#berurai
Explore tagged Tumblr posts
Text
Yang tidak pernah terlihat keluh kesahnya di hadapan manusia, bukan berarti hidupnya selalu baik baik saja
Bisa jadi ia hanya pandai menutupi kepiluan yang sedang dirasakannya di hadapan manusia, sedang di hadapan-Nya seringkali berurai air mata.
93 notes
·
View notes
Text
Mungkin Aku memang belum siap
Aku adalah orang yang memiliki banyak keinginan, meski pun keinginanku itu tak membuat ku terlalu berambisi untuk mendapatkannya. Satu sisi, ketidak ambisi-an itu memiliki dampak positif, tapi di sisi lain juga memiliki dampak negatif. Dampak negatifnya adalah membuat ku mudah menyerah dan berpuas diri dengan apa yang ku dapatkan. Menjadikan ku tidak memiliki cukup keberanian untuk memperjuangkan. Bahasa sederhananya, menjadikan ku mudah menyerah bahkan sebelum benar-benar memulai. Masalah yang sebenarnya tak begitu besar akan dengan mudah menghambatku untuk melanjutkan apa yang telah aku mulai. Disinilah kelemahan diriku yang sangat merugikan, menyerah. Hal ini berbuntut pada banyak sisi. Menjadikanku pribadi yang tak kuat dalam memegang komitmen yang telah dideklarasikan dan mudah sekali goyah. Keinginan yang tak begitu kuat dalam mendapatkan sesuatu membuat ku mudah melepaskannya. Hingga pada akhirnya tak ada apa-apa yang ku dapatkan. Ya, lemahnya daya juang menjadi masalah yang besar dalam perjalanan hidupku hingga saat ini.
Beberapa hal yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir membuat ku kembali tersadarkan. Aku kecewa dan merasa terluka dengan fakta yang ku hadapi. Sebuah fakta yang membuat ku jatuh. Tepatnya, membuat hati ku benar-benar perih. Pada aku siapa aku kecewa? Tak lain pada diriku sendiri. Karena tak ada yang bisa ku salahkan. Pihak di luar diriku hanyalah perantara untuk membuat ku merasakan ini. Jika dipikirkan lagi, tak ada yang salah dengan mereka, setidaknya tidak bersalah padaku. Aku saja yang overthinking dan pada akhirnya membuat ku merasakan sakit karena ulahku sendiri. Ingatan tentang hal-hal itu seketika membuat ku merasa perih, sesak, dan berurai air mata. Tak ada yang bisa ku pikirkan selain luka yang terus kurasakan. Hingga akhirnya, perasaan terluka itu mengacaukan semuanya. Lalu menyadarkan ku kembali. Menarik ku ke permukaan dan membuat ku menyadari kesalahan.
Aku yang seakan terjatuh sangat keras itu merasa tak sanggup bangkit. Untuk sesaat mengabaikan semuanya. Ibadah yang seharusnya aku perjuangkan, komitmen yang seharusnya aku pertahankan dan kupegang erat. Aku mengabaikannya, lalu aku dengan mudahnya menyerah pada komitmen yang sebelumnya aku niatkan. Hingga akibat kecerobohan dan kelalaianku itu memukul telak diriku. Sebuah nasihat sederhana yang seharusnya telah ku ketahui selama ini benar-benar terasa menusuk dan menyadarkanku. Sebuah komitmen untuk menyelesaikan satu hal yang ku khianati, sebuah juang yang padanya aku dengan mudahnya mengambil kata menyerah, berakibat pada kerugian orang lain yang aku tak sadari. Orang lain yang tak mendapatkan kesempatan sepertiku, sedangkan aku yang mendapat kesempatan itu menyia-nyiakannya begitu saja. Sebuah laku adab yang kulalaikan pun, membuat orang lain melihatku dengan kecewa. Ya, teguran-teguran kecil namun tepat sasaran itu membuatku tersadar.
Bagaimana mungkin aku mendapatkan apa yang aku inginkan sedangkan aku masih lemah dalam memegang tanggung jawab, masih lemah dalam memegang komitmen, dan masih lemah dalam berjuang. Tentu saja, hal ini jelas menandakan aku belum siap. Wajar jika akhirnya luka menyadarkanku untuk memperbaiki apa yang masih salah. Wajar teguran ini aku dapatkan, dan luka aku rasakan. Hal ini bukan mengartikan Allah tak sayang, tapi malah menunjukkan begitu sayangnya IA, masih menegur kelalaian hamba dan menyadarkan apa yang terlalaikan. Terimakasih pada luka, segala puji bagiNya atas jatuh yang IA berikan. Jika tak terluka, mungkin aku tak akan segera memiliki kesadaran. Ya, aku menyadari bahwa sesungguhnya diriku belum siap, belum siap dalam mendapatkan hadiah-hadiah terbaik dariNya. Karena untuk menerimanya, aku diharuskan membuktikan bahwa diriku layak.
#notes#self love#my writing#life quotes#selfreminder#renungan#adult life#personal post#journey#personal#muslim reminder
2 notes
·
View notes
Text
IBU
Ibu masih suka menyisipkan namamu dalam doanya, diam-diam saat tidak ada yang mendengar.
Ibu betah menunduk lama-lama kalau kamu menjadi topik yang sedang ia pinta, tak jarang sampai berurai air mata.
Ibu mengusahakan apa saja, siapa saja, untuk membantunya menjagamu yang paling berharga.
Sebab sama sepertimu yang pernah mendengar detak jantungnya dari dalam, ibu mengenal dan menyayangi seluruhmu.
Dari berhasil dan gagal, dari bingar dan diam, dari berpunya dan telanjang. Tak pernah berhenti siang maupun malam.
3 notes
·
View notes
Text
Kehilangan akan mendewasakan meskipun rasanya pahit. Beberapa hari yang lalu berbincang dengan seorang rekan kerja yang baru saja kehilangan Ayahnya. Dengan berurai air mata, ia menceritakan banyak kenangan dan value dirinya yang menurun dari Ayahnya.
Saya pun rasanya turut flashback mengingat Bapak yang juga telah pergi lebih dulu. Selepas ia bercerita saya hanya mampu berkata "tidak ada kehilangan yang mudah, bahkan entah sampai kapan pun, memori itu akan selalu terpanggil di waktu yang kadang tidak pernah terduga".
Tak lama setelahnya kami berbagi insight tentang makna kehilangan. Walau pahit, tapi mendewasakan kan? Katanya kepada saya. Dengannya ia memaksa kamu untuk segera bangun, ikhlas, dan menata kembali semuany. Seakan dipaksa terbang dengan satu sayap. Tidak apa-apa. Nyatanya kamu bisa, kan?
Setelah menerima, menguraikan rasa, saatnya untuk berterima kasih kepada-Nya, dengan jalannya, hari ini kamu bisa tetap bertumbuh melewati segalanya.
Selasa, 26 Maret 2024 / 15 Ramadhan 1445 H
9 notes
·
View notes
Text
Siapa pula yang ngambil IELTS tiap kali expired dua tahun sekali? saya.
**
The first time I took the exam was around 4 years ago. Although I admit it was the longest test preparation, I never expected to get a 7 the first time.
Persiapan pertama kali mungkin sekitar 6 bulan sampe hampir setahun. Sejak baca blognya kiky edward, saya mulai nyusun jadwal belajar sendiri dan nyari-nyari resources yang direkomendasiin. Ketika gap year dan jadi santri di utrujah, I woke up for around one until two hours each night to practice. Karena akses pondok terbatas, latihan reading, listening, speaking dan writing hampir semua sendiri. I finished a box full of cambridge practice books, especially for the reading and listening part. Saya juga izin sama musyrifah biar dibolehin bawa HP untuk dengerin audio. Sementara untuk writing dan speaking kalau bisa minta review temen, atau ga rekam dan review sendiri. Jadwal tidur saya sepenuhnya terbalik dari jadwal santri yang lain, ketemu temen-temen pas kelas dan jam sholat aja. Definisi beneran jadi 'kalong'.
As I gradually needed feedback for my writing and speaking, I applied for the IELTS class di NEC. Although it was a Saturday weekly and wasn't intensive, it felt like a private one since I was the only student.
In the arabic classes, struktur nyusun kalimat saya mulai kecampur-campur. Studying English at night while studying Arabic during the day has made my brain jumbled.
However, the hardest part was enduring the boredom to be consistent with the routine. Bukan apa-apa, ketika itu fokus kerjaan saya cuma tiga: bahasa inggris, ujian murajaah dan bahasa arab, dimana masing-masing menuntut standar yang lumayan tinggi, dalam periode waktu yang lumayan lama, dengan sarana refreshing yang sangat minim.
There were times when I felt like I wanna puke.
One note to myself from this period is; I was so focused on myself, that I forgot others. Ambisimu akan masa depan tidak sepantasnya membuatmu lupa akan kewajibanmu untuk memenuhi hak orang lain saat ini. Termasuk didalamnya hak orangtua, keluarga dan teman-temanmu akan waktu dan dirimu. Jangan sampai kamu menyesal karena tidak terlibat dalam momen berharga yang bisa membuatmu bersyukur di kemudian hari.
A certain dramatic experience: I was almost disqualified from the speaking test. Dengan bodohnya, rentang waktu antara tes sebelumnya dan tes speaking dipake buat balik dulu untuk sholat dan istirahat. Iya, waktu itu masih underestimate jalanan jakarta. Alhasil telatlah hampir satu jam. Di perjalanan udah sepenuhnya pasrah sama hasil dan bersiap dengan kemungkinan terburuk. Sampe tempat tes, entah panitianya mungkin ikut kasian sama muka saya yang berurai air mata dan akhirnya tetep dibolehin langsung masuk. Lucunya, pengalaman ini jadi bahan cerita saya di tes speaking yang ketiga.
Please bear with the long post ya, ini baru tentang tes pertama :))
The second test was actually a sudden test. The previous one annoyingly exactly expired before I applied for IISMA, hence the need for a new one.
It was a computer-based test, jadi materi belajar semua diganti online buat ngebiasain pake komputer. Latihan cenderung lebih mudah karena ga perlu belajar banget dari '0'. I'm also glad to find www.ieltsonlinetests.com for practices. Waktu itu ga sempet nyari partner buat writing dan speaking, jadi sepenuhnya semua review sendiri. Karena yang penting skornya jangan sampe turun, strateginya juga masih sama kayak tes yang pertama; utamain maksimalin skor dari yang dianggap kuat (reading dan listening), lainnya bismillah aja deh. Makanya nilainya pun masih sangat jomplang, apalagi sama writing.
I didn't have other particular responsibilities, so I could focus on studying quite well. I was able to do other things and paid attention to the house since it was during the online lecture period. The challenge was adapting to the online format while having a relatively short preparation time. Still, Allah kindly gave me a higher score than before and I'm grateful for that.
The last one (hopefully). Motivasi terbesar buat rajin untuk tes ketiga adalah duit. I wanna make sure it's worth the money, you see. Seenggaknya jangan sampe turun lah, sayang tiga juta (wth the price got higher each time:").
But the higher you set the previous bar, the higher you should aim for the next one.
It still seems difficult to aim for 8.
Persiapan agak intensif sekitar tiga bulanan, 'agak' karena harus nyambi kerja. The challenge was to maintain the balance; berusaha sebisanya buat dapet hasil terbaik, jangan sampe ganggu kerjaan -yang mana harus berangkat pagi dan pulang malem-, jangan sampe lupa rumah, dan jangan lupa buat 'hidup'. 'Hidup' dalam artian terpenuhi ruh, jiwa, diri dan sosial.
Akhirnya luangin waktu belajar seenggaknya sejam sebelum shubuh atau sebelum pulang kerja. Selain juga konsisten nongkrong tiap jumat sore di luar buat belajar, buka buku atau apa gitu. Sampe-sampe kalo pulang cepet orang-orang pada heran, 'tumben pulang cepet' haha. I feel bad for bapak-bapak yang biasa nungguin buat ngunci ruangan sih.
Reading dan listening masih latihan cuma dari www.ieltsonlinetest.com aja. Strategi untuk kali ini berubah, I wanna focus more on the writing part. Saya sadar kalo skornya masih kurang aman, dan sadar juga kalau academic writing emang masih payah padahal paling dibutuhin buat jangka panjang. Akhirnya dibantu pake ikut academic writing course-nya LBI buat nunjang skill writing secara umum, sementara latihan intensif pribadinya dibantu tektokan sama chatgpt (wkwk what an experience being trained by an AI). Sementara untuk speaking, saya buat appointment sekitar seminggu sekali selama sebulan terakhir sama beberapa native di Italki. Plusnya via Italki bisa lebih fleksible dan variatif ketemu orang, dengan partner yang mayan profesional karena ada fee, tapi dengan fee yang bisa menyesuaikan dengan dompet pribadi.
Well, the results show my writing and speaking were still the lowest. It passed the minimum at least. However, not even in my dream would I expect to get a 9 on one of my results. It feels like all those paper readings, intentionally or not, were actually worth the time.
During the last period, I often questioned myself; Why should I do this hard? Haven't I done enough for English? Isn't it okay to do it modestly? Isn't it better to do other languages instead? While I meet strangers online and pour my thoughts into writing, I renew my motivation.
An international test is a way to validate your capacity based on an internationally recognized standard. However, language is beyond a test.
Jika fungsi utama bahasa adalah untuk berkomunikasi, maka bukankah tidak ada batasan untuk berkomunikasi? Semakin baik kamu bisa berkomunikasi, semakin baik pula pesan disampaikan dan dipahami antara kamu dan lawan bicara. Semakin tinggi penguasaanmu akan bahasa, semakin luas juga range caramu dalam berkomunikasi dengan berbagai lawan bicara. Meskipun selalu ada kemungkinan salah paham dan miskomunikasi yang berujung konflik, tidak ada salahnya terus mengasah kemampuan. Harapannya yang tercipta adalah kesepahaman bersama, baik dengan cara menyampaikan (active) ataupun memahami (passive), baik secara lisan (speaking and listening) dan tulisan (writing and reading).
Dengan kata lain, akan selalu ada alasan dan ruang untuk berkembang, meskipun skor mu sudah mencapai band 9.
Ya, meskipun kita pahami pula kalau komunikasi tidak hanya tentang bahasa, sebagaimana bahasa tidak hanya tentang komunikasi.
***
Early days when I was in the UK, I lost my confidence.
I repeatedly apologized for my English. I repeatedly asked people to repeat their talks.
The language barrier is real. However, the fear of being embarrassed and humiliated is worse. It is especially worsened when it hinders you from interacting and connecting with others.
No matter how many people reassured me that my English was good, even if I knew my IELTS score was sufficiently high already, I couldn't shake the negative thinking off my head. Consequently, I frequently shut myself in the room. Defense mechanism, they said.
At the end of the day, a score might mean nothing when it does not help you brace yourselves outside the room. On the other side, bravery means everything when it comes to using everything in your hand to survive.
.
.
I take pride in preparing for the exam mainly by myself. Because then I know that I am able to count on myself to achieve my own purpose. Then, I recognized the blessings I have; that I was able to navigate through the help of others. Hopefully, all of these will help me being responsible and adapting to any situation in the future.
15 notes
·
View notes
Text
[Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim] - Salim A. Fillah
Buku terakhir yang aku baca sampai berurai air mata :". Buku lama, bukunya Ustad Salim A. Fillah yang judulnya Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim. Kayaknya bakal jadi salah satu buku yang wajib punya cetaknya dan harus sering-sering dibaca ulang. Aku sendiri udah pernah khatam buku ini pas jaman SMA atau kuliah lupa deh. Jujur, sekarang udah gak terlalu inget juga buku ini bahas apa aja :'', makanya waktu nemu buku ini di rak buku di rumah akhirnya kuputuskan untuk kubaca ulang.
Dulu, yang bikin aku pengen banget beli buku ini adalah judul dan quote di cover depannya. Nggak tahu ya setiap baca kata-kata Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim itu ada yang berdesir di dada. Kayak, takut banget nggak sih kalau orang2 lihat kita justru meragukan keislaman kita karna kita sama sekali nggak mencerminkan seorang muslim.
Btw, buku ini belum selesai kubaca ulang. pengen mendalami banget isi bukunya jadi nggak mau buru-buru aja (kedok, padahal mah emang lagi males aja). Tapii kebetulan waktu asal buka bukunya malah nemu satu part pembahasan di buku yang kemudian bikin aku sesengukan.
Aku kira, dengan kehidupanku yang sekarang (jadi pegawai di salah satu lembaga pemerintah), aku sudah cukup. Tapi satu part pembahasan di buku itu justru bilang, Rasulullah mengajarkan bahwa menjadi pengusaha, businessman, berwirausaha adalah hal yang harus menjadi cita-cita seorang muslim, bukan self employee apalagi employee murni. Satu saja kalimat itu kemudian membuat air mataku mengalir.
Waktu itu aku lagi di posisi banyak banget kerjaan di kantor sampai 24 jam waktuku habis untuk kerja. Aku pernah berangkat jam setengah 7 pagi, pernah pulang jam 9 malem, sabtu minggu buka laptop, bahkan mimpi-mimpi dalam tidurku pun tentang pekerjaan. Hanya untuk kemudian menyadari bahwa apa yang aku lakukan ternyata jauh sekali dari apa yang Rasulullah ajarkan, jauh sekali dari cita-cita seorang muslim.
Setelah membaca satu part itu, aku masih jadi pegawai di lembaga pemerintah. Masih sering overwork karna kerjaan nggak abis-abis. Masih menjalani 7.30 sampai 16.00 ku berulang-ulang. Tapi aku ingin, suatu hari nanti aku bisa mengikuti apa yang Rasulullah ajarkan sebagai cita-cita seorang muslim.
Yah ada bagian yang bener sih di part itu, bahwa menjadi pegawai mengurangi keberserahan diri kita kepada Allah karna kita punya kepastian gaji dan lain lain. Tapi dalam kasusku aku justru merasa paling dekat dan berserah kepada Allah waktu lagi banyak kerjaan. Misalnya waktu menghadapi responden yang sulit didata, aku jadi rajin berdoa supaya Allah melembutkan hati responden itu. Atau waktu harus ke lapangan yang jauh dan jalannya jelek, aku berdoa supaya motorku nggak tiba2 mogok atau bocor di tengah jalan. Juga waktu lagi padat2nya deadline dan semua agenda bertabrakan, aku berdoa supaya Allah lancarkan semuanya. Aku percaya, kalau bersamaNya semuanya akan baik-baik saja.
Bagian paling tidak menyenangkan dari menjadi muslim dan menjadi pegawai adalah waktu kita tidak fleksibel. Contohnya waktu Ramadhan kemarin. Kalau jadi pengusaha mungkin bisa mengatur waktu sedemikian rupa agar satu bulan Ramadhan bisa fokus beribadah. Kalau jadi pegawai, mana bisa~~
Baiklah sekian curhat berkedok review ini, semoga ada hal baik yang bisa diambil :)
5 notes
·
View notes
Text
Suka Kepikiran
Pikiran manusia atau orang lain kita ngga bisa baca, bahkan kadang jalan pikiran kita sendiripun tidak bisa kita tebak. Maka itulah perlunya komunikasi. Seringkali, kita sebagai makhluk sosial lebih mengandalkan insting untuk menginterpretasikan segala hal.
Misal, "oh dia matanya sembab, mungkin habis nangis, mungkin sedang banyak pikiran, mungkin habis putus cinta dan sebagainya" padahal bisa jadi sembab matanya dia karena lelah bersimpuh mengadukan semuanya pada sang pencipta sambil berurai air mata. Kaya gitu nggapapa banget, artinya naluri perhatian kita terhadap orang lain tuh ada, kita prihatin kita memperhatikan kita perhatian. Tapi entah yang sering aku temui, naluri perhatian justru menjadi keliru ketika persepsi-persepsi yang kita buat atas kondisi orang lain kita sampaikan kepada orang-orang banyak diluar sana bahwa persepsi kita itu benar. Kita ceritakan pada lainnya bahwa teman kita yang bermata sembab itu sedang bersedih hati, patah hati atau lainnya. Yang tanpa kita sadar ternyata kita sedang membumbui masakan di panci orang lain. Bumbu-bumbu yang justru menjadi yang namanya "fitnah". Ini baru soal sembab, coba kalau soal cerita lain. Kita sering ga sadar, padahal sederhana, kita bisa komunikasikan ke yang bersangkutan ada apa, alihkan perhatian kita pada sebuah pertanyaan kepeduliaan, pada sebuah perhatian dengan saling support. Tanpa perlu berniat ada intensi untuk membawa cerita - cerita ini pada orang lain. Agaknya masa ini, orang lebih memilih menjadi pembawa berita dibandingkan menjadi bahu bagi lainnya.
2 notes
·
View notes
Text
Bertahan
Beberapa tahun lalu, aku menerima sebuah pesan berbunyi:
"Pril, bunuh diri itu dosa ya?"
Seketika aku langsung berpikir, ada apa dengan temanku? Seberat itukah permasalahan yang sedang dihadapi temanku ini hingga ia bertanya demikian? Kenapa sampai tebersit dalam pikirannya untuk mengakhiri hidup?
Setelah mendengar ceritanya, aku merasa tidak berdaya untuk menolongnya sama sekali. Sebab, aku tidak pernah mengalami apa yang ia alami, dan aku juga tidak berada di dekatnya. Kalau saja jarak lokasi rumah kami terhitung dekat, ingin sekali aku datang padanya dan menenangkannya meski hanya dengan memberinya pelukan. Sayangnya, kami jauh. Aku juga bingung mau memberi saran apa.
Aku membayangkan kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja. Mungkin, pada saat menghubungiku, ia sedang berurai air mata. Mungkin saat itu dia juga sedang kalut tak keruan. Atau, mungkin juga saat itu dia ingin menumpahkan segalanya, tapi tak ada seorang pun yang memihaknya. Tak ada seorang pun yang mendengarnya.
Sebagai temannya, tentu aku pun turut merasa sedih. Terlebih lagi, ketika aku tidak bisa menolongnya, kecuali hanya memberinya saran. Itu pun jika saranku dirasa membantu.
Singkat cerita, entah bagaimana temanku itu berhasil melewati masa-masa terberatnya. Ia mampu bertahan melawan badainya. Temanku telah membuktikan bahwa dia adalah satu di antara perempuan-perempuan kuat yang pernah kukenal.
Jujur, judul buku antologi keduaku ini mengingatkanku padanya. Sekarang, dia telah menjalani kehidupan baru. Aku senang melihat dirinya yang sekarang, terlihat lebih ceria dan bahagia.
Di dunia ini, setiap kita pasti punya ujian masing-masing. Pernah mendengar pepatah,"Every cloud has a silver lining"? Pepatah tersebut bermakna bahwa setiap permasalahan pasti ada solusinya. Yang pasti, solusinya bukanlah putus asa, apalagi memutuskan untuk mengakhiri hidup. Yakinkan diri bahwa akan tetap ada harapan bagi mereka yang tidak menyerah.
Kalau kamu sedang ada di masa-masa sulit, temukanlah alasan untuk bertahan. Kamu bisa menemukannya dari mana saja. Entah itu dari dirimu sendiri, dari lingkungan sekitar, atau bahkan dari cerita pengalaman orang lain.
Barangkali, buku ini bisa membantumu menemukan alasan untuk bertahan. Sebab, dalam buku ini tertulis cerita yang menginspirasi dan pengalaman hidup para penulisnya. Salah satu penulisnya adalah aku.
Dalam buku ini, aku menceritakan perjalanan hidupku yang juga tak mudah. Aku telah banyak menemui kegagalan. Namun, seberat apa pun lika-liku hidupku, aku tetap memilih untuk bertahan. Dan ternyata, kegagalan telah membantuku menemukan hal baru yang ingin kulakukan sepanjang hidupku.
Mohon doanya, semoga tulisanku dalam buku antologi ini membawa manfaat dan bisa menjadi penyemangat bagi siapa pun yang membacanya—entah itu mereka, atau mungkin kamu juga. 😊🙏
(21 April 2024| 12:48 WIB)
#life#tulisan#selfreminder#motivasidiri#daily reminder#life qoute#motivasi#nasehatdiri#cerita#writers on tumblr#penulisbuku#penulis#bukuantologi#buku#pecintabuku#nonfiksi
6 notes
·
View notes
Text
Malam ini penuh sekali dengan hikmah.
Malam ini juga kembali merasa menemukan diri sendiri yang telah lama hilang dan terkurung dalam kekecewaan serta kesedihan.
Berjalan, menghadiri acara, dan berkeliling di wilayah asing hanya seorang diri. Rasanya benar-benar seperti kembali dari 0 dalam berkenalan dengan diri sendiri.
Aku suka dengan aktivitas ini, yang mampu berperan sebagai penyeimbang dari hiruk pikuk interaksi dengan banyak makhluk.
Dalam kesendirian, muncul beribu dialog dengan diri sendiri, tentang apa yang telah ia hadapi, tentang apa yang sedang ia rasakan, tentang apa yang masih membelenggunya dan tentang progress pencapaian cita-cita yang pernah ia impikan.
Tanpa tersadar, ia telah melalui berbagai dinamika kehidupan, merasakan kehilangan dan kepergian yang menyedihkan, merasakan kekecewaan dan berbagai ujian yang telah berhasil dilalui dengan berurai air mata pada setiap malamnya.
Tidaklah ringan semua yang telah kau lalui, namun kau masih mampu bertahan tanpa berbagi beban sedikitpun dengan makhluk lain. Kau hebat wahai diri. Terima kasih telah berjuang sejauh ini. Terima kasih telah kuat, terima kasih telah sabar, terima kasih untuk segala ketabahan yang kau hadapi.
Mari kita kembali jalan beriringan, menjelajahi bumi pertiwi yang begitu indah dengan keanekaragamannya. Mari menemukan insan-insan baik lainnya untuk mengisi tempat di hatimu yang telah usang dan dirusak oleh mereka yang memermainkanmu.
Maafkan dan pergi tinggalkan, jangan pernah menahan seseorang yang memang tak ingin menetap. Bukankah berharap dengan makhluk merupakan seni terindah untuk mengukir sakit hati ? Yuk kita mulai hidup baru, bismillah ya. (:
-----------------------
Bekasi, 24 Juli 2023
FA
7 notes
·
View notes
Text
Pasrah Seorang Hamba
Ya Allah, Hamba berserah pada Mu atas segala jalan cerita dan takdir yang telah Engkau gariskan untuk hamba. Walau tak jarang dalam menjalani prosesnya harus dengan berurai air mata, walau kadang seperti tak tahu lagi apa yang harus diperbuat, walau tak jarang terasa sakit atas kondisi yang menghimpit, walau yang bisa dilakukan sebatas bertahan.
Tak mengapa Ya Allah, asal jangan Kau cabut iman dalam dada, asal Engkau Ridho kepada Hamba, asal Engkau tetap bersama Hamba dalam sepahit apapun episode hidup ini. InsyaAllah hamba Ikhlas Ya Allah. Asal Engkau suka, Hamba terima.
Yang hamba yakini, segala apa yang terjadi dalam hidup ini, adalah yang terbaik dari Mu. Terimakasih Ya Rabb, telah memilihku sebagai salah satu Hamba Mu. ❤
Sabtu, 11/11/23
4 notes
·
View notes
Text
Pada suatu hari yang tenang, datang seorang teman yang baru saja menikah dengan kekasih hatinya yang sudah menjalani masa penjajakan bertahun-tahun. Ia bercerita panjang lebar dengan berurai air mata.
"Ternyata aku tidak pernah bener-bener mengenal lelaki yang sudah menikahiku saat ini." Kalimat itu keluar dari bibirnya yang bergetar hebat, dengan isak tangis yang tak lagi terbendung.
"Ha? Maksudnya?" Respon ini terlontar begitu saja, saking tidak bisa mencerna maksud dari kalimatnya.
"Dia tidak pernah benar-benar mengharapkanku. Ternyata dia terikat utang piutang ratusan juta, judi online, tidak punya pekerjaan, tidak bisa diajak komunikasi, punya perempuan lain di belakangku." Tangisnya makin pecah. Aku seketika tertegun, menahan napas dalam-dalam.
Aku hanya bisa memeluknya erat, mendengar ceritanya, menyeka air matanya, mengusap pundaknya perlahan. Ia tidak sedang membutuhkan masukan, tidak juga ingin menerima banyak pertanyaan, ia hanya mau didengar, mengutarakan sesak hatinya yang mengganjal selepas pernikahan.
Pikiranku terus mengumpulkan banyak puzzle-puzzle yang berhamburan. Mereka sudah dekat selama 8 tahun, waktu selama itu apakah tidak cukup untuk sebuah perkenalan dan saling memahami satu sama lain?
Ah, ternyata memang tidak ada batasan waktu untuk bisa saling mengenal, ya? Selain karena selama pendekatan kita hanya membersamainya beberapa jam saja di antara 24 jam yang ada. Pun juga pada kenyataannya, setiap orang berubah, disadari atau tidak. Sebagian berubah jadi lebih baik, sedang sebagian lainnya berubah sebaliknya.
Selepas pertemuan dengan salah seorang teman itu, aku akhirnya berkaca dengan diri sendiri, tentang luka batin yang perlu disembuhkan dengan tertatih sejauh ini. Ternyata, patah hatiku tidak semenyakitkan itu.
Betapa berlebihannya diriku, kupikir, ditinggalkan kekasih hati begitu saja tanpa kata pamit setelah sekian tahun menjalani komitmen dan penerimaan adalah rasa sakit yang teramat sangat. Ternyata, ada yang pada akhirnya bersama, tapi justru saling menyakiti. Dan itu adalah rasa sakit dengan luka yang makin bertambah menganga setiap detiknya.
2 notes
·
View notes
Text
Sidang Kasus Kekerasan oleh Selebgram Cut Salsa, Ibu Korban Berurai Air Mata di Pengadilan
INGATLAH – Sidang dugaan kekerasan terhadap anak di bawah umur yang melibatkan selebgram asal Pekanbaru, Salsabila Alwani atau yang dikenal sebagai Cut Salsa (21), kembali digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (22/1/2025). Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi, dengan menghadirkan teman korban, Ridho, dan ibu kandung korban, Weni. Di hadapan Majelis Hakim yang…
0 notes
Text
Tidak ada bahasa rindu hari ini. Tidak ada bahasa rindu di hari-hari berikutnya. Selamanya.
Tidak ada sapaan hari ini. Tidak ada sapaan hari-hari berikutnya. Selamanya.
Aku harap ini keputusan terbaik. Untukmu, juga untukku.
Meski berurai air mata, aku tidak ingin menghalangi langkahmu. Jika itu keputusanmu. Aku yakin kamu juga berat untuk mengambil sikap.
Yang perlu kamu ketahui, hari ini masih untukmu. Namun, berusaha aku tutup. Setidaknya, aku ingin membohongi diriku sendiri. Agar kamu dapat terus melangkah.
Salamat tinggal.
0 notes
Text
Gaada Akhlak!
"Gaada akhlak!"
Begitu aku melabeli diriku kala itu, banyak PR besar soal akhlak yang membayangi diri, membuatku ingin segera menyelesaikannya. Maka hari itu kuputuskan belajar kembali di asrama mahasiswi.
Ternyata benar, kita akan menemukan apa yang kita cari. Tiga tahun penuh pasang surut di rumah cahaya. Melewati berbagai macam model "penempaan" di luar nalar: kerap diminta berdiri saat kelas, dipanggil ummi selalu, dilarang pergi main, tidak diizinkan menginap di luar, dibebankan amanah ini itu, deeptalk hingga berurai air mata dengan ummi…
Sadar tidak sadar, tiga tahun itulah yang betul-betul membentuk diriku. Menjadi Fanin yang tidak sumbu pendek, Fanin yang riang, Fanin yang suka tersenyum dan tertawa meski dilanda berbagai persoalan:)
Fanin, terus semangat memperbaiki diri yaa <3
0 notes
Text
Uninstall Social Media
Mengambil keputusan besar diusia yang tak lagi belia, tentu membuatku bertanya-tanya. Menghabiskan banyak air mata pula, dan yang bisa kulakukan? Hanya mengadu pada-Nya.
Tapi jika ditanya, apakah jika ada kesempatan lagi akankah kembali? Tentu saja dengan sadar walau berurai air mata, aku akan menjawab tidak mau, jika hanya menjalin hubungan yang tak diridhoi-Nya. Sebesar apapun aku mencintai makhluk-Nya. Sebesar itu pula aku mengecewakan-Nya karena memilih perjalanan yang salah.
Aku sadar, tak ada cinta yang lebih indah selain akad pernikahan. Namun, aku terjebak dalam hubungan yang bahagia, tapi semu di mata-Nya.
Tapi, selain karena hal itu. Aku pun menyadari, bahwa aku belum selesai dengan diriku sendiri. Berkali-kali aku bicara, berkali-kali ia meyakinkan, dan berkali-kali pula aku menyakitinya.
Tuntutan demi tuntutan. Harapan demi harapan. Yang kita uraikan, tak pernah berujung dengan kesepakatan yang pasti.
"Iya nanti sabar dulu ya." Katanya menenangkanku.
"Tapi aku belum siap" jawabku.
Lantas, untuk apa hubungan yang kita lalui selama 5 tahun ini dipertahankan. Jika kita sana-sama belum siap secara lahir batin.
Menunggu 1 tahun lagi tanpa kepastian?
Menunggu 2 tahun lagi tanpa kesiapan?
Menunggu 3 tahun lagi?
Bukankah waktu adalah zat yang tak pernah lagi kembali bila kita menyia-nyiakannya? Dan saat dia memilih untuk berhenti karena lelah, walau tubuhku mematung, mataku berlinang, senyumku hilang, wajahku pucat pasi.
Di saat itu juga aku memilih untuk menghilang tanpa kata yang mampu menenangkannya.
Kata mereka, "kan bisa bertumbuh bersama, kan bisa diusahakan bersama, kan, kan, kan"
Tapi mereka lupa, tak ada keberkahan dalam hubungan itu. Sebesar apapun kau mencintainya, bukankah kau masih ingin sehidup sesurga bersama seseorang yang kamu cintai? Dan jawabanku adalah pergi meninggalkannya juga.
Katanya, yang dapat membelokkan takdir adalah dengan berdoa. Maka, yang bisa kulakukan saat ini adalah berdoa untuk kebaikanku, memohon ampunan-Nya, dan mendoakannya.
Setiap manusia yang patah, pasti ia berdoa dengan putus asa dan berucap "yaa Allah, pertemukanlah kami diversi terbaik kami, dan siap untuk menjalankan rangkaian ibadah terpanjang bersama-sama"
Apakah aku juga? Iya.
Kata orang, ada banyak orang yang lebih baik, ada banyak orang yang lebih tampan/cantik, ada yang lebih, lebih ini lebih itu. Tapi jika bukan dia orangnya, apakah kita bisa menjalankan segalanya dengan bahagia dan hati terbuka?
Tak ada yang pasti bukan? Dan aku percaya dengan kekuatan doa. Aku masih berharap dan masih dengan doa yang sama, ingin bersujud bersama dengannya, setiap hari. Melakukan kewajiban-kewajiban kita sebagai hamba-Nya bersama-sama.
Lalu, jika pada akhirnya dia memilih yang lain? Tak apa. Aku menghargai apapun pilihannya. Dia berhak bahagia dengan pilihannya. Apapun itu.
Dan kau tahu, aku menghapus semua aplikasi sosial media yang aku pasang di smartphoneku agar aku tak lagi stalking tentangnya.
Apakah kau ingin melupakannya? Tidak. Bagaimana aku melupakannya? Aku selalu dirayakan olehnya.
Namun, aku ingin melalui jalan yang lebih diridhoi-Nya jika memang dia jawabannya. Dan tak lagi mengetahui kabar tentangnya, adalah caraku agar tetap waras dalam proses yang sedang aku perjuangkan. Aku usahakan.
Dia ingin memiliki pendamping yang baik. Aku juga.
Jadi kau sudah tau kan apa jawabannya?
Belajar. Bersyukur. Berdamai. Dan banyak Berdoa. Menjadi hamba-Nya tak mudah. Dari pada menyesal esok hari, aku lebih memilih sakit hari ini. Walau tak mudah juga, ada kalanya sedih sekali, ada kalanya ayo semangat. Jangan menyerah.
Tugas kita di dunia itu untuk beribadah kepada-Nya dan memuliakan orang tua. Urusan pasangan, bonus jika Allah kasih kesempatan. Kata orang doanya jangan memaksa, tapi kata sebagian yang lain gapapa minta saja.
Ya Allah, jaga hatinya untukku. Jika Engkau mengizinkan.
Dan jaga hatiku untuknya, jika Engkau mengizinkan.
Hanya Engkau lah Yang Maha Mengetahui Segala yang Ada di Langit dan Bumi.
13 November 2024
1 note
·
View note
Text
Seperti Laut kepada Langit
Kehadiran dan kepergian memang biasanya satu paket. Makhluk kecil itu tiba-tiba hadir, membawa keriaan kembali di dalam rumah. Tangis dan tawanya melengking, annoying tapi tetap menyenangkan. Senyum lebar dan tertawa lepas di setiap orang yang kusebut rumah tak henti-henti ada.
Kukira dunia berhenti di kebahagiaan itu.
Ternyata aku salah. Mama yang sangat bahagia kehadiran anggota keluarga baru harus pergi, ke rumah baru. Rumah yang barangkali menyelesaikan rasa sakitnya.
Di hari pemakamannya, aku bisa menahan air mata. Demi tidak mendulang rasa kasihan dan terlihat tegar. Air mata yang bertumpuk pada hari pemakaman itu, ternyata berurai sepanjang waktu.
Obrolan tiap hari yang tidak lagi ada. Cerita harian yang entah sekarang harus kuceritakan pada siapa. Kebahagiaan yang perlu kubagi. Cerita tentang cucunya yang lucu dan pintar. Doa-doa yang kuminta untuk ini-itu. Pelukan hangat yang selalu kutunggu tiap aku pulang. Dering telepon yang sehari bisa tiga kali.
Ke mana lagi akan kucari itu semua?
Rasanya air mataku tak habis-habis. Doa-doa mengalun sepanjang napas. Semoga rasa sakit selama ini menjadi penggugur dosa, ya, Ma.
Sekarang, aku lebih tidak bisa menahan air mata. Aku lebih cengeng. Aku bisa saja menangis di dalam kereta, di stasiun, di kafe, di jalanan, di playground, tak perlu ditanya jika malam-malam atau dalam sujud sholat. Semoga air mata dan doa-doa ini bisa melapangkan jalan Mama.
Tak pernah aku merasakan rindu sedahsyat ini sebelumnya. Hanya saja jika mengingat kembali, barangkali ini memang jalan terbaik jika dibandingkan dengan rasa sakit yang ada dalam tubuhnya.
youtube
Bahagia, senang, dan tenang, ya, Ma. Meski tidak tahu harus menjalani hidup seperti apa tanpamu, kami akan menjalani hidup versi terbaik kami sebagaimana yang Mama lakukan selama ini.
Depok, 1 Oktober 2024, 19 hari setelah kepergian Mama ternyata tidak membuat air mata habis.
0 notes