#Sumbar
Explore tagged Tumblr posts
Text
Ramai, Senam dan Jalan Sehat Sekber Relawan Anies di Pantai Padang
PADANG | KBA – Hari Minggu pagi, 27 Agustus 2023, di pantai Padang terlihat cerah. Panas mentari masih hangat di pantai yang tak jauh dari Kota Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Relawan Anies Baswedan berkumpul di tepi pantai nan elok tersebut. Relawan yang tergabung Sekber Kolaborasi menggelar senam bersama, acara rutin tiap bulan di minggu keempat. Irama musik terdengar rancak.…
View On WordPress
2 notes
·
View notes
Text
Hasril Chaniago: PDRI dan Peringatan Hari Bela Negara
Hari Bela Negara 19 Desember seyogyanya diperingati secara nasional di seluruh Tanah Air, sama dengan Hari Pahlawan 10 November atau Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober. Sebab, jika dilihat dari intensitas dan luasnya cakupan peristiwa, lama kejadian, dampak serta besarnya pengorbanan rakyat, tak diragukan lagi bahwa peristiwa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berlangsung selama hampir tujuh bulan (19 Desember 1948-13 Juli 1949) jelas mengandung bobot sejarah.
PDRI muncul pada 19 Desember 1948, saat tentara Belanda melancarkan Agresi Militer II dengan menyerang Ibu Kota RI Yogyakarta dan Kota Bukittinggi di Sumatera Barat. Kedua kota utama basis perjuangan itu, terutama Yogyakarta, dengan mudah diduduki Belanda karena telah dikosongkan oleh TNI yang sudah siap bergerilya. Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan para pemimpin lain ditangkap dan ditawan di Berastagi dan Bangka.
Sebelum ditangkap dan ditawan, Sukarno dan Hatta sempat mengirim kawat kepada Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara di Sumatera serta Menteri Luar Negeri AA Maramis dan Sudarsono di India.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isinya, bila Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat menjalankan kekuasaannya, maka diberikan mandat kepada Sjafruddin untuk membentuk Pemerintah Darurat di Sumatra. Bila Sjafruddin tidak dapat melaksanakan mandat tersebut, Sudarsono diberi kuasa untuk membentuk pemerintah dalam pengasingan.
Telegram itu tidak pernah diterima Sjafruddin. Namun, Menteri kemakmuran itu berada di Bukittinggi adalah atas anjuran Hatta untuk mempersiapkan pemerintahan darurat bila Yogyakarta jatuh. Makanya, begitu mendengar berita radio bahwa Yogya telah diduduki Belanda serta Sukarno, Hatta dan sejumlah menteri ditawan Belanda, Sjafruddin langsung menggelar rapat darurat di kediaman Komisaris Pemerintah Pusat TM Hassan di Bukittinggi. Bersama Panglima Tentara Sumatera Kolonel Hidayat dan didukung Residen Sumatera Barat Mr. Sutan Mohammad Rasjid, mereka memutuskan untuk membentuk PDRI pada hari itu, 19 Desember 1948. Kabinet PDRI diumumkan Sjafruddin pada 22 Desember 1948 di Halaban.
Dengan terbentuknya PDRI, maka terpatahkanlah propaganda Belanda bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada. Sebab, melalui siaran radio, seperti dikutip dari penelusuran Mestika Zed, Sjafruddin berhasil menyampaikan pernyataan ke dunia internasional bahwa Indonesia masih ada.
Jatuhnya Yogya dan ditawannya sejumlah pemimpin menyebabkan kekuatan perjuangan Republik di Jawa sempat kacau. Tapi hal itu tidak lama karena para pemimpin militer di bawah komando Panglima Besar Soedirman dan pemimpin sipil seperti Sultan Hamengku Bowono IX, I.J. Kasimo, Soekiman Wirjosandjojo, dan Soesanto Tirtoprodjo, segera berhasil mengkonsolidasikan seluruh kekuatan perjuangan.
Pada 22 Desember 1948, tiga hari setelah membangun basis pertahanan di dekat Prambanan, Panglima Jawa Kolonel AH Nasution mengeluarkan maklumat tentang berdirinya pemerintahan militer di seluruh Jawa. Nasution mengangkat panglima-panglima divisi di Jawa sebagai gubernur militer di daerah masing-masing, seperti Kolonel Abimayu di Jawa Barat, Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah, dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur.
Prakarsa juga diambil oleh empat menteri yang berada di Solo. Mereka adalah Menteri Dalam Negeri Soekiman Wirjosandjojo, Menteri Kehakiman Soesanto Tirtoprodjo, Menteri Pembangunan dan Pemuda Soepeno, serta Menteri Kemakmuran dan Persediaan Makanan Rakyat IJ Kasimo. Mereka bersama tokoh sipil, anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dan beberapa perwira militer berapat dan memutuskan pembagian pekerjaan pemerintah pusat.
Saat itu, para pemimpin di Jawa belum tahu bahwa PDRI telah berdiri di Sumatera. Setelah mereka tahu, maka struktur pemerintahan militer maupun sipil di Jawa menyatakan tunduk dan berada di bawah koordinasi PDRI. Hal ini secara resmi disampaikan melalui laporan Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T.B. Simatupang kepada Ketua PDRI Sjafruddin dan Panglima Sumatera Kolonel Hidayat.
Setelah komunikasi yang intensif dan koordinasi, maka pada 31 Maret 1949 dilakukan penyempurnaan dengan memasukkan sejumlah tokoh, seperti Soekiman, IJ Kasimo, Jenderal Soedirman, Kolonel Hidayat, dan Kolonel A.H. Nasution ke dalam Kkabinet PDRI.
Selanjutnya, sudah dicatat dalam sejarah, PDRI berhasil menjalankan tugasnya "menyelamatkkan Republik" hingga kemudian Mr. Sjafruddin bersama Jenderal Soedirman menyerahkan kembali mandat yang tidak pernah diterima itu kepada Presiden Sukarno di Yogyakarta pada 13 Juli 1949.
Selama hampir tujuh bulan PDRI menjalankan fungsi pemerintahan RI dengan segala suka dan dukanya, terutama di Sumatera Tengah dan Jawa, para pemimpin sipil maupun militer serta para prajurit pejuang sama sekali tidak menerima gaji dari negara.
Mereka semua disokong dan dibiayai oleh rakyat di antaranya dengan menyediakan nasi bungkus dan dukungan logistik yang diperlukan untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Itulah inti dari bela negara, di mana rakyat dengan ikhlas, tanpa pamrih dan tanpa janji-janji kampanye, menyerahkan harta benda bahkan nyawa untuk membela negara dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dari bekas penjajah yang ingin kembali berkuasa.
Tertutup oleh Simbol Kekuasaan
Meskipun PDRI merupakan peristiwa sejarah yang telah menyelamatkan nyawa Republik Indonesia, tetapi selama nyaris setengah abad seolah-olah sengaja ditutupi, terutama di masa Orde Baru. Peristiwa yang begitu penting hanya dituliskan dalam kalimat pendek saja, terselip di antara ribuan halaman buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) yang disunting Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Balai Pustaka (1993).
Pada halaman 161 buku SNI jilid 6 soal PDRI hanya disinggung sambil lalu saja dalam rangkaian kalimat sebagai berikut: Yogyakarta ibukota RI berhasil direbut dan diduduki dengan menggunakan pasukan payung. Presiden dan Wakil Presiden serta sejumlah pembesar negara tidak menyingkir dan ditawan oleh tentara Belanda. Tetapi sebelumnya, Pemerintah telah memberikan mandat kepada Menteri Sjafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatra untuk membentuk dan memimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia.
Hingga 50 tahun Indonesia merdeka, nyaris tidak ada sejarawan yang peduli dengan PDRI. Pemerintah daerah Sumatera Barat melalui Gubernur Hasan Basri Durin pernah berusaha mengangkat masalah PDRI ke pemerintah pusat menjelang peringatan Ulang Tahun Emas Kemerdekaan RI (1995).
Sebagai salah seorang tim speech writer gubernur, saya ingat, Sekretaris Pribadi (Sespri) Gubernur, Gamawan Fauzi, pernah ditugaskan menyusun agenda yang akan diusulkan gubernur ketika menghadap kepada Presiden Soeharto. Salah satu agenda tersebut adalah mengusulkan sejarah PDRI dimasukkan dalam penulisan buku sejarah Indonesia.
Permintaan Gubernur Sumbar bertemu Presiden disetujui, tetapi agenda membicarakan masalah PDRI ternyata dicoret oleh Sekretaris Negara sehingga tidak pernah sampai kepada Presiden. Beberapa waktu kemudian, saya mendapat penjelasan dari Brigjen (waktu itu Kolonel) Dr Saafroedin Bahar, Staf Ahli Mensesneg Mayjen TNI Moerdiono. Beliau mengatakan kepada saya, bahwa selama Pak Harto masih jadi Presiden, PDRI tidak akan dapat tempat yang memadai dalam penulisan sejarah Indonesia. Lalu saya bertanya, kenapa begitu?
Menurut Dr Saafroedin Bahar, Pak Harto sebagai orang Jawa, memerlukan simbol-simbol tertentu berupa peristiwa sejarah untuk menopang kekuasaannya. Simbol yang disukai oleh Pak Harto itu di antaranya adalah tanggal 1 Maret dan 11 Maret. Tanggal 1 Maret mengacu kepada 'Serangan Umum 1 Maret 1949' terhadap Yogyakarta yang dipimpin oleh Letkol Soeharto sendiri. Sedangkan tanggal 11 Maret merujuk 'Surat Perintah Sebelas Maret' atau 'Supersemar' yang menjadi sumber 'legitimasi' pengalihan kekuasaan Presiden Sukarno kepada Presiden Soeharto.
Karena 'kecintaan' Pak Harto kepada dua tanggal bersejarah itulah maka selama masa Orde Baru Sidang Umum MPR sekali lima tahun selalu dimulai pada tanggal 1 Maret dan ditutup pada 11 Maret.
Lalu, apa hubungannya tanggal-tanggal tersebut dengan PDRI? "Kita harus ingat, Serangan Umum 1 Maret 1949 itu terjadi atas perintah Penglima Besar Jenderal Soedirman dalam rangka menunjukkan eksistensi PDRI kepapa dunia. Mengangkat sejarah PDRI tentu akan mengecilkan arti Serangan Umum 1 Maret. Ini akan menganggu kebanggaan Presiden Soeharto," kata Dr. Saafroedin Bahar.
Oh, begitu rupanya. Barulah saya paham, kenapa selama Orde Baru peristiwa PDRI harus diselubungi, termasuk dalam penulisan buku sejarah Indonesia. Karena membesarkan PDRI akan menganggu simbol-simbol dan kebanggaan milik pemimpin yang sedang berkuasa.
Reformasi dan Presiden SBY Membuka Kesempatan
Reformasi 1998 yang menandai berakhirnya era Orde Baru memberi kesempatan untuk mengubah banyak hal, termasuk penulisan sejarah PDRI. Bersamaan dengan itu, terbit buku hasil penelitian Mestika Zed berjudul Somewhere In The Jungle: Pemerintah Darurat Republik Indonesia sebuah mata rantai sejarah yang terlupakan. Buku yang menggambarkan secara komprehensif PDRI sebagai "Penyelamat Republik" ini dipilih Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Ikapi sebagai buku terbaik 1998 di bidang ilmu-ilmu sosial.
Mestika Zed juga berjasa mengubah secara signifikan porsi PDRI dalam penulisan sejarah Indonesia. Sebagai penulis dan editor Jilid 6 buku Indonesia dalam Arus Sejarah (IDAS) (Departemen Pendidikakn dan Kebudayaan RI dan Ichtiar Baru van Hoeve, 2004), menurut sejarawan Asvi Warman Adam, Mestika berhasil menambah satu kalimat tentang PDRI dalam SNI menjadi puluhan halaman dalam buku IDAS.
Seingat saya, Fadli Zon yang kini menjabat Menteri Kebudayaan RI, termasuk tokoh yang giat dan aktif melakukan kajian, penelitian, dan mengangkat isu mengenai PDRI dan juga PRRI. Berkaitan dengan hal itu, saya sendiri pernah diundang Fadli Zon - melalui Institute for Policy Studies (IPS) yang dipimpinnya-sebagai narasumber bersama Mestika Zed dan Farid Prawiranegara dalam seminar PDRI yang diadakan di Padang tahun 2005.
Sementara itu, tersadar dari memori ketika menulis surat Gubernur kepada Presiden Soeharto tahun 1995, Gamawan Fauzi yang terpilih menjadi Gubernur Sumatera Barat dalam Pilkada langsung pertama tahun 2005, melihat momentum ketika daerahnya menjadi tuan rumah Pertemuan Bilateral Indonesia Malaysia di Bukittinggi tanggal 11-14 Januari 2006.
Pertemuan empat mata antara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Perdana Menteri Malaysia Datuk Abdullah Ahmad Badawi hanya berlangsung selama 2 jam pada 12 Januari 2006. Sementara Presiden SBY berada di Bukittinggi selama empat hari tiga malam. Melihat ada peluang, Gubernur Gamawan Fauzi bersama Irman Gusman (waktu itu Wakil Ketua DPD RI, Senator dari Sumatera Barat) 'melobi' SBY untuk menerima tiga delegasi tokoh-tokoh masyarakat Sumatera Barat yang ingin bersilaturahmi dengan Presiden.
Melalui Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Presiden SBY mengabulkan permintaan tokoh-tokoh Sumbar tersebut. Ketiga delegasi terdiri dari Kelompok Pejuang Angkatan 45 dan Yayasan Peduli PDRI dipimpin Thamrin Manan; Kelompok "Tigo Tunggu Sajarangan" terdiri dari Ketua LKAAM, MUI, dan Bundo Kanduang dipimpin H.KR. Dt. P. Simulia dan Rangkayo Hj. Nur Ainas Abizar; serta Kelompok 11 orang wartawan dan budayawan yang antara lain terdiri dari tokoh pers H. Basril Djabar, Ketua PWI Sumbar M. Mufti Syarfie, dan saya sendiri yang juga ditunjuk sebagai salah satu juru bicara.
Sebelum bertemu langsung Presiden SBY di Istana Negara Bung Hatta Bukittinggi, ketiga rombongan terlebih dahulu mengadakan pertemuan dan mengatur strategi bersama Gubernur Gamawan Fauzi. Selain merumuskan berbagai pernyataan, aspirasi, harapan dan permintaan kepada Presiden, setiap rombongan yang diterima dalam waktu berbeda sepakat menyampaikan satu permintaan yang sama. Yaitu, agar PDRI diberi tempat dan kedudukan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dalam rombongan wartawan dan budayawan, saya sebagai salah satu juru bicara dapat giliran bicara terakhir. Dalam kesempatan itu saya menyampaikan permintaan dengan kalimat kira-kira begini: "Bapak Presiden, kita mengetahui peristiwa PDRI mempunyai arti penting dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia. Mohon kebijakan Bapak Presiden untuk menetapkan kedudukan PDRI dalam sejarah negara kita..."
Selesai saya bicara, Presiden SBY yang didampingi Gubernur Gamawan Fauzi, Wakil Ketua DPD Irman Gusman, dan Jubir Presiden Andi Mallarangeng, langsung merespon dengan spontan: "Ini kali ketiga saya menerima permintaan yang sama dari masyarakat Sumatera Barat. Saya faham, PDRI adalah peristiwa penting dalam sejarah bangsa kita," kata Presiden SBY.
Tak cukup sampai di situ. Malah Presiden langsung meminta Andi Mallarangeng menghubungkannya via telepon dengan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra yang berada di Jakarta. Setelah tersambung, masih di depan delegasi wartawan yang budayawan, Presiden SBY menyampaikan kepada Mensesneg bahwa beliau baru saja menerima aspirasi dari tokoh-tokoh masyarakat Sumatera agar menetapkan kedudukan PDRI dalam sejarah kenegaraan Indonesia.
Untuk itu, Presiden menginstruksikan dua hal kepada Mensesneg: pertama, mengundang para ahli sejarah bertemu Presiden untuk dimintai pendapat dan pandangan mengenai PDRI; kedua, mengadakan rangkaian seminar nasional tentang PDRI di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Arahan Presiden SBY tersebut langsung ditindaklanjuti Mensesneg. Di antaranya mengadakan seminar nasional di Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Universitas Andalas dengan narasumber para ahli sejarah seperti Taufik Abdullah, Anhar Gonggong, Mestika Zed, dan lain-lain.
Seminar juga menghadirkan pelaku PDRI yang masih hidup, termasuk putra-putra Alm. Sjafruddin Prawiranegara seperti Chalid dan Farid Prawiranegara. Bersamaan dengan itu, Gubernur Sumatera Barat juga mengirim surat kepada Presiden mengusulkan agar hari lahir PDRI tanggal 19 Desember 1948 ditetapkan sebagai "Hari Bela Negara".
Singkat cerita, tak sampai setahun, tatkala berkunjung ke Sumatera Barat pertengahan Desember 2006 dalam rangka acara peringatan Hari Nusantara, Presiden SBY memberi tahu Gubernur Gamawan Fauzi bahwa Kepala Negara sudah menanda tangani Keputusan Presiden (Keppres) tentang PDRI.
Keppres Nomor 28 tanggal 18 Desember 2006 itu menetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara, yaitu hari besar nasional bukan hari libur. Hari Bela Negara ini setara kedudukannya dengan hari nasional lainnya seperti Hari Pahlawan 10 November dan Hari Sumpah Pemuda 28 Okktober, yaitu sama-sama hari besar nasional bukan hari libur yang diperingati setiap tahun.
Penetapan hari lahir PDRI sebagai Hari Bela Negara secara tidak langsung kemudian menjadi dasar yang kuat pula bagi ditetapkannya Ketua PDRI Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Pahlawan Nasional dengan Keppres No. 113/TK/2011 tanggal 7 November 2011. Penetapan ini sekaligus mengakhiri kontroversi posisi Sjafruddin selaku Ketua PDRI yang juga selalu dikaitkan dengan keterlibatannya dalam Peristiwa PRRI.
Peringatan pertama Hari Bela Negara dilakukan pada 19 Desember 2006 di Bukittinggi dengan Inspektur Upacara Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. Sejak itu sampai hari ini, peringatan Hari Bela Negara rutin dilakukan setiap tahun dan dipusatkan di Sumatera Barat. Sebagai inspektur upacara selalu berganti-ganti, kadang seorang menteri dan kadang Gubernur Sumatera Barat. Namun belum pernah peringatan Hari Bela Negara dengan inspektur upacara langsung Presiden RI.
Sebagai hari besar nasional, kedudukan Hari Bela Negara sebenarnya sama dengan Hari Pahlawan 10 November dan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober yang ditetapkan dengan Keppres No. 316 Tahun 1959. Bedanya, Hari Bela Negara adalah satu-satunya hari nasional yang dmerujuk peristiwa sejarah yang terjadi di luar Pulau Jawa. Hari nasional yang lain, ditetapkan berdasarkan peristiwa yang terjadi di Pulau Jawa.
Penetapan hari lahir PDRI sebagai Hari Bela Negara, telah membuka mata seluruh bangsa Indonesia bahwa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia di seluruh Tanah Air. Bukan hanya di Ibu Kota Negara atau di Pulau Jawa saja.
Sejak penetapan Hari Bela Negara pula, mata dunia pun tertuju ke Sumatera Barat, karena banyak kegiatan dan proyek yang berkaitan dengan peringatan PDRI dan Hari Bela Negara dialokasikan pemerintah di daerah ini. Salah satu yang terbesar dan terpenting adalah Museum PDRI yang telah menelan biaya ratusan miliar rupiah dari APBN, dan 19 Desember 2024 ini diresmikan oleh Menteri Kebudayaan RI Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Meskipun hari lahir PDRI sudah ditetapkan sebagai Hari Bela Negara sejak 18 tahun silam, namun kalau kita mau jujur, belum terasa sebagai sebuah hari nasional. Peringatan Hari Bela Negara yang dipusatkan di Sumatera Barat, dengan inspektur upacara seorang menteri atau Gubernur Sumatera Barat, masih mengesankan Hari Bela Negara terbatas sebagai 'milik' Sumatera Barat. Tidak ada peringatan di provinsi lain di seluruh Indonesia.
Sebagai hari besar nasional, sama-sama ditetapkan dengan Keputusan Presiden, sudah seharusnya peringatan Hari Bela Negara sama derajat dan cakupannya dengan peringatan hari besar nasional lainnya seperti Hari Pahlawan dan Hari Sumpah Pemuda. Yaitu diperingati dengan Inspektur Upacara Presiden RI dan dilaksanakan secara serentak di seluruh daerah oleh semua instansi pemerintah, sekolah dan kampus di seluruh Indonesia.
Semoga harapan ini menjadi kenyataan pada peringatan Hari Bela Negara (HBN) di tahun-tahun selanjutnya, sehingga HBN benar-benar menjadi milik bangsa Indonesia.
Hasril Chaniago Wartawan senior pemegang Press Card Number One (PCNO) dan sertifikat Wartawan Utama Dewan Pers, penulis buku sejarah dan biografi, anggota Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumatera Barat.(rdp/rdp)
Sumber:
0 notes
Text
Letjen (Purn) Dr. Doni Muhardo, Kenangan Jend. Maruli
Setahun Wafatnya Doni Monardo: Ketika Jenderal Maruli Membangunkan Sang Komandan Jernih.co Ia berkata begitu sambil mengilas balik suasana di ruang ICU. Maruli menyaksikan tubuh Doni tergolek. Semua perlengkapan medis ICU menempel di tubuhnya. Dari luar dinding kaca, saya menyaksikan Maruli memberi hormat militer, lalu berkata merajuk kepada Doni, “Bang…. Bangun bang! Lihat, anak buahmu…
1 note
·
View note
Text
Kabid Humas Polda Sumbar Sebut Galian C Ilegal Penyebab Peristiwa Polisi Tembak Polisi Bukan Tambang
PADANG, Cinews.id – Kabid Humas Polda Sumatra Barat (Sumbar) Kombes Dwi Sulistyawan mengatakan, galian C yang berujung peristiwa polisi tembak polisi di Polres Solok Selatan bukan tambang. Saat ini Polisi tengah mendalami bentuk galian C ilegal tersebut. “Untuk sementara baru didalami terkait galian C ilegalnya, jadi bukan tambang,” kata Dwi saat di konfirmasi, Ahad (24/11/2024). Namun, Dwi…
0 notes
Text
Menanti Hukuman Berat untuk Pembunuh dan Pemerkosa Gadis Penjual Gorengan
Indra Septiarman (26), tersangka pembunuh Nia Kurnia Sari (18), gadis penjual gorengan di Sumbar, tertangkap. Residivis kasus pencabulan dan narkoba itu ditangkap di daerah Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman, Kamis (19/9). Dilansir dari kumparan yang mendapat sebuah video penangkapan Indra. Pada video tersebut, tampak puluhan warga mengepung sebuah rumah bercat krem. Ada warga yang bergerak…
0 notes
Text
MUI Sumbar Kecam Aturan Paskibraka IKN yang Wajibkan Lepas Hijab
0 notes
Text
KPAI Duga Oknum Polisi di Sumbar Tewaskan AM dan Aniaya Anak Lain
PADANG (Arrahmah.id) – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan selain korban AM (13) yang ditemukan tewas, terdapat anak lain yang diduga menjadi korban penganiayaan oknum polisi di Padang, Sumatera Barat (Sumbar). “Tidak hanya ada yang meninggal, tetapi ada yang mengalami penganiayaan atau penyiksaan. Ini perlu dipastikan bahwa anak-anak yang masih ada, saksi dan korban juga perlu…
View On WordPress
0 notes
Text
H.Meris.B : No Urut 7 untuk DPR RI Dapil 1 SUMBAR " Dari kita untuk kita semua"
H.Meris.B : No Urut 7 untuk DPR RI Dapil 1 SUMBAR ” Dari kita untuk kita semua” Dharmasraya (sumbar), Sumbarlivetv.com — Putra terbaik Sawahlunto/ Sijunjung Dari Ranah cati nan tigo Dharmasraya ini siap maju berkompetisi pada pemilihan legislatif tahun 2024. Meris.B atau sering di panggil warga pak Haji Meris Beliau seorang pengusaha yang ikut nyaleg Sebagai pendatang Baru di Dunia politik Dan…
View On WordPress
0 notes
Text
Lapas Bukittinggi Menyediakan Pelayanan Kesehatan Terbaik melalui Klinik Pratama
HumasLabukti - Lapas Bukittinggi terus berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada narapidana, salah satunya melalui pelayanan kesehatan yang diselenggarakan melalui Klinik Pratama di dalam fasilitas Lapas. Senin, 15 Januari 2024.
Klinik Pratama Lapas Bukittinggi telah menjadi sebuah inisiatif yang berdampak positif bagi kesejahteraan narapidana. Fasilitas kesehatan ini bertujuan untuk memberikan pelayanan medis yang baik dan berkualitas, sehingga setiap narapidana mendapatkan perhatian yang memadai terhadap kondisi kesehatannya.
Menurut Kepala Lapas Bukittinggi, Bapak Herdianto, "Kesehatan merupakan hak asasi setiap individu, termasuk bagi mereka yang sedang menjalani masa hukuman di dalam lapas. Kami berusaha untuk memberikan pelayanan kesehatan yang setara dengan standar pelayanan di luar lapas, sehingga setiap narapidana dapat mendapatkan perawatan yang memadai."
Klinik Pratama Lapas Bukittinggi dilengkapi dengan fasilitas medis yang memadai, seperti ruang pemeriksaan, apotek, dan peralatan medis yang diperlukan untuk diagnosis dan perawatan. Tenaga medis yang bertugas di klinik ini juga merupakan tenaga yang berkualifikasi dan berpengalaman dalam menangani berbagai kondisi kesehatan.
Salah satu narapidana, Ahmad, mengungkapkan, "Saya merasa bersyukur atas adanya Klinik Pratama di dalam lapas ini. Pelayanan kesehatan yang saya terima di sini sangat membantu dan membuat saya merasa dihargai sebagai manusia."
Pelayanan kesehatan yang diberikan melalui Klinik Pratama ini mencakup pemeriksaan rutin, penanganan kasus penyakit umum, dan pemberian obat-obatan sesuai kebutuhan. Selain itu, narapidana juga mendapatkan edukasi kesehatan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan.
Lapas Bukittinggi terus berupaya meningkatkan pelayanan kesehatan ini agar dapat memberikan dampak positif yang lebih besar terhadap kesejahteraan narapidana. Melalui berbagai inisiatif seperti ini, diharapkan mampu menciptakan lingkungan lapas yang lebih manusiawi dan mendukung rehabilitasi narapidana secara holistik. JR
0 notes
Text
Sumatera Barat Tampil All Out di Inacraft on October 2023
Ketua Dekranasda Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Harneli Mahyeldi atau biasa disapa Umi Harneli, memberikan apresiasi tinggi kepada para pelaku usaha, pelaku seni dan budaya yang telah mempersiapkan diri untuk tampil mengenalkan Sumatera Barat secara utuh dan terpadu dalam Minangkabau Heritage di Pameran Inacraft on Ocober 2023 di Jakarta Convention Center di Jakarta Pusat. Umi Harneli juga…
View On WordPress
0 notes
Text
Anies Baswedan Representasi New Hope bagi Sumatera Barat
PADANG | KBA – Kedatangan kali kedua di Sumatera Barat (Sumbar), bakal calon Presiden (capres) Anies Baswedan meneguhkan bahwa Ranah Minang adalah titik sumbu perubahan. Menurut Ketua DPP NasDem,Willy Aditya, dengan kerjasama dan kolaborasi yang kompak maka di Sumbar ini, Partai NasDem memiliki tagline: Anies Presiden, NasDem juara. ‘’Daerah ini daerah basis, daerah pokok, di mana titik sumbu…
View On WordPress
1 note
·
View note
Text
Pengurus - Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau
Pengurus - Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau
ypkm.or.id
2–3 menit
PENDIRI Prof. Dr. H. Mestika Zed, M.A. Dr. H. Shofwan Karim, M.A. H. Hasril Chaniago H. Irman Gusman, S.E., M.B.A. Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc. Dra. Hj. Emma Yohanna H. Nofi Candra, S.E., M.M. Darman Moenir Edri Yoenif (Eko Yanche Edrie) Ery Mefri Dr. H. Yulizar Yunus, M.S. Alwi Karmena Muhammad Ibrahim Ilyas
ORGAN YAYASAN PKM PERIODE 2015-2021
PEMBINA H. Irman Gusman, S.E., M.B.A (Ketua) Alwi Karmena H. Basril Jabar Darman Moenir Dra. Hj. Emma Yohanna Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc. Dr. H. Gamawan Fauzi, S.H., M.M. Nofi Candra, S.E. Prof. Dr. Ir. Hj. Raudha Thaib H. Taufiq Thaib, S.H.
PENGURUS Ketua Umum : Prof. Dr. H. Mestika Zed, M.A. Wakil Ketua I : Dr. H. Shofwan Karim, M.A. Wakil Ketua II : H. Hasril Chaniago Sekretaris : Dr. H. Yulizal Yunus, M.Si. Bendahara : Dr. Rahmi Fahmy, S.E., M.B.A.
PENGAWAS Ketua : Ery Mefri Anggota : H. Khairul Jasmi, Spd., M.M. H. Zukri Saad Sekretaris Eksekutif: Muhammad Ibrahim Ilyas
ORGAN YAYASAN PKM PERIODE 2020-2025
(Akta Perubahan Notaris Noviar Abdul Kadir Firman, S.H., Nomor: 01 Tanggal 22 Februari 2021dan pengesahan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: AHU-0007413.AH.01.12.Tahun 2021 Tanggal 24 Februari 2021)
PEMBINA Ketua : H. Irman Gusman, S.E., M.B.A (Ketua) Alwi Karmena H. Arnis Saleh H. Basril Djabar Dr. H. Eka Putra Wirman, Lc. M.A. Dra. Hj. Emma Yohanna Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc. Prof. Drs. H. Ganefri, Ph.D. Dr. H. Gamawan Fauzi, S.H., M.M. Drs. H. Guspardi Gaus, M.Si. Prof. Dr. Ir. H. Musliar Kasim, M.S. H. Nofi Candra, S.E., M.M. Dr. (HC) Dra. Hj. Nurhayati Subakat, Apt. Prof. Dr. Ir. Hj. Raudha Thaib, M.P. Dr. Riki Saputra, M.A.
PENGURUS Ketua Umum : Dr. H. Shofwan Karim, M.A. Ketua : H. Hasril Chaniago Sekretaris Umum : Dr. Yulizal Yunus, M.Si. Sekretaris : Edri Yoenif (Eko Yanche Edrie) Bendahara Umum : Dr. Rahmi Fahmy, S.E., M.B.A. Bendahara : Rahman Kamil
PENGAWAS Ketua : Ery Mefri Anggota : H. Zukri Saad H. Khairul Jasmi, Sp.D., MM Sekretaris Eksekutif : Muhammad Ibrahim Ilyas
Sumber:
Pengurus - Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau
Pengurus - Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau
0 notes
Text
Komisi III DPR RI Minta Peristiwa Polisi Tembak Polisi di Sumbar Diusut Secara Tuntas
JAKARTA, Cinews.id – Komisi III DPR prihatin atas tewasnya Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Ulil Ryanti Anshari. AKP Ulil diduga ditembak Kabag Ops Polres Sumatera Barat AKP Dadang Iskandar dari jarak dekat. “Jadi kejadian yang sangat memprihatinkan tersebut adalah tewasnya Kasat Reskrim Polres Solok Selatan yang disebutkan ditembak oleh Kabag Ops Polres Sumbar,” ujar Ketua Komisi III DPR,…
0 notes
Text
Berlayar ke pantai yang masih asli dan air jernih: Pulau Pagang
Pantai putih bersih berlimpah di Indonesia, tidak terkecuali Sumatera Barat! Naik saja perahu ke Pulau Pagang atau memesan Paket Wisata Padang untuk memudahkan anda!—pantai berpasir putih dan air jernih menanti Anda (cocok untuk para pecinta pantai!).
Lihat Juga: menjelajah Pulau Samosir dengan Paket Wisata Medan
Airnya sangat biru dan jernih sehingga kami yakin Anda pasti ingin langsung turun dari perahu bahkan sebelum Anda menginjakkan kaki di pulau ini. Pemandangan bawah lautnya dipenuhi dengan ikan-ikan kecil berwarna-warni yang menawan, menjadikan tempat ini tujuan utama bagi penggemar snorkeling!
Ini juga merupakan lokasi yang bagus bagi mereka yang ingin melakukan perjalanan lebih mandiri – karena sebagian besar pulau ini belum tersentuh oleh pariwisata, ini adalah tempat yang bagus untuk mendirikan tenda dan menginap satu atau dua malam (pastikan untuk membawa perbekalan – dan makanan!).
Cara ke Sana: Dari Padang pergi ke Pelabuhan Bungus (10km) di mana Anda harus mengunjungi beberapa persewaan perahu dan memeriksa harga yang cocok untuk Anda (biasanya mulai dari Rp 250.000 atau USD 17,50 /orang). Setelah itu perjalanan akan memakan waktu 50 menit dengan speedboat.
1 note
·
View note