#Si Jago Merah
Explore tagged Tumblr posts
hargo-news · 25 days ago
Text
Satu Rumah di Desa Tinelo Ayula Dilalap Jago Merah
Hargo.co.id, GORONTALO – Sebuah bangunan rumah di Desa Tinelo Ayula, Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten Bone Bolango, dilalap jago merah, Sabtu (2/11/2024) sekitar pukul 13.00 Wita. Pemilik rumah adalah Indra Dunggio, yang harus rela melihat rumah kediamannya ludes dimakan api. Dari data Polisi, Api bermula ketika pemilik rumah (Indra Dunggio) melihat adanya percikan api di bagian atas meteran…
0 notes
kebumen24-com · 1 month ago
Text
Dilalap Si Jago Merah, Warga Sidoluhur Ambal Nyaris Ludes Terbakar
KEBUMEN, Kebumen24.com – Sebuah peristiwa kebakaran melanda rumah milik Saring, seorang warga Desa Sidoluhur, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, pada dini hari, Sabtu, 26 Oktober 2024. Kebakaran yang diduga dipicu oleh korsleting pada accu sepeda motor ini memicu kobaran api yang menghanguskan berbagai barang berharga di rumah tersebut. Continue reading Dilalap Si Jago Merah, Warga Sidoluhur…
0 notes
detikkota · 2 years ago
Text
Cafe Mami Muda Terbakar, Diduga Akibat Konsleting Arus Pendek Listrik
SUMENEP, detikkota.com – Cafe Mami Muda yang terletak di sebalah timur Taman Bunga, Kelurahan Pajagalan, Kecamatan Kota Sumenep, terbakar pada Kamis (23/3/2023) sekitar pukul 22.00 WIB. Pantauan di lokasi, api melalap bagian selatan cafe yang sebagian besar terbuat dari bahan kayu. Tidak hanya di bagian bawah, api juga merambat hingga ke lantai dua. Saksi mata, Fery menceritakan, awalnya dirinya…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
knownashermes · 1 year ago
Text
Concise News Story Article
November 5th, 2023
republika.co.id
Sebuah Gudang di Perumahan Bumi Indah Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang Habis Dilalap si Jago Merah.
Title
The headline of the news is about a fire incident that burned down a warehouse in Bumi Indah Residence, Pasar Kemis sub-district, Tangerang Regency.
Opening Paragraph
A fire burned down a warehouse in the Bumi Indah residential area which it's a densely populated area on Monday, April 15th, 2023 around 23.00 local time.
Body Paragraph
The initial cause of the fire is currently unknown. When the fire broke out, the owner of the warehouse, Arman (44), saw the fire and it quickly grew because the contents of the warehouse is a flammable materials. Arman immediately contacted the Firefighters Call Center. The owner with the residents tried to extinguish the fire using fire extinguishers but it didn't work and the fire are continuously huge.
Firefighters who received the report immediately tried to extinguish it as quickly as possible when they arrived at the crime scene (TKP). The efforts in extinguish the fire are involves two of firefighters agencies from the district and city, then it also mobilize until five firefighter vehicle.
There was no victims reported in this fire incident. Some material loss has not been estimated and the cause of the fire is being investigated by the Tangerang Police Inavis Division.
Quotation
"Initially around 23.00 WIB there were reports from residents that there was a fire. When we arrived, it was already quite huge, when using a fire extinguisher didn't work either." said Mr. Supriyadi as the residential security officer.
"We just came down from Tangerang City with two firefight vehicles unit and three units from the district" said Mr. Suminta Danru as a chief of Tangerang City firefighters officer.
Summary
Fire incidents that often occur in residential areas are very dangerous. Apart from the risk of material loss, there is also a risk of loss of life. Therefore, the citizens are expected to increase the awareness towards the items that have potential to easily ignite a source of fire.
Tumblr media
Firefighters carry out efforts to extinguish the fire at a warehouse in the Bumi Indah Residence, Pasar Kemis sub-district, Tangerang Regency.
3 notes · View notes
unimiff · 2 years ago
Text
Tandan-Tandan Berkelindan
Tumblr media
"Nggak bisa dinaikin lagi, Pak, harganya?" Dari balik dinding papan tipis kamar tidurku, kudengar suara Bapak hampir putus asa, tawar-menawar dengan Pak Abidin, juragan tanah di kampungku berlangsung alot. "Wah udah nggak bisa, Pak. Ini saja harga tertinggi, lho. Coba aja Bapak tawarkan ke Pak Jati, pasti nggak bakalan mau setinggi saya." Bapak menghela napas, berat. "Tolong beri saya waktu untuk berpikir, ya, Pak." Akhirnya Bapak menyudahi pembicaraan, yang diiringi dengan kepergian Pak Abidin setelahnya.
Aku termangu. Terbayang obrolan antara aku, Emak, dan Bapak beberapa hari yang lalu. Aku mau kuliah, ke pulau seberang yang sistem pendidikannya jauh lebih baik daripada di kampung atau bahkan kota kami. Sementara itu, kami bukan orang berpunya. Untuk transportasi dan lain-lainnya, pasti butuh dana. Meskipun rencananya nanti aku akan mencari beasiswa, atau kerja sambilan, apa sajalah, yang penting halal untuk membantu Emak dan Bapak, tetap saja berat rasanya. Untuk keberangkatan pertamaku, Bapak bertekad untuk menjual sepetak tanah kami.
Sebenarnya, aku kurang setuju. Tanah itu sudah menghidupi keluarga kami bertahun-tahun. Ada banyak kenangan di sana. Saat musim hujan, tanah itu dijadikan sawah. Saat musim kemarau, ladanglah jadinya. Bapak dan Emak terampil sekali mengolahnya.
"Sudahlah, Nak. Kamu sekolah saja yang rajin. Di kampung ini susah untuk mencari kehidupan. Kamu cari ilmu setinggi-tingginya. Jadi orang berguna. Biar Bapak dan Emak yang mikirin biayanya."
Kata-kata Bapak mengiris-iris hatiku. Beberapa tahun belakangan ini, perlahan kulihat sawah dan ladang mulai berkurang. Tanaman padi dengan ikan mina padinya, belut yang kupancing bersama teman-teman, perlahan mulai menghilang, digantikan dengan tanaman dari keluarga palem-paleman, kelapa sawit. Tanah tidak bisa lagi ditanam dengan sistem rotasi tanaman. Wong tanahnya udah jadi keras karena akar-akar sawit. Parit-parit tempat kami memancing ikan sudah tidak berair. Entahlah ke mana perginya hewan-hewan penghuninya. Sekarang yang ada hanyalah kawanan nyamuk. Atau ular.
Aku berpikir keras bagaimana caranya menyelamatkan tanah kami. Jangan sampai dijadikan kebun sawit juga oleh Pak Abidin. Apa yang bisa kulakukan?
***
Aku berada di dunia antah berantah. Pandanganku gelap. Tiba-tiba, ada cahaya yang menyilaukan. Tunggu, dan panas! Oh, tidak, itu api! "Tolong, tolong, selamatkan aku!" Aku berteriak sekencang-kencangnya, tapi yang keluar dari mulutku hanyalah suara lirih. Siapa yang akan mendengarku kalau begini? Aku melihat sekitar. Aku dikelilingi oleh perkebunan sawit. Tandan-tandan yang berkelindan di dahan pohon-pohon di sekitarku mulai dilalap si jago merah. Batangnya, dahannya, daunnya, dan buahnya, semuanya mempercepat jalaran api. Aku megap-megap. "Tolong aku. Tolong." kataku lagi. Kali ini lebih lirih. Suaraku menghilang. Namun, aku yakin, akan ada yang mendengarku.
Tiba-tiba, kulihat ikan-ikan yang dulu kupelihara di petak-petak sawah. Lalu, muncul pula belut, belalang, capung, semuanya tersenyum padaku. Muncul pula padi, lalu jeruk, lalu kakao yang dulu ditanam tetanggaku. Ah, ada pula sayur-mayur, entah apa lagi. Mata dan otakku sudah tidak kuat menangkapnya. Mereka semua berkata,
"Tolong kami, ya! Hanya kamu yang bisa menolong kami."
Bah, apa-apaan pula ini? Jelas-jelas aku sedang terjebak api. Mereka pula yang meminta tolong. Mereka perlahan menghilang. Kobaran api semakin mendekatiku. Aku takut, takut sekali. "Toloooooong!" Aku kembali berteriak sekencang-kencangnya.
"Nak, bangun, Nak. Bangun! Sudah subuh"
Emak mengguncang-guncang tubuhku. Aku perlahan membuka mata. "Mak, bilang sama Bapak, jangan jual tanah kita, Mak. Aku takut, aku takut!" Kataku sembari mengusap keringat. Aku takut dengan mimpiku. Namun, aku lebih takut lagi dengan kenyataan yang akan kuhadapi kalau aku tidak berbuat apa-apa. Aku takut tandan-tandan yang berkelindan itu akan menghabisi teman-temanku; ikan, capung, belalang, sayur, buah, dan masa depan Ibu Bumi.
20230116
Bukan #30HariBercerita
Sumber gambar: unsplash
8 notes · View notes
semburatsore · 2 years ago
Text
Benarkah itu aku?
Virus mengerogoti diriku,
Mempertanyakan eksistensial,
Keberadaan yang telah hilang,
Lenyap ditelan si jago merah,
Si jago putih,
Dan si jago ungu.
Mengapa?
Kehadiranmu membuatku bertanya akan kehadiranku sendiri?
Merasa diri on top?
Jatuhkan mentalku dengan tak bertanya apapun padaku,
Membuatku merasa tak ada,
Bertanya-tanya pada diri sendiri,
Pada cermin,
Pada genangan air,
What's wrong with me?
No.. nothing wrong with me,
'cz u are WRONG!!!
2 notes · View notes
arumoktaviani011 · 2 years ago
Text
The Story of Cico
Part 1
“Mulai sekarang aku akan memanggilmu Nilo,” ucap Pak Mamat seraya mengelus kepala si kucing kecil yang ada di gendongannya. Kucing berwarna coklat dan putih dengan corak seperti harimau. Ekornya lurus panjang dengan bulu yang lebat.
Kemarin sore istri Pak Mamat menemukan seekor kucing di dekat pagar rumah mereka dengan kondisi basah kuyup, kedinginan dan terluka di beberapa bagian tubuhnya Buru-buru beliau bawa masuk ke dalam rumah. Dilap hingga kering, dihangatkan dengan handuk baru, dan diobati luka-lukanya.
Awalnya Pak Mamat tidak terlalu suka dengan kucing, akan tetapi ia mulai jatuh hati ketika melihat kelincahan si kucing yang kini diberi nama Nilo itu. Terkadang Nilo melompat-lompat bak anak kecil yang kegirangan. Nilo juga segera berlari menghampiri Pak Mamat saat ia baru pulang dari sawah. Mengusap-usapkan kepalanya pada kaki Pak Mamat. Manja sekali.
Seekor ayam jago memperhatikan dari pintu belakang dapur Pak Mamat. Pintu yang terbuat dari kayu dan terbagi menjadi 2 bagian. Bagian bawah yang hanya menutup sampai perut orang dewasa, dan bagian atas yang menutup sisanya. Pagi ini hanya bagian bawah yang tertutup. Cico bertengger di atasnya.
Ayam jago itu bernama Cico. Bulunya didominasi warna hitam dengan warna merah di bagian kepala dan punggungnya. Ia dipelihara Pak Mamat dari sejak hari pertamanya menetas. Bahkan dari ia masih didalam cangkang telur. Induknya sudah meninggal menjadi korban tabrak lari. Saudara-saudara Cico pun satu per satu gugur menyusul sang induk. Hanya tinggal Cico seorang diri. Ayam jago kesayangan Pak Mamat.
Cico sangat antusias untuk bertemu teman barunya. Ia menunggu waktu untuk bisa menyapa Nilo. Pagi itu, segera setelah Pak Mamat berangkat menuju ke sawah, Cico terbang turun mendekati Nilo.
“Hei, Nilo, perkenalkan aku Cico,” Cico menyapa Nilo yang sedang duduk di dekat tungku.
Nilo menengok kearah datangnya suara,“hmm-- tahu darimana namaku Nilo?” Nilo bertanya. Bingung.
 “Aku memperhatikan dari tadi, disana,” jawab Cico sambil menunjuk kearah pintu.
Nilo hanya mengangguk. Memperhatikan Cico yang tersenyum ramah padanya. Kemudian membalas dengan senyuman canggung.
“Ayo, aku ajak berkeliling. Ini rumah barumu juga sekarang,” ajak Cico.
Mereka berkeliling rumah Pak Mamat. Di bagian depan rumah terdapat taman bunga yang dibatasi dengan pagar kayu yang sudah lapuk. Bunga berwarna-warni menghiasi setiap bagiannya. Hasil jerih payah istri Pak Mamat yang rajin merawat mereka. Di sampingnya terdapat halaman luas yang didominasi dengan rumput jepang. Beberapa bagiannya gundul, yang terlihat hanya tanah.
Cico menjelaskan setiap bagian dengan detail. Sesekali melempar gurauan kepada Nilo. Nilo dibuat tertawa dengan selera humor Cico. Baru beberapa waktu berlalu mereka sudah akrab.
Mereka terus berjalan menuju samping rumah Pak Mamat. Cico menunjuk kotak berukuran 2mx2mx1m. Terbuat dari bambu yang dipasang berjajar. Terdapat pintu dibagian sampingnya.
“Ini rumahku, kamu bisa kemari jika mencariku.” Jelas Cico.
“Wah! Kamu punya rumah sendiri, Cico?” tanya Nilo yang terlihat takjub.
“Tentu saja, Pak Mamat sendiri yang membuatnya untukku,” ucap Cico bangga.
Nilo memperhatikan dengan seksama rumah Cico. Sesekali mengibaskan ekornya.
“Ayo, kita lanjutkan ke bagian belakang,” ajak Cico.
Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke bagian belakang rumah Pak Mamat. Di sana terdapat sumur lengkap dengan timbanya. Terjejer pula ember-ember tempat Pak Mamat menampung air. Di bagian dekat tembok disediakan wadah tempat Cico minum.
“Mulai sekarang, kamu boleh minum di sana juga,” jelas Cico.
“Oke!” jawab Nilo semangat. Nilo merasa beruntung bertemu dengan Cico.
***
Matahari sebentar lagi tenggelam. Suara motor Pak Mamat terdengar memasuki halaman. Nilo dan Cico sedang asik bermain di depan bangunan yang masih setengah kayu itu.
Istri Pak Mamat turun terlebih dulu dari motor, disusul dengan Pak Mamat. Nilo yang melihat pemiliknya pulang segera menghampiri mereka. Mengibaskan ekornya tanda kegirangan. Mengusapkan kepalanya manja pada kaki Pak Mamat.
“Lucunya Nilo,” Pak Mamat berjongkok untuk mengusap Nilo. Nilo menutup mata. Merasa nyaman dengan perlakuan Pak Mamat.
Cico juga bergegas menyusul Nilo walaupun kalah cepat. Pak Mamat yang melihat Cico menghampirinya, meninggalkan Nilo dan segera menggendong Cico. Cico tidak heran. Bukahkah aku ayam jago kesayangannya? Pikirnya.
“Sudah hampir gelap, ayo masuk kandang,” ucap Pak Mamat.
Selama perjalan menuju kandang, pandangannya tertuju pada Nilo. Nilo yang juga sedang digendong oleh istri Pak Mamat. Nilo yang kepalanya diusap lembut oleh istri Pak Mamat. Nilo yang dibawa masuk ke dalam rumah. Iya, rumah Pak Mamat.
Pak Mamat memasukkan Cico ke kandang dan menguncinya dari luar. Pak Mamat berjalan meninggalkan kandang dan memasuki rumah.
Kejadian tadi masih terekam di memori Cico. Bagaimana istri Pak Mamat memperlakukan Nilo. Seingatnya, ia tak pernah diperlakukan semacam itu oleh beliau.
Apakah Nilo juga akan tidur di dalam rumah? Dengan Pak Mamat dan istrinya? Sedangkan aku tidur sendirian disini?
Cico segera menepis pikiran-pikiran itu. Bagaimanapun ia punya rumah sendiri. Bahkan Pak Mamat khusus membuatkan untuknya. Itu merupakan hal yang patut disyukuri dan dibanggakan bukan?
***
“Kukuruyuukkk,” alunan merdu Cico menandakan waktu fajar. Alunan ini pula yang membangunkan Pak Mamat setiap pagi. Dan benar saja, seperti biasa, tidak lama setelah Cico berkokok, Pak Mamat keluar dari rumah lewat belakang dan membukakan pintu kandang Cico. Cico segera terbang keluar. Menikmati sejuknya udara dini hari.
Ia menuju tempat favoritnya. Pintu kayu dapur Pak Mamat yang hanya setengah bagian. Disana ia bisa melihat ke dua sisi sekaligus. Sisi dapur yang hangat dan juga sisi luar yang sejuk. Pagi ini ia memutuskan untuk memandangi dapur Pak Mamat.
Lantai dapur Pak Mamat masih berupa tanah. Tembok bata yang hanya setinggi satu meter. Kemudian disusun anyaman bambu diatasnya. Membentuk tembok hingga menjulang ke atas. Gorden biru dijadikan pembatas antara dapur dengan ruang utama keluarga mereka. Rak besi lusuh berdiri di sudut ruangan dengan beberapa piring dan gelas tertata rapi.
Asap mengepul dari tungku di sebelah kanan. Periuk besar diatasnya. Pantatnya menghitam. Setiap hari ditempa panasnya api dari tungku.
Istri Pak Mamat menambahkan kayu yang mulai habis. Rutinitas yang setiap pagi Cico lihat. Namun tetap saja menyenangkan baginya. Membuat senyuman terukir diwajah Cico.
Tetapi hari ini ada yang berbeda. Nilo muncul dari balik gorden. Meregangkan badannya sepanjang yang ia bisa. Mengibaskan ekor panjangnya. Kemudian berjalan pelan mendekati istri Pak Mamat yang berada di depan tungku. Duduk disana. Menghangatkan badan.
“Eh, Nilo sudah bangun,” ucap istri Pak Mamat. Mengusap kepala Nilo. Nilo hanya mengeong.
Pak Mamat tiba-tiba muncul dari balik gorden tempat Nilo muncul tadi. Kantong plastik hitam di tangan kanannya.
“Aku belikan ikan untuk Nilo, Bu,” Pak Mamat memberikan bungkusan itu pada istrinya.
Nilo mencium aroma sedap dari bungkusan yang diterima istri Pak Mamat. Suara ngeongnya semakin lantang. Nilo melompat-lompat berusaha meraih kantong plastik itu. Pak Mamat dan istrinya tertawa melihat kelakuan Nilo. Hal yang lucu dan baru bagi mereka.
Senyuman Cico memudar perlahan.
2 notes · View notes
irdakrismadiyanti · 2 years ago
Text
SEKOLAH PERLU GAK?
Bismillah..
Sejujurnya sudah lama saya ingin menuliskan ini, dimana tulisan ini merupakan review buku-buku yang saya baca yang bahasannya akan berfokus kepada sistem pendidikan di Indonesia. Ada tulisan yang memang penulisnya tulis dan ada yang opini pribadi. Point2 berikut menjadi highlight yang menurut saya paling berkesan. Lewat tulisan ini juga memuat pengalaman pribadi, hasil observasi dan pemikiran saya sendiri.
 Selamat membaca^^
1.       Tujuan pendidikan harus sejalan dengan tujuan penciptaan manusia. Semua rancangan pendidikan dan kurikulumnya tidak akan berdampak apapun tanpa dimulai dari purpose dan mission of life. Pendidikan ini seharusnya mengantarkan manusia kepada peran peradaban terbaiknya. Berangkat dari bahwa setiap manusia memangku sebuah tugas langit. Bahwa setiap manusia memiliki potensi. Potensi ini merupakan tools yang sudah Allah install kepada setiap manusia untuk menjalankan tugas langit. Potensi setiap orang ini yang seharusnya dikembangkan dalam kurikulum pendidikan.
 2.       Kedudukan ilmu itu sejajar. Tidak ada ilmu yang lebih tinggi / rendah, ilmu yg prestis / enggak. Semua ilmu sama pentingnya. Sama2 ilmu punya Allah. Fenomena ini saya lihat ketika standard kekerenan selalu dikaitkan dengan profesi2 tertentu. Ketika duduk di bangku SMA memilih penjurusan kuliah, jurusan yg punya passing grade besar, punya nilai lebih keren dan menjajikan, sedangkan jurusan yang passing grade nya rendah dianggap tidak keren. Zaman saya sekolah dulu ketika masi ada UN, mata pelajaran yang tidak di UN kan dianggap tidak penting. Sebenarnya sistem2 seperti ini menyebabkan adanya kesenjangan ilmu.
 3.       Konsep standarisasi / penyeragaman pada banyak hal itu gak bisa diterapkan pada manusia. Setiap diri kita unik. Cara kita berpikir, cara kita merasa, dan cara kita bertindak itu berbeda. Kita punya kecenderungan terhadap suatu bidang juga berbeda2. Kita dipaksa mengkonsumsi kurikulum yang sebenarnya tidak tepat untuk kita. Kita dituntut jago di semua mata pelajaran. Padahal itu sama aja kaya kita ke hutan, megumpulkan semua binatang yang ada disana, seperti kuda, singa, gajah, ikan, monyet, buaya, kelinci, Yang paling jago siapa? Tentu aja monyet. Kita minta diminta bagus di semua pelajaran. Sebagai manusia normal, kita semua amat tidak sempurna. Matematika, fisika, biologi, seni, sejarah. Kita pasti tidak akan menguasai semua hal, pasti ada yang merah. Pasti ada yang gagal di mata pelajaran terentu. Harusnya tidak apa2. GAK APA2 SERIUSAN!
Kalo memang track arahnya jadi desainer, untuk apa belajar integral dan turunan. Saya membayangkan, pendidikan dasar kita menguatkan pondasi bahasa-sastra, matematika, science dasar. Setelah masuk pendidikan menengah, barulah arahkan belajarnya sesuai bakat, minat dan arah karirnya.
 4.       Zaman sekolah, kita gak suka pelajaran matematika, kita dipaksa buat belajar matematika atau kita gak suka fisika dipaksa buat belajar fisika dan terkadang diberikan pelajaran tambahan pulang sekolah. Padahal tidak apa2 kita bagus di satu pelajaran dan kurang bagus dipelajaran lain. Kita bisa maksimal kan di bidang apa yang kita bisa sehingga menjadi kekuatan kita. Konsep belajar itu seharusnya jadi menyenangkan bukan stressful (dan ternyata menarik ada sejarahnya dibalik ini). Pilihlah bidang yang disukai dan maksimalkan disana. Yg tidak suka? Cukup dasarnya aja. Dimarahi karena pelajaran jelek hanya akan mematikan proses kreativitasnya. Biar saja mereka berkembang sesuai apa yg mereka bisa dan ciptakan. Kita semua unik. Mengapa kita diperlakukan sama?
 5.       Ketika saya baca sejarah sistem persekolahan, membuat mata, hati dan pikiran terbuka lebar, WAAAH INI GILAK SI. Sistem pendidikan kita ini memang sudah dirancang oleh penjajah2 peradaban bukan berdasarkan fitrah manusia. Tidak ada landasan ilmiah kenapa SD harus 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, sehingga begitu lamanya seseorang menjadi “dewasa”. Padahal di islam menganjurkan konsep pendidikan “aqil baligh”.  Sejarah pendidikan itu dampak yg luar biasa terhadap kehidupan sekarang. Hal2 yg seharusnya tidak biasa bisa jadi biasa karena sistem pendidikan ini sudah dipraktekan berabad2 lamanya.
Sistem perangkingan di sekolah, ranking 1 dianggap paling pintar, ranking terakhir dan bahkan ada yang gak naik kelas dianggap bodoh. Dulunya sistem ini merupakan sistem pendidikan prusia, sistem ini digunakan untuk mendidik tentara. Karena sistem ini berdasarkan disiplin militer, tentu saja cara pendekatannya sangat berbeda dengan mendidik anak di lingkungan rumah. Bila ada seribu org yg mengikuti pendidikan ini, tentu tidak mgkin seribu org ini jadi jendral semua, lalu siapa yang akan bertempur dimedan perang? Tentu saja dibutuhkan tentara dengan pangkat rendah. Mereka yg tidak berhasil mengerjakan tes akan sulit untuk naik level. Dari awal memang sudah dirancang untuk menyaring dan menggagalkan muridnya.
Rangking itu bukan segalanya. Toh saya ngeliat fenomena hidup kita jdi terbalik2. Yang sekolahnya dilalui dengan kesungguhan bisa tak jadi apa2 sedangkan yg sekolahnya main2 malah bisa jdi politisi atau bahkan pengusaha.
 6.       Pendidikan bukan untuk daya saing. Istilah daya saing berakar dalam pemikiran darwinisme sosial. Teori ini berusaha mengekstrapolasi konsep biologi seleksi alam (natural selection). Tidak ada nilai manfaat yg diciptakan dari persaingan kecuali saling menjelekkan, saling menjatuhkan satu sama lain. Jauh lebih penting mengajarkan tentang kerja sama dan saling tolong menolong ketimbang merebut persaingan posisi dalam kelas. 
7.       Ujung dr pendidikan ini apa? Mempertuhankan kecerdasan dan berorientasi kerja? Apa biar dapet kerjaan bagus? Adakalanya berpikir iya, tapi ternyata enggak juga, lulusan universitas bagus juga gak ngejamin dapet kerjaan bagus. Gak ngejamin sukses. Banyak juga yg susah cari kerja. Jadi ukuran sukses pendidikan ini apa? Sekarang saya sadar, anak belajar dan bersekolah mestinya agar hidup lebih bermakna. Maka ukurannya bukan berapa nilai untuk mata pelajaran A/B/C/D? Melainkan seberapa besar gairah terhadap bidang2 yg dipelajari? Seberapa terinspirasi nya kah hidupnya oleh semua materi dalam proses belajarnya? Jujur saya baru merasakan perasaan ini sekarang, bahwa sekolah itu bukan buat keren2nan atau hanya sekedar menyandang title sarjana magister terus dapet kerja dsb, tapi buat untuk kebermanfaatan. Ini balik lagi ke point 1, bahwa tujuan pendidikan itu harus sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yaitu sesuai dengan potensi yg udah Allah kasih.
 8.       Apakah bakat dan potensi keunikan anak2 kita dikembangkan di sekolah? Yang saya rasakan selama di sekolah tentu saja tidak. Bakat hanya diletakan sebagai ekstrakulikuler dan hanya dianggap bidang2 terkait keterampilan fisik saja seperti olahraga, menari, menyanyi. Kemudian terkait bakat akademis, berapa banyak si yang berbakat akademis? Saya dulu ngerasain yang punya bakat akademis cuma anak2 yang ikut lomba olimpiade aja. Sedangkan saya? Saya gak bisa nari, saya juga gak bisa nyanyi, terus akademik saya juga biasa aja bukan yang unggul nan berprestasi. Jadi saya tuh bisanya apa? 😂. Yang selama ini kita pahami bahwa yang namanya bakat itu adalah kehebatan2 yang sifatnya aktifitas fisik seperti melukis, menyanyi, olah raga, dll, sehingga sering kali kita berpikiran bahwa kita yang tidak unggul di akademik ataupun yang berupa aktifitas2 fisik merasa tidak bisa apa2 dan tidak punya bakat. Padahal konsep bakat tidak seperti itu. Ada satu hal yg tak pernah digali yaitu keistimewaan sifat seperti seperti suka memimpin, suka mengatur, suka meneliti, suka berkomunikasi, suka berkumpul, merawat dll. (Bahasan menggali potensi diri harus dibahas di sesi yang lain hehe). Umumnya bakat terkait keistimewaan sifat terkubur dan hilang selama masa persekolahan dan secara jelas belum difasilitasi oleh sistem pendidikan di sekolah.
 Kemudian dari tidak bisa apa2, kita merasakan menjadi “manusia rata2”. Segalanya persis ditengah2, tidak ke kanan, tidak ke kiri. Apakah analitis atau kreatif? Jawabannya tengah2. Apakah peminat ilmu alam atau sosial? Jawabannya tengah2. Apakah mereka intelektual atau seniman? Jawabannya tengah-tengah. Kalau begini gambarannya apa yang bisa disarankan? Kalau jawabannya lumba2, maka kita akan disarankan berenang, kalau jawabannya rajawali maka akan disarankan untuk dididik terbang, kalau jawabannya tupai, maka disarankan untuk melompat. Tapi jawabannya bukan kuda, bukan rajawali, bukan lumba2. Tapi tengah-tengah.
 9.       Orang dengan gelar makin panjang berarti makin kompeten dan terdidik, tapi yg kita lihat di lapangan justru sebaliknya. Tawuran, narkoba, korupsi. Semakin banyak anggota DPR dan birokrat dengan gelar master dan dokter tapi DPR lembaga paling korup. Tujuan pendidikan yang berangkat dari purpose and mission of life itu seharusnya menjadikan manusia beradab.
 10.   Saya berpikir bahwa jika apa yang memang kita butuhkan tidak tersedia di sekolah, it is ok kita mencari ilmu di luar sekolah. Kita fokus mempelajari hal2 yang memang kita butuhkan sehingga kita bisa unggul dan sukses di bidang itu. Untuk apa kita mempelajari hal2 yang tidak kita butuhkan, contohnya passion kita memasak, untuk apa belajar fisika atau biologi,  itu hanya buang-buang waktu saja. Kecuali kita butuh ilmu management / accounting, bisa nerusin sekolah itu, fokus belajar kepada hal-hal yang memang kita butuhkan. Apalagi jika kamu yang tidak bersekolah sukses jadi enterpreuneur di bidang kuliner, bisa jadi kamu yang mempekerjakan sarjana-sarjana. Bahkan ada seorang lulusan SD dia bisa jadi pengusaha sukses, ini kisah nyata di daerah saya.
 Saya melihat juga girlband/boyband K-pop misalnya BTS, Blackpink, mereka jadi trainee dari umur mungkin belasan tahun dan bisa dibilang mungkin mereka “putus sekolah” hanya sampai SMA, tapi mereka bisa sesukses sampe sekarang karena memang mereka fokus terhadap apa yang menjadi potensinya yaitu sebagai seorang entertainer. Saya inget banget pernah nonton wawancaranya anggota BTS, jungkok, dia bilang kalau dia itu buruk banget di akademik dan dia lebih ingin menjadi penyanyi. kemudian kita lihat dia sukses pada jalan hidupnya sebagai seorang penyanyi. 
(maaf maaf jadi bahas K-POP wkwk).
Jadi intinya sekolah ataupun tidak sekolah tergantung dari potensi seseorang ya. Kalau dia berminat jadi scientist, bisa jadi sekolah itu penting untuk dia.    
 Kita sering sekali menstigma anak yang tidak bersekolah dicap terbelakang, tidak terdidik dan kampungan. Padahal konsep pendidikan itu bukan seperti itu. Putus sekolah boleh. Tapi putus belajar jangan.
 11.   Sekolah formal memang sangat memuja nilai akademis sebagai ukuran keberhasilan, padahal nilai akademis tidak menunjukan apapun kecuali penguasaan konten dan rumus, bukan metode dan karya. Dulu predikat siswa berprestasi dan juara Olimpiade Sains Nasional menjadi ukuran keberhasilan yang prestisius.
 12.   Saya mau nyekolahin anak saya di sekolah unggulan. Saya berpikir sekolah unggul itu seperti apa? Apakah semakin mahal semakin bagus? Fasilitasnya oke? Anaknya pinter2? Gurunya berkualitas? Pinter itu relative ya. Tiap orang pinter dibidangnya masing2. Guru berkualitas kaya gimana? Kalau gurunya tidak paham keunikan tiap siswanya juga sama aja siswa bakal jadi korban penyeragaman pada banyak hal. Point nya bukan sekolah nya dimana ya, tapi sistem yg dibuat apakah memperhatikan aspek dari keunikan setiap siswanya. Apakah dengan sekolah jadi punya ghirah belajar, kemudian dengan ilmu yg didapet bisa bermanfaat di masyarakat.
 13.   Di sekolah gak diajarin gimana caranya menghasilkan dan mengumpulkan uang, bagaimana cara membuat perusahaan sendiri, bagaimana hidup mandiri, bagaimana tips mencari pasangan yang baik,  bagaimana cara mendidik anak, bagaimana cara terbaik menjadi diri sendiri, bagaimana cara untuk bahagia, bagaimana mengembangkan passion jadi bisnis. Saya membayangkan negara akan memfasilitasi kurikulum pendidikan semacam ini dan praktek pendidikan yang saling berkolaborasi bukan untuk daya saing.
  Kesimpulannya apa?
1.       Jangan memaksakan anak yang gak suka pelajaran tertentu. Fokus pada kekuatannya dan siasati keterbatasan. Fokus kepada keunikannya.
2.       Sekolah unggul / keren bukan segalanya. Gak usah didewa2kan, biasa aja. Pada umumnya kita berpandangan bahwa kalau anak2 di sekolah unggul itu anak2 pinter, kalau di sekolah yang biasa2 aja, ya kepintarannya juga standard. Pinter itu relatif. Setiap orang pintar di bidang nya masing2. Kenapa sesorang bisa tidak terlihat unggul? Bisa jadi bakat belum terekspresikan, masih terpendam. Esensinya bukan dia sekolah dimana. Mau dia sekolah dimanapun, tidak jadi soal karena esensi pendidikan itu mengantarkan seseorang kepada peran peradaban terbaiknya.
3.       Kurikulum pendidikan setiap orang itu berbeda, tidak bisa diseragamkan. Penyeragaman hanya bikin kamu jadi manusia rata-rata.
4.       Banyak sekali lubang2 kesalahan dari sistem pendidikan ini. Banyak bangeett. Saya pun merasa jadi korban sistem pendidikan. TAPI TIDAK UNTUK DISESALI YA.. justru ini pelajaran hidup berharga dan membuat saya lebih mengenal diri saya sendiri.  
5.       Kenapa bisa ada orang yg berhasil lewat adanya pendidikan ini? Ya memang kebetulan aja bakatnya di akademis.
6.       Kita memang terjebak dan gak bisa keluar dari sistem ini, setidaknya itu membuat kita sadar bahwa ada yang salah disini dan kita perbaiki mulai dari diri kita dan mulai merancang kurikulum yang memang relevant dengan kita. Dan gakan ada lagi yang namanya quarter life crisis.
7.       Jadi penting enggak sekolah? Penting atau tidak kembali kepada potensi dan minat dari setiap orang. Tapi jangan kemudian orang yang tidak bersekolah kita cap dengan label ‘tidak berpendidikan’. Ada orang yang cocok dengan dunia pendidikan formal dan ada orang yang tidak cocok dengan dunia pendidikan formal.
8.       Pengertian sukses bukan ke kaya banyak harta ya tapi lebih ke meaningful life bahwa dengan potensi dan kekuatan yang kita punya bisa berguna untuk masyarakat. Harta itu mengikuti ketika kita berperan sesuai dengan bakat kita.  
Saya hanya ingin membuat orang berpikir bahwa setiap diri kita berharga dengan keunikannya masing2.
Sekian dan terimakasih^^.
Batam, 30 Desember 2022
5 notes · View notes
tabloidnusantara · 9 days ago
Link
1 note · View note
hargo-news · 3 months ago
Text
Sebuah Cafe di Heledulaa Selatan Dilahap Si Jago Merah
Hargo.co.id, GORONTALO – Sebuah cafe milik dari Novi Jafar di Kelurahan Heledulaa Selatan, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo hangus dilahap si jago merah, Kamis (22/8/2024). Menurut warga sekitar, kejadian terjadi sekira pukul 06.30 Wita. Api diduga berasal dari kompor yang digunakan Novi untuk memasak pisang. “Tadi itu, dia sementara memasak pisang rebus. Terus dia pergi ke bagian depan cafe…
0 notes
horrorbanget · 13 days ago
Text
Peristiwa Pohon Jambu
Tidak sampai di situ, penemuan mayat lain kusaksikan tiga bulan setelahnya. Saat aku tengah mengerjakan tugas kuliahku, mungkin sekitar pukul 1 dini hari, tiba-tiba suara ledakkan terdengar dari jauh. Itu jelas membuatku terperanjat kaget. Namun tak terlalu kuhiraukan, lagi pula saat itu aku mengenakan earphone yang menyumbat telinga, menikmati alunan musik kesukaanku.
Barulah saat pagi hari pukul 5, terdengar kabar bahwa terjadi kebakaran di sebuah rumah di kampungku namun di RT yang berbeda. Kalau tidak salah RT 09. Awalnya aku tak ingin pergi ke sana, namun setelah salat subuh ibuku mengajakku untuk melihat TKP, akhirnya aku buru-buru mengenakan kardigan melar yang menggantung di pintu dan berangkat hanya berjalan kaki bersama ibu.
Sampai di tempat kejadian, orang-orang banyak berkerumun. Para petugas pemadam kebakaran hilir mudik berusaha memadamkan si jago merah, namun mereka kesulitan memasuki rumah karena api begitu besar, mereka hanya memberi peringatan jika ada korban yang masih hidup terjebak di dalam rumah itu, namun tidak pernah ada sahutan atau teriakan minta tolong. Kabarnya rumah itu dihuni oleh satu keluarga yang cukup banyak dan sudah 4 jam api belum juga padam, sumber air yang digunakan juga hampir habis.
Syukurlah, tanpa ada yang menyangka hujan turun dengan sangat deras. Begitu deras hingga tak lebih dari setengah jam api padam secara keseluruhan. Rumah yang sudah hangus itu hanya menyisakan dinding-dinding yang ikut menghitam. Saat para petugas keselamatan segera memasuki rumah itu, sekonyong-konyong saat menyusuri ruang yang ada, mereka terkesiap menyaksikan sesuatu di salah satu ruangan rumah yang hangus itu.
Karena aku dan beberapa warga sebelumnya sengaja mendekati rumah itu, aku melihatnya juga, dan orang-orang sama terkejutnya. Tetapi sesuatu terjadi padaku, jantungku berdebar, pikiranku kalang kabut. Aku mengajak ibuku untuk segera kembali ke rumah, namun ia menolak. Jadi kuputuskan pergi sendirian.
Saat di rumah kurasakan keringat dingin mulai bercucuran, namun aku masih bisa berbuat sesuatu. Aku buru-buru masuk ke kamarku bahkan refleks kubanting pintu kamar ketika berniat menutupnya. Kubaringkan tubuhku di ranjang meski tak henti gemetar, perlahan kutenangkan diri sendiri hingga beberapa saat kembali terkendali. Tetapi pikiranku masih melayang. Aku teringat kembali peristiwa itu.
Di rumah yang baru saja dilalap api itu, aku melihat sesuatu yang ditemukan para petugas pemadam. Sama persis seperti yang ada di ingatanku ketika usiaku sembilan tahun, salah satu ingatan janggal setelah aku jatuh dari pohon jambu.
Tumpukkan mayat yang hanya menyisakan tulang belulang dan sedikit daging yang sudah menghitam ditemukan di rumah itu. Entah mengapa bisa seperti itu, maksudku, mayat bertumpuk-tumpuk saat terjadi kebakaran. Apa mungkin mereka melakukan bunuh diri satu keluarga dengan meledakkan seisi rumah dan membiarkan tubuh mereka terbakar dengan menumpuk seperti itu, terdengar tidak masuk akal.
Setelah beberapa hari, terdengar kabar burung bahwa polisi sudah memublikasikan perkara tersebut. Mereka mengatakan bahwa tumpukkan mayat itu adalah satu keluarga penghuni rumah, terdiri dari suami dan istri, ibu mertua, serta lima anak mereka yang paling besar berusia dua puluh dua tahun dan yang paling kecil berusia dua belas.
Mayat-mayat yang langsung dilakukan pemeriksaan oleh ahli forensik tersebut dinyatakan merupakan korban dari pembunuhan terencana. Ada beberapa mayat yang di kedua tangan dan kakinya terikat tali yang hanya terbakar sedikit. Yang lainnya menyisakan abu namun dapat diketahui bahwa itu adalah sesuatu yang sebelumnya mengikat tangan dan kaki mereka juga. Pada mayat laki-laki yang diyakini adalah kepala keluarga di rumah itu terdapat bekas peluru di tengkorak bagian pelipis mata. Mujur, satu selongsong peluru yang tidak mempan terbakar api ditemukan tak jauh dari tempat tumpukan mayat-mayat itu. Untuk pelaku belum diketahui hingga saat ini.
Beberapa warga yang julid meyakini bahwa yang membunuh seluruh anggota keluarga itu adalah si bapak sendiri, atau kepala keluarga di rumah terbakar tersebut. Mereka mengira-ngira mungkin setelah mengikat seluruh orang di rumah dan membunuh mereka entah dengan cara apa, kemudian tubuh mereka di tumpuk. Lalu setelah membakar seisi rumah ia merebahkan diri di antara tumpukan tubuh yang sudah meninggal itu dan menembakkan peluru ke kepalanya sendiri. Sinting! Kenapa warga bisa sampai berpikiran sejauh itu? Tetapi, apa yang dikatakan mereka cukup masuk akal karena posisi mayat lelaki kepala keluarga itu berada di tumpukkan paling atas.
Tak ada yang menjadi terdakwa atas peristiwa tersebut. Meskipun dicap sebagai kejadian pembunuhan terencana, polisi masih belum bisa menemukan siapa kira-kira pelakunya, bahkan sampai berbulan-bulan kemudian.
Setelah dua peristiwa yang selalu berkaitan dengan mayat itu, kondisi lahir maupun batinku berubah seiring waktu. Aku masih merasa ragu lebih ke takut untuk menceritakan pengalamanku itu pada orang keluargaku. Dan, aku mulai cemas berlebihan pada satu hal, jika dua dari ingatan-ingatan itu sudah terjadi, maka ingatan terakhir mungkin akan kutemui dan kembali mengguncang keadaanku.
Setelah bulan demi bulan berganti, aku sampai di ingatan yang terakhir, dan kumohon maafkan aku sebelumnya. Saat itu musim hujan di Bulan November. Aku berjalan berat menyusuri sungai yang berada jauh dari kampungku, jauh di dalam hutan. Bunyi kecipak beralun ketika botku menginjak air menggenang di cekungan tanah. Tanganku berayun lemas, membiarkan benda tajam di tanganku beradu dengan batuan di sungai dan membuatnya berdenting setiap kali keduanya saling bertubrukan.
Ingatan terakhir itu sudah terjadi. Beberapa saat lalu, di dalam sebuah gua gelap tak pernah tersentuh manusia lain, aku melihat cipratan darah di setiap dinding gua, di batu-batu sungai, dan darah lain yang masih menetes di tubuh seorang mayat gadis kecil yang kini mengalir bersamaan dengan aliran sungai. Membuat warna air sungai berubah merah sebagian.
Aku heran di mana seorang pria tak kukenal yang ada dalam ingatanku waktu itu. Aku hanya sendiri di sana, tadinya berdua dengan gadis kecil itu saat masih hidup. Kini dengan isi kepalaku yang rasanya ingin meledak, aku berusaha melanjutkan setiap langkahku agar segera sampai di rumah dan bisa beristirahat. Aku benar-benar lelah saat itu. Tubuhku, juga pikiranku, rasanya aku ingin memukul kepala ini dan menghentikan semua suara-suara di dalamnya.
Untuk sesaat ku hentikan kakiku. Aku duduk di sebuah batu cukup besar dan membersihkan noda-noda darah di pakaianku, kubasuh juga tanganku yang sudah terbalur penuh darah yang bahkan sudah hampir mengering, lengket sekali rasanya. Tak lupa darah yang melekat di golok yang sedari tadi kugenggam. Meskipun aku sudah selesai membersihkan diri, rasanya tubuhku masih kotor, akal budiku masih cemar dan kukira, akan selamanya coreng-moreng, akan selalu begitu.
Aku mengusap air mata yang tiba-tiba menetes tanpa kusuruh. Aku merasakan sebuah rintihan, pekikkan pilu di lubuk sana, penyesalan karena ketidakmampuan bertindak, namun bisikan-bisikan di kepalaku berkata lain, justru merasa puas.
Kutegakkan kembali tubuhku dan menjejakkan kaki dan melangkah keluar dari hutan menuju tujuanku, rumah. Sengaja kutinggalkan golok itu di tengah hutan sebelumnya.
Saat tiba di rumah, ibuku sedang berada di dapur tengah memasak makanan. Dia sempat menanyakan dari mana saja aku seharian tadi, aku hanya berdalih membohonginya. Ibuku tidak mengetahui bahwa aku baru saja pulang bermain-main dengan adik perempuanku. Ibu benar-benar tidak menyadari putri bungsunya itu tidak ada, mungkin karena adikku itu sudah terbiasa pulang sore dari bermain.
Saat hari mulai gelap, barulah seisi rumah mulai cekcok saling menyalahkan karena lalai mengawasi anggota keluarga paling kecil itu. Ibu yang gampang panik menelepon orangtua teman-teman adikku, ayah sudah lama pergi keluar mencari anak kesayangannya itu, kakak laki-lakiku menyusuri kampung dengan sepeda motornya, semuanya berharap dapat menemukan anak hilang tersebut.
Sementara aku, hanya melamun memandang keluar jendela di kamarku. Pura-pura menelepon guru ngaji dan guru sekolah adikku. Ingin sekali kuumumkan bahwa putri bungsu di rumah ini sudah tidak ada. Jika tidak percaya lihat saja ke sungai.
Tumblr media
0 notes
cinews-id · 27 days ago
Text
Petugas Damkar Depok Minta Bantuan Presiden Prabowo Soal Alat Kerja yang Tak Memadai
DEPOK, Cinews.id – Viral di Media Sosial (Medsos) seorang juru padam Damkar Kota Depok meminta bantuan Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto soal alat kerja yang tidak memadai dalam bertugas memadamkan si Jago Merah. Diketahui baru-baru ini satu juru padam gugur dalam pemadaman kebakaran Pasar Cisalak, Cimanggis Depok pada Jumat (18/10/2024) lalu. “Bapak Presiden Prabowo, tolong perhatikan kami…
0 notes
konfrontasi · 27 days ago
Text
Pangkalan Truk di Cakung Jakarta Timur Diamuk Si Jago Merah
http://dlvr.it/TFxLTz
0 notes
mediaban · 1 month ago
Link
0 notes
ndablekdotcom · 2 months ago
Text
Gudang Barang Bekas di Pacitan Hangus Terbakar, Pemilik Kaget Tidak Ada Aktivitas yang Menyebabkan Api
Pacitan – Kebakaran melanda sebuah bangunan tua di Lingkungan Gantung, Kelurahan Pacitan, pada Senin (30/9/2024) sore. Gudang barang bekas milik Pipin Liansari yang terbuat dari kayu hangus dilalap si jago merah. Tak hanya itu, bangunan tersebut rata dengan tanah dalam hitungan jam, meski di dalamnya tidak ada aliran listrik ataupun kompor gas.   Gudang tersebut digunakan untuk menyimpan…
0 notes
kabarbanyuwangi · 2 months ago
Text
Kafe di Lereng Ijen Banyuwangi Ludes Terbakar, Segini Kerugian yang Diderita Pemilik Paglak Petung Segobang
RadarBanyuwangi.id – Insiden kebakaran terjadi di sebuah kafe atau rumah makan Paglak Petung yang berlokasi di Desa Segobang, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Rabu dini hari (18/9). Bangunan kafe berbahan bambu tersebut habis dilalap si jago merah. Kafe milik Ahmad Rosyadi, 34, itu terbakar sekitar pukul 00.54. Api menghanguskan seluruh bangunan dan isinya. Bangunan kafe yang menyediakan makanan khas…
0 notes