elleahain
whispers of the heart
116 posts
26yo who try to find herself in this fallen world.
Don't wanna be here? Send us removal request.
elleahain · 1 month ago
Text
<3
notifikasi dari Tumblr sering kali membuatku terkejut. satu dua kali kudapati beberapa pengguna menyukai tulisan yang bahkan aku lupa pernah menuliskannya di sini. tak jarang kucoba untuk membaca kembali tulisan tersebut, dan ternyata selalu ada hal baru yang akan kukritisi. namun, aku bersyukur karena membuat keputusan untuk terus menulis. walau mungkin kurang dari sepuluh orang yang membacanya.
ternyata keyakinanku tak sepenuhnya salah. keyakinan bahwa setiap tulisan akan menemukan pembacanya, meski tak didukung oleh algoritma. terlebih lagi tulisan tersebut tidak menggunakan bahasa Inggris dan diunggah di media sosial yang kurang mendapat exposure di negara ini.
selain karena belum percaya diri dengan kemampuan berbahasa inggrisku yang masih pas-pasan, aku merasa bahwa menulis dengan bahasa Indonesia membuatku lebih bisa bersentuhan dengan perasaan yang selama ini kupendam dan kuhindari.
pada akhirnya, kita akan dihadapkan terus dengan setiap perasaan yang harus diselesaikan, atau yang hanya perlu untuk dirasakan. karena perasaan bersifat sementara. memangnya, ada kah hal di dunia ini yang tidak bersifat sementara?
singkat kata, terima kasih untuk setiap dari kalian yang meluangkan waktu untuk bersedia membaca tulisanku yang kurasa masih berantakan ini. semoga kalian tidak merasa sendirian dalam menghadapi kehidupan yang seringkali memusingkan ini.
0 notes
elleahain · 1 month ago
Text
ternyata mengerjakan latihan soal CPNS adalah sebuah humbling experience. tak terbilang berapa kali banyaknya merutuki diri sendiri bagaimana mungkin aku sebodoh ini? apa yang salah dengan proses kognitifku? dan beberapa pertanyaan lain.
kali ini rasanya keinginan yang dominan adalah untuk pembuktian diri dengan menaklukkan soal-soal jahanam tersebut, tak peduli lagi dengan kelolosan karena sebenarnya aku tak begitu minat menjadi ASN.
kebodohanku rasanya akan ditelanjangi tatkala seorang teman berkata bahwa nama dan skor peserta akan muncul di saluran live streaming. yang berarti semua orang yang berminat dapat melihat kemampuan kognitifmu. tekanan macam apalagi ini.
ternyata aku masih peduli dengan pandangan orang terhadapku. meski sebenarnya kuyakini bahwa sekumpulan tes tersebut terlampau sederhana untuk sungguh-sungguh melihat kemampuan setiap individu yang begitu kompleks.
untuk setiap orang yang berjuang, semoga ujian hidup macam ini tak meruntuhkan self-esteem kalian, karena punyaku sudah hampir runtuh. semangat.
0 notes
elleahain · 7 months ago
Text
Selamat ulang tahun, Bapak.
Hari ini Bapak berulangtahun yang ke-73, meski kupanggil 'bapak', sejatinya beliau adalah kakekku. Hingga usianya yang ke tujuh puluh tiga, kami tak pernah sekalipun merayakannya. Bukan karena tak mau merayakan, namun Ibu dan kedua tanteku hampir tak pernah tahu hari lahir Bapak. Sampai beberapa waktu lalu kami melihat kartu keluarga dan secara kolektif berusaha mengingat hari lahir beliau.
Meski hubungan Bapak dengan anak-anak dan cucunya (yang mana hanya aku) tak terlalu dekat, Bapak tetap memiliki tempat spesial di hati setiap kami. Meski sebenarnya Bapak lebih banyak memberikan luka dan trauma pada kami.
Kukira toxic relationships hanya berlaku dalam hubungan romantis. ketika kupelajari lebih lanjut, hubunganku dengan Bapak dapat dikategorikan sebagai hubungan yang toksik. Bapak memang bukan seorang yang lembut dalam perilaku dan tutur katanya. Ketika aku masih anak-anak, seringkali kudipukulnya dengan sapu, sandal, dan benda tumpul lainnya yang saat itu berada dalam jangkauannya. Selain pukulan, Bapak juga sering mengeluarkan kata-kata kasar seperti 'goblok', dan perkataan merendahkan lainnya kepada kami. Jarang sekali Bapak dapat diajak berbicara tanpa nada tinggi.
Sekali waktu, Bapak pernah memarahiku dan mengataiku seperti orang gila hanya karena aku menari mengikuti lagu kesukaanku. Saat itu aku masih kelas 6 SD. Apa salahnya menjadi seorang anak kecil yang ekspresif? Kuingat bahwa saat itu aku langsung terdiam karena Bapak begitu marah.
Anehnya, jika kalian bertanya padaku saat usiaku masih belasan hingga awal dua puluhan, siapa orang yang paling kusayangi, aku dengan yakin akan menjawab Bapak. Hal ini karena aku mengingat bagaimana sikap lembut Bapak beberapa waktu setelah kemarahannya reda. Ia akan mendongengiku cerita lama, membawakan satu kresek camilan ketika pulang dari warung, dan tak jarang kudibuatkan mainan dari kayu. Bapak adalah orang yang kreatif dan cerdas. Pikirannya tajam, begitu juga dengan mulutnya.
Bapak tak enggan untuk menjual sapinya ketika aku membutuhkan uang untuk membayar kebutuhan sekolah, atau untuk membeli keperluanku yang lain. Ponsel pertamaku dibelikan Bapak saat aku masih SD, Nexian yang memiliki bentuk hampir mirip dengan BlackBerry. Bapak meminta tolong salah satu tetangga kami untuk mengantarnya pergi membeli ponsel yang kuinginkan.
Bapak mempunyai selera makan yang sama denganku. Ketika Bapak tahu aku suka makanan tersebut, maka Bapak tak akan menyentuhnya sama sekali dan membiarkanku menghabiskannya sendiri. Semasa kuliah, saat aku tengah makan, seringkali aku akan menelepon Bapak hanya untuk menemaniku menyantap makanan hingga selesai. Setiap momen Bapak menelepon, hal yang selalu diingatkannya adalah untuk tak pernah lupa mematikan peralatan listrik apapun saat di kos.
Jauh dari rumah dan hanya pulang sesekali membuat hubungan kami sedikit membaik. Namun, ketika pandemi hingga saat ini, kami kembali berkumpul dalam satu atap yang sama, rasanya seperti neraka. Setiap trauma yang berusaha kusembuhkan, kembali terbuka seperti luka baru yang masih basah.
Bapak selalu merokok. Meski sejak kecil kuselalu mengeluhkan asapnya, Bapak tak pernah sepenuhnya berhenti. Saat pandemi (dan sayangnya hingga saat ini) keuangan kami terus memburuk. Aku ingat bahwa aku dan Tante pengin sekali membeli pentol seharga dua ribu, untuk kami gunakan sebagai lauk makan. Namun, Emak melarang keras, katanya kami tak punya uang yang tersisa.
Satu jam berselang, Emak datang dari luar membawa satu bungkus kresek hitam yang berisi rokok. Ternyata, Emak lebih memilih membelikan Bapak rokok agar Bapak berhenti marah dan mengumpat. Adiksi yang dimiliki Bapak membuat kami harus selalu mengalah guna menjaga emosinya. Jika rokoknya telat, Bapak bisa mengamuk terus seperti orang kesetanan.
Bapak adalah orang pertama yang mengajariku secara langsung apa itu patriarki, jauh sebelum aku mengenal terma tersebut. Bapak juga yang membuatku akhirnya tahu alasan dibalik keanehanku yang selalu tertarik, dan sialnya menarik, di mata para laki-laki yang toksik dan abusive. Suatu hal yang akhirnya dengan susah payah harus kusembuhkan sendiri, karena aku tak mau mengulangi apa yang terjadi dalam keluarga ini.
Meski begitu, Bapak sebenarnya orang yang sangat kembut. Maskulinitasnya begitu rapuh, maka dari itu Bapak berusaha menggunakan cara kasar untuk tetap memiliki kuasa atas kami. Bapak akan menangis ketika aku melawannya, bertanya-tanya mengapa cucunya seperti ini. Tanpa mau menyadari bahwa karena didikannya lah aku menjadi diriku yang sekarang. Bapak juga menangis kita kuucapkan selamat ulang tahun. Ia tak terang-terangan menangis, tapi kulihat dari belakang bahwa ia menyeka mata dan suaranya tampak bergetar.
Selamat ulang tahun, Bapak. Semoga Bapak sehat selalu dan panjang umur agar bisa melihatku pulih dari trauma masa lalu yang sudah kau torehkan. Kusadari bahwa ketidakmampuanmu untuk mengontrol amarah, kegagalanmu untuk mengekspresikan cinta, dan maskulinitasmu yang rapuh, semuanya karena memang kau juga dibesarkan di keluarga yang toksik.
Selamat ulang tahun, Bapak. Sayangnya, cucumu hanya aku. Cucu yang saat ini hanya dapat memberimu rujak favoritmu sebagai hadiah ulang tahun. Tak tahu kapan hidupku akan berubah. Tapi semoga saja masih mampu memberimu sesuatu sebelum akhirnya kau beristirahat bersama Tuhan.
0 notes
elleahain · 8 months ago
Text
living with your parents, is hard.
tinggal di rumah dengan keluarga memang bukan hal yang mudah, apalagi keluarga besar. meski keuntungannya kau bisa menghemat. tak ada tagihan rumah yang harus dibayar, makan gratis, cuci baju gratis, dan berbagai hal 'gratis' lainnya. namun, apakah realitanya benar-benar gratis?
terdapat lelucon yang beberapa kali melintas di beranda media sosial, bahwa tinggal di rumah bersama keluarga memang gratis. akan tetapi dibayar menggunakan kesehatan mental. yah, mungkin tidak berlaku untuk mereka yang memiliki keluarga bahagia dan tidak toksik.
namun, apa jadinya jika kau dikelilingi dengan orang-orang yang negatif? jujur aku sangat lelah mendengar bagaimana mereka mengkritisi bentuk tubuh dan rupaku. seolah aku memang memilih untuk dilahirkan seperti ini. aku lelah mendengar mereka mengagung-agungkan orang lain dan melupakan semua kerja keras dan pengorbanan yang kulakukan untuk memuaskan ego mereka sebagai orang tua yang tidak mau dianggap gagal oleh masyarakat.
hampir 26 tahun dan belum memiliki pekerjaan hanya semakin menambah beban kehidupan. nyatanya, semua uangku habis untuk mereka gunakan. lantas bagaimana aku dapat membeli tiket, membeli bensin, untuk pergi ke tempat wawancara? mengingat semuanya sudah kembali seperti normal, jarang sekali ada perusahaan yang masih menggunakan wawancara secara daring.
setiap tuntutan selalu diiringi dengan pesimisme dan sikap menyalahkan. menjadi seorang anak tunggal memang indah ketika kau terlahir di keluarga kaya, namun akan menjadi seperti kutukan ketika keluargamu dari kelas menengah-bawah dan toksik. yah, tidak bisa digeneralisasi seperti itu memang. tergantung kepribadian indvidu.
selain tuntutan untuk segera mendapat pekerjaan, tuntutan lainnya adalah untuk segera menikah dan memiliki anak. dengan asumsi bahwa pernikahan akan menyelamatkanmu dari kelamnya kehidupan. kalimat senada diucapkan oleh anggota keluarga yang justru memberikan contoh mengerikan dari pernikahan.
setiap kegagalan yang kutemui, bukannya membangkitkan semangatku, justru seringkali membuatku hampir padam. hal ini karena alih-alih berusaha menghiburku dan menenangkanku, keluargaku akan menunjukkan ekspresi kekecewaan yang sangat dramatis dan menyedihkan. seolah dunia akan runtuh satu jam lagi. sukses membuatku merasa seperti produk gagal.
hampir selama satu bulan terakhir aku selalu bermimpi ketika tidur, yang akhirnya membuat tidurku tak pernah nyenyak. mungkin kadar kortisolku sedang tinggi. tampaknya kekhawatiran akan masa depan dan bagaimana paksaan serta tuntutan yang akan menerpaku nantinya terasa cukup menghantui.
apakah kehidupan akan membaik setelah ini? apakah pada akhirnya aku dapat menjalani kehidupan sesuai dengan yang kumau tanpa dihalangi dan dihantui oleh perkataan mereka yang seharusnya menjadi suporter nomor satu di hidupku?
0 notes
elleahain · 9 months ago
Text
pernahkah terpikir olehmu bahwa rembulan hidup di masa lalu, masa kini, dan juga mungkin masa depan? entah ia akan bertahan sampai berapa lama. rembulan yang kau lihat malam ini, adalah rembulan yang juga diamati oleh Galileo Galilei 415 tahun yang lalu. ketika kau melihatnya, bukankah menakjubkan bahwa seorang manusia bernama Neil Armstrong pernah menjejakkan kaki pada permukaan bulan?
rembulan yang kau lihat saat ini, adalah rembulan yang sama yang juga dilihat oleh para leluhurmu, oleh setiap ibu yang meratapi kematian anaknya, oleh seorang kekasih yang ditinggal pergi belahan hatinya, oleh seorang anak yang harus terbaring sendirian tanpa pelukan, dan oleh seluruh pasang mata yang tak tahu harus membagi cerita pada siapa.
ketika malam ini kau melihat rembulan, kuharap kau akan selalu mengingat bahwa kau tak pernah sendiri. rembulan tersebut berada di sana untuk mengingatkanmu bahwa sejatinya ada sesuatu yang pasti, yang tak berubah, yang berada di luar dirimu, dan selalu siap untuk menyambutmu dan merengkuhmu dalam ketenangan dan kedamaian.
0 notes
elleahain · 9 months ago
Text
aku senang sekali membayangkan jika pada universe atau kehidupan yang lain, Ellea saat ini mungkin menjadi seorang dancer atau penyanyi indie, dia masih tetap menjadi gadis yang introvert tentu saja, dan tetap memiliki trauma. pembedanya hanyalah tak ada larangan yang membatasi eksplorasinya.
pada kehidupan yang lain, Ellea tak pernah terjebak pada kondisi di mana ia harus menjadi seorang akademisi yang "nanggung". faktanya, ketertarikan pada dunia akdemik tak pernah muncul dalam benaknya. sejauh yang bisa kuingat, Ellea sangat ekspresif. entah itu dari mimik muka, pergerakan tubuh, hingga kalimat-kalimat yang digoreskan menggunakan pena kesayangannya,
ia senang sekali bernyanyi, namun ibu berkata untuk mengutamakan sekolah. ketika ia meminta izin untuk mengikuti ekskul dance, ibu dan keluarga yang lain serempak tidak setuju karena terlalu banyak anak-anak bermasalah di dalamnya, mereka sok dan sombong (tentu ini hanya sebuah stereotip dan bukan sebuah fakta). berlatih basket pun tak boleh. terlalu banyak larangan. hingga akhirnya ia memutuskan berjibaku dengan buku pelajaran yang hampir selalu dibencinya.
hingga akhirnya perasaan tersebut muncul, keinginan untuk menjadi seorang praktisi. Ellea bukan seorang yang jenius, bukan juga seorang yang sangat miskin. opsi beasiswa rasanya terlalu sukar untuk dijangkau (tentu bukan berarti tidak mungkin, hanya saja sulit). baik kondisi ekonomi keluarga maupun kemampuan kognitifnya, berada pada garis tengah. lagipula, dengan peraturan yang baru ini (dalam bidang yang ingin dituju), program beasiswa belum ada.
sejenak hal ini membuatku tertegun. mungkin ini yang dimaksud dengan menjadi dewasa? menerima bahwa pada akhirnya akan ada banyak mimpi yang harus direlakan untuk tidak tergapai dalam kurun waktu yang diinginkan dan direncanakan. sepertinya aku harus mengubah mimpiku. namun, mimpi yang diubah agar selaras dengan realita, apakah masih dapat disebut sebagai mimpi?
meski jika mungkin pada akhirnya Ellea tidak akan pernah menjadi seorang penyanyi indie, dancer profesional, atau bahkan seorang praktisi, hal itu tidak membuatnya untuk berhenti. ia tak akan pernah berhenti untuk bernyanyi (meski ia tak menguasai satupun teknik vokal), ia tak akan pernah berhenti untuk menggerakkan tubuhnya ketika musik favoritnya terdengar, ia juga tak akan berhenti membaca buku dan jurnal ilmiah, kemudian menuliskan isi pikirannya meski tak ada satupun yang membacanya.
apakah ini yang disebut sebagai waste potential? mungkin iya, mungkin juga tidak. pada akhirnya natur manusia adalah untuk menciptakan sesuatu, berkreasi. itu yang akan terus kulakukan. setidaknya, aku menjalankan apa yang menjadi naturku.
0 notes
elleahain · 10 months ago
Text
Sepanjang 25 tahun kehidupan telah berjalan, kusadari bahwa ada banyak kesalahan dan kesulitan yang kualami seringkali berasal dari diri sendiri. Entah itu pengambilan keputusan yang salah, analisa yang kurang tepat, atau akar dari segala sesuatu tersebut, yakni kecemasan dan ketakutan yang berlebihan. Nyatanya, seperempat abad kehidupan belum membuatku menguasai setidaknya setengah dari basic life skills.
Ada kekesalan tersendiri ketika kumengetahui fakta bahwa kemampuan untuk bersikap tenang dalam menghadapi masalah dan berpikir jernih meski kondisi tidak baik-baik saja, berakar dari bagaimana kita sebagai seorang anak belajar untuk mengelola emosi. Sesuatu yang tak pernah kupelajari atau kudapatkan dari keluarga. Tinggal dalam sebuah rumah yang selalu mengedepankan emosi, rasanya hidupmu secara konstan ada di garis terdepan dalam perang.
Kemampuan dasar yang seharusnya kumiliki untuk setidaknya mempermudah kehidupan, harus kupelajari seorang diri. Terlahir di dunia terasa begitu sepi. Jika pada akhirnya segala sesuatu harus kupelajari sendiri dan justru apa yang kupelajari di awal tumbuh kembang, harus kuhapus. Aku hanya berharap aku tak seorang diri, meski kutahu ada banyak anak yang memiliki kisah hidup yang kurang lebih sama, tapi secara fisik aku tetap sendirian.
Aku senang jika membayangkan di alternate universe mungkin keluargaku bukan keluarga yang disfungsional. Mereka berhasil memberikan unconditional love kepada Ellea yang lain dan membantunya untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan minat awal yang selalu diinginkannya.
25 tahun secara legal adalah usia dewasa, namun rasanya aku masih seorang anak yang maish berusaha untuk meraba-raba dunia sekelilingnya dengan perasaan takut, lantaran aku tak memiliki tempat untuk mendapatkan rasa aman. Sejauh ini aku berusaha untuk mengingat puisi dan doa yang terdapat di Mazmur. Memangnya di mana lagi aku bisa mendapatkan rasa aman di tengah-tengah dunia yang selalu memberiku kekhawatiran?
0 notes
elleahain · 11 months ago
Text
tahun baru, kau berharap ada sesuatu yang baru pula terjadi dalam dirimu. secara internal, karena secara eksternal kau tak dapat berharap terlalu banyak. yang kau dapati kembali di awal tahun ini adalah ruang gelap yang sama, kau menghembuskan napas karena ini bukan pertama kalinya kau melihat ruangan itu.
setiap minggu, setiap bulan, setiap tahun, kau berharap agar tidak perlu lagi 'mengunjungi' ruangan yang gelap dan dingin itu. tahun ini, akhirnya kau berdamai dengan kenyataan bahwa mungkin ruangan tersebut akan selalu berada di sana sepanjang hidupmu. satu-satunya hal yang realistis hanyalah harapan bahwa kau tak perlu sering-sering berkunjung dan berada terlalu lama di dalamnya.
yang kau inginkan sebenarnya adalah dekapan dan sambutan hangat yang kau harap terasa familiar. namun, apa itu familiaritas jika selama ini kau tak pernah merasakan hal tersebut?
mungkin ini yang mereka maksud berdamai dengan keadaan. membiarkan kehidupan membawamu kemanapun. tak memberontak dan cukup menerima, tanpa perlu menggerutu. mungkin hidup akan lebih mudah jika begitu, ya?
lantas apa yang membedakan antara menerima dan menjadi mati rasa? bukankah dari luar akan tampak sama saja? saat ini kau masih dilanda kebingungan untuk membedakan keduanya. bagaimana untuk benar-benar menerima tanpa menjadi mati rasa?
memotong dan mengecat rambut kini menjadi sesuatu yang hambar. karena pada akhirnya kau menyadari kenyataan bahwa kedua hal tersebut tak membawa perubahan apapun untuk kehidupanmu. kau melakukannya karena kau membutuhkan sesuatu yang dapat kau kendalikan, dan kauubah sesuai dengan kemauanmu. di saat banyak hal krusial lainnya dalam hidup, tak pernah berada pada kendalimu.
0 notes
elleahain · 1 year ago
Text
perihal mencoba
terkadang memang cara satu-satunya adalah mencoba seorang diri. ada banyak ketakutan, kesendirian, dan berbagai kekhawatiran lainnya karena merasa begitu kurang dalam berbagai hal. seringkali aku merasa kesulitan untuk dapat membedakan mana yang seharusnya kuhadapi seorang diri dan mana yang seharusnya aku meminta pertolongan pada orang lain.
benar kata banyak orang bijak, bahwa mencoba sesuatu hal baru akan selalu menakutkan. meski dalam kepalamu sudah terdapat banyak skenario, ketika diperhadapkan dengan hal yang sesungguhnya, bisa saja kau benar-benar tak siap. tapi bukankah semakin banyak yang kau coba, maka akan semakin fasih kau dibuatnya?
di tengah kebimbangan dan ketakutan seperti ini, seringkali aku merasa membutuhkan kehadiran orang lain yang bukan hanya memberikan ucapan penguatan melalui pesan. aku merasa yang kubutuhkan adalah sebuah kebersamaan. karena setelah menyelesaikan tugas studiku, aku merasa segala kebersamaan yang sebelumnya kurasakan kini sirna.
mungkin aku memang harus belajar untuk melihat segala sesuatunya menggunakan lensa yang lebih besar dan dengan jelas serta jujur menganalisa diri serta kompetensi yang sesungguhnya. memang sebuah hal yang berat. tapi bukan berarti mustahil untuk dilakukan, kan?
di tengah-tengah kekalutan, terasa sukar untuk benar-benar dapat menghayati arti dari Immanuel yang sesungguhnya. kusadari aku kerap meminta kehadiran Tuhan terwujud nyata melalui berbagai hal yang dapat dirasakan oleh seluruh panca inderaku. meski seolah aku tidak merasakan kehadiran-Nya, bukan berarti Ia tidak tengah hadir untukku saat ini, kan?
0 notes
elleahain · 1 year ago
Text
hilang dan (semoga) ditemukan
aku bukan seseorang yang suka berolahraga (duh, makanya berat badanku tidak pernah stabil) maka dari itu aku membutuhkan suatu aktivitas olahraga yang menyenangkan. pernah kucoba menggunakan aplikasi, lompat tali, jalan kaki, zumba, dan dance workout. semua kucoba, mana yang kiranya kurasa sesuai dengan tubuhku dan terlebih lagi yang membuatku tidak merasa tertekan untuk berolahraga secara rutin.
hari ini aku menggunakan dance workout. 30 menit rasanya berlalu begitu cepat. sedangkan ketika berolahraga dengan lompat tali, rasanya seperti aku semakin dekat dengan Tuhan dalam setiap tarikan napas :) di sela-sela menggerakkan badan, yang ternyata sulit juga untuk membuat pergerakan tubuhku bisa luwes dan sinkron, terbersit peristiwa masa lalu.
ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, aku dan beberapa teman yang lain pernah terpilih untuk menjadi percontohan senam. setiap sore kami harus berlatih menghapalkan gerakan dan keesokan paginya kami berdiri di depan menjadi contoh agar teman-teman yang lain dapat mengikuti gerakan senam tersebut. sungguh aku merasa begitu berenergi, bahagia, dan bangga akan diri sendiri.
kemudian aku merasa bahwa mungkin bakatku adalah menari? aku pernah menjadi remaja yang ingin dan berani mencoba berbagai hal baru untuk menemukan diriku. hingga ketika duduk di bangku SMP, aku berminat untuk bergabung dengan ekskul dance. respons yang kudapat? 'anak-anak dance tuh kayak anak nggak bener. gak usah ikut gitu-gituan. ikut yang lain aja.' kata ibu dan tanteku.
kala itu, aku memang sudah sering membantah, namun tentu aku tak dapat berbuat banyak karena untuk berangkat dan pulang, aku diantar-jemput. ekskul basket? 'gak usah, nanti kenapa-kenapa. soalnya kamu pakai kacamata.' percayalah, aku sudah mengungkapkan berbagai argumen, tapi tetap saja. mereka yang membuat keputusan.
dua hal yang pada akhirnya dapat kulakukan yang tidak berkaitan dengan kegiatan akademik hanyalah mengikuti lomba cipta puisi dan paduan suara. percayalah, meski melelahkan, aku sangat sangat gembira ketika dapat masuk pada tim inti paduan suara. aku suka ketika diminta untuk membuat berbagai ekspresi yang mendukung agar pesan dari lagu yang kami nyanyikan dapat sampai kepada audiens. aku bisa tersenyum, kemudian membuat ekspresi sedih, bahkan ada kalanya aku hampir menangis.
untuk lomba cipta puisi, aku mendapatkan juara dua, cukup memuaskan untukku pribadi. ternyata, aku bukan hanya menyukai aktivitas menulis puisi, aku juga suka ketika membacakan puisi di depan banyak orang. mencoba menyampaikan pesan dan makna apa yang kutangkap dalam puisi tersebut.
aku merasa jauh lebih hidup dan bersentuhan dengan diri terdalamku ketika aku terlibat dalam seni. mengalami seni itu sendiri, dan memaknainya dengan caraku. kemudian aku menyadari bahwa banyak dari ekspresi seni yang ingin kuungkapkan, terhalang oleh izin dari keluargaku. sebuah hal yang klise, kan?
setelah mendapatkan gelar sarjana dan tengah berjuang untuk memasuki dunia kerja (yang semakin tidak masuk akal), aku merasa terhilang. tiba-tiba aku tidak tahu apa yang kuinginkan dalam hidup setelah beberapa rencana pentingku diperhadapkan dengan kegagalan.
ketika tengah melakukan dance workout tadi, aku sedikit banyak merasa terhubung dengan diriku, dengan tubuhku. tubuh yang sering kali menjadi bahan kritikan orang dan yang pernah kubenci dengan begitu kerasnya. aku menjadi bertanya-tanya, apa yang pada akhirnya kucari dan kuinginkan dalam hidup?
pikiran tersebut muncul karena aku merasa bahwa dunia akademik bukanlah dunia yang mampu 'kutaklukkan'. nilaiku memang tidak buruk, tapi tidak juga disebut sangat baik. 'kehidupan seni' yang dulu mungkin bisa kuraih, juga tampak terlalu jauh jika kucoba untuk gapai kembali.
rasanya seperti pandangan yang terlalu pesimis, ya? bukankah kita dapat memulai hal baru apapun terlepas dari berapapun usiamu? memang benar, hanya saja secara finansial, aku terpaksa harus memutar otak agar tidak terus berada pada kondisi seperti ini. mengejar mimpi yang tertunda rasanya mustahil untuk dilakukan dalam waktu dekat ini.
hanya dengan menulis, melakukan dance workout, aku masih dapat menjaga kewarasanku. mungkin nanti, entah kapan, aku akan kembali menemukan diriku. ekspresi seni seperti apa yang kuinginkan. dan apakah aku masih menginginkan untuk kembali pada dunia akademik?
andai aku dapat mengetahui jawabannya. saat ini yang daapt kulakukan hanyalah mencoba hal-hal yang masih berada dalam jangkauanku dan memaksimalkan usahaku. serta terus mengekspresikan diriku dalam setiap tulisan. karena setidaknya aku tahu bahwa aku masih memiliki alasan untuk duduk di depan laptop setiap harinya.
0 notes
elleahain · 1 year ago
Text
berkembang dan bertumbuh (ke arah yang salah).
kamu menghabiskan setengah kotak brownis yang dibeli kemarin, sembari menatap foto masa kecil ketika usiamu sekitar tujuh atau delapan tahun. tak terasa, sembari mengunyah, air matamu meleleh. meski banyak orang, termasuk dirimu sendiri yang mengatakan bahwa masa kecilmu begitu menyenangkan dan berlimpah dengan berbagai hal, terutama materi, rasanya sangat tidak bersyukur jika menyerukan komplain.
pikiranmu melayang ke pada masa-masa yang kini disebut orang sebagai golden age atau usia emas pertumbuhan. ada yang mengatakan bahwa usia itu terbentang antara 6-11 tahun. saat itu, imajinasimu memang berkembang begitu pesat. rasa ingin tahumu begitu tinggi, kamu tidak takut untuk mencoba hal baru. sebuah hal yang lumrah yang dialami oleh setiap anak.
meski begitu, hari-harimu lebih sering dilewati dengan mendengarkan pesimisme dari orang sekitar. mereka yang enggan membiarkanmu mencoba hal baru karena sering kali kamu gagal dan membuat kekacauan (sesuatu yang akhirnya kamu sadari bukan sebuah kesalahan, melainkan sebuah proses pembelajaran). ada banyak suara yang mereka sendiri tak sadari akan berdampak buruk pada hidupmu kelak.
suara-suara tersebut mengatakan bahwa kamu kurang kreatif, otakmu tidak digunakan dengan maksimal, pekerjaan tanganmu tidak pernah sempurna, serta segudang keraguan yang dilontarkan secara jelas dan keras bahwa mungkinkah kamu akan sukses kelak?
pada awalnya suara-suara tersebut terasa seperti angin lalu. keyakinanmu semasa kanak-kanak sekuat pohon jati, bahwa kamu mampu membuktikan siapa dirimu yang sesungguhnya. namun, seperti ada kekuatan lain yang mengendalikanmu, pikiranmu perlahan-lahan selalu memutar ulang perkataan dari orang-orang terdekatmu, sosok-sosok yang paling kamu kasihi.
dimulai dari aktivitas menggunting di sekolah, kamu melihat pekerjaan teman-temanmu yang rapi, dan membandingkan dengan kertas yang berada di tanganmu. terbesit pemikiran bahwa mungkin kamu tidak serajin mereka dalam mengerjakan sesuatu, persis seperti yang dikatakan orang tuamu. kemudian datang aktivitas menggambar dan mewarnai, kembali kamu melihat hasil teman-temanmu seraya berpikir "sepertinya benar bahwa aku kurang memiliki kreatifitas". padahal, kreatifitas adalah sebuah keunikan yang dimiliki setiap individu yang perlu untuk diasah, bukannya sebuah natur yang akan langsung sempurna begitu saja.
ketika nilai ujian matematika keluar, saat kamu masih duduk di bangku sekolah dasar, seringkali kamu berpikir "mungkin nggak, ya, aku bisa berkuliah? aku sebegini bodohnya". pada usia yang begitu muda, kamu telah belajar untuk melihat diri sendiri dari lensa yang negatif.
saat kamu duduk di bangku kelas enam, dinding rumah menjadi saksi tulisan-tulisanmu yang membenci diri sendiri, seperti "aku bodoh banget", "aku nggak kreatif", sebuah kepercayaan yang justru, ironisnya, ditanamkan oleh orang-orang yang berkata mereka mencintaimu, namun sikap dan perkataan yang muncul seolah mengatakan sebaliknya.
keyakinanmu, yang kamu kira akan bertahan sekokoh batu karang yang meski diterjang badai tak akan tumbang, pada akhirnya tak terbukti benar. badai tersebut berhasil merapuhkan serta mengoyak pertahananmu. pertahanan apa yang kamu miliki saat usiamu masih begitu belia? usia yang seharusnya kamu masih dilindungi dan dibuat untuk merasa aman menelusuri dunia kecilmu, sebelum akhirnya melangkah pada dunia yang jauh lebih luas.
mereka (dan banyak orang yang lainnya) mengatakan bahwa hal-hal tersebut terjadi karena mereka baru pertama kali menjadi orang tua, pertama kali memiliki seorang cucu. ditambah, pada saat itu belum ada internet dan buku-buku parenting seperti saat ini. kamu mengiyakan hal tersebut dan tahu bahwa memang begitulah realita yang terjadi. namun, bagaimana dengan lukamu?
kamu belajar untuk hidup berdamai dengan luka-luka yang ada, perlahan mencoba menyembuhkan setiap luka dengan berbagai hal. kamu berusaha untuk mengasihi mereka yang telah menyakiti, namun juga berjuang untuk mencintai diri sendiri. diri yang selama ini menerima ekspresi cinta yang salah.
seringkali kamu bertanya-tanya ketika rasa pahit timbul tenggelam dari hatimu yang terdalam. apakah sesulit itu untuk mengasihi seorang anak, melihatnya sebagaimana ia adanya, tanpa menggunakan kacamata yang dibalut lensa ekspektasi-ekspektasi dan kecemasan-kecemasan yang berasalh dari lingkungan sekitar.
kemudian, pada akhirnya kamu hanya dapat diam dan berusaha menavigasikan kehidupanmu ke arah yang benar. meski sebenarnya kebenaran itu seringkali tampak buram dan secara konstan kamu pertanyakan.
jauh di dalam hati dan pikiranmu, kamu tahu bahwa mereka yang telah menyakitimu mungkin tak akan pernah sadar atas efek apa yang mereka timbulkan. betapa hal tersebut telah merusak sebagian besar hidupmu. pada akhirnya, sembari menghela nafas, kamu hanya dapat bergumam,
"terjadilah seturut dengan kehendak-Mu. ampuni mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
meski begitu berat, begitu pelan, begitu lamban, kamu tetap berjalan. entah sampai kapan akan begini. setidaknya, kamu berusaha untuk selalu bertahan di tengah kesesakan.
3 notes · View notes
elleahain · 1 year ago
Text
ada banyak hal yang terjadi secara beruntun selama satu bulan terakhir. kesedihan dan kegembiraan ternyata memang berjalan bersisihan, beriringan, bahkan mungkin bergandengan. rasanya aku diingatkan kembali akan fakta tersebut, sepertinya supaya aku tak lupa diri.
dari satu peristiwa ke peristiwa yang lain, ternyata memunculkan berbagai luapan emosi yang bagiku... terlalu besar. beberapa cara telah kulakukan untuk meredakannya, tapi tetap. rasanya terlalu berlebihan untuk kurasakan sendiri.
membagi pada orang lain rasanya juga bukan sebuah hal yang seharusnya dilakukan. karena beberapa dari teman dekatku juga memiliki permasalahan yang tidak kalah kompleks. bahkan mungkin lebih memusingkan daripada yang kualami.
sejauh ini, berusaha untuk menerapkan konsep common humanity dari salah satu aspek pada teori self-compassion yang dulu kujadikan topik tugas akhir merupakan pilihan yang tepat. yang mana aku berusaha untuk mengingatkan diri sendiri dan menyadari bahwa setiap permasalahan yang kualami juga dirasakan oleh orang lain. ini membuatku tidak terlalu kesepian. karena banyak orang yang juga menderita dalam diam.
keputusan untuk menderita dalam diam memang bukan sesuatu yang sehat. maka dari itu aku menuangkannya di sini, saat ini. kuharap, mereka yang mengalami hal serupa juga dapat menuangkan perasaan dan bebannya pada seseorang atau sesuatu yang lain.
0 notes
elleahain · 1 year ago
Text
sebentar lagi satu fase dari kehidupanku akan segera berakhir. tak kusangka jika pada akhirnya aku berada pada titik ini, berhasil melewati malam-malam penuh tangisan dan penyesalan dari tumpukan peristiwa sebelumnya.
meski merasa lega, di sisi lain aku merasa begitu kosong. lantas, apalagi setelah ini? bagaimana selanjutnya aku akan bertahan hidup? berapa kali aku harus mengalami kegagalan sebelum pada akhirnya akan kurasakan apa itu keberhasilan? ada begitu banyak pertanyaan yang tak kusadari sebenarnya bersarang dalam benakku.
kehilangan momen-momen kebersamaan dalam suka dan duka membuatku begitu berat untuk meninggalkan fase ini. tawa dan air mata dari orang-orang yang terasa begitu dekat dalam waktu yang cukup singkat. sebuah kesulitan yang pada akhirnya mempersatukan kami.
ketakutan akan kesendirian membuatku seringkali lupa untuk menikmati setiap momen yang ada. mungki memang benar bahwa seharusnya kita berfokus untuk menjalani kehidupan pada masa kini. karena masa depan adalah sesuatu yang tak pasti, dan masa lalu tak akan pernah kembali.
0 notes
elleahain · 1 year ago
Text
mengalihkan perhatian, fokus, dan pikiran dari sesuatu yang pada dasarnya kita butuhkan bukanlah perkara mudah. meski memang harus dilakukan jika hal tersebut menimbulkan terlalu banyak kerugian untuk diri sendiri.
mungkin memang banyak orang yang tengah mengalami hal ini, namun tak banyak yang bersuara. karena dunia menginginkan yang sebaliknya. memang baiknya menerima cinta yang ada, dan berhenti untuk membayangkan cinta yang belum nyata. berfokus pada sesuatu yang tengah ada di depan mata akan terasa sukar ketika ada sesuatu yang dirasa kurang atau saat semua orang memilikinya.
menyemangati diri sendiri bukan perkara mudah. seringkali terjebak dalam pikiran apakah mungkin bisa bertahan? semua ini rasanya tak cukup untuk menjadi pegangan. ada terlalu banyak yang diinginkan, tapi terasa sukar sekali untuk bisa diwujudkan. tapi bukan berarti tak mungkin, kan? hanya saja perlu berusaha lebih keras dari hari ke hari.
tak kusangka berada pada usia saat ini terasa begitu gelap, ada cahaya tapi begitu samar. abu-abu.
0 notes
elleahain · 1 year ago
Text
observellea #3
sudah satu bulan lebih aku mulai rutin berjalan kaki setiap sore. meski dengan rute yang sama, dan seringkali berpapasan dengan orang-orang yang sama, aku selalu menemukan sesuatu yang berbeda. ketika berada di pertigaan besar saat hendak masuk ke desa, biasanya terdapat tiga orang yang saling bergantian untuk membantu pengendara menyebrang. salah satu diantaranya adalah yang paling muda, mungkin beberapa tahun di atasku, atau sebenarnya kami seumuran, hanya saja paparan matahari membuatnya menjadi lebih tua.
aku selalu menyempatkan untuk melepas earphone yang kupakai saat akan berbelok, kemudian menunduk serta tersenyum. kadang hal itu tidak terjadi ketika jalanan tengah ramai dan ia sibuk membantu pengendara untuk menyebrang dengan aman. kemarin, kudapati kesempatan untuk interaksi singkat tersebut. ia tak pernah menggunakan masker, hanya menggunakan topi, kaos lengan panjang, celana selutut, dan rompi khas berwarna hijau neon. senyumnya selalu ramah. entah itu tengah hari atau sore hari, senyumnya tak pernah pudar. hal tersebut selalu membuatku bertanya-tanya. dalam sehari, belum tentu ia mendapatkan penghasilan yang cukup, namun ia bersedia berdiri berjam-jam di sana. jujur, kehadiran orang-orang sepertinya lah yang membuatku merasa aman saat berkendara.
kemudian aku duduk di sebelah gapura sembari menunggu sate tahu yang kupesan. mengenakan topi dan masker membuatku dapat dengan bebas mengamati orang lain. pada waktu itu sudah pukul 5.30 sore, mas-mas tersebut tengah beristirahat di seberangku. kami terpisah oleh jalan raya. ketika kulihat sekilas, ia memasukkan rompi ke dalam tas ranselnya yang berwarna hitam. di dalam tas tersebut terdapat botol plastik air mineral berukuran satu setengah liter yang isinya hampir habis. sama seperti mbak-mbak sosmed lain, tiba-tiba kesadaran menyergapku, bahwa hidupku tak sepenuhnya sesulit yang kubayangkan. namun, sulit bagiku untuk dapat selalu tersenyum sepertinya. selalu saja aku berhasil menemukan segudang keluhan yang siap untuk kulontarkan kapanpun.
kemarin aku sempat dibuat stres karena sulitnya mendapat pekerjaan. gelar strata satu saat ini tak cukup dan tak menjaminku untuk segera mendapatkan pekerjaan. ditambah dengan kurangnya pengalaman dan sebagainya. yang membuatku terpuruk hampir seharian. aku lupa bahwa di luar sana masih banyak orang lain yang tidak memiliki gelar, dan karenanya peluang untuk mendapatkan pekerjaan juga menjadi lebih kecil daripada peluangku. memang terkadang aku bisa menjadi buta atas privilege yang kumiliki.
motivasiku untuk bekerja yang paling kuat sebenarnya bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupku dan keluargaku, namun juga untuk mereka yang tidak seberuntung aku. dengan cara apa aku dapat membantu mereka? apa yang bisa kulakukan untuk membantu meringankan beban mereka setiap harinya?
meski hanya sekilas-sekilas, bertemu dengan orang lain seringkali tak pernah gagal untuk membawaku bersentuhan dengan realita. bersentuhan dengan natur dan keinginan terdalamku yang membuatku memulai semua ini.
0 notes
elleahain · 1 year ago
Text
a what?
singleness is a gift. sebuah pernyataan yang sering kali membuatku menghela napas. entah sudah berapa kali kutemui pernyataan serupa pada sejumlah artikel yang kubaca kala kesepian mulai merayap dan aku tak tahan dengannya. bagaimana mungkin kejombloan ini menjadi sebuah hadiah? sebuah anugerah? untuk siapa? di saat yang mampu kurasakan hanyalah kesendirian dalam menghadapi hal-hal sulit, yang dalam imajinasiku, akan sedikit tertolong jika ada seseorang yang membersamaimu dalam melewatinya.
kulihat sebagian teman-temanku yang telah memutuskan untuk menjejaki hubungan yang lebih serius, merencanakan pernikahan, dan mereka yang merealisasikan hal tersebut. ada sebentuk kebahagiaan sekaligus kehilangan. dua perasaan yang bertentangan namun dapat muncul secara bersamaan. aku turut bersukacita karena pada akhirnya mereka menemukan pasangan yang sepadan yang akan menemani mereka dalam suka dan duka hingga maut memisahkan. namun juga kehilangan. kehilangan waktu bersama mereka, kehilangan tawa, air mata, dan lelucon-lelucon mereka yang sering kali menemani hari-hariku.
kualihkan pandanganku pada mereka yang masih sendiri, belum tertarik dengan komitmen jangka panjang, atau mereka yang masih mencari sosok untuk menjalankan komitmen tersebut. tiba-tiba sebuah gelombang rasa syukur, sukacita, kebahagiaan membanjiri hatiku. aku bersyukur karena mereka ada, karena mereka bersedia menjadi temanku, dan bersyukur karena mereka masih sendiri. walau aku juga akan selalu mendoakan agar mereka segera mendapatkan yang terbaik dan yang sesuai dengan keinginan hati mereka.
kusadari bahwa memang kesendirian mereka adalah sebuah anugerah untukku. karena dengan itu, mereka masih bebas pergi kemanapun, kapanpun. kami masih bisa mengobrol hingga beberapa jam lamanya via telepon. bertukar pesan secara tiba-tiba tanpa perlu memikirkan pihak lain. sebuah interaksi pertemanan yang indah, dan murni. interaksi yang kutahu pasti akan berkurang dan bahkan lenyap, ketika masing-masing dari mereka memiliki pasangan. terlebih lagi teman-teman lawan jenis.
kami selalu berusaha ada untuk satu sama lain, menguatkan, memberikan lelucon kala salah satu dari kami menangis, menggosipkan seseorang atau sekumpulan orang yang membuat kami mengalami kesulitan secara bersamaan, dan masih banyak hal lainnya. sebuah relasi yang indah, dan menyenangkan. kini kutahu makna dari singleness is a gift. mereka adalah anugerah untukku. untuk kehidupanku. selamanya aku akan selalu bersyukur atas kehadiran mereka dalam kehidupanku.
untukku sendiri, singleness is a gift kumaknai sebagai sebuah fase di mana aku dapat dengan bebas menerima kehadiran setiap orang, menerima tawaran kasih dan perhatian mereka. baik itu dari teman perempuan atau laki-laki (tentunya dalam ranah yang sehat). ketika berbagai emosi muncul bersamaan dan aku kesulitan mengendalikan diri, aku dapat menghubungi satu atau beberapa dari mereka.
sebuah relasi yang indah. yang aku sendiri tak tahu kapan akan berakhir, cepat atau lambat. namun, dalam setiap interaksi, berusaha kumaknai, kunikmati, dan kuteguk semuanya dengan harapan semua akan tersimpan rapi dan mampu menjadi penguatku ketika kehidupan tak berjalan sesuai dengan harapan.
kuharap mereka senantiasa dikaruniai kesabaran untuk menunggu dan berusaha dalam menemukan pasangan yang sesuai. doa yang sama juga kupanjatkan untuk diri sendiri.
0 notes
elleahain · 1 year ago
Text
(almost) 25 and confuse
beberapa hari lagi aku akan genap seperempat abad. ketika usiaku 10 tahun, kukira di usia 25 aku sudah mendapatkan kerja dan menikah, kemudian memiliki anak. ketika menempuh pendidikan di perguruan tinggi, kukira aku akan lulus pada usia 22 tahun. nyatanya, aku baru akan di wisuda Oktober pada usiaku yang sudah 25 tahun, dan belum mendapatkan pekerjaan.
ada banyak hal yang sering kali tidak berjalan sesuai dengan harapanku. kukira, hanya hal yang remeh saja. nyatanya, hal krusial seperti ini juga meleset jauh dari apa yang awalnya kupikirkan. kumerasa sebagian besar yang terjadi adalah kesalahanku, yang kurang mampu mengondisikan otak dan hatiku di tengah-tengah kondisi sulit. mengakibatkan semuanya berantakan. timeline yang kuinginkan tidak tercapai.
apakah aku kurang serius dalam mempersiapkan kehidupan? apakah aku kurang pintar dalam menghadapi perkuliahan? kuakui bahwa kedisiplinanku dalam membagi waktu memang kurang. ada banyak sekali hal dari dalam diriku yang menyebabkan ini semua.
ketika tugas akhirku sebagai mahasiswa telah kuselesaikan dengan baik, kini ku dihadapkan pada sebuah realita baru. bahwa mencari kerja bukanlah perkara mudah. aku seringkali menghindar dari beberapa teman yang bertanya terkait pekerjaan apa yang kuinginkan, apa yang kucari. hal tersebut hanya menambah kecemasanku. karena sejatinya, aku tak tahu apa yang sebenarnya kucari. awalnya, aku bersikeras untuk menjadi seorang psikolog. namun karena satu dan lain hal, untuk sementara waktu aku terpaksa menyimpan mimpi itu tanpa bisa merealisasikannya, hingga beberapa waktu ke depan.
aku harus kembali untuk menjalankan mantra yang selama ini secara diam-diam kuucapkan ketika dilanda kekalutan. "aku harus mengontrol apa yang sanggup kukontrol," di luar itu, aku hanya bisa berdiam diri dan membiarkan semuanya bekerja sesuai dengan aturan semesta.
begini rasanya menjadi dewasa. kuyakin ada banyak manusia yang memiliki perasaan dan pengalaman serupa denganku. di mana pun mereka berada, kiranya kami semua tetap diberi kekuatan dan terlebih lagi kewarasan agar sanggup menghadapi kesulitan dari luar diri maupun dari dalam diri.
with love, ellea
0 notes