Text
Departemen Teknik Mesin Universitas Diponegoro (Undip) kembali mencatatkan prestasi gemilang di kancah internasional. Salah satu mahasiswa program doktoral, Muhammad Imam Ammarullah, S.T., M.T., berhasil masuk dalam daftar World’s Top 2% Scientist tahun 2024. Penghargaan ini diumumkan berdasarkan data repositori yang disusun oleh Prof. John P.A. Ioannidis dari Stanford University, Amerika Serikat, dan dipublikasikan melalui platform Elsevier.
Pencapaian ini mencerminkan kualitas penelitian dan publikasi di Indonesia, khususnya di lingkungan Departemen Teknik Mesin Undip, yang mampu bersaing di tingkat global. Muhammad Imam Ammarullah masuk dalam kategori “single year career”, menempati peringkat 149.218 dunia dari total 8.530.851 ilmuwan. Secara nasional, ia menduduki peringkat ke-46 dari 150 orang di Indonesia, dan menempati posisi ke-5 dari 8 dari Undip dalam dalam daftar World’s Top 2% Scientist. Yang lebih istimewa, Muhammad Imam Ammarullah menjadi satu-satunya mahasiswa doktoral di Undip yang berhasil masuk dalam daftar ini, sedangkan 7 orang lainnya merupakan dosen.
Rekam jejak penelitian Muhammad Imam Ammarullah terbilang luar biasa di usianya yang menginjak 25 tahun. Hingga saat ini, ia telah mempublikasikan sejumlah artikel ilmiah di jurnal bereputasi. Berikut adalah statistik kutipan dari beberapa platform akademik terkemuka:
Google Scholar: 88 artikel dengan H-index 22 dan 1.828 kutipan
Scopus: 75 artikel dengan H-index 21 dan 1.501 kutipan
Web of Science: 58 artikel dengan H-index 20 dan 1.286 kutipan
Source:
mesin.ft.undip.ac.id
————————
Untuk publikasi di jurnal nasional dan internasional, kamu bisa konsultasi bersama tim @greenpublisher.id dengan cara DM atau klik link di bio. 😊
#greenpublisher #publikasiilmiah #publikasijurnal #publishjournal #jurnalilmiah #artikelilmiah #doaj #ebsco #jurnalebsco #jurnalsinta #dosen #dosentiktok #dosenmuda #dosenganteng #jurnalinternasional #jurnalnasional #sinta #sinta3 #sinta5 #scopusjournal
0 notes
Text
Evaluasi Penggunaan Supporting Applications For Quick Data Search (SuApQuDaS) Dengan Metode PIECES Framework
Evaluasi Penggunaan Supporting Applications For Quick Data Search (SuApQuDaS) Dengan Metode PIECES Framework
JITIKA – Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi Asia Yana Iqbal Maulana, Agus Salim Sinta 5. DOI: https://doi.org/10.32815/jitika.v15i1 Vol. 15 No. 1 (Februari 2021). Hal : 13 - 18. E-ISSN 2580 - 8397 Abstrak Aplikasi SuApQuDaS dibangun untuk memenuhi kebutuhan tim di salah satu biro dalam mengelola data khususnya proses pencarian data untuk meningkatkan pelayanan kepada customer. Evaluasi merupakan…
View On WordPress
#agusSalim#artikelilmiah#Februari2021#JITIKA#jurnal#JurnalIlmiah#JurnalIlmiahTeknologiInformasiAsia#Sinta#Sinta5#SuApQuDaS#YanaIqbalMaulana
0 notes
Photo
Saya Saifullah Putra, siap menyukseskan Writing Camp for Young Scholar 2020 yang diadakan oleh KOMA Indonesia bekerjasama dengan SIMPOSIUM, MASIKA ICMI, dan Tunas Cendikia pada tanggal 28 - 30 Oktober 2020. If we knew what it was we were doing, it would not be called research, would it? (Albert Einstein) Saya mengajak @amutazs_91 @ferdishafly @iqro_adnan @10mei2001 @hanifmzein untuk ikut bergabung dalam acara WCYS 2020. Salam Inovasi 👋🏻👋🏻 #writingcampforyoungscholar #writeyouidea #getyourknowledge #komaindonesia #wcys2020 #writingcamp #artikelilmiah #opiniilmiah #ilmiahpopuler #conference #inovation #youngscholar (di Surabaya, Indonesia) https://www.instagram.com/p/CGnFCf4MvAY/?igshid=13mwstfk1vl78
#writingcampforyoungscholar#writeyouidea#getyourknowledge#komaindonesia#wcys2020#writingcamp#artikelilmiah#opiniilmiah#ilmiahpopuler#conference#inovation#youngscholar
0 notes
Photo
Menulis Artikel Ilmiah yang Komunikatif: Strategi Menembus Jurnal Akademik Bereputasi Penulis : Wahyu Wibowo Penerbit : BUMI AKSARA ISBN : 978-602-217-400-4 Hal : 172 pages Ukuran : 14,5 x 20,5, HVS 60 gr, cover ac 230 gr Cetakan : ke 4 tahun 2018 Original Harga Rp54.500 diskon 20% Rp43.600 Sinopsis Artikel ilmiah adalah tulisan khusus yang diolah (ditulis kembali) dari suatu bentuk karya tulis ilmiah, baik itu laporan penelitian maupun karya tulis akademik, kemudian diterbitkan di dalam jurnal akademik bereputasi, yakni jurnal terbitan perguruan tinggi atau terbitan himpunan profesi akademik yang terakreditasi. Dikatakan tulisan khusus karena artikel ilmiah pada hakikatnya merupakan salah satu jenis tata permainan bahasa karya tulis ilmiah, yang memang mesti ditulis secara khusus karena memiliki aturannya tersendiri. #artikelilmiah #jokiskripsi #jasa #skripsi #skripsiunesa #skripsisurabaya #jokisurabaya #surabayainfo #surabayahits #lulus #jokiartikel #callforpaper #publikasiilmiah #jurnalilmiah #jurnal #dosen #mahasiswa #peneliti #workshoppenelitian #callforpapers #paper #makalah #pascasarjana #magister #workshop #publikasi #workshopjurnal #seminar #seminaronline #webinar https://www.instagram.com/p/CBscDe0JpcD/?igshid=t7df5eizyfjm
#artikelilmiah#jokiskripsi#jasa#skripsi#skripsiunesa#skripsisurabaya#jokisurabaya#surabayainfo#surabayahits#lulus#jokiartikel#callforpaper#publikasiilmiah#jurnalilmiah#jurnal#dosen#mahasiswa#peneliti#workshoppenelitian#callforpapers#paper#makalah#pascasarjana#magister#workshop#publikasi#workshopjurnal#seminar#seminaronline#webinar
0 notes
Text
[DIREXER] DIET MODIFICATION, REGULAR EXERCISE AND POWER NAP : INOVASI TERKINI GAYA HIDUP SEHAT SEBAGAI UPAYA PREVENTIF SINDROM METABOLIK DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS POPULASI DEWASA MUDA DI INDONESIA
Disadari atau tidak, penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, obesitas dan berbagai jenis kanker serta penyakit pernapasan kronis merupakan kelompok penyakit yang banyak menyebabkan kematian di dunia. Menurut WHO, penyakit-penyakit diatas merupakan penyebab 60% kematian warga dunia tiap tahunnya. Sebanyak 80% kasus kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (World Health Organization, 2006, World Health Organization, 2008).
Selain itu, pada tahun 2005 diketahui bahwa penyakit tidak menular diatas menyebabkan 52% dari seluruh kasus kematian di wilayah Asia Tenggara. Persentase di kawasan Amerika dan Eropa bahkan jauh lebih tinggi dari itu. Berbagai fakta diatas menunjukkan bahwa penyakit tidak menular tersebut menjadi beban berat tanpa memandang status ekonomi suatu negara, meskipun sebenarnya penyakit-penyakit tersebut dapat dicegah (World Health Organization, 2006). Dari sekian banyak faktor risiko terjadinya penyakit tidak menular tersebut, salah satu faktor risiko yang krusial adalah sindrom metabolik (Monteiro & Azevedo, 2010, Halpern et al., 2010, Kassi, Kaltsas & Chorousus, 2011, Park et al., 2010)
Sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan gangguan metabolisme yang ditandai dengan kondisi intoleransi glukosa, obesitas sentral serta dislipidemia (Yassine et al.,2009). Cook et al mendefinisikan sindrom metabolik sebagai terdapatnya tiga atau lebih tanda-tanda berikut ini: meningkatnya trigliserida (>100mg/100ml), rendahnya HDL (<40mg/100ml), obesitas sentral yang ditandai dengan lingkar abdomen >90 persentil sesuai jenis kelamin, meningkatnya gula darah puasa (>110mg/100ml) serta tingginya tekanan darah (>90 persentil).[1.6,7,8,9] Sindrom metabolik secara langsung dapat meningkatkan risiko terjadinya Penyakit Jantung Koroner (PJK), manifestasi lain dari penyakit atherosklerosis kardiovaskuler serta Diabetes Melitus tipe 2 (Kassi, Kaltsas & Chorousus, 2011, Park et al., 2009, Biro & Wien, 2010).
Insiden terjadinya sindrom metabolik tinggi dan terus meningkat seiring berjalannya waktu. Menurut The National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP:ATPIII) prevalensi sindrom metabolik diperkirakan akan terus meningkat sebanyak 5% selama lima belas tahun terakhir (Kassi, Kaltsas & Chorousus, 2011, Yassine et al., 2009). Selain itu, seperti halnya di negara barat, prevalensi Sindrom Metabolik di negara berkembang pun terus meningkat (Park et al., 2010). Sindrom ini pun diketahui terus naik frekuensinya pada anak-anak dan remaja sekalipun belum ada konsesus mengenai diagnosis sindrom metabolik pada anak-anak dan remaja hingga saat ini (Halpern et al., 2010, Park et al., 2010). Peningkatan frekuensi tersebut diduga terkait dengan semakin meningkatnya epidemi obesitas pada anak-anak (Park et al., 2010).
Berdasarkan Pooled Analysis menggunakan dua kohort prospektif the Bogalusa Heart Study (BHS) dan the Cardiovascular Risk in Young Finns Study, terdapat suatu indikasi peningkatan risiko 2.7 – 3.4 kali lebih besar terjadi sindrom metabolik di usia dewasa pada remaja yang mengalami sindrom metabolik. Peningkatan risiko sindrom metabolik ini diduga karena adanya peningkatan jumah komponen sindrom metabolik remaja. Gambar 2 menunjukkan bahwa Indeks Massa Tubuh (BMI) merupakan satu-satunya komponen konsisten yang berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya sindrom metabolik dewasa pada model-model yang multivariabel (Bruce & Hanson, 2010)
Gambar 1. Relative Risk dari Pooled Data untuk Memprediksi Sindrom Metabolik, Tingginya Ketebalan Karotid Intima Media dan Tipe 2 DM di Usia Dewasa sesuai dengan tiap Komponen Sindrom Metabolik Remaja (Bruce & Hanson, 2010)
Dari berbagai komponen sindrom metabolik, prediksi terjadinya sindrom metabolik dewasa menggunakan komponen BMI merupakan metode superior dibandingkan prediksi menggunakan segala definisi sindrom metabolik remaja yang lain. Hal ini menjadi temuan penting yang memiliki implikasi klinis. BMI diukur menggunakan peralatan sederhana dengan pengukuran yang mudah dan akurat, sehingga melalui pengukuran BMI orang dengan risiko tinggi dapat segera diidentifikasi dan dapat diberikan intervensi melalui kontrol berat badan(Bruce & Hanson, 2010).
Disisi lain, diketahui pula bahwa prevalensi sindrom metabolik meningkat dramatis seiring dengan meningkatnya BMI. Pada kohort NHANES 2003-2006, pria dan wanita dengan kelebihan berat badan (overweight) lebih berisiko 5.5 – 6 kali lebih besar memiliki komponen-komponen sindrom metabolik dibandingkan individu-individu dengan berat badan normal maupun dibawah normal (Kassi, Kaltsas & Chorousus, 2011). Kondisi BMI yang tinggi baik berupa overweight maupun obesitas terbukti memiliki hubungan yang erat dengan terjadinya sindrom metabolik pada individu sekalipun belum ditetapkan sebagai faktor utama (Monteiro & Azevedo, 2010, Biro & Wien, 2010)
Obesitas dan overweight didefinisikan sebagai kondisi akumulasi lemak berlebih maupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan seseorang dan diukur serta diklasifikasikan menggunakan parameter BMI. Badan kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan obesitas sebagai seseorang dengan BMI >30, sedangkan overweight sebagai seseorang dengan BMI >25 (World Health Organization, 2014, Whitney et al., 2011, Shah et al., 2009, Brown et al, 2009).
Pada tahun 2014 diketahui bahwa prevalensi obesitas di dunia meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 1980 (World Health Organization, 2014). Peningkatan obesitas yang juga berkaitan dengan peningkatan insiden sindrom metabolik terjadi karena adanya adopsi gaya hidup kebarat-baratan oleh masyarakat. Aspek negatif utama dari gaya hidup tersebut diataranya adalah stres psikologis jangka panjang, keseimbangan energi positif yang ditandai dengan berlebihnya konsumsi energi dan rendahnya aktivitas fisik serta makanan berkualitas rendah (tinggi lemak dan padat energi serta rendah kadar mikronutrisi) (Monteiro & Azevedo, 2010, World Health Organization, 2014).
Pada kondisi keseimbangan energi positif, terjadi penumpukan lemak terus menerus. Hal ini mendorong peningkatan plastisitas jaringan adiposa melalui mekanisme pembentukan adiposit baru dan pemenuhan rongga tubuh untuk ekspansi jaringan adiposa. Ketika hiperplasia adiposit untuk memenuhi kebutuhan akomodasi penumpukan lemak sudah melewati batas, terjadilah hipertropi adiposit. Hipertopi adiposit terus menerus mengakibatkan semakin sering adiposit tersebut pecah dan terjadi penyimpanan lemak diluar jaringan adiposa (umumnya di hepar) yang menimbulkan konsekuensi lokal dan sistemik seperti resistensi insulin (Monteiro & Azevedo, 2010, Shah et al., 2009, Christiansen et al., 2010). Penumpukan lemak berlebih pada tubuh akan menyebabkan peningkatan pelepasan LDL oleh hepar, lalu ketika jaringan lain seperti jaringan subkutan tidak mampu lagi menampung lemak, akan terganggu pula proses konversi VLDL yang menyebabkan hipertrigliseridemia. Obesitas juga akan mengakibatkan peningkatan pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) yang mengganggu proses insulin signaling. Kondisi tersebut yang berlangsung terus menerus menyebabkan terjadinya respons inflamasi tingkat rendah (low-grade inflammation) (Monteiro & Azevedo, 2010, Shah et al., 2009, Christiansen et al., 2010).
Obesitas viseral diduga kuat berperan penting dalam terjadinya sindrom metabolik sekalipun tidak semua penderita sindrom metabolik mengalami kondisi ini (Pierce et al., 2008, Shah et al., 2009, Villareal et al., 2011). Ukuran adiposit abdomen menjadi perhatian penting mengingat kemungkinannya untuk membesar, lalu pecah dan merangsang respons inflamasi Adiposit tersebut juga dapat mensekresi berbagai adipokin proinflamasi seperti leptin, resistin, PAI-1, IL-6, TNF-α, RBP-4, MIF, berbagai kemokin, IL-18 dan IL-33 yang sebagian besar berperan dalam proses resistensi insulin. Oleh karena itu, pada kondisi obesitas maupun overweight terjadi proses inflamasi yang juga berlangsung terus menerus dan mempengaruhi terjadinya kondisi sindrom metabolik maupun memperburuk kondisinya (Monteiro & Azevedo, 2010, Shah et al., 2009, Christiansen et al., 2010).
Terkait dengan masalah obesitas dan overweight, WHO mencatat pada tahun 2014 terdapat lebih dari 1.9 milyar orang dewasa (usia >18 tahun) memiliki kondisi overweight dan dari jumlah tersebut, sekitar 600 juta diantaranya mengalami obesitas. Dengan kata lain, sekitar 39% populasi dewasa (usia >18 tahun) mengalami overweight dan 13% diantaranya mengalami obesitas (World Health Organization, 2014). Hal tersebut menjadikan populasi dewasa rentan terhadap kondisi sindrom metabolik yang kemudian mengarah ke berbagai penyakit kardiovaskuler (World Health Organization, 2014, World Health Organization, 2016). Ancaman ini berlaku di hampir seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia yang saat ini tengah menghadapi kondisi double burden of disease (World Health Organization,2014). Obesitas dan overweight merupakan kondisi yang amat sangat bisa dicegah, metode yang paling mudah untuk dilakukan adalah melalui metode diet modification dan regular exercise (World Health Organization, 2014, Shah et al., 2009, Lovato & Lack, 2010).
Langkah pertama yakni Diet Modification dapat diwujudkan dalam konsep upaya penurunan berat badan melalui pengaturan pola makan dan pemilihan jenis makanan yang dikonsumsi (Whitney et al., 2011, Shah et al., 2009, Christiansen 2010). Pada populasi dewasa muda, hal ini sangat mungkin untuk dilakukan karena tidak adanya risiko berbahaya akibat penurunan berat badan, lain halnya dengan populasi dewasa tua (Shah et al., 2009, Lovato & Lack, 2010). Penurunan berat badan terbukti dapat menurunkan penanda - penanda inflamasi dalam peredaran darah dan hal tersebut berhubungan erat dengan normalisasi produksi dan ekspresi gen penanda - penanda inflamasi. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan berat badan memberikan efek positif pada pencegahan/perbaikan sindrom metabolik (Christiansen, 2010).
Dalam upaya penurunan berat badan, target penurunan berat badan yang ditetapkan harus rasional dan besarnya tergatung berat badan awal individu. Batas aman penurunan berat badan yakni 0.2-0.9 kg/minggu dan untuk individu overweight, idealnya penurunan berat badan tersebut konsisten dilakukan selama 6 bulan (Whitney et al., 2011,).
Setelah menentukan target, hal yang harus dilakukan adalah memilih konsumsi makanan yang bergizi tinggi secara konsisten. Selain itu, nutrisi yang dikonsumsi pun tidak boleh melebihi kebutuhan tubuh. Individu dewasa yang mengalami obesitas dianjurkan mengurangi asupan nutrisi sebanyak 500-1000 kcal/hari dan bagi individu overweight sekitar 300-500 kcal/hari. Secara umum, asupan nutrisi harian dalam rangka penurunan berat badan ini harus memenuhi sekitar 1200 kcal/hari untuk wanita dan 1600 kcal/hari untuk pria (Whitney et al., 2011,).
Gambar 2. Spesifikasi Jumlah Makanan untuk Menyediakan Nutrisi 1200 kcal – 1600 kcal sesuai Jenis Makanan (Whitney et al., 2011,)
Selain itu, strategi lain yang harus diterapkan adalah kurangi porsi makan tiap kali mengonsumsi setiap jenis makanan. Untuk mempermudah perhitungan porsi makanan, kita bisa menggunakan pengaturan porsi makan bagi pasien diabetes yang sudah disesuakan agar kadar gula darah tetap terkontrol. Hal yang perlu juga untuk dilaksanakan adalah perlahan-lahan dalam makan, makan dengan porsi suapan yang sedikit serta kunyah makanan dengan baik. Hal ini akan mempengaruhi pusat pengaturan rasa puas di otak, sehingga dengan makan secara perlahan, individu akan merasa puas dan kenyang dengan jumlah konsumsi makanan yang lebih sedikit. Akhirnya, asupan energi yang masuk pun dapat dikurangi tanpa menurunkan perasaan puas dalam menyantap makanan. Terakhir, makanlah makanan dengan densitas energi yang rendah seperti buah-buahan dan sayuran serta perbanyak konsumsi air atau makanan yang banyak mengandung air (Whitney et al., 2011,).
Gambar 3. Proporsi Konsumsi Karbohidrat, Lemak dan Protein bagi Pasien Diabetes Mellitus (Whitney et al., 2011,).
Langkah kedua yang harus dilakukan adalah melalui regular exercise. Menurut rekomendasi dari WHO, dalam rangka menurunkan risiko penyakit tidak menular serta meningkatkan kekuatan otot dan tulang, individu usia 18-64 tahun dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik berupa aktivitas aerobik intensitas moderat dengan durasi sekurang-kurangnya 150 menit atau aktivitas aerobik intensitas tinggi dengan durasi sekurang-kurangnya 75 menit selama satu minggu. Rekomendasi ini relevan untuk diterapkan semua individu dewasa yang sehat tanpa membedakan jenis kelamin, ras, etnis, atau tingkat penghasilan. Durasi tersebut dapat dibagi sesuai dengan preferensi tiap individu, misalnya bisa melalui aktivitas aerobik moderat 30 menit/hari selama lima hari dalam seminggu secara rutin (Farmilo, 2014).
Individu dewasa yang melakukan regular exercise terbukti memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami berbagai penyakit tidak menular, kanker, depresi serta sindrom metabolik (Yassine, 2009, Farmilo, 2014). Aktivitas aerobik moderat 30 menit/hari selama lima hari dalam seminggu secara rutin Penurunan kadar lemak tubuh dan peningkatan aktivitas fisik yang teratur terbukti memiliki pengaruh positif terhadap risiko penyakit kardiovaskular dan sindrom metabolik (Brown et al., 2009, Lovato & Lack,2010). Peningkatan aktivitas fisik melalui exercise dapat menurunkan risiko sindrom metabolik melalui perubahan faktor-faktor metabolik seperti peningkatan metabolisme glukosa, sensitivitas insulin, profil subfraksi lipoprotein, dan penurunan penanda - penanda inflamasi serta lemak viseral dan hepar (Yassine et al., 2009, Pierce et al., 2008)
Dalam rangka mengatasi obesitas maupun overweight pada populasi dewasa muda, kombinasi intervensi diet modification dan regular exercise juga terbukti memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan jika hanya melakukan salah satu metode saja (Yassine et al., 2009, Pierce et al., 2008, Lovato & Lack, 2010).
Gambar 4. Perbandingan Perubahan Komponen Metabolik pada Individu dengan Intervensi Diet, Exercise, serta Kombinasi Diet and Exercise Christianses, 2010)
Sebagai tambahan, hal terakhir yang perlu dilakukan adalah mempraktikkan aktivitas power nap. Dinges et al. (1987) mendefinisikan nap sebagai periode tidur dengan durasi kurang dari 50% rata-rata periode tidur utama pada individu. Napping atau tidur siang merupakan fenomena global yang terjadi pada individu di masa bayi dan berlanjut hingga masa dewasa bagi sebagian besar orang. Durasi tidur siang tersebut beragam, dari hanya beberapa menit hingga beberapa jam (Santos, Jankavski, Lorenzi, 2016). Disisi lain, power nap merupakan aktivitas tidur siang dengan durasi pendek yang memberikan efek positif pada kesehatan individu (Autumn et al., 2016)Durasi power nap berkisar antara 20-30 menit (Hoffman, 2010)
Saat ini, dunia industri sedang hangat memperbincangkan kemungkinan anjuran dilakukannya power nap pada karyawannya. Hal ini dikarenakan berbagai studi telah membuktikan bahwa power nap dapat meningktakan kewaspadaan, ketelitian dan krativitas individu, khususnya populasi dewasa muda (Hoffman, 2010, Arnin, 2011). Selain itu, power nap juga memberikan manfaat lain seperti meningkatkan kemampuan memori, motorik dan pengambilan keputusan (Berger & Hobbs, 2006, Kamal, Wahida & Yunus, 2012). Hal ini juga terkait dengan semakin tingginya kondisi kurang tidur pada populasi dewasa muda di dunia dikarenakan semangat bekerja yang tinggi dan persaingan yang ketat didunia kerja (Hoffman, 2010) .
Oleh karena itu, power nap dapat dijadikan solusi untuk menjaga kondisi tubuh tetap fit dan tetap produktif menjalankan berbagai aktivitas (Arnin et al., 2011, Berger & Hobbs, 2006), Selain itu, studi epidemiologis juga menunjukkan bahwa dengan mempraktikkan power nap beberapa kali dalam seminggu, individu dapat memiliki risiko penyakit kardiovaskuler yang semakin menurun (Hoffman, 2010). Untuk dapat mempraktikkan power nap secara optimal, pastikan untuk menyediakan alokasi waktu yang cukup (20-30 menit), buat kondisi ruangan senyaman mungkin serta hindari paparan zat kimia sebelum tidur (kafein, nikotin, radiasi telepon genggam, dsb (Berger, 2006).
Gambar 5. Skema program DIREXER
Pada akhirnya, kita menyadari bahwa populasi dewasa muda berada pada posisi yang rentan terhadap ancaman sindrom metabolik. Oleh karena itu, tentulah bijak untuk melakukan kegiatan pencegaham berupa inovasi gaya hidup baru yang mampu mengurangi risiko tersebut sekaligus meningkatkan produktivitas populasi dewasa muda tersebut. Hal tersebut diwujudkan dalam program DIREXER: Diet Modification, Regular Exercise and Power Nap.
Melalui inovasi gaya hidup baru ini, populasi dewasa muda khususnya bagi inidvidu yang mengalami obesitas maupun overweight dapat memperbaiki kondisi tubuhnya menjadi lebih sehat dan terhindar dari risiko sindrom metabolik. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan manfaat positif dari penerapan inovasi ini seperti peningkatan produktivitas dalam bekerja maupun belajar. Hal ini cukup berpengaruh penting, mengingat populasi dewasa muda merupakan populasi yang berperan penting dalam berbagai sektor kehidupan serta berperan sebagai generasi penerus bangsa yang sangat potensial. Terlebih lagi bagi Indonesia yang diprediksi akan menerima bonus demografi pada tahun 2030. Hal tersebut tentulah akan menjadi sia-sia bila populasi generasi muda nanti tidak berada dalam kondisi terbaik khususnya dari segi kesehatan .
0 notes