang tak terhitung, dan harga yang relatif lebih murah dari pada belanja luring, banyak orang akhir - akhir ini lebih memilih belanja secara daring. Dengan poin tersebut, papa tidak bisa memilih cara apa, daring atau luring yang ia lebih sukai. Ia percaya bahwa kedua cara tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing - masing.
Selama pandemi ini, opsi belanja daring mungkin pilihan yang lebih baik karena tidak perlu keluar rumah. Walaupun, barang yang dikirim tentunya tidak selalu dijanjikan higienis karena tetap lewat berbagai tangan. Jadi, saat sampai harus tetap di disinfeksi dan dibersihkan. Belanja lewat daring lebih mudah. Hanya diperlukan untuk mencari produk apa yang diperlukan, pilih toko yang sesuai, tekan tekan beberapa tombol, semua dilakukan dalam satu gadget genggaman tangan. Kemudian, tinggal beberapa hari dan sampai produk tersebut di depan pintu tanpa jauh - jauh pergi dari rumah.
Di sisi lain, belanja luring, datang ke toko, mall atau fasilitas lainnya secara fisik juga memiliki kelebihannya sendiri. Papa menyinggung bahwa kalau ia ingin membeli barang - barang kecil secara instant, atau memang ingin menghemat waktu tanpa mesti menunggu pengiriman lama, opsi belanja offline adalah jawabannya. Apalagi jika dalam situasi darurat, opsi luring memang lebih menjanjikan dan cepat. Meskipun, dalam keadaan karantina yang diperketat akan membuatnya lebih menantang.
Setelah melakukan wawancara ini, aku lebih paham mengenai perilaku bapak satu ini. Waktu ini juga dapat dipakai papa untuk refleksi diri. aku tanya, menurut papa apakah papa boros? Ia menjawab, tidak juga. Kita bisa lihat apa yang ia beli memang hal - hal yang diperlukannya. Papa bukan orang yang pelit baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarganya,. Selama pandemi ini walaupun tetap lanjut belanja online, papa tidak merasa ia menjadi lebih sering memesan barang - barang. Tidak ada perubahan yang signifikan dan rasanya biasa saja. aku juga baru sadar, ternyata bapak - bapak juga bisa gemar belanja ya.
Bisa disimpulkan bahwa sifat konsumtif akan selalu ada. Mau engkau sudah beranjak usia, perempuan maupun laki laki, perilaku konsumtif memang manusiawi dan jika dilihat lebih lanjut memang dibutuhkan perannya di siklus ekonomi. Pada akhirnya, keputusanmu lah yang akan menentukan hasil akhir dan kondisi masing - masing. Maka, belanjalah dengan bijak.
Situasi seperti pandemi ini mengubah cara kita berinteraksi dan bertransaksi. Kegiatan berbelanja sudah menjadi rutinitas yang akan selalu berlanjut dan tidak akan berhenti. Namun, pasti perlu adanya beradaptasi dengan segala kondisi.
Kalau kamu, lebih memilih belanja secara daring atau luring?
1 note
·
View note
Text
Keren Kata Siapa
Butuh waktu yang cukup lama buat saya menyadari betapa beragamnya manusia di bumi ini, bahkan di lingkaran pertemanan saya. Sebenarnya mungkin kalau menyadari udah dari lama ya, tapi cara pandang dan berpikir saya tentang beragamnya kita itu baru terbuka akhir-akhir ini, sampai rasanya saya pgn bilang kalau "wowww lu kok bisa sih se-keren ini" ke hampir semua orang yang saya kenal.
Mungkin bisa dibilang selama hampir 19 tahun hidup, saya punya definisi yang cukup sempit soal standar kerennya seseorang. Gausah saya jelasin lah ya itu apa aja wkwkwk tapi pokoknya dulu patokan seseorang bisa dibilang keren bagi saya itu ya seperti itu. Tapi kesini-kesini setelah semakin banyaknya orang yang saya kenal, semakin beragamnya cerita yang saya dengar, semakin bermacamnya perkumpulan-perkumpulan yang saya ikuti saya jadi sadar kalau emang setiap orang itu keren.
Kadang sebagian dari kita cenderung menilai orang yang keren itu hanya mereka yang bisa sempurna dalam nilai akademik, atau mereka yang jadi orator ulung didepan banyak orang, atau mereka yang bisa jadi ketua disana dan disitu, saya ga bilang mereka itu gak keren malah ya justru itu keren banget, tapi nih mungkin juga sebagian dari kita lupa kalau ada loh orang-orang keren lain yang berjuang dengan caranya sendiri. Ada hal-hal keren lain yang luput dari pandangan kita.
Sebagai contoh, saya punya temen yang dalam kehidupan sosialnya dulu sering dipandang sebelah mata sama teman sekolahnya, korban bullying, dan seorang survivor. Tapi beberapa hari yang lalu ketika saya sapa dia via media sosial, dia banyak cerita soal gimana kemudian dia berusaha bisa berbaur sm teman kampusnya, bisa ga malu-malu lagi nanya di kelas, gimana kemudian dia bisa sembuh dari depresinya, berdamai sama rasa takutnya, sama masa lalunya. Itu bukan hal yang mudah tapi dia mampu melewatinya dengan baik.
Saya juga akhir-akhir ini jadi sering dibuat kagum sama temen-temen saya yang setelah sekian lama, akhirnya mulai nemuin passion dia dimana, kemampuannya apa aja, dan mereka menekuni itu sampai bisa menjadi sebuah karya. Atau temen saya yang dia suka sama suatu hal walaupun dia sebenernya ga jago tapi karena dia suka ya dia fokus dan lanjutin aja tanpa harus peduli segimana kemudian lingkungan toxicnya mendorong dia untuk jatuh. Dari mereka akhirnya ya saya sadar;
Keren itu ga melulu berbicara soal hasil, tapi justru proses pembelajaran jadi bagian paling penting
Atau contoh lain, saya punya temen yang setiap hari selalu bawa makanan kucing buat kasih makan kucing-kucing di fakultas, ada juga temen yang setiap liat sampah di tempat yang gak seharusnya dia bakal ambil dan buang ke tempat sampah, ada juga temen yang di tengah kerasnya dunia ini satu kata bahasa kasarpun belum pernah saya dengar dari mulutnya. Jadi gimana ya bilangnya, ternyata ada banyak loh hal-hal keren yang kecil dan seringkali kita anggap sepele, padahal mungkin justru itu memberi kebaikan dan manfaat yang jauh lebih besar.
Dari begitu luasnya definisi "keren" yang saya temukan saya jadi bener-bener percaya kalau emang setiap dari kita itu istimewa.
Kita punya cara berjuang masing-masing, jadi untuk apa kita merasa menjadi sosok yang paling? Jika Tuhan saja memberi jalan dan membekali kelebihan dan kekurangan pada setiap kita dengan berbeda-beda.
Setiap dari kita memiliki waktunya masing-masing, memiliki alur kehidupannya masing. Maka mulailah menjadi keren dan bermanfaat versi dirimu sendiri. Jangan sampai standar keren orang lain malah menghambat bertumbuhnya kita, jangan sampai karena kita terlalu sering membandingkan diri kita dengan orang lain malah membuat kita kehilangan harapan dan kesempatan. Dan yang paling penting jangan sampai cara pandang kita soal definisi keren itu malah menyakiti orang lain.
Berbahagialah selalu bagi kita yang masih diberi kesempatan untuk hidup dan bertumbuh di setiap harinya.
🌼 • ┈ ๑ ⋯ ୨ ୧ ⋯ ๑ ┈ • 🌼
Salam sayang, Piwa.
#self love#selfquarantine#self help#self improvement#selfworth#kerenabis#keren#ceritamasakarantina#cerita#opinion#confident#confidence#perspektif
63 notes
·
View notes
Text
Panggilan telepon dan semua yang terlewatkan
youtube
Ponsel gue hampir selalu di-silent. Sampai kadang gue lupa nada dering yang gue pasang. Tapi karena gue sedang menunggu panggilan interview dari beberapa lowongan pekerjaan yang sedang gue apply, sudah hampir tiga minggu belakangan ini ponsel gue berdering dengan leluasa. Gue tetap nggak suka. Sebagai manusia introvert, panggilan telepon nggak ada bedanya dengan gedoran tanpa henti di pintu kamar yang memaksa untuk dibuka, dijawab, dan ditanggapi. Kadang kalau introvert gue lagi kambuh banget, gue akan mengabaikan panggilan telepon itu lalu membalasnya via aplikasi pesan instan. Paling nggak lima belas menit setelahnya.
Harap diingat bahwa gue nggak pernah, sama sekali, pasang lagu sebagai nada dering. Selalu apapun yang default. Maka ketika di detik ini, di hari Sabtu malam pukul tujuh lewat sedikit, ponsel gue memutar sebuah lagu familiar yang sudah lama sekali tidak gue dengar, badan gue seakan berubah menjadi patung. Tentu saja gue nggak akan lupa. Di suatu siang waktu dia jemput gue di Stasiun Bandung karena gue baru balik dari liburan semester di Jakarta, lagu ini diputar entah berapa kali sampai akhirnya dia nge-drop gue di depan kosan gue di daerah Tubagus Ismail. Dalam berbagai versi. Belum lagi karena ini adalah lagu dari video TikTok kucing yang selalu diputarnya selama beberapa bulan, yang ditontonnya ketika ia sedang mumet dalam belajar dan mengerjakan tugas.
“Gue ganti ringtone lo, khusus kalo gue yang nelpon,” begitu ujarnya waktu itu, seenaknya mengotak-atik ponsel gue. Energi gue nggak cukup untuk memberitahunya bahwa itu adalah hal yang nggak berguna karena ponsel gue gapernah gak silent. Tapi setiap teleponnya pasti gue angkat bahkan sebelum ponsel gue bergetar - tentu saja kalau kebetulan ponsel gue lagi tergeletak di atas meja. Sepotong ingatan dari sebuah masa yang sudah lama berlalu.
Dan tentu saja karena gue masih simpan kontaknya. Nama penelepon terpampang jelas di layar ponsel yang gak pernah gue ganti sejak bangku kuliah.
Ponsel gue mati. Lalu ia berdering lagi. Gue menarik napas dalam-dalam. Berbagai skenario berputar di kepala gue. Berbagai pertanyaan dan topik yang mungkin dibahas satu persatu mampir di otak gue. Ingatan yang gue bagi sama dia, empat tahun di bangku kuliah dan tiga tahun setelahnya, lalu ada jeda dua tahun tanpa kabar sama sekali. Sampai detik ini.
Panggilan ketiga masuk ke ponsel gue. Terlalu banyak rasa yang muncul ke permukaan dan jantung gue yang norak ini berdetak sama kencangnya dengan saat gue pertama kali melihatnya sedang mengecek hasil kuis Fisika di tembok ratapan. Degup grogi bercampur takut nggak lulus. Waktu itu gue belum tahu namanya, atau fakta bahwa kita berdua ada di fakultas yang sama.
Dan di saat yang genting ini, kepala gue malah memainkan ulang dialog-dialog akhir dari film kesukaan kami berdua. Film berdurasi dua setengah jam yang kami tonton ulang setiap tahunnya untuk memperingati hari ulang tahun gue. Film yang sudah nggak gue tonton lagi di tiga tahun terakhir ini.
“Everything that you say is contradictory. You can’t have been in one place and another at the same time.”
“You mean to say we have to make choices?”
“Of all this lives.. which one is the right one?”
“Each of these lives is the right one. Every path is the right path. Everything could have been anything else and it would have just as much meaning.”
Tolong kasih tau gue pilihan macam apa yang harus gue ambil di detik ini. Otak gue malah sibuk memutar ulang pilihan-pilihan hidup yang gue ambil selama sembilan tahun ke belakang. Pilihan-pilihan yang membawa gue dekat, dekat sekali dengan dia, tapi juga membuat kami jauh sejauh-jauhnya. Perkataan-perkataan yang dengan sadar dan tidak sadar gue sampaikan padanya, melalui ucapan dan juga tindakan yang besar juga kecil. Harapan gue akan kehidupan dimana kami bisa dimungkinkan.
Nada dering itu berhenti lagi.
Gue menunggu lima, sepuluh menit. Menunggu datangnya panggilan keempat yang akan gue angkat dan gue hadapi. Lima belas menit, tiga puluh menit. Masih hening. Gue menghela napas.
Detik ini, gue memilih untuk tidak memilih.
5 notes
·
View notes
Text
Agustus dan Hal-Hal di Dalamnya
Aku tidak membenarkan bahwa kita sudah boleh pergi-pergi, tapi selama seminggu kemarin aku harus keluar karena beberapa urusan. Skip saja karena kali ini aku cuma ingin semacam menulis diary perjalananku seminggu ini, sebagai pengingat yang manis juga untuk diriku sendiri kelak. Dengan beberapa pelajaran yang tak ingin kulupakan.
______
Sabtu, 15 Agustus 2020
[14/8 20.03] TU : Assalamualaikum wr.wb Bagi yang belum ambil samir/slempang/map bisa ke TU fakultas ya 😁😁😁
[14/8 20.06] Mochi Green Tea: Syarat pengambilannya apa ya pak/bu? 🙏🏻
[14/8 20.15] TU : Syarat pengambilan selempang/samir/map adalah datang tepat waktu dan smile.... Hehehehe
Dan ketika aku datang memang disambut dengan wajah yang ceria. "Mapnya masih kosongan ya, hehehe. Ini saya kejar cepat pengurusan ijazah, nanti kalau udah selesai saya kabari di grup secepatnya."
Hari ini aku belajar bahwa : mempunyai petugas TU yang melayani dengan ramah dan sepenuh hati adalah juga bagian dari rejeki dan suatu berkah.
______
Senin, 17 Agustus 2020
Aku cuma di kosan, bermaksud tidur siang tapi malah main HP terus, tiba-tiba ada chat dari nomor asing. Katanya ibunya Akbar. Akbar siapa???? Oh ternyata Akbar anak TPA-ku sewaktu KKN dulu. Ibunya Akbar mengirimkanku voice note yang membuatku ingin menangis,
"Alhamdulillah di sini baik, maaf kok saya ngetiknya pake bahasa jawa, hehe. Ini lho mbak Nina, si Akbar anak saya, "kak Nina kak Nina" manggil-manggil terus, selalu cerita, dan nyari nomornya mbak Nina lewat teman-temannya. Salam dari keluarga di sini, khususnya dari Akbar anak saya. Saling mendoakan saling menguatkan juga karena Indonesia sedang seperti ini, saling menjaga kesehatan.."
Ah, Akbar. Kapan-kapan aku ke sana, ya!
Hari ini aku belajar bahwa : terkadang kita tak sadar bahwa barangkali orang yang hanya sebentar saja bertemu dengan kita adalah orang yang selalu mengingat tentang kita—dengan baik.
______
Selasa, 18 Agustus 2020
Hari ini aku photoshoot wisuda di taman sekitaran fakultas. Tiba-tiba ada mbak-mbak berboncengan yang berteriak, "congrats yaa, mbak!"
Kamu tau nggak rasanya diucapin gitu sama orang asing yang cuma lewat bisa naikin mood. Aku balas teriak, "terima kasih, yaa!!"
Karena fotografernya adalah teman sendiri, dia nggak mau dibayar, maka kami berniat untuk teraktir makan di King Korea. Sayangnya menu di sana abis-abisan. Yaudah kami akhirnya makan di Happy Bee karena di sana juga lagi ada promo.
Tahu nggak di sana aku ketemu siapa? Ketemu mami-papinya Kenzo! Sangat tak di sangka.
Siapa itu Kenzo? Bayi mungil yang Allah panggil duluan ke surga-Nya karena ada sebuah musibah yang menimpa keluarga mereka pada sekitaran awal tahun. Beritanya viral di media khususnya twitter dan instagram, huhu. Kenzo meninggal dalam usia kandungan 8 bulan karena musibah pohon tumbang yang menimpa kedua orangtuanya. Nggak kebayang gimana sakitnya maminya Kenzo menahan luka karena kecelakaan pohon tumbang waktu itu, gimana papinya kerja keras untuk mencari biaya pengobatan, dan gimana hancur hati keduanya karena kehilangan anak pertama yang telah lama mereka nantikan. Aku mengikuti cerita mereka melalui instagram hingga saat ini. Mereka tegar dan bisa bangkit lagi. Hingga waktu ketemu di Happy Bee kemarin aku berpikir aku harus menyapanya, karena diberi semangat sama orang asing itu gimana ya rasanya terkejut terheran, tapi terharu juga.
"Mbak, maminya Kenzo ya?" Tanyaku.
"Eh iya mbak.. gimana mbak?" Tanyanya balik.
"Saya ngikutin kisah mbaknya di instagram. Sebelumnya saya turut berduka ya mbak karena mbaknya kehilangan Kenzo. Mbaknya hebat banget, kuat banget! Bisa bangkit lagi."
"Makasih ya mbak.. iya soalnya kalo saya nya nggak semangat untuk bangkit lagi, kasian suami saya. Dia bener-bener mulai dari nol lagi. Ndi.. Ndi.." dia kemudian manggil suaminya sambil nunjuk-nunjuk aku. Matanya berbinar-binar dan wajahnya sumringah.
"Ini Endi.. papinya Kenzo." Katanya, memperkenalkan.
"Oh iyaa halo mas!" Kami bersalaman jarak jauh.
Akhirnya kututup percakapan kami, "semangat terus yaa mbak!"
Hari ini aku belajar bahwa : kadang kita memang sengaja dipertemukan dengan seseorang untuk membuatnya tersenyum dan bahagia di hari itu walau hanya sebatas sapaan kecil dan kata-kata semangat.
Malamnya aku bersiap untuk ke rumah bude karena besok aku wisuda online. Ya masa aku wisuda online sendirian di kosan, lol. Sayangnya keluarga bude hari itu seharian ada urusan ke Semarang. Aku ke rumahnya dengan membuka kunci sendiri dan menunggu di rumah itu sendirian. Eh nggak, dua orang kucing peliharaan bude menemaniku di dalam.
______
Rabu, 19 Agustus 2020
Hari ini tidak banyak membahas soal wisudaku, tapi lebih ke perkuliahan. Karena budeku seorang dosen hukum, obrolan yang ngalir seru-seru aja tentang jenis-jenis mahasiswa, sampai ke berita-berita besar dan skandal di Indonesia. Aku banyak dapat bocoran tentang apa yang sebenarnya terjadi. Begitu banyak pejabat yang masuk penjara karena fitnah. Apa yang disampaikan berita kebanyakan bullshit. Bahkan sebelum beritanya viral, bude sering ngasih tau aku duluan, tinggal tunggu waktunya aja viral di media. Jadi ketika viral, aku nggak mudah termakan berita karena sudah diceritakan latar belakang kejadiannya.
Hari ini aku belajar bahwa : kita bisa bahagia-bahagia saja saat kita mau menerima. Salah satunya menerima kenyataan bahwa perjuangan empat tahun kuliah, dibayar dengan wisuda online. It's okay. Yang terpenting habis ini, kamu mau ngapain?
______
Kamis, 20 Agustus 2020
Aku lelah banget, tapi karena prinsipku gapapa capek di dunia, yang penting nanti bisa beristirahat di surga-Nya, yaudah aku selalu bilang nggak apa-apa aku capek-capek di dunia. Di dunia emang tempatnya capek, di surga nanti tempatnya istirahat.
Seorang temanku mengundangku ke rumahnya untuk makan-makan, ya kami hanya berempat saja. Rumahnya di luar kota Jogja. Aku sudah lama tidak membawa motor dengan menempuh jarak jauh tapi pagi itu aku paksakan diriku. Dan aku bahagia sekali karena jalan menuju rumahnya adalah hijau, hijau, hijau, alias sawah.
Kami makan seafood di pinggir pantai, menikmati suara deburan ombak dan angin pantai yang kencang, juga menemukan surga tersembunyi di antara lahan-lahan pengolahan garam walau itu hanya sebatas sungai yang airnya tenang. Sangat sepi, sunyi, hening, hanya ada suara-suara kami. Vibesnya seperti di Switzerland, halah wkwk.
Hari itu temanku yang ngundang kami makan, happy banget. Orangtuanya juga happy banget liat kami datang.
Hari ini aku belajar bahwa : nggak apa-apa capek kalau energi yang terkuras habis ini bisa bikin orang lain happy. Kayaknya harus bikin happy lebih banyak orang lagi karena emang senagih itu perasaan bahagia karena membahagiakan orang lain. Dan paling utama bahagiain orang lain untuk dapat ridho dan berkah dari-Nya. Double kan jadinya, orang lain happy terus Allah juga jadinya cinta sama kita. Aamiin.
______
Jumat, 21 Agustus 2020
Aku ke rumah nenekku di Magelang, oke capeknya double tapi aku bahagia. Iya aku dari Jogja ke Magelang motoran.
Sampai di rumah, nenekku belum sadar dengan kehadiranku, sedang menyetrika di ruang setrika. Aku nungguin setengah jam, maksudnya mau surprise gitu, ini loh aku tiba-tiba datang. Yaudah aku samperin, "sssstt.. tii.. utii.." panggilku dengan berbisik.
"Eh, cucu.." ujarnya dengan mata berbinar-binar.
Hari ini aku belajar bahwa : sebenarnya membahagiakan orangtua itu gampang banget. Kehadiran kamu di sisi mereka aja udah bikin mereka bahagia, walau kamu nggak bantuin apa-apa, hehehehe.
______
Sabtu, 22 Agustus 2020
Aku menikmati rutinitas yang biasa kulakukan di rumah nenekku; malas-malasan, hahaha. Nggak juga deng, rutinitas favoritku adalah jajan di warung jajanan pasar dan ngasih ikan makanan sisa makanku yang sengaja kusisain. Lagi-lagi sunyi, hanya ada suara gemericik air dan ikan-ikan yang saling rebutan makanan. Aku juga pergi ke rumah mendiang buyutku, sayangnya hanya ada eyang Du dan eyang No, karena eyang Nik dan eyang Min sedang pergi ke Jakarta. Sorenya aku ambil jahitan di mbak Kar, sudah berbulan-bulan pesananku belum kubayar, hahaha.
"Mbak Kar, boleh minta nomer rekeningnya? Nanti saya transfer aja."
"Yah, saya nggak punya rekening."
Terdiam sejenak. Agak terkejut.
"Oh iya ndak apa-apa, kalau gitu saya balik dulu ya ke rumah, soalnya saya nggak bawa uang cash."
"Ndak mau minum teh dulu, po? Saya bikinin.."
"Eh, hmm boleh deh, ini saya pulang dulu ambil uang nanti ke sini lagi."
"Kapan-kapan aja bayarnya ndak papa."
"Ah nggak, ada kok uangnya di rumah. Bentar ya.."
Akhirnya aku kembali lagi ke rumah mbak Kar sebagai tamu, disuruh ngeteh, kami bercerita sampai magrib.
"Makasih ya udah main ke sini dan mau cerita-cerita.. senang ya kalau dengar cerita-cerita bahagia dari orang-orang." kata mbak Kar sambil tersenyum. Dan perasaan senang yang mbak Kar utarakan itu menular padaku dan menbentuk senyum pula di bibirku.
Mbak Kar, seorang perempuan berkepala empat yang belum Allah karunia keturunan tetapi tetap hidup dalam senyuman dan kesahajaan. Mbak Kar selalu tersenyum setiap mendengarkanku bercerita.
Dan hari ini aku belajar bahwa : kita tetap bisa hidup dalam senyuman meski Allah belum berikan apa yang kita minta, selain itu kita bisa tetap hidup meski tidak mengikuti apa-apa yang ditawarkan oleh zaman.
Hari ini aku belajar banyak dari seorang Mbak Kar dan kesederhanaannya dalam hidup.
Aku pamit dan hari ini kututup dengan menuliskan kehidupanku selama seminggu ini, seminggu yang melelahkan sekaligus menyenangkan. Esok pagi aku akan jogging keliling desa, melewati sawah-sawah, menghirup udara bebas, dan yang terpenting semoga Allah anugerahkan usia panjang untukku, juga mereka yang ada di sekelilingku. Aamiin.
Semoga pembaca sekalian juga berbahagia dimanapun kalian berada. Aku di sini hanya ingin menuliskan hidupku, maaf jika kurang berkenan. Terima kasih sudah membaca, seolah-olah ada yang sedang mendengarkan aku bercerita.💕
Dan semoga C19 lekas pergi agar kita bisa sesuka hati lagi untuk menemui dan memeluk orang-orang yang kita sayangi. Aamiin.
Magelang, 22 Agustus 2020 | 23.20
9 notes
·
View notes
Text
Menjadi dokter adalah cita-cita saya sejak kecil. Saya pikir itu hanya pengaruh dari lingkungan luar. Namun ternyata, saar tahun demi tahun telah berlalu, keinginan saya untuk menjadi dokter tidaklah luntur. Semenjak ada pandemi, keinginan saya semakin menggebu. Rasanya ingin cepat-cepat menjadi dokter di saat itu juga agar dapat berkontribusi langsung dalam membantu mereka yang terinfeksi. Tetapi dunia ini tidaklah sama dengan dunia si kucing biru yang memiliki mesin waktu untuk pergi atau kembali ke tahun yang kita mau.
Yaa, kita sebagai manusia hanya bisa merencanakan sesuatu. Untuk penentuan ya atau tidaknya saya serahkan kepada Tuhan. Mungkin jurusan ini adalah jawaban dari doa yang kupanjatkan. Karena, yang saya panjatkan adalah permohonan agar mendapatkan jurusan yang terbaik, apapun itu. Alhamdulillah, ternyata jodoh jurusan saya adalah jurusan hubungan internasional di Universitas Airlangga. Kebetulan jurusan ini adalah jurusan yang juga direkomendasikan oleh guru dan kerabat saya.
Harapan saya tidak jauh berbeda dari harapan saya apabila tembus di jurusan pendidikan dokter. Yang beda hanya ranahnya saja. Saya harap, seluruh langkah saya di jurusan ini dapat menjadi bekal yang cukup untuk dapat berkontribusi untuk negeri. Yap, tentunya dalam ranah hubungan internasional. Saya rasa, jurusan ini membuka peluang bagi saya untuk lebih mampu berpikir kritis, public speaking yang tersturuktur, komunikasi yang baik, mengupgrade skill yang masih belum terlalu berkembang, dan memaksimalkan relasi dengan teman-teman lainnya.
Tak hanya itu, saya juga berharap agar dapat menjadi mahasiswa berprestasi, baik dalam bidang akademik maupun nonakademik. Saya akan memaksimalkan waktu saya untuk mengikuti kegiatan yang bermanfaat, baik UKM maupun organisasi untuk melatih softskill saya. Semoga, saya dan teman-teman lainnya dapat bersinergi untuk membanggakan jurusan, fakultas, universitas, bahkan negara ini. Aamiin.
Salam kenal untuk semua yang membaca,
Dari saya, si Banten yang berdarah Jawa. Hehe.
#IRFEST2020_WELMAB_NORWAY
2 notes
·
View notes
Text
Awal Musim Hujan yang Berbeda
Di awal musim hujan tahun lalu, kita masih bersua. Di bawah pendopo baru di fakultas yang pada saat itu begitu kita sukai dan banggakan.
Di bawah pendopo itu, kita bercerita banyak. Mulai dari cerita kucing yang paling sering diberi makan Pak Dekan, cerita cinta, hingga konsolidasi aksi.
Kadang kita juga hanya sekedar berteduh dari hujan saja di sana.
Tapi, awal musim hujan kali ini berbeda.
Mungkin lantai di pendopo mulai merindukan kaki kita yang berjalan dan bersila di sana. Lalu, sekali waktu bertanya mengapa tak lagi para mahasiswa berkunjung ke sana.
Heuu awal musim hujan kali ini memang berbeda.
Berbedaaa sekali.
Kita kini hanya saling bercakap dibalik layar telfon pintar kita. Saat, ini hanya dua pintu yang kamu tidak harus menghadapi screening termogun untuk masuk ke dalamnya: pintu rumah(mu) dan pintu menuju dunia maya.
Sabar ya, dunia, semoga lekas membaik.
2 notes
·
View notes
Text
“Menyelami Samudera Kemuliaan bersama Al-Qur’an”
Oleh : Salma Hamidah
“Mengarungi samudera kehidupan, kita ibarat para pengembara, hidup ini adalah perjuangan, tiada masa tuk berpangku tangan…” Bingkai Kehidupan-Shoutul Harokah.
Berjalanlah di muka bumi seperti orang asing yang hanya singgah sebentar. Dunia ini hanyalah fana dan sementara. Sedang’ kehidupan yang kekal adalah akhirat. Rumah abadi adalah kembali kepada-Nya. Rab Yang Maha Agung, pencipta alam semesta seisinya. Maka kembalilah ke jalan yang benar, yaitu jalannya orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya.
Mari bermuhasabah sebentar terhadap sebuah nama. Orang yang selalu bertahmid kepada Allah Swt. akan selamat dunia akhiratnya. Begitulah sekiranya makna dari nama Salma Hamidah. Nama “Salma” memang nama yang cukup populer jika boleh dikata. Karena “Salma” yang berarti “keselamat atau salam sejahtera”, adalah harapan semua orang mukmin di dunia dan di akhirat. Sedangkan, untuk kata “Hamidah” artinya “bertahmid”, yaitu selalu memuji atau bertahmid kepada Allah Swt. disetiap apa yang ia kerjakan. Orang-orang beriman yang selalu memuji Allah Swt. dalam kedaan tidur, duduk, maupun berdiri, akan selalu diberikan keselamatan dan kemuliaan oleh Allah Swt. sepanjang waktu.
Mari sedikit berkenalan dengan salah satu calon mati, sukses dunia dan akhirat. Amin. Perkenalkan, saya Salma Hamidah (19 tahun), mahasiswa Pendidikan Bahasa Jerman Universitas Negeri Yogygakarta angkatan 2017. Saya merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Saya berasal dari Jepara, Jawa Tengah. Orang tua dan saudara saya tinggal di Jepara. Sementara, saya sendiri tinggal di Yogyakarta untuk menmpuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dari SMA, yaitu Universitas. Orang tua saya bernama Slamet Noor Riyadi dan Budimarsiwi. Mereka dikaruniai tiga orang anak perempuan yang sekarang sudah beranjak dewasa dan salah satunya adalah saya sendiri. Kakak saya bernama Luthfiyah Musayyadati dan adik saya bernama Nurul Aini. Kakak masih berstatus sebagai mahasiswa IPB dan masih berkutit dengan skripsinya. Semoga kakak diberikan kemudahan oleh Allah Swt. dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi. Sedangkan, adik masih duduk di bangku kelas 8 SMA. Masa-masa pencarian jati diri sang anak mulai terlihat dan semoga disegerakan. Abi adalah seorang PNS di salah satu rumah sakit di Jepara dan Umi adalah seorang PNS disalah satu puskemas di Jepara. Abi bukan seorang dokter, tapi ahli pada bidang komputer dan Umi adala seorang ahli gizi.
Abi dan Umi adalah dua sosok yang bekerja keras dalam menafkahi anak-anaknya. Melihat kami sudah beranjak dewasa dan kebutuhan yang semakin bertambah pula. Selain menafkahi keluarga, kami juga sudah dididik dalam beribadah saat masih kecil. Pun saat saya masih kecil, bab-bab berkerudung ataupun berhijab sudah dilakukan dan diajarkan. Jadi, posisi saya lebih senang mendengarkan orang lain berhijrah dengan caranya masing-masing, daripada cerita saya sendiri. Tapi saya mengakui, bahwa bab akidah dan akhlak harus diperbaiki lagi. Sungguh, saya ini masih belum mandiri secara rukhiyah, fikriyah, maupun finansial. Belum sepenuhnya mandiri dan lepas dari tanggungan orang tua. Belajar prihatin memang agaknya sulit untuk dilakukan dan memulainya. Saya dari TK sudah dimasukkan ke TK berbasis Islam dan dilanjutkan sampai SD. Untuk jenjang pendidikan SMP dan SMA, saya belajar di sekolah negeri di Jepara. Dan pada masa-masa itu saya sangat akademis untuk mencapai nilai-nilai tertentu. Tapi alhasil, nilai dan ujian tidak sesuai yang diharapkan. Les mata pelajaran IPA untuk masuk ke perguruan tinggi sudah banyak dilakukan. Tapi akhirnya, ujian mandiri dengan nilai SOSHUM baru bisa diterima di PTN. Saya adalah calon Dokter Hewan yang mencari jalan lain. Sejatinya, saya adalah seseorang yang terdampar dalam pulau yang asing dan baru. Saya sangat suka dan menyayangi binatang, terutama binatang kesayangan Rasulullah Saw., yaitu kucing. Wahai, jangan takut terhadap apa yang tidak menakutkan karena itu semua persepsi burukmu. Jika ingin berpuisi di depan seorang yang takut terhadap bola bulu ini, mungkin inilah yang akan saya narasikan. Cintailah apa yanng dicintai Rasulullah Saw. saat tiada pantangan bagimu untuk tidak menyukainya dan jangan sampai melukainya.
Di zaman saya masih TK, kehidupan ekonomi masih sedikit sulit. Umi bekerja sebagai guru TK di tempatku bersekolah. Abi sudah bekerja sebagai PNS dengan penghasilan belum seberapa. Akhirnya, Umi saya mencoba tes CPNS dan diterima dan diselangi berwirausaha. Sedikit demi sedikit kehidupan ekonomi mulai meningkat dan stabil. Sekarang, kebutuhan keluarga dapat terpenuhi dengan baik. Dan sampai sekarang ini, sangat bersyukur kepada Allah Swt. saya dapat melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi seperti universitas.
Saat saya memasuki dunia kampus, orang tua sangat mendukung kegiatan yang saya lakukan. Kegiatan SKI fakultas maupun universitas sudah sering dilakukan. Cukup banyak program-program yang saya lakukan selama hampir satu tahun berada di universitas. Karena Abi dan Umi juga merupakan aktivis dakwah di masyarakat, saya juga merasa perlu untuk tetap berjuang dan masuk ke dalam dunia dakwah Islam. Walaupun sebelumnya bukan seorang ADS (Aktivis Dakwah Sekolah), di sini saya mencoba untuk dapat lebih mengenal dunia dakwah Islam bersama teman-teman SKI yang lain.
Kegiatan positif yang dilakukan selama periode satahun ini adalah belajar hal baru. Saya mulai belajar berorganisasi dengan lebih terarah di bangku kuliah. Masa-masa ini adalah penjajakan terhadap dunia baru. Jika dihitung, saya mengikuti dua organisasi yang aktif mulai tahun 2018, yakni SKI Universitas (UKKI) dan SKI Fakultas (KM AL HUDA). Selain dua organisasi tersebut, ada juga kegiatan turunan yang sedang diikuti sebagai panitia kegiatan, yaitu Kampus Ramadhan UNY dan Olimpiade Qur’an Nasional UNY. Di samping organisasi, kegiatan rutin juga sudah dilakukan sejak semester satu, yaitu program Hifdzil Qur’an LPIM yang diadakan setiap hari Rabu, Jum’at, dan Minggu sebagai jadwal setoran hafalan. Saat kegiatan Hifdzil Qur’an LPIM, saya mencoba setidaknya untuk tetap datang, menghafal, dan menyetorkan hafalan. Baru setelah itu saya dapat melakukan aktivitas lainnya.
Kegiatan negatif yang saya lakukan adalah sering menunda pekerjaan. Pekerjaan rumah maupun tugas kuliah menjadi menumpuk. Saya kurang dapat membagi waktu antara organisasi, syiar, tugas rumah, dan tugas-tugas kuliah. Saya sering mengerjakan tugas di batas deathline atau tenggat waktu pengumpulan. Di samping itu, saya juga kurang dapat bergaul baik dengan orang lain dan memiliki respon yang lambat saat berkomunikasi dengan alat komunikasi. Kelemahan lain adalah saya kurang dapat berbicara di depan umum untuk mengutarakan pendapat dan akhir-akhir ini keaktifan di kelas juga menurun. Salah satu penyebabnya adalah karena saya sudah tidak menjadi ketua kelas yang notabenya sibuk mengurusi tugas-tugas kawan untuk dikumulkan dan bertemu dengan dosen pengajar. Hal itu merupakan kesimpulan saya setelah satu semester ini tidak mengurus kelas. Mungkin banyak juga faktor lain yang belum saya sadari dan semoga disegerakan untuk tersadar. Selain masalah sosial dengan orang lain, mobilitas saya juga kurang dan masih tergantung pada orang lain. Saya lebih senang menggunakan sepeda dari pada sepeda motor.
Saya sangat senang membaca buku, menulis, mendesain, dan mendongeng. Buku adalah jendela ilmu, begitulah kata pepatah mengatakan. Saya sangat senang membaca buku tentang cerita berhikmah yang muatannya padat, positif, dan bahasanya indah. Selain itu, saya juga sangat suka membaca buku yang memotivasi diri seseorang dan diri sendiri. Saya juga sedang mengumpulkan karya-karya untuk dibukukan ataupun dipublikasi di blog pribadi. Selain kegiatan membaca dan menulis, saya juga senang mendesain pamflet atau semacamnya. Walaupun belum handal, tapi saya akan terus mencoba untuk menjadi lebih baik. Karena sangat suka buku bergambar, pun saya sangat senang mendongengkannya kepada orang lain. Berharap suatu saat nanti dapat mendongengkan cerita dengan lancar dan percaya diri di depan umum ataupun anak-anak. Selain kegiatan yang memerlukan fokus, saya juga sangat senang berjalan-jalan ke alam terbuka, seperti gunung, hutan, ataupun pantai.
Adapun hal yang tidak saya sukai adalah saat hanya berdiam diri dan mengulur waktu di dalam kos atau rumah. Saat saya berdiam diri di dalam rumah, saya hanya akan melakukan kegiatan yang kurang produktif. Tapi sejatinya banyak kegiatan yang dapat dilakukan saat berada di kos atau di rumah, yaitu pekerjaan rumah tangga dapat dikerjakan. Yang tidak saya senangi selanjutnya adalah menghabiskan waktu dengan kegiatan yang tidak bermanfaat dan terkesan membuang waktu. Seperti menunda pekerjaan yang harus dikerjakan selanjutnya dan selanjutnya. Misalnya, saat sudah saatnya makan siang dan waktu masuk kelas tidak mencukupi, maka saya lebih memilih meninggalkan makan daripada kegiatan yang sudah dekat. Mungkin memang sedikit berisiko tapi begitulah keseharian saya.
Manusia sejatinya adalah orang yang lemah. Hanya Allah Swt. yang dapat menguatkan. Pun disaat saya mulai terguncang psikis dan batinnya, Allah Swt. adalah satu-satunya petunjuk hidup. Allah Swt. menghibur dengan perantara manusia atau makhuk lainnya. Yang dapat dilakukan pertama kali saat memiliki masalah hanya berkeluh pada-Nya, memohon ampun atas kesalahan, dan memperbaiki diri lagi. Tidaklah seorang muslim dikatakan beriman apabila belum diuji. Masalah dan ujian hidup yang terus terjadi adalah tanda bahwa Allah Swt. sedang menguji iman seorang hamba yang katanya beriman.
Masalah adalah ujian hidup yang harus diselesaikan. Saya mengatasi masalah dengan merenungkan masalah, bermuhasabah, berdo’a, dan berikhtiar. Tapi sering sekali saya merasa tidak dapat menyelesaikannya dengan tuntas dan hanya sebagian yang terselesaikan. Hal itu dikarenakan kurangnya persiapan yang matang dalam mengahdapi hari esok yang memiliki tantangan lebih berat.
Saya sering merasa tidak mampu dalam menghadapi masalah kelompok, seperti bersosialisasi. Tempat bercerita mengenai masalah hidup saya adalah orang tua, terutama Umi. Saat saya pulang, rasanya bercerita kepada Umi tidak ada habisnya. Ingin menceritakan bagaimana perubahanku setelah merantau di kota istimewa. Dan bercerita bagaimana tetap pendiam dan sulitnya manusia satu ini bersosialisasi. Tapi, saya pun tidak berani mengutarakan semuanya pada Umi. Saya yakin semua ada jalan keluarnya apabila kita melibatkan Allah Swt. dalam segala urusan. Di lingkunganku sekarang ini, tempat bercerita dan berkeluh kesah serta saling menasihati adalah teman-teman kos dan kakak yang satu tujuan hidupnya untuk Allah Swt. dalam berdakwah.
Mendakwahi diri sendiri untuk menjadi lebih baik dikemudian hari pun penting. Bagaimana tidak penting, apabila diri ini akan ditanyai apa saja yang telah dilakukan selama di dunia saat berada di alam kubur dan akhirat nanti. Muhasabah diri, memperbaiki diri lagi dan lagi. Cara memperbaiki diri adalah dengan mendekatkan diri kepada Allah swt. Alquran sendiri merupakan salah satu kunci keberkahan hidup di dunia dan di akhirat. Membaca, mengahafalkan, memaknai, dan mengamalkan Alquran adalah kunci kedekatan manusia kepada Allah Swt. Jangan sampai menyesal di akhir hidup kita nanti. Ramadhan tahun depan atau bahkan tahun ini, dengan keberkahan ataupun kebaikan yang dapat dilakukan di dunia sebagai bekal di akhirat nanti, semoga dapat saya jumpai lagi. Padahal, dengan amal yang terus dilakukan sepanjang waktu, sungguh tidak akan cukup mengantarkan manusia ke surga Allah Swt. hanya keberkahan, keridhoan, dan rahmat dari Allah Swt. yang mampu membukakan pintu surga pada hamba-hamba yang bertakwa dan beramal shaleh. Di manapun tempat saya belajar sungguh tidak boleh disia-siakan.
Semua perubahan tiada lepas dari lingkungan yang sehat dan mendukung semua pergerakanku. Semua nasihat dicurahkan oleh sahabat-sahabat yang setia mendukung jalanku agar tiada berbelok arahku menuju keburukan.
Saya berada dalam lingkungan kos yang mendukung jalanku dalam berdakwah. Kami, warga muslim UNY, diberi fasilitas kos binaan UNY sebagai wadah dalam memperjuangkan Islam dan saling menasihati dalalm kebaikan. Selain belajar berorganisasi, saya juga belajar bagaimana mengurus urusan rumah tangga di kos sendiri. Ada peraturan-peraturan yang harus dipatuhi dan dijalankan. Kami adalah orang-orang yang harus mengurus diri pribadi dan orang lain. Di kos saya mendapatkan hal-hal baru seperti belajar mandiri dan memperbaiki diri dalam berislam. Setiap pagi kami sholat berjamaah, berdzikir almatsurat, mengulang hadits, dan memurojaah. Setiap Senin pagi ada pembacaan sirah dan hari Kamis pembacaan kultum secara bergilir.
Manusia juga perlu hiburan untuk merefresh kembali otak yang saraf-sarafnya mulai menegang. Saya biasanya pulang ke kampung halaman di Jepara untuk birrul walidain dengan orang tua. Sejujurnya, saya jarang pulang dan jarang menghubungi. Dan sampai rumah, saya sering sekali berpergian bersama orang tua. Hal ini dikarenakan saya lebih senang berinteraksi langsung, daripada melalui telepon selelular.
Rasa rindu sudah pasti ada terhadap kedua orang tua dan saudara. Tapi kerinduan akan ilmu-ilmu mempelajari Alquran, kalam-kalam Allah Swt. sungguh lebih besar. Dan restu orang tua tetap menyertai setiap langkahku dalam mengambil keputusan. Orang tua sering memberikan pesan motivasi sebagai penyemangat.
Alquran yang menentramkan dan menenangkan setiap jiwa-jiwa manusia. Manusia memiliki pegangan dan dasar kehidupan, yaitu Alquran. Saya mulai berkomitmen untuk menghafal lagi setelah 6 tahun tidak melanjutkan hafalan. Rasanya takut dan malu kepada Allah Swt. yang mengawasi hambanya. Kamu kemanakan hafalan Alquran 6 tahun lalu? Sungguh takut saat membayangkan bagaimana saya akan dihisab nanti. Tidak ingin hamba ini menjadi orang yang melupakan Alquran dan tidak mengamalkan isinya. Alquran adalah kemuliaan dan rahmat Allah Swt. yang diberikan kepada umat manusia yang mau mempelajarinya. Bahkan, Alquran sendiri turun di bulan penuh kemuliaan di bulan Ramadhan.
Sungguh Alquran memiliki kemuliaan yang luar biasa. Dakwah ideal yang dilakukan dengan Alquran adalah dengan mengajarkan Alquran untuk nantinya diamalkan. Seorang muslim harus dipahamkan mengenai pentingnya memahami, menghafalkan, dan mengamalkan Alquran. Tapi pada kenyataannya masih banyak orang-orang yang tidak sadar betapa pentingnya Alquran bagi kehidupan manusia.
Dakwah adalah hal yang sebaiknya kita lakukan untuk memperjuangkan Islam ini. Ini adalah jalan dakwah kami. Bagaimana kita dituntut untuk paham dahulu baru mengajarkannya kepada orang lain. Setidaknya paham dulu walaupun belum dapat melaksnakan secara maksimal. Kita dapat mengingatkan orang lain sembari kita ikut memperbaiki diri ini. Berdakwah dengan kalam-kalam Allah Swt. dan meluruskan diri lagi dalam memperjuangkan Islam ini.
Dengan memasuki lingkungan yang lebih baik dan fokus dengan Alquran di PPM SAHABATQU semoga dapat menambah teraturnya kehidupan saya, menambah ketenangan hati, dan kedekatan diri kepada Allah Swt. Mungkin dengan banyaknya kekurangan dalam diri saya belum mampu mengubah saya menjadi orang baik, tapi semoga saya dapat menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Memperbaiki diri dari nasihat orang lain dan mencari kebenaran di setiap langkah yang di ambil. Semoga semua langkah yang telah ditapaki tujuannya adalah Allah Swt.
“Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,“ (Al-Baqarah 2:2).
Yogyakarta,
April 2018
2 notes
·
View notes
Text
Moving on
Laki-laki dengan rambut yang agak gondrong itu duduk di motornya yang terparkir di bawah pohon besar dan rindang di parkiran gedung FISIP yang sangat luas hingga membuat iri anak-anak fakultas lain. Tangannya sibuk menekan-nekan layar ponselnya sambil sesekali matanya menyapu parkiran untuk menemukan sosok yang ia tunggun sejak tadi.
Suasana sore itu terbilang lebih sepi dibanding sore pada umumnya. Kendaraan yang terparkir di parkiran pun tampak lebih sedikit dan membuat parkiran yang luas itu tampak sangat senggang. Mungkin karena hari ini adalah hari jumat dan banyak mahasiswa yang mengatur jadwalnya untuk libur di hari jumat. Selain itu, kelas sore memang tidak terlalu diminati mengingat periode sore biasanya selesai saat matahari sudah tenggelam. Warna langit senja yang kuning keemasan dengan semburat merah keorenan menjadikan suasana sepi itu tampak seperti setingan di drama korea. Benar-benar cocok untuk difoto lalu unggah ke instagram agar feeds instagram terlihat lebih aesthetic dan kekinian.
Kedua mata jernih itu kembali terangkat dari layar ponselnya. Kali ini ia tak hanya menemukan pemandangan parkiran FISIP yang memukau dengan setting senja yang diidam-idamkan para kaum muda, matanya menangkap figur yang baru saja memasuki area parkiran dengan senyum yang tak kalah kalah cerah dan penuh warna seperti langit senja.
Seakan terhisap ke dalam sebuah video musik, kilasan kenangan yang tak berurutan tiba-tiba melintas di kepalanya. Entah bagaimana, senyuman itu berhasil membangkitkan kenangan-kenangan yang seharusnya sudah ia lupakan. Terbayang masa-masa menikmati senja sambil bertukar cerita tentang kelas yang kosong tanpa pemberitahuan, tentang kating yang selalu merevisi proker di himpunan, tentang teman sekelas yang ketahuan tidur saat dosen sedang mengajar ataupun cerita tentang kucing kampus yang masuk tiba-tiba ikut serta dalam rapat himpunan—senyum itu selalu hadir di sana menyelingi tiap kalimat yang tersusun menjadi cerita. Juga tentang mengerjakan deadline di burjo hingga larut malam karena tugas pengganti uts yang datang tanpa permisi—senyuman itu masih terlihat meskipun disertai guratan lelah di matanya.
Selama mereka bersama Nanda selalu heran bagaimana tubuh mungil perempuan itu selalu terisi oleh energi yang tak pernah habis. Selalu memandang semua hal dengan antusias dan menganggap rintangan yang akan dihadapinya hanyalah sebuah batu kerikil yang akan hilang dalam sekali sentakan. Nanda selalu heran bagaimana ia bisa melepaskan sosok semenyenangkan itu dari hidupnya.
“Woi.” Nanda terkesiap saat mendengar suara berat menyapanya disertai dengan tepukan yang mendarat dengan keras di pundaknya. “Bengong aja lu.” Ucap orang yang menyapanya.
Nanda mendongak mendapati Gian tersenyum miring. Mata Nanda tak luput melihat pergerakan bola mata Gian yang berpindah dari Nanda dan gerombolan yang baru saja melintas. “Lama banget, pasti boker di gedung D dulu ya lo?”
“Yaelah, bro,” kata Gian disertai decakan. “Lo masih nyangkut di kisah lama padahal si mantan dah ketawa ketiwi sama temen-temennya. Udah, ikhlasin aja bro.”
Nanda masih diam tidak menanggapi Gian tetapi bola matanya kini melihat ke depan gerbang parkiran FISIP. Di sana ia melihat seorang laki-laki yang menyerahkan helm berwarna biru tua kepada sang perempuan. Mereka berdua tampak malu-malu saat teman-temannya melontarkan ledekan. Sedangkan sang perempuan yang menerima helm tampak berusaha membalas ejekan teman-temannya dengan guruan konyol untuk menutupi rasa malunya hingga membuat orang yang melihatnya juga ikut tertawa. Tentu saja, kecuali Nanda yang hanya diam menatap arah tersebut tanpa ekspresi apapun.
“Emang ya aries, baru putus dua minggu dah ada yang baru aje,” kata Gian memecah keheningan. “Gila sih, gak ada vibe galau sama sekali. Salut gue sama aries.”
Nanda memutar bola matanya. Namun, pikirannya memutar kembali perkataan Gian. Sejak awal mendekati perempuan yang selalu ceria dan penuh enegeri—seperti boneka yang memiliki 1000 baterai cadangan di punggungnya, Nanda yakin ia yang akan berakhir sakit hati saat mereka berpisah. Lihat saja, perempuan itu sudah menjalani lembar baru dengan senyum yang lebih cerah dari yang pernah Nanda lihat. Harus Nanda akui, dalam hatinya ada sedikit rasa cemburu dan sakit hati. Bukan karena ia iri melihat perempuan itu sudah bersama yang lain, tapi Nanda fakta bahwa perempuan itu tampak lebih bahagia setelah lepas dari Nanda.
2 notes
·
View notes
Text
Sutardji Calzoum Bachri
Sutardji Calzoum Bachri dijuluki sebagai presiden penyair Indonesia dan merupakan salah satu pelopor penyair angkatan 1970-an, lahir 24 Juni 1941 di Rengat, Indragiri Hulu, Riau. Dia anak kelima dari sebelas orang bersaudara. Ayahnya, Mohammad Bachri, berasal dari Prembun, Kutoardjo, Jawa Tengah, yang sejak masa remaja merantau ke Riau sampai memperoleh jabatan sebagai Ajun Inspektur Polisi, Kepolisian Negara, Kementrian Dalam Negeri, Republik Indonesia di Tanjung Pinang, Riau (Tambelan). Ibunya bernama May Calzoum berasal dari Riau (Tambelan). Tahun 1982 ia menikah dengan Mardiam Linda dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Mila Seraiwangi. Jenjang pendidikan yang dilalui Sutardji dimulai SD, SMP, SMA, kemudian Fakultas Sosial Politik, Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung, tetapi tidak selesai. Selain itu, pada musim panas tahun 1974 ia mengikuti International Poetry Reading di Rotterdam, Belanda. Bulan Oktober 1974--April 1975 ia mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, USA. Dia juga pernah mengikuti penataran P4 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta tahun 1984, dan lulus sebagai peringkat pertama dalam 10 terbaik. Dia juga pernah diundang ke Pertemuan Internasional Para Penyair di Baghdad, Irak bersama K.H. Mustofa Bisri dan Taufiq Ismail, juga diundang Dato Anwar Ibrahim (sewaktu menjabar Menteri Keuangan Malaysia) untuk membaca puisi di Departemen Keuangan Malaysia.
Sutardji juga pernah mengikuti berbagai pertemuan sastrawan ASEAN, Pertemuan Sastrawan Nusantara di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Tahun 1997 Sutardji memenuhi undangan untuk membaca puisi di Festival Puisi Internasional Medellin, Columbia. Sutardji pernah bekerja di majalah Horison sebagai redaktur dan sejak tahun 1996 ia menjadi redaktur senior majalah tersebut. Sutardji juga pernah bekerja di majalah mingguan Fokus, Sutardji juga bekerja menjadi penjaga ruang seni "Bentara", khususnya menangani puisi pada harian Kompas (2000—2002) setelah berhenti menjadi redaktur pada majalah sastra Horison. Proses kreatifnya dimulai sejak mahasiswa saat berumur 25 tahun. Dia mengirimkan sajak-sajak dan esainya ke surat kabar dan mingguan di Bandung, dan di Jakarta, seperti Sinar Harapan, Kompas, Berita Buana, Pikiran Rakyat, Haluan, Horison, dan Budaya Jaya. Pada tahun 1971, sajaknya berjudul "O" yang merupakan kumpulan puisinya yang pertama, muncul di majalah sastra Horison. Pada tahun berikutnya, di majalah yang sama, karyanya berjudul "Amuk" kembali dimuat. Sutardji di kemudian hari dikenal dengan "Kredo Puisi" yang menarik perhatian dunia sastra di Indonesia. Dia berpendapat bahwa kata-kata bukan sekadar sarana untuk menyampaikan pengertian karena menurutnya, kata-kata itu sendiri adalah pengertian. Dia berpikir bahwa kata-kata itu harus terbebas dari penjajahan pengertian dan dari beban ide, serta penjajahan gramatika dan tabu bahasa. Jadi, kata-kata itu harus bebas menentukan dirinya. Dengan demikian, menurut Sutardji, penyair harus memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada kata-kata agar kata-kata dapat mewujudkan diri sendiri dan menciptakan dunia pengertiannya sendiri. Kata-kata dalam sajak-sajak Sutardji dapat ditulis sungsang, dipotong, atau dibalik susunannya.
Menurut Sutardji, menulis puisi itu ialah membebaskan kata-kata dan itu berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah kata dan kata pertama adalah mantra. Dengan demikian, menulis puisi baginya adalah mengembalikan kata kepada mantra. Sutardji merupakan salah satu pelopor sastrawan angkatan 1970-an. Puisi-puisinya dipandang para pakar sebagai karya yang membawa nafas baru dalam dunia perpuisian Indonesia. Selain itu, Sutardji juga dikenal sebagai pembaca puisi yang unik, ia sering tampil membacakan puisi di atas panggung. Dalam berpuisi, ide atau opini dalam sajak-sajak yang disampaikan tidak hanya berupa isi pikiran, tetapi juga menyangkut suasana batin dan naluri. Di samping itu, puisi yang dibacakan mudah dicerna oleh para pendengarnya. Karya-karya Sutardji berbentuk puisi, cerpen, dan esai.
Sastrawan ini sangat memikat perhatain saya bukan hanya karena kegigihannya dalam bersastra, akan tetapi juga karena sajak-sajaknya yang bagaikan magnet selalu menarik untuk dibaca. Bukan hanya itu penampilannya yang begitu memukau di atas panggung dengan harmoni yang begitu selaras, sastrawan satu ini sangat patut diberirkan julukan presiden penyair Indonesia. Saya secara pribadi sangat mengagumi sesosok beliau, ia selalu menjadi inspirasi dan panutan saya yang membakar semangat.
Kumpulan puisinya yang pertama berjudul O (1973). Kumpulan puisi berikutnya Amuk (1972). Buku ini pada tahun 1976/1977 mendapat Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta. Tahun 1979 terbit buku kumpulan puisinya yang ketiga Kapak. Pada tahun 1981 ketiga buku kumpulan puisinya itu digabungkan dengan judul O, Amuk, Kapak dan diterbitkan oleh Sinar Harapan. Kumpulan puisinya yang lain Atau Ngit Cari Agar (2008), Kucing (1973), Aku Datang Padamu, Perjalanan Kubur David Copperfield, dan Realities Tanah Air. Puisi-puisi karya Sutardi juga dimuat dalam berbagai antologi, antara lain, Arjuna in Meditation (Calcutta, Inia, 1976), Writing from the World (USA), Westerly Review (Australia), Dichters in Rotterdam (Rotterdamse Kunststichting, 1975), Ik Wil nog dulzendjaar leven, negen moderne Indonesische dichter (1979), Laut Biru, Langit Biru (Jakarta: Pustaka Jaya, 1977), Parade Puisi Indonesia (1990), majalah Tenggara, Journal of Southeast Asian Literature 36 dan 37 (1997), dan Horison Sastra Indonesia: Kitab Puisi (2002). Sejumlah sajaknya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Harry Aveling dan diterbitkan dalam antologi Arjuna in Meditation (Calcutta, Inia, 1975), Writing from the World (Amerika Serikat), Westerly Review (Australia) dan dalam dua antologi berbahasa Belanda: Dichters in Rotterdam (Rotterdamse Kunststichting, 1975) dan Ik wil nog duizend jaar leven, negen moderne Indonesische dichters (1979). Sutardji juga menulis esai dan cerpen. Kumpulan cerpennya Hujan Menulis Ayam diterbitkan oleh Indonesia Tera, tahun 2001. Pekerjaannya sebagai redaktur puisi untuk lembaran seni "Bentara" Kompas memberinya kesempatan menulis esai. Kumpulan esainya Gerak Esai dan Ombak Sajak Anno 2001 dan Hijau Kelon & Puisi 2002 berasal dari dua esai yang mengantar kumpulan puisi "Bentara". Dia juga menulis kajian sastra untuk keperluan seminar. Saat ini Sutardji sedang menyiapkan kumpulan esai lengkap dengan judul "Memo Sutardji". Penghargaan yang pernah diterima Sutardji, antara lain, adalah Anugerah Seni Dewan Kesenian Jakarta tahun 1977, Hadiah Sastra Asean (SEA Write Award) dari Kerajaan Thailand tahun 1979, Anugerah Seni Pemerintah Republik Indonesia tahun 1993, Penghargaan Sastra Chairil Anwar tahun 1998, Tahun 2001 ia dianugerai gelar Sastrawan Perdana oleh Pemerintah Daerah Riau, tahun 2008 Ketua Dewan Kesenian Riau (Eddy Akhmad R.M.) menabalkan bulan Juni sebagai bulan Sutardji, dan menerima Bakrie Award 2008.
@desmiyasstuff
5 notes
·
View notes