#Sunan Bonang
Explore tagged Tumblr posts
rafthink · 2 months ago
Text
Sunan Bonang: Sejarah, Dakwah, dan Warisan yang Berharga
Pendahuluan
Sebagai salah satu anggota Wali Songo, Sunan Bonang memainkan peran penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Namanya begitu melekat dalam tradisi Islam Nusantara karena pendekatannya yang unik melalui seni dan budaya. Dalam artikel ini, saya akan menjelaskan perjalanan hidup Sunan Bonang, metode dakwahnya, serta warisan yang ditinggalkannya hingga kini.
Kehidupan Awal Sunan Bonang
Sunan Bonang lahir dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim pada tahun 1465 di Rembang, Jawa Tengah. Ia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila, serta merupakan keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad SAW. Lingkungan keluarganya yang religius memberikan fondasi pendidikan agama yang kuat sejak dini. 
Sejak kecil, Sunan Bonang belajar di pesantren Ampeldenta, Surabaya, di bawah bimbingan langsung ayahnya. Ia juga memperluas wawasan agamanya dengan belajar kepada ulama besar seperti Syekh Maulana Ishak, bahkan melakukan perjalanan ke Pasai untuk mendalami ilmu tasawuf. Kombinasi pendidikan fikih, tasawuf, dan seni inilah yang kelak membentuk metode dakwahnya【8】【10】.
Metode Dakwah yang Unik dan Kreatif
1. Melalui Musik Tradisional
Sunan Bonang dikenal dengan inovasinya menggunakan gamelan, terutama instrumen bernama bonang, sebagai media dakwah. Dengan suara yang merdu, alat musik ini sering dimainkan untuk menarik perhatian masyarakat, sekaligus menyampaikan pesan-pesan Islam yang sarat nilai moral dan spiritual. Cara ini menjadikan Islam mudah diterima oleh masyarakat yang sebelumnya akrab dengan budaya Hindu-Buddha【8】【9】【10】. 
2. Karya Sastra dan Tembang 
Sunan Bonang menciptakan berbagai tembang yang menyisipkan nilai-nilai keislaman. Salah satu tembang terkenal yang masih relevan hingga kini adalah *Tombo Ati*, yang berisi nasihat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, karya sastra seperti *Suluk Wujil* mencerminkan kedalaman spiritualitasnya. Naskah ini tidak hanya mengajarkan tasawuf tetapi juga menawarkan panduan moral bagi pembacanya【10】. 
3. Wayang Kulit sebagai Media Dakwah 
Sebagai seniman, Sunan Bonang juga memodifikasi cerita wayang kulit yang sebelumnya bercorak Hindu-Buddha. Tokoh-tokoh seperti Pandawa dan Kurawa diberi makna baru yang sejalan dengan ajaran Islam. Dengan cara ini, masyarakat dapat mengenal Islam tanpa merasa tercerabut dari tradisi mereka【9】. 
4. Pendidikan di Pesantren 
Sunan Bonang mendirikan pesantren di Tuban, yang menjadi pusat dakwah dan pendidikan Islam di wilayah Jawa Timur. Pesantren ini melahirkan banyak tokoh besar, termasuk Sunan Kalijaga, yang kelak melanjutkan dakwah Islam dengan cara serupa【10】.
Perjalanan Dakwah di Jawa 
Sunan Bonang memulai dakwahnya di Tuban, lalu meluas ke Kediri, tempat ia menghadapi tantangan besar. Pada awalnya, dakwahnya ditolak oleh Adipati Arya Wiranatapada. Namun, berkat pendekatan persuasif yang santun, ia berhasil mengislamkan sang adipati beserta keluarganya【9】【10】. 
Setelah sukses di Kediri, ia diundang ke Demak oleh Raden Patah untuk menjadi imam Masjid Agung Demak. Di sini, Sunan Bonang memainkan peran penting dalam memperkuat Islam sebagai agama resmi kerajaan dan membimbing masyarakat setempat【8】【10】.
Ajaran dan Filosofi Sunan Bonang 
1. Tasawuf Sebagai Dasar Dakwah 
Ajaran Sunan Bonang banyak berakar pada tasawuf, yang menekankan pentingnya cinta kepada Allah dan keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi. Pendekatan ini berhasil menarik hati masyarakat yang sebelumnya akrab dengan spiritualitas Hindu-Buddha【8】【10】. 
2. Integrasi Seni dan Agama 
Sunan Bonang memadukan seni dan agama, menciptakan harmoni antara tradisi lokal dan nilai-nilai Islam. Hal ini menjadikannya tokoh yang dihormati dan dicintai oleh masyarakat Jawa【9】. 
Wafat dan Warisan Sunan Bonang 
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 di Tuban. Makamnya yang terletak di Desa Kutorejo, Tuban, menjadi salah satu destinasi ziarah populer di Indonesia. Hingga kini, pengaruhnya dalam seni, budaya, dan keislaman tetap hidup di tengah masyarakat【10】.
Kesimpulan 
Sunan Bonang adalah sosok ulama, seniman, dan cendekiawan yang berhasil menyebarkan Islam melalui pendekatan damai dan menghormati tradisi lokal. Dengan seni, sastra, dan tasawuf, ia tidak hanya memperkenalkan Islam tetapi juga menciptakan harmoni budaya yang terus diwarisi hingga kini.
Referensi 
1. Katadata.co.id, "Biografi Sunan Bonang"【10】. 
2. Wikipedia Indonesia, "Sunan Bonang"【9】. 
3. Tirto.id, "Sejarah Hidup Sunan Bonang"【8】. 
4. Buku *Sejarah Kebudayaan Islam* oleh Hery Nugroho (2013). 
5. Abdul Karim, *Sunan Bonang dan Seni Musik Islam Jawa*. 
6. Jurnal Islam Nusantara, "Islamisasi Jawa Abad ke-15 dan 16". 
7. Situs Resmi Pemkab Tuban, "Makam Sunan Bonang". 
8. Ensiklopedia Islam, "Wali Songo dan Peran Mereka". 
9. Buku *Dakwah Wali Songo* oleh Ahmad Murtadha (2008). 
10. Universitas Leiden Archives, "Suluk Wujil". 
1 note · View note
xatskee · 8 months ago
Text
Tumblr media
#QuoteOfTheDay (20240507):
“Tujuan benar harus dilakukan dengan cara yang baik. Tujuan baik harus dilakukan dengan cara yang benar.” (R. Maulana Makdum Ibrahim)
Pesan Waliyullah yang bergelar Sunan Bonang ini berlandaskan kadah syariat yang berkaitan dengan tujuan (al-maqashid) dan sarana (al-wasilah), yaitu, “Sarana memiliki hukum sama dengan tujuan.” Terkait tujuan benar secara agama, tidak ada perdebatan, harus dengan akhlak yang baik. "Kebajikan itu ialah akhlak yang baik." (Muslim: 4632)
Lain halnya dengan tujuan baik, berdasarkan kaidah di atas, berarti tidak dengan menghalalkan segala cara. Fakta zaman now, kehidupan materialistis mendekatkan pada syubhat dan syahwat. Alasannya mengejar target KPI, kekayaan, atau lainnya. "Sungguh akan datang pada manusia suatu masa, seseorang tidak peduli lagi terhadap harta yang diambilnya, halal atau haram." (Ahmad: 9247). Bila darurat, Ibnu Taimiyah berfatwa, “Hanya diperbolehkan apabila maslahatnya lebih dominan dari mafsadah (kerusakan)nya dari hal-hal yang diizinkan oleh syariat.”
#good #goal #must #be #carried #out #in #right #way #halal #haram #manners
Telegram Channel: https://t.me/xQoTD
0 notes
Text
Tumblr media
PALING LARIS, 0813-5702-0318, Menyajikan Kelezatan Otentik: Rumah Makan Padang Minang Sari Baru
Selamat datang di Padang Minang Sari Baru, destinasi kuliner yang menyajikan hidangan nasi Padang dengan cita rasa yang autentik dan menggugah selera. Jika Anda mencari tempat untuk menikmati nasi Padang di sekitar wilayah Mtss Sultan Agung, kunjungi kami di sini, di mana kami menyajikan hidangan lezat yang siap memanjakan lidah Anda dengan rasa khas Padang yang tiada duanya.
Bagi Anda yang ingin menikmati nasi Padang dekat alun-alun, kunjungi kami di Mtss Sunan Ampel, tempat yang nyaman untuk menikmati hidangan lezat sambil menikmati suasana alun-alun yang ramai. Sementara itu, jika Anda mencari nasi Padang enak terdekat, Mtss Sunan Bonang adalah tempatnya, di mana kami menghadirkan hidangan nasi Padang dengan cita rasa yang otentik dan kualitas yang terjamin.
Untuk mengetahui harga nasi Padang di sekitar wilayah Mtss Sunan Giri, kunjungi kami di sini, di mana kami menawarkan hidangan nasi Padang dengan harga yang sesuai dengan kantong Anda tanpa mengorbankan kualitas dan rasa. Dan jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang harga nasi Padang, jangan ragu untuk bertanya kepada staf kami di Mtss Ta Allamul Huda, kami akan dengan senang hati memberikan informasi yang Anda butuhkan.
Jadi, jangan ragu lagi untuk mengunjungi Padang Minang Sari Baru dan nikmati berbagai pilihan hidangan nasi Padang yang lezat dan autentik. Dari nasi Padang terdekat hingga yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, kami siap memuaskan selera Anda dengan kelezatan yang tak terlupakan.
0 notes
kbanews · 1 year ago
Text
Gus Muhaimin Disambati Nelayan Tuban dan Ziarah Makam ke Sunan Bonang
TUBAN | KBA – Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 1, Muhaimin Iskandar pada Jumat, 29 Desember 2023 keliling kawasan Pantura di Jawa Timur. Mulai dari Kabupaten Gresik hingga Tuban. Gus Muhaimin berdialog dengan nelayan serta petani. Ia mengakhiri kampanyenya dengan ziarah ke makam Sunan Bonang di Bumi Wali Tuban. Saat berdialog dengan nelayan dan petani di Yayasan Mangrove Center, Tuban,…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
sidiabdullah · 2 years ago
Text
Tujuan benar harus dilakukan dengan cara yang baik, Tujuan baik harus dilakukan dengan cara yang benar.(Sunan Bonang)
0 notes
turisiancom · 2 years ago
Text
TURISIAN.com - Sobat Turisian, platform penginapan online, OYO lagi mau nambahin sekitar 350 tempat penginapan. Kali ini berkonsep syariah sampe akhir 2023. Tentu, segmen-nya tak lain buat ngebantu pariwisata religi yang lagi naik daun di Indonesia. "Kami terus bantu pemerintah Indo buat manfaatin potensi wisata religi ini buat dukung pertumbuhan pariwisata lokal," kata Hendro Tan, Country Stock and Flow Head OYO Indonesia, Senin 29 Mei 2023. Dia juga bilang, potensi pariwisata religi di Indo lagi besar banget. Jadi permintaan akomodasi yang syariah dan ramah muslim juga diprediksi bakal terus nambah. Sebelumnya, Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif udah rilis sekitar 230 masjid di 13 provinsi Indo buat dukung wisata religi dan pariwisata syariah. BACA JUGA: RedDoorz Punya Data Menarik Nih Guys, Apa sih Keinginan Gen-Z Saat Pilih Hotel Rencananya, 350 properti syariah tambahan ini bakal nambahin jumlah total properti syariah di OYO jadi sekitar 850. Setelah udah ada sekitar 130 properti yang ada dari awal tahun 2023. Tempat-tempat baru ini bakal ada di destinasi wisata religi populer seperti Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kediri, dan Yogyakarta. Dengan pilihan akomodasi syariah yang bervariasi, OYO juga ikut nambahin potensi wisata religi di tempat-tempat keren. Seperti Masjid Al-Jabbar Bandung, Masjid Istiqlal, Masjid Agung Sunda Kelapa di Jakarta. Atau, Masjid Kubah Emas, dan Makam Sunan Gunung Jati di Jawa Barat. BACA JUGA: Tiket Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung Bisa Dibeli di Platform Ini 138 Destinasi Wisata Halal Selain itu, juga ada Masjid Agung Demak, Makam Sunan Giri, Masjid Agung Tuban, Makam Sunan Bonang di Jawa Tengah, dan banyak lagi destinasi religi lainnya di Indo. Sekarang, Indo sebagai salah satu negara dengan populasi muslim terbesar udah punya lebih dari 138 destinasi wisata halal, dan ranking kedua di dunia buat wisata halal tahun 2022, loh. Ini data dari Standar Global Muslim Travel Index, bro. BACA JUGA: Festival Ubud Folkfest Bali Mampu Memberikan Platform Baru Bagi Seniman Dian, pemilik properti Super OYO Capital O 3930 Griya Loka Syariah dan Capital O 3971 Griya Loka Syariah 1 Sampangan, bilang nih, sektor pariwisata syariah jadi tren baru yang bisa ngebantu industri pariwisata. Makanya, kehadiran konsumen muslim dan keluarganya yang cari tempat penginapan nyaman juga bantu banget buat tingkat hunian dan layanan syariah yang terbaik. Dia juga bangga bisa gabung sama platform penginapan online OYO, yang udah ngebantu bisnisnya dan naikin pendapatan sampe 50 persen sejak tahun 2020. ***
0 notes
sarkub · 2 years ago
Photo
Tumblr media
* Nyarkub Tuban - 2 * » 8 Maret 2023 √ Makam Sunan Bonang #Sarkub #aulia #tuban #habaib #sunanbonang #Saadah #walisongo #nyarkub (di Makam Sunan Bonang-Tuban) https://www.instagram.com/p/CpmilMfJrAy/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
maestromediacoid · 2 years ago
Text
Biografi Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Biografi Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang.…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
pusakadunia · 3 years ago
Text
Pusaka Penarikan Makam Sunan Bonang
Pusaka Penarikan Makam Sunan Bonang
Pusaka Penarikan Makam Sunan Bonang Pusaka Penarikan Makam Sunan Bonang ini merupakan pusaka hasil dari penarikan makam salah satu tokoh pemuka Agama Islam di tanah Nusantara. Pusaka ini di dapat ketika tim Sesepuh Pusaka Dunia melakukan napak tilas ke makam Sunan Bonang sekalian melakukan ziarah. Pusaka ini memiliki daya ghaib tingkat tinggi dan bisa membantu pemiliknya menyelesaikan segala…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
zoelfareez-blog · 5 years ago
Photo
Tumblr media
SKS, Zoelfareez.com #sks #wali #songo #sunan #bonang #makam #tuban #jawa #indonesia #zoelfareez #2020 (at Indonesia) https://www.instagram.com/p/CBizl9QhfJW/?igshid=fms1tl8xspor
0 notes
kbanews · 2 years ago
Text
Politik Identitas
Saban kali puasa, tembang “Tombo Ati” mengingatkan kita pada masa-masa indah dan damainya suasana di Bulan Ramadhan. Ini persis seperti makna liriknya yang membawa ketenangan hati. “Tombo ati iku limo perkarane.” Itulah sepenggal lirik pada awal lagu yang lima abad lalu telah diciptakan oleh Sunan Bonang, salah seorang Wali Songo asal Tuban, Jawa Timur. Ketika Opick mengaransemen ulang senandung…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
turisiancom · 2 years ago
Text
TURISIAN.com – Kabupaten Rembang di Jawa Tengah memiliki daya tarik wisata yang kaya nilai sejarah dan budaya. Tepatnya kawasan Lasem yang banyak menyimpan bangunan-bangunan masa lampau yang menarik untuk Sobat Turisian kunjungi, salah satunya Rumah Oei. Rumah yang termasuk bangunan heritage ini terkenal sebagai sebagai tujuan wisata kuliner di Lasem. Lokasinya cukup strategis, terletak di Jalan Jatirogo, berada tak jauh dari Masjid Jami Lasem. Berada di Rumah Oei Lasem Sobat Turisian bisa bersantai dan merasakan sensasi menyantap hidangan nikmat. Sembari memandang bangunan yang bercorak Tiongkok tersebut. Ornamen-ornamen khas negeri tirai bambu menghiasi sudut-sudut bangunan ini. Seperti pintu kayu berukiran kanji Tiongkok dan pernak-pernik lainnya. Bangunan tersebut juga bersejarah dan sudah berdiri sejak tahun 1818. Pada salah satu bagian dinding, Sobat Turisian bisa mengenal sejarah rumah ini di media yang tertempel di sana. Baca juga: Nongkrong Asyik di Bukit Cendana Rembang dengan View Alam yang Indah Nama Rumah Oei Lasem sendiri berasal dari nama pemiliknya, yaitu Oei Am yang lahir 1798 di Tiongkok. Pada usia 15 tahun, ia merantau dan mendarat di pesisir Lasem. Kemudian pada usia 17 tahun, Oei menikah dengan putri asli Lasem, bernama Tjioe Nio, seorang gadis yang pandai menari dan membatik. Bagian Depan dan Belakang Rumah Di bagian depan ruman menjadi tempat untuk bersantai dengan sajian berbagai kuliner. Suasananya teduh karena rindang pohon mangga di bawahnya. Bagian halaman rumah ada meja-meja yang tertata apik. Bentuk teras Rumah Oei Lasem melebar panjang. Pintu utama masuk terbuat dari kayu berwarna cokelat dengan ukiran kanji Tiongkok berwarna emas. Warna cokelat itu tampak berpadu serasi dengan empat jendela yang mengapitnya. Kalau jendela terbuka, Sobat Turisian bisa melihat bagian dalam rumah ini. Terdapat meja kursi dan lemari kaca. Dinding-dindingnya dengan hiasan foto-foto klasik yang kebanyakan berwarna hitam putih. Baca juga: Kompleks Pasujudan Sunan Bonang, Objek Wisata Religi Rembang Kemudian pada bagian belakang Rumah Oei Lasem juga ada bangunan untuk penginapan. Arsitekturnya pun sama yang berdesain nuansa klasik.*     Sumber & Foto: visitjawatengah
0 notes
karlinaa001 · 4 years ago
Text
SEJARAH SINGKAT ASAL MULA SEMBILAN NAMA WALISONGO
( 19 Oktober 2020 )
Wali Songo terkenal sebagai penyebar agama Islam pada abad ke 14 di tanah Jawa.
Mereka tinggal di Pantai utara Pulau Jawa, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Mereka berdakwah di Nusantara dengan cara mengajak masyarakat untuk masuk agama Islam tanpa paksaan.
Selama berdakwah mereka punya wilayah masing-masing dan meninggalkan bukti terhadap perannya dalam penyebaran Islam di Negeri ini. Sembilan wali Allah tersebut dijuluki sebagai Sunan karena telah berjasa dalam Islam.
Masyarakat muslim di Indonesia mungkin sudah tidak asing dengan wali songo. Wali artinya wakil atau menurut agama islam memiliki istilah waliyullah yaitu wali Allah/sahabat Allah. Sedangkan songo artinya sembilan. Jadi secara keseluruhan berarti sembilan wali Allah.
Wali Songo yang telah membawa perubahan terhadap masyarakat Jawa yang mayoritas saat itu beragama Hindu-Budha. Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam mengajarkan agama Islam.
Dikutip dari Buku Pintar Seri Junior, H.M Iwan Gayo (2006) berikut asal mula sembilan nama Walisongo:
1. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Salah seorang wali songo yang bernama Syarif Hidayatullah. Sangat berperan dalam penyebaran islam di jawa barat. Khususnya di daerah Cirebon yang bernama Sunan Gunung Jati. 
Sunan Gunung Jati merupakan pendiri dinasti kesultanan Banten, yang dimuali dengan putranya, Sultan Maulana Hasanudin dan atas prakarsa itulah Sunan Gunung Jati melakukan penyerangan kepada Sunda Kelapa pada tahun 1527 dibawah pimpinan Fatagillah panglima perang kesultanan Demak yang juga membantu Sunan Gunung Jati.
2. Sunan Ampel (Raden Rahmat) 
Sunan Ampel atau yang memilki nama asli Raden Rahmat beliau memulai dakwahnya dari sebuah pesantren yang didirikan di Ampel Denta (dekat Kota Suarabaya). karena itu beliau dikenal sebagai pembina pondok pesantren pertama di Jawa Timur, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat adalah murid-muridnya Sunan Ampel.
3. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Selain dikenal dengan nama Maulana Malik Ibrahim, Sunan Gresik juga dikenal dengan nama Maulana Magribi (Syekh Magribi). Karena beliau diduga berasal dari wilayah Magribi (Afrika Utara). 
Namun hingga kini belum diketahui secara pasti sejarah tempat dan tahun kelahiranya, beliau diperkiarakan lahir sekitar pertengahan abad ke 14, Beliau merupakan guru para wali, Sunan Gresik termasuk orang pertama yang masuk ke pulau Jawa dan berasal dari keluarga muslim yang taat, belajar agama Islam sejak kecil namun juga masih belum di ketahui sipa gurunya, hingga beliau menjadi seorang ulama.
4. Sunan Bonang (Raden Makhdum)
Sunan Bonang menyebarkan agama Islam dengan cara menyesuaikan diri terhadap corak kebudayaan masyarakat Jawa yang menggemari wayang dan musik gamelan. Hal tersebut beliau menciptakan gending-gending yang memilki nilai-nilai keislaman. Setiap bait-bait lagu diselingi dengan ucapan dua kalimat syahadat (syahadatain) sehingga musik gamelan yang mengiringinya kini dikenal dengan istilah sekaten.
5. Sunan Giri (Raden Paku)
Sunan Giri yang bernama asli Raden Paku adalah putra Maulana Ishak. Beliau ditugsakan oleh Sunan Ampel untuk menyiarkan agma Islam di Blambangan. Sunan Giri pernah belajar di pesantren Ampel Denta lalu setelah dewasa, melalukan perjalanan haji bersama Sunan Bonang. 
Setelah pulang dari haji singgah di Pasai untuk lebih memperdalam ilmu agama saar itu Sunan Giri mendirikan sebuah pesantren di daerah Giri lalu beliau mengirinkan banyak mengirimkan banyak juru dakwa ke berbagai daerah di nusantara untuk menyiarkan agama Islam.
6. Sunan Drajat (Raden Qasim)
Sunan Drajat dikenal sebagai seorang wali yang berjiwa sosial tinggi. Beliau banyak memberikan pertolongan kepada yatim piatu, fakir miskin, dan orang sakit. Perhatianya yang sangat besar terhadap masalah sosial. 
Sunan Giri pada masa itu hidup saat zaman kerajaan Majapahit yang runtuh pada sekitar  tahun 1478 dan rakyat ketika itu mengalami suasana kritis serta dalam keadaan prihatin.
7. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Sunan Muria adalah seorang Wali Songo yang sangat berjasa bagi penyebaran islam di nusantara pada daerah pedesaan. Tapi putra Sunan Kalijaga ini dikenal suka menyendiri dan tinggal di desa bersama rakyat biasa demi menyiarkan agama Islam.
8. Sunan Kudus (Ja’far Shadiq)
Sunan Kudus atau Jafar Sadiq di beri gelar dengan nama Wali al ilmi artinya orang yang berilmu luas oleh para Wali Songo karena memiliki keahlian khusus dalam bidang agama. Beliau juga dipercaya memegang pemerintahan di daerah kudus. 
9. Sunan Kalijaga (Raden Sahid)
Sunan Kalijaga dikenal sebagai budayawan dan seniman seni suara, seni ukir dan seni busana beliau menciptakan aneka cerita wayang yang bercorak keislaman.��
Sunan Kalijaga memperkenalkan bentuk wayang yang terbuat dari kulit kambing (wayang kulit), karena pada masa itu wayang populer dilukis pada semacan kertas (wayang beber) dalam seni suara beliau  adalah pencipta lagu Dandang gula.
3 notes · View notes
suara-syariah · 4 years ago
Text
Masjid Agung Demak menjadi monumen hidup penyebaran Islam di Nusantara. Wali sanga sebagai penyebar ajaran Islam bersama-sama masyarakat muslim ketika itu bahu membahu membangun masjid. Sultan Demak dan Sunan Kalijaga memimpin pembangunan sehingga memungkinkan pekerjaan berlangsung sesuai rencana. Musyawarah para ahli pembangunan bertepatan dengan Jumat Legi 1428 di Gelagah Wangi, Demak, Jawa Tengah. Pembagian pekerjaan berlangsung dan masing-masing wali melaksanakan tugas memimpin pembuatan bagian-bagian masjid. Soko Guru yang menjadi tiang utama penyangga masjid dikerjakan para wali. Empat wali memimpin pembuatan soko guru yang monumental. Sunan Kalijaga memimpin pembuatan soko guru (tiang utama) di bagian timur laut, Sunan Bonang membuat soko guru di bagian barat laut, Sunan Ampel membuat soko guru dibagian tenggara dan Sunan Gunung Jati membuat soko guru di sebelah barat daya. Soko guru yang dibuat Sunan Kalijaga memiliki cerita tersendiri di masyarakat, konon soko guru yang tingginya tiga meter itu dengan garis tengah 1.45 meter tidak sama panjang sehingga membutuhkan sambungan. Sunan Kalijaga yang bertanggungjawab membuat soko guru di timur laut menyusun sisa-sisa kayu yang diikat menjadi satu sepanjang kekurangannya agar keempat soko guru menjadi sama panjang. Soko guru yang dikenal sebagai soko tatal menjadi Legenda di masyarakat hingga sekarang. Menurut penelitian bagian dalam dari soko tatal seperti juga ketiga soko yang lain. Masjid Agung Demak Luas keseluruhannya berukuran 31 x 31 meter persegi, serambi berukuran 31 x 15 meter dengan panjang keliling 35 x 35 meter dengan panjang keliling 35 x 2,35 meter, tatak rambat ukuran 25 x 3 meter dan ruang bedug berukuran 3,5 x 2,5 meter. Keseluruhan bangunan ditopang 128 tiang, empat diantaranya soko guru yang menjadi penyangga utama bangunan masjid. Jumlah tiang (soko) penyangga masjid 50 buah, sebanyak 28 penyangga serambi dan 34 tiang penyangga tatak rambat, sedang tiang keliling sebanyak 16 buah. Masjid Agung Demak yang berdiri di tengah kota menghadapkan alun-alun luas, diyakini masyarakat muslim sebagai pusat kegiatan kemasyarakatan dan keumatan. Berdasarkan pola pembangunan kota-kota di Jawa yang diawali dari Dinasti Demak Bintoro, menjadi satu kesatuan antara masjid, Kraton dan sarana-sarana pendukungnya termasuk alun-alun di bagian tengah. Atas dasar itu diperkirakan bekas kraton Demak Bintoro kira-kira di sebelah selatan tidak jauh dari kawasan alun-alun dan Masjid Agung Demak sekarang. Bangunan masjid yang berdiri sekitar tahun 1428, banyak mengalami perbaikan dan pemugaran. Pembangunan kembali terakhir kalinya berlangsung tahun 1987 dengan bantuan dana dari Anggaran Belanja Negara. Ketika itu pembangunan kembali menghabiskan biaya senilai Rp688 juta. Bantuan juga datang dari negara-negara anggota Konferensi Islam (OKI) termasuk Saudi Arabia dan negara-negara di jazirah Arabia, termasukTurki, Malaysia dan Brunei Darussalam. OKI mengakui keberadaan Masjid Agung Demak sebagai monumen bagi masyarakat muslim yang memiliki arsitektur khas sesuai dengan dinamika jamannya. Masjid Agung Demak memiliki arsitektur khas masyarakat muslim nusantara, membedakan dengan umumnya bangunan masjid di jazirah Arabia yang menggunakan kubah. Masjid Agung demak menggunakan atap bersusun tinggi berbentuk segitiga sama kami, konon setiap bagian mengandung makna yang tersirat dari bentuk-bentuk yang terwujud. Atap bersusun tiga menjadi perlambang bagi setiap orang yang beriman dimulai dari tingkat mukmin, muslim dan muhsin atau iman, Islam dan ihsan. Demikian halnya dengan lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dan bagian lain, diharapkan mengingatkan setiap
1 note · View note
ridloaulia · 5 years ago
Text
Refleksi Umat Islam: Pendamba Persatuan yang Tak Kunjung Bersatu
Saat ini entah mengapa terjadi penolakan dalam diriku ketika hendak menulis sebuah fenomena sosial-islam yang sedang hangat-hangatnya. Sedikit ada rasa tak mau dijadikan alasan, tapi tak bisa dipungkiri bahwa itulah salah satu alasanku akhir-akhir ini sangat jarang menulis tentang fenomena islam (lagi). Perlu berulang kali sampai akhirnya ku bisa memutuskan untuk membuka laptopku di malam hari dan mulai menggerakan jariku satu-persatu ke tip-tip keyboard sampai mataku terkantuk. 
Semua ini terjadi karena ku sudah mulai bosan dan gusar terhadap perasaan tidak nyaman dalam perbedaan pendapat orang-orang memilih preferensi berislam. Berhenti menulis dan melupakan hal-hal ‘kritis’ menjadi pelarian, masuk ke dalam lumbung peristirahatan. Salah, tentunya. Sampai aku terpikirkan kembali bahwa diamnya niat baik artinya turut serta melanggengkan keburukan. Itu pula yang dikhawatirkan berabad-abad lalu oleh Sayyidina Ali. Maka ini tulisan singkatku tentang bagaimana umat islam terpecah-belah.
Pahami Keresahanku.
Baik,
Sebelumnya, ku yakin tidak semua orang memiliki keresahan yang sama sepertiku. Maka akan aneh rasanya jika memaksakan membaca tulisanku yang dominan memperlihatkan ‘permasalahan’ umat islam ini, sedang para pembaca tidak melihat hal yang sama seperti yang ku lihat. Oleh karenanya, aku ingin kembali lagi membahas apa yang terjadi saat ini dari sudut pandangku: Umat islam terpecah belah. Gelora semangat berislam karena dampak sosial media menjadi salah satu alasannya. Namun semangat berapi-api yang dimiliki oleh anak muda ternyata tidak selalu berada pada satu jalur warna yang sama. Dua, tiga, bahkan beragam. Maka kemudian satu sama lain saling menghakimi perbedaan. Menghakimi tidak selalu diartikan dengan hatespeech atau cemoohan di kolom komentar, atau saling berbalas sindir melalu status instagram ataupun konten berbalut dakwah, namun juga bisa dilihat dari ketidak-mau-tahuan, atau ketidakpedulian terhadap apa yang terjadi dengan kondisi warna lain. Tak perlu berbalut baju kambing hati serigala, yang ku ingin katakan adalah tentang fenomena persaingan kaum islam kultural, afiliasinya kebanyakan kepada NU (tidak bisa digeneralisasi) dengan kelompok yang menamai dirinya sebagai salafi. Mereka pasti tak akan setuju jika diatas kusebut sebagai ‘persaingan’, namun sulit rasanya mencari pedanan kata yang tepat untuk menggambarkan hubungan dua kelompok ini saat ini. Katakanlah bahwa pengamatanku tentang ‘persaingan’ dua kelompok ini salah,
“Engga gitu kok..”
“Biasa aja perasaan..”
“Aku ga’ merasa bersaing kok, cuma ini jalan dakwahku aja..”
Namun tetap saja, kuyakin tidak ada yang bisa menunjukan hubungan produktif antara kedua kelompok ini. Saling diam mungkin, iya. Yang satu diam-diam berdakwah dengan musik, yang satu diam-diam membuat konten ‘musik itu haram’. Sekali lagi: saling diam mungkin, iya. Namun tetap tidak membantah bahwa hubungan antar keduanya bukanlah hubungan produktif nan progresif yang memiliki misi sama: persatuan islam.
Ah, iya, emangnya terbesit ya diantara keduanya soal persatuan islam? Wehehe, entahlah.
Aku, dan Kenapa Aku. NU-Salafi, dan Kenapa Mereka.
Dear, para pembaca.
Keresahanku ini setidaknya dimulai sejak 3 tahun belakangan. Bagaimana bisa? Sejak kecil keluargaku tidak terpaku pada suatu kelompok islam. Pertama-tama aku bersekolah di pesantren ‘islam kultural’, melaksanakan segala kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh kelompok ini. Sampai kemudian aku lulus, kembali melakukan pencarian tentang kelompok islam. Sampailah hatiku terpaut dengan kelompok salafi. Aku mulai berpikir sebagaimana kelompok tersebut berpikir. Namun diakhir masa, barulah aku merasa bahwa perbedaan antara dua kelompok ini amat kentara. Sangat sulit dijelaskan. Perbedaannya teramat mendasar; tentang perbedaan cara pikir berislam. Disitu pula aku merasa bahwa keduanya saling bergulat tentang gagasan. Aku pun pernah tidak terhindarkan dalam berdebat dengan temanku, soal nya sangat sepele, namun perdebatan tetaplah perdebatan. Panas, perasaan tidak enak hati, tidak nyaman, tidak harmonis. Selanjutnya, karena aku pernah punya dua arah kelompok: islam kultural dan salafi, aku pun mengikuti dua akun peng-influence besar dari dua kelompok ini. Entah karena termakan oleh narasi-narasi dari buzzer-buzzer dua kelompok tersebut, aku perlahan bisa melihat bagaimana terpecahnya dua kelompok ini. Saling sindir, saling mencemooh walaupun dengan kiasan-kiasan dakwah, “Allahu Yahdik!”, dan lain sebagainya. Satu sama lain tidak saling melihat sebagai ‘mitra’ atau ‘kawan’ yang harus dirangkul. Namun seperti orang yang tersesat dan perlu diberi petunjuk. Aku gusar, kenapa? Bukannya kita sama-sama menginginkan persatuan umat? Omong kosong kalau begini.
Kunci Sederhana, namun Tak Pernah Terasa.
Dari semua yang kutahu tentang persaingan kedua kelompok ini, ada satu hal yang sama-sama tidak ditunjukan oleh kedua kelompok tersebut. Yaitu, saling memahami. Kalimat tadi seolah sangat sederhana, tapi percayalah, ketika dadamu masih panas melihat orang membuat konten “musik itu haram”, atau melihat orang berdakwah dengan melantunkan lagu, maka kita belum benar-benar saling memahami. (Disclaimer: seketika ketika anda membaca kalimat saya diatas, pasti ada sebagian orang yang mulai kambuh: “Lho, kalo kata hadistnya haram, ya udah haram, ga boleh diganggu gugat.” “lho, sunan bonang aja dakwahnya pake alat musik” “lho, tapi kan kita hrs merujuk pada sahabat nabi, bukan pada sunan” “lho, tapikan..”, dst, panjang sekali debatnya.
percayalah, pembahasanku disini bukan berada pada ranah untuk saling membentur-benturkan syariat. Bukan juga sok penengah membenar-benarkan keduanya, konyol sekali aku. Tapi berusaha untuk membedah adanya perbedaan cara pikir, dan kita sebagai pendamba persatuan, harus dapat memahaminya.)
Yang kedua,tiap-tiap kelompok merasa punya kebenaran masing-masing. Alasannya sangat mendalam, sangat fundamental, sangat kompleks. Namun, perdebatan yang terjadi malah berada pada permukaan saja. Narasi-narasi tentang kehalal-haraman musik, yasinan malam jumat, perempuan boleh muncul di mediasosial atau tidak, perayaan maulid nabi, dan lain sebagainya, semua didebatkan pada permukaannya saja. Akhirnya preferensi seseorang dalam berislam sangat mudah sekali jadi perdebatan. Padahal tema-tema yang biasa dijadikan perdebatan antara kedua kelompok ini teramat sangat kompleks, luar biasa dalam ilmu yang harus kita gali untuk akhirnya bisa melihat ‘kebenaran’ dari kedua kelompok ini.
Ilmu dalam Islam itu “is a big matters!”
Aku pernah menonton tayangan di youtube tentang perdebatan orang NU dan Salafi. Aku sangat suka, dan aku menyarankan kalian menontonnya juga, sayangnya aku lupa judulnya apa. Namun yang jelas, alasan orang NU suka yasinan di malam jumat, dan alasan orang salafi menganggap bahwa yasinan malam jumat itu bidah, teramat sangat mendalam. Masing-masing berdebat pada ranah keilmuan yang teramat tinggi. Tiap-tiap alasannya benar-benar punya rujukan yang tidak bisa disepelekan. Panjang sekali perdebatannya, tapi tidak pada ranah permukaan (sampai huruf perhuruf dari hadist pun dibedah, dimaknai, luar biasa pokoknya!). Sampai pada titik aku memahami, bahwa kedua kelompok ini punya alasan yang luar biasa terkait preferensi yang mereka pilih dalam berislam. Menonton perdebatan ilmu seperti itu membuatku kagum kepada keduanya, sampai aku melupakan ‘siapa yang benar diantara keduanya’.
Sayangnya, gelora berislam yang dimiliki para pengguna media social kadang malah mengaburkan hal itu semua. Keindahan-keindahan ilmu dipertontonkan pada batas permukaannya saja. Membuat pembenaran diri hanya berada pada untuk menunjukan A benar, dan B salah. Setidaknya ada tiga alasan kenapa kita terjebak dalam lingkaran persaingan panas tak berujung ini: 1) Tingkat keilmuan kita yang masih sangat kurang, sementara jari kita tak sabar untuk mengekspresikan gelora kebaikan. 2) Aktor-aktor sarat ilmu yang bisa menjadi penerang, sangatlah sedikit, bahkan mungkin tidak menampakan diri diantara kita. 3) Keterbatasan kata dan media untuk menjelaskan pandangan kita soal preferensi berislam.
Kunci Sederhana, namun Tak Pernah Terasa (2)
Aku sampai pada kesimpulan, bahwa tidak mudah bagi kita untuk bisa memahami kelompok lain. Bahkan dalam kitab “Ta’lim Muta’alim”, perlu syarat bertahun-tahun bagi seorang pembelajar untuk duduk dalam sebuah majlis ilmu, memahami satu bab ilmu. Kita yang hanya melihat orang-orang mengatakan bahwa “Maulid nabi itu bidah” atau “Maulid nabi itu perlu” rasanya terlalu cepat untuk menghakimi. Sudah berapa lama kita duduk dalam satu majlis, mendengarkan alasan-alasan kelompok lain dalam preferensinya berislam? Pada akhirnya, benarlah hadist bahwa umat islam harus berkata baik, atau diam. Hanya sekadar ‘benar’ saja tidak cukup. “Baik” berarti cara mengekspresikannya baik, memahami kondisi oranglain dengan baik, dan pada waktu baik pula.  
Sudah Terlalu Lama Kita Seperti Ini
Islam itu pemeluknya banyak, namun kita semua lemah. Lemah ilmu, lemah ukhuwwah, lemah berpikir, lemah dalam mengendalikan diri. Persis seperti kata hadist berabad-abad tahun yang lalu.
Namun kita tidak pernah terlambat untuk berbenah. Perdebatan antara kaum islam kultural dengan salafi sejak dulu tak pernah menemukan titik terang. Bukan berarti tidak ada jalan keluar. Mungkin aku, dengan tulisanku ini, kau dengan postingan rutinan dakwahmu, dia dengan dakwah musiknya, bisa mengubah hubungan umat islam ini. Mungkin tidak sekarang,mungkin tidak besok, tapi suatu saat. Insya Allah.
ridloaulia.
1 note · View note
tubanliterasi · 7 years ago
Text
Viralnya Perobohan Patung, Bentuk Penghinaan Kepada Sunan Bonang
Viralnya Perobohan Patung, Bentuk Penghinaan Kepada Sunan Bonang
Oleh : Wahyu Eka. S
Beberapa hari ini kota ku Tuban mendadak viral di dunia maya, setelah golongan netijen kurang toax mengkritisi patung. Kurang asu opo jajal, la mbok mbahas-mbahas pilkada atau masa depan bangsa lak bagus sih. Di zaman serba keterbatasan, demokrasi senyap dan eksploitasi tambang merajalela, kok sempet-sempetnya mbahas Pak Kwan Kong.
Apalagi golongan-golongan panas bung,…
View On WordPress
0 notes