Tumgik
#dijalani
tentangtenang · 3 months
Text
Barangkali benar bahwa diam-diam semua orang sedang bertahan dan berjuang di medannya sendiri-sendiri: untuk tetap baik-baik saja meski sedang menghadapi hari yang berat, untuk tetap melangkah meski terluka disana-sini, untuk tetap tersenyum dan tertawa meski ada kesedihan dan duka yang mencabik-cabiknya, dan untuk tetap menjalani hidup meski hidup itu sendiri seolah sedang tidak menawarkan apa-apa selain tuntutan untuk tetap dijalani saja.
Jika suatu hari atau saat ini kita sedang merasakannya, semoga kita selalu ingat bahwa Allah pasti punya rencana baik dan kita tidak akan dibiarkan-Nya menghadapi hari-hari yang terus begini-begini saja.
443 notes · View notes
ibnufir · 2 months
Text
Barangkali memang hidup yang bikin keluargamu tenang itu, hidup yang dijalani oleh sumber rezekimu yang baik.
Rezeki yang selama ini kamu pikir hanya membuat keluargamu cukup dan bertahan untuk hidup yang biasa-biasa saja.
Tapi bisa jadi disitulah letak keberkahannya, ketenangan mejalani ibadah rumah tangga dengan penuh rasa syukur.
Anak-anak dan keluarga yang sehat. Kedamaian berumah tangga tanpa begitu banyak pertengkaran dan kerelaan hati menjalaninya.
Bisa jadi hidup keluargamu yang biasa-biasa saja saat ini, adalah hidup yang dirindukan banyak orang diluarsana dengan segala keberlimpahannya.
Keberlimpahan yang hanya membuatnya sulit tidur dan tidak bisa membuat ruang keluarganya penuh tawa dengan segala kesederhanaannya.
Sering-sering periksa lagi, jika sumbernya baik mudah-mudahan mengalirnya juga jernih.
—ibnufir
351 notes · View notes
aydhana · 24 days
Text
Qadarullah era
"Mi, kira² Allah ada tuliskan takdir menikah ga ya didalam takdir hidup yang sudah Allah catatatkan untuk mba?"
Pertanyaan itu rasanya menjadi puncak dari lemahnya iman yang sedang diuji pada rukun mengimani takdir yang telah Allah tetapkan.
Ya, pada kenyataannya memang bab mengimani takdir menjadi bab yang panjang untuk dipahami secara teori apalagi dalam menjalankannya.
Di dalam kajian keislaman yang atas Rahmat Allah di karuniakan untuk dipelajari, selain bab mengimani rukun yang lainnya, bab rukun mengimani takdir berulang kali berhasil mengoreksi diri. Tentang aplikasi yang tak akan pernah semudah itu untuk dijalani, namun kebaikan Allah sejatinya selalu merahmati bagi hamba²Nya yang memohon dan Ia karuniai.
Bab ini menjadi bab dengan perjalanan pengamalan yang dirasa tiada henti perlu diperhatikan. Tentang sebisik desir hati yang bisa bisanya mengelabui setiap takdir yang pastinya Allah pilih baik untuk kita lalui.
Pun pada titik dikehidupan saat ini, bahkan naasnya aku sampai menyampaikan kelemahan iman itu pada manusia. Ya, tentang menanyakan takdir Allah yang sampai saat ini seharusnya kokoh untuk aku imani. Untuk setiap rezeki yang telah Allah tetapkan 50.000 tahun sebelum penciptaan. Untuk setiap detik yang bahkan daun jatuh pun tercatat lengkap detik jatuhnya. Untuk setiap tetes air laut yang mengalir jauhnya. Maka untuk ku, yang Allah pilih untuk menjadi hambaNya, sungguh tiada akan ada pernah meleset sedikitpun takdir baik untuk aku jalani dikehidupan yang telah Allah tetapkan ini.
Maka sungguh hati yang mudah bergejolak ini amat membutuhkan Tuhannya. Sebab tak sedikit hatinya bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya tak perlu lagi ditanya, hanya perlu mengundang keridhoanNya agar dapat kokoh melalui semua.
Lagi pula, setiap takdir yang mengantar kita hingga saat ini merupakan ketetapan terbaik yang tertakar tepat untuk kita, bukan untuk yang lainnya, atau sebagaimana ukuran manusia lainnya.
Hehehe lagipula jika memang ketetapan takdir menikah tidak di dunia, mungkin takdir paling baiknya adalah menjadi bidadari di surga Nya. Jika memang ketetapan menjadi seorang ibu tidak di dunia, mungkin takdir baiknya adalah menjadi ibunda para syuhada di surga Nya. Aamiin. Hehehe
Qadarullah
Semoga Allah senantiasa karuniakan hati yang ridho atas setiap ketetapan yang ditetapkan untukku—
"Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku."
—kata sayyidina Umar bin Khatab ra.
Welcome to "Qadarullah" era versi mba mba 25+, hehe—
176 notes · View notes
suratsajak · 3 months
Text
Barangkali benar bahwa diam-diam semua orang sedang bertahan dan berjuang di medannya sendiri-sendiri: untuk tetap baik-baik saja meski sedang menghadapi hari yang berat, untuk tetap melangkah meski terluka disana-sini, untuk tetap tersenyum dan tertawa meski ada kesedihan dan duka yang mencabik-cabiknya, dan untuk tetap menjalani hidup meski hidup itu sendiri seolah sedang tidak menawarkan apa-apa selain tuntutan untuk tetap dijalani saja.
Jika suatu hari atau saat ini kita sedang merasakannya, semoga kita selalu ingat bahwa Allah pasti punya rencana baik dan kita tidak akan dibiarkan-Nya menghadapi hari-hari yang terus begini-begini saja.
136 notes · View notes
menyapamakna1 · 4 months
Text
Kamu sanggup, makanya dikasih ke kamu.
Kamu adalah pilihanNya, makanya diberikan hal-hal yang bagi kamu sulit.
Apa yang dijalani rasanya ingin mati.
Kamu adalah pilihanNya, makanya diberi hal-hal yang menyesak dada. Karena tak ada lagi yang bisa melewatinya selain kamu.
Kamu manusia pilihan, makanya kamu diberi jalan-jalan yang bagi kamu cukup sulit, tapi sebenarnya mudah bagi Allah. :)
@menyapamakna1
156 notes · View notes
prawitamutia · 7 months
Text
ridhonya Allah
Kata orang, hidup ini isinya mencari ridho Allah dengan beribadah. Jika Allah ridho, sesuatu itu akan terjadi. Namun, kalau dipikir-pikir, bukankah semua yang terjadi dalam hidup ini adalah atas izin dan ridho Allah? Semua takdir baik dan takdir yang menurut manusia kurang baik, bukankah semuanya adalah karena ridho Allah? Seperti kata seorang guru, tidak ada sehelai daun pun yang jatuh dan hanyut bersama aliran sungai dalam gelapnya malam tanpa ridho Allah.
Mungkin, ternyata ridho Allah itu tidak untuk dicari. Ridho Allah adalah semua takdir yang sudah dan yang masih akan terjadi. Oleh karena itu, ridho Allah hanya perlu dijalani. Justru, yang perlu dicari dan diusahakan itu adalah ridho diri kita sendiri. Kita ridho atas Tuhan kita, agama kita, nabi kita. Kita ucapkan itu berkali-kali dan kita mengupayakannya.
Kerap kita tertukar antara ikhlas dan ridho—atau menganggap keduanya sama. Ikhlas itu dari dalam ke luar. Ikhlas itu melakukan segala sesuatu karena Allah dan untuk Allah. Ikhlas itu tidak mengharapkan balasan apa-apa selain kebaikan dari Allah. Ikhlas adalah soal apa-apa yang bisa kita upayakan.
Sementara, ridho itu dari luar ke dalam. Ridho itu adalah soal bagaimana kita menerima yang terjadi kepada kita. Takdir dari Allah, perlakuan dari orang lain. Apakah kita ridho? Ridho adalah perihal yang di luar kendali kita. Ridho adalah tentang bagaimana yang ada di luar kita itu kita bawa ke dalam diri kita.
Kita harus ikhlas memperjuangkan keridhoan diri kita sendiri. Selanjutnya, kita harus ikhlas memperjuangkan keridhoan dari orang-orang terkasih kita, yang dari sanalah kasih dan sayangnya Allah akan tersulur. Terakhir, kasih dan sayang Allah itulah yang kita cari. Semoga kita mendapatkannya.
Terhadap hal-hal yang bisa kita kendalikan, ikhlaslah. Terhadap hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan, ridholah. Selamat memperjuangkan hati yang selalu ridho dengan ikhlas. *
[Tulisan di atas merupakan salah satu tulisan dari draf buku Yang Berbahagia]
prompt 4.
adakah hal-hal di dunia ini yang belum kamu ridhoi? kira-kira, apa upayamu agar bisa ridho?
232 notes · View notes
gizantara · 1 month
Text
Update Doa
Sejak bulan Juni berakhir dan doa belum bersua dengan jawaban, Juli hingga Agustus jadi berjalan dengan doa seadanya. Doa yang tidak menginginkan apapun, hanya melamun dan mengevaluasi ikhtiar serta proses berdoa itu sendiri, ya disambil mempelajari cara para nabi berdoa juga.
Tapi cita-cita itu masih ada.
Aku tidak bohong dan aku tidak bisa menyangkal bahwa aku benar-benar menginginkan itu. Dua bulan ini aku bersikap pura-pura lupa kepada diriku sendiri, baru sekarang nangis lagi karena sebenarnya aku "nggak mau lupa" bahwa aku pernah punya satu cita-cita spesifik tersebut. Aku nggak mau melupakan semua ikhtiar yang pernah aku jalani. Aku ingat betul, aku pernah seberjuang bulan Juni kemarin. Sebuah perjuangan langka untuk orang se-gampang-puas aku.
Jadi doaku sekarang adalah:
"Ya Allah, jika keinginan kuat ini bukan datang dari Engkau—melainkan dari nafsu dan kesotoyanku sendiri—hilangkan saja tanpa bekas. Tolong jangan menangkan egoku. Aku takut celaka jika hatiku tidak dapat berdamai dengan ketentuan-Mu. Mohon aturkan hatiku, baiknya gimana.
Tapi jika memang keinginan ini datang dari-Mu, aku percaya Engkau akan bertanggung jawab atas cita-cita yang Engkau taruh dan tumbuhkan di dalam hatiku. Mimpi itu ada bukan tanpa alasan, kan? Jika Engkau yang buat aku berharap setiap hari, aku takkan kecewa. Aku percaya segalanya aman di tangan-Mu."
Yah, benar-benar nggak tahu ke depannya akan seperti apa sementara yang lain sudah maju jalan di timeline hidupnya masing-masing. Aku seperti jalan di tempat seolah-olah ada yang menahanku tapi entah apa. Tapi namanya manusia, sifat dasarnya terburu-buru. Mungkin dengan "penundaan" inilah Allah mendidik sifat dasar itu. Dia menahan, mengizinkan, menghendaki, bahkan mempercepat sesuatu dengan maksud-Nya sendiri. Dan maksud itu selalu lebih tepat guna dibandingkan ekspektasi yang aku bangun di kepala.
Barangkali ada yang ingin Allah mudahkan dengan penundaan. Maka subhanallah akan jadi pengakuan utama di bulan ini bahwa Dia Maha Sempurna. Aku serba hina dengan semua kesotoyanku. Aku nggak mau egoku menang di hadapan Dia. Tapi juga nggak mau harus pura-pura lupa. Soalnya harga diriku ada dalam proses yang aku jalani saat berikhtiar. Jadi, Ya Allah.. mohon prosesnya dinilai jadi amal ibadah, ya. Soalnya pas dijalani kemarin, rasanya nikmat sekali walau bersusah-susah. Aku pengen lagi ngerasain berjuang yang kaya gitu.
Pokoknya jangan disuruh menyerah dulu akunya, Ya Allah. Kata Friede di seri Pokemon Horizon, "masih terlalu dini untuk menyerah."
Mungkin saat momentumnya datang kemarin, aku belum siap. Tapi aku mau mempersiapkan diri agar ketika momentum selanjutnya datang, aku nggak menyia-nyiakannya. Level awareness-ku juga meningkat, takutnya ada momentum yang datang tapi aku kecolongan atau kelewatan.
— Giza, pengen disayang Allah, takut kalo hatinya memutuskan menyerah dalam menghamba dengan versi terbaiknya
73 notes · View notes
kurniawangunadi · 6 months
Text
Hidup yang Sangat Tidak Terduga
Beberapa tahun terakhir, saat memasuki fase berumah tangga dan menjadi orang tua. Prioritas hidup bergeser, menjadi memahami kenapa di luar sana banyak yang bilang kalau makin dewasa atau setelah berkeluarga/jadi orang tua, circlenya semakin menyempit. Karena memang butuh fokus yang besar. Sampai mungkin tidak sempat untuk nongkrong seperti waktu-waktu muda kemarin.
Dan sebab begitu fokusnya kita sama hidup sendiri, sampai-sampai kita tidak memerhatikan apa yang terjadi di kehidupan sekitar kita, termasuk orang-orang yang pernah kita kenal di waktu sebelumnya. Kita hanya mendengar sedikit kabar tentang kapan dia menikah atau dia lagi kerja di mana, selebihnya kita tidak tahu. Tidak sempat mencari tahu, dan memang tidak ada keperluan untuk mengetahui.
Sampai waktu berlalu begitu saja, lima tahun terlewati, hingga sepuluh tahun berlalu. Saat anak-anak mulai memiliki dunianya yang bisa ia rancang sendiri. Kehidupan kita mulai terasa stabil. Kita mulai memerhatikan kehidupan di sekitar, berusaha mencari tahu kabar dari kawan-kawan lama.
Mereka sekarang tinggal dimana, sedang apa, siapa pasangannya, dan banyak hal lainnya. Berusaha kembali menyambung komunikasi dan silaturahmi. Memang, ternyata ada fasenya lagi untuk begitu.
Tapi di lain sisi, kita mungkin akan mendapati kabar yang tak pernah kita sangka. Mungkin ada yang telah meninggal lebih dulu, ada yang pernikahannya berakhir perceraian, ada yang tidak seorang pun tahu kabarnya, ada yang masih berjuang dengan dirinya sendiri, dan lain-lain. Setidakterduga itu kehidupan berlalu selama sepuluh tahun terakhir.
Terakhir kali sebelum fokus sama dunia sendiri, dulu sempat bertemu terakhir kalinya di meja-meja kafe membicarakan tentang masa dengan dengan optimis, terakhir mendengar kabarnya adalah kebahagiaan bersama orang yang akan jadi pasangannya, naik gunung bersama, diskusi di serambi-serambi masjid tentang impian, dan banyak sekali momen yang kuingat dengan baik, sebelum akhirnya memasuki fase baru yang menuntut prioritas dan fokus yang baru saat itu.
Tidak pernah diduga sama sekali. Kehidupan yang berputar di sekitar kita ternyata sebergejolak itu, hidup kita mungkin juga bergejolak, hanya saja tidak pernah menyangka bahwa di orang lain, gejolaknya adalah hal yang tak pernah kita pikirkan akan terjadi pada mereka.
Siapapun kamu yang membaca tulisan ini. Saat ini, hidup kita yang tak saling mengenal ini sedang berjalan di orbitnya masing-masing. Mungkin orbit kita tidak pernah beririsan, tapi aku selalu mendoakan, kita sama-sama berdoa semoga hidup yang sedang dijalani ini diberikan sakinah, diberikan keberkahan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Aamiin
157 notes · View notes
hafidhulhaqq · 8 months
Text
Tumblr media
Ketika hidup mulai dirasa berat untuk dijalani dan berbagai masalah seakan rajin menyambangi, cobalah sejenak membuka kembali lembar catatan karunia yang pernah dinikmati, mengingat kembali berapa banyak nikmat yang sudah diberi, juga menyadari bahwa sampai detik ini, takdir baik masih menyertai.
Hal itu akan meneduhkan resah, melerai gundah. Ternyata, segala pelik permasalahan yang tengah kita rasakan, tak sebanding dengan rahmat yang tak pernah putus Tuhan berikan.
Dan betapa mengambil jeda untuk sejenak bercengkrama dengan nurani, mampu menenteramkan diri. Menjaga akal agar tak “keblabasan” mengartikan sebuah takdir, dan mencegah kaki untuk melangkah menuju hal-hal yang akan timbul penyesalan di akhir.
"...Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah ...." (QS. Az-Zumar: 53).
---------
263 notes · View notes
mutiarafirdaus · 2 months
Text
Ikhtiar Perempuan Menemukan Pendamping Hidup (1)
Aku pernah menemani seseorang yang berkali-kali proses taaruf. Berkali-kali Allah belum kehendaki juga proses itu terjadi. Sampai suatu hari dia minta untuk bertemu di masjid. Berdua saja. Ia ingin ada ruang untuk menangis sesenggukan.
Di tempat dimana tak ada orang yang ia kenali harus melihatnya memakai topeng tangguh. Di tempat dimana ia merasa tenang, tapi tetap butuh seorang teman. Menangis bukan karena menggugat takdir Rabb Semesta Alam. Tapi menangis kelelahan menanggung harapan dari orang-orang sekitar. Lelah sekali ia. Kami berpelukan.
Ingatkan tentang, bahwa sejatinya jika belum Allah kehendaki bukan karena Allah tak mau beri, tapi Allah selamatkan kita dari rencana takdir yang kita pikir indah dijalani. Allah ingin kita maksimal dan meraih Surga lewat peluang yang saat ini Allah bentangkan.
Baik itu jalan studi, berbakti, berkhidmat untuk umat, merawat luka diri sendiri, ataupun peluang lainnya yang aroma Surga tercium disana.
Aku juga pernah menemani sepasang anak manusia yang berproses taaruf. Sudah sampai tahap pengenalan orangtua. Sudah sampai pembahasan mahar dan lainnya. Tetiba kandas prosesnya. Terguncanglah mereka berdua.
Butuh waktu untuk kembali menata. Butuh orang-orang baru untuk kembali menemani dan senantiasa memberikan penguatan, bahwa proses pernikahan tetap akan selalu layak untuk diperjuangkan. Dan mereka mau.
Memulai kembali dengan lebih hati-hati prosesnya. Dengan sikap yang lebih dewasa. Dengan harapan yang lebih ditata. Dengan niat yang lebih dikuatkan untuk selalu Lillahi Ta'ala. Dengan keyakinan bahwa Allah pasti siapkan jalan keluar bagi orang-orang yang mau berusaha.
Lantas sejauh mana sebetulnya perempuan boleh berikhtiar untuk menemukan pendamping hidupnya? Sampai batas mana kita mengangkat tangan kelelahan dan ingin memilih berhenti saja memikirkannya?
100 notes · View notes
ibnufir · 2 months
Text
Setiap hidup akan bertamu pada rapuhannya
Belakangan setiap di perjalanan aku selalu memperhatikan bangunan-bangunan baru dan bangunan-bangunan hancur yang terlewati.
Bangunan yang tiga tahun lalu kokoh dan ramai, ada yang sudah berganti bangunan baru yang lebih megah ataupun malah jadi bangunan hancur dan terbengkalai.
Rasanya waktu cepat sekali berlalu dan dunia memang betul-betul seperti roda yang berputar.
Tahun kemarin satu merk berkuasa, tahun berikutnya merk itu hilang dan tergantikan merek baru yang lebih viral.
Jika pernah tinggal di satu kota, lalu kamu kembali sepuluh tahun kemudian. Barangkali kamu hanya akan hapal jalanannya tapi sulit mengenali tempatnya.
Karena semua sudah berganti, gedung-gedung tak lagi sama, suasanapun sudah jauh berubah.
Lalu ke mana perginya mereka-mereka yang gagal? Mereka yang gagal membangun mimpi, mereka yang gagal mempertahankan hidup?
Ke mana perginya mereka yang jatuh dan hanyut terbawa arus hidup dengan segala persaingan dan inovasi?
Mungkinkah sebetulnya mereka-mereka yang gagal ini sebetulnya tidak sedang pergi? Mungkinkah mereka sebetulnya hanya sedang ditunjukan pilihan lain yang lebih pas untuk dijalani.
Barangkali hidup ini memang selayaknya bangunan yang mudah runtuh dan terlalu rapuh untuk berdiri dalam keangkuhannya.
Bahawa hidup ini memang peralihan seperti siang malam, seperti berdiri dan jatuh, seperti sukses dan gagal, seperti bahagia dan sedih.
Kita tidak akan pernah tahu musim apa setelah ini.
Tugas kita, menjadi sebaik-baiknya peran atas apa yang dijalani tanpa merasa lebih hebat dan lebih baik dari siapapun.
Karena pada akhirnya, seperti gedung-gedung menjulang yang di bangun penuh mimpi yang suatu hari akan menemui kerapuhannya.
Jangan pernah bosan untuk merawat, selagi bangunan itu masih memberi ruang untuk kita berteduh.
—ibnufir
115 notes · View notes
terusberanjak · 10 months
Text
Sedih kita mungkin bisa bersembunyi dibalik hujan. Tawa kita mungkin menjadi topeng bagi hati yang sebenarnya sedang kalut, tapi sampai kapanpun kita takkan pernah mampu menyembunyikan apapun dari Tuhan.
Bahkan saat mulut tak mampu berkata apa-apa, Tuhan tau apa yang sedang bergemuruh di hati dan kepala kita. Tuhan tau lelahnya kaki kita menapakki episode yang sedang dijalani. Tuhan tau hati kita sedang bertanya-tanya sampai kapan ini terjadi.
Sujudlah. Menangislah. Bila pada akhirnya kita memilih kuat di hadapan manusia, setidaknya jadilah apa adanya di hadapan Tuhan yang Maha Pengasih.
Kelak malammu akan berganti menjadi siang yang terang benderang. Semua hanya perihal waktu.
@terusberanjak
195 notes · View notes
langitawaan · 1 year
Text
179.
Seorang teman bertanya, Na apa nasihat untukku yang belum menikah? Aku tersenyum. Tidak ada yang bisa ku ucap selain hanya sebuah kalimat "maksimalkan peran."
Jika kini Allah masih membuatmu menjadi seorang anak, nikmati masa itu. Berbaktilah kepada orangtua, bahagiakan mereka. Ajak jalan-jalan ke manapun mereka mau. Dapatkan ridho mereka.
Setiap hari aku rindu Ayah padahal jarak tempat tinggalku dan Ayah bisa ditempuh dalam waktu 10 menit :") dan hampir setiap hari ku sambangi rumah beliau. Setelah menikah aku menyadari ternyata waktuku bersama Ayah masih sangatlah kurang dan baktiku sebagai anak selama ini belum ada apa-apanya.
Setelah menikah kerinduan kepada kedua orangtua akan membuncah. Suasana hangat dalam rumah kadangkala membuatmu menangis tersedu-sedu. Kau akan rindu rumah, Ayah-Ibu juga pertengkaran kecil bersama Kakak atau Adik.
Maksimalkan peran, syukuri fase demi fase yang harus dijalani. Kalau sekarang Allah masih memintamu sendiri dalam taat sementara undangan pernikahan sudah tidak terhitung jumlahnya, bisa jadi Allah ingin waktumu bersama orangtua dan keluarga lebih lama sebelum nantinya Allah takdirkan kau mengambil peran menjadi Istri dan Ibu. InsyaAllah.
Selamat terus membaik. Selamat terus berprasangka baik pada-Nya 🌻.
Terik, 13.01 | 18 Oktober 2023.
231 notes · View notes
juliarpratiwi · 1 year
Text
Menikah Dengan Sadar
Suatu waktu seorang perempuan yang telah menjalani 10 tahun pernikahannya mengatakan:
"Udah nikmati aja dulu masa sendirimu. Kamu tahu, romantisnya pasangan menikah hanya awal-awal saja. Sisanya hambar kaya temen doang."
Dilain kesempatan seorang teman yang baru saja beberapa bulan menikah mengatakan:
"Kalau saja aku tahu kalau pernikahan semengekang ini, mungkin aku akan berpikir ratusan ribu kali. Sekarang aku ngerasa di penjara dalam pernikahan. Gak bisa kemana-kemana tanpa izin suami, aku merasa kehilangan diri aku sendiri. Jadi, kamu nikmati aja dululah hidup kamu sendiri, gak usah buru-buru nikah."
Aku yakin mereka tak bermaksud mengumbar aib pernikahannya, mereka juga tak berniat untuk menakut-nakuti. Dari mereka aku justru diajak belajar dan menyelami hikmah. Bahwa menikah adalah kata kerja yang harus dilakukan dengan sadar. Dengan penuh ikhlas dan semangat ibadah.
Ketika memutuskan dengan sadar untuk menikah, maka aku akan paham untuk berhenti memberi makan egoku. Karena menikah memiliki banyak konsekuensi yang harus secara sadar dijalani.
Beberapa diantara kita beruntung, Allah anugerahi pasangan yang sama-sama mengerti ego kita. Tapi selebihnya kita sendiri yang harus membatasi, kita sendiri yang harus punya kesadaran untuk memilah hal-hal yang masih pantas atau tidak untuk dilakukan setelah berubah status menjadi seorang istri/suami, kita sendiri yang harus punya kendali diri kita.
Memutuskan menikah dengan sadar, kita akan punya banyak cara untuk merawatnya. Kita akan menyediakan tempat untuk saling memahami. Kita akan saling meluaskan penerimaan. Karena kesadaran menuntun kita untuk menilai secara utuh diri kita dan pasangan kita. Kita saat ini adalah diri dengan berbagai latar yang berkontribusi membentuknya pun dengan pasangan kita.
Bila kita sadar, kita menikah. Kita akan membuka ruang dialog untuk belajar, mengenal dan memahami bahwa pernikahan mempersatukan dua orang asing dengan latar yang berbeda, yang tumbuh di lingkungan yang berbeda, besar dengan pengasuhan yang berbeda dan mendewasa dengan pengalaman yang berbeda.
Maka dari itu, penting. Memutuskan untuk menikah secara sadar. Sebab kesadaran ini akan menuntun kita pada tawakal kepada-Nya di awal, proses dan setelahnya kita berusaha.
Semoga Allah menjaga pernikahan mereka 🌻❤
340 notes · View notes
penaalmujahidah · 1 month
Text
Tumblr media
Begitu banyak orang-orang yang hadir dalam hidup kita. Ada yang sekedar figuran, muncul sebentar lalu menghilang, ada yang sempat menjadi pemeran pendukung, bahkan ada yang kita anggap sebagai pemeran utama kedua. Meskipun pada akhirnya harus menghilang di episode selanjutnya. Bahkan menjadi tokoh yang ingin kita lupakan, tak mau lagi tahu apalagi peduli tentang hidupnya. Hanya karena konflik antara kita dan dirinya yang tak bisa lagi membuat mereka bertahan dalam episode hidup kita. Namun, kadang ada saja momen di mana mereka harus muncul lagi. Membuyarkan titik fokus kita akan masa kini yang sedang dijalani. Kabar tentangnya tiba-tiba muncul, tanpa kita cari, tanpa kita minta, ia datang dengan sendirinya. Menghadirkan kabar kebahagiaan yang justru membuat luka dalam diri kita terkelupas kembali. Mengeluarkan rasa sakit tanpa darah. Menyulut rasa dendam yang belum padam.
Bukan, bukan soal iri dengan kebahagiaannya. Namun, karena kekesalan terhadap diri sendiri. Mengapa dulu begitu bodoh dipermainkan oleh seseorang? Ah sudahlah, bukan saatnya meratapi yang telah terjadi. Toh semua itu sudah menjadi bagian dari takdir yang harus diterima.
Sialnya, sisi buruk diri terkadang mendorong untuk membuktikan kebahagiaan kepada mereka yang pernah menorehkan luka. Seolah-olah meraung "Aku bisa hidup lebih bahagia dari kamu." Padahal ini jelas salah. Kebahagiaan yang kita rasakan akan terasa hambar jika dijadikan sebagai alat untuk unjuk gigi.
Wahai hati, lapanglah untuk segala hal yang menyakiti. Ikhlaskan apa-apa yang pernah terjadi. Jangan memelihara dengki, jangan memendam dendam. Itu hanya akan membuat dirimu mati perlahan. Jangan pernah membuktikan kebahagiaan kepada siapa pun. Nikmatilah hidupmu tanpa bayang-bayang masa lalu. Syukurilah setiap karunia yang Allah berikan. Jadilah pemaaf tanpa harus menunggu permintaan maaf. Kamu berhak bahagia atas dirimu sendiri. Rasa sakit yang pernah kamu rasakan biarkan menjadi pupuk penyubur kebijaksanaan dalam dirimu. Tetaplah bertumbuh, Sayang.
@penaalmujahidah
43 notes · View notes
menyapamentari · 5 months
Text
Kita tidak pernah benar - benar tahu kehidupan rumah tangga yang dijalani seseorang itu seperti apa. Yang ditunjukkan kepada orang lain itu hanya sedikit sekali. Jadi apabila tidak dimintai nasehat, jangan tiba - tiba memberinya nasehat yang seolah - olah kita mengerti sebagian besar keadaannya.
Kita pun tidak pernah tahu bagaimana ia setelah kita nasehati ; Membuat keadaanya lebih baik atau justru berfikir yang tidak - tidak atau berfikir berlebihan.
68 notes · View notes