#Tirakat
Explore tagged Tumblr posts
Text
Tirakat Kunjungi 26 Kota dan Kabupaten, Anies: Kekuatan Spritual Seniman Ketangguhan Jati Diri Bangsa
JAKARTA | KBA – Bakal calon presiden (Bacapres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menceritakan saat melakukan perjalanan keliling Indonesia di 26 kota dan kabupaten. Perjalanannya keliling Indonesia itu disebutnya sebagai tirakat. Dia menuturkan selama perjalanan, dia sama sekali tidak diumbar ke publik. “Jadi saya cerita sedikit, saya melakukan perjalanan, saya…
View On WordPress
1 note
·
View note
Text
Tirakat Perjalanan Keliling Jawa Anies Baswedan untuk Merasakan Aspirasi Masyarakat Secara Langsung
Dunia politik Indonesia selalu menarik perhatian publik, terutama saat menghadapi momen pemilihan presiden. Salah satu nama yang kerap menjadi bahan pembicaraan adalah Anies Baswedan. Sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta yang terkenal, Anies Baswedan telah menunjukkan kepemimpinan yang kuat dan visi yang jelas dalam menjalankan tugasnya. Tirakat Perjalanan Keliling Jawa Anies Baswedan Saat ini,…
View On WordPress
0 notes
Text
Anies Baswedan Menggapai Aspirasi Rakyat Melalui Perjalanan Tirakat di Jawa
Pemilihan Presiden Indonesia yang dijadwalkan pada tahun 2024 semakin mendekat, dan dengan itu, spekulasi mengenai calon presiden potensial semakin berkembang. Salah satu nama yang sering muncul dalam percakapan politik adalah Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta yang karismatik. Menariknya, Anies Baswedan telah mengumumkan niatnya untuk menjalani tirakat dengan berkeliling Jawa tanpa…
View On WordPress
0 notes
Text
Anak yang Baik
Banyak hal yang kini membuatku merefleksikan diri di umur sekarang. Dengan pendidikanku yang tinggi, pengetahuanku yang luas, dan segala hal yang kudapatkan dari hasil jerih payah mereka. Apakah aku tumbuh jadi anak yang "sok tahu" dan merasa paling tahu soal hidupku sendiri? Keras kepala dan merasa benar? Dan dengan mudah melupakan semua jerih perjuangan sewaktu kecil dari melahirkan hingga membesarkanku?
Perbedaan zaman mungkin sekali membuatku berbeda pendapat dengan mereka. Bahkan aku tidak bisa menerima alasan-alasan untuk keputusan yang menurutku tidak bisa diterima logika. Tapi, apakah perkataan atas penolakanku ini menyakiti hati mereka?
Semua refleksi itu baru bisa kutemukan saat aku pun menjadi orang tua. Tidak ada orang tua yang sempurna, bahkan menjadi orang tua pun ini pertama kalinya bagiku, pun bagi orang tuaku. Sehingga kalau ada hal-hal yang salah, aku akhirnya bisa memahami. Aku pun belum tentu bisa menjadi orang tua yang sepenuhnya benar.
Akan sangat berbeda dengan perspektif yang kumiliki saat aku masih belum menikah. Berbeda total. Merasa paling menderita di keluarga karena beragam tuntutan.
Tapi kini, setelah menjadi orang tua. Melihat anak yang tumbuh semakin besar, tidak bisa membayangkan jika anak-anak yang aku gadang-gadang sedari kecil ternyata menjadi seseorang yang paling menentang. Sesuatu yang sangat tidak kuharapkan sebagai orang tua kepada anak-anak. Dan mungkin memang, perspektif itu baru akan kita dapatkan secara utuh dan mendalam ketika menjadi orang tua.
Untuk itu, jangan sampai terlambat. Jangan menunggu saat menjadi orang tua baru bisa memahami sudut pandang orang tua. Perbedaan pendapat mungkin terjadi, tapi upayakan jangan sampai kita menjadi anak yang terus menyakiti hati mereka. Pada umumnya, orang tua mengharapkan hal-hal baik untuk anaknya. Hanya saja, keterbatasan mereka terhadap pengetahuan dan wawasan, hal terbaik dan cara terbaik yang mereka tahu sangat terbatas. Dan keterbatasan itu, jangan dijadikan alasan untuk kita menjadi anak yang tidak bisa bertutur baik kepada mereka.
Kepandaian yang kita miliki adalah buah dari tirakat mereka mengusahakan penghidupan untuk kita, semasa kita bahkan belum bisa berjalan hanya bisa menangis. Hingga kita disekolahkan untuk menjadi orang yang lebih baik dari mereka. (c)kurniawangunadi
168 notes
·
View notes
Text
Belajar Diam
Hari-hari ini, saya sadar, sepertinya daya tahan untuk sabar perlu ditingkatkan lagi. Dan, satu jalan yang saya tempuh, kembali bermajelis langsung dengan seorang guru.
Waktu-waktu kosong saat ini, di tengah mempersiapkan ujian nasional, semakin membawa saya kepada pemahaman; harus tahu kapan, sejauh mana, dan bagaimana kita 'bersuara'.
Di tengah kondisi yang kian semakin ramai, semua orang ingin berbicara dan didengar. Di tengah kondisi yang kian tidak terfokus, semua masalah seakan berlomba untuk diselesaikan. Di tengah kondisi yang kian memprihatinkan, dunia keilmuan dihinakan dengan hadirnya manusia tanpa otoritas berkomentar atau lolos dalam acara-acara pendidikan; maka saya sedang mencoba untuk belajar diam.
Saya hanya sarjana di sebuah kertas. Tidak punya karya tulis yang mumpuni, apalagi kebermanfaatan sosial yang banyak. Cita-cita yang terfikir saat dulu kecil sangat sederhana dan mungkin jika tercapai hari ini, sangat prestisius; menjadi pemain timnas Indonesia.
Tapi, entah mengapa, entah doa apa yang dirapalkan oleh kedua orang tua saya, entah bagaimana tirakat dari sepuh dan guru di sekitar saya, pertemuan dengan buku ustadz Salim A Fillah, menjadi gerbang pembuka bagi ilmu-ilmu yang lain, bukan hanya ilmunya, tapi juga cara berfikir dan bahkan bertingkah laku.
Itupula yang menjadi wasilah untuk kemudian memberi tekad bagi saya untuk mengarungi luasnya ilmunya Allah, menyimak banyak guru, asatidz, serta ulama, dan alhamdulillah menghantarkan kepada pemahaman yang lebih lanjut dari yang sebelumnya pernah saya simak.
Fase belajar diam ini, semoga bisa saya tempuh dengan konsistensi dan kesabaran, karena tentu tidak mudah untuk membuka kemauan hati dalam menyimak secara langsung; kita seringkali hanya membaca sebagian atau bahkan hanya kesimpulan. Dan indahnya lagi, antara bidang yang saya tekuni sebagai dokter kelak, beberapa kali dibahas dalam khazanah keislaman, seperti dalam kitab Ta'lim Muta'allim yang sedang dipelajari :
Imam Asy Syafii berkata : "Ilmu itu ada dua. Ilmu fiqh untuk urusan-urusan din, dan ilmu kedokteran untuk urusan-urusan badan"
Dikatakan juga :
وأما تعلم علم الطيب، فيجوز لأنه سبب من الأسباب، فيجوز تعلمه كسإرالأسباب وقد تداوى النبي صل الله عليه وسلم "Sedangkan mempelajari ilmu kedokteran/kesehatan, maka boleh. Karena merupakan bagian usaha untuk mengambil sebab kesembuhan. Sebagaimana Nabi pun pernah berobat"
Allahumma Baariklana Fii Ilminaa Wa Zidnaa Ilma An Nafi'a Wa 'Amalan Mutaqobbala
68 notes
·
View notes
Text
Menjadi perempuan yang punya hati yang luas, punya pemikiran yang baik, bisa melihat sesuatu dari banyak sudut pandang, memandang hidup dengan positif, bersyukur, romantisasi semua hal di hidup ini, dan taat kepada aturan tuhan dan berbuat baik ke sesama manusia.
Karena tirakat kita sejak saat ini akan menentukan rezeki suami kita nantinya.
Dan kebahagiaan kita akan menentukan kebahagiaan keluarga kita. Belajar bersyukur dan bahagia dari hal-hal sederhana.
17 notes
·
View notes
Text
Sebuah Permulaan
"Kalau udah selesai penjenjangan kaderisasi di DM 3, berarti selesai dong?"
Selesai agenda penjenjangan iya, tapi secara kontribusi jelas tidak. Selesai dalam satu fase harusnya menjadi batu pijakan naik ke dimensi lain untuk mulai belajar lagi.
Memang pasca agenda tertinggi dalam satu dimensi, kita akan cenderung berpuas diri. Kalau kita tidak jeli menangkap momentum, biasanya akan sulit mengatur ritme atau bahkan terseret arus.
Jadi harus gimana? Jangan lama-lama di zona nyaman kataku. Kalau kenyamanan untuk mengambil jeda it's ok, tapi nek kelamaan bahaya. Serius.
Hal ini relate banget sama surat Al-Insyirah yang intinya apabila kita sudah selesai dengan satu urusan, beranjaklah dan sungguh-sungguh ke urusan lain.
Jadi kalau akhir tahun, status baru pengkaderan, itu bukanlah akhir perjalanan, tapi sebuah permulaan untuk petualangan yang lebih menantang.
Kalau kata Imam Hasan Al-Banna, waktu kita itu lebih sedikit ketimbang masalah yang hadir silih berganti.
Jadi, persiapkan dengan baik, perbaiki mindset, banyak tirakat, bangun jejaring, dan tak lupa mohon arahan kepada Dzat Yang Maha Mengatur Segalanya.
Yang tertakar tak akan tertukar. Semangat berproses guysfillah. Sampai bertemu di jalan kebaikan selanjutnya. Reuninya di Surga ya!
Karangayar, 26 Desember 2024
Bersiap menuju tak terbatas dan melampauinya
#abamenulis#menyambutkemenangan#seperempadabad#mengerikan#catatankemenangan#dakwahkampus#pemudaislam#monologpemimpin
5 notes
·
View notes
Text
Cerdas Tidak Cukup
Sudah sering kita dengar bahwa orang tua (terlebih ibu) adalah madrasah pertama bagi anak. Dengan dalih itu juga, banyak yg menganggap bahwa orang tua selayaknya memiliki kecerdasan dan menempuh jenjang pendidikan hingga level tertinggi sebagai bekal mendidik anak. Sayangnya, kampanye itu berhenti sampai dua hal ini : cerdas dan berpendidikan tinggi.
Padahal, betapa banyak orang tua yang cerdas dan berpendidikan tinggi, tetapi qadarullah sang anak justru menunjukkan sifat sebaliknya. Di sisi lain, banyak juga ulama dan tokoh besar peradaban yang hadir dari orang tua yang secara kecerdasan dan tingkat pendidikan biasa saja.
Selain tentu sangat berhubungan dgn ketetapan Allah (baca : diluar kuasa manusia), mengandalkan kecerdasan dan pendidikan tinggi dalam menjalani peran sebagai orang tua tidaklah cukup. Terlebih kecerdasan memang bukan faktor penentu keberhasilan pendidikan.
Keduanya perlu dilengkapi dgn kesungguhan u/ hanya mencari nafkah halal thayyiban, menggumuli amal shaleh dan akhlak mulia, serta "tirakat" sepanjang hayat. Terlebih seorang anak memang cenderung akan mengikuti apa yang ia lihat dalam keseharian, dibandingkan pelajaran yang orang tua sampaikan.
Pertanyaannya: apakah pendidikan (bahkan di level tertinggi) hari ini mampu menghadirkan lulusan yg memiliki kriteria di atas?
Wallahua'lam.
23 notes
·
View notes
Text
Refleksi ngajar; orang tua, pendidikan, dan karakter anak
Ngerasa ga si dunia pendidikan ((TK-SMA)) udah mengalami pergesaran? Banyak orang tua yang preferensi sekolahnya cenderung ke sekolah swasta daripada sekolah negeri, tapi kalo kuliah PTN masih menjdi favorit, baik prodi saintek atau soshum ((tapi seleksi dan saingane)) ketat wkwk.
Banyak faktor yang mempengaruhi sih, kek kurikulum, sarpras, kinerja guru, sampai biaya, yang tentu akan berdampak pada iklim belajar. Nah dari pendek kacamataku, sekolah swasta (setara SD) -aku berkecimpung- di Jogja kurikulumnya terintegrasi dengan nilai islam, ada kelas iqro, tahfidz, PAI, bahkan bahasa arab, yang notabene tidak diajarkan di sekolah negri. Selain itu, sarpras di sekolah swasta juga cukup memadai, SD sudah ada LCD, AC, ruang computer, dan ruang music (literally beneran ada gitar, piano, angkung, dll) yang bisa menunjang minat bakat mereka, po ga keren! Makin yahut lagi kalo gurunya, ngajar nggak sekedar ngajar tapi juga transfer of attitude yang akan membentuk karakter anak, pinter akademiknya dapet, nilai agamanya nggak lupa, dan budi pekerti luhirnya nggak ketinggalan. Truly Menyala.
Nah tapi masalahnya adalah, hal hal tersebut nggak bisa terprovide dengan baik, tanpa biaya pendidikan yang mumpuni. Like my curcol before, SPP SD Swasta non boarding di Jogja minimal 1/4 UMR lebih, haha. Itu juga biar fasilitas good, gurunya makmur, ngajarnya optimal, dan kualitas KBM berjalan baik. Mugkin bukan suatu masalah jika anaknya terlahir dari keluarga menengah ke atas tapi kalo middle to low ya sangat effort (kadang ada orang tua yang berpikiran gapapa buat anak, salut sih).
Mindset pendidikan sebagai investasi jangka panjang is a must. Ga gampang juga buat membangun hal seperti itu. Buktinya aja kemarin pas pemilu, banyak yang milih makan gratis dibading pendidikan gratis :” Gimana Indo mo maju kalo kek gini, rakyatnya gampang disetir karena literasi rendah. Back to main topic, sekolah swasta lebih digandrungi daripada sekolah negri, dalam jangka yang panjang akan ngaruh ke disiplin, akhlak, dan moralitas anak. Di SD islam swasta, masuk teeet jam 06.45 WIB, lanjut dhuha baru KBM. Wali kelasnya mandatory memastikan tiap siswa ikut dhuha. Jam 09.00 WIB ada snacking dan jam 12.00 sholat lanjut having lunch. Sesetruktur itu. Pas zamanku, sekolah negri nggal ada tuh kewajiban dhuha, hafalan, snacking, atau sesederhana buku pengubung kegiatan buat ngerecord kamu sholatnya rutin belum, belajar apa, tilawah atau hafalan nggak.
Mungkin bisa dikatakan, harapan orang tua menyekolahkan anaknya di elit swasta itu sebagai wadah pembentukan karakter dan kedisiplinan sejak dini kali ya, walaupun nggak mutlak tapi mayoritas begitu. Eh tp ada juga temen w yang sekolah negri tapi ketika dewasa karakternya kuat dan balance antara akademik, agama, dan sosial. Truly mesti penanamannya sejak kecil, sampe akhirnya jadi karakter, kebiasaan saat ini (tirakat orang tuanya apa ya?). Selain faktor eksternal (sekolah) ada yang lebih urgent dan mendominasi, yap faktor internal (hadinya orang tua), karena bagaimanapun orang tua adalah garda terdepan dalam mendidik dan membentuk karakter anak. Sebagus apapun pendidikan sekolah yang dienyam, ketika internalisasi dalam rumahnya kurang, maka nilai nilai yang masuk juga nggak efektif. Misal, di sekolah diajari hafalan ini itu, eh di rumah orang tuanya ignore, nggak dimurojaah. Wis bablas. Di sekolah dibiasakan sholat berjamaah, eh di rumah orang tuanya sholat malah entar entar, bablas juga. Jadi sebenernya sekolah itu cuma wasilah, garis terdepan adalah orang tua. That’s way, ibu sebagai al madrasatul ula.
Jadi refleksi kalo umur segini (gtau tar lagi) belum fokus buat cari parter urip ya salah satunya mikir, pendidikan anak yg bonafit di masa depan semakin mahal, tantangan zaman semakin gila (ghazwul fikr dan salah pergaulan nggak pandang bulu), kalo kita nya nggak bener, dalam artian ilmu dan amal (kerja) ya gimana mereka kedepannya bisa dapet pendidikan yang proper, kecuali mereka high selflearner tapi satu banding berapa sih yg kek gitu atau lu harus jadi ibu yg care parah (multitasking). Makanya ayo sekarang usahakan keluarga impian yang berbasis ilmu dan amal itu se-mastato’tum- nya. Belajar yang bener dan kerja yang berkah. Ga perlu neko neko dulu.
Allahuma baarik🙏✨
2 notes
·
View notes
Text
Alhamdulillah tsumma alhamdulillah, tak henti-hentinya sayaa mengucap rasa ini tak terasa perjuangan yang tak jarang pun berkeluh kesah bersama dengan kawan-kawan seperjuangan, membuahkan hasil. Apapun dengan hasil akhirnya ; lulus bersama menjadi sebuah hal yang sudah kami idam-idamkan semenjak 5 tahun lalu. Semoga segala peluh, doa, tirakat, wirid, dukungan materil maupun non materil jugaa kembali kepada semua belah pihak yang mendoakan.
Al- Azhar dengan segala kebesarannya selalu menyajikan kealiman para guru dan keberkahan (hafidzahumullahu taala anhum) yang mana Allah tak pernah ingkar janji kepada para hambaNya yang senantiasa berhusnudzan dan memanjangkan wiridnya untuk selalu mengetuk pintu langitNya.
Tak hanya berhenti disitu, rasa rindu keluarga diperantauan, masyarakat yang menanti anak-anak yang nantinya untuk menyampaikan risalah dakwah dan berbagi kebermanfaatan sedikit-sedikit membuat kami rasanya ingin berdiam diri dulu sebelum benar-benar menerjunkan diri pada tiap lumbung.
Ada suatu beban dan titipan yang berat yang akan dengan mudah serta ringannya jika dikolaborasikan dengan metode-metode lainnya bersama kawan-kawan seperjuangan.
Nafa'anallahu bihi wa biulumihi wa nasaluka barakatan fiddaraini aaminin.
Cairo, 09 Agustus 2023 (pasca pengumuman nilai kelulusan)
14 notes
·
View notes
Text
Dawuhe,
Ora onok jimat kang paling keramat, sak liane tirakat lan dungo ugo restune wong tuo.
Bismillah..
12 notes
·
View notes
Text
Kangen Jogja, Anies Baswedan Malam-Malam Nyopir dan Mampir di Rumah Temannya Ini
YOGYAKARTA | KBA – Fahmi Rosyadi mengaku kaget sekitar pukul 21.00 WIB, tiba-tiba Anies Baswedan sudah berada di depan rumahnya di Kaliurang Pratama E5 Mas Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Anies bersama empat mobil datang di rumah temannya yang berada di Kaliurang Pratama E5 Mas Sinduharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta ini. Meski datang rombongan, cucu Pahlawan Nasional AR Baswedan ini…
View On WordPress
0 notes
Text
Mengusahakan PhD #14
Alhamdulilah, sekarang sudah resmi diterima sebagai calon mahasiswa baru program doktoral di salah satu perguruan tinggi di Indonesia.
Bagaimana rasanya? Nano-nano.
Disatu sisi bahagia, disatu sisi berduka.
Bahagia karena akhirnya jalan terang untuk pendidikan doktor ini mulai terbuka. Kemudian hati semakin mantab untuk memulai perjalanan sekolah ini bersama keluarga di Indonesia. Menjadi semakin yakin bahwa ini memang jalan terbaik yang diberikan oleh Allah untuk saya.
Kenapa berduka? Iya karena harus tirakat setidaknya tiga tahun kedepan. Program doktoral itu seperti masuk hutan sendirian. Karena memang itu tuntutan program nya.
Kita memang punya promotor, tapi bukan pembimbing. Namanya saja sudah promotor, tugasnya mempromosikan. Kalo membimbing, nanti namanya jadi pembimbing :)
Wallahu a’lam bishowab.
Panggah bismillah!
3 notes
·
View notes
Text
Laku tirakat yang mama kerjakan telah sampai di hari ke-40 bertepatan di hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Katanya, beliau merasakan banyak sekali keberkahan. Masya Allah. Upaya mama dalam rangka taqarrub ilallah, doa-doa mama, dan kasih sayang mama menjelma cahaya yang menyeruak ke dalam sukma. Kalau kata Nadin Amizah, nyawaku nyala karena denganmu.
4 notes
·
View notes
Text
"Tirakat seorang suami (lelaki) untuk istrinya, dan tirakat seorang istri (perempuan) untuk anaknya"
~Syarifah Robi'ah 'Adawiyah Ba'abud
6 notes
·
View notes
Text
"Dik, kok mas rasanya ga tenang gini ya". Aku yang sedari tadi membuka-buka file materi, akhirnya berani bersuara. Dia menatapku sambil tersenyum, "coba pejamkan mata, terus tarik nafas dalam dan hembuskan perlahan mas"
Dan anehnya ku turuti saja perintah itu.
"Mas ingat ga? Dulu pernah cerita, punya senior yang lagi sekolah spesialis neuro, trus sama persis mau ujian kaya gini" aku yang sedari tadi masih memejamkan mata, sambil bernafas dalam, perlahan membuka mata dengan nafas yang lebih tenang. Dan reflek kujawab "oh iya, kok kamu ingat!"
"Astaghfirullah bikin kaget, tadi masih merem sekarang udah melotot" caranya menjawab membuatku lebih tenang dari sebelumnya. "Tentu aku ingat, beliau kan mentormu mas, iya to?" Aku mengangguk.
"Ya cerita jenengan pas itu kan, beliau mau maju ujian, juga agak panik, tapi ditenangkan oleh istrinya; jika gagal bisa diulang lagi, jika berhasil ya, alhamdulillah" sekarang aku lebih tenang, karena itu sebagai tanda, tidak masalah jika semua tidak sesuai dengan harapan terbaik kita
"Ummi kan juga pernah bilang; gak apa-apa to, walaupun tetap berharap yang terbaik"
"Lagi pula mas, manusia itu pasti selalu menginginkan kebaikan bagi dirinya. Namun, Allah Maha Melihat dan Maha Mentakdirkan Sesuatu; yang jauh lebih baik dari harapan kita" aku menyimak dengan seksama. "Hanya saja karena kita punya nafsu, kadang yang sudah ditakdirkan Allah berupa kebaikan, bisa jadi dianggap sebagai keburukan; begitulah manusia"
"Ah cerdas sekali kamu". Gantian dia yang melotot, namun sambil tersenyum aneh.
"Mas sudah berusaha semaksimal mungkin, walaupun pasti ada kurangnya juga. Tinggal sekarang perkuat tirakat doa, amal, dan istighfar. Supaya dosa dari kesalahan yang kita perbuat, tidak menjadi hambatan untuk mendapatkan cahaya ilmuNya Allah"
Sekarang aku mendapat suntikan energi yang luar biasa, ku pejamkan mata sekali lagi, sambil menarik nafas lebih dalam, dan mengeluarkan secara perlahan.
Telingaku mendengar air mulai turun dari langit yang bertabrakan dengan genting rumah. Namun kembali tersadar dengan ucapannya lagi, "itu aku kirim ucapan Gus Baha lewat whatsapp, semoga menambah ketenangan, bukan cuma buat jenengan tapi buat kita semua, bismillah ya mas!"
29 notes
·
View notes