#bararaking
Explore tagged Tumblr posts
house-of-rivers · 5 years ago
Link
So good I had to share! Check out all the items I'm loving on @Poshmarkapp #poshmark #fashion #style #shopmycloset #bararaking #ralphlaurenpurplelabel #firelosangeles: https://posh.mk/s79JQ95Wr0
0 notes
atriii · 3 years ago
Text
[Bandung, 30 juli] Niskala dan Jalan Allah.
.
Sebuah objek yang kembali ku ramu dalam sebuah prasa bernyawa; Niskala. Meski tak sempurna; cintanya kepada Allah begitu indah, memiliki sabar yang kokoh dan tak mudah roboh; tak ringkih apalagi rimpuh, juga tak rapuh. Niskala. Wanita biasa dengan akhlak yang menyeru agar terpelihara menjadi sebaik-baiknya perkasa, dia Niskala.
"Jid!" Suara kecil yang menuntut atensi penuh agar segera mungkin menoleh padanya dengan langkah perlahan melewati riuh bararak para manusia yang sebagiannya seakan tengah dikejar waktu dan ingin memuaskan dunia.
Aku tahu betul syal pada tulang belikatnya adalah rajutan dari ibuku.
"Assalamu'alaikum. Maaf telat. Ayo ke tempat biasa yang banyak bintangnya, disana udah banyak orang Jid!" Runguku mengakses setiap oktaf, mendapati nafas tercekat setengah putusnya.
"Waalaikumsalam. Kamu lama, kenapa bisa sampai telat? Kita gak bisa pergi terlalu malam. Enggak baik walau kita berdua ini sahabat".
"Ya Allah Jid, kamu tahu? Aku tadi sempat berbagi gagasan sama orang tentang islam. Makanya terlambat. Kamu pasti paham gimana semangatnya aku kalau udah soal islam dan Al-Qur'an"
Tanpa perlu wicara, tanpa sebuah aba atau klausa, malam ini; gagasan, ide, pendapat, persepsi, maupun sudut pandang akan menjadi satu temu dari dua titik yang berbeda.
Kaki kami tertuntun melewati riuk pikuknya metropolitan menuju tempat terbaik untuk sekedar membagi tiap pertanyaan yang bertahta pada kepala.
"Barangkali selama ini semesta dijadikan judul para pecinta dunia; pujangga, sampai menjadikannya diksi dalam sajak yang indah, aku lebih suka nyebut ini milik Allah".
"Bukannya memang milik Allah?"
"Jid, kamu gak paham? Berapa banyak kasus orang-orang mengatakan ketika cintanya pada manusia tak berseru, tandanya semesta tak setuju pada mereka. Atau bahkan mereka berterima kasih pada semesta karena dipertemukan dengan orang yang dicinta, diantaranya ada yang meminta agar semesta mau memihak mereka, bukannya mereka harus meminta itu kepada Allah? Kenapa harus semesta? Dan kenapa permintaan mereka hanya untuk kebahagiaan dunia?"
"Entahlah Kala, aku pun gak tahu. Bagaimanapun itu kembali pada niat mereka. Apa benar-benar meminta pada semesta atau hanya sebuah kiasan saja".
"Yaudah, lupakan. Menurut kamu semesta diciptakan untuk apa?"
"Agar kita senantiasa tahu kebenaran dan kebesaran Allah..."
'khalaqallāhus-samāwāti wal-arḍa bil-ḥaqq, inna fī żālika la`āyatal lil-mu`minīn'
'Allah menciptakan langit dan bumi dengan hak. Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang beriman.'
"Bener, Jid. Selain itu semesta diciptakan Allah untuk jadi fasilitas mengabdi. Bodoh banget kalau kita nyia-nyiain kesempatan yang sesempit ini waktunya. Apalagi kalau berpaling denhan seneng-seneng di dunia, seakan mau hidup selamanya".
"Kadang aku nanya Kala, berapa lama waktu kita di dunia ini? Coba kita normalisasi, anggap aja umur kita hanya ada 60 tahun, yakin itu cukup? Syukur kalau bisa sampai 60 tahun dan dikasih kesempatan sama Allah. Gimana kalau cuma 30 tahun? 20 tahun? Wallahu a'lam"
"Aku bahas ini jid sama seseorang tadi, sampai pembahasannya di fase jalan menuju Allah, karena untuk mencintai-Nya dan berada di surga-Nya kita harus di jalan-Nya, kan? Menurut kamu jalan Allah itu apa?"
"Jalan Allah hanya satu yaitu jalan yang lurus, al-shirat al-mustaqim
وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ ۚ��َلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهٖ ۗذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
'Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.' (Q.S. 6:153)
Jalan Allah itu gak membawa kita pada kesesatan, tapi pada beberapa perkara yang emang sekiranya itu baik untuk kita baik pada dunia maupun di akhirat. Pada kelapangan dan kebahagiaan, kebenaran ataupun hal hal yang baik untuk kita"
"Yaaaa!! Kita sangat sefrekuensi, aku sangat suka tema kita malam ini jid. Menurut kamu jalan yang lurus dalam surah Al-Fatihah, itu apa?"
"Jawabannya pada ayat 7.
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." (Q.S. 1:7)
"Jidan! Kita sepaham. Aku mau lanjutin. lanjutan ada pada 4 : 69. Yang diberi nikmat, siapa?
Nabiyyin, shadiqin, syuhada, Shalihin.. Nikmatnya apa? Aku berani sangsi, gak ada nikmat terindah selain kebenaran. Nikmat percaya. Nikmat iman dan Islam. Terlalu klise karena sering banget diucapin di ceramah sampai kita sendiri luput dari makna nikmat iman dan Islam. Kenapa aku berani bilang begini, karena yang disebut nikmat bagi aku adalah selamat. Meskipun tertatih, aku menikmati itu. Berarti.. menurut aku, jalan Allah adalah jalannya para nabi, shodiqin, syuhada, shalihin"
Aku berhenti melangkahkan kaki, mendongak untuk menatap bintang di langit malam dam merasakan dinginnya aurora pada katulistiwa. Lamat lamat ku pandangi Niskala yang turut berhenti, aku tersenyum. Jika saja syukurku atas kehadirannya sebagai seorang sahabat ini dapat ku piagamkan, entah berapa puluh piagam yang telah ia terima.
"Meski sakit tapi untuk selamat, apapun harus dilwatin. Kaitannya erat dengan berperang di jalan Allah. Siap berperang, siap ngerasain nikmat selamat. Nikmatnya iman, nikmatnya damai, nikmatnya mencintai Allah.. gak ada perasaan senikmat ini, kan Niskala?"
Lantas ia mengangguk dan mengajakku menyusuri tiap tapak dan pijakan sebelum diri kembali kepada Allah.
"Berhenti mencintai manusia atau berhenti terikat dengan hubungan yang gak halal juga contohnya, sakit tapi itu gak akan seberapa dengan nikmatnya selamat. Berperang dengan nafsu sama aja berperang dengan syaitan"
Akhirnya hanyalah satu, nikmat dunia adalah sebaik-baiknya kesesatan yang nyata. Yang membuatmu bahagia pada dunia fatamorga, bisa saja menjadi penyesalan yang membawamu pada kesengsaraan akhirat.
3 notes · View notes
bentengsumbar · 2 years ago
Text
Catatan Pinta Nirwana: Tradisi Bararak di Pasaman | BentengSumbar.com
0 notes
itsdanystormborn · 7 years ago
Text
Sinbad no Bouken 167
A Long rant by me ^^ I’m at work and doing this as a side task, so beware of the usual things ( missreads, typos, i tried to not miss any stuff ) i will check it later and reblog it when i’m at home!  
This is only a fan translation, don’t forget to support the official releases of Snb and the MangaOne app if you can, and ►[Please don’t repost without giving credits. If you use this translation, don’t forget to share the link to this post!]◄
Update: Revised ^^
Night 167 “The determination to protect, the spirit to fight”
Tumblr media
(Page 1) The chapter starts on Ja’far, Vittel and Mahad side with a label that says:
*30 minutes before Sinbad returned to Sindria.
TN: Ja’far is fighting the dungeon creatures with his household vessel.
Ja’far: Bararaq Sei!!
 (Page 2) Sindrian worker: Everyone, Go and take shelter into the stockpile warehouse that is ahead this place! Please hurry up!!
Vittel:  Mr. Ja’far! It seems that the citizens of this neighborhood were instructed to evacuate.  Next thing is….
Ja’far: …. That means I’d be good if we confined those guys (TN: The monsters) in this place.
Vittel: They keep coming one after another, there’s no end to them.
Ja’far: Yeah, but…
Ja’far:  We can’t afford to give up right here.  Until the moment Sin comes back, we must do what we can. That is…
 (Page 3) The duty of the eight generals of the kingdom of Sindria!!
TN: And then they fight the creatures.
  (Page 4)
If it’s Daldar and the others, they must be successfully leading them. (TN: Daldar is the guy who spoke in page 2)
It’s because they have been in service since the days of the Sindria trading company. They are the ones who are most familiar with this country after us.
Ja’far: That’s right, we’ll all protect them together… this country and its citizens…
We’ll absolutely [ protect them] !!
  (Page 5)
TN: Ja’far & co reach the warehouse to find out that everyone has been killed. Shaka is standing on the middle of the massacre.
Shaka: …Oh? So, there were still survivors? …
  (Page 6)
Oh dear… The people of this country are troublesome.
Although they are what I would call lowly mere nobodies, they came out to be quite persevering.
TN: Shaka throws what he was holding and we can see that it was Daldar’s head... 
Shaka: … well, i guess it might be natural.
You are a bunch of traitors and yet, you really were under the wrong impression that you could build a country….
And if I were to speak about those stupid citizens, they were even more so.
  (Page 7)
Ja’far:  You mother fucker!!!!
TN: Then, Ja’far attacks him!
 (Page 8)
Shaka: darts….
How foolish… to use that against me is….
Ja’far: Vittel! Mahad!
Shaka:!!
TN: Then Vittel uses his super long arms and manages to grab him!!
Vittel: Surrender!
 (Page 9)
Vittel: Mahad, do it!!
 (Page 10)
TN: And Mahad hits him!
Vittel: Chief!!!  (TN: He calls Ja’far “Chief”, I guess fighting that way brought out memories)
Ja’far: Good job, you guys…
Let’s go!!
 (Page 11)
TN: And then Ja’far hits him with the power of his household.
Ja’far: Bararak Sei!!!
 (Page 12)
TN: But… it did nothing to him.
Shaka: So worthless. Those kinds of tricks won’t be effective on me.
  (Page 13)
Shaka: Fine,
If you are willling to defy me to that extent, i will kill you and won’t leave any dust behind.
Ja’far: you won’t leave a dust behind? I suppose that’s your way.   (TN: method, the way you work)
Ja’far:  Shaka, 
Even if you die i won’t forgive you.
  (Page 14) Let’s go! Vittel, Mahad!!
Vittel: Yeah!!!
.
.
That was all! ^^ Omg, these 3 look so amazing in this chapter! so it looks that Mahad and Vittel will go down together, what do you think? this looks like it will be epic and their last moments will be awesome but ahh! it’s also scary, since Shaka is so savage, i hope they manage to end him even if they have to go down too!
Thanks for reading ^^
98 notes · View notes
maviaynet-blog · 7 years ago
Photo
Tumblr media
Bursalı Kuzenler Gay Çıktı Merhaba sex hikaye okurları benim adım yaşar 18 yaşım var size anlatıcam hikaye gerçektir o zamanlar 17 yaşındaydım kuzenim(teyzemin oğlu) ile benim aramda geçdi kuzenimin adı ziya onunda 17 yaşı var çok uzatmadan hikayeye geçeyim bir gün annemle beraber teyzemlere gitdik ben ziyanın odasına gitdim ziya yeni bilgisayar almışdı amma internet bağlatmamışdı ben onun bilgisayarında oyun oynuyordum oda benim tel’imde sekse bakıyodu bir gay sexi biz onunla kücüklüyümüzden beri gay seks yapardık ben hep onun yaranı sakso cekerdim amma o benim yaramı azına almaz iyrenirdi amma ben Onu hep sikerdim oda beni sikerdi tapi küçük oldumuz için çokda zevk almazdık amma ikimizde büyümüşdük benim sikim 16 cm onun siki benimkiden büyükdü 18 cm amma benimki daha kalındı ziya sikini uzadarak bana yala dedi bende kabül etdim ve sakso çekmeye başladım ve ziya geliyorum dedi ve ben azımdan cıkardım çünkü ziya benim azıma bi defasında boşaltmışdı ve tadını beyenmiyordum ziya hepsini yere boşaltdı ben ziyaya yarın bize gelmesini söyledim yarın bizde hiç kimse olmuycakdı annemle eve döndük ve uyudum telefonun çalmasıyla uyandım arayan ziyaydı bana hiçbiyere gitmemi söyledi bize Gelecekdi gelirken bir şey isdiyormusun diye sordu bende bira ve sigara isdedim bize geldi ben biraları buz dolabına koydum sosun diye ve onu kanepeye oturtdum ve yaranı cıkararak sakso cekmeye başkadım 10 -15 daqqa saksodan sora boşaldı ve sıra bendeydi yazdım gibi o böyle şeylerden iyrenirdi onun için onu direk sikecekdim amma önce götünü yaladım bu benim hoşuma gidiyor sonra annemin odasından krem alıb getirdim ve göt delini kremlemek isdedim amma izin vermedi ve kremi sikime sürmemi isdedi bende sadece sikimi kremledim önce onu dombaldıb sikicekdim ve yavaş yavaş sikimi göt deline sokmaya Başladım girmiyodu zorladım baırmaya başladı yavaş diye barıyordu ve kendini çekmeye çalışıyodu amma beceremiyordu biraz itdikden sonra başı girdi biraz bekledim ve yavaş yavaş tamamını sokdum baırdı biraz bekledim ve ireli geri haraket ediyordum yine baırıyordu cıkar diye biraz sikince artık alışmışdı ve zevk alıyordu bende muhtiş zevk alıyordum biraz daha sikdikden sora sikimi cıkardım ve oturdum ve onuda kucama oturtdum ve kucamda zıplıyodu ve ben inanılmaz zevk alıyodum ve artık boşalıcakdım geliyo diye baırdım oda kucamdan kalkdı bende onun üzerine boşaldım şimdi sıra ondaydı bana sakso çekib yaranı kaldırmamı isdedi ve bende hemen sakso çekmeye başladım siki kocaman oldu bende ona sikini kremlemesini söyledim ve bende göt delimi kremledim ve önünde dombaldım ve oda sikini göt delime dayadı ve itdirmeye başladı canım inanılmaz acıdı ben kendimi çekmeye calışdım amma izin vermiyodu yavaş yavaş tamamını sokdu ve bende bararak cıkar diyodum amma beni dinlemiyodu acıdan kıvranıyodum biraz sikdikden sora yavaş yavaş alışmaya başladım ve zevk alıyodum sikini cıkardı ve bana kanepeye uzanmamı söyledi bende yapdım bacaklarımı omuzuna atdı ve sikini yeniden götüme sokdu artık acı yokdu zevk vardı suratına bakdım oda zevk alıyodu biraz sikdikden sora geliyo diye bardı sikini götümden cıkardı ve üzerime boşaldı sonra onun sikini azıma alarak sakso cekmeye başladım ve bir kez daha uzerime boşaldı ve ikimizde banyoya girdik yıkandık banyoda sikişmesekde ben yine sakso çalarak onu boşaltdım bu defa sutatıma boşaldı sora banyodan çıkdık biramızı icib sigarada içdik ve o evine gitdi benimde onunda götüde çok acıyodu ve götümüzün üzerine oturamıyoduk ve o günden sora yine gay seks yapdık onuda sora anlatıcam hikayemi okudunuz için tşk ederim
2 notes · View notes
gubuakkopi · 6 years ago
Text
Juni 2018 menjadi awal perjalanan kami bertujuh sebagai pendekarwati Daur Subur, sebuah platform yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam usaha mengarsipkan dan memetakan kultur pertanian di Sumatera Barat. Program ini memberi kesempatan pada kami untuk memperlajari kultur pertanian dari sudut pandang media berbasis komunitas. Program Daur Subur periode Juni-Agustus 2018 ini mengangkat tema “Bakureh” yang dikonsep dalam “Bakureh Project”, sebuah proyek memetakan aktivitas bakureh di lingkungan masyarakat Sumatera Barat. Pada awalnya, kami akan difokuskan pada bakureh sebagai kegiatan memasak kaum ibu dalam acara-acara besar seperti pernikahan, aqiqah, khatam, pengangkatan penghulu (batagak panghulu) atau bahkan upacara kematian. Namun, seiring berjalannya waktu, isu yang kami angkat berkembang, yakni mengupas bakureh lebih mendalam secara keseluruhan, baik itu dalam konteks memasak kaum ibu, maupun dalam konteks bekerja “berkuras tenaga”. Tujuh orang yang dimaksud adalah Sefniwati (Sefni), Nahlia Amarullah (Nahal), Olva Yosnita (Olva), Dyah Roro Puspita Amarani (Roro), Annisa Nabila Khairo (Ica), Nurul Haqiqi (Qiqi) dan saya sendiri.
Rangkaian pembekalan dimulai sejak tangal 1 Juni 2018. Pembekalan yang kami dapatkan berupa materi Literasi Media dari Albert Rahman Putra dan Delva Rahman di hari pertama. Dilanjutkan dengan materi Adat Istiadat Minangkabau dari Mak Katik dan Kultur Bakureh dari Bundo Kanduang Suarna di hari kedua. Pada hari ketiga, kami kembali medapat pembekalan dari Albert, yakni materi Metode Riset. Di hari terakhir pembekalan, yakni hari keempat, kami mendapat materi Kultur Bakureh sebagai Adat Istiadat Minangkabau dari Buya Khairani. Setelah rangkaian pembekalan tersebut, barulah kami memulai observasi awal pada sore hari di hari keempat, 4 Juni 2018 tersebut. Obeservasi awal dilakukan untuk mengumpulkan informasi awal mengenai bakureh, tradisi dan perempuan Minangkabau. Hasil observasi awal inilah yang nantinya akan menentukan fokus riset masing-masing pendekarwati. Observasi awal dilakukan secara terpisah namun tetap berkelompok. Diiringi oleh satu sampai dua fasilitator. Saya mendapat kesempatan bekerja sama dengan Nahal, dan diiringi  Riski dan Volta sebagai fasilitator.
Kelas Metode Penelitian bersama Albert Rahman Putra di Pandopo Taman Bidadari, Kota Solok, 3 Juni 2018. (Foto: Arsip Gubuak Kopi)
Suasan diskusi bersama Mak Katik dalam Lokakarya Daur Subur, dalam Rangkaian Bakureh Project di Kantor Komunitas Gubuak Kopi, 2 Juni 2018. (Foto: Arsip Gubuak Kopi)
Suasan diskusi dalam Lokakarya Daur Subur, dalam Rangkaian Bakureh Project di Kantor Komunitas Gubuak Kopi, Juni 2018. (Foto: Arsip Gubuak Kopi)
Suasan diskusi bersama Delva Rahman dalam Lokakarya Daur Subur, dalam Rangkaian Bakureh Project di Kantor Komunitas Gubuak Kopi, Juni 2018. (Foto: Arsip Gubuak Kopi)
Mencari Isu
Riski, Volta, Nahal dan saya berangkat dari markas Gubuak Kopi ke Koto Baru dengan mengendarai dua motor. Perjalanan dimulai sekitar pukul 3 sore. Di sepanjang perjalanan, saya tidak begitu memperhatikan keadaan lingkungan sekitar. Tapi, sekilas saya melihat bahwa Kota Solok sudah mengalami modernisasi. Kami sempat terjebak macet karena ada beberapa truk yang berjalan berpapasan di jalan yang tidak begitu besar, dan terdapat pohon besar yang cukup rendah di pinggirnya. Truk-truk tersebut sedikit kesulitan untuk melintas karena ranting-ranting pohon yang menjuntai ke tengah jalan dan tersangkut ke bagian atas salah satu truk. Truk terpaksa jalan perlahan sambil dibantu knetnya, agar pohon tidak tertarik dan rubuh. Dalam keadaan macet tersebut, tampaklah kendaraan bermotor yang mulai memadati jalanan, yang menurut saya, merepresentasikan  modernisasi yang dialami masyarakat Solok. Truk-truk yang membuat macet jalanan pun menunjukkan indikasi adanya “pembangunan” di sekitar Solok. Begitu pula dengan rumah-rumah yang berdiri di sepanjang jalan yang sudah berdinding batu dan tampak masih baru. Beberapa tanah lapang bekas persawahan juga mulai dibangun gedung, yang menurut perkiraan saya adalah rumah penduduk. Tidak banyak sawah luas yang terbentang. Tidak ada lagi rumah penduduk yang bergonjong, hanya beberapa gedung pemerintahan saja. Hal ini, menurut asumsi awal saya, juga dapat merepresentasikan keadaan sosial masyarakat Solok yang sudah mulai berjarak dengan adat budayanya.
Perhatian saya sempat terpaku pada bentangan sawah luas yang hijau di sisi kanan jalan, sebelum kejadian macet.  Di tengah-tengah sawah, terpasang nama “SAWAH SOLOK” . Ada  tiga  landmark yang terpasang. Saya, yang waktu itu berboncengan dengan Riski, menanyakan hal tersebut. Riski menjelaskan bahwa sawah tersebut milik masyarakat setempat yang juga dikelola oleh pemerintah sebagai destinasi wisata. Saya berasumsi bahwa “Bareh Solok” yang sering disebut-sebut itu barasal dari sini. Dan Riski mengamini asumsi saya tersebut sambil terus melajukan motor ke arah Koto Baru.
Tak jauh setelah kami masuk ke gang yang menuju rumah Riski, saya melihat sekilas aktivitas menjemur padi (maampai padi). Ada beberapa orang laki-laki yang sedang bekerja dan ada sekitar tiga-empat gundukan padi yang belum dikaka.  Pengamatan saya hanya sampai di situ karena Riski melaju cukup kencang sehingga saya tidak sempat mengajaknya berhenti sebentar. Saat di perjalanan pulang pun, saya sudah lupa dengan aktivitas tersebut. Padahal, pemandangan tersebut memunculkan asumsi baru di kepala saya bahwa mungkin saja tradisi dan adat istiadat Minangkabau di daerah sini belum seutuhnya luntur. Dan mungkin saja dalam aktivitas tersebut ada “bakureh” –nya.
Kiri-kanan: Volta, Ama, Risky (Belakang), dan Nahal di kediaman Ama
Rumah Riski berada di pertigaan antara jalan utama gang dan gang yang lebih kecil. Karena saya masih baru di Solok ini, saya tidak tahu ada apa di ujung jalan utama gang, dan ada apa di gang kecil tersebut. Saya dan Nahal hanya mengekor Riski dan Volta yang setibanya di rumah langsung saja masuk ke dalam. Ibu Riski (kami memanggilnya Ama), yang kemudian saya ketahui bernama Hermita, sedang memantau kerja tukang. Rumah Riski sedang dicat ulang, dan sore itu tukang sedang mengecat bagian atap ruang tamu.  Setelah dipersilakan duduk oleh Ama, Riski pun menjelaskan maksud kedatangan kami, yakni sedang mencari narasumber yang bisa ditanyai tentang bakureh. Ama menawarkan beberapa nama yang sekiranya paham perihal ini. Namun, Nahal langsung berinisiatif menanyakan pengalaman Ama. Ama dengan begitu saja menjadi narasumber pertama kami.
Menurut Ama, bakureh  merupakan tradisi yang sudah pasti selalu ada dalam acara-acara besar seperti pernikahan atau aqiqah. Sampai sekarang pun, aktivitas bakureh masih tetap ada meski di beberapa kasus, pemilik acara memilih memakai catering.
“Tapi di siko, alun ado yang saratus persen pakai catering sen. Pasti ado agak saketek bakureh juo (Tapi di sini (Koto Baru), belum ada yang memakai catering saja seratus persen. Pasti tetap ada yang bakureh untuk memasak makanan barang sedikit).”
Ama juga menjelaskan bahwa kesepakatan akan diadakannya bakureh, misalnya dalam suatu pesta pernikahan atau alek, sudah dibahas oleh keluarga sebelum mengundang para tetangga. Ada tiga tahap perencanaan alek secara umum. Pertama mendiskusikan rencana alek dan bakureh bersama keluarga inti atau disebut juga dengan Sipangka, sebagai orang yang menyelenggarakan alek. Tahap ini disebut baiyo-iyo sakaluarga, yakni tahap perencanaan. Kemudian, memberitahukan kabar tersebut kepada niniak-mamak. Tahap ini lebih dikenal dalam istilah lokal sebagai baimbau mamak. Tujuannya adalah meminta penilaian dan persetujuan dari niniak-mamak tentang perencanaan sebelumnya. Barulah setelah rencana disetujui, berita pernikahan disebarluaskan ke keluarga besar dan keluarga sasuku[1] dengan cara mengumpulkan keluarga besar, atau disebut dengan tahap babaua mamak. Rentang waktu yang dibutuhkan untuk melewati proses ini kurang lebih sebulan. Barulah setelah itu, Sipangka mengundang para tetangga untuk bakureh. Umumnya undangan ini disebarkan secara lisan dari rumah ke rumah oleh pihak Sipangka sekitar tiga hari sebelum acara. Namun, apabila pestanya cukup besar, yang akan dimasak juga biasanya akan lebih banyak, sehingga semakin banyak pula waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan makanan. Maka, biasanya tujuh hari sebelumnya para pelaku bakureh sudah mulai mengangsur mempersiapkan bumbu dan menggulai.
Sebelum kaum ibu memulai aktivitas bakureh dalam artian “memasak bersama”, kaum bapak biasanya bakureh dalam artian bergotong royong mendirikan tenda atau dapur dadakan untuk memasak, yang kalau di daerah Koto Baru disebut “Rumah Kajang”. Oleh sebab itu, istilah bakureh di Koto Baru pada zaman dahulu juga disebut “mandirian tenda”. Namun, pada zaman dahulu, tidak sebatas mendirikan Rumah Kajang, tetapi juga mendirikan tenda pelaminan, yang pada zaman sekarang tanggung jawab tersebut sudah diambil sepenuhnya oleh orang pelaminan. Setelah kaum bapak mendirikan Rumah Kajang, barulah kaum ibu mulai mempersiapkan bumbu dan memasak. Sehari sebelum alek, di saat makanan sudah selesai dimasak semuanya, makanan dimasukkan ke dalam sebuah ruangan yang disebut “Biliak Samba”. Malam harinya, secara alamiah akan berlangsung malam batanggang, yaitu malam makan dan minum bagi para muda-mudi sambil menjaga sambal atau lauk-pauk atau makanan yang sudah dimasukkan ke Biliak Samba. Malam batanggang disebut juga malam bajago samba (malam menjaga lauk-pauk).
Bekas Rumah Kajang tak jauh dari kediaman Risky. (Foto: Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Bekas Rumah Kajang tak jauh dari kediaman Risky. (Foto: Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Bekas Rumah Kajang tak jauh dari kediaman Risky. (Foto: Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Apa yang dijelaskan oleh Ama, sama dengan yang dijelaskan Bundo Kanduang Koto Baru, Tek Erih, yang menjadi narasumber kedua kami. Kami mengunjungi Tek Erih berdasarkan saran dari Ama, karena beliau dianggap sebagai orang yang paham dengan adat dan tradisi bakureh ini. Sekitar pukul 4 sore, setelah mengobrol dengan Ama, kami berempat beriringan ke tempat Bundo Kanduang. Sebelumnya, Riski memberitahu bahwa bangunan terbengkalai di sebelah rumahnya adalah contoh nyata “Rumah Kajang” yang dimaksud Ama. Bangunan tersebut terbuat dari bambu, mulai dari tiang-tiang penyangganya atau pondasi semi permanen, sampai ke kerangka atap. Kemudian, bagian atapnya ditutup dengan seng. Bagian kiri, kanan, depan dan belakang dibiarkan terbuka. Di tengah-tengah Rumah Kajang memang terlihat bekas api tungku. Sayangnya, Rumah Kajang tersebut sudah mulai tertutup semak belukar, dan menjadi tempat menaruh gerobak motor.
“Berarti Rumah Kajang tu emang dipadiaan tagak se yo, Ski? (Berarti, Rumah Kajang memang dibiarkan berdiri begitu saja, ya, Ski?)” tanya saya kepada Riski di perjalanan menuju rumah Bundo Kanduang.
“Ndak juo do, Kak. Biasanyo, babarapo hari setelah alek, Rumah Kajang tu dirubuahan. Tapi nan iko emang dipadiaan se jo Ibuk yang punyo alek, dek tanah tu tanah kosong. Jadi ndak ado yang tagaduah. (Tidak juga, sih, Kak. Biasanya, beberapa hari setelah pesta, Rumah Kajang akan dirubuhkan. Tapi yang ini memang dibiarkan saja oleh Ibu yang berpesta waktu itu, karena tanah itu tanah kosong. Tidak akan ada orang yang terganggu).”
Sesampainya di rumah Bundo Kanduang, kami tidak langsung bertemu Tek Erih, karena beliau sedang solat Asar. Kami menunggu di depan rumahnya sambil mengamati tanaman di depan rumah Tek Erih yang tumbuh subur. Saya juga terkejut saat melihat seekor Jawi atau sapi di samping rumah Tek Erih. Jawi tersebut menurut saya berbadan lebih besar dari yang pernah saya lihat. Cukup menarik bagi saya yang tinggal di kota Pekanbaru, yang jauh dari pemandangan seperti ini. Bagi saya keberadaan jawi ini atau ternak lainnya, serta banyaknya tanaman di pekarang rumah seseorang, menunjukkan kedekatan orang tersebut pada tradisi budaya dan adat istiadat. Artinya, asumsi awal saya tadi mulai dipatahkan, atau mulai berubah. Lingkungan kota Solok bisa saja sudah terkontaminasi modernisasi, namun sepertinya, di daerah kampong seperti Koto Baru ini, belum seutuhnya tercemar lajunya modernisasi atau perkembagan zaman, meski mobil dan motor sudah mulai banyak berlalu lalang di gang rumah Riski tersebut.[2]
Tek Erih muncul tidak lama kemudian dan mempersilakan kami masuk dan duduk. Riski langsung saja menjelaskan maksud kedatangan kami. Tek Erih lalu menjelaskan apa yang dimaksud tradisi bakureh di Koto Baru. Kata beliau, Bakureh dalam tradisi Koto Baru lebih dikenal dengan sebutan “Manolong memasak ka dapua” (menolong memasak ke dapur) atau “mangalamai” (membuat galamai). Disebut mangalamai sebab salah satu makanan wajib dalam alek Koto Baru adalah galamai. Makanan wajib lainnya adalah salamak (nasi ketan), samba randang dan gulai. Galamai merupakan makanan ringan yang berbahan dasar tepung beras ketan, gula saka, dan santan, yang dalam pembuatannya membutuhkan tenaga yang banyak untuk mengaduk adonan dalam jumlah banyak.[3] Galamai hampir mirip dengan dodol. Akan tetapi, galamai lebih kenyal dan lembut dibandingkan dengan dodol. Galamai berwarna hitam pekat dan umumnya dicampur dengan potongan kacang tanah, sehingga menjadi lebih renyah. Rasanya manis dan gurih. Selain dalam alek, galamai juga dapat ditemukan di toko oleh-oleh makanan khas Minangkabau.
Tek Erih juga menjelaskan bahwa dalam tradisi bakureh di Koto Baru, pihak yang memasak adalah kaum ibu. Sementara kaum bapak mendirikan Rumah Kajang yang lokasinya di pekarangan rumah tempat pesta berlangsung, membantu mengangkat yang berat-berat, seperti mengangkat tungku, kuali atau mencari kayu. Kaum bapak juga bertugas menjadi janang, yang dalam konteks Koto Baru merupakan orang yang bertugas sebagai penghidang makanan untuk niniak-mamak.
Kiri-kanan: Volta, saya, Tek Erih, dan Nahal
Dalam konteks Koto Baru, tidak dikenal pembagian tugas dalam bakureh. Para tetangga yang menolong memasak biasanya sudah paham apa yang harus dikerjakan, sehingga pembagian tugas terjadi secara alami. Para tetangga datang dengan membawa pisau sendiri agar pekerjaan mempersiapkan bumbu bisa diselesaikan dengan mudah dan cepat. Sementara alat masak lainnya seperti kuali, disediakan oleh Sipangka. Namun, ada satu orang yang mendapat tugas penting, yang dikenal dengan istilah Rubiah, yakni juru kunci Biliak Samba (pemengang kunci bilak). Biasanya, Rubiah adalah orang yang dipercaya keluarga Sipangka, yang bisa saja tetangga yang dipercaya atau memang anggota keluarga. Rubiah bertanggung jawab dalam mengeluarkan makanan yang dibutuhkan saat acara, berhak menyuruh seseorang untuk menyendok lauk-pauk ke piring, untuk kemudian dihidangkan.
Di Koto baru juga tidak ada istilah baupah (diupah atau dibayar). Artinya, bakureh dilakukan secara sukarela dan bergotong royong, sebagai bentuk bantuan dari para tetangga untuk keluarga Sipangka. Meskipun begitu, secara adat, keluarga Sipangka tetap wajib mengundang tetangga secara langsung, untuk membantunya memasak di dapur. Undangan ini sebagai perpanjangan hubungan silaturrahmi antara Sipangka dan tetangga. Saling mengundang ini menunjukkan kuat-lemahnya rasa kekerabatan kita dalam bertetangga. Selain itu, kata Tek Erih, kewajiban mengundang dan datang bakureh sudah tradisi dari nenek moyang, sehingga apabila misalnya salah satu tetangga lupa atau tidak diundang bakureh, tetangga tersebut tidak akan datang. Umumnya, kejadian seperti ini memang tidak dipermasalahkan atau dimasukkan ke dalam hati. Sebab, masing-masing orang sudah paham bahwa dalam keadaan baralek, kita bisa saja tidak fokus dan melupakan beberapa hal, seperti mengundang salah satu tetangga, misalnya.
“A, makan se lah gulai cubadak tu sorang (makan saja gulai nangka itu sendiri),” kata Tek Erih mencontohkan salah satu gurauan yang biasa diucapkan tetangga yang tidak diundang bakureh. Sipangka cukup menjelaskan alasannya, dan pihak yang tidak diundang akan mengerti dengan sendirinya.
“Alun pernah ado yang sampai bacakak dek iko lai do (Belum pernah ada yang sampai bertengkar karena itu).” Tek Erih menekankan.
Tek Erih juga menjelaskan bagaimana hubungan timbal balik berlaku dalam tradisi bakureh. Perlakuan kita kepada tetangga bisa berbalik ke diri kita sendiri. Ini seperti bermain julo-julo atau arisan, dimana kita akan mendapatkan apa yang kita berikan kepada orang. Jika hubungan bertetangga kita jaga dengan baik, serta rajin menolong orang memasak atau bakureh, maka akan banyak pula orang yang datang menolong kita nantinya. Di Koto Baru, tradisi ini masih dipegang, demi keamanan dan kenyamanan masyarakat sendiri. Ada kesadaran dari masing-masing orang untuk saling menjaga hubungan baik. Karenanya, di Koto Baru, tradisi gotong royong bakureh ini masih terus terjaga dan berlangsung secara sukarela.
Bundo Kanduang Koto Baru ini juga menyinggung sedikit tradisi bararak (arak-arakan) dalam alek di Koto Baru. Kemudian, karena rasa penasarannya, Volta memancing Tek Erih untuk menjelaskan lebih lanjut. Tek Erih menerangkan bahwa biasanya, bararak di Koto Baru terdiri dari 6 macam bararak, yang ditentukan oleh banyaknya rombongan bararak. Enam macam bararak tersebut adalah arak 7, arak 9,  arak 12, arak 16, arak 24 dan arak 32. Arak 12 dan arak 16 biasanya menunjukkan bahwa alek disertai dengan membantai atau memotong kambing. Sementara arak 24, berarti membantai jawi atau sapi. Arak 32, mengindikasikan alek yang disertai membantai kerbau. Yang ikut dalam bararak adalah mempelai wanita dan kaum ibu yang menjunjung makanan di atas kepalanya menggunakan cawan dan dulang. Misalnya, dalam arak 12, rombongan dibagi ke dalam dua kelompok; delapan orang menjunjung masakan seperti galamai, salamak, samba randang, gulai, kukuh, paniaran pisang[4], siriah (sirih) dan nasi; lalu empat orang lainnya yang berpakaian putih-putih, yang terdiri dari anak daro (mempelai wanita) kakak rarak atau adiak rarak (pendamping anak daro) dan dua orang pembawa cawan yang berisi lauk-pauk dan gulai.
Informasi ini kemudian menarik perhatian saya. Sebab, saat pemberian materi dua hari sebelumnya bersama Bundo Kanduang Tembok, Ibu Suarna, dijelaskan bahwa bararak di Kota Solok sudah mengalami perubahan, yakni tidak lagi berjalan kaki. Orang-orang Solok zaman sekarang, khususnya di Tembok, mulai berarak menggunakan bendi[5], akibat terpengaruh oleh pesta pernikahan anak Presiden Jokowi yang ditayangkan di media arus utama beberapa waktu lalu. Hal berbeda, berdasarkan penjelasan Tek Erih, terjadi di Koto Baru. Orang-orang di Nagari Koto Baru masih berarak secara tradisional.
Selain itu, dalam proses bararak, dijelaskan oleh Tek Erih bahwa kaum ibu secara gotong royong menjunjung bawaannya, sambil mengiringi kedua mempelai berjalan dari rumah Induak Bako (saudara perempuan kandung dari pihak ayah) ke rumah Anak Daro (mempelai wanita). Meski Tek Erih sendiri menyebutkan bahwa aktivitas bararak ini bukan bakureh, saya menilai aktivitas ini tetap bisa disebut sebagai “bakureh” juga. Bakureh yang saya maksud masuk ke dalam konteks “gotong royong”, “bekerja sama” atau “bekerja keras”. Namun demikian, asumsi ini ada baiknya mendapat tinjauan ulang dan pertimbangan lebih lanjut, agar tidak membuat rancu makna “bakureh” itu sendiri.
Sebelum menutup pembicaraan kami, Tek Erih secara tersirat menggambarkan betapa tradisi di daerah Koto Baru mulai luntur. Salah satu contohnya adalah tradisi berbalas pantun dalam kegiatan bakureh. Salah satu penyebabnya adalah generasi terdahulu yang masih melestarikan berbalas pantun dan dendang tersebut sudah tidak aktif pergi bakureh, dan tidak sedikit pula yang sudah meninggal. Menurut Tek Erih, kemungkinan orang yang masih dekat dengan tradisi bapantun adalah mereka yang usianya 70 tahun ke atas. Penyebab lainnya adalah tradisi bapantun, yang menurut asumsi saya merupakan hiburan saat memasak dalam kegiatan bakureh tersebut, tidak pula diturunkan. Menurut saya pribadi, hal ini bisa saja disebabkan oleh kemunculan teknologi radio dan telepon genggam pintar. Teknologi ini memudahkan orang untuk mengakses lagu, seperti lagu-lagu daerah, lagu dangdut,  lagu pop atau lagu rohani, yang bisa dijadikan hiburan.
Tradisi Bararak, Istilah Khusus dan Situasi Sosial di Setiap Alek
Bararak dalam pesta pernikahan di Koto Baru. (Foto: Koleksi Arsip Gubuak Kopi, 2016)
Setelah berdiskusi bersama Ama dan Tek Erih, kami berempat kembali ke Markas Gubuak Kopi. Saya dan Nahal masing-masing sudah menggaris bawahi beberapa poin penting dalam kepala kami, yang kemudian akan kami persentasikan di malam harinya, di hadapan pendekarwati lainnya dan para fasilitator. Hasil persentasi yang saya lakukan mengarahkan saya pada riset lebih lanjut tentang beberapa poin. Yakni, isu berarak dalam konteks terdahulu dan masa kini; bagaimana perkembangan zaman bisa menggeser kebiasaan dalam tradisi bararak? Selain itu, menurut Delva, penting juga untuk melihat situasi sosial di setiap alek, sebab hal tersebut bisa merepresentasikan situasi dan kondisi suatu masyarakat serta kemungkinan besar juga memiliki keterkaitan dengan perkembangan zaman. Situasi sosial yang mulai berubah ini juga bisa terlihat dalam tradisi bararak.
Bararak merupakan rangkaian terakhir dari acara pernikahan, aqiqah, khatam alquran, pengangkatan penghulu (batagak panghulu) atau bahkan upacara kematian. Fungsinya adalah sebagai media pengumuman pada masyarakat luas. Misalnya, pada acara pernikahan, bararak menjadi indikasi bahwa kedua mempelai sudah sah menjadi sepasang suami istri.[6] Umumnya, fungsi bararak di setiap daerah adalah sama, yakni sebagai media pengumuman. Namun, praktiknya berbeda-beda di setiap nagari.
Kata bararak memiliki makna yang sama dengan kata “berarak” dalam Bahasa Indonesia. Akar katanya adalah “arak”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarak didefinisikan sebagai “berjalan bersama-sama secara beriring.”[7] Arak dapat pula diartikan sebagai iringan barisan mengiring sesuatu  seperti tamu agung atau pengantin, sebagaimana yang sudah didefinisikan oleh Usman (2002:54).[8] Dengan demikian, bararak dalam tradisi Minangkabau merupakan aktifitas mengiringi pengantin yang dilakukan masyarakat Minangkabau, sesuai dengan adat istiadat dan budaya masing-masing nagari.
Untuk memahami tradisi bararak ini, saya mendapat kesempatan untuk mewawancarai orangtua Volta di hari kelima observasi, 5 juni 2018, dan beberapa ibu-ibu di Nagari Kinari pada 6 Juni 2018, setelah acara berbuka bersama di Masjid Nurul Hidayah, Sawah Sundi, Nagari Kinari. Pada hari kelima, Saya, Nahal, Volta dan Irvan (anak magang Gubuak Kopi) berangkat ke kampung halaman Volta di Sawah Baruah, Jorong Pamujan, Nagari Kinari, Kecamatan Bukit Sundi, Kabupaten Solok, seusai diskusi bebas di Markas Gubuak Kopi. Di rumahnya, ibu Volta sudah menunggu kedatangan kami karena sebelumnya Volta sudah menghubungi orangtuanya. Setelah dipersilakan masuk dan duduk, kami langsung mewawancari ibu Volta, yang juga kami panggil Ama.
Ama menjelaskan bahwa di Nagari Kinari, tradisi bararak dikenal pula dengan istilah “pai bajamu” (pergi menjamu). Biasanya, bararak ini ditemukan dalam alek, pai mambadak (dalam Bahasa lokal Solok, lebih dikenal dengan “turun mandi”) dan batagak panghulu (pengangkatan penghulu). Dari yang saya tangkap, bararak dalam alek Nagari Kinari adalah aktivitas arak-arakan dari rumah perempuan ke rumah laki-laki. Hal ini sedikit berbeda dari nagari-nagari lainnya di Sumatera Barat. Beberapa pembandingnya adalah bararak di Nagari Tembok, Koto Baru, dan Padang. Ketiga nagari ini memiliki tradisi arak-arakan yang dilakukan dari rumah Induak Bako ke rumah orangtua Anak Daro[9]. Sementara di Nagari Salayo, tradisi bararak-nya sama dengan Nagari Kinari, diarak dari rumah Anak Daro (perempuan) ke rumah Marapulai (laki-laki).[10]
Banyaknya iringan bararak di Nagari Kinari tidak ditentukan dari bantai-membantai hewan ternak, berbeda dengan Nagari Koto Baru (sudah dijelaskan sebelumnya). Di Nagari Kinari, semakin banyak orang yang ikut berarak, semakin bagus arakannya. Sementara, bawaan para kaum ibu dalam bararak alek di Nagari Kinari umumnya terdiri dari kain, samba (lauk pauk; rending, goreng ayam, sambal telur, dll), kue, dan perkakas rumah tangga, seperti piring, kompor, gelas, dan lain sebagainya. Kaum ibu yang menjunjung makanan dan bawaan terdiri dari keluarga dan para tetangga, yang dipimpin oleh seorang ibu yang dituakan, yang disebut Urang Tuo Korong. Banyaknya rombongan arakan dan beragamnya bawaan kaum ibu saat bararak menunjukkan bagaimana pribadi Sipangka dalam hubungan sosialnya.
Bararak dalam pesta pernikahan di Koto Baru. (Foto: Koleksi Arsip Gubuak Kopi, 2016)
Bararak dalam pesta pernikahan di Koto Baru. (Foto: Koleksi Arsip Gubuak Kopi, 2016)
Bararak dalam pesta pernikahan di Koto Baru. (Foto: Koleksi Arsip Gubuak Kopi, 2016)
Bararak dalam pesta pernikahan di Koto Baru. (Foto: Koleksi Arsip Gubuak Kopi, 2016)
Apa juga menjelaskan bagaimana susunan rombongan bararak. Di Nagari Kinari, Anak Daro didampingi oleh Urang Tuo Korong dan kaum ibu pembawa baban[11]. Di belakangnya, Marapulai diiringi oleh pemain musik talempong. Semakin ramai yang mengiringi dan bermain musik, semakin meriah lah arak-arakan tersebut.
Dalam tradisi pai mambadak, bararak dilakukan dari rumah Sipangka ke batang aia (anak sungai). Tradisi pai mambadak merupakan tradisi memandikan anak bayi yang baru berusia satu bulan. Tradisi memandikan ini dilakukan oleh keluarga Induak Bako, turun dari rumah Sipangka diiringi Dukun Kampuang, keluarga dan para tetangga. Bayi digendong oleh Induak Bako, dimandikan oleh Dukun Kampuang di anak sungai. Setelah dimandikan, anak dibalut handuk, lalu diserahkan kembali ke Induak Bako untuk diarak kembali ke rumah. Sebelum memasuki rumah, ada tradisi berbalas pantun yang dilakukan oleh Dukun Kampuang dan Janang[12]. Setelah itu, barulah Induak Bako membawa si Anak masuk ke dalam rumah, dipakaikan pakaiannya oleh Dukun Kampuang dan diberi bedak. Oleh sebab itulah, tradisi memandikan anak ini dikenal dengan pai membadak (pergi membalurkan bedak di sekujur tubuh anak bayi agar wangi).
Saat observasi kedua ini, saya belum mendapatkan informasi terperinci mengenai bararak dalam  tradisi baralek maupun pai mambadak. Namun, sekilas saya menangkap bahwa dalam tradisi pai mambadak ini tidak ada yang dibawa oleh rombongan. Fungsi arak-arakan selain sebagai media pengumuman atas kelahiran anak, juga untuk meramaikan acara dan membahagiakan keluarga Sipangka. Lagi-lagi, Ama dan Apa (ayahnya Volta, yang saat itu baru pulang dari bekerja) menekankan, bahwa banyaknya rombongan bararak ini ditentukan oleh sikap dan hubungan keluarga Sipangka dalam berdunsanak bertetangga.
Pada kesempatan mewawancarai kaum ibu seusai buka bersama di Masjid Nurul Hidaya keesokan harinya, saya mendapat informasi tambahan bahwasanya istilah bakureh bagi masyarakat loka Nagari Kinari bersifat kasar. Orang lebih menggunakan kalimat “pai manolong mamasak” jika ada kegiatan memasak untu alek. Sementara, untuk mengupah orang pun, orang enggan menggunakan kata bakureh, sebab bagi masyarakat setempat, bakureh berarti bekerja dengan tujuan mendapat keuntungan atau “maambiak barang urang”.
Selain itu, saya juga mendapat informasi bahwa bararak umumnya dilakukan oleh kaum menengah ke atas. Sebab, umumnya bararak disertai dengan membantai kambing, sapi atau kerbau. Bararak juga sering diiringi permainan musik dan tari piring.
Dari observasi dua hari tersebut, saya menarik kesimpulan sementara bahwa tradisi bararak cukup beragam, tergantung nagarinya. Selain itu, bararak juga bisa merepresentasikan status sosial seseorang. Informasi terakhir yang saya dapatkan cukup menjelaskan, meskipun tradisi dan adat istiadat di Nagari Kinari masih cukup kuat, perkembangan zaman tetap berhasil masuk. Salah satu buktinya adalah sudah adanya orgen tunggal, serta pemanfaatan media musik sejenis mp3 untuk mendengarkan lagu, yang menurut asumsi saya menggantikan posisi bapantun dan badendang. Namun demikian, tetap diperlukan riset lanjutan mengenai tradisi-tradisi tersebut, serta saya rasa perlu juga mengamati tradisi di kanagarian lain, khususnya di Solok, sebagai usaha membaca lebih mendalam tradisi bakureh dan bararak. Serta untuk memahami kondisi sosial masyarakat Solok, yang mungkin saja bisa terepresentasikan dari keadaan masing-masing kanagarian.
Pengalaman Bakureh bersama masyarakat Nagari Kinari
6 Juni 2018 menjadi hari terakhir observasi awal para pendekarwati. Hari itu, kami mendapat undangan berbuka bersama di Masjid Nurul Hidayah. Sehari sebelumnya, Apa menjelaskan bahwa di Nagari Kinari terdapat tradisi bakureh dalam rangka menyambut buka bersama yang diadakan di beberapa masjid di Kanagarian Kinari. Tradisi buka bersama ini menjadi tradisi tahunan, dan diadakan secara bergilir. Bisa digabungkan pula dengan aqiqah. Seperti yang kami alami sendiri pada hari keenam rangkaian lokakarya Bakureh Project ini.
Di acara buka bersama tersebut, ada tiga anak yang di-aqiqah, dengan diikuti membantai jawi dan kambing. Pagi harinya, seusai subuh, kaum bapak membantai jawi, lalu membersihkannya di batang aiai. Selanjutnya jawi tersebut dikuliti bersama-sama oleh kaum bapak. Sementara kaum ibu mempersiapkan bumbu masak, seperti mengupas dan mengiris bawang, membersihkan cabai merah, dan memetik pucuk bunga papaya, mengupas timun dan lain sebagainya. Pada pagi itu, saya, Nahal, Sefni dan Olva mendapat kesempatan bergabung bersama kaum ibu dan mengalami langsung persiapan memasak tersebut. Saat bumbu-bumbu sambal tersebut hampir selesai dipersiapkan, sebagian ibu akan mempersiapkan tungku, dibantu oleh beberapa orang bapak. Bapak-bapak tersebut membantu menyusun batu tungku yang cukup berat. Selanjutnya, kaum ibu mulai memasak. Pada acara buka bersama itu, ada empat makanan berat yang dibuat, yaitu dendeng, kalio, anyang[13], dan salada mantimun[14]. Sementara cemilannya, seperti Kolak Cukuik-cukuik[15]. Saya, Nahal, Sefni, Olva, Volta, Zekal dan Irvan memang tidak mengikuti kegiatan bakureh sampai selesai. Namun, pagi itu kami mendapatkan informasi yang cukup untuk “membuktikan langsung” bagaimana bakureh itu dalam praktiknya. Kami juga mendengar sendiri apa dan bagaimana para kaum ibu tersebut berbincang-bincang saat kegiatan bakureh.
Kegiatan pagi itu hanya kami ikuti sampai pukul setengah sembilan. Kami kemudian kembali ke Markas Gubuak Kopi untuk mengikuti materi tambahan mengenai bakureh dari sudut pandang praktik seni pertunjukkan. Sorenya, pukul 5 sore, saya, Nahal, Roro, Irvan, Volta dan Cugik berangkat menghadiri berbuka bersama. Kami kembali mendapat kesempatan melihat dan mengalami sendiri salah satu kegiatan “baralek” buka bersama di Nagari Kinari tersebut.
  Kegiatan bakureh yang lebih dikenal memasak basamo ini biasanya selesai menjelang Asar. Selanjutnya, ibu-ibu menyusun masakan di dalam masjid. Menjelang berbuka, cemilan disusun, lalu berbuka bersama berlangsung, dilanjutkan dengan solat Magrib berjamaah. Seusai solat, barulah kaum ibu secara “bakureh” menyendokkan nasi dan lauk-pauk ke dalam piring. Kaum bapak, secara “bakureh” pula berperan sebagai janang, menghidangkan berpiring-piring makanan ke niniak-mamak yang duduk di bagian depan Masjid. Setelah semua kalangan mendapat makanan, saya, Roro, Cugik dan Irvan ikut duduk menikmati makan bersama. Sambil makan, saya mengamati bagaimana kaum ibu tidak berhenti bekerja, merapikan dan menyusun piring-piring bekas makan para hadirin. Begitu pula sebagian kaum bapak, yang saya pikir mungkin panitia acara, turut sibuk membersihkan sisa-sisa makanan dan mengumpulkan sampah dan gelas bekas minum. Selanjutnya, saat saya mencuci tangan, saya melihat kaum ibu bakureh mencuci piring. Saat saya ingin membantu, saya dilarang dan “dimarahi”.
“Ndak ado anak gadih nan mancuci piriang do! Bia induak-induak se. (Tidak ada anak gadis yang mencuci piring! Biarkan ibu-ibu saja),” kata salah seorang ibu yang kemudian menjadi narasumber kami.
Saya pun permisi dari ibu-ibu tersebut dan menunggu di dalam Masjid bersama teman-teman lainnya. Selanjutnya, kami mewawancarai sedikit beberapa ibu, yang antusias memberikan keterangan. Kesan yang kami dapatkan cukup baik dan informasi yang kami butuhkan akhirnya terkumpul. Seusai mewawancara, sekitar pukul delapan, kami berenam kembali ke Markas, untuk kemudian memulai menuliskan semua pelajaran yang kami dapat dari observasi tersebut.
Bagi saya, yang lahir, besar dan tinggal di Pekanbaru, pengalaman bakureh ini sangat berkesan. Sebab, meskipun di Pekanbaru juga ada tradisi seperti ini, kedekatan akan budaya Minang lebih terasa saat mengikuti bakureh dan buka bersama di Nagari Kinari, yang bisa dikatakan masih sangat dekat dengan budaya Minang. Berbeda dengan Pekanbaru yang merupakan kota para perantau. Di tambah lagi, perjalanan yang harus ditempuh saat ke lokasi. Tidak henti-hentinya saya melihat bentangan sawah, diselingi rumah-rumah sederhana. Beberapa di antaranya merupakan bangunan tradisional Minangkabau, yang masih dipergunakan, yang menurut saya sepertinya masih dijadikan tempat tinggal. Hal ini sangat menarik dan menambah wawasan saya secara pribadi. Selain itu juga meningkatkan rasa penasaran tentang tradisi adat istiadat Nagari Kinari, khususnya, dan Solok pada umunya.***
Solok, 7 Juni 2018 Ade Surya Tawalapi
[1] Keluarga sasuku dalam konteks Minangkabau bisa diartikan sebagai keluarga satu klan. Atau bila dicontohkan ke suku Batak, maka “keluarga sasuku” berarti keluarga semarga. Dalam KBBI, kata “suku” yang dimaksud merujuk pada golongan orang sebagai bagian dari kaum yang seketurunan. (aplikasi luring KBBI V) Beberapa contoh suku di Minangkabau antara lain suku Koto, suku Bodi, suku Caniago, dan suku Piliang. Keempatnya adalah suku induk di Minangkabau (https://mozaikminang.wordpress.com/2011/11/15/suku-suku-di-minangkabau/, diakses pada 7 Juni 2018, 15.24 WIB)
[2] Motor dan mobil bisa menjadi indikasi kemajuan suatu daerah atau modernisasi. Sebab, mobil dan motor merupakan alat transportasi modern yang memanfaatkan teknologi mesin. Dalam teori Determinisme Teknologi disebutkan bahwa pada masa Revolusi Industri, kota besar dapat disebut suatu kota industry bisa di dalam kota tersebut terdapat manufaktur dan sistem produksi yang berbasis mesin, termasuk alat transpostasi yang mendukung proses suatu produksi. (Dr. Rod Burgess, Essay : Technological Determinism And Urban Fragmentation : A Critical Analysis, Oxford Brookes Univeristy, dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Determinisme_teknologi, diakses dari 7 Juni 2018, 16.20 WIB)
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Galamai, diakses pada 7 Juni 2018, 08.38 WIB
[4] Paniaran pisang merupakan sebutan lokal untuk paniaram atau pinyaram, yaitu kue khas Minangkabau yang berbentuk bulat berwarna cokelat kehitaman. Tebuat dari tepung beras putih atau hitam, yang dicampur dengan gula aren (gula merah atau saka) atau gula pasir, dan santan kelapa. Rasanya sangat manis. Pinyaram juga disebut sebagai Kue Cucur Padang. (https://id.wikipedia.org/wiki/Pinyaram, diakses pada 7 Juni 2018, 16.36 WIB)
[5] Kereta beroda dua yang ditarik oleh seekor kuda dengan seorang pengemudi di depannya, dikenal juga dengan istilah dokar atau delman.
[6] Iriani, Zora. Jurnal. “Malam Bakuruang (Berkurung) dalam Perkawinan Alek Gadang di Kenagarian Salayo Kecamatan Kubung Kabupaten Solok”. Vol. XI. No. 1 Th. 2012. Padang: Humanus. Hlm. 16.
[7] Aplikasi KBBI V (diakses pada 7 Juni 2018, 18.57 WIB).
[8] http://scholar.unand.ac.id/22275/2/2.BAB%20I_2.pdf, diakses pada 7 Juni 2018, 08.38 WIB
[9] Elia, Stephanie. Skripsi. “Pemaknaan Prosesi ‘Baralek’ Nagari Padang”. 2016. Tangerang: Universitas Multimedia Nusantara. Hlm. 138-155.
[10] Iriani, Zora. Jurnal. “Malam Bakuruang (Berkurung) dalam Perkawinan Alek Gadang di Kenagarian Salayo Kecamatan Kubung Kabupaten Solok”. Vol. XI. No. 1 Th. 2012. Padang: Humanus. Hlm. 16.
[11] Istilah lokal untuk junjungan berisi makanan dan lain sebagainya, yang dibawa kaum ibu di atas kepalanya saat bararak.
[12] Janang di sini merujuk pada pengatur acara tradisi mambadak.
[13] Sejenis urap, terbuat dari pucuk dan bunga papaya dicampur dengan kelapa parut.
[14] Timun diiris tipis-tipis, lalu ditiriskan. Kemudian dicampur dengan bumbu garam, merica, cuka, dan bawang goreng. Salada mantimun juga memiliki keberagaman resep, seperti di rumah saya sendiri, isi salada mantimun terdiri dari mentimun iris, telur rebus dan kentang rebus yang juga diiris-iris, lalu diaduk bersama garam, merica, cuka dan bawang goring. Dilengkapi dengan kerupuk baguak (emping).
[15] Terdiri dari kacang hijau (kacang padi), agar-agar, cincau hitam, dan cendol merah.
Bakureh, Tradisi, dan Perempuan Minangkabau Juni 2018 menjadi awal perjalanan kami bertujuh sebagai pendekarwati Daur Subur, sebuah platform yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi dalam usaha mengarsipkan dan memetakan kultur pertanian di Sumatera Barat.
0 notes
padangkita · 5 years ago
Text
Lirik Lagu Minang: Salam Parantauan – Irni Basir
Lirik Lagu Minang: Salam Parantauan – Irni Basir
[Versi Irni Basir]
Dangakanlah denai banyanyi Lagu jo dendang suratan hati Sairiang rindu jo ratok tangih (sayang) Cinto denai lah tatuntuang habih
Salam rindu denai sampaikan Di dalam lagu denai kirimkan Lagu ka ganti diri den surang (sayang) Badan nan jauah di parantauan
Pandanglah awan bararak di ateh gunuang Tah ka bilo hari ka tarang Lah larek…
View On WordPress
0 notes
tekpoinblog · 5 years ago
Text
Lirik Lagu Rayola - Rindu Dalam Rasian
Lirik Lagu Rayola – Rindu Dalam Rasian
Lirik Lagu Rindu Dalam Rasian – Rayola Artist : Rayola Judul Lagu : Rindu Dalam Rasian Album : Rindu Dalam Rasian – Single Label : 2019 RY Production
Lirik Lagu “Rindu Dalam Rasian” dari Rayola. Lagu ini masih berupa single yang didistribusikan oleh label RY Production. Berikut kutipan lirik lagunya“Bamulo cinto tajalin, Awan bararak jadi saksi Bakicau buruang banyanyi jo manari Babilo maso…
View On WordPress
0 notes
itsdanystormborn · 7 years ago
Note
I always knew it would be serendine simbad be holding! It did not show him crying but I think it was obvious he did and know I know why she means special to him now! Okay some things: where is Barbarossa? Sinbad disappears is this when he goes for a year to learn magoi and yunan was late! No wonder sinbad doesn’t like him much I think... poor sinbad what’s he thinking right now so angry
Yes lovely anon! It was hinted many times and not only because of the flashback panels, many arguments pointed in the direction that It would be her, it makes complete narrative sense that it is Serendine! ^^ I think Serendine is someone who has made a big impact on Sinbad, and it’s safe to say that she’s very relevant and meaningful to him, after all they are the same kind of person, and very few people have reached that level of understanding with Sin.
Barbarossa is probably in Parthevia recovering from his Bararak Saiqa inflicted injury, and i bet we’ll see him again, in which circumstances? I can’t say for sure, but I don’t think he’ll stop his quest for power ( remember that chat with Mogamett?) even after a war and after Falan is no longer there to help him. Let’s see what happens ;D About Yunan, I honestly can’t blame him for being absent after his past lives, but I can see and understand why Sinbad is not that fond of him in the Magi timeline. 
10 notes · View notes
itsdanystormborn · 7 years ago
Note
Hi!!! I’m curious, back when sinbad was running to grab Barbarossa before falan transported him, was Sinbad’s intention was to kill Barbarossa at the moment? Or capture him?
Tumblr media
If i defeat Barbarossa, this war will be over, in that case i
will run after Barbarossa!!
The word 倒す which means “to defeat” can imply sometimes to kill ( as a part of defeating someone who leaves you no choice but to kill them in order to defeat them). I think SInbad is someone whose first choice would never be murder but if the safety of their country and it’s citizens is at risk, i think he would do anything to ensure their wellbeing, so i think he might be determined to end him in order to save his people.
Also, going a few chaps back to when Judar betrayed them, Sinbad and Serendine thought Barbarossa was in the carriage and Sinbad shoot bararak saika at it, there was even a fake corpse and they were ready to go back to Sindria just a bit after it was revealed that it was all a set up. However, you can see in Sinbad’s look in that chapter that he did it because there was no choice and they had reached the point where it was necessary to end the war ( or so they thought, as it was all a facade)- for some reason i can’t attach the pic but it’s night 163!-
It was also the original plan that Serendine and Sinbad would locate Barbarossa and “shoot” at him in order to put and end to the war, so as far as I understand the plan can imply to finish him off. He even asks Serendine why didn’t they ( her and Judar) just Zepared him and made him kill himself if she thinks he’s so horrible haha.
10 notes · View notes
itsdanystormborn · 7 years ago
Text
Sinbad no Bouken 161
A quick an Long rant by me ^^ I tried to be more careful but i’m still at work and doing this as a side task, so beware of the usual things ( missreads, typos, i tried to not miss any stuff ) i will check it later and reblog it when i’m at home!  
This is only a fan translation, don’t forget to support the official releases of Snb and the MangaOne app if you can, and ►[Please don’t repost without giving credits. If you use this translation, don’t forget to share the link to this post!]◄
Update: Revised! ^^
Night 161 “The bond between us two”
Tumblr media
(Page 1) The chapter starts with Hinahoho, who is still in the fallen bridge, reflecting about the current situation.
Hinahoho: things here are somehow in order but, I wonder if they were able to drop the brigde?....
With this, Hinahoho leaves the scene while he thinks
(Page 2) Be safe, Mystras, Pipirika..!!!
*In Mystras side
Mystras attacks army of zombies with his spear and knocks them down a little.
Mystras: haaaaaaaa!!!
Dead army: guuuhhh                           
Pipirika: You did it!
Mystras: … No, not yet.
(Page 3) Barbs army looks menacing as some of them keep standing in their place.   (TN: SFX *clatter*/ *clang* )
Barbs army: vuvuvu…                         (TN: rage sound)
Mystras: shit, they are coming one after another nonstop…!!
Pipirika: This is a bizarre feeling… feels as if they haven’t been humans for a long time.
We can’t allow these guys to invade the kingdom of Sindria….
Mystras: I have to hold them back in this place, no matter what it takes…
(Page 4) Then Pipiprika decides to attack too, Mystras doesn’t like the idea too much.
Mystras: Miss Pipirika, please don’t overwork yourself!!
Pipirika: It’s okay!!
Pipirika: Because i’m a warrior of the Imuchakk!
These enemies…
(Page 5) if I compare them to my brother,’s training, these guys are not a big deal!!
But suddenly, some of the zombies comes to stab her from the back!
Pipirika: !!
But Mystras comes to the rescue and strikes him with his lance!
(Page 6) Mystras: I will protect you.
So please, fight without a single worry.
Pipirika:  yes!!
Then Pipirika has an inner monologue
.
Pipirika: it’s wonderful…  the way I can feel my strength rising steadily!!
Although the two of us have just started fighting together, it seems as if we could entirely understand what the other one is thinking.
No matter how hopeless the situation is, I can fight…
If it’s you and me!
 Pipirika: Mystras!
Mystras: Miss Pipirika!
 Pipirika: I understand.
If the two of us are together….
 (Page 8)
Pipirika: I feel like I can do anything!!
(TN: am I weird for tearing up at this little monologue?)
 Pipirika: Mystras, now!
Mystras: yes!
 (Page 9)  Then Mystras activates his household vessel.
Mystras: Pierce through!! Bright light that tears the earth to pieces!!
Household vessel “Bararak Harba”  ( TN: Flash lance)
(Page 10)
The lighthing from Mystras household strikes the bridge!
(Page 11)
And when the fog from the attack dissipates, Pipirika and Mystras can see that he made it, he threw down the bridge! Now the zombie soldiers are on the other side. And they are mad!
But Pipirika and Mystras look at each other happily!
(Page 12)
Pipirika: You did it!!
Mystras: it was he two of us that threw down the bridge!!
 Hinahoho observes them from afar
Hinahono: those two….
 And then he gets hear them.
Hinahoho: Pipirika, Mystras!
Pipirika: Big brother!
Hinahoho: You two did great!
Pipirika: hehehe, we only worked hard and did our bests!
(Page 13)
Pipirika: I’m also becoming and adult now!
But then… a black spear comes from the ground behind Mystras
Pipirika: well… This wasn’t the time to get into such a deep talk in this place.
Pipirika: Let’s go back to where everyone is?, Mystras.
Pipirika: …..
Pipirika: Mystras?
And then she sees him lying in the ground.
(Page 14)
Hinahoho and Pipirika can’t believe it, and Pipirika screams: “Mystras!!!” while both of them run towards him.
Tumblr media
..
.
And that was all. Mystras, Noo!! But wait, is this.... really how he dies?... it feels too easy and too soon. From what magi 317 said, wasn’t it supposed to happen differently?... So much questions! Let’s see what happens next week!! 
Thank you so much for reading!
74 notes · View notes
itsdanystormborn · 7 years ago
Note
Dany do you think that Barbs gonna get his but kicked a the end of this arc? I'm starting to doubt it, what sucks, because (like joffrey and ramsey) sometimes we just want to see some buts get kicked! I crave for the moment Barbs dear al tharmen friends will turn on him. I remember Judar said he killed a lot of people in Sindria, so this caos will get even worse and Sinbad has no vassels! Seems like Barbs is going to get away this time 😐
Hello ^^
I’m not sure either, but even if Barbs is being favored by Al Thamen at the moment, we can rule out the fact that he’s badly injured by Sinbad’s ( or more accurately Serendine) Bararak Saika, so he’s not invincible, only hard to catch for the moment! Al Thamen only protects him because they don’t want the war to be over before they can make Sinbad fall into desperation and produce the black rukh they need to bring Illah, so I think he’s not gonna be easy to finish off.  I think there is various possibilities for him, he could die in the climax of the war in a Sinbad vs Barbs battle ( i think Serendine might get something to do with his death since she “sacrificed” her rukh, maybe so Sinbad can finish him?) but he could even survive the war and die in another battle at Sin’s hands, although this seems less likely ( As Sinbad will probably lose his ability to use his djinn for a while after Sindria), or maybe Al Thamen could even end up using him ( they are in a sense already using him because he’s kind of just a tool to create pain in Sindria, but at some point, this advantage could turn into something negative for him, as he is injured right now and doesn’t have his metal vessel- i don’t know about the 2nd one, but at least glasya labolas is broken- he could end up using the power of the dark djinn or something else that Al Thamen might offer and cause his death as a consequence)
The point of how hopeless this war is gets empathized by Sinbad not having vessels and not being able to do much, still, he won’t give up… remember he is a person that would do anything…. Let’s see how he handles it!
3 notes · View notes
itsdanystormborn · 7 years ago
Note
Hi there! I was wondering what your favorite sinbad Dijin equip is and why? For me I thought he looked beautiful as vepar and I like your cover page and I would like to see more on that power but since we don't I think I can't decide between Baal or focalor. He looks handsome either way.
Hello ^^
GOD, it’s a hard choice, all his equips are really cool, but I think my favorite is still Baal! 
Tumblr media
i really like the design and i love the Lightning, that’s really cool!! ( i love when he says bararak saiqa too?!! haha)  in my opinon is the equip that looks the best on him (❁´◡`❁) plus blue really suits him! the second place would go to Vepar because it has a lot of colors and pretty details (sorry if it sounds like a vain reason! haha but i fell in love with mermaid-fairy Sin xD) i like to have Vepar!Sin as cover because he looks cute and colorful, i also wish we had seen more of Vepar’s abilities!!
In truth, all his equip are great! i agree that Focalor’s design is really sexy. Crocell and Furfur designs and abilites look awesome too!! Zepar’s design is funny in my opinion XD but it’s so powerful and his abilities are so interesting! also, it had a lot of influence in the plot, so it’s a really important equip. So, my favorites would be Baal and Vepar, but all of them are cool, it also helps that Sinbad looks good in everything! (♥_♥) hahaha.
10 notes · View notes
itsdanystormborn · 7 years ago
Text
Sinbad no Bouken 152
A quick an Long rant by me ^^ I tried to be more careful but i’m still at work and doing this as a side task, so beware of the usual things ( missreads, typos, i tried to not miss any stuff this time) i will check it later and reblog it when i’m at home!
Update: Revised! ^^
Night 152 “A revolution for a great cause”
TN(Title): Dignified revolution/ righteous revolution.
The chapter starts where we left last time. With every Parthevian that was in the Sindrian crowd screaming: For the birth of a new Parthevia!! The generals are really confused and possessed Sinbad speaks again:
Sinbad: I, together with the righteous successor of the Parthevian empire, King Ceylan, will defeat the traitor Barbarossa. We have a righteous cause.  
Tumblr media
Then the Parthevian army surrounds Barbs and the heavenly generals, they point at them with their axes.
 The soldiers speak to them: you’ve already been surrounded. Keep quiet! (TN: submit!) We are the revolutionary army, the ones that you call “resistance forces” 
Then Memphis looks back, really angry and screams: “Sinbad, you bastard, what are you doing, do you understand what you are doing!?, what you are saying about defeating Barbarossa, having king Ceylan in your possesion, and proclaiming a new country (TN: about the “Rebirth of Parthevia”)… This is against your highness (TN: Barbs)....  Furthermore, this is an act of treason against Parthevia!!
Then Memphis adds: You are not a man who wouldn’t understand what this means. Do you intent to betray our previous favor?
Possessed Sinbad smiles and says: betray? Now, what are you talking about?
Then the Parthevian army lets someone get close to where Barbarossa is, and… it’s Serendine! She’s with Tamira and Saher too.
Tumblr media
Seren says:  It’s been a long time, Barbarossa. I won’t let you say that you forgot this face.
Barbarossa says: Serendine. And back in the palace, Drakon and Ja’far are like: what!?
Drakon says:  Serendine dono, Saher dono… why?!
Memphis says: I see, it appears that the one leading this good for nothing revolutionary army is you! This annoying woman, even though his higness overlooked her very existence... Surely, she worked together with Sinbad to machine such a violent act!
Serendine ignores him and says: Barbarossa, i won’t let you do as you please.  Then she grabs her sword, points at barbs and continues: Barbarossa, your (TN: very rude you: kisama) sinful actions end here!
The Parthevian soldiers show him a document and say: we also have finished the notification of your deeds until now. (TN: of what you’ve been doing) and after this we will break your neck with our own hands.
Then Seren says: by command of Serendine Dikumenowlz du Parthevia... 
And i think the soldiers add this part while she speaks: We, the revolutionary army, have already announced this revolution to many countries!
Then Seren continues: For the sake of King Sinbad’s and King Ceylan’s new Parthevian empire…
And then the soldiers scream: attack!!
But in that moment Memphis jumps in front of Babrs and kills the parthevian soldiers that were about to attack him, Zayzafon does the same.
Barbs says: These insignificant inferiors… no matter how much of them you gathered, do you really think they can match me?
Seren says: no way. I know very well the strength of you and your associates. That’s why I won’t go easy on you. 
Then she says: I won’t leave one single dust behind, i will erase you. (disappear you)
Of course, Sinbad comes flying in Baal djinn equip
Barbarossa says: Sinbad, you bastard… (but apparently he activates his djinn equip because he says “djinn equip”!! : masou!!)
Myers creates a borg around the parthevian army while Sinbad goes Bararak saika on barbs.
Tumblr media
And that’s all :3 kind of short in my opinion, again, I’m really sorry if it looks rushed but people won’t leave me alone at work, I will check it later as I always do. Things are becoming ugly!! D: I look forward to the next chapter.
Thank you for reading!!
54 notes · View notes
gubuakkopi · 7 years ago
Photo
Tumblr media
Jamba pesta penikahan adalah kemewahan tersendiri yang dipersembahkan oleh "bako" (familiy dari pihak suku bapak) untuk merayakan pesta anak pisangnya atau anak bako (si anak yang menikah dari sudut pandang keluarga bapak). Jamba dibawa pada arak-arakan bako di jalan-jalan utama kampung untuk menarik atensi publik atas kebahagian dan berita baru dari keluarganya. Dengan sendirinya arak-arakan menjadi media kreatif lokal yang lahir dari adab dan berkembang sebagai tradisi. Jamba di setiap nagari di Minangkabau hampir beragam, di Buluah Kasok, Sijunjung, jamba ini terdiri dari nasi kuning sebagai badan utama, serta sapulik itam, yang ditata dengan citraan visual khas, dipotong segitiga dan disusun, lalu ditambahi botiah menjadi titik-titik putih. Kemudian dipuncaknya dihiasi batang (tulang daun pisang) yang menancap potongan kain kecil dan manik. Kemewahan adat yang tercermin dari tradisi kuliner ini, tak lepas dari pada keahlian bakonya atau ibu-ibu dalam "BAKUREH" memadu bahan makanan. Koleksi arsip @gubuakkopi Buluh Kasok, 2016. #DAURSUBUR #BAKUREH #LAPUAK2DIKAJANGI #solokmilikwarga #buluhkasok #sijunjung #jamba #tradisikuliner #kulinerminang #tradisi #bararak (at Sijunjung, Sumatera Barat, Indonesia)
0 notes
gubuakkopi · 8 years ago
Video
instagram
Bararak, arak-arakan pengantin dalam tradisi pernikahan di Salayo, Solok. From @jo_baim84 - Happy weding my brother @irwandayusufkoto & @dwirruci...smoga samawa mpe inyiakk2 n anduang . . . . . #baralek #anakdaro #marapulai #acaraadat #ba_arak #minang #solok #salayo #pasumandan - #regrann #solokmilikwarga #bararak
0 notes