#TautanNarablog5
Explore tagged Tumblr posts
ceritasiolaa · 3 years ago
Text
Aku si Pemalas
Aku adalah si pemalas.
Manakala langit mulai gelap, binar  mataku mengerjap-ngerjap. Secangkir tugas yang sudah mengepulkan asapnya lebih menarik perhatianku ketimbang tempat tidur yang menatapku penuh rayu.
Aku adalah si pemalas.
Setelah diujung hari merasa lelah dengan hiruk  pikuk dunia, jemari ini bermalas-malasan berselancar di atas gawai. Ia lebih memilih membuka mushaf dan membacanya.
Aku adalah si pemalas.
Ketika kelas telah usai, aku segera pergi menuju perpustakaan atau toko buku ditengah kota. Rasanya malas sekali berkumpul di kantin dan membicarakan kehidupan orang lain.
Aku adalah si pemalas.
Melihat mereka membeli ini dan itu, lalu terbuang hanya karena telah bosan. Duh, memang malas sekali aku untuk membeli keinginan semata itu. Lebih baik aku menabung sekeras yang aku bisa untuk masa setelah nanti aku tiada.
Aku adalah si pemalas.
Makanan restoran junk food tempak terbuang percuma. Dasar aku yang malas menyisakan makanan, sebab diluar sana masih banyak yang tidak dapat merasakan makanan ini. Lalu, apa yang tidak bisa ku syukuri?
Ya, aku lah si pemalas itu. Mau bermalas-malasan denganku?
9 notes · View notes
farauzanotes · 3 years ago
Text
Aku Kesal pada Bapak
Dulu, aku kesal pada Bapak. Bapak bilang batas waktu pulang adalah Adzan Maghrib. Bagaimana kalau terlambat? Jangan harap pintu rumah dibukakannya. Bahkan jika aku menangis, pintu tetap saja rapat membisu. Kalaupun dibuka, toilet adalah tempat hukumanku selanjutnya. Dikunci disana untuk beberapa waktu. Aku kesal padanya karena disaat yang sama teman-temanku diizinkan pulang larut malam bahkan hingga boleh saling menginap.
"Aku kan laki-laki, aku udah besar!" pikirku waktu masih sekolah dulu.
Kemudian aku menyadari, kalau hal² buruk/kejahatan lebih banyak terjadi pada malam daripada siang hari. Ternyata perintah Bapak ini adalah untuk menjaga diriku.
Dulu, aku kesal pada Bapak. Bapak menyuruhku untuk kuliah. Aku maunya setelah SMA itu bekerja, berjualan, nyari uang. Buat apa kuliah? Toh waktu sekolah aku bisa menghasilkan uang sendiri--pikirku
"Kalau udah kenal uang, susah buat kuliah." katanya waktu itu.
Kemudian aku menyadari, ternyata benar begitu adanya. Sekarang aku sedang bekerja dan berkuliah. Cukup berat rasanya memang. Apalagi jika dihadapkan dengan pilihan perjalanan dinas atau kuliah. Perjalanan dinas jelas ada insentifnya langsung. Belum lagi rasa lelah, ngantuk, dan ada malas² nya kuliah turut menyertai setelah seharian bekerja. Beruntungnya kuliah kali ini dilakukan secara daring, disatu sisi, ini sangat menolongku.
Dulu aku kesal pada Bapak. Bapak belum merestuiku untuk menikah. Nanti ya--jawabnya singkat setelah malam itu meminta restu padanya.
Kemudian aku menyadari, pada waktu itu aku berpikir jangka pendek, sementara kehidupan rumah tangga adalah jangka panjang. Aku hanya bermodal nekat dan rasa suka sesaat. Jika aku berada di posisi Bapak, sepertinya aku pun akan melarang karena masih ke kanak-kanakan yang banyak persiapan.
Ternyata apa yang Bapak perintahkan dulu, semuanya adalah untuk kebaikanku. Aku terlambat menyadarinya. Aku pun belum sempat berterus terang dan bercerita ini langsung pada Bapak. Jadi lewat tulisan ini saja.
Makasih Pak telah menjagaku dari sejak pertama. Maaf aku terlambat sadar.
5 notes · View notes
ismahaha · 2 years ago
Text
Kakak Adik Tanpa Status
"Ikan apa yang terindah
Ikan not live without you in my life
Ayam apa yang termanis
Ayam falling in love with you
Aku ingin kamu tahu semua rasaku kepadamu
Ku tak ingin menjadi kaktus
Kakak adik tanpa status"
"Sesuka itu sama lagunya ya? Asik diputer terus" tanya Dandi, seniorku di jurusan.
"Biasa aja sih, bertepatan aja ini yang keputer otomatis," aku menjawab santai, sambil menunjukkan aplikasi musik yang tak banyak lagunya itu.
"Nanti lagi ngode," tanyanya lagi. Aku cuma menggeleng sambil menunjukkan wajah geram.
"Becanda," ia tertawa. Lalu ikut duduk sambil mendengarkan lagu-lagu yang sebenarnya itu-itu saja.
Kami saling kenal cukup lama. Aku mengaku tak menyukainya, tapi aku bahkan sangat marah ketika ia berpacaran dengan Cindy, sepupuku. Ia pernah membuat lelucon untuk menikahiku, bodohnya aku merespon serius. Ia tertawa, ternyata itu cuma bercanda. "Manalah mungkin kita bisa nikah dekku". terangnya. Dia pasti tak ingat ekspresi ku saat itu, pertama kalinya aku dibuat malu di depan lelaki!
___
Mau khawatir tapi gimana. Mau menangis tapi gimana juga. Dua jam aku dan orang tuanya menunggu di luar ruangan. Rasanya aku ingin segera menampar nya, bisa-bisanya lelaki bodoh itu terjatuh dari motor tanpa menabrak kendaraan lain atau ditabrak orang lain.
Kejadian setahun lalu terulang lagi! Ia terjatuh akibat kaget sendiri karena menabrak bayangan tiang listrik di depannya. Memang bukti nyata kalau dia memang manusia bodoh.
Umi nya menangis, kadang berhenti, kadang menangis. Berisik. Lukanya memang tampaknya lumayan parah. Dokter keluar ruangan, nasib. Dandi kekurangan darah.
"Udah dok, saya aja," persediaan darah di rumah sakit habis, umi dan bapaknya pun sedang tak sehat. Aku lagi yang harus berkorban. Dan yaaa ini kali kedua aku mendonorkan darah untuknya. Tak apalah, pikirku.
___
"Oh udah sadar," aku berkata sambil meliriknya. Tak berminat bertanya kabar seperti Cindy, mantannya.
"Udah, hehe. Makasih ya Ra, darahnya," Ia tersenyum. Dah wait! Kenapa senyumnya manis sekali? Aaah bisa gila aku ini. Aku segera menunduk dan langsung ingat istighfar.
Dandi memberi kode agar aku keluar ruangan, hanya ada Cindy dan ia yang di dalam. Membicarakan sesuatu yang penting sepertinya. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Dengan hati yang jengkel, dan campur aduk.
Aku tak suka, tapi aku cuma mau marah.
"Bantu Cindy minggu depan cari gaun cantik ya! Aku mau lamaran sama dia. Hehhe," Dandi mengirim pesan. Tanpa kubalas, tanpa ku angkat teleponnya. Cindy rupanya juga mengirim pesan. Sialan mereka berdua! Mereka putus dua bulan hanya untuk mempersiapkan pernikahan.
Tiga jam aku hanya diam, tak bisa tidur, tak juga melakukan hal lain. Hanya masih belum siap menerima kenyataan kalau Dandi, akan melamar Cindy.
Aku mengirim pesan, biarlah malu. Kalau malunya belum hilang, aku saja yang menghilang. "Dan, mau nikah beneran lo sama dia? Lo anggep gue apasih?"
"Ya temen. Adek gue. Kan uda berkali-kali gue terang-terangan bilang ke temen-temen kalau lo itu adek gue,"
"Bener-bener lo ya. Balikin darah gue!" Aku mengirim pesan itu. Dan langsung mematikan data. Bahkan hanya itu nyali yang kupunya. Aneh.
Biarlah, ternyata kami dipertemukan memang hanya sebagai kakak adik, sebagai teman. Bukan pasangan.
#tautannarablog5
#ngeblog5
10 notes · View notes
ceritasiolaa · 3 years ago
Text
Dia membuatku sadar
“Kenapa agama kamu islam?” tanyanya padaku.
Dengan cepat aku menjawab, “Hmm, karena orang tuaku.” Dia tersenyum.
“Berarti kalau orang tuamu nggak islam, kamu nggak beragama islam dong sekarang?” tanyanya.
“Mungkin.” Jawabku mantap.
Dia tersenyum, lagi.
Aku terdiam, berpikir, “Ya juga, kenapa aku harus islam?” benakku.
“Jadi kalau misalnya orangtuamu nggak islam nih kan, berarti kamunya gak islam dong sekarang?” tanyanya.
Aku masih berpikir, mencari jawaban baru. Tapi tetap saja, belum nemu, masih buntu.
“Islam itu sempurna. Semua kehidupan kita sudah diatur dengan islam. Untuk makan, bercermin, mau masuk ke toilet, mau tidur, ekonomi, politik, semuanya. Peciptaan bumi dan alam semesta bahkan tertera dalam Al-Qur’an. Jadi beruntung yang berislam sejak kakek moyangnya, tapi bukan berarti yang non-islam tidak memungkinkan untuk masuk islam. Karena Allah dah bilang di Al-Qur’an sebagai manusia itu harus berpikir.” Jelasnya panjang.
“Berpikir?”
“Iya berpikir. Berpikir atas segala penciptaan-Nya. Berpikir atas apa yang telah ditetapkan Allah ke kita, agar kita percaya bahwa Allah itu Esa, Allah itu ada. Itu makanya kita beda dengan makhluk lain, kita punya akal sedangkan makhluk lain nggak.”
Kalimat akhirnya membuatku sadar, bahwa manusia hidup dimuka bumi bukan sekedar beribadah kepada Allah semata, tetapi juga harus berpikir. Berpikir atas segala aturan, ketetapan, dan segala penjelasan kehidupan yang telah Allah sampaikan melalui Al-Qur’an.
Maka, jawaban yang tepat “Kenapa kamu islam?”, bukan sekedar karena ‘orang tua’ yang menurunkan agama. Melainkan sudah seharusnya manusia itu berpikir untuk membedakan mana yang haq dan bathil. Tentunya semua telah terbukti, apa yang ada di jagat raya telah dituliskan didalam kitab suci. Lantas apa yang membuat diri mengingkari yang telah Dia tetapkan?
Sangat berterimakasih kepada dia, yang telah membuatku paham ‘mengapa aku islam’.
3 notes · View notes
ceritasiolaa · 2 years ago
Text
Tempat Berlabuh
Kawan, jika saat ini cintamu telah terbawa arus untuknya, maka cobalah untuk tidak terlalu jauh apalagi hingga mendalam.
Namun, jika sudah terlanjur berlabuh dihatinya, lekas lah kembali kepada-Nya. Karena cinta-Nya sungguh luar biasa kepada setiap hamba-Nya.
Aku tak bermaksud untuk sok menasehati, kawan. Tapi ini lah bentuk rasa cinta dalam ikatan ukhuwah.
Percayalah, ketika kita meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik.
Jadi, berlabuh lah kepada Sang Pemilik Hati.
Jangan sampai kita berlabuh di hati pangeran khayalan, sebelum akad terlaksanakan.
Hanya pada-Nya tempat kita berlabuh.
0 notes
ceritasiolaa · 2 years ago
Text
Bukan Sekadar Tahu
Awal aku menduduki Sekolah Menengah Atas, jarakku dengan Abah sangat jauh. Berbeda pulau.
Tapi, dia tidak pernah lupa menyampaikan berbagai pesan kepadaku.Berbagai hal yang menyampaikan pesan kebaikan, selalu ia sampaikan.
Pernah dulu dia bilang begini, “Perempuan itu cantik pake gamis atau rok. Coba dulu pake rok.”
Aku yang saat itu menganggap bahwa abahku ingin adiknya tampil terbaik, perlahan rok menjadi pakaian pilihan terbaikku. Meskipun saat itu aku bertanya, “Kenapa?”. Dia hanya menjawab, “Nanti juga paham.”
Semenjak SMA, aku tinggal di asrama. Tidak boleh menggunakan gawai, Alhamdulillahnya laptop masih boleh digunakan sebagai sarana pembelajaran. Saat itu, seringkali ia mengirim sebuah video berkaitan hijrah melalui facebook messenger.
“Kenapa sering ngirim kaya gini?” tanyaku. Abah selalu jawab, “Biar paham, kamu kan perempuan. Harus paham gimana jadi perempuan.”
Dari sekadar hanya tahu, tahap demi tahap aku memahami beberapa hal yang menurutku itu wajib.
Bahkan banyak hal yang membuatku tertegun, ternyata selama ini aku hanya sekedar tahu saja tetapi tidak benar-benar memahaminya. Berbagai hal yang membuatku mengumpat diri, “Aku ga bakal paham”, mulai berbalik arah seiring proses yang aku jalani hingga saat ini.
Kita akan benar-benar paham, ketika  kita mau mencoba untuk memahaminya
0 notes
ceritasiolaa · 3 years ago
Text
Maaf
"Selamat ya, semangat dengan amanah barunya." Sebuah pesan berhasil masuk ke WhatsAppku.
"Iya, makasih." balasku.
Selang beberapa menit setelah dia membaca balasanku, pesan darinya kembali masuk.
"Ra, kamu nggak suka ya dekat sama laki-laki?" tanyanya tiba-tiba.
‘Loh ini kenapa pertanyaannya gini ya?’ Pikirku.
Pertanyaan seperti ini sudah sering ditanyakan oleh orang-orang sekitarku, termasuk teman kuliah. Tapi kali ini yang menanyakan hal ini bukan teman kuliah, melainkan teman satu organisasi eksternal. Beda kampus pula.
Aku masih terdiam, belum balas pesan itu.
"Kenapa ?" Pesanku terkirim.
"Aku lihat kamu nih beda Ra sama anak-anak di organisasi kita. Kamu beneran nggak mau dekat sama laki-laki?"
"Ya kan ga dekat bukan berarti musuh, tetap temen lah. Aku tetap nganggap anak laki-laki di organisasi kita sebagai teman." Balasku sekaligus menjadi pesan akhir malam itu.
Dia, Aldi, balik membalas pesan dimalam itu lagi. Ira hanya membacanya saja.
Esok paginya, Ira mendapatkan notifikasi baru di instagram.   Notifikasi likes keseluruhan foto Ira.
"Maaf di, aku malah ga suka berteman sama laki-laki yang begini." Gumam Ira menutup hpnya. Hampir saja ia blokir.
0 notes
ismahaha · 3 years ago
Text
Boleh Suka, Obsesi Jangan
Aku pernah bermimpi menjadi ratu, disukai dengan cara yang baik, didekati lewat perantara orangtua atau wali, dinikahi dengan segera tanpa ada kendala. Tapi sejak kejadian itu, jangankan bermimpi, ingin menikah saja tak mau lagi.
"Aku uda di depan, cepat keluar," aku menerima pesan dari orang yang sangat membuatku risih.
"Ngapain?"
"Ini aku bawa makanan,"
"Kan uda kubilang, jangan anter lagi,"
"Cepat keluar, plis," aku pun keluar. Daripada entah apa yang akan dia buat. Semakin lama dia di situ, tetangga akan risih juga.
Dia mendekatiku sambil memberi bungkusan makanan. Sepertinya martabak. Aku langsung masuk, setelah berterima kasih.
Teman kosku, terlihat menantikan aku memberi martabak itu. Karena biasanya mereka yang memakan apapun yang diberi oleh lelaki itu, David.
__________
Ini tahun ketiga aku membenci David. Sebulan awal perkenalan kami, aku menyangka dia akan jadi teman terdekat ku, bisa melindungi, menjadi tempatku bercerita, dan semua hal baik layaknya bersahabat. Ternyata sebaliknya.
Masih bulan kedua, dia sudah terang-terangan dengan perasaannya. Aku kira ia benar-benar tulus berteman, ternyata ada saja kalimat yang membikin aku takut dan geli sendiri.
"Kamu bisa pergi ga sih dari pikiranku"
"Imut banget"
"Aduh, senyumnya"
"Melihatmu saja aku candu"
"Kapan lah ya kamu jadi milikku"
"Makin kamu cuek, aku makin semangat nih"
Dengan cara yang baik-baik, aku berkata ketidaknyamanan itu, dengan cara kasar, aku juga menjelaskan hal itu. Tapi, makin menjadi rupanya.
"Nanti kalau kita nikah gak usah pakai adat, hehe" kami sedang chatting whatsapp. Aku pernah menerapkan mindset 'buat dia menjadi temanmu lagi', karena jarang gagal. Biasanya orang-orang yang secara terang-terangan itu akan berbalik arah menjadi teman baik lagi.
"Loh kok kita?"
"Karena aku maunya kamu"
"Aku gak bisa masak"
"Bagus, mama aku yang akan ajarkan"
"Aku gak mau tinggal sama mertua"
"Iya ga papa nanti kita punya rumah sendiri. Gak perlu repot masak juga"
"Tapi aku gak mau nikah samamu"
"Tenanglah, seiring berjalannya waktu, kamu akan mau."
Menggelikan sekali obrolan itu. Aku benar-benar tak ingin lagi meresponnya sebagai teman. Tak mau lagi bahkan merespon, kalau pun merespon, paling sebagai orang yang dikejar fans.
Setelah lama tak mendapat pesannya karena ketegasan yang berulang kali itu, aku semakin lega. Tiba-tiba dia mengirim pesan, "Kekuatan doa di sepertiga malam sepertinya sangat akan manjur. Tunggu aja ya," Dep!
Aku semakin takut. Bukan seperti kata orang-orang yang kalau sudah dikaitkan dengan doa sepertiga malam akan berbunga kesenangan bukan main. Aku sebaliknya. Aku mulai sering berdoa, agar dijauhkan dari sosok dia. Sosok yang mengganggu.
Entahlah. Lelah juga.
Antara suka dan obsesi, rasanya tidak ada bedanya.
#tautannarablog5
#ngeblog4
7 notes · View notes
ismahaha · 3 years ago
Text
Dia-Dia-Dia, Hanya Dia
Aku mengolok diriku terus-terusan. Yaa mungkin sudah sejam lamanya. Baru kemarin rasanya aku menasihati seorang teman yang seharusnya bersikap biasa saja tanpa harus berlarian ketika bertemu dengan seorang yang dia suka.
Tapi, ketika aku dihadapkan di situasi yang sama, pun aku lebih parah rupanya.
"Hah kenapa-kenapa? Kenapa ngos-ngosan gitu, siapa yang bikin takut?" temanku sibuk bertanya.
"Dia," jawabku sambil menunjuk ke arah sana, yang tak terdeteksi entah di mana.
"Halah banyak cerita kau," temanku ini langsung meninggalkanku. Tak berniat bertanya lagi. Ia pun pasti akan mengatakan hal yang sama. Kalau aku, suka sekali menasihati tapi aku sendiri melanggarnya. Yaa gimana lagi, semua memang karena dia.
Perpustakaan
Rupanya sudah sejam juga aku di sini, membaca bukunya 10 menit, sisanya main hp. Haha. Suka-sukaku lah. Moodku lagi tak baik, tadi pagi mendapat kabar dari Lili temanku itu, kalau Maik, orang yang kusuka itu akan melamar teman perempuannya. Nasib, aku mendengus kesal.
Aku dan Maik, teman baik, walau tak terlalu akrab, ya kami sering ngobrol berdua. Anaknya visioner, lantang kalau berbicara, dan punya cita-cita ingin membangun Pesantren di kampung halamannya. Sayangnya, ada yang tak beres di antara kami. Sampai akhirnya meruntuhkan kebiasaan kami berdiskusi.
Agaknya aku menyukainya, baru kusadari dalam sebulan ini. Dibuat malu sendiri ketika, "Ya Allah jodohkan aku sama dia, iya cuma dia. Dia ya Allah, si Maik," goks!! Catatan pribadiku malah terlihat oleh dia. Malu berkepanjangan.
Aku menghindarinya. Dia terus bertanya, tapi tak pernah kuladeni. Bahkan nomornya saja langsung kuhapus, dan blokir.
Sudah menunjukkan pukul 15.00, aku ingin lekas bergegas pulang. Untuk apa pula aku di sini terlalu lama. Tapi sebentar, ponselku berdering. Menandakan ada pesan masuk.
"Ini aku, Maik. Ngapain sih pake blokir nomorku, udahlah lupain yang uda lalu," kaget bukan kepayang. Nomor tanpa nama itu ternyata Maik.
"Hehe. Maaf," aku langsung membalas singkat, terlihat cuek, padahal malu.
"Vi, kayanya aku suka deh samamu," pesannya membikin aku tersedak saat aku minum. What?
"Nikah aja, yuk," kirimnya lagi. Makin menjadi aku dibuat salah tingkah.
"Jangan sementang note kemaren, jadi langsung kaya gini, ga suka dibecandain hal begini," aku malah merespon serius.
"Aku serius. Baca nih," Maik mengirim tangkapan layar obrolan whatsappnya. Dan, ini serius?
"Maik, astaghfirullah. Gila kau, ya," aku bahkan tak bisa berkata apa-apa lagi.
"Aku serius. Tuh kan, liat. Aku uda izin ke bunda kamu duluan. Ini tinggal ngobrol ke kamu. InsyaAllah aku uda yakin. Lusa aku temui bunda dan bapak, ya," lanjut Maik.
Ku teliti sekali lagi obrolan yang ia kirim bersama bunda. Jelas-jelas bunda ternyata sudah mengenal Maik sejak lama, dan rupanya mereka sering berbincang. Menanyakan soal siapa aku.
Hah? Dia?
Yang selama ini cuma ada dalam bayangan?
"Vivi, makasi ya. Kalau bukan karena catatan kemarin, mungkin aku gak berani mengakui ini semua ke kamu," jawabnya ketika aku hanya membalas pesan dengan emotikon.
Kalau memang dia, memang harus belajar agar tak lari-larian lagi, sepertinya. Ah Maik, kau tak tau pasti, aku masih sangat malu.
#Tautannarablog5
#ngeblog2
6 notes · View notes
ismahaha · 3 years ago
Text
Aku Sangat Suka Aku
(Tulisan dari aku, oleh aku, untuk aku.
Posisikan diri kamu ke dalam sosok "aku" di sini).
Siapa yang suka samaku? Ya aku.
Siapa yang gak suka samaku? Ya aku.
Siapa yang paling bisa nyemangati aku? Ya aku.
Siapa yang paling pande jatuhkan mentalku? Ya aku.
Siapa support system terbaikku? Ya aku.
Siapa yang paling suka muji aku? Ya aku.
Siapa yang paling suka rendahin diriku? Ya aku.
Tapi, semua harus ada porsinya.
Kalau tahun ini aku gagal menjadi penulis di penerbit mayor. Bisa saja di hari itu aku membenci diriku sendiri.
"Ah gak becus"
"Asli, gitu doang gak tembus"
"Ya ampun, mau sampek kapan tulisan kaya sampah?"
Tapi, di hari atau minggu berikutnya. Layakkah aku membenci terus-menerus? Menghina habis-habisan? Dan menjatuhkan sosok aku sampai ia mati?
Gak gitu! Gak bener!
Peluk "aku" sendiri, kuatkan "aku" lagi, hargai segala macam usaha "aku", dan perbaiki apa yang harusnya diperbaiki dan dipelajari ulang.
Dunia ini keras, manusianya juga makin hari makin kejam. Eh gak deng, ekspektasi manusianya ke manusia lain yang terlalu besar dan tinggi. Jadi, siapa lagi sosok manusia yang paling mengerti selain "aku"?
Ayolah.
Stop merendahkan diri sendiri.
Aku bisakan? Bisa!
#tautannarablog5
#ngeblog1
#day1
5 notes · View notes
ismahaha · 3 years ago
Text
Kalau Mereka (Bukan) Lagi Ahli Ibadah
"Halah, macam kau saja manusia paling taat di muka bumi," hardik Ken pada Jenn, temannya sendiri. Jenn kehabisan kata-kata setelah temannya itu malah memarahinya. Belum lagi saat dibilang sok paling agamis. Jenn, merasa dialah manusia paling menyedihkan hari itu.
Rumah Ustadzah Opi
Hampir genap 4 tahun Jenn mengenal dan sudah dianggap sebagai anak oleh Ustadzah Opi, guru tahsinnya. Tak segan-segan ia datang ke rumah Ustadzah walau cuma sekadar menumpang kamar mandi.
Ia sengaja datang, sudah lama juga rupanya tak bersua pada gurunya. Berbincang lama, dan sangat hangat suasananya.
"Jenn, orang belajar Islam, bukan untuk menunjukkan dirinya yang alim. Boleh menegur, tapi kalau yang kamu bilang ke dia itu benar-benar bisa menyakiti," Ustadzah Opi menasihati.
"Loh kok jadi aku yang disalahin. Kan bener yang kubilang. Dia itu krisis iman. Masa dulu becadar sekarang enggak. Gak kayak ustadzah," Jenn terus menerus membela diri.
"Sayang juga ya ilmu kamu kalau begitu,"
Sepulang Jenn di rumah, ia langsung mengirim pesan pada Ken, meminta maaf dan langsung mengakui kesalahannya.
Ia menangis, menyadari ada banyak manusia yang ia buat sakit hati. Niatnya menegur, malah jadi menilai keburukannya.
Dek, kalau mereka dulu ahli ibadah, dan kamu sangat menyontoh istikamahnya mereka, bagus.
Dek, kalau mereka dulu ahli ibadah, dan kamu juga semangat menjaga penampilan kamu karena termotivasi dari mereka, ya bagus.
Tapi dek,
Adek juga harus tau, kalau mereka bukan lagi ahli ibadah, jangankan menegur, mengingatkan saja sudah salah, kalau apa? Ya kalau cara menegur mu benar-benar menyakiti hati.
Mereka bukan lagi ahli ibadah, penampilan sudah beda, cara berbicara sudah kasar, kamu jangan langsung judge mereka ini itu.
Semoga ketika kamu futur, teman-temanmu akan mengingatkanmu dengan cara yang baik. Aamiin.
Jenn menangis, ia membaca ulang pesan yang dikirim Ustadzah Opi setelah ia meminta maaf pada Ken, Ray, Tio, Dina, Dini, dan teman lainnya.
#tautannarablog5
#ngeblog3
1 note · View note
ismahaha · 2 years ago
Text
Ulah; Saling Suka, Saling Pendam.
Januari 2021
Tio terlalu gengsi, baru saja kemarin ia mengirim CVnya ke Ustadnya untuk disampaikan segera ke teman perempuannya itu, malah langsung minta agar ditahan.
"Nanti sajalah Ustad," pintanya.
"Ah, tak jelas lagi kamu, Yo," Ustad Jun sepertinya mulai bosan dengan tingkah Tio. Padahal Tio sudah meminta izin ke Abi nya kalau akan menikahi Tari, teman baiknya.
"Loh, emang dia mau sama kamu?" walau Abi selalu menanyakan hal yang sama.
.....
Desember 2020
"Uda tua kita rupanya, ya," Tio mengirim pesan ke Tari, setelah selesai membahas tentang masalah masing-masing.
"Iya. Bosen,"
"Tar, kalau semisal aku nikahin kamu aja gimana? Gak bosen apa temenan terus," Tio mengirim pesan tanpa basa-basi.
"Aku lebih bosen sama omongan kamu yang begini, nih Yo. Uda sering ya kamu becandain aku kaya gini,"
"Loh Tar, kok marah," Tio mengirimi pesan lagi. Ternyata Tari sudah tak aktif whatsapp.
.....
Juni 2021
Tio hadir bersama Jali, teman baiknya. Ia mengenakan batik pemberian Tari setahun yang lalu, yang katanya hadiah karena diterima kerja di perusahaan impiannya.
Ia amati dengan tajam raut wajah Tari yang sangat bahagia itu, Yudi, lelaki yang sekarang bersanding di sebelah Tari pun ia amati dengan tajam.
"Mangkannya jangan kebanyakan gengsi," kata Ustadnya, yang hadir juga bersama istrinya. Tio hanya diam, ingin menangis tapi gengsi. Ia diam, menikmati daging rendang itu pun rasanya tak nikmat lagi.
"Nangis aja boy, biar aku videoin kaya orang-orang," ujar Kali sambil membuka kameranya.
"Tar, beneran sedih loh ini," Dar! Tio menangis. Tumpah secara merata, karena air matanya mungkin sejak tadi sudah tertumpuk. Kali terus membuat video. Ia ikut menangis pula. Ustad mengetahui hal itu langsung datang ke arah Tio yang saat ini sudah jadi sorotan beberapa orang.
"Dek, jadi laki-laki itu jangan maju mundur. Inilah akibatnya," nasihat Ustad, Tio makin menangis pula.
"Gini rupanya rasanya ditinggal nikah," Tio menunduk, menyesali.
.....
Mei 2021
"Tio teman terbaikku, makasi waktunya. Udah cukup di sini aja kamu jagain aku. Aku uda ada nih yang mau jaga aku. Hehe.
Ohiya, kamu sering kan becandain aku ajak nikah? Kamu juga tau aku sering bilang iya aku mau. Tapi kamu ingat gak kamu sering juga bilang kalau kamu becanda. Lucunya aku berharap itu beneran. Haha. Maaf ya udah pernah se berharap itu.
Ohiya, terima kasih uda kenalkan aku sama Ustadzah Kiki, aku jadi lebih paham sama agama ini."
Sejak pesan itu dikirim, Tio sudah menyesal. Tapi pun masih malu mengakui kalau ia sebenarnya sudah menyiapkan CV nya lewat suami Ustadzah Kiki.
Nasib, jodoh siapa yang tau.
#tautannarablog5
#ngeblog6
1 note · View note