#Ujian Realita
Explore tagged Tumblr posts
Text
Mulailah dari Gelisah
“Ada satu pesan terakhir?”
Ketika pada podcast LPDP aku ditanya satu pesan akhir, aku teringat nasihat mendalam dari KH Budi Ashari: “mulailah dari rasa gelisah.”
Eh gimana gimana? Rasa gelisah memangnya positif ya?
Ternyata yang dimaksud di sini adalah rasa keprihatinan pada suatu isu. Pada suatu masalah. Pada suatu problematika.
Rasa gelisah itu bisa amat berbeda di tiap orang. Ia hadir sebagai titipan pada hati tiap individu, yang beragam latar, cara pandang, pengalaman hidup, dan lingkungannya.
Kata kakak saya yang seorang dokter anak… banyaak sekalii bayi prematur di Indonesia yang tidak tertolong karena mahal dan terbatasnya inkubator. Kenapa harus impor inkubator sementara alat ini mudah dan murah dibuat? Kenapa harus mengikuti spek ukuran di jurnal ternama? Padahal realitanya di masyarakat, kamar mereka sempit dan bersebelahan dengan kandang kambing. Mana mungkin cukup? Kenapa alatnya terlalu berat sehingga sulit ditransportasi, sementara pasien kita hidup di pegunungan dengan akses jalan kaki terjal?
Ujar seorang Professor teknik mesin penggagas gerakan inkubator gratis untuk bayi prematur di Indonesia.
Aku sakit kanker kelenjar tiroid di usia muda, usia dimana seharusnya aku bersenang dan bermimpi. Tidak hanya fisikku yang sakit, mentalku jatuh. Padahal aku sendiri kuliah psikologi. Bagaimana dengan remaja dan pemuda lain di luar sana yang sendiri menghadapi sakit kronis? Yang dikucilkan? Yang tiap hari harus konsumsi obat? Yang tiap bulan tamasya-nya ke Rumah Sakit?
Ujar seorang penggerak komunitas pasien penyakit kronis.
Rasa gelisah itu tidak bisa direkayasa.
Rasa itu muncul dari belanja masalah pada realita. Muncul dari ilmu tentang kondisi ideal yang kemilau dari hasil literasi, diskusi, dan keyakinan atas ayat-ayat suci. Semakin berilmu, semakin gelisah.
Semakin tinggi ilmunya, semakin sadar akan standar ideal yang menjadi acuan, dan betapa tidak idealnya kondisi saat ini.
Sesederhana acuan penanganan “door-to-needle-time” pasien stroke 15 menit yang sulit diterapkan. Yang kemudian mendorong tim dokter saraf merevolusioner sistem pre-hospital penerimaan pasien stroke dengan mengintegrasikan alat CT scan di ambulans.
Atau sekompleks kenapa suasana kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan umat terjadi di tengah masyarakat.. sementara pada kitab suci dan tuntunan Nabi telah dipercontohkan sebagai panduan. Yang kemudian membangkitkan seseorang berjuang mendirikan madrasah. Kemudian memberi akses pendidikan yang kini menjadi aliran amal… dari ribuan sekolah di Indonesia dari bangku TK hingga perguruan tinggi. Iya, KH Darwis, pendiri Muhammadiyah.
Rasa gelisah itu bukan kebetulan.
Dipertemukan tokoh ini dan itu, orang ini dan itu. Dipertemukan bacaan-bacaan buku. Dipertemukan guru-guru. Dipertemukan ujian ini, kondisi itu.
Jadi mulailah dari rasa gelisah. Jika belum menemukan rasa itu, mungkin itu tanda baik dari Allah untuk kita lebih semangat mencari ilmu, semangat belanja masalah, semangat membaca buku. Lalu temukan celah-celah itu. Celah besar antara realita dan kondisi ideal.
Berdirilah di celah itu, rasakan kegelisahannya. persempitlah celah itu, mulailah dari situ.
Nanti akan Allah bukakan jalan untuk menjawab kegelisahannya.
InsyaaAllah.
Nabi Muhammad SAW adalah orang yang amat peduli. Amat khawatir dan gelisah tentang kondisi umat dalam kondisi kebodohan dan kerusakan serta kebiadaban saat itu. Ber-tahannuts di gua Hira, bukan karena menghindari masyarakat, justru karena beliau SAW adalah sosok yang selalu hadir di tengah masyarakat.. Rasulullah SAW merasakan kegundahan, kegelisahan, keprihatinan mendalam.
Wallahua’lam.
-h.a.
Kalau kamu, rasa gelisahnya terhadap apa?
55 notes
·
View notes
Text
Tidak diperbolehkan untuk menyalin & membagikan segala tulisan di sini tanpa izin atau tanpa menyebutkan credit ⛔
Beli buku "Semua Lelah yang Perlu Kita Rasakan Saat Dewasa" di sini
Review pembaca bisa liat di sini
Archives tulisan:
How writing saves me a lot
Second memory
Kekuatan sebuah tulisan
Marry & love things
It's okay to wait long than to marry wrong
If it's the right time, everything will be easy
A letter for someone I'll call "Mas" in the future 💌
I believe you'll find it
Falling in love at this age feels so heavy
Self awareness
Life taught me a lot
Marriage talk
Kok iso?
Fall in love without any reason
Aku gak perlu bilang sayang
What kind of marriage is that i want
Dear parents, You get what you teach
Pasti ada
Gentle reminders
Bertahanlah. Setidaknya untuk dirimu sendiri
Berdoa itu gratis
Life lessons
Ujian yang tak kunjung selesai
Berteman dengan kesepian
Belajarlah untuk mati rasa
Everything happens for reasons
Yang lebih berat
I hate being poor
Grieving
Menerima penolakan
Penggugur dosa
Dilema seorang kakak
It's okay to ask for help
Perjalanan menemukan diri sendiri
Ketersediaan telinga
Krisis jati diri
Mengenal batas cukup
Jangan-jangan
Deactivated
Life gets better
Anak
Oh ternyata ini maksudnya...
Pertemanan di usia dewasa
Kita dan duka kita masing-masing
Terima kasih telah jadi orang baik
Rumus bermedia sosial
Mempertanyakan ulang mimpi-mimpi
Menjeda mimpi
Heals journeys
How depression feels like #part1
Aku ingin hidup lebih baik
Relapse
Quotes
Pray in silence
Prosa
Tentang jatuh cinta, patah hati, dan mengikhlaskan
Kalau aku tidak cantik lalu kenapa?
Night
Buku paling rumit
Menuju 23
Tak semua kebaikan perlu dibalas
Gak semua orang harus tau kita lagi kenapa
Ketenangan itu mahal
Less friends less problems
Some people won't stay
We suffer more often in our mind than in reality
Sama manusia secukupnya saja
How to fix our life
Gak semua hal harus kita tau jawabannya sekarang
Be okay with being understood
We never can change people
No need to prove anything
Cerpen
Antara perasaan dan realita
35 notes
·
View notes
Text
ternyata move on juga hanya soal prioritas
saat aku nulis ini aku lagi ngga punya polemik untuk move on (soal doi), yaaa honestly udah lama aku ngga punya polemik soal itu. bukan karena ngga butuh tapi mungkin udah ngga prioritas lagi at least 6 tahun terakhir. patah hati terakhir kali, cuma butuh liat realitas untuk sadar.
then, sekarang aku baru menemukan penjelasan kenapa patah hati yang dulu butuh tahunan lamanya move on tapi yang lainnya ngga butuh apa-apa buat move on. yapss, ternyata itu cuma soal prioritas.
mari mengakui, patah hati paling panjangku adalah jatuh cinta sama teman sma, dramanya panjang, menyita energi waktu dan kebodohan. sukanya dari kelas satu sma, sakitnya baru kelas tiga, sepanjang di kampus berapa kalipun aku kesemsem sama orang lain, rusak semua itu kalau dia udah chat/nelpon tiba-tiba. asli, bodoh bet dulu. tau tipe yang di-hai-in langsung rusak move on sebelanga, nah itu aku dulu.
and then thats over pas aku semester akhir. apakah karena capek dan akhirnya melek? mungkin ya tapi setelah kutelusuri kayaknya yang paling mempengaruhi itu adalah, tekanan mahasiswa semester akhir. jadi secara otomatis aku berpindah prioritas.
pasca kampus realita lebih buat megap-megap, jangankan bahas sakitnya waktu itu, aku benaran lupa, ending. bahkan setelah kami terhubung lagi yang tinggal benaran kenangan lucunya aja, jadi kami bisa jadi dua teman yang pernah punya kenangan terkait di masa lalu. over, benaran selesai.
2019 mungkin aku juga mengalami fase patah hati, yang sayangnya ngga memberikan efek jauh karena aku lagi hancur-hancurnya sama hidupku sendiri. ya meski waktu itu aku nangis bombay meratapi kok makin banyak ya ujian idup, disusul pula kehilangan paling menyakitkan selama aku hidup, pokoknya ngga terkata lah 2019. ya sekali lagi patah hatiku ngga membutuhkan proses move on karena aku prioritas selamat dulu dari keinginin mengakhiri hidup saat itu.
and then welcome ke 2021, cinta pertama sekaligus orang yang ada di saat masa-masa jatuhku saat itu akhirnya menikah, ini mungkin barangkali udah kedewasaan. kuakui aku baper kalau bahasa sekarangnya, tapi ya sekali lagi aku punya prioritas hidup yang lagi butuh aku tatar biar ngga merasa insecure-an mulu. sekali lagi semua berlalu karena aku punya prioritas lain.
and then, sisanya dan nyaris semua hubunganku ngga butuh proses buat move on, karena kalau udah jadian pasti putus karena aku merasa dia ngga cukup mengimbangi diriku atau hal lainnya yang intinya ngga cocok, dan ya itu memberikan rasa penyesalan tapi ngga memberikan rasa sayang yang susah dilupakan. ya rasa sesal yang buat aku lebih kekanakan dengan ngga mengakui mereka sebagai bagian yang buat aku tumbuh. even now aku ngga punya mantan kalau sebutanku, mungkin akan aku ubah kalau ketemu orang yang buat aku pengen lebih jujur. kalau diingat-ingat, yang statusnya ngga jelas yang butuh usaha buat dilupain, hmmm.
mungkin sejak dulu aku udah paham konsep ini dalam bahasa berbeda, bahwa selama kita punya prioritas lain maka hal lain jadi ngga penting. gitu juga dalam urusan cinta menye-menye ini.
jadi semoga cerita ini memberikan pemahaman ke yang lain, move on itu bukan tentang seberapa susahnya melupakan kenangan, tapi seberapa besar kamu memprioritaskan hidup kamu. ya kalau 24 jam waktu yang kamu punya buat diam dan mengingat kenangan sama dia ya tunggu capek deh baru bisa move on. iya kalau capek, kalau gila?
coba kamu sadari prioritas itu, ingat ya seseorang yang meninggalkan kamu ngga akan punya tempat di prioritas, kamu mungkin bakalan ngerti bahwa banyak hal yang jadi peer kamu dan menyita waktu kamu, jadi deh fokus sama itu dibanding tenggelam sama pikiran soal perasaan yang menyakitkan itu.
jadi coba sadari prioritas itu, ingat lagi mimpi-mimpi yang pernah kamu tulis, keahlian yang pengen kamu pelajari, tempat yang dulu masuk wishlist, duh kayaknya banyak ya.
susah si tapi sangat patut untuk dilakukan, good luck buat yang lagi move on!
52 notes
·
View notes
Text
Sambutlah
Akan ada masanya ikhwah, saat bertemu dengan dunia baru, kita mencari kembali tentang hakikat hidup, perihal bahagia, ketenangan, dan juga manisnya ukhuwah.
Saat itu, kita bertemu dengan mereka, orang-orang yang mengajakmu kepada takwa, mengingat kembali makna hidup, dan berjalan bersama dalam bingkai ukhuwah, di jalan dakwah.
Di fase ini, kita mengatakan dalam hati, disinilah tempatnya, sangat nyaman juga merasa menenangkan.
Bulan berganti, tahun berlalu. Akan ada masanya orang-orang yang bersamamu saat awal dulu itu ikhwah, mereka terhantam realita, berguguran satu persatu, lalu meninggalkanmu sendirian.
Bukan, bukan berarti mereka yang pergi disaat memilih tinggal, mereka lebih buruk dan disini lebih baik. Bukan seperti itu.
Namun bagiku, itu hanyalah ujian untuk kita semua, baik yang pergi atau bertahan.
Kita akhirnya sadar, bahwa kita hanyalah sekelompok manusia yang rapuh dan perlu dikuatkan.
Ikhwah, akan ada masanya, akan ada saat kita jenuh, dengan segala khilaf manusia, juga hantaman realita, yang membuat kita menepi sejenak untuk merefleksikan lagi kebelakang.
Ada satu pesan dari Rasulullah Shallalahu alaihi wassallam :
“Sesungguhnya iman boleh menjadi menjadi lusuh di dalam jiwa sebahagian dari kamu sebagaimana lusuhnya pakaian. Maka mohonlah kepada Allah agar diperbarui iman di dalam hati kamu.” (HR al-Hakim dan al-Tabrani)
Benar, kekuatan kita ini terletak pada iman yang akan berpengaruh terhadap amal.
Di luar sana ikhwah, kezaliman telah muncul secara terang-terangan, mengguncang iman dan akal sehat, menjadi momok anak cucuk kita kelak. Mereka itu didukung dengan dana yang besar serta pengaruh yang luas.
Sedangkan kita? Jumlah kita banyak, tapi layaknya buih di lautan.
Maka, setelah selesai dengan istirahat kita, mari bangun kembali, tegakan kepala lagi, rangkul kembali saudara kita, perkuat rabithahnya.
Pun saat 'masjid itu' tak menjadi tempat berkumpul lagi, bumi Allah ini masih sangatlah luas untuk menghamparkan sujud.
Sambutlah, sambutlah kemenangan itu, kemenangan yang sudah dijanjikan, sudah bukan masanya lagi untuk berpangku tangan!
"Jadilah kalian orang-orang yang paling kokoh sikapnya, paling lapang dadanya, paling dalam pemikiranya, paling luas cara pandangnya, paling rajin amal-amalnya, paling solid penataan organisasinya, paling banyak manfaatnya." (Ustadz Rahmat Abdullah)
42 notes
·
View notes
Text
Berbaik Sangka
Setiap manusia pasti punya harapan. Punya mimpi. Itu yang jadi pondasi setiap kita untuk terus bergerak kan? Ada nya gap antara realita dan harapan. Ada nya kesempatan untuk mengisi ruang menuju cita.
But when things didn’t go as we expected, yang hadir malah apa? Kecewa. Harapan-harapan yang dipupuk subur nyata nya menghadirkan kecewa yang lebat. Padahal, manusia hanya bisa berencana Tuhan yang punya kuasa.
Teori nya tau, tau banget. Paham banget malah, diulang-ulang terus soal nya.
وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)
Sesederhana kalau nggak Allah kasih ya berarti jawaban nya belum saat nya atau ada yang lebih baik. Titik. Tapi kok ya waktu dikasih ujian masih aja begini wkwkwk. Nangis🤣 yaaa gapapa manusiawi kan? Malah ada momen nya bertanya-tanya terus. Kenapa ya kenapa. Kalau dulu mah ujung nya teh nyalahin diri sendiri. Oh karena aku begini dan begitu makannya belum dikasih.
Susah ya berbaik sangka sama Allah.
Ya nama nya manusia, sering sok tau. Belagak tau segala nya, padahal ya cuma secuil ilmu nya Allah aja ngerti nya. Dikit-dikit nyalahin takdir. Padahal ya lagi diselamatin dari takdir buruk yang udah siap menyambut tuh itu.
Beberapa hari yang lalu gue ambyar dengan sukses. Karena ada harapan yang subur eh ditebang habis wkwk. Sekarang yaa udah bisa ngetawain aja. Toh Allah khairul makiriin, kalau Allah ngizinin ya ada aja jalan nya. Waktu lagi misuh-misuh si paling terdzolimi eh temen gue bilang, “apa beda nya ujian di sekolah sama kehidupan?”. Gue yang masi sesegukan srat srot ya diem aja. Dia ngelanjutin, “kalau di sekolah kita ujian setelah dapet ilmu nya, kalau di kehidupan kita diuji dulu baru dapet ilmu nya”.
Emang kalau ujian nya udah lewat kita baru bisa bilang “ooohhh ini makannya Allah kasih yang beda dari yang di doa”. Baru paham apa sih pelajaran nya, lagian kan memang ada hikmah di setiap kejadian. Ya PR nya sekarang adalah, gimana kita yakin sejak awal kalau ada kejutan super besar dibalik ujian yang bikin hancur lebur itu.
Bagaimana cara nya berbaik sangka sama Allah, kalau di depan sana tersimpan berjuta kebaikan untuk kita. Yaaaaaaa gue bukan nya udah keren banget sampe tiap dikasih ujian ngucap nya udah bukan istighfar tapi alhamdulillah. Ya masih belajar juga, yang penting kan berprogress ya. Hasil nya mah kita kembalikan lagi ke yang pegang pena takdir kita.
Selamat belajar. Selamat berbaik sangka. Selamat menikmati kerikil kehidupan untuk aku, kamu, dan semua yang sedang berjuang😊
Jalan nya tak seindah sentuhan mata, pangkal nya jauh, ujung nya belum tiba
17 notes
·
View notes
Text
Mahasiswa Jangan Salah Melihat Akar Masalah Muslim Rohingya
[ Nur Hasannah | @ceritasannah ]
Mari kita garis bawahi,
“Sadari peran dan bersuara menyerukan kebenaran dengan substansi yang jelas kebenarannya. Karena tindakan pastilah sesuai isi pemikiran.”
Peran Mahasiswa
Mahasiswa sebagai Sosial Control tentu memerlukan kejelasan akar dan pijakan agar posisinya sebagai Mahasiswa menjadi lebih mantap dan jelas dalam mengkaji sebuah realita masalah.
Namun sayang baru-baru ini jagad media dihebohkan dengan aksi mahasiswa yang melancarkan demo pengusiran para pengungsi Muslim Rohingya di Aceh dengan tindakan nirmoral.
Padahal Mahasiswa adalah kaum intelektual yang punya andil sebagai penggerak perubahan yang memiliki moralitas tinggi. Karena tingkat intelektual yang dimiliki Mahasiswa akan sejajar dengan moralitas yang ia miliki saat menghadapi persoalan.
Siapa Muslim Rohingya
Muslim Rohingya adalah etnis minoritas dengan populasi mencapai 1,3 juta jiwa. Mereka tinggal di Rakhine, Myanmar. Dalam UU kewarganegaraan 1982 etnis Rohingya tidak diakui keberadaannya, mereka dianggap kaum ilegal di Myanmar.
Mereka tidak mendapatkan akses pelayanan dan perlindungan dari kekejaman Junta Militer Myanmar. Etnis Rohingya mengalami pemusnahan etnis alias genosida.
Muslim Rohingya diburu seperti hewan buruan, dipenjara, disiksa, kaum muslimahnya diperkosa oleh militer Myanmar. Kekejian tidak berhenti disitu, pemukiman dan masjid-masjid Muslim Rohingya dibumihanguskan oleh pasukan militer dan Budha Radikal yang dipimpin oleh Biksu Ashin Wiratu.
Pada tahun 2017 cleaning etnis terjadi, dalam waktu sebulan 6700 jiwa Muslim Rohingya terbunuh. Sedangkan yang selamat terpaksa menyeret diri mencari suaka ke Bangladesh, namun malang keadaan mereka juga tidak pulih.
Solusi Tuntas Muslim Rohingya
Ujian keimanan terhadap konflik Muslim Rohingya benar-benar menggoncang iman banyak kaum Muslim Indonesia terutama Muslim Aceh, disusul dengan berita yang terus menggiring seruan memboikot Muslim Rohingya sehingga mengalihkan fokus kita pada seruan mandat kaum Muslim yaitu “Tetaplah bersatu!”.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,
“Saudara Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Tidak boleh ia mendzalimi saudaranya itu.” (HR. Muslim)
Haram hukumnya seruan boikot, menebar kebencian, pengusiran apalagi melakukan serangan fisik secara brutal kepada Muslim Rohingya.
Fokus kepada akar persoalan terusirnya Muslim Rohingya bukan fokus kepada masalah turunan berupa minimnya pengetahuan mereka terhadap agama dan keterbatasan mereka dari sisi adab.
Dua Solusi Tuntas Persoalan Muslim Rohingya
Pertama, menghapus sekat-sekat nasionalisme yang membelenggu kaum Muslim memberikan pertolongan kepada sesama Muslim lainnya. Paham nasionalisme atau Negara-Bangsa pemicu utama munculnya fobia pada bangsa asing seperti halnya ketakutan kepada para pengungsi Muslim Rohingya.
Kedua, menciptakan perlindungan sejati bagi umat secara internasional. Terbukti bahwa tidak ada satu pun kekuasaan saat ini yang mampu mencegah dan menghentikan genosida yang dialami kaum Muslimin baik itu kaum Muslim Rohingya, Muslim Suriah, Muslim Afganistan, Muslim Sudan, Muslim Kashmir, Muslim Palestina bahkan Muslim Uyghur.
Kaum Muslim ibarat anak ayam yang kehilangan induknya, tercecer dan terancam. Tidak ada yang bisa melindungi kaum Muslim kecuali induknya yaitu Khilafah.
Dengan tegas Rasulullah SAW bersabda,
“Sungguh imam (Khilafah) adalah perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikan dia sebagai pelindung.” (HR. Muslim)
Khilafah yang akan menyatukan serta menjaga kehormatan, jiwa, harta dan darah kaum Muslim. Bukan hanya kaum Muslim bahkan Khilafah juga turut menjaga dan melindungi umat beragama lain. Sebagaimana tinta emas yang tertoreh pada sejarah gemilang Khilafah Utsmaniyah, Sultan Beyazid II memberikan suaka untuk kaum Yahudi yang terusir dari Spanyol oleh penguasa Kristen.
Muslim Rohingya bukan musuh dan bukan pula orang kafir, mereka tidak sedang membuat makar busuk seperti para pemimpin Muslim yang hidup melanggengkan sistem dzalim.
Kaum Muslim Rohingya tidak sedang mengacungkan moncong senjata pada kepala kita seperti Junta Militer Laknatullah dan mereka tidak terbukti merampas tanah milik warga Aceh.
Kaum Muslim Rohingya hanya meminta perlindungan dan pertolongan, tidakkah membuat hati kita bergetar merasa takut akan gelar yang Allah berikan kepada umat Islam yaitu,
“Ummatan Wasathan, umat yang menjadi saksi bagi manusia. Bagaimana bisa kita bersaksi jika kita bagian dari pelaku kedzaliman yang keji!”
3 notes
·
View notes
Text
Andaikan...
Halooo aku mau kembali menulis untuk menjaga kewarasah di usia tanggung banyak pikiran dan bayangan beban kehidupan. Wkwkkwkw karena cuma di sini orang yang sekeras batu bisa sok melankolis sak karep e dewe.
…
Langit siang ini cukup redup ketika aku diharuskan menjaga rumah sendirian. Kepalaku rasanya kosong, sepi, seolah isinya pergi bersama semua orang. Pelan tapi pasti perasaan aneh itu muncul lagi, rasa rindu samar yang ga jelas juga ke mana arah muaranya, mungkin karena kondisi sedang sepi, atau mungkin juga karena ada serpihan beling di dalam hati. Entah itu beling atau malah berlian kecil, ga ada yang tau juga, yang pasti itu menancap begitu dalam. Sesekali aku curiga barangkali perasaan aneh itu muncul karena ada hal-hal di masa lalu yang seharunya bisa diperbaiki, sebuah keputusan gegabahku sebagai seorang bocah, keputusan tanpa upaya tepat untuk benar-benar mengerti dan memahami, sebuah keputusan yang membuat manusia ini tumbuh dewasa sendiri-sendiri.
Aku yakin ini bukan sebuah penyesalan, sepenuhnya yakin sudah jatuh ke lain hati, tapi ragu juga perasaan aneh itu akan cepat menghilang. Perasaan dari sebuah pengalaman yang menjadi katalisator pendewasaan, pengalaman yang mengharuskan dewasa dengan orang yang berbeda. Sudah waktunya bilang alhamdulillah untuk semua pembelajaran yang didapat melalui kekecewaan dan penyesalan masa lalu, waktunya bilang astagfirullan untuk setiap percikan hasrat mengubah fakta serta realita yang telah terjadi. Biar sudah kalau memang perasaan itu mau menetap lama, prasangka-ku bilang itu adalah pembelajaran berkelanjutan, yang lestari bahkan abadi.
Jangan-jangan ini salah satu jebakan hidup, sebuah ujian kematangan budi manusia, yang akan gagal ketika ia nekat membuang ikatan dan keadaan miliknya saat ini demi memperbaiki kesalahannya terdahulu. Haha sorryeee uriip, aku tidak akan terperdaya oleh gocekan maut mu itu. Dari lahir juga semua orang sudah tahu bahwa lini waktu pastinya berjalan maju, walau pun kadang dilupakan oleh sebagian orang, semoga aku termasuk salah satu yang terus mengingat itu.
*berpelukan sembari berkata, “maaf, maaf, maaf, andaikan dulu......”. Ia berhenti malanjutkan kalimat yang setulus-tulusnya ingin ia ucapkan. Menatap dalam, tersenyum, “Terima kasih”.
5 notes
·
View notes
Text
Apa yang sudah terjadi, terkadang ada rasa ingin mengulangnya. Semuanya dengan alasan, kalau yaa karena bahagia, atau ingin memperbaikinya- kata lainnya penyesalan. Iya, manusia ini terkadang dihantui oleh penyesalan. Penuh angan, yang pada akhirnya ekpetasi tidaklah sesuai dengan realita. Mungkin sakit, tapi semua tidak bisa diulang. Kalaupun iya benar nyatanya sakit, itu memang yang terbaik untuk saat ini.
Hidup ini merupakan perjalan dari satu ujian ke ujian lainnya kok. Yaa kalau sakit, nanti sembuh lagi. Allah tuh udah menetapkan takdir kita sebaik-baiknya. Jadi apa yang sudah lalu, memanglah yang terbaik. Kita pada akhirnya harus pandai menyemai hikmah dari apa yang terjadi.
Hidup di dunia ini memang tidak selalu indah. Indahnya kehidupan nantilah di akhirat.
15/05/23
8 notes
·
View notes
Text
berkembang dan bertumbuh (ke arah yang salah).
kamu menghabiskan setengah kotak brownis yang dibeli kemarin, sembari menatap foto masa kecil ketika usiamu sekitar tujuh atau delapan tahun. tak terasa, sembari mengunyah, air matamu meleleh. meski banyak orang, termasuk dirimu sendiri yang mengatakan bahwa masa kecilmu begitu menyenangkan dan berlimpah dengan berbagai hal, terutama materi, rasanya sangat tidak bersyukur jika menyerukan komplain.
pikiranmu melayang ke pada masa-masa yang kini disebut orang sebagai golden age atau usia emas pertumbuhan. ada yang mengatakan bahwa usia itu terbentang antara 6-11 tahun. saat itu, imajinasimu memang berkembang begitu pesat. rasa ingin tahumu begitu tinggi, kamu tidak takut untuk mencoba hal baru. sebuah hal yang lumrah yang dialami oleh setiap anak.
meski begitu, hari-harimu lebih sering dilewati dengan mendengarkan pesimisme dari orang sekitar. mereka yang enggan membiarkanmu mencoba hal baru karena sering kali kamu gagal dan membuat kekacauan (sesuatu yang akhirnya kamu sadari bukan sebuah kesalahan, melainkan sebuah proses pembelajaran). ada banyak suara yang mereka sendiri tak sadari akan berdampak buruk pada hidupmu kelak.
suara-suara tersebut mengatakan bahwa kamu kurang kreatif, otakmu tidak digunakan dengan maksimal, pekerjaan tanganmu tidak pernah sempurna, serta segudang keraguan yang dilontarkan secara jelas dan keras bahwa mungkinkah kamu akan sukses kelak?
pada awalnya suara-suara tersebut terasa seperti angin lalu. keyakinanmu semasa kanak-kanak sekuat pohon jati, bahwa kamu mampu membuktikan siapa dirimu yang sesungguhnya. namun, seperti ada kekuatan lain yang mengendalikanmu, pikiranmu perlahan-lahan selalu memutar ulang perkataan dari orang-orang terdekatmu, sosok-sosok yang paling kamu kasihi.
dimulai dari aktivitas menggunting di sekolah, kamu melihat pekerjaan teman-temanmu yang rapi, dan membandingkan dengan kertas yang berada di tanganmu. terbesit pemikiran bahwa mungkin kamu tidak serajin mereka dalam mengerjakan sesuatu, persis seperti yang dikatakan orang tuamu. kemudian datang aktivitas menggambar dan mewarnai, kembali kamu melihat hasil teman-temanmu seraya berpikir "sepertinya benar bahwa aku kurang memiliki kreatifitas". padahal, kreatifitas adalah sebuah keunikan yang dimiliki setiap individu yang perlu untuk diasah, bukannya sebuah natur yang akan langsung sempurna begitu saja.
ketika nilai ujian matematika keluar, saat kamu masih duduk di bangku sekolah dasar, seringkali kamu berpikir "mungkin nggak, ya, aku bisa berkuliah? aku sebegini bodohnya". pada usia yang begitu muda, kamu telah belajar untuk melihat diri sendiri dari lensa yang negatif.
saat kamu duduk di bangku kelas enam, dinding rumah menjadi saksi tulisan-tulisanmu yang membenci diri sendiri, seperti "aku bodoh banget", "aku nggak kreatif", sebuah kepercayaan yang justru, ironisnya, ditanamkan oleh orang-orang yang berkata mereka mencintaimu, namun sikap dan perkataan yang muncul seolah mengatakan sebaliknya.
keyakinanmu, yang kamu kira akan bertahan sekokoh batu karang yang meski diterjang badai tak akan tumbang, pada akhirnya tak terbukti benar. badai tersebut berhasil merapuhkan serta mengoyak pertahananmu. pertahanan apa yang kamu miliki saat usiamu masih begitu belia? usia yang seharusnya kamu masih dilindungi dan dibuat untuk merasa aman menelusuri dunia kecilmu, sebelum akhirnya melangkah pada dunia yang jauh lebih luas.
mereka (dan banyak orang yang lainnya) mengatakan bahwa hal-hal tersebut terjadi karena mereka baru pertama kali menjadi orang tua, pertama kali memiliki seorang cucu. ditambah, pada saat itu belum ada internet dan buku-buku parenting seperti saat ini. kamu mengiyakan hal tersebut dan tahu bahwa memang begitulah realita yang terjadi. namun, bagaimana dengan lukamu?
kamu belajar untuk hidup berdamai dengan luka-luka yang ada, perlahan mencoba menyembuhkan setiap luka dengan berbagai hal. kamu berusaha untuk mengasihi mereka yang telah menyakiti, namun juga berjuang untuk mencintai diri sendiri. diri yang selama ini menerima ekspresi cinta yang salah.
seringkali kamu bertanya-tanya ketika rasa pahit timbul tenggelam dari hatimu yang terdalam. apakah sesulit itu untuk mengasihi seorang anak, melihatnya sebagaimana ia adanya, tanpa menggunakan kacamata yang dibalut lensa ekspektasi-ekspektasi dan kecemasan-kecemasan yang berasalh dari lingkungan sekitar.
kemudian, pada akhirnya kamu hanya dapat diam dan berusaha menavigasikan kehidupanmu ke arah yang benar. meski sebenarnya kebenaran itu seringkali tampak buram dan secara konstan kamu pertanyakan.
jauh di dalam hati dan pikiranmu, kamu tahu bahwa mereka yang telah menyakitimu mungkin tak akan pernah sadar atas efek apa yang mereka timbulkan. betapa hal tersebut telah merusak sebagian besar hidupmu. pada akhirnya, sembari menghela nafas, kamu hanya dapat bergumam,
"terjadilah seturut dengan kehendak-Mu. ampuni mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
meski begitu berat, begitu pelan, begitu lamban, kamu tetap berjalan. entah sampai kapan akan begini. setidaknya, kamu berusaha untuk selalu bertahan di tengah kesesakan.
3 notes
·
View notes
Text
Setitik Terang
Ratusan hari berlalu, tapi tidak dengan bayangmu. Kau tetap tinggal di sana, di salah satu sudut ruang hati. Tetap berpijar sebagaimana hari-hariku yang terasa semakin beragam ceritanya.
Hadirmu semakin samar untuk aku yang gemar merajut asa bersama. Ah tidak mengapa. Aku tetap bersyukur karena hadirmu membawa makna tersendiri. Meski aku juga yang harus berulang kali menyadarkan akal atas realita yang sesungguhnya.
Entah bagaimana kisah akan berakhir. Kau yang datang sebagai jawaban atau justru ujian.
7 notes
·
View notes
Text
Dinamika hidup itu, bernama Ujian
Begitulah, kira-kira aku menyimpulkan segala kalang kabut di dalam kepala ini. Kadang segala gelombang itu tak mampu di reda, namun ada kalanya juga gelombang berisik itu mampu di bungkam.
Jika saja kembali mengenali, dunia ini memang tempatnya di berikan ujian. Dan kemudian dunia ini akan dirasa damai bagi mereka yang pandai bersyukur. Sederhana ini, banyak manusia -termasuk aku, anti banget sama ujian. Ujian kecil aja udah merasa paling tersakiti.
Jika kau tau, dalam memandang ujian kita bisa pinjam mata lebih banyak. Maka tak akan ada celah untuk kita terus berkeluh kesah. Everything will be ok. Because, hati kita tentram dengan rasa syukur. Klise memang, tapi yaa mau tidak mau itu realita.
Kali-kali ini rasanya dunia sedang keras membentur mereka yang mulai lalai. Lalai pada kehidupan setelah kehidupan, jikasaja kita tahu bahwa tak ada yang benar-benar kita kejar di dunia mungkin kita tak akan sekeras itu menghadapinya. Namun tetap saja,manusia hanya mendaptkan apa yang sudah dia usahakan. Sibuk yang banyak barangkali untuk mendapat hasil yang maksimal, tidur yang pendek barangkali untuk mendaptkan untung yang banyak. Namun , merugi jika di sela waktu itu tak basab muljt oleh dzikir sedikitpun.
Dunia ini melelahkan, apalagi jika di sini hanya gokus mencari yang ada di dunia. Susah mengimbangkan apa yang dicari. Antara dunia atau kehidupan setelah dunia.
Ya, akhirnya ujian itu menyadarkan kita. Bahwa sesungguhnya tak ada yang harus kita kejar dengan sungguh selain agar me dapatkan keindahan pada kehidupan setelah dunia.
Ujian rasa lapar, takut, kekurangan itu adalah kepastian yang akan dirasakan manusia. Maka nikmati dinamika itu karena ada kabar gembira bagi mereka yang mau menahan diri dengan shabar. Bahkan jaminanya tidak main-main. Di janjikan tempat terindah bernama SYURGA.
Tulisan ini memang untuk aku, yang belakangan merasa kewalahan dengan kerasnnya dunia. Hidup realistis membuatku meringis sampai kadang harus merelakan idealis agar bisa tetap bertahan pada zona nyaman.
Untuk aku, maukan bershabar sebentar lagi?
8 notes
·
View notes
Text
Sepenggal Cerita Kita
Kamu tahu
Dari semua kisah, kisah kita yang rumit
Ya, sebenarnya kisah kita hampir sama dengan cerita film pada umumnya
Cerita tentang Cinta yang Tak Terbalas,
Cerita tentang Memendam Cinta yang Cukup Lama,
Cerita tentang Cinta Pertama yang Gagal,
Jujur, aku bingung
Kenapa dari sekian banyak pria
Kamu yang terlalu lama mengendap di hatiku
Bahkan, herannya
Kamu selalu muncul ketika aku ingin melanjutkan ke proses yang lebih serius dengan orang lain,
Entah kamu yang merupakan ujian bagiku
Ataukah kamu yang merupakan takdir bagiku
Well, we don't know what we don't know
Seperti Menantang Takdir
Aku tak tahu Apa Yang Allah Rencanakan Untukku juga Untukmu
Aku juga tak ingin memaksakan kehendak rasa ini kepadamu, yang mungkin memang tak pernah ada rasa untukku
Detik ini, aku ingin berdamai dengan segalanya
Aku ingin menyudahi harapan tentangmu
Aku ingin menyudahi rasa kepadamu
Aku ingin menyudahi berharap kepada manusia sepertimu
Ekspektasi terkadang berbanding terbalik dengan realita
Mari Biarkan Semesta dan Pencipta
Menentukan Ending dari Cerita Kita
26.03.23 _ SelepasSubuh @helloo-naa
#sepenggalceritakita#tentang#aku#kamu#tentangsebuahrasa#tentangsebuahcerita#tentangsebuahharapan#kisahtentangkita#ceritacinta#takberbalas#pergi#atau#tetaptinggal#firstlove#tulisantentangmu
10 notes
·
View notes
Text
Ada masa-masa di mana aku merindukan setiap permulaan dari sebuah kebaikan.
Entah itu awal mula ketika masa-masa menapaki jalan hidayah, ataupun permulaan dari sebuah muhasabah dan pertaubatan.
Ketika jiwa kita menyadari kesalahan diri sendiri, kemudian banyak menyesali segala kekhilafan yang telah lalu, maka di situlah hati kita menjadi kuat untuk meninggalkan maksiat.
Betapa mudahnya kita hempaskan segala hal yang membuat lalai akan akhirat, karena jiwa kita dipenuhi oleh rasa cinta, harap dan takut kepada Allah.
Begitu mudahnya kita menerima kebenaran dan mudahnya mengamalkan hidayah ilmu yang didapat, tidak peduli celaan manusia dan tidak butuh validasi apalagi pujian dari pihak lain. Seakan kematian sudah di depan mata sedangkan diri masih kotor dan hina berlumuran dosa.
Kenapa masa-masa itu sering kali aku rindukan? Karena itulah masa-masa keemasan yang terkadang sulit untuk diraih bahkan ketika kita sedang menapaki jalan hidayah.
Ketika fitnah syubhat dan fitnah syahwat begitu tertancap kuat di hati, maka sering kali hawa nafsu seakan mengecilkan hujjah yang telah dipelajari.
Ada ajakan untuk menormalisasi kesalahan karena menganggap bahwa itu manusiawi. Wajar ketika sebagai manusia kita berbuat dosa. Ya, sebuah alasan yang pada akhirnya malah membuat kita meninggikan akal, mengedepankan hawa nafsu lantas tanpa sadar mengecilkan aturan Allah.
Lalu, rutinitas ibadah pun mulai terasa berat dan hambar. Sering kali kita menjadi terhalang untuk melakukan amal kebaikan.
Hal-hal yang melalaikan semakin melekat dan terus memperdayakan. Seolah menghipnotis kita agar terus saja terpaku dan disibukkan di sana.
Hati yang semakin kotor oleh dosa pun merasa gelisah, resah dan seakan kehilangan arah. Pekatnya dosa membuat ibadah yang dilakukan seakan menjadi tambalan atas maksiat yang bertebaran.
Ibaratnya kita sedang membawa air dengan ember yang bocor di atas tanah yang tandus dan kering. Perlu berjalan jauh untuk menemukan mata air, tapi tanpa kita sadari ember yang kita bawa itu berlubang sehingga air yang dibawa pun habis tak tersisa.
Seperti itulah perumpamaan jiwa-jiwa yang telah tercemar dengan maksiat dan menyepelekan hujjah-hujjah atas perintah dan larangan Allah.
Meninggalkan kemaksiatan begitu terasa berat. Hawa nafsu seakan terus haus dan menuntut untuk selalu dituruti. Jiwa kita pun tak kuasa untuk melawannya dan akhirnya semakin terjerembab dalam kubangan dosa.
Itulah realita yang dijalani orang-orang yang sedang futur di dalam iman. Ketika menjadi sami'na wa atho'na tidak semudah dahulu ketika pertama kali mendapat hidayah.
Maka hendaklah kita bersyukur ketika kita masih ditolong oleh Allah dengan dijadikannya hati kita gelisah dan sesak di tengah kemaksiatan yang semakin merekah.
Sakitnya jiwa kita dan kedua mata yang masih diberi taufik untuk menangisi dosa, sejatinya adalah sebuah anugerah yang besar, karena jika kita tidak bisa lagi merasakannya maka hakikatnya jiwa kita telah mati, betul-betul tenggelam di dalam palung kehinaan diri.
Cobalah untuk sering memiliki waktu berkhalwat dengan Allah, waktu yang kita gunakan untuk mengoreksi aib-aib kita sendiri, bermuhasabah dan berintrospeksi atas perjalanan yang sudah ditempuh.
Apakah niat kita sudah benar-benar lillah?
Apakah ilmu kita sudah menjadi ilmu yang bermanfaat?
Sudah sejauh mana perbaikan kita di dalam akhlak dan adab?
Waktu kita selama ini habis digunakan untuk apa?
Sudahkah kita bisa menjaga lisan dari suka mencela dan ghibah, menundukkan pandangan dari kehidupan orang lain dan menata hati kita agar tidak penuh dengan buruknya prasangka?
Apakah rasa syukur dan qana'ah itu sudah terwujud?
Siapakah yang pertama kali kita ingat pada hentakan pertama ujian itu datang?
Masihkah kita mengutuk dan marah dengan ketetapan-Nya?
Apakah hati dan pikiran masih didominasi dengan memikirkan makhluk ataukah sudah betul-betul fokus kepada Allah?
Sudah sejauh apa kita mengenal-Nya dan yakin akan janji-Nya?
Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya yang harus kita tujukan kepada diri kita, sebagai lecutan agar terus mawas diri dan tetap pada koridor yang seharusnya.
Terkadang di saat jiwa kita merasa gersang dan merasa kurang di tengah kemudahan mempelajari agama-Nya, kita justru disibukkan dengan hal-hal yang tidak berguna.
Kita begitu kuat mendengarkan ucapan-ucapan atau obrolan-obrolan yang sia-sia, tapi begitu suntuk ketika mendengarkan kajian tentang ilmu syar'i.
Kita begitu mudah terbawa perasaan di dalam menyelami skenario-skenario dusta karangan manusia, lantas jiwa kita seakan mati rasa di dalam mengingat dosa-dosa yang ditanam sekian lama.
Ketika benih dosa itu terus tumbuh dan masa panen dosa itu pun tiba, tanyakanlah pada dirimu apakah kamu berbahagia di dalam mendapatkannya?
Bukankah kita selalu menuntut hasil panen yang penuh kebaikan dan kemuliaan, tapi tidak menyadari seperti apa benih-benih yang kita tanam?
Ketika musibah akibat kemaksiatan itu datang, kita merasa Allah sudah menzalimi kita dan telah berbuat tidak adil kepada kita.
Sebuah kebodohan yang sangat menggelikan, bukan?
—SNA, Ruang Untukku #119
Senin, 21-08-2023 | 23.38
Venetie Van Java
4 notes
·
View notes
Text
Dear Sisters,
Abu Sa’id Al-Khudri menjenguk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat menjelang wafatnya, ia merasakan panasnya tubuh Rasulullah karena demam yang dialami beliau. “Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Begitupun kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami.”
Lalu Abu Sa’id bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya?” Beliau menjawab, “para nabi”. Abu Sa’id bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Orang-orang shalih”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan, apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, adalah sampai tidak punya apapun. Dan sebaliknya, bila diuji dengan kesenangan, maka diberikan segala kemewahan.” HR. Ibnu Majah.
Ujian hidup tidak hanya ketika kondisi terpuruk, tapi juga ketika berada “di atas angin”. Bagaimana Nabi Sulaiman dengan kekayaan dan kekuasaannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan keterbatasan materinya, namun keimanan kepada Allah tetap tidak luntur.
Lalu apakah ujian kesenangan lebih mudah dari kesulitan? Kita bisa melihat pada realita yang terjadi, banyak orang tersandung dengan ujian kesenangan. Budaya flexing makin marak. Tergoda dengan gaya hidup yang serba ‘wah’, sehingga tidak lagi peduli darimana rezeki itu berasal, asal bisa mendapatkan kekayaan dengan cepat, dan bisa menunjukkan kemewahan ke semua orang. Karena harus terus tampil bergaya, maka korupsi, judi online, membuat konten tipu-tipu memiliki jet pribadi, bahkan sampai terlilit pinjol pun bakal dijalani. Sedangkan di satu sisi, Allah sudah tidak ada lagi dalam hati.
Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, apakah menurutmu orang yang banyak hartanya itu adalah orang kaya?” Abu Dzar menjawab, “Benar ya Rasulullah.” Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya lagi, “Apakah menurutmu orang yang tidak mempunyai harta adalah orang miskin?” Abu Dzar menjawab, “Benar ya Rasulullah.”
Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai Abu Dzar, ketahuilah bahwa kekayaan dan kefakiran itu sumbernya hanya dari hati. Barangsiapa yang kaya di dalam hatinya, maka ia tidak akan dapat dicelakakan oleh apapun yang ia alami dalam hidupnya di dunia. Dan barangsiapa yang fakir hatinya, maka ia tidak dapat dijadikan kaya oleh harta apapun sepenuh dunia. Justru itulah yang akan menghancurkannya.” HR. Ibnu Hibban.
Imam Syafi’i pernah ditanya oleh seseorang, “Mana yang lebih hebat bagi seseorang, antara dikokohkan (dimenangkan) atau diberi ujian?” Lalu Imam Syafi’i menjawab, “Ia tidak dikokohkan sebelum diberi ujian.”
Hal itu kita perlukan untuk tetap menjaga cahaya keimanan kita tidak meredup. Bila cahaya keimanan menerangi jiwa, maka akan membawa ketenangan dan kedamaian dalam diri. Dan cahaya itu selalu mengikuti orang-orang shalih, sehingga orang sholih itu kemanapun selalu mencerahkan dan menjadi penerang dalam kehidupan, bukan sebaliknya.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berdoa, “Ya Allah jadikanlah di dalam hatiku cahaya, di dalam ucapanku cahaya. Jadikanlah pada pendengaran ku cahaya, pada penglihatanku cahaya. Jadikanlah dari belakangku cahaya, dan dari depanku cahaya. Jadikanlah dari atasku cahaya, dan dari bawahku cahaya. Ya Allah berikanlah kepadaku cahaya, dan jadikanlah aku cahaya.” HR. Muslim dan Abu Dawud.
Frasa: Perempuan, Ilmu, dan Rasa
12 notes
·
View notes
Photo
SABAR (Aku) manusia yang seringkali dikalahkan oleh keadaan. Ilmu yang lelah-lelah dicari luluh lantah saat dihadapkan dengan realita yang menyudutkan. Dipikir sudah siap dengan ujian, nyatanya masih harus banyak latihan. Sabar dan tenang seketika hanya teori. Kalah dengan ego yang menguasai diri. Hati dan pikiran maunya sejalan, tapi seringnya malah berlawanan. Yuk lebih banyak lagi belajarnya! Luaskan lagi sabarnya! Tambah lagi sadarnya! Karena belajar sabar perlu kesadaran. Dan belajar sadar perlu kesabaran. . . #nindinitumblr #legacy https://www.instagram.com/p/Cn67zkrycIK/?igshid=NGJjMDIxMWI=
7 notes
·
View notes
Text
Belum Selesai dengan Diri Sendiri
Seakan-akan semua terjadi sesuai prediksi. Dan sebenarnya, ingin sekali kuhindari kenyataan ini. Aku sudah mencoba berhati-hati dan tetap dalam kendali, namun nyatanya waktu itu tiba juga hingga mempertemukan kita di tempat yang tak kau sangka-sangka. Hal itu yang sangat kuhindari, sudah terjadi. Entah aku terlalu percaya diri atau hal tersebut kebetulan terjadi, seketika foto profilmu berubah setelah kau beranjak dari sini. Tentang teman, yang memiliki pemikiran lebih sejalan dan lebih imbang dalam segala bidang, itu yang kupikirkan. Dan setelah 2 hari berlalu, kulihat sikapmu yang cenderung acuh tak acuh layaknya aku telah melakukan suatu kesalahan padamu. --- Memiliki teman dekat memang adalah hal penting menurutku. Sebagai makhluk sosial yang tidak bisa melakukan banyak hal sendirian, memiliki teman menjadi kunci bagi seseorang untuk dapat bertahan di tengah kerasnya kehidupan. Semakin beranjak dewasa, kehidupan berjalan semakin cepat dan banyak sekali rintangan. Entah itu masalah pendidikan, percintaan, keuangan, pekerjaan, keluarga ataupun banyak hal remeh lainnya yang tidak bisa kita abaikan setiap harinya. Seiring berjalannya waktu, seringkali aku membutuhkan hadirnya seorang teman dalam tiap pekerjaanku. Pekerjaan yang notabenenya aku lakukan di luar rumah, aku butuh teman untuk melakukannya. Aku adalah makhluk sosial. Titik. Banyak sosok teman yang sering hadir membantuku. Namun, pastinya sedikit teman yang kerap hadir dan memiliki pemikiran yang sejalan. Dan dari hal tersebut, aku harus berhati-hati untuk bisa mengimbanginya, dalam apapun itu. Maka dari itu, ucapanku harus kujaga, apa yang kutampilkan harus kubatasi, agar tidak ada rasa rendah diri atau tinggi hati dalam dirinya dalam menjaga pertemanan ini. --- Dari beberapa jenjang pendidikan yang kulalui, pasti di dalamnya terdapat orang-orang yang dekat dengan diriku. Meskipun masih kurang jika disebut sebagai "teman sejati", tapi setidaknya kita sudah banyak melalui hal bersama dan membuktikan bahwa pemikiran kita sejalan, meskipun tidak seluruhnya sejalan.
Dan kini aku pun berada di masa perkuliahan, aku tidak bisa luput dari memiliki teman dekat. Ya, aku memiliki teman-teman dekat dengan segala latar belakangnya. Dan ada 1 yang cukup dekat, namun kurasa dia kurang memahamiku. Banyak hal yang kutahui, tentang siapa-siapa yang sedang kita bicarakan. Namun, pada akhirnya semua hanya bisa kusimpan sendiri. Karena jika kuceritakan, kurasa ikatan pertemanan ini dapat mengendur, dan akan menjadi "pertemanan yang biasa". Jujur, aku tidak ingin memiliki "pertemanan yang biasa", bercakap hanya karena kita sedang menghadapi kesulitan saja. Namun.. bagaimana lagi.. Mungkin ini bentuk ujian dari Allah bahwa kita akan diuji dengan hal-hal apa saja yang kita senangi. --- Sudah 2 hari berlalu, kau mengetahui latar belakang dalam skala yang kecil. Ya, dalam hal materi atau uang, bisa membuat seseorang menjadi suka atau benci tanpa alasan yang jelas. Aku tidak perlu membaca pikiranmu terlalu dalam untuk mengetahui apa yang kau pikirkan, karena dengan jelas sikap dan pandanganmu menunjukkan yang sebenarnya. Dan juga.. aku telah memahami itu, karena aku pun pernah berada pada titik memiliki pemikiran yang demikian. Yang demikian ini dapat kusimpulkan bahwa bukan aku yang salah dan membuatmu menjadi bersikap kurang perhatian, namun.. kau lah yang belum selesai dengan dirimu sendiri, menghadapi kenyataan ini dan menerima realita yang ada.
25 Mei 2023
4 notes
·
View notes