#bikin air gelembung sabun
Explore tagged Tumblr posts
Text
WA 0896.3305.7580, Toko Gelembung Sabun Bandung Astana Anyar, TERLARIS
#cara membuat gelembung sabun agar banyak#busa gelembung air sabun tts#gelembung sabun termasuk benda apa#air gelembung sabun#agar gelembung sabun banyak#alat peniup gelembung sabun#alat gelembung sabun#aplikasi gelembung sabun#apakah gelembung sabun termasuk benda#arti mimpi main gelembung sabun#apa makna gelembung sabun#bikin air gelembung sabun#gelembung sabun berwujud#gelembung sabun besar#gelembung sabun banyak#gelembung sabun bahan
0 notes
Text
Kapsul Waktu Mina (Cerita Pendek)
“Bener sebelah sini kan?” tanyaku.
“iya, batasnya sampai lemari dan rak buku itu,” jawab istriku sambil berlalu menuju dapur.
Aku masih harus membereskan beberapa barang yang terletak di sudut ruangan di sebelah kamar tidur. Kami baru menempati rumah ini sekitar satu bulan dan baru saja menambah beberapa perabotan lagi. Sebuah rumah yang aku impikan, berada di lingkungan asri dan guyub antar tetangga, juga cukup ruang terbuka. Jadi, meski penataan ruang masih dinamis tetapi kebun rumah kami telah penuh terhiasi beragam flora yang kami rawat sejak awal.
Kali ini aku dihadapkan dengan dengan kotak-kotak kardus kosong kemasan dari berbagai barang dan perabot yang sudah diletakkan di berbagai sisi rumah ini. Kuambil dan kusisihkan pelindung seperti sterofoam dan plastik gelembung yang masih ada di kardus-kardus itu. Terkadang juga ditemukan buku manual petunjuk penggunaan yang kukumpulkan dalam satu kantong sendiri. Kemudian, agar lebih ringkas kulipat kardus-kardus kosong dan tumpuk jadi satu dengan sterofoam.
BUK…
“Eh, Suara apa itu?”
Sesuatu menghantam permukaan tegel keramik saat aku mengangkat tumpukan kardus. Aku menggerakkan leher dan kedua bola mataku ke bawah, mencari sumber suara. Sekitar dua tapak dari tempat kakiku berpijak, aku menemukan sebuah buku tergeletak di lantai.
“Buku apa ini? Darimana asalnya?”
Dari posisi jatuhnya, sepertinya buku ini berasal dari tumpukan kardus, karena posisi rak buku cukup jauh dari tempatku berdiri.
Tidak terlalu ambil pusing, aku satukan saja buku tadi dengan kantong berisi buku-buku manual. Aku kemudian membawa kantong berisi buku itu bersama tumpukan kardus. Menuju gudang yang dekat dengan dapur.
Sesampai di gudang, kususun tumpukan kardus dan styrofoam pelindung. Jika dirasa sudah cukup banyak, tumpukan ini bisa kubawa ke pengepul rongsokan. Atau, bila diperlukan bisa digunakan kembali untuk mengemas barang. Aku lalu menuju dapur sambil memegang kantong berisi buku tadi.
“Mina…”
Istriku tidak terlihat di sekitar dapur. Tak terdengar pula ada sahutan dari panggilanku.
“Mina, kamu di mana, Min… Hatchiiiu…”
Panggilanku sempat terpotong dengan bersin yang kututup dengan telapak tanganku. Kantong berisi buku tadi aku biarkan tergeletak di lantai.
“Eeeh, jorok deh. Kalau habis bersin cuci tangan. Jangan diusap ke kain celana gitu, Mas,” tiba-tiba terdengar suara Mina, istriku, mengomel.
Aku seperti tertangkap basah, mati gaya. Aku sudah hampir mengusap telapak tanganku ke kain celana ketika hentakan suara Mina menghentikan tindakanku yang dia anggap jorok. Ternyata dia muncul dari kebun sebelah dapur yang tadi luput kutengok.
“Eh, dari kebun ternyata. Kupanggil-panggil tidak ada jawaban, tapi pas habis bersin muncul, hahaha.”
“Hmmm iya maaf, mas. Keasikan di kebun dan emang enggak kedengeran.”
“Ooh, habis panen ya? Apa aja itu, kok banyak? Kayaknya kita ga nanem itu semua.”
“Iya, yang dari kebun kita cuma kangkung aja. Tapi kan banyak tuh, jadi tadi sempat tukeran sama Bu Terri. Dia baru aja panen wortel, sama ada dikasih teh hijau juga ini. Emang udah janjian dari kemaren.”
“Oh, barter sama Bu Terri juga.”
“Iya. Eh sana cuci tangan dulu, jangan sampe dilap ke celana.”
“heheh, iya sampe lupa,” aku menuju wastafel dapur dan memutar keran air untuk membasuh tanganku. Aku mencuci tangan menggunakan sabun pencuci piring sebab tidak menemukan sabun cuci tangan.
“ini tolong sekalian sayurannya dicuci mas.”
“Siap.”
“Alhamdulillah, untung kamu punya hobi berkebun Mas. Bisa tuker-tukeran deh sama tetangga.”
“Iya, untung kamunya juga ternyata suka, jadi bisa bantuin aku,” aku menjawab sambil tersenyum kepadanya.
Kulihat paras muka Mina ikut berseri-seri, meski tampak sedikit peluh lelahnya setelah panen. Paras itu hampir sama seperti pertama kali kami bertemu satu tahun lalu. Kami saling menatap dengan senyum.
Aku berjalan sambil tetap menghadap istriku. Menuju kantong buku yang kutinggal di lantai tadi.
“Udah ya itu tiris sendiri sayurannya. Aku mau lanjut nata tempat kerjaku,” ujarku sambil mengambil kantong buku, hendak menuju sudut ruang yang belum rampung kurapikan.
“Tunggu, Jadi gimana?”
“Hah, apanya?” aku kembali menatapnya.
“Eh, apa itu yang kamu bawa, Mas?” dia jadi lebih tertarik dengan kantong yang kubawa rupanya.
“Oh ini, buku-buku yang aku kumpulin tadi. Tapi engga cuma buku manual, tadi nemu juga ada semacam jurnal gini. Apa ini punyamu?” aku mengeluarkan buku-buku dari kantongnya dan kutunjukkan kepada Mina.
“Heeh, kok kamu bisa nemuu,” responnya seperti terkejut, “Ya, itu punyaku. Sudah lama sebenarnya. Kamu baca aja sendiri nanti. Sekarang, aku mau kita diskusi dulu.” Mina tampak serius, aku bisa mengerti tendensinya meski ia berbicara sambil menata sayuran.
“Okee,” aku bergeser ke meja makan, mengambil kursi untuk kemudian duduk menghadap Mina.
“Mas, mau teh engga? Ini aku bikinin ya,” Mina beranjak mengambil panci dan mengisi air dan memanaskannya. Ia lanjut bertanya, “Gimana, kamu jadi kerja dari rumah, kan?”
“Boleh. Iya, jadi dong! Kan ini udah mau lanjutin rancang ruang kerjanya,” aku menjawab meyakinkan, “kan sudah aku bahas waktu mau resign kemarin. Apalagi sekarang kan perlu jadi suami siaga, hehe.”
“iya, sudah mau masuk trimester kedua nih. Tapi tunggu dulu, kalau freelance dari rumah gini mas Ardi gimana dapet proyeknya?”
“Hm kalau itu, mungkin memang tidak semudah seperti di perusahaan kemarin. Tapi bismillah, rezeki engga akan tertukar. Jaringan dan koneksi buat proyek kan aku masih sambung meski sudah freelance gini”
“Alhamdulillah ya, masa pandemi ini membuat normalisasi kerja dari rumah. Jadi lebih banyak sedia waktu bareng aku juga.”
Aku mengangguk dan tersenyum.
“Aku tadi jadi kepikiran, memang masa pandemi gini jadi titik balik bagi yang mengalami ya. Engga cuma mas Ardi, banyak orang lain di luar sana juga.” lanjut Mina sambil menyajikan seduhan teh hijau dalam satu gelas ke meja sebelahku
“Bener kamu, kalau yang cerdas lihat peluang ya mampu memaksimalkan peluang kerja dan dapet penghasilan. Tapi yang kurang beruntung, bisa jadi runyam kehidupannya setelah kehadiran pandemi.”
“He em” Mina sepakat.
“Kalau kamu tadi bilang normalisasi kerja dari rumah, aku juga bersyukur normalisasi hal-hal lain dan berharap masih berlangsung setelah pandemi ini.”
“maksudnya, mas?”
“Kaya kita kemaren nikah engga pake resepsi heboh, hanya ngundang keluarga dan teman terdekat. Pas pandemi kan banyak juga yang resepsinya jadi lebih hikmat dan hemat.”
“Emang mas Ardi ingat nikahnya kita? Kapan coba? Tanggal berapa?”
“eh, kenapa malah nanya tanggal, bukan itu poinnya, Minaa!”
“Ah, kamu ini masih saja lupa ya mas? Tanggal pernikahan sendiri aja lupa, gimana hal detil lain. Sabun cuci tangan aku sudah pesan dari lama, kamu selalu aja lupa beli”
“Hm, mulai… iya ini nanti aku beli”
“Eh, tapi iya ya mas. Banyak ternyata ya mas hal-hal baru yang sebelumnya kurang lazim jadi diterima setelah pandemi itu,” dia kembali membahas topik sebelumnya.
Untung Mina tidak memperpanjang persoalan tanggal pernikahan. Selamatlah aku.
“Nah iya, hal-hal seperti itu kan sebenarnya yang dimaksud new normal itu. Yang aku ngga sreg kan kayak pas baru bulan ketiga-keempat yang masih parah-parahnya penyebaran virusnya tuh malah pake new normal untuk menjalankan kembali kegiatan ekonomi yang seharusnya belum dibuka.”
“ehem, jadi teringat kan”
“Ya gimana, masih teringat juga bagaimana mereka menyepelekan adanya virus itu di negeri kita. Bukannya mencoba membenahi dengan pencegahan penyebaran atau penularan, malah keluar pernyataan aneh bin ajaib,” Aku menjadi bersemangat dan sedikit berkobar menceritakan, “Bahkan ada yang mengatakan covid-19 itu dilebih-lebihkan supaya kita takut. Justru mereka yang malah bikin masyarakat takut.”
“Eh, gimana mas? Kok bisa?”
“Iya, tetanggaku yang sakit jadi takut ke rumah sakit. Katanya swab test pasti positif lah, dipaksa jadi pasien covid lah. Nyatanya kan engga begitu. Belum lagi ada hoax soal pake masker bisa keracunan CO2, thermogun buat ngukur suhu tubuh dikata bikin kanker lah, apalagi yang sangkut pautin dengan konspirasi elit global.”
“Sudah, engga perlu emosi bahas itu. Nih, tehnya diminum deh mas”.
“Engga kok, sedikit terpelatuk aja. Dikira paman aku yang dokter jadi korban itu karena menghadapi apa sama mereka?” aku menghembuskan napas, kemudian meneguk teh seduhan Mina.
“Masa masa itu aku cukup susah ya untuk bertahan, sekedar berusaha tetap waras aja penuh perjuangan. Apalagi bertahan hidup”
“Kok bisa susah begitu mas?”
“hmm, seger, terimakasih ya” aku merasakan kesegaran teh yang baru saja Mina sajikan, “ee iya, gitulah. Kami kan keluarga kelas menengah, terdampaknya cukup berat. Di mana tidak bisa masuk kategori yang mendapat bantuan, tapi juga tidak memiliki cukup simpanan untuk bertahan lama. Jadi ya bener-bener berjuang hampir setiap hari buat tetap mendapat asupan yang cukup.”
“iya jadi makin hangat kan obrolan kita dengan teh hijaunya,” Mina juga menyeruput teh yang ia siapkan untuk dirinya sendiri. “Tapi nih mas,” Mina melanjutkan “dari situasi itu mas perlu bersyukur. Mas Ardi kan jadi tertempa jadi bisa bekerja dan bisa tinggal di lingkungan asri seperti sekarang. Jadi terbiasa berkebun yang bermanfaat sekarang juga kan.”
“iya iya, proses selama masa itu aku terima dengan syukur juga kok,” dengan nada lebih tenang aku mengangguk-angguk, lanjut bertanya “Kalo kamu sendiri gimana melalui masa itu, Mina?”
Hening, kutengok Mina sempat terhenti seperti berpikir.
“Eh iya, aku sih bersyukur melewati masa itu, orang-orang jadi terbiasa dengan video call sama presentasi lewat konferensi daring,” Mina memecahkan keheningan setelah beberapa saat.
“soal itu aku juga terbantu sih, jadi brief dan rapat jarak jauh mulai biasa.”
“Cuma nih, aku jadi nambah peran juga nemenin ponakan yang banyak tugas dari gurunya karena sekolahnya belajar di rumah.”
“Wah, ngomong-ngomong soal sekolah nih. Gimana pendapatmu soal pendidikan anak ini nanti?” aku menunjuk ke perut Mina yang berisi kandungan anak kami.
“iya sudah aku pikir sih mas, aku sepakat sama kamu, memang mending kita yang belajar aja. Pendidikan dasar anak mending kita orang tuanya yang memberi.”
“Nah, kan pas masuk tahun ajaran baru kemarin itu banyak tuh orang tua yang tidak jadi mendaftarkan anaknya untuk sekolah. Salah satunya ada keponakanku juga tidak jadi didaftarkan ke SD sama kakakku.”
“iya, yaudah gitu dulu. Lanjut aja sana nyiapin ruang kerjamu. Nanti dibaca aja itu buku jurnalku. Ada di situ semua uneg-unegku selama masa pandemi itu kok mas.” Mina meninggalkanku menuju tempat cuci piring.
“yaudah, aku lanjut rancang ruang kerja … tapi nanti setelah aku baca jurnalmu ini, hehe.”
Penasaran karena yang disampaikannya, aku pun membuka dan mulai membaca jurnal bersampul kulit hitam milik Mina ini. Aku membaca langsung lembaran isinya yang terdapat tulisan tangan tinta pena yang cukup rapi dari Mina.
Termuat di dalamnya mulai dari cerita bagaimana hari-hari yang Mina lewati selama pandemi. Setiap berganti lembaran, tercantum kisah dan kegiatan yang dia alami dan lakukan. Ternyata tekanan dan kecemasan juga sempat dialami oleh Mina, tidak jauh berbeda denganku.
Aku berhenti ketika masuk lembaran yang menunjukkan Juni 2020. Aku memperhatikan kata per kata yang tertulis di situ. Membolak-balik membacanya berkali-kali, sehingga aku baru sadar ada beberapa hal yang berhubungan yang aku lupakan.
Aku berdiri, menoleh-noleh menghadap ke sekeliling dapur, tidak ku temui tubuh Mina. Sepertinya dia kembali ke kebun lagi ketika aku asik membaca jurnalnya. Meneguk sisa teh di hadapanku, aku menghela napas dan menepuk-nepuk pelan dadaku.
Penuh rasa bersalah, mataku mulai terasa basah. Aku baru mengetahui sebab Mina tadi sempat termenung ketika aku mulai membahas masa itu. Dan alasan dia cukup kesal ketika aku lupa tanggal pernikahan kita tapi langsung dia alihkan ke bahasan lain.
Aku teringat memori ketika paman Mina sebagai wali nikahnya yang aku jabat ketika akad nikah. Aku baru sadar 26 Agustus 2020, hari kita menikah adalah dua bulan setelah 26 Juni 2020, hari yang berat bagi Mina. Iya, di tanggal yang sama selisih dua bulan sejak kepergian ayah Mina. Baruku sadari, perubahan ekspresi Mina selama obrolan kita tadi terutama ketika aku sebutkan pamanku yang dokter meninggal.
Juni 2020 adalah waktu yang sangat lama dilewati bagi Mina. Terbukti dari banyaknya halaman untuk bulan itu di jurnal miliknya ini. Sejak awal bulan Mina tidak dapat bertemu ayahnya, seorang dokter yang harus isolasi mandiri karena menagani pasien Covid-19. Hari-hari yang berat ketika pekan kedua mendapati kabar ayahnya harus dirawat juga. Sampai pada 26 Juni 2020 kabar yang cukup sulit diterima tentang kepergian orang yang sangat dicintai Mina itu.
Tapi menuju akhir halaman Juni, dari cerita berganti menjadi harapan dan proyeksinya setelah berakhirnya pandemi. Menjelang akhir tulisan di jurnal ini, dia menuliskan bagaimana di masa depan, kondisi setelah pandemi dia menuliskan akan tinggal bersama suami di rumah yang cukup tenang, jauh dari hiruk pikuk keramaian kota. Semakin terkejut aku membaca kegiatan yang dilakukan selama hari ini ternyata telah tercantum dalam buku ini.
Bagaimana tinggal di rumah yang cukup akur dengan tetangga sehingga bisa bertukar hasil panen kebun rumah. Berdiskusi dengan suami tentang pendidikan anak, kegiatan virtual, bahkan obrolan perencanaan dengan suami ternyata sudah tertulis di dalamnya.
Dan di akhir ada kalimat yang menarik untuk dikutip.
“Pandemi ini mungkin merubah banyak hal. Tapi sejatinya, yang ditakdirkan kepadaku tidak akan melewatkanku. Banyak yang terdampak dan menjadi korban, tapi jangan sampai kehilangan harapan. Di sini aku menulis proyeksi diriku dan masa depanku. Mari berdisiplin, bangun dan menjemput masa depan itu.”
Kapsul Waktu Mina
5 notes
·
View notes
Text
Martha and I (Chapter 6)
Hebat benar aku tidak menjerit. Tapi suaraku tersangkut di pangkal tenggorokan. Dan begini ekspresi Martha: 😐. Dia melihatku seperti melihat orang biasa—ya, memang maunya aku dilihat bagaimana? Mungkin aku sedikit berharap ia juga sama kagetnya sepertiku karena ini baru pertama kalinya sejak momen di kamar Martha, kami bersitatap dalam jarak yang dekat.
Toilet masih dipenuhi perempuan-perempuan yang berisik. Aku hampir oleng dan menabrak salah satu dari mereka. Namun cepat-cepat aku melipir ke wastafel dan mencuci tangan. Penguasaan diri yang cukup bagus, Lunar, bisikku. Oh, tidak sebagus itu saat kudengar Martha berucap dari belakang:
“I’m sorry if I’m terrified you.”
Ha? Apa katanya?
Aku tetap menggosok tangan sampai rasanya tanganku hilang di dalam gelembung sabun.
“Na, I’m sorry that I—“
“I know, I know. I get it. Yes you are terrifying me. Puas? Sekarang aku mau cuci tangan sampe bersih jadi kasih aku waktu untuk itu.” Oh tidak, bukan seperti itu maksudku, Mar.
“Oke, I’ll wait then.” Dari pantulan cermin, Martha menyilangkan tangan di depan dada.
Aku berbalik menghadapnya. “Wait, what? Apa yang mau kamu tunggu? Tbh, I don’t need this conversation.” NO, I NEED THIS.
“Oh yes, you need this,” balasnya.
Baiklah, terima kasih sudah memahamiku. “No I’m not. I’m so not.”
“Oke berarti aku yang butuh. Maaf kalau waktu itu aku bikin kamu… takut? Idk.”
“Hm? Kapan? Yang barusan aku maksud itu, kamu tiba-tiba berdiri di depan toiletku dan bikin aku kaget. What are you doing? It’s creepy.”
“Na, semuanya penuh. Lagian aku nggak tahu kalau kamu ada di situ.”
“Ya, kenapa nggak nunggu di bilik yang lain?”
“Jangan berputar-putar, deh. Aku di sini cuma pengin ngelurusin, aku nggak bermaksud bikin kamu takut sama pengakuan soal… kamu tahu soal apa. Aku kira kita sudah cukup dekat jadinya aku bisa ngasih tahu—”
“Bukan! Aku kan sudah bilang aku kaget sama kamu barusan. Bukan masalah, ya Tuhan aku bahkan nggak mau bahas ini, oke? Aku cuma butuh cuci tangan. Itu aja. Kamu ngerti nggak sih?!” Sekarang aku nyaris berteriak dan gerombolan di toilet mengerling ke arah kami berdua. Rupanya mereka menemukan tontonan lebih menarik dibanding gosip yang dari tadi mereka perbincangkan. “Just. Wait. For. Me. outside, oke?” kataku pada akhirnya dengan suara yang kuusahakan sekalem mungkin.
Martha mengangguk dan berlalu. Gerombolan berdeham dan satu per satu berjejer di wastafel. Merapikan rambut, memupuri kembali wajah mereka, dan cuci tangan sama sepertiku—tidak, mereka tidak seberingas aku. Ngomong-ngomog, parfum mereka membuatku pusing.
Setelah mengeringkan tangan dan mempersiapkan diri, aku keluar dari toilet. Sebuah tangan menarikku tepat saat langkah kakiku menyentuh bagian luar toilet.
Dingin. Tangan Martha dingin dan ia mencengkram pergelanganku dengan erat, terlalu erat dari yang semestinya. Di sebuah bangku taman, ia akhirnya melepaskanku.
“I’m sorry…,” desahnya.
Aku tidak berani melihat ke arahnya.
“This is not your fault.” Suaraku bergetar dan emosi yang telah lama mengangguku tumpah begitu saja. Andai emosi yang kita keluarkan memiliki wujud. Pasti aku sudah tenggelam karenanya. Kupandangi semut-semut yang membawa daun di bawah kakiku. Pada titik itu aku tidak tahu, mana yang lebih gemetar, suara atau bahuku.
Untuk menghentikan tangis, ada baiknya untuk mulai memikirkan hal lain. Maka aku mengingat rasa air mata yang asin. Pantas saja setelah lama menangis, seseorang akan kehausan. Banyaknya kadar garam yang–
Pikiranku belum benar-benar sibuk ketika Martha membawaku ke dalam pelukannya dan berkali-kali mengucapkan mantra ‘that’s okay, everything gonna be okay’. Aku jarang percaya ucapan klise semacam itu. Tapi Martha membuatnya terdengar sangat apa adanya sehingga mustahil aku menolaknya.
Kenapa saat sudah besar sekalipun, kita masih bisa nangis sampai sesenggukan?
2 notes
·
View notes
Text
FOMO – Fear of missing out. Penyakit gatal ngecek iPhone berkali-kali meski ga ada notifikasi. Gejala yang membuat kita scrolling tanpa henti. Kita merasa ada yang kurang kalo ga ngecek timeline. Kita takut ‘ketinggalan’.
Kelewatan kejadian seru yang membuat kita kudet dan kusis *kurang eksis. Walaupun yang kita lihat sebenarnya itu-itu saja. Berita ga penting, video lucu, gebetan mimik bubble tea, temen lagi menjemput rezeki, dan belahan dada selebgram. Faaalllaaawwww!
“Autumn is a second spring when every leaf is a flower” – Paulo Coelho
Untuk mengobati FOMO, kadang kita harus traveling. Yah walaupun kita tetap tak akan lepas 100% dari gadget. Kita tetap menggunakannya buat googling, GPS, selfie, dan share. Namun, keinginan mengecek sosial media sedikit berkurang. Kita lebih mementingkan apa yang ada di depan kita.
Kata fear pun berubah menjadi forget. Forget of Missing out. Kita lebih takut kehilangan moment, sehingga kita lupa dengan dunia maya. Tidak merasa penting untuk tahu apa yang sedang terjadi di stories.
Kita jadi lupa mengecek iPhone, karena sibuk bereksplorasi. Menikmati pemandangan menawan, berkenalan dengan orang baru, dan ngemil sepuasnya. Kita merasakan kesenangan dan kepuasan dari aktifitas di dunia nyata.
Kebahagian dari merasakan langsung apa yang ada di depan kita dan bukan dari layar smartphone. Walaupun akan selalu ada someone yang kamu nanti-nantikan. Someone yang membuatmu bergumam ‘you are my favorite notification’ *jomblo imaginatif
No one can go back, but everyone can go forward. And tomorrow, when the sun rises, all you have to say to yourself is: “I am going to think of this day as the first day of my life.” – Paulo Coelho
Happy New year!
Enjoy your first time everything in 2019. Travel to someplace new, someplace you never been before. Be brave, take a risk, enjoy your new playground!
Never get so busy making a living that you forget to make a life – Dolly Patron
Berlin Tegel Airport (TXL) can not be reached directly by train or metro. The fastest way to get to the city is by TXL Express Bus that stop right outside the terminal. You can click this website for more information
Tegel Berlin Airport to City by Bus
Setelah 4 hari di Paris, pagi-pagi buta saya terbang dengan easyJet menuju Berlin. 2 jam kemudian, saya mendarat dengan jantan di ibukota Jerman. Bukan kota tercantik, namun memiliki sejarah terdalam di Eropa. Kepedihan masa lalu yang berganti jubah kebebasan. Kota tua yang dipenuhi jiwa muda yang menyukai seni, bisnis dan pesta!
“Berlin is poor but sexy. It has it’s very own charm” – Klaus Wowereit, Mantan Walikota Berlin
Di Berlin Tegel Airport, saya membeli tiket TXL Express Bus jurusan S+U Alexanderplatz. Bandara ini tidak memiliki jalur kereta langsung dengan S-Bahn atau U-Bahn. Jadi cara paling cepat dan murah menuju pusat kota adalah naik bus.
Harga tiketnya 2.80 Euro, berangkat dari bandara tiap enam menit sekali. Jauh lebih murah dibandingkan naik taxi yang bisa habis 20 Euro. Kurang lebih 16 menit perjalanan, pengumuman suara dan running text menunjukkan perhentian yang saya tuju. Dari dalam bus, saya menekan tombol STOP, lalu turun di Hauptbahnhof, Berlin Central Station.
Eating CurryWurst
Long Germanese sausage. The legend says that curry-wurst was originally created by a woman in 1949 who got ketchup and curry powder from British soldiers
Curry grilled pork sausage at its best
Berlin Hauptbahnhof sangat luas dan dipenuhi dengan pertokoan. Stasiun rasa Mol. Saya sempet nyobain sosis babi panggang guedeee khas Jerman di Curry 36. Sosisnya dipotong-potong kecil ukuran sekali hap, lalu dicampur saus tomat pedas dan bubuk kari. Disajikan hangat nan menggelora.
Konon ide pembuatannya didapat tak sengaja oleh wanita pemilik kantin pada masa perang dingin. Pekatnya kari bercampur sempurna dengan kenyalnya sosis. Auooooo! *pukulpukuldadakeenakan. Kalo lagi laper, kamu bisa pesen menu paket pake french fries. Walaupun sosisnya doang udah bikin blenger.
Curry 36
They only serve Pork Wurst, so if you’re Muslim, you won’t be able to try this famous CurryWurst, but they also sell the Vegan version
Europaplatz 1, 10557. Cabang utama: Mehringdamm 36, 10961 Berlin
Hours: Senin – Minggu 9AM–5AM
Price: The long sausage 1.7€. French fries 1.5€ Ketchup Mayo 30 cent |Rp. 50,000 Cash Only
Direction: Inside Hauptbahnhof Station Curry 36 Google Maps Location
You can buy Berlin transport cards and tickets in Tourist Information Centre, right at the main station
Where to buy Public Transportation tickets in Berlin?
Di stasiun utama ada kantor informasi untuk turis. Staf disana akan senang hati menerangkan dalam bahasa Inggris. Selain di tourist information centre, kamu juga bisa membeli tiket transportasi di mesin.
Choose AB Zone. Pick one between Single ticket or One day ticket. Choose wisely based on your itinerary and preference
You can choose between Deutsch, English, France, Poland, Spain, and Turkey
Validate your tickets here!
Di mesin tersebut ada berbagai pilihan tiket dalam bahasa Inggris. Buat yang suka tantangan, kamu bisa menggantinya ke bahasa Perancis. Bayarnya bisa pake coin, cash atau kartu kredit. Untuk informasi detail tentang tiket transportasi di Berlin, kamu bisa klik di link ini Berlin transport tickets and fares
Don’t forget to check the digital board to see the line and arrival time of your tram
How to get around Berlin?
Tarif transportasi publik dibagi berdasarkan 3 zona: AB (central Berlin), BC and ABC. Rata-rata tempat wisata terpusat di central. Jika kamu lebih banyak dipusat kota, kamu cukup membeli single ticket zona AB.
One-way tickets
Single ticket zones AB: 2.80€
Single ticket zones BC: 3.10€
Single ticket zones ABC: 3.40€
Jangan lupa mem-validate tiketnya dahulu di mesin yang tersebar di stasiun. Kamu cukup mem-validate tiketnya sekali, saat pertama kali menggunakannya. Sistem validate inilah yang membuat tiap stasiun ga ada gate pembatas. Bukan sistem tap di tiap gate kaya di Singapore.
Kalo kamu menggunakannya pertama kali di tram atau bus, kamu bisa mem-validate nya pada saat naik, mesinnya ada didalam. Begitu aktif, tiketmu akan berlaku selama dua jam. Jadi kamu bebas naik metro, tram dan bus selama dua jam.
I bought 24 hour ticket for 7 Euro and then validate it inside the tram. With this ticket you can ride all kind of public transportation ( S-Bahn subway, U-Bahn railway, tram and bus )
Kalo dalam sehari penuh ingin ke banyak destinasi, kamu bisa membeli 24 hour ticket seharga 7 Euro. Dengan ini, kamu ga harus beli tiket satu-satu. Jadi lumayan menghemat waktu. Kamu bebas naik turun semua transportasi publik S-Bahn subway, U-Bahn railway, tram and bus tanpa mikir.
Kalo kamu jarang naik transportasi publik, kebanyakan memilih jalan kaki dalam waktu 2-3 hari, kamu bisa membeli 4 single journey tickets (zones AB) seharga 9 Euro. Validate hanya saat kamu ingin menggunakannya. Lumayan hemat!
Download Berlin transportation map in here
Ada enaknya si, bebas masuk tanpa halangan. Jika kamu berjiwa petualang, kamu bahkan bisa naik subway tanpa tiket. Namun hal ini tidak saya sarankan. CCTV dimana-mana, sekalinya tertangkap inspector tanpa tiket tervalidate, kamu akan didenda 60 Euro!
Where do i stay in Berlin?
Hostel tempat saya menginap lumayan bagus. Ada kamar mandi dalam dengan WC duduk dan shower air panas. Suasananya hype banget. Kalo malem, bar nya selalu rame. Banyak anak muda nongki dan kencan buta. Asyik buat gaul dan cuci mata. Hostel hura-hura! Untungnya kamarnya kedap suara. Mau mereka pesta sampai pagi, suaranya ga kedengeran.
Generator Berlin Mitte
The most central and touristy hostel to stay. 1-minute walk from the Oranienburger Straße S-Bahn stations. Near the city center, shopping and sightseeing like Checkpoint Charlie and Brandenburg gate
Oranienburger Str. 65, 10117 Berlin
Price for one night in 8-Bed Mixed Dormitory Room 14 Euro | Rp. 233,100
Direction: Keluar dari exit Oranienburger Tor station, lalu berjalan kaki 5 menit. Bisa juga melalui Friedrichstraße station. Kemudian berjalan kaki 15 menit. Generator Berlin Google Maps Location
Tips
Selalu request di lower bunk bed. Ranjang bawah memudahkanmu bergerak dan beres-beres, ga repot manjat. Biasanya kalo ga di request, kamu selalu dikasi yang atas. Selalu tulis pesan tambahan saat booking Hostel melalui aplikasi
Setelah memasuki kamar, saya merebahkan diri sejenak. Tanpa sadar saya tertidur 1 jam. Entah kenapa siang itu badan saya sedikit cenat-cenut. Mungkin karena selama di Paris dan Mont Saint-Michel, saya memaksakan diri untuk explore sampai menggigil.
Sebenarnya November masih musim gugur, tapi cuaca di Paris kemarin udah kaya winter. Mana saya seringnya main di udara terbuka lagi. Manusia tropis kena angin dingin plus kondisi badan yang capek dan kurang tidur jadi bikin drop. Untungnya saya bawa ‘Kolak Angin!’
There was a nice park and a wide stright street near Bradenburg Gate
Sore itu Autumn 2018, cuaca di Berlin tidak sedingin di Paris. Angin berhembus manja di tengah suhu 10 derajat Celcius. Saya berjalan kaki sendirian menikmati jalan setapak yang dihiasi pepohonan dengan daun berwarna-warni
”There is no better time than the autumn to begin forgetting the things that trouble us, allowing them to fall away like dried leaves ” – Camus
An adult bald man show off his soap bubble art
Pemandangannya berkesan dramatis tapi street art nya absurd. Ada pria botak yang sedang bermain gelembung sabun dengan riang. Mungkin dia jomblo. Berjalan beberapa langkah ada prajurit tua berbaju besi sedang membawa kapak. Mungkin dia maniak Mobile Legends. Puncaknya ada di patung seni pria tanpa titit. Kasihan!
Kid pose next to fantasy dwarf warrior with armor shield battle. They look happy and doesn’t scare at all. This peaceful life is something rare in the past
An eye-catching statue. A man without balls
Kalo ke Berlin, mau kemana aja ya? Berikut beberapa destinasi bersejarah yang sempat saya kunjungi:
1. Bradenburg Gate
The best-known landmarks in Berlin. A symbol of German division during the Cold War. A separation between East and West Berlin. At that day, when you step out from this gate to the other side, you will die. Now it’s a national symbol of peace and unity
Destinasi pertama saya adalah Bradenburg Gate. gerbang pemisah antara Jerman Barat dan Jerman Timur di abad ke-18. Gerbang yang menjadi saksi hidup terpecah belah nya warga Jerman pada masa perang dingin. Masa dimana jika melangkahkan kaki menyeberangi garis perbatasan, kamu akan ditembak mati. Sekarang, monumen ini menjadi simbol perdamaian dimana warga dan turis bergembira menikmati kebebasan.
Ronald Regan’s famous speech: “Mr. Gorbachov, tear down this wall!”
One of the best United States President ever alive
Bradenburger Tor
Restored 18th-century gate & landmark with 12 Doric columns topped by a classical goddess statue
Pariser Platz, 10117 Berlin
Open 24 hours
Direction: Near Berlin Central Station Bradenburg’s Google Map Location
The euphoric days in 1989. Celebrate the happy ending. when people-power literally tore down the wall. Picture courtesy by rarehistoricalphotos.com
2. Reichstag Building
Home to the German Government. The gardens in front of the Bundestag are also beautiful
Dari Bradenburg gate, saya berjalan kaki ke gedung DPR nya orang Jerman. Masuknya si gratis, tapi kamu harus registrasi online jauh-jauh hari di website resminya visite.bundestag.de
Banyak orang disebelah saya ga diperbolehkan masuk, karena belum tahu harus mendaftar. Inilah pentingnya browsing tentang tempat yang akan didatangi. Biar ga kecele! Kemudian saya masuk dengan menunjukkan passport dan booking confirmation di iPhone, jadi ga perlu di print.
The heart of the political life of Germany. The most important building of the continent. When you’re at the front of this building, you feel like a small ant
The Reichstag building as it looked right after the World War II, having been heavily damaged by allied bombs and fighting. PHOTO: Wikimedia Commons
Setelah melewati security check, saya terkesima melihat megahnya gedung bergaya klasik Romawi. Dibangun pada tahun 1894, gedung ini hancur terbakar pada tahun 1933, hanya sebulan setelah Hitler berkuasa.
Pembakaran yang dilakukan secara diam-diam demi menonaktifkan keamanan nasional dan menyerahkan kendali kekuasaan pada kediktaktoran Nazi.
An awesome blend of classical and modern architecture. The glass ceiling is sleek and shiny. It seems they have a great janitor
The walking platform circles around the glass dome is amazing. A spiraling staircase all the way to the top! The glass that represents the political transparency of the city
Masa kelam telah berlalu. Kini, desain arsitektur klasik menyatu indah dengan modernnya kaca ala Iron Man. Dominasi kaca yang melambangkan transparansi kepada rakyat.
Meskipun dipinjamkan gratis, saya ga memakai audio guide saat itu. Saya lebih suka menikmati view sambil berimajinasi kejadian di masa lalu. Tentunya setelah membaca dahulu tentang tempat tersebut dirumah.
Saya juga sempat mengintip plenary hall-nya yang mirip gedung pertemuan Avengers di Captain America Civil War. Sayangnya, saat itu ga diperbolehkan masuk.
The glass dome on top of the Reichstag. Amazing experience to walk up in the dome. I learn a lot about the history of the German democracy and political life
Reichstag Building
Neo-Renaissance parliament building topped by a Norman Foster glass dome with 360-degree city views
Platz der Republik 1, 11011 Berlin
Hours: Senin – Minggu 8AM–12AM
Entrance is free of charge but they don’t always have availability on the same day, be sure to book your visit in advance!
Direction: Reichstag’s Google Maps Location
Fantastic panoramic view of the city from the rooftop. The famous crystal dome allows you to look over the river and to appreciate Berlin’s skyline
Di puncak nya terdapat teras dimana saya bisa memandang panorama kota Berlin 360°. Senja mulai turun, Fernsehturm TV tower terlihat indah menghiasi gedung-gedung diiringi langit jingga.
Berawal dari minta tolong buat motretin, saya berkenalan dengan om-om. Bule berambut putih dan berbadan besar yang mungkin berusia sekitar 45 tahun. Mukanya serem tapi murah senyum. Saya minta tolong dia karena membawa kamera DSLR dengan prime lens gede. Pasti hasilnya bagus!
Ternyata orangnya ramah. Dia bisa merespons dengan cepat pertanyaan, berkomentar lucu dan nanya balik dengan bahan yang menarik. Sambil berjalan turun, kami pun berkenalan dan berbincang.
Dia orang Perancis bernama Jack. Profesinya fotografer di salah satu media International. Dan ternyata, dia jago berbahasa Indonesia! Dia punya istri orang Bali dan sempat menetap lama disana. Dia bercerita kalo kangen Indonesia. Udah 3 bulan dia ga balik ke Bali, sementara istrinya dia ajak ke Perancis.
Dia juga sempat menunggu 1 jam di spot yang sama untuk mendapatkan perspective foto yang dia inginkan. Aje gile. Saya juga memberi tahunya bahwa akan ke Prague.
‘Oh my God, i love Prague. It’s one of the best city that i’ve ever visit. A photographer’s heaven’ ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Karena waktu itu belum pernah kesana, saya makin excited mendengarnya.
Semesta memang aneh, saya selalu dipertemukan dengan orang unik saat traveling. Kami berbicara tentang banyak hal. Mulai dari membandingkan transportasi umum, pemerintahan Soeharto dan Pak Jokowi, sampai bertukar Instagram.
Mendekati pintu keluar, kami pun menutup perbincangan, dan melanjutkan aktivitas masing-masing.
‘Be careful, Buddy. Don’t hesitate to contact me if you collapse in Prague’ – ujarnya setengah bercanda.
3. Holocaust Memorial
The memorial is made up of 2,711 large rectangular stones as a tribute to the Jews that died during the war as a result of Hitler’s ‘Final Judgment’
Kemudian saya mengunjungi Holocaust Memorial. Memorial yang sengaja dibuat sebagai pengakuan bangsa Jerman atas kesalahan di masa lalu. Perenungan yang membuat kita semua sadar, betapa pentingnya perdamaian.
Berjalan diantara balok besar berbentuk nisan, membuat saya seperti berada di sebuah labirin. Eisenman, pencipta memorial ini bertujuan agar kita menemukan sendiri makna dibalik desain ini.
There’s no central gathering point. It’s for individuals like death. Once you enter the memorial, people seem to appear, and then disappear. Is it a labyrinth? A symbolic cemetry? Intentionally disorienting? It’s entirely up to you to derive the meaning while pondering this horrible chapter of human history
– Rick Steves
Pose with your heart and respect the memorial. Don’t step on the stone like Syahrini
Bagi saya, Pilar-pilar ini melambangkan misteri kehidupan. Hari ini orang tercinta ada di depanmu, esok hari dia bisa tak terlihat. Pilar acak yang membuatmu tersesat namun selalu ada cahaya semesta yang menuntun untuk kita mencari jalan keluar.
Take the time to walk around and view it from some distance. Walk inside and let the columns get larger and press in around you. The concrete blocks look small to start and as you walk into the memorial they become huge and you feel slightly lost
Peristiwa paling tragis diawali dengan janji manis. Janji berbentuk ‘edaran’ kepada Orang Yahudi (Jews) di wilayah jajahan Jerman di Eropa. Janji bahwa mereka akan mendapatkan pekerjaan dan hidup layak jika datang ke camp konsentrasi. Neraka yang tersebar di beberapa zona seperti Mauthausen, Buchenwald, Sachsenhausen, dan yang paling mematikan ada di Auschwitz.
These were the last relatively peaceful moments together, before being driven into the gas chambers and murdered. May their souls rest in peace. Picture courtesy by yadvashem.org
Sambutan kedatangan yang jauh dari bayangan mereka. Di camp konsentrasi mereka dipaksa berbaris, digunduli dan ditelanjangi lalu dibagi menjadi dua kelompok. Pria dan wanita yang masih sehat dipaksa bekerja di pabrik tanpa dibayar. Tidur berjejalan di barak tanpa air dan toilet layaknya binatang. Hidup segan, matipun enggan. Makanan yang diberikan juga sedikit, tidak heran gadis seperti Anne Frank meninggal karena kekurangan gizi di camp seperti ini.
Gas Chamber in Mathausen Camp. Picture courtesy by Furtherglory
Sementara orang sakit, manula, wanita hamil, bahkan anak kecil yang ga tau apa-apa. Mereka dijejalkan masuk ke kamar sempit dengan deretan ‘shower’ diplafon. Keran pun dibuka, perlahan gas beracun keluar dari ‘shower’ dan mengisi seluruh ruangan. Binasalah mereka bersamaan! Kesadisan yang diluar batas akal.
The gas chamber in the main Auschwitz camp. Picutre courtesy by scrapbookpages.com
Picture courtesy by Wikipedia
Ga berhenti sampai disitu, jasadnya yang sudah mati maupun cuma pingsan dijejalkan di tungku krematorium, dan dibakar! Proses pembantaian instan layaknya industri pabrik. ‘Solusi’ dari pria terkejam di muka bumi, Adolf Hitler. Pria yang ingin menyeragamkan Jerman dengan segala cara. Dia menganggap ras nordik sebagai bibit unggul, ras Yahudi tak layak hidup bersama mereka, dan sudah sepantasnya dimusnahkan.
The visit will leave you a different person. The memorial is a reminder of humanity’s best and worst. Don’t climbing on it and even jumping. It’s not appropriate.
Holocaust berasal dari kata Yunani yang berarti ‘whole – massal’ dan ‘burnt – dibakar’. Pembantaian massal terburuk sepanjang sejarah. Penganiayaan dan pembunuhan lebih dari enam juta orang Yahudi yang terjadi pada tahun 1941-1945.
Memorial to the Murdered Jews of Europe
2,711 columns forming a vast mazelike Holocaust memorial, with an underground exhibition room
Cora-Berliner-Straße 1, 10117 Berlin
Hours: Selasa – Minggu 10AM–8PM
Entrance is Free
Direction: Holocaust Memorial Google Maps Location
4. Eating Mustafa Gemuse Kebap
So, i came at 5 PM. I had to wait in line patiently for 1.5 hours. The queue is crazy. It’s worth the wait though
Antri satu setengah jam saya jabanin demi nyicipin kebap terbaik di Jerman. Untungnya sewaktu antri ada hiburan. Seorang petugas pengantaran bertubuh gempal dan pendek, memarkir mobilnya secara sembarangan di tengah jalan. Saya heran, kok mobilnya ga diparkir rapi di kanan jalan. Orang-orang pun pada ngeliatin. Pria pendek setengah baya berwajah Timur tengah turun dari mobil, lalu mengeluarkan tumpukan kardus besar dari bagasi dan masuk ke dalam gedung. Sepertinya petugas delivery.
Mobil dibiarkan begitu saja di separuh badan jalan. Saya pikir dia mau buru-buru. Ternyata engga. Sampai 20 menit kemudian, dia belum juga keluar dari gedung. Sampai akhirnya mobil polisi tiba. Eng ing eng, kena lo! 3 orang Polisi dengan rompi tebal menanyai salah satu orang dari antrian.
Begitu tersangka keluar, langsunglah dia diciduk. Saya menyaksikan terjadi perdebatan diantara mereka. Diakhiri dengan polisi memberikan semacam surat tilang. Mereka pun berpisah dengan damai. Ternyata ada manusia yang merasa jalan miliknya sendiri juga di Berlin. Sama kaya emak-emak yang sen kiri tapi belok kanan di Indo!
The owner is friendly and fun. They take their time to cook and serve them with a smile despite the huge queues. ‘Where do you come from? Japan?’ ‘Nah, i’m from Indonesia!’
Did you know Doner Kebab was invented in Berlin? Berlin memiliki populasi orang Turki terbesar di luar Turki. Menurut legenda, pada awal tahun 70-an, imigran Turki Kadir Nurman menciptakan kebab döner unik. Daging dan salad Turki yang biasanya disajikan di atas piring, dia sajikan diatas roti.
Dari makanan restoran yang mewah, berubah menjadi street food yang merakyat. Kebiasaan warga Berlin yang suka berpesta sampai malam, membuat roti doner kebap makin populer. Abis ajib-ajib, mereka nyemil kebap sambil kongko-kongko.
Mustafa’s Gemuse Kebap
The best chicken kebab in Berlin. No beef and no veal. Fresh, cheap and full of flavour!
Mehringdamm 32, 10961 Berlin
Hours: Senin – Minggu 11AM–2AM
Cash Only
Direction: Mustafa Gemuse Kebap Google Maps Location
Akhirnya tiba giliran saya untuk memesan. Karena sudah antri lama, saya ga mau rugi. Saya pesen GemüseKebap seharga 2.80 Euro buat makan di tempat dan Dürüm seharga 4.30 Euro untuk dibawa pulang. Lumayan buat breakfast keesokan harinya. Setelah kebap ditangan, saya mampir ke minimarket di depan Mustafa untuk membeli aqua. Beli dimart 1 euro dapet botol gede! Dibanding beli di kios kebap yang cuma dapet 500ml. Betul, sepokil itulah saya.
Beautiful mess. The price just 2.80 Euro but what you get is really huge portion. The slice of meat that melt with sauce and fresh vegetables, it’s so tasty and flavourful! I never expected to eat such nasty delicious kebap
Dengan ganas, saya mengunyah roti pita yang berisi sayur segar dan daging beraroma. Gigitan pertama membawa lidah saya berdansa. Enaknya minta ampun! Yang bikin stand out rasa bumbunya yang kuat. Meleleh sempurna dengan keju feta, terong, paprika dan bawang putih. Ternyata antrian panjang disini ga berbohong. This place deserves its reputation. It’s not instagramable but surely enjoyable!
After years on traveling, I’ve finally realize that the best way to get to know a new culture is through the food. Smell it. Taste it. Eat it. Repeat.
Lidah kita memiliki memory abadi yang ga gampang hilang
5. Gendarmenmarkt Square – Konzert Haus, French Cathedral, and Deutscher Dom
The city’s world-renowned culture and art, Konzert Haus, where some of the world’s best ballet, opera and German music and theatre is held. They’re are lit up at night
Hari sudah larut malam saat saya tiba disini. Keramaian sudah tak terlihat. Yang tersisa hanyalah gedung-gedung tua bersejarah ditengah alun-alun luas nan modern. Ada dua gereja serupa tapi tak sama, Französischer Dom dan Deutscher Dom. Keduanya mengapit gedung konser Konzerthaus Berlin.
Meski ga sempet nonton orkestranya, saya terkesan dengan arsitekturnya yang keren. Area disekitarnya dipenuhi shopping mall, hotel mewah, restoran kekinian dan night market. Tiap sudutnya instagramable abis!
Gendarmenmarkt
Public square lined with three impressive buildings: The German and the French Cathedral and Schinkel’s Konzerthaus.
Gendarmenmarkt, 10117 Berlin
Direction: Gendarmenmarkt Google Maps Location
The city’s world-renowned culture and art, Konzert Haus, where some of the world’s best ballet, opera and German music and theatre is held
6. Checkpoint Charlie
The most famous crossing point between East and West Germany during the time of the Berlin Wall. Now it’s a tourist spot that boasts of a double-tap worthy sightings
Titik penyeberangan perbatasan antara Jerman Barat dan Jerman Timur pada masa perang dingin. Plank putih bertuliskan ‘You are now leaving the American Sector’, menjadi pemisah antara kapitalisme dan komunisme, kebebasan dan belenggu. Perbatasan yang diakhiri dengan runtuhnya tembok Berlin pada 9 November 1989.
‘Benteng pelindung anti fasis’ begitulah pemerintah Jerman Timur menyebut tembok Berlin. Mereka membangun tembok agar warganya tidak bisa melarikan diri menuju kebebasan di Jerman Barat. Lebih dari 2.000 orang berhasil melarikan diri sebelum tembok ini dibangun.
Selain tembok pemisah, Jerman timur membangun 300 menara pengawas untuk menghentikan siapapun yang berusaha melarikan diri. Banyak orang yang tewas ditembak, karena nekad melewati tembok Berlin.
The adjacent museum, the House at Checkpoint Charlie shows how desperation drove East Berliners to all kinds of creative escape attempts over, under and through the wall. Escapes would hide cramp into tiny cars, and a person actually hidden in a false gas tank
At the height of the Berlin Crisis in 1961, USA and Soviet tanks faced each other here
Tempat yang dulunya begitu menegangkan, sekarang menjadi area komersial. Terdapat foto besar prajurit muda Amerika menghadap ke timur. Di sisi lain, tentara Soviet menghadap ke barat. Foto yang mewakili kebuntuan pada tahun 1961. Kebuntuan yang berujung saling baku hantamnya tank Amerika dan Soviet.
Checkpoint Charlie
Landmark boundary marking east and west Berlin with a white sentry guard house and cobbled border line
Friedrichstraße 43-45, 10117 Berlin
Direction: Keluar dari pintu Exit U Kochstr U6 Checkpoint Charlie’s Google Maps Location
7. Fuhrerbunker – Hitler’s hiding bunker
Site with nothing to see, tempat parkir! Tempat yang dulu menjadi tempat persembunyian Hitler. Di awal tahun 1945, disaat tentara sekutu dan NAZI terbaring diantara reruntuhan, Hitler dan orang terdekatnya mundur dan bersembunyi di ruang bawah tanah.
Hitler’s Bunker
Notorious site of Hitler’s underground bunker where he committed suicide, now covered with parking
In den Ministergärten, 10117 Berlin
Open 24 hours
Direction: Fuhrerbunker Google Maps Location
A stone’s throw away is the place where Adolf Hitler hid during the end of World War II (WWII), which is a normal parking lot right now
Saya pergi ke tempat ini disaat orang masih lelap tertidur. Suasana makin terasa mencekam. 30 April 1945, tepat di ruang bawah tanah tempat parkir ini, Hitler bunuh diri dengan menembekkan pistol ke kepalanya sendiri. Seminggu kemudian, perang di Eropa pun berakhir.
Berlin keeps many tales. The stories of the East and West Berlin, the stories of the past, the present and the future, stories of former tragedies and modern liberality
8. Eating Pretzel
Pretzels infused with butter. Legend has it that pretzels were invented by a monk in Italy who folded dough into the shape of a child crossing its arms in prayer
Make sure to eat something you haven’t tried before. Sebenarnya saya udah pernah nyobain Pretzel di Cologne. Permukaan rotinya yang crunchy dan dalemannya yang kenyol membuat saya rindu. Pretzel isi mentega ini saya beli di kedai roti stasiun, sesaat sebelum menuju ke Prague. Pas banget disantap di pagi hari bersama hot latte.
An old city with a young heart. One of the coolest and most diverse cities in Europe
Malam itu saya yang sempat tertidur, tiba-tiba terbangun mendengar suara langkah kaki memasuki ruangan. Saya pun menoleh. Ternyata dia cewe sexy yang akan tidur di sebelah saya. Saya yang tadinya mau lanjut tidur, perlahan membangunkan diri ke posisi duduk. Kemudian tanpa saya duga, gadis itu berkata.
‘Hi, may i borrow your charger? I see you had the same type of iPhone’s charger on your bed. Sorry, i left my charger in my friend’s house’
‘Yeah, sure’
Kami pun berkenalan. Dia orang Kanada bernama Lauren. Wanita semampai berambut ikal kecoklatan, berhidung mancung, dan bermata biru. Wajahnya sedikit kerusia-rusiaan. Cantiknya kaya boneka. Tatapan dan cara bicaranya memancarkan aura sensual. Tipe wanita yang bisa bikin pria ‘glek’ pada pandangan pertama. Perfect stranger.
Kamar saya harusnya berisi delapan orang, tapi malam itu cuma ada saya dan dia. Berawal dari charger, kami saling bercerita. Malam itu dia mengenakan tank top ketat dengan belahan lebar, baju ala artis Hollywood yang tinggal kamu swipe, maka terlihatlah gunung kembar. Tanpa sadar, saya memandanginya dari atas sampai bawah. Pinggangnya kecil, tapi pantatnya nonggeng.
Lauren curhat dia berakhir di Hostel karena pergi dari rumah pacarnya yang selingkuh. Karena terburu-buru, dia sampai lupa membawa charger. Oh, ternyata begitu. Emosi membuatnya lupa. Kami ngobrol kurang lebih sampai 1 jam. Mulai dari soal hostel favoritnya yang ada penutup korden, teman kencan, pekerjaan, travel, sampai bertukar Instagram.
Lauren bercerita kalo dia bekerja part time di Berlin sebagai baby sitter. Dia mengasuh kedua anak yang lucu-lucu. Sexy dan keibuan, sempurna! Saat saya bertanya kenapa mukanya mirip pembunuh berdarah dingin dari Rusia, dia menjelaskan dengan bersahabat, karena orang tua nya campuran bule Amrik dengan Scandinavia.
‘Can i go there?’ tanya Lauren karena penasaran dengan cerita saya soal kebap terenak di Berlin. Lalu dia duduk di pinggiran kasur sebelah saya. Sewaktu saya menunjukkan foto Kebap di iPhone, lengannya yang sedikit menempel di bahu saya, deg…. deg… deg…
‘Did you try this GemuseKebap before?’ tanya saya.
‘Nope, i’m Vegetarian’
‘Oh, that’s why you have a great curve. Just like Scarlett Johansson. I think you had this kind of sex appeal’
‘Oooh… thank you. Yeah, a lot of my friends said that. But i’m not sure is it good thing or bad thing’
‘Surely it’s good. It’s not every girl have this kind of Hollywood body.’
‘But i’m not tall’
‘Really? I don’t think so’
Sehabis itu saya dan dia berdiri, membandingkan tinggi badan kami. Dari asetnya yang padat, ternyata Lauren setinggi leher saya. Sepersekian detik mata kami bertemu.
‘Nah, you’re perfect. You’re in cute mode. A perfect version for asian guy like me’ ujar saya menggombal.
Dia tersenyum. ‘So how long will you stay in here?’ tanya dia.
Ingin rasanya mengajak dia ke bar di bawah hostel ini. Sayangnya, malam itu malam terakhir saya di Berlin. Saya harus bangun pagi buta keesokan harinya untuk mengejar kereta ke Prague. Dan saya ga mau rugi tiket kalo sampe ketinggalan.
Jadilah malam itu saya menutup pembicaraan dengan hendak mandi malam, agar besok paginya langsung berangkat. Lauren pun mengembalikan charger iPhone dan turun ke bar sendirian.
‘Have fun’ ujar saya.
‘Thank you. Just be carefull, maybe when i’m drunk. I can jump to your bed without notice.’
‘Glek’ Saya menelan ludah. Berimajinasi bahagia dan berharap semoga itu terjadi.
Keesokan paginya, saya tak melihat ada dia diranjang sebelah saya. Sementara barang-barangnya masih disana. Hmmm…
Saya merasa sedikit menyesal tak mengajaknya kencan malam itu. Kelamnya Berlin di masa lalu, sekelam hati saya saat itu.
It’s hard to wait for the person in ur life especially when the wrong ones are so yummy and hot! Betul, semakin tua saya semakin mesum bijak
Berlin. Kelam Yang Memaksa Diingat FOMO - Fear of missing out. Penyakit gatal ngecek iPhone berkali-kali meski ga ada notifikasi. Gejala yang membuat kita…
#Berlin#Bradenburg gate#Bunker#Checkpoint Charlie#Destinasi wisata di Berlin#French Cathedral#Fuhrerbunker#Hittler#Holocaust Memorial#hostel terbaik di Berlin#How to get around Berlin#Konzert Haus#Mustafa Gemuse Kebap#Naik transportasi umum di Berlin#Paris to Berlin by Flight#Pretzel#Reichstag Building#S-bahn#things to do in Berlin#tiket transportasi di Berlin#tram#travel#U-bahn#Where to buy Public Transportation tickets in Berlin?
0 notes
Text
Salah satu tempat terbuka menyenangkan yang ramah anak dan gratis adalah Kebun Bibit Surabaya. Terletak di Jl. Manyar No. 80 A Surabaya, dibuka dari jam 8 pagi – 5 sore. Sebelum pulang balik ke Bali, kami sempatkan mengajak anak-anak main ke sini. Karena selama bertahun-tahun tinggal di Surabaya saya belum pernah sama sekali mengunjungi Kebun Bibit. Padahal dulu waktu bolak-balik kuliah di ITS ya sering melewati Kebun Bibit dari berbagai sisi jalan.
Taman ini luas banget, ternyata dikenal juga sebagai Taman Flora. Tapi karena kawasan ini digunakan sebagai tempat pembibitan maka dari itu disebut sebagai Kebun Bibit juga. Kami mengunjungi kebun bibit di Minggu Pagi dan suasananya rameee banget. Meski rame tetap aja nggak crowded kok karena luas tamannya yang memadai dan lega. Ada tempat parkir di sisi pinggir jalan untuk mobil. Lalu di dekat pintu masuk banyak berjajar pedagang mainan dan makanan. Selain itu juga terdapat kawasan kantin yang teduh.
Saat sampai di Kebun Bibit kami sempat beli batagor dan siomay lalu makan duduk lesehan di atas trotoar. Untuk minumnya kami membeli es jeruk peras. Next oma Kalki juga membeli nasi dan ayam goreng di kantin untuk dibawa ke dalam taman. Masuk ke taman beberapa pedagang mainan menjajakan mainan dan balon. Tentu aja bikin Kalki dan Kavin tergoda, tapi mereka nggak ngotot minta beli kok, cuma lihat-lihat aja.
Di dalam taman atau Kebun Bibit ini kami langsung menuju ke spot bermain anak. Ternyata wahana bermain anak yang tersedia di titik ini adalah wahana permainan fitness semua. Lucu ya… ada beberapa yang masih kegedean alatnya buat dicoba oleh Kavin hihihi. Selain itu tetap masih ada ayunan dan jungkat-jangkit. Tapi unik deh, karena alat permainannya ini bertema gym atau fitness. Untuk main wahana permainan anak-anak, harus antre karena peminatnya banyak.
Di area permainan ini anak-anak bermain sambil disuapi omanya. Setelah selesai makan siang, kami memutuskan untuk menjelajah tempat lainnya. Kami berjalan ke arah tempat bermain yang lainnya, di sana ada prosotan, ayunan besar untuk beramai-ramai dan ada tempat-tempat duduk juga di setiap spot bermain. Bahkan tak jarang orang buka tikar buat lesehan dan berpiknik.
Hampir semua area Kebun Bibit sudah tertata rapi dengan paving blocks. Tapi ada suatu area yang dibiarkan beralaskan tanah, yaitu wahana bermain outbond. Di sana ada rumah pohon, wall climbing dan tali-temali yang tergantung dan diikat di sepanjang atau antara pohon besar. Kalki sempat jatuh karena berusaha berjalan di atas seutas tali besar tapi karena ada anak-anak lainnya yang juga menaiki tali, maka tali menjadi bergoyang dan Kalki kehilangan keseimbangan.
cepet adik Kavin, antrean mulai mengular
Ada wall untuk panjat dinding berwarna-warni untuk anak-anak tetapi nggak terlalu tinggi kok. Kalki sempat nyobain sebentar aja lalu di tertarik yang lainnya. Oh ya, Kavin juga sempat jatuh saat berjalan di area tanah ini karena apa? Tersandung akar pohon! Maklum di area ini terdapat beberapa pohon besar dan akarnya udah menjalar kemana-mana. Area outbond ini dekat dengan toilet. Untuk menggunakan toilet tidak bayar, kok. Tetapi tetaplah jaga kebersihan, ya!
Saat kami berkunjung kesana ada seperti community hall untuk acara temu komunitas atau gathering. Kebetulan memang sedang ada semacam talk session saat itu di sana. Jadi kalau kalian mau mengadakan kopdar atau sharing session bersama-sama bisa, nih dilaksanakan di Kebun Bibit Surabaya. Selain itu ada kolam besar yang dipagari berisi kura-kura kecil dan beberapa burung, sepertinya burung bangau.
adik Kavin kegirangan ditembak gelembung balon oleh kakak kenalan baru
Di dekat area kolam, ada lagi kandang hewan yaitu rusa atau menjangan. Kita bisa memberi makan rusa, karena di dekat kandang ada bak berisi sayuran. Kami petik saja sayurannya dan membiarkan anak-anak yang memberikan makan ke rusa-rusa tersebut. Anak-anak memang antusias sekali memberi makan rusa. Selain kandang rusa, ada juga kandang burung berisi merak. Oh ya, kebun ini jadi semacam mini zoo, ya? Plus ada tempat belajar dan perpustakaan pula. Cuma kami tidak mengunjunginya.
Selama kami disana tempat ini cukup bersih. Banyak tersedia tempat sampah dimana-mana untuk memudahkan pengunjung membuang sampahnya. Ada juga kolam air mancur mini di tengah taman. Untuk cuci tangan, ada lho disediakan washtafel dan sabun di suatu titik. Saya pun bisa mencuci tangan anak-anak saya saat mau makan snack.
Kami sangat menikmati menghabiskan waktu bersama anak-anak di Kebun Bibit. Di beberapa pohon juga dilengkapi dengan keterengan nama-nama pohon yang terdapat di Kebun Bibit. Ini pertama kalinya bagi saya dan anak-anak mengunjungi Kebun Bibit dan sangat puas dengan fasilitas ruang terbuka ini. Saya tentu mau kesana lagi jika ke kembali ke Surabaya. Kalau kalian tertarik?
❤️Intan Rastini
Kebun Bibit Surabaya Salah satu tempat terbuka menyenangkan yang ramah anak dan gratis adalah Kebun Bibit Surabaya. Terletak di Jl.
#Destinasi wisata keluarga di Surabaya#ruang publik terbuka ramah anak di Surabaya#Tempat wisata flora dan satwa di Surabaya#tempat wisata gratis di Surabaya
0 notes