#historyofculture
Explore tagged Tumblr posts
Text
https://patreon.com/Historyofculture525?utm_medium=social&utm_source=twitter&utm_campaign=creatorshare_fan&utm_content=join_link
One of the most beautiful sites on music and culture with particular attention to pianists. They need our support.
1 note
·
View note
Text
Metropolis (Fritz Lang, 1927).
History of Culture: https://historyofculture.cloud
PayPal: [email protected]
Patreon: https://patreon.com/Historyofculture525
Donationalerts: https://www.donationalerts.com/r/historyofculture
BTC wallet: 3QRnM5t3EG8RPPsQH9yJGNUytKUQJGm8YD
16 notes
·
View notes
Text
The Culture Episode
2 notes
·
View notes
Video
(Part3) Our Iranian roots and heritage ... watch and SHARE so we can tell the world WHO WE ARE, and where we come from and don't let anyone try and change the narrative of our social / historic fabric. IRAN and Persia was the first country in the world that implemented multiculturalism and Thomas Jefferson and the founding fathers of America studied Cyrus the Great when they were drafting the US constitution. And we did this 3000 plus years ago when we drafted out the first declaration of Human Rights. This is HISTORY and it's undisputed facts. BE PROUD of being an IRANIAN #freedom#humanity 🙏🏻🙌🏻#WETHEPEOPLE #freesoul#freesprit#art#historyofart #history#fashionsprit#love#peace #historyofculture#humanrights##againstracism (at Manhattan, New York)
#freesoul#art#love#historyofculture#freedom#wethepeople#againstracism#peace#historyofart#humanrights#freesprit#fashionsprit#humanity#history
0 notes
Text
Seputar Masalah Kebudayaan
To say that two people belong to the same culture is to say that they interpret the world in roughly the same ways and can express themselves, their thoughts and feelings about the world, in ways which will be understood by each other. Thus culture depends on its participants interpreting meaningfully what is happening around them, and `making sense’ of the world, in broadly similar ways.(Hall, 1997: 2)
Kebudayaan merupakan suatu kategori yang unik, aneh, dan sangat luas untuk dikaji dan dipahami. Peran sentral kebudayaan dalam kehidupan masyarakat menjadikannya banyak diteliti dari masa ke masa oleh berbagai disiplin keilmuan, terutama ilmu-ilmu humaniora. Namun, seiring berkembangnya zaman dan semakin kayanya sumber pengetahuan, definisi tentang kebudayaan terus menerus berubah. Tak heran, bila banyak peneliti kebudayaan mengatakan bahwa tak ada seorang pun yang mampu memberikan definisi yang tepat (terkait kebudayaan) dan mengatakan inilah “yang sebenarnya”.
Pada awalnya kebudayaan dikaji sebagai hal yang bersifat estetis-elitis. Kebudayaan diartikan sebagai hasil terbaik yang pernah dipikirkan dan dikatakan di dunia ini atau titik puncak peradaban (Matthew Arnold:1930). Pengaruh paham ini bertahan selama empat dasawarsa dan turut mempengaruhi beberapa tokoh kebudayaan lainnya semisal, Q.D. Leavis, sang penggagas Leavisisme sekaligus menjadikannya sebagai paham awal dalam cultural studies. Pengaruh lain dari paham yang dibeberkan oleh Arnold dan kaum Leavisis adalah pemilahan antara yang terbaik dan yang terburuk, atau dalam istilah ekonomi-politiknya disebut pengkelasan.
Melawan pemahaman tersebut, Richard Hoggart, Edward Thompson, dan Raymond William memberikan pemahaman bahwa yang dimaksudkan dengan kebudayaan adalah “keseluruhan cara hidup”. Pemahaman ini kemudian melahirkan paham cultural studies baru yang dinamakan “gerakan kultur” atau kultirisme. Sebagai paham tandingan, tentu saja paham kulturalis ini menolak semua pemahanan yang meninggikan kebudayaan, apalagi yang menisbatkan kesan estetis eletis didalamnya. Richard Hoggart, dan Edward Thompson kemudian mengangkat cara hidup kelas pekerja; makna dan praktik kehidupan mereka dan menekankan pada proses aktif-kreatif pun menempatkan pengalaman mereka dalam pemahaman historis.
Sedikit lebih kompleks, Raymond William tidak hanya mengangkat kehidupan kaum pinggiran, akan tetapi mencakup keseluruhan nilai dan tata cara menjalani kehidupan, termasuk hal-hal yang paling remeh sekalipun. Bagi William, budaya tidak mungkin dipisah-pisahkan atau dipaksa untuk berpisah dari kegiatan keseharian. Hal ini dikarenakan keseharian adalah bentuk keseluruhan ekspresi realitas sosial yang selalu terkait dengan konteks ruang dan waktu (William :1987).
Pengembangan kulturisme begitu menguasai pemikiran-pemikiran yang baru dalam cultural studies, terutama konsep kebudayaan materialisme kultural yang diajarkan William. Muncul dikemudian hari permasalahan klasik yang tergolong sangat riskan, standar penilaian.
Pada masa paham leavisis masih berjaya, penerapan standar baik dan buruk dalam menilai produksi kebudayaan sangat diagungkan dan tentu saja mempermudah para kritikus ataupun pengamat kebudayaan. Paham William telah menghilangkan batas-batas tersebut sehingga mendapat kritikan baru dari paham yang lahir kemudian, Strukturalisme.Terlebih para kritikus mainstream, paham seni surielis yang disebarkan oleh Willian dkk dikatakan hanya mampu menitik beratkan aspek kreatifitas tanpa mempedulikan nilai estetik yang terkandung didalamnya.
Allen (1985), salah satu tokoh strukturalisme, pada masa hidupnya pernah mengatakan, “Opera sabun (contoh budaya surealis), sampai kini mengalami diskursus estetis ditandai dengan pelecahan yang nyaris mutlak”. Senada dengan pendapat Allen, Wolff (1980) mengatakan seni yang dilahirkan dari rahim diskursi tersebut sebagai sesuatu yang hampa makna. Hasil dari kebudayaan kemudian hanya menjadi jenis kerja yang salah kaprah, digeneralisasikan dan “dianggap” memiliki nilai-nilai esensial bagi seni (Wolff, 1987: 17).
Tak hanya berbeda pandangan, sebagai salah satu dari bagian ilmu pemikiran, tidak dapat dipungkiri bahwa konsep relativ adalah penyakit akut yang mampu menyerang teori kebenaran apapun. Paham relativisme kemudian mencuat dan berubah menjadi racun mematikan bagi diskusi terkait nilai estetis yang berakhir tragis sebagai problem dilematis. Sayangnya, pada saat yang sama pula, para kritikus pun kehilangan keberanian dan hidup betah dalam lingkup pragmatis yang memuakkan.
Diskusi yang berubah menjadi dilematis pada akhirnya tidak lagi mampu mempertahankan argumen terkait standar tinggi atau rendahnya kebudayaan secara universal. Baik Leavisisme, Kulturisme, dan Strukturalisme semakin luntur pengaruhnya oleh konsep kebudayaan yang terlalu pragmatis hasil dari pencederaan nilai paham-paham kapitalis.Produk kebudayaan, tidak hanya minim akan nilai estetis —seperti yang sering diagung-agungkan kaum Leavisis dan Strukturalis-, tetapi pun kehilangan perannya sebagai bentuk ekspresi terkait permasalahan sosial —sebagaimana yang sering disebarkan oleh para pengikut Kulturisme-.
Menanggapi permasalahan ini, Adorno dan Horkheimer (1987) beserta para pengikut pesimistis mencoba menemukan kembali titik yang menjadikan nilai-nilai kebudayaan begitu buram. Adorno dan Horkheimer dalam esai mereka yang berjudul, “The Cultur Industry —Enlightenment as Mass Deception“ mengatakan bahwa pandangan ekonomi politik dan industri kebudayaan yang dilancarkan oleh kaum kapitalis-lah yang menjadikan pengertian kebudayaan berubah menjadi seperangkat komoditi, industri, dan konsumsi pasar. Dari esai itu pula mereka berpendapat bahwa industri budaya sengaja ditampakkan sebagai sesuatu yang menjunjung tinggi demokratis, individualis, dan beragam, namun berbalik pada kenyataannya yang menjunjung tinggi kesan otoriter, konformis, dan sangat terstandarisasi. Kedua tokoh tersebut juga mengungkapkan bahwa segala macam produk kebudayaan bahkan membutuhkan stempel yang sama dalam berbagai hal seraya menciptakan ilusi keragaman padahal yang disajikan adalah sesuatu yang menjadikan seseorang tidak bisa lari darinya, atau dalam bahasa yang lebih sederhana, hagemoni pemikiran (Adorno dan Horkhaimer, 1979:120-123).
Tujuan akhir dari hagemoni pemikiran, yang di kemudian hari dibahas oleh Gramsci dan tokoh pemikiran “kiri” lainnya, adalah persamaan ideologi dan kekuasaan. Tokoh-tokoh Mazhab Frankfrut misalnya, dengan gaya kaum pesimis yang khas mengungkapkan, Budaya sebagai konsumsi pasar tidak lain adalah sebuah bentuk pembodohan, ajang penipuan, luka busuk bagi nilai estetis, dan pemaksaan terhadap konsep tatanan ekonomi yang lebih dominan (kekuasaan mayoritas).
Sebagai salah satu bagian dari kajian kebudayaan, cultural studies sedikit tidak mendapat banyak imbas dari penggeseran makna dan tujuan dari penelitian kebudayaan. Mengikuti realita yang terjadi, cultural studies yang semula bernada antropologis berubah arah menjadi sebuah peta produksi industrialis.Seperti yang diungkapkan Fiske (1992), cultural studies mulai memandang konsep kebudayaan yang cenderung politis dan menitikberatkan pada persoalan kekuasan. begitupun Cultural studies yang dibeberkan oleh Chris Barker. Pertimbangan makna yang dibahas panjang lebar pun tetap saja mengarah pada pertanyaan para ahli cultural studies modern, bagaimana budaya itu dibentuk, untuk apa dan untuk siapa.
2 notes
·
View notes
Video
(Part2) Our Iranian roots and heritage ... watch and SHARE so we can tell the world WHO WE ARE, and where we come from and don't let anyone try and change the narrative of our social / historic fabric. IRAN and Persia was the first country in the world that implemented multiculturalism and Thomas Jefferson and the founding fathers of America studied Cyrus the Great when they were drafting the US constitution. And we did this 3000 plus years ago when we drafted out the first declaration of Human Rights. This is HISTORY and it's undisputed facts. BE PROUD of being an IRANIAN #freedom#humanity 🙏🏻🙌🏻#WETHEPEOPLE #freesoul#freesprit#art#historyofart #history#fashionsprit#love#peace #historyofculture#humanrights#againstracism (at Manhattan, New York)
#freesoul#art#love#historyofculture#freedom#wethepeople#againstracism#peace#historyofart#humanrights#freesprit#fashionsprit#humanity#history
0 notes
Video
(Part1) Our Iranian roots and heritage ... watch and SHARE so we can tell the world WHO WE ARE, and where we come from and don't let anyone try and change the narrative of our social / historic fabric. IRAN and Persia was the first country in the world that implemented multiculturalism and Thomas Jefferson and the founding fathers of America studied Cyrus the Great when they were drafting the US constitution. And we did this 3000 plus years ago when we drafted out the first declaration of Human Rights. This is HISTORY and it's undisputed facts. BE PROUD of being an IRANIAN #freedom#humanity 🙏🏻🙌🏻#WETHEPEOPLE #freesoul#freesprit#art#historyofart #history#fashionsprit#love#peace #historyofculture#humanrights #againstracism (at Manhattan, New York)
#freesoul#art#love#historyofculture#freedom#wethepeople#againstracism#peace#historyofart#humanrights#freesprit#fashionsprit#humanity#history
0 notes