Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Pemburu
Saat ini merupakan masa liburan musim panas. Aku diantar orangtuaku ke rumah paman yang terletak di pinggiran kota, tepatnya di suatu desa terpencil yang dekat dengan hutan. Saat baru datang, aku melihat rumah tua yang dibangun dari kayu namun nampak elegan. Rumah itu juga memiliki loteng. Ini merupakan kali pertama aku datang ke rumah paman. Aku sendiri tidak begitu mengenal akrab pamanku ini. Sehingga yang pertama kali aku lakukan sesampainya di rumah paman adalah masuk ke kamar tamu dan melakukan aktivitasku seperti biasa. Aku memang sering menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain game dan menonton film favorit. Yah, kurang lebih itulah salah satu alasan orangtuaku membawaku kesini. Supaya aku dapat keluar rumah selain pada saat waktu sekolah.
Waktu berlalu, malam pun tiba. Aku lapar dan beranjak untuk mencari makanan. Maklum saja, seharian aku mengurung diri dalam kamar. Aku hendak menemui paman dan menanyakan tentang makan malam. Terlihat dia sedang mengasah pedangnya di gudang belakang. Aku melihatnya dari jauh. Jelas itu adalah pedang. Pedang yang panjang dan berkilau apabila terkena cahaya. Aku berfikir kalau dia merawatnya dengan baik. Terlihat pula, dia memiliki beberapa pedang lagi, yang ia letakkan pada rak pedang di sudut ruangan. Apa yang dilakukan pak tua itu dengan sekumpulan pedang yang berkilau miliknya?
Paman tiba-tiba berkata “jika kau mencari makanan, datanglah ke meja makan”. Dia memiliki intuisi yang tajam. Ketika sampai di meja makan, makanan sudah tersedia. Lauk hari itu adalah daging. Ternyata paman juga memiliki sebuah kulkas. Ketika kulihat isinya, dia memiliki stok daging yang cukup banyak.
Aku makan sembari melihat pemandangan luar rumah. Terlihat pepohonan yang besar dan menjulang tinggi, disertai dengan kegelapan yang menyeramkan. Bagian yang paling kubenci adalah pamanku pergi keluar rumah dan meninggalkanku sendirian. Ketika kutanyai, dia menjawab pergi untuk berburu. Dia pun pergi dengan mengalungkan pedangnya di punggung. Jelas saja dia memiliki cadangan daging yang cukup banyak, karena dia adalah seorang PEMBURU. Namun, berburu apa dia dengan menggunakan pedang?
Seusai makan dan mencuci piring, aku langsung bergegas ke kamar. Sendirian di rumah kayu yang terletak di tengah-tengah pepohonan besar dan tinggi disaat malam hari, siapa yang tidak takut? Lalu, ketika asik bermain game, tiba-tiba terdapat suatu cairan yang menetes dari atap kamar. Kamar ini sendiri terletak tepat di bawah ruangan loteng. Cairan itu menetes tepat di pundak. Merah dan berbau tidak sedap. Mungkin cat kayu yang disimpan paman di loteng. Pasti terdapat celah kecil di atap yang merupakan pembatas loteng dan kamar ini. Aku jadi sedikit ketakutan. Namun, ketakutanku tidak berhenti di situ saja, karena terdengar dengan samar, suara langkah kaki seseorang. Aku takut itu adalah hantu. Karena terlalu takut, aku memutuskan untuk langsung tidur dengan selimut yang menutup penuh tubuhku, sembari mendengarkan alunan lagu dari ponsel.
Hingga akhirnya pagi pun tiba. Aku beranjak untuk sarapan, sekaligus menanyai paman tentang ruang loteng di atas beserta suara yang kudengar semalam. Ketika kutanyai, paman hanya berkata kalau di atas tidak ada apa-apa, dan malah menyuruhku untuk mengeceknya sendiri di atas. Dia mengatakannya sembari mengeluarkan tawa khas miliknya. Bisa-bisanya dia bercanda dikala aku sedang ketakutan. Aku tidak akan sekalipun menginjakkan kakiku ke sana semenjak kejadian semalam. Aku terlalu takut.
Tanpa memedulikan ucapan paman, aku langsung menuju meja makan. Kini, menu makanannya berbeda, namun lauknya tetap daging. Kulihat stok daging di kulkas pun bertambah. Sepertinya dia berhasil saat berburu tadi malam.
Ketika malam kembali tiba, paman kembali pergi untuk berburu sembari membawa pedang yang dikalungkan di punggungnya. Dia meninggalkanku sendirian lagi di malam hari ini. Selama beberapa waktu berada di kamar, kini terdengar kembali suara langkah kaki di loteng. Suaranya kini makin nyaring. Bahkan juga terdapat semacam suara benda keras yang terjatuh. Kini aku takut itu bukan hantu. Bagaimana kalau itu perampok?
Akhirnya, aku memberanikan diri untuk mengeceknya di atas. Rasa penasaran ini menuntunku meskipun juga diiringi dengan ketakutan. Aku mengambil pedang milik paman di gudang. Perlahan, aku menaiki loteng dengan senter ponselku dan pedang milik paman. Ketika sampai di loteng, sekilas tidak nampak apa pun di sana. Namun aku tetap memberanikan diri untuk masuk lebih dalam.
Aku hanya melihat beberapa lilin di dinding loteng. Lilin yang masih baru. Siapa yang baru saja kemari? Namun bukan hal ini yang menyebabkan aku ketakutan. Jantungku terasa copot begitu menyadari terdapat beberapa kepala manusia yang terjajar di lantai. Aku terdiam. Lalu tiba-tiba aku serasa terjatuh ke lantai dan kesadaranku menurun. Aku tidak dapat merasakan sekujur tubuhku. Seolah kepalaku telah terlepas dari tubuhku. Pandanganku ada di lantai, sejajar dengan beberapa kepala yang kulihat tadi. Aku hanya dapat mendengar suara tawa khas dari pamanku.
0 notes
Text
Ibu
Sang surya bersinar terik di atas kepalaku. Suasana panas nan kering membuat tubuhku tak henti-hentinya mengeluarkan keringat. Kulirik sebentar jam di tangan kiriku. Pukul 13.00. Berarti sudah hampir satu jam lebih aku mencari adik laki-lakiku, tapi tak kunjung kutemukan. Ah, pasti dia pergi mengejar layang-layang lagi sampai lupa waktu makan. Gerutuku
Adik laki-lakiku itu, Daffa sangat suka bermain hingga lupa waktu. Pernah suatu ketika, dia pulang sehabis magrib dengan pakaian bernoda lumpur. Saat ditanyai dari mana, dia malah tersenyum polos mengatakan ketiduran di kebun. Tidak tahu saja aksinya membuatku dan ibu kerepotan mencarinya kemana-mana.
Seluruh tubuhku tersiram cahaya matahari. Aku bisa merasakan bajuku basah karena keringat. Pandanganku sedikit buram dan tenggorokan sangat kering. Sepertinya aku terlalu lama mencari Daffa dibawah sinar mentari.
Kakiku kini mulai berjalan kembali ke arah rumah. Aku akan mencari Daffa selepas istirahat sebentar. Aku terus berjalan langkah demi langkah hingga berhenti di sebuah rumah. Rumah kecil dengan pohon mangga agak besar di halamannya. Meskipun dibilang sederhana, nyatanya di rumah inilah aku membangun kenangan hidupku suatu per satu.
Perlahan kubuka pintu kayu itu. Begitu masuk aku langsung disambut oleh wangi harum masakan ibu yang tercium di seluruh ruangan. Wangi penuh rempah dengan sedikit bau cabai membuat perutku berteriak kelaparan.
Dengan langkah senang aku berjalan riang ke dapur. Bisa kulihat sosok wanita tua yang sedang berkutat di depan kompor. Aku tersenyum dan berteriak. “Ibu!”
Atas teriakanku ibu tersentak kaget. Dia melihatku sembari mengusap dadanya. Hehe. Maafkan anakmu yang suka jahil ini ya bu.
“Udah gausah ngagetin sono gih, cuci tangan abis itu kita makan daging” “Wah daging!”
Hanya dengan kata daging, mampu membuatku berseru gembira. Aku hanya hidup bersama ibu dan adikku. Sedangkan ayahku entah pergi kemana. Dia tak pernah mengirim pesan, dia bahkan tidak pernah mengirim uang untuk kebutuhan kami. Jadi wajar saja jika kami berhemat demi menekan pengeluaran bulanan.
Bagi keluarga kami yang seperti ini, daging menjadi makanan mewah yang jarang dikonsumsi.
Sudah terbayang lezatnya daging yang dicampur rempah dan bumbu di mulutku. Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi untuk mencuci tangan. Aku ingin segera memakan daging itu.
Aku begitu semangat memakan daging buatan ibu. Daging dengan kuah penuh rasa rempah dan sayuran membuatku melupakan sejenak hilangnya Daffa. Aku makan begitu lahap, hingga tidak menyadari ekspresi aneh ibuku saat dia melihatku makan.
—
Ugh. Aku berdahak kenyang. Daging buatan ibu memang sangat enak. Meskipun teksturnya agak aneh tapi, itu sangat enak.
Membayangkan daging lembut yang disatukan dengan segala macam sayuran membuatku ingin makan lagi. Apalagi saat ditambah nasi hangat dan sambal. Ah~ benar-benar kenikmatan dunia.
Sembari menunggu makanan-makanan itu tercerna aku berpikir tentang Daffa. Tadi saat aku bercerita Daffa hilang, ibu hanya menjawab tidak apa-apa. Mungkin ibu sudah terbiasa dengan Daffa yang suka kelayapan. Namun, tetap saja aku khawatir sebagai kakaknya. Tidakkah ibu terlalu santai?
Memikirkan itu, aku kembali mengingat ingat sosok ibu yang merupakan tulang punggung keluarga. Aku mencintai ibu sebagai seorang anak. Dan aku berniat untuk terus berbakti kepadanya tentu saja. Bagaimanapun ibu adalah orang yang melahirkan dan membesarkanku. Terlebih perjuangannya memperjuangkan kehidupan kami bahkan dengan mentalnya yang sedikit terganggu.
Akan tetapi, ada beberapa hal yang tidak kutahu tentang ibu. Ibu kadang bekerja demi mendapat penghasilan tapi aku tidak tahu ibu bekerja sebagai apa. Selain itu jika berkaitan dengan keanehan ibu, aku teringat saat aku tidak sengaja memergoki ibu melakukan sesuatu yang aneh di dekat pohon mangga. Seperti menabur bunga di sekeliling pohon pada malam-malam tertentu.
Dan yang lebih mengherankan lagi ada satu ruangan di rumah yang sangat dilarang oleh ibu untuk dimasuki. Ruangan itu terletak paling pojok rumah. Ruangan dengan wangi bunga yang pekat dan tidak boleh dimasuki oleh siapapun selain ibu.
Rasa penasaranku selalu membuncah ketika memikirkan ruangan ini. Ibu yang menabur bunga dibawah pohon dan ibu yang tidak membiarkan siapapun masuk ke sebuah ruangan sangat mencurigakan. Jika ini dihubungkan, mungkin ada satu hal yang bisa terbesit.
Pesugihan.
Tapi aku tak ingin berburuk sangka. Tidak mungkin ibu bisa melakukan itu. Apalagi ibu merupakan orang yang cukup ketat dalam normal agama. Tapi… tidak menutup kemungkinan ibu akan melakukan itu… kan?
Aku terdiam. Semakin aku memikirkannya semakin aku penasaran. Bagai anak kecil yang penasaran dengan sesuatu yang baru, akupun tertarik dengan rahasia yang disimpan ibu. Jika tidak salah, ibu pergi beberapa waktu lalu kan? Kalau begitu aku bisa dengan mudah melihat isi ruangan itu!
Seolah mendapatkan ide cemerlang aku segera bergegas menuju ruangan itu. Dengan pelan-pelan aku memperhatikan sekitar. Ibu sepertinya tidak akan kembali dalam waktu dekat. Menguatkan tekadku sebentar, aku lantas membuka pintu sedikit demi sedikit.
Kriettt… Begitu pintu terbuka, hanya ada kegelapan yang bisa terlihat. Ruangan itu begitu gelap tanpa ada yang bisa terlihat jelas. Wallpaper hitam yang dipasang membuat cahaya semakin susah masuk kesini.
Jantungku berdegup kencang. Kembali kekuatan niatku untuk masuk kesini. Perlahan aku masuk. Saat baru mengambil beberapa langkah, aku merasa kakiku menginjak sesuatu. Aku sedikit berjongkok melihat apa yang kuinjak. Disaat yang sama aku terkejut.
Benda yang kuinjak adalah kereta mainan milik Daffa. Tapi mengapa kereta itu berlumuran tinta merah? Tinta merah lengket ini seperti… darah.
Seketika tubuhku terdiam kaku. Baru saat aku menyadarinya, samar-samar tercium bau amis darah dan bau busuk bangkai bertebangan di udara, menggelitik hidungku. Mungkinkah?!
Aku dengan panik berlari ke tembok, mencari sakelar lampu. Begitu lampu dinyalakan, tubuhku semakin membeku kaku. Ruangan ini tidak sepenuhnya hitam. Wallpapernya bercampur dengan darah merah tua kering.
Terlebih potongan daging kecil berserakan di lantai. Aku bisa melihat sesuatu yang mirip dengan *** di ember dekat meja. Belum lagi potongan yang berbentuk seperti **** anak kecil yang terdapat di samping ember itu. Aku mundur selangkah. Seluruh tubuhku menjerit, berkata aku harus keluar dari ruangan ini secepatnya! Tapi kakiku terpaku masih syok dengan pemandangan yang kulihat.
Pemandangan ini sangat menakutkan sekaligus menjijikan. Tanpa bisa dikontrol tubuhku gemetaran. Air mata juga mulai mengenang di sudut mataku. Dalam penglihatan yang kabur aku bisa melihat dari sudut ruangan baju yang tadi pagi dikenakan Daffa. Baju berwarna biru dengan karakter kartun di depannya kini telah sobek menjadi dua. Sama seperti kereta mainannya, baju itu juga terkena cipratan darah.
Aku semakin menangis. Daffa tidak hilang. Dia—
Krieett. Tubuhku yang semula bergetar tiba-tiba membeku ketika mendengar suara pintu yang tertutup. Hanya ada satu orang yang bisa keluar masuk ke ruangan ini dengan mudah. Ibu. Mengetahui siapa yang masuk membuatku kembali bergetar ketakutan. Ibu pasti sangat marah saat tahu aku menyelinap masuk ke sini tanpa seizinnya.
Dengan tubuh gemetar aku berbalik perlahan. Dibelakang ibu tidak marah seperti yang kukira. Ibu hanya tersenyum lebar. Sangat lebar hingga kupikir bibirnya hampir robek.
“Ibu! A-aku—!” Belum sempat kuselesaikan kalimatku, ibu perlahan berjalan ke depanku. Dia kemudian berbisik di telingaku. Suara lembutnya mengalun indah bagai alunan musik ke dalam pendengaranku, berbeda dengan isinya yang sangat tidak terduga. “Daffa masih hidup. Buktinya dia ada di perut kamu kok.”
Apa? Aku terdiam berusaha mencerna maksud ibu. Daffa ada di dalam perutku? Apa maksudnya? Seakan mengetahui aku yang tengah dilanda kebingungan ibu kembali berucap.
“Daging tadi enak kan?”
Baru saat itulah aku menyadari maksud ibu. Daging yang kumakan, daging dengan tekstur yang berbeda dari daging ayam atau sapi. Itu bukan daging hewan. Itu daging—manusia.
Segera setelah menyadarinya, aku langsung berjongkok mengeluarkan semua isi perutku. Rasa mual yang sedari tadi kurasakan dan perkataan ibu membuatku memuntahkan makanan yang kumakan tadi. Aku terus memuntahkan isi lambungku sampai mataku berair.
Di muntahan itu masih terlihat daging sisa yang belum sempat tercerna. Aku berjongkok menangis dan terus merasa mual. Aku memakan daging adikku sendiri. Aku ingin percaya ini hanya bunga tidur semata dan bukan kenyataan. Akan tetapi seakan menertawakanku, bau darah terus menerus menari riang di sekitarku menusuk indra penciumanku.
Air mataku kembali mengalir bebas. Aku ingin merobek perutku sendiri, aku ingin berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi! Aku ingin kehidupanku yang damai kembali! Aku terus menangis sampai sebuah tangan menepuk pundakku.
Aku lupa. Karena terlalu sibuk menyangkal kenyataan aku sampai lupa bahwa aku tidak sendirian di ruangan ini. Aku mendongak melihat wajah ibuku. Wajah lembut itu masih sama dengan ibu yang kukenal tapi disaat yang sama wajah ibu terlihat asing. Bibirnya yang sentiasa tersenyum terbuka mengucapkan kata-kata. Kata-katanya terdengar seperti perintah hukuman atas kenakalanku.
“Kamu sayang banget sama Daffa kan? Mau ibu bantu buat ketemu dia?”
0 notes
Text
Gelang Setan
Semburat rembulan kian memucat, mencumbu pucuk-pucuk mendira yang kian membuku dibalut embun kelabu. Suara derit mesin kendaraan yang lalu lalang di depan kantorku berangsur-angsur mulai sirna seiring berjalannya waktu. Yang terdengar hanya nyanyian jangkrik dan hembusan angin malam yang membelai ranting-ranting pohon beringin dan jambu bol yang ada di halaman depan kantor. Itu berlangsung hingga fajar menjemput di balik hari.
Aku duduk dalam ruangan kantor perpustakaan tempat aku bekerja sebagai penjaga malam. Aku sudah menjalani pekerjaan ini selama delapan tahun, setiap malam tanpa ada libur. Aku memang bekerja seorang diri, jika aku libur tentu tidak ada yang menggantikan tugasku. Pernah aku mengusulkan kepada atasanku agar menambah lagi petugas jaga malam, agar pekerjaan bisa dilakukan secara bergilir. Namun menurut atasanku anggaran untuk penjaga malam dari PEMKOT hanya satu orang. Mungkin kantor perpustakaan dianggap tidak terlalu rawan dari pencurian, maka untuk penjaga malam cukuplah satu orang. Sehingga dengan demikin hingga sekarang aku tetap bertugas seorang diri.
Sebagai seorang penjaga malam honorer tentu tidaklah memiliki gaji yang besar. Tapi aku tetaplah mensyukurinya, karena menurutku kebahagiaan tidaklah diukur dari gaji yang besar. Kebahagian akan kita rasakan jika kita selalu merasa syukur dengan apa-apa yang diberikan Sang Pencipta kepada kita. Dan aku pun terus bersyukur karena anak dan istriku tidak pernah minta yang berlebihan. Mereka selalu menampakkan wajah gembira dan penuh keceriaan, jika kami sedang berkumpul menikmati makanan di atas meja apa adanya.
Istriku pun tidak tinggal diam, sehari-hari dia membantu juga untuk menambah penghasilan kami dengan membuat cemilan untuk dititipkan di warun-warung. Hasilnya lumayanlah untuk membuat dapur tetap ngebul dan anak tetap bersekolah. Dan istriku dengan senang hati mengerjakan semua itu. Hingga sampai sekarang dia tetap setia menemaniku walau kami sudah berusia 50-an tahun.
Selama delapan tahun aku bertugas sebagai penjaga malam tak pernah ada gangguan apapun, baik dari alam nyata maupun alam yang kasat mata. Oh… ya aku hampir lupa, pernah satu kali ada anak muda makai motor dalam keadaan mabok. Motornya menabrak pintu pagar, sehingga slot pintu pagar lepas. Hanya satu kali itu saja.
Untuk gangguan dari alam ghaib tidak pernah sama sekali. Pernah seorang pegawai kantor yang sudah lama dariku bekerja di situ menceritakan hal–hal ganjil dan aneh yang dia alami selama bekerja di situ, kejadiannya di siang hari. Tapi aku tak pernah mengubris cerita-cerita semacam itu. Dia juga mengatakan bahwa kantor itu dulunya dibangun di atas kuburan tua milik Belanda. Aku anggap ceritanya itu hanya untuk menakutiku, jangan–jangan dia menginginkan aku agar tidak betah atau takut bekerja di situ. Aku yakin aku lebih tahu dari pegawai itu soal kantor itu, sebab aku dilahirkan di kota itu. Sedari kecil aku juga pernah bermain-main di sekitar kantor itu, yang dulu belum menjadi kantor perpustakaan seperti sekarang ini. Terus terang dalam kehidupan sehari–hari aku tidak terlalu suka dengan hal-hal mistis, walaupun aku sering menonton film horor.
Demikianlah hingga hari ini tidak ada kejadian yang berarti selama aku menjalankan tugasku sebagai penjaga malam. Aku menikmati pekerjaanku seorang diri di tengah kesunyian malam yang penuh ketenangan dan kedamaian.. Ditemani sebuah laptop dan secangkir kopi untuk menghibur diri dan mengusir rasa ngantuk, sehingga aku bisa tidur dan istirahat jika malam sudah hampir berakhir. Keamanan pun terus terkendali hingga sampai pada suatu malam….
Aku menonton film horor di video yutube. Itu aku lakukan hampir setiap malam. Sudah ratusan atau mungkin ribuan film horor sudah aku tonton di video yutube, baik yang dari barat maupun dari negeri sendiri. Tapi aku lebih suka yang dari Barat, sebab menurutku yang dari Barat lebih masuk akal daripada yang lokal. Terkadang aku juga nonton film action dan video-video lain yang tersebar di yutube. Itu semua aku lakukan untuk mengusir kejenuhan dan mengulur waktu hingga sampai saatnya aku menghempaskan tubuhku di atas sofa yang ada di ruangan kantorku untuk beristirahat.
Sejenak aku menoleh ke arah jam tanganku yang keletak di atas meja dekat laptop. Waktu sudah menunjukkan pukul 03:00. Kulihat juga jam yang ada di pojok bawah layar monitar untuk meyakinkan kalau-kalau arlojiku tidak akur, jam di monitor juga menunjukkan waktu yang sama. Mataku terasa sudah berat untuk melotot kearah monitor, sebentar melek sebentar merem. Aku sudah tidak jelas lagi awal dan akhirnya adegan di film yang kutonton. Aku menguap lebar tanda kantuk sudah benar-benar menyerang.
Kumatikan laptopku yang sudah termasuk usang, karena sudah sepuluh tahun yang lalu aku beli, yang selalu setia menemaniku setiap malam. Aku masukkan kedalam tas yang setiap aku berangkat kerja selalu aku bawa yang isinya selain laptop ada juga benda–benda lain yang aku perlukan. Usai itu aku menuju toilet yang rutin aku lakukan setiap malam sebelum aku menghempaskan tubuhku di atas sofa. Hal itu sudah diajarkan oleh ibuku sedari kecil, agar sebelum tidur buang air kecil dulu. Mungkin itu diajarkan juga oleh ibu-ibu yang lain kepada anak–anaknya.
Perlahan-lahan aku merebahkan tubuhku di atas sofa yang setiap malam menjadi ranjang bagiku. Kutarik kain sarung untuk membungkus tubuhku dari ujung kaki hingga sebatas leher. Tubuhku terasa nyaman. Hembusan AC yang sudah kukurangi volumenya, yang menempel di dinding kantor, membuat tubuhku tidak merasa gerah pada saat musim kemarau seperti ini.
Ada hal yang tak pernah aku tinggalkan saat menjelang tidur. Aku selalu mengucapkan doa dan zikir yang telah diajarkan oleh Ayahku sejak dari kecil. Karena saat tertidur hanya Allah yang menjaga diri kita dari segala gangguan baik yang datang dari bumi maupun dari langit, begitulah yang dikatakan Ayahku dulu. Dan itu tetap kuingat dan kuyakini betul hingga aku sudah menjadi seorang ayah juga.
Tapi entah mengapa malam itu aku benar-benar lupa mengucapkan doa dan zikir, mungkin karena kantuk sudah terlalu berat, sehingga begitu merebahkan tubuhku di atas sofa mataku langsung terpejam, membawaku ke alam mimpi.
Dalam mimpiku aku berada di sebuah goa yang tidak aku kenal di mana lokasinya. Karena aku memang tidak perah memasuki sebuah goa, baik untuk tujuan wisata maupun tujuan yang lainnya. Dan di daerah tempat tinggalku memang tidak ada goa. Tempat wisata di daerahku adalah pantai dan ada beberapa air terjun dan sumber air panas yang keberadaannya belum diperhatikan secara maksimal oleh pihak yang berwenang di daerah tempat tinggalku.
Aku pernah mendaki gunung, tapi itu pun sudah lama sekali, di jaman aku masih mengenakan seragam Pramuka dan seragam putih abu-abu. Di daerahku ada gunung, tetapi tidak terlau tinggi seperti gunung–gunung lain yang ada di nusantara. Mungkin boleh jadi masih dikategorikan sebagai bukit.
Goa yang ada dalam mimpiku, di sisi kiri kanan terdapat bongkahan–bongkahan batu besar, ada juga di sisi lain berbentuk runcing yang sebagian menempel langsung di dinding dan langit-langit goa. Di antara batu–batu itu ada juga air mengalir. Udara di dalam goa terasa sejuk walaupun tidak ada celah ataupun lobang kecil tempat keluar masuk udara maupun tempat menyeruaknya sinar mentari. Mungkin karena pengaruh aliran air di dalam goa sehingga membuat suasana di dalam goa terasa sejuk. Dan aku pun tak pernah tahu dari mana aliran air itu berasal. Yang kutahu hanyalah semua yang terjadi dan berlangsung di muka bumi ini sudah kehendak Sang Pencipta. Ada hal-hal yang terjadi di luar jangkauan akal kita. Hal semacam itu menurutku tidak perlu kita bersusah payah memikirkannya, karena akan membuat diri kita semakin bingung, syukur–syukur tidak sampai stress atau bahkan menjadi gila.
Saat aku terpana memandang ke arah sekeliling goa, aku merasakan ada tangan dingin dan kaku menyentuh pundakku. Secara refleks aku membalikkan tubuh dengan maksud untuk menghindar karena didera rasa gaget yang teramat sangat. Bersamaan dengan itu, di dalam gua menyeruak bau kemenyan yang entah dari mana datangnya, membuat bulu kuduk tambah merinding. Di hadapanku berdiri sesosok makhluk yang belum pernah aku lihat sepanjang hidupku. Dadaku terasa berdebar, bulu kudukku merinding, lututku terasa bergetar sehingga lantai goa yang aku pijak tidak terasa lagi. Perasaan takut dan cemas menyeran jiwa dan ragaku. Belum pernah aku merasakan takut seperti itu di dunia nyata.
0 notes
Text
Mimpi Buruk
Di malam yang sunyi pada tepatnya jam 9 malam aku tidak bisa tidur karena habis mengerjakan tugas sekolah dengan minum kopi, aku berniat keluar kamar untuk melihat keadaan rumah, namun semua keluargaku, ayahku ibuku dan kakakku sudah tidur.
Aku merasa haus dan berniat pergi ke dapur sendirian untuk mengambil minum, tetapi aku diselimuti dengan rasa takut dan hawa dingin, namun aku tetap nekat untuk pergi ke dapur sendirian, setelah meminum segelas air aku langsung berlari ke arah kamar dengan tergesa-gesa karena rasa takut seperti dikejar sesuatu.
Setelah sampai di kamar aku berniat untuk tidur lagi, tetapi aku tidak bisa tidur karena tubuhku masih gemetar dan merinding. Setelah menenangkan diri aku membaca buku cerita sebagai pendamping tidurku, buku itu berisi cerita tentang seorang anak laki-laki bernama Arya yang bermimpi buruk karena sebelum tidur dia tidak berdoa, di dalam buku Arya sedang bermimpi dibawa neneknya ke alam kematian untuk menemaninya.
Di dalam mimpi Arya berkata “Aku sedang berada di mana ini?” lalu ada seorang nenek yang menghampirinya dan berkata “Kamu sedang berada di alam kematian nak,” lalu dengan kaget Arya berkata “Apakah aku sudah mati?” “Tidak nak,” jawab si nenek, lalu Arya bertanya kepada si nenek “Siapa kamu dan siapa namamu?” “Namaku Surti” si nenek menjawab dengan senyum jahat,” “Siapa kamu sebenarnya,” tanya Arya. “Aku nenekmu wahai cucuku Arya,” jawab nenek Surti dengan rasa sedih karena sudah dilupakan oleh cucunya. “Namun kenapa aku tidak pernah melihatmu jika engkau nenekku,” ucap Arya “Karena ketika kamu masih berumur 1 minggu aku meninggal dunia,” jawab nenek Surti dengan menangis dan rasa sedih. “Lalu kenapa kamu membawaku ke alammu Nek?” tanya Arya “Aku membawamu ke alammku lewat mimpi karena aku rindu padamu wahai cucuku Arya,” jawab nenek Surti.
Lalu aku melanjutkan membaca buku cerita tersebut dengan ekspresi dan rasa takut karena isi ceritanya sangat seram dan mengharukan, karena terlalu asyik membaca aku melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 22.30 WIB namun karena terlalu asik aku tidak memikirkan kalau besok sekolah jadi aku melanjutkan, membaca isi buku cerita tersebut.
Selang waktu membaca, aku menemukan sebuah episode yang sangat sedih. “Nek apakah engkau merasa kurang mendapat doa dari bapak dan ibukku mengapa engkau membawaku ke alammu?” Tanya Arya, nenek Surti menjawab dengan menangis dan nada pelan “Dulu waktu aku mati bapak dan ibumu tidak menengokku wahai cucuku, karena mereka masih sibuk untuk mengurusimu saat itu, jadi aku membawamu ke alamku untuk memberi tahumu tentang sifat asli ayah dan ibumu,” “Apa? Jadi bagaimana sifat ayah dan ibuku yang sebenarnya nek,?” Tanya Arya dengan rasa emosi “Sebenarnya ayah dan ibumu itu orang yang kejam nak, dulu sebelum aku meninggal mereka tidak pernah menjengukku dan tidak membawaku ke rumah sakit,” jawab nenek Surti dengan sedih Lalu Arya kembali bertanya dengan rasa sedih “Mengapa engkau tidak menelepon mereka saja nek,?” “Aku sudah meneleponnya berkali-kali tetapi mereka selalu saja menjadikan kehamilan ibumu sebagai alasan,” jawab nenek Surti.
Arya merasa bersalah karena ibunya menghamil dia neneknya tidak mendapat pertolongan medis, “Maafkan aku ya nek karena ibu sedang menghamilku jadi mereka tidak bisa menjengukmu,” ucap Arya dengan menangis “Tidak apa-apa cucuku itu bukan salahmu tetapi memang sudah takdir tuhan, tidak ada satu orangpun yang mengetahui kematiannya kecuali tuhan,” jawab nenek Surti.
“Tetapi apa yang kau maksud dengan sifat ayah dan ibukku yang kejam nek,?” Tanya Arya “Dulu waktu kamu belum ada dan kakakmu masih kelas 4 SD ayahmu selalu memarahi kakakmu karena ketika dia memnta izin untuk bermain dengan kwan kawannya ayahmu tidah mengizinkannya dan malah memarahinya,” jawab nenek Surti. “Lalu apa lagi yang dilakukan ayahku terhadap kakakku nek,?” Tanya Arya dengan rasa marah, “Kakakmu pernah dikekang, tidak boleh keluar rumah untuk bermain dengan teman temannya,” jawab nenek “Jika ibukku dia pernah memperlakukan apa saja terhadap kakaku nek,?” Tanya Arya dengan rasa emosi dam marah “Ibumu selalu menyuruh kakakmu untuk melakukan pekerjaan rumah, sedangkan ibumu hanya asik bermain Hp dan menonton TV, jika kakakmu tidak bersih ketika menyapu ibumu akan memukul kakinya dengan sapu, jika kakakmu tidak bersih ketika mencuci piring, ibumu akan memecahkan gelas kaca ke tangannya sampai berdarah,” jawab nenek Surti
Dan Arya kembali bertanya dengan rasa penasaran “Mengapa engkau tidak membela kakakku saja nek,” “Jika nenek membela kakakmu ayah dan ibumu akan lebih parah memperlakukan nenek daripada kakakmu,” jawab nenek Surti dengan menangis.
Lalu aku melanjutkan membaca buku cerita tersebut dengan asik karena alur ceritanya sudah tidak terlalu menyeramkan, aku tidak melihat jam lagi karena sudah fokus untuk membaca, padahal jam sudah menunjukkan pukul 23.10 WIB, aku mengabaikan malam yang sudah larut untuk membaca buku cerita tersebut, namun setelah jam menujukkan pukul 05.15 WIB aku terbangun, karena kejadian semalam hanyalah mimpiku, aku bermimpi buruk karena tidak membaca doa sebelum tidur, agar tidak mimpi buruk aku selalu berdoa sebelum tidur.
0 notes
Text
Ular Ghaib di Jembatan Sukuh
Jembatan Sukuh adalah jembatan yang tidak asing oleh penduduk sekitar sungai. Tapi itu cerita saat aku masih kecil. Kira-kira umurku 7 tahun saat itu. Aku juga tidak tau apakah itu hanya rumor atau bukan. Tapi karena aku masih polos jadi aku mempercayai kata-kata itu.
Saat aku sedang bermain dengan teman-teman di halaman rumah seorang kakek. Kami suka bermain permainan tradisional yang disebut gasing. Tapi kami menyebutnya kekean.
“Hei kau curang ini bukan giliranmu,” kata Hamid yang membentak Rudi karena curang. “Apa yang kau bicarakan ini giliranku,” Rudi menjawab dengan nada yang agak tinggi. “Heh sudah-sudah jangan bertengkar,” mereka pun terdiam. “Gimana kalo main yang lain,” kataku lagi.
Akhirnya kami setuju dan mulai bermain kelereng. Memang Hamid dan Rudi tidak begitu akur, tapi mereka akan berbaikan lagi yah namanya juga teman selalu ada konflik.
Kami main sampai sore, yah karena besok hari minggu jadi tidak masalah. Kami sehabis main biasanya ke sungai. Sungai itu berada dibawah jembatan sukuh. Rumornya memang ada ular Ghaib ciri-cirinya yah besar, panjang, berwarna putih dan ada corak hitamnya. Namun nyatanya ada orang yang masih suka mandi disitu. Memang benar sungainya jernih makanya banyak yang suka mandi di sungai itu. “menyegarkan,” kata orang-orang.
“Hei Hamid ayok lah kita nyebur tunggu apa lagi,” seru Rudi yang sudah nyebur terlebih dahulu. “Sabarlah kau,” kata Rudi.
Aku tidak mau kalah aku sudah nyebur terlebih dahulu dibanding Hamid. Sungainya memang menyegarkan seperti kata orang-orang. Biasanya yang mandi disini kebanyakan orang yang habis dari sawah. wuhhh memang enak sekali abis berkeringat karena ke sawah, melepas penat ke sungai.
“Hei untuk kegiatan besok kan hari minggu nah gimana kalo kita mancing aja,” ajak Hamid. “Ide bagus, tapi jam berapa mancingnya,” tanya Rudi. “Emmm gimana kalo jam satu siang,” jawab Hamid.
Saat itu aku teringat akan perkataan orang-orang. Yaitu kalau ke sungai dari jam duabelas siang sampai jam dua siang. Kata mereka biasanya ular ghaib keluar. “Hamid kalo ke sungai jam satu siang ada ular ghaib,” kataku. “Halah kau nih itu kan hanya rumor belaka,” sahut Hamid. Hah Hamid memang sedikit keras kepala jadi aku akan mengikutinya saja. Dirasa sudah cukup berendam di sungai kami pulang ke rumah masing-masing.
Sampai di rumah aku ganti baju dan sholat ashar. Selesai sholat aku mengaji sebentar. Tak terasa sudah azan magrib, aku dan ayahku pergi ke masjid untuk sholat berjamaah.
Habis magrib biasanya aku belajar tapi dikarenakan besok minggu yah sudah jadi kebiasaanku kalau malam minggu tidak belajar. Saat itu aku nonton TV yah saat itu kakakku pulang dari kerja. Biasannya aku minta dipinjamkan HP yah karena besok minggu jadi aku dipinjami. Kakakku terlihat lelah jadi dia beristirahat. Aku bermain HP dan bermain game mobil mobilan kesuakaanku. Tak terasa sudah jam delapan sembilan malam dan aku harus tidur sebelum dimarahi ibu.
Keesokan paginya aku membantu orang tuaku seperti menyapu, cuci piring dan lain lain. Aku olahraga pagi bersepeda bersama dua orang teman baiku Rudi dan Hamid. Kami bersepeda tidak perlu jauh-jauh hanya mengitari satu kampong. Terkadang kami mampir ke warung untuk beli sari kedelai. Sari kedelai kesukaanku adalah sari kedelai gula merah.
“ouh segar sekali,” kataku. “Yah kau benar,” kata Hamid.
Kami melanjutkan bersepeda kali ini kami pulang ke rumah masing masing .Aku keburu lapar karena lupa makan sebelum keluar tadi. Aku mengambil piring, membuka tudung saji, mengambil lauk pauk dan juga nasi. Aku menyantap makanan dengan lahap karena aku sangat lapar. Setelah kenyang nonton TV acara kesukaanku dimalam minggu. Jam sembilan teman teman menjemput hendak bermain.
“Mau main apa Rud,” kataku. “Main jedokan aja,” kata Rudi. “Ya udah cari bambu di kebun yuk banyak,” kataku.
Kami pergi ke kebun mencari bambu yang bagus. Jedokan adalah permainan jaman dulu yang terbuat dari bambu kecil yang disodok oleh bambu kecil lainnya. Kami meminta pakdhe buatkan setelah kami dapat bambunya. Kami juga membantu pakdhe membuatkannya untuk kami. Kami bermain bersama-sama.
“Hei, jangan kenain kepala dong,” teriak Rudi. “Cengeng padahal pelurunya cuma kertas basah doang,” kata Hamid. “Hah mereka mulai lagi,” kataku.
Siang hari di jam satu siang sesuai kesepakatan kami, kami ke sungai bersama. Kami membawa pancingan dan umpan. Kami memancing tidak begitu lama sesuai dugaanku tidak begitu lama muncul sesosok ular warna putih sesuai kata orang-orang.
“Mid, Hamid itu ular ghaibnya Mid,” kataku. “I-iya besar sekali,” kata Hamid Kami bertiga sontak lari terbirit-birit kami lari ke rumah masing-masing.
Tiba-tiba pada sore harinya badan mereka panas muka mereka pucat mereka seolah masih meratapi sesosok ular besar tadi. Saat mereka ditanya mereka bilang mereka melihat sesosok ular besar yang siap melahap mereka saat mereka memancing.
Orangtua mereka terkejut begitu juga orangtuaku. Katanya sesosok ular ghaib itu sebenarnya adalah siluman. Kalau malam tertentu dia berubah menjadi sosok cantik baju putih serta selendang putih. Kakekku yang mendengar itu juga sontak terkejut dan berkata. “Kita harus membawa sesajen untuk ular itu,”
Mereka bergegas ke jembatan sungai dengan membawa sesajan yang ada. Alangkah terkejutnya di sana ada sesosok wanita dengan baju putih menghilang dalam sekejap.
0 notes
Text
Rumah Sakit Angker
Pada suatu hari zoro dan sanji ingin mencoba masuk ke rumah sakit anker tersebut untuk menelusuri rumah angker tersebut. Setelah lama kita menelusuri tidak terjadi apa.
Pada keesokan harinya para tetangga bercerita bahwa kemarin malam banyak yang mendengar suara tangisan dan jeritan pada rumah sakit tersebut. “tapi mengapa saya dan udin kesana tidak ada apa” ucap kata zoro.
Kemudian zoro pergi ke rumah sanji untuk mengetahui kejadian tetangga zoro tersebut. Setelah sampai ke rumah sanji Zoro mengetuk pintu sanji. “ada apa zoro ke rumah saya” ucap sanji “saya mau bercerita kejadian malam tersebut” ucap zoro “ada apa kejadian malam tersebut” ucap sanji “kemarin malam kita pergi ke rumah angker dan tidak terjadi apa” ucap zoro “iya lanjutkan” ucap sanji “tapi mengapa tetangga saya mendengar suara jeritan dan tangisan” ucap zoro. “kok bisa, gimana kita menelusuri suara tersebut” ucap sanji “ayo, sekalian saya akan mengajak teman saya” ucap zoro.
Setelah larutnya waktu ia bersiap siap untuk menelusuri suara tersebut. “apakah semua sudah siap” ucap zoro. “siap” ucap sanji dan luffy. Merkeka menelusuri di berbagi tempat. tapi tidak ada apa apa. Akhirnya dibagi masing tempat mereka oleh zoro “saya akan menelusuri ruang acu, sanji menelusuri ruang mayat, dan luffy menelusuri ruang darurat” ucap zoro.
Zoro yang menelusuri ruang acu hanya menemukan alat operasi. Dan sanji yang menelusuri ruang mayat hanya menemukan kain kafan dan berbagai benda lainnya yang sangat aneh. Kemudian luffy yang menelusuri ruang darurat hanya menemukan darah. luffy pun masih menelusuri tempat itu dan ia melihat sebuah kain kafan yang melayang di hadapannya ia berteriak yang sekeras mungkin. “tolonggg!!!” ucap luffy
Kemudian sanji dan dan zoro lari terbirit-birit ke tempat luffy berada tapi tidak menemukan luffy. Sanji yang melihat di bawah Kasur pun tidak ada hanya ada baju suster. Kemudian zoro yang mengacak-acak tempat itu pun tidak ada. Sanji dan zoro pun panik karena salah satu teman mereka hilang.
“gimana ini si luffy” ucap sanji. “jangan panik” ucap zoro. “kita akan mencarinya lagi” ucap zoro. “jam berapa ini udah sangat malam” ucap sanji. “jam 01.00 yang aslinya waktu kita pulang dari tempat ini”. ucap zoro. Mereka pun akhirnya pulang berdua tanpa luffy yang masih hilang di tempat rumah sakit angker tersebut.
Pada keesokan harinya kampung mereka berdua mengadakan rapat warga atas kehilangan teman dari zoro dan sanji rapat di mulai pada jam ke 09.00 di rumah luffy. beberapa jam itu keluarga luffy tidak terima atas kehilangan luffy. Para warga memanggil paranormal untuk mencari luffy yang hilang.
Para normal melakukan ritual untuk mencari luffy. Kemudian paranormal pun selesai.
“bagaimana anakku yang hilang di rumah angker tersebut” ucap ibu luffy. “anak kamu masih di rumah angker” ucap paranormal. Mereka zoro dan sanji mendengar perkataan mereka berdua.
“Bagaimana ini luffy masih di rumah angker tersebut” ucap sanji. “kita akan menelusuri tempat itu lagi malam ini” ucap zoro. “okeh” ucap sanji.
Malam pun tiba mereka berdua siap-siap untuk pergi ke tempat itu lagi untuk mencari luffy. Mereka berdua mencari di tempat luffy berada tapi tidak ada. Mereka mencari di berbagai tempat tapi tidak menemukan luffy.
“Bagaimana ini luffy belum ketemu” ucap sanji. “jangan menyerah” ucap zoro.
Mereka berdua mencari di tempat lain. Mereka pun melihat kain kafan yang melayang di depan mereka dengan suara yang bikin mereka merinding. Waktu yang berlalu, mereka ke tempat gudang melihat sesosok hantu yang berada di sudut depan yang mukanya berlumuran darah dan muka hancur tapi mereka berhasil menemukan luffy. Mereka segera pulang dan mereka terhadang olah hantu yang badannya besar dengan mata yang berwarna merah meraka berteriak yang kemudian hantu itu pun hilang. Mereka berhasil selamat yang akhirnya mereka telah tiba di rumah masing-masing dan rumah sakit angker tersebut pun harus roboh.
0 notes
Text
Terowongan Angker
Suatu malam hari terjadi kecelakaan di terowongan yang sangat menengerikan yang mengakibatkan korban tersebut meninggal dengan keadaan terlindas motor, konon katanya tempat tersebut ada arwah gentayangan yang sedang mencari tubuhnya yang hilang.
Pada suatu hari Rehan dan Nona sedang berjalan untuk pergi ke kampus, karena jalan menuju kampus lewat jalan raya terlalu lama jadi mereka lewat terowongan angker tersebut.
Sesampainya di kampus mereka lagi mengobrol. “Han, kamu tadi ngerasa ada yang aneh gak?” tanya Nona dengan perasaan merinding. Dan Rehan pun menjawab dengan santai “Aku gak ngerasa apa-apa, memangnya ada apa?”. “Kamu gak denger mitosnya terowongan tersebut?, katanya dulu ada orang kecelakaan di tempat tersebut hingga ada yang sampai meninggal” ucap Nona lagi “HAH!… Yang benar saja sayangg… tapi kok aku baru dengar” Rehan pun kaget mendengar cerita itu “Iyalah orang kamu aja jarang keluar rumah kerjaannya hp, laptop mulu ngajak keluar aja gak pernah” sewot Nona dengan senyum jahatnya
Tiba-tiba suara bel masuk berbunyi itu pertanda pelajaran akan segera dimulai. Dan dosen pun juga masuk ruangan dengan membawa laptop dan buku pelajarannya.
Setelah beberapa jam pelajaran bel istirahat pun berbunyi. Semua mahasiswa pergi ke kantin untuk membeli makanan. Rehan dan teman-temannya pergi ke kantin nomor 5. Mereka pun mengobrol santai tentang tugas presentasi untuk minggu depan. Tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kehadiran Nona dan dua temannya.
“UHUK.. UHUKK” Rehan pun tersedak pentol bakso yang sedang dia kunyah. “Ambilin air weh” Ucap si Rama salah satu teman Rehan sejak SMP. “Nih, nih es the gua minum aja” Ujar si Mamat. Rehan pun meminum es teh milik Mamat sampai habis. “Lah, Malah dihabisin terus gua minum apaan ini Bego” ucap si Mamat dengan ekspresi marah dan kecewa. Rehan pun menjawab “Ya sorry Mat lagian gua lagi kesedak pentol, tuh suruh Nona dan temannya gantiin jangan gua” Nona menjawab “Ihh.. Kok aku mereka berdua tuh tadi aku ngikuti pikiran mereka” dan Nona mengejek temannya dan tertawa “Lohh bukan kita Mat yang bikin kalian terkejut tuh si Bella” ucap Mila sambil menunjuk Bella “Yaelah gua lagi ya udah nih dua puluh ribu buat kalian bertiga” ucap Bella. Iya Bella adalah anak orang kaya sehari uang sakunya saja satu juta.
Rehan pun memotong percakapan mereka “Ehh.. btw, kalian mau ikut ke pestanya adik nya Nona gak?, Kalo ikut gua jemput ntar pake mobil gue” “Ya jelas ikut dong” Mereka semua, menjawab bersamaan “Okee, nanti malam gua jemput, lagian besok libur pestanya juga dimulai jam 10” ucap si Rehan
Malam hari kemudian Rehan menjemput teman-temannya, tinggal menunggu Bella yang sibuk dengan penampilannya yang blesteran Jepang-Indo “Lama banget Bella bosen gua nunggu” ucap Mila “Sorry guys gua lagi sibuk merias muka gua yang cantik mempesona ini” “HUEKK” ujar si Rama yang sedang mengejek Bella “Enak aja lo ngejek muka gua” sewot si Bella Rehan pun memotong pembicaraan mereka “Sudah apa belum debatnya kalo belum gua tinggal” “UDAH KOK UDAH” Ucap mereka berdua “Kalo gitu masuk mobil sana” ucap Rehan dengan nada agak tinggi Mereka pun berangkat menuju ke rumah Nona.
Sesampainya di rumah Nona mereka menunggu adik nya yang bersiap-siap untuk pestanya. Setelah mereka menunggu selama sepuluh menit mereka berfoto bersama. Waktu mengarah kearah jam sepuluh tepat artinya mereka akan memulai pestanya. Pesta adiknya Nona begitu meriah sehingga pesta selesai pukul tiga pagi. Mereka memutuskan untuk menginap di rumah Nona yang terlihat besar. Rehan dan Nona pun berbincang di balkon rumah. Tiba-tiba mereka melihat seseorang tanpa tubuh melihat kearah mereka dan menghilang. Nona pun menjerit histeris.
“AAA…. Sayang tadi itu apa?, lalu kenapa wajahnya berlumuran darah..” Teriak Nona hingga mengejutkan seisi rumah. Teman-temannya pun berlari kearah Nona dan Rehan. “Udah, udah jangan nangis ada aku, sini peluk” ucap si Rehan menenangkan tangisan Nona.
Kemudian Rama bertanya “Tadi ada apa kenapa dia berteriak??”, Rehan pun menjawab “Tadi Nona melihat orang tanpa tubuh wajah nya juga berlumuran darah” ucap si Rehan “Gua cek kebawah dulu” ucap si Mamat. Lalu ia berteriak “Tidak ada apa-apa disini, hanya ada sepucuk surat”. Mamat pun bergegas ke lantai tempat mereka berada. Si Rama pun membuka kertas tersebut dan membacanya “untuk kalian semua tunggulah aku, aku butuh bantuan kalian” Si Rama Pun Terkejut Ada Sebuah Jari Telunjuk Yang Seperti Barusaja Di potong. Mila, Bella, Nona pun berteriak histeris, lalu Rama turun kebawah dan membakarnya.
Suasananya menjadi hening Nona dan Bella jadi jatuh sakit karena kejadian tersebut sedangkan adiknya Nona masih menelfon orangtuanya untuk pulang. Pagi hari mereka bergegas untuk pulang. Jadi Rehan yang mengantarkan mereka pulang tetapi Rama meminta untuk semuanya pulang jam Sembilan malam.
Dimalam harinya Jam menunjukkan pukul Sembilan malam mereka bergegas pulang. Hanya Bella yang masih ada di rumah Nona karena sedang sakit. Rehan pun menyalakan mobilnya seketika ibunya Nona melihat belakang mobilnya ada sesuatu berwarna merah. Mereka memutuskan lewat terowongan angker tersebut.
Tiba-tiba ada sesosok orang tanpa tubuh menculik Rama dan mereka pun keluar dari mobil.
0 notes
Text
Lorong Panjang
Hai aku Aloda, aku tinggal di sebuah desa Sumber Air, apakah kalian tau mengapa dinamakan desa Sumber Air? karena pada waktu itu ditemukan sumber mata air yang begitu jernih dan bersih. Karena itulah desa ini dinamakan desa Sumber Air.
Aku disini ingin menceritakan sebuah pengalaman terburukku selama aku menempati rumah ini.
Waktu itu aku baru saja pulang dari les pada jam 21.00. Orangtuaku mewajibkanku untuk les agar nilaiku semakin bagus dan aku setuju dengan keputusan orangtuaku. Pelajaran yang tidak aku mengerti bisa aku tanyakan kembali saat les.
Sebelum memasuki rumah aku harus melewati lorong yang panjang dulu saat itu. Aku berjalan dengan cepat agar segera sampai di rumah karena aku termasuk orang yang takut dengan hal ghaib.
Namun pada saat aku sedang berjalan aku merasa ada yang mengikutiku dibelakangku, spontan aku melihat kearah belakang dan tidak ada siapa siapa. Aku lanjut berjalan kembali semakin cepat dan aku memutuskan untuk berlari.
Detak jantungku berdebar tidak beraturan. Ini bukan berdebar karena cinta tetapi tentang hal yang tak kasat mata. Akupun langsung mengambil air putih dan meminumnya hingga tandas.
“Oda, kok keringetan gitu, kenapa?” tanya mamaku. “Tidak apa apa mah, Oda baik baik saja” aku lebih memilih untuk menyimpannya sendiri, mungkin itu hanya halusinasiku yang terlalu takut dengan hal ghaib. “Yasudah, jangan lupa makan ya setelah itu tidur” ucap mamaku. “Siap mah” akupun mengambil nasi dan lauk yang disimpan oleh mamaku di lemari makan.
Aku memakannya dengan lahap karena aku belum makan sedari sore tadi. Setelah selesai makan aku menaruhnya ditempat cuci piring dan pergi ke kamar. Sejenak aku bermain handphone melihat apakah ada pesan penting atau tidak. Akupun menaruh handphoneku lalu lanjut untuk tidur.
Jam 04.30 aku bangun dari tidurku dan wudhu untuk melaksanakan sholat subuh. Setelah itu aku bersiap siap untuk mandi dan sekolah.
“Pagi mah” aku menyapa mamaku yang sedang memasak dan menunggu makanan matang. “Pagi” sapa kembali mama padaku. “Nanti lesnya naik gojek lagi ya, mama sama papa lagi sibuk, gapapa kan?” tanya mama padaku. “Gapapa mah, tenang aja”.
Makanan yang dimasak oleh mamaku sudah matang dan akupun makan dengan tenang setelah itu berpamitan untuk sekolah.
“Aku pamit sekolah ya mah” ucapku pada mama. “Iya, belajar yang rajin” pesan mama padaku. “Siapp”.
Aku diantar oleh papaku sambil berangkat kerja. Beberapa menit di perjalanan akhirnya sampai di tempat aku menuntut ilmu.
“Pamit ya pa” aku pamit kepada papaku. “Belajar yang rajin” pesan papa padaku. “Siapp” aku berjalan menuju gerbang sekolah dan menunggu bel pertanda pelajaran akan dimulai. Dari jam 08.00 sampai jam 15.00 aku bersekolah. Lelah rasanya apalagi ditambah aku akan kerja kelompok hari ini setelah itu aku akan pergi untuk les.
Setelah melakukan kegiatan sekolah akupun menunggu gojek yang aku pesan untuk menuju ke tempat les. Gojek yang aku pesan adalah gojek langgananku karena sering kali mama dan papaku tidak bisa mengantar lantaran sibuk kerja.
Setelah sampai aku mulai mengeluarkan pelajaran yang akan dipelajari dan sesekali aku bercanda dengan teman diles lesanku.
“Aloda, kamu masih pakai seragam, apa baru pulang?” tanya salah satu temanku. “Enggak sebenarnya, aku sudah pulang dari jam 15.00, hanya saja aku kerja kelompok sampai jam 18.00 sekalian saja tidak ganti” aku terkekeh. “Oh begitu, ya sudah” setelah itu dia kembali ke tempat duduknya.
Selama 4 jam aku belajar, mengerjakan pr dan mempelajari apa yang akan dipelajari besok di sekolah.
Tak terasa pukul 21.00 pun sampai, aku sudah memesan gojek yang akan mengantarku pulang. Kembali lagi aku melewati lorong panjang yang ada dirumahku. Aku berjalan cepat agar segera sampai di rumah namun tiba tiba saja aku terpeleset. “Akhh!” aku meringis, mungkin ini karena aku tidak hati hati dan terlalu cepat berjalan.
Aku bangkit dan berjalan dengan tertatih namun aku merasa kakiku ada yang memegangi. Jantungku kembali berdetak seperti kemarin.
Aku mencoba menarik kakiku tanpa melihat kearah belakang namun semakin ditarik semakin sakit kakiku karena terkilir dan semakin kuat juga pegangan pada kakiku.
Perlahan lahan aku melihat kearah belakang. Aku melihat dua tangan yang memegangi kakiku. Keringat bercucuran didahiku dan jantungku semakin cepat berdetak tidak beraturan. Aku berteriak memanggil mamaku.
“MAMAAAA!” aku berteriak sekencang kencangnya. “TOLONGG!”. “TOLONGGG!” aku terus berteriak sekencang kencangnya sampai suaraku menjadi serak. “PAPAAAA TOLONGGG!”. “AKHHH TOLONGG MAA!” suaraku melemah.
Badanku menjadi lemas tetapi tangan yang memegangi kakiku masih ada. Sampai akhirnya aku sudah tidak kuat untuk menahan bobot tubuhku dan berakhir aku pingsan di lorong panjang rumahku.
Aku mengedipkan mataku ketika semuanya menjadi buram, aku memegang kepalaku yang pusing. Teringat kembali kejadian yang pernah aku alami dan aku kembali berteriak memanggil mamaku.
“MAMAA!” dengan terburu buru mama menuju kearahku dan langsung memelukku. Tubuhku bergetar dan keringat dingin membasahi tubuhku. Aku terus memeluk tubuh mamaku sampai aku tenang. “Kenapa? kenapa berteriak?” mamaku terlihat sangat khawatir.
“Kemarin, kemarin ada tangan” aku mulai menjelaskan kejadian yang aku alami. “Di lorong panjang mah, ada tangan yang megang kaki aku” aku menangis ketakutan. “Tangan itu sudah tidak ada” mamaku menenangkanku. “Nanti kita ke ustadz ya buat ngusir makhluk jahat, tenang ya”. Aku menjadi sedikit tenang dengan pelukan mamaku dan aku memutuskan untuk tidur.
Pada sore harinya papa dan mamaku menemui ustadz terdekat untuk mengusir makhluk ghaib yang mengangguku kemarin. Ustadz itu mengatakan bahwa di lorong itu memang terdapat penghuninya dan menyuruh mama dan papaku untuk melakukan pengajian.
Besoknya mama dan papaku langsung menggelar pengajian agar aku tidak diganggu lagi oleh makhluk tak kasat mata.
Sejujurnya kejadian itu membuatku trauma dan aku semakin was was karena kejadian itu namun mama menyuruhku untuk menghafalkan beberapa surah dari Al-quran agar aku tidak takut pada hal hal seperti itu lagi.
0 notes
Text
Help Me
Namaku sifa, sejak kecil aku tidak mempunyai kemampuan untuk melihat mahkluk tak kasat mata. Semenjak aku pindah ke asrama dekat kampus aku jadi sering merasakan kejanggalan. Bukan ke anehan saja, aku pun masuk ke dimensi mereka.
Rumah dan kampus tempat aku kuliah sangat jauh, jadi orangtuaku menyuruh untuk tinggal di asrama. Asrama itu bergaya klasik mulai dari furniture dan gaya bangunan itu udah tampak tua seperti bangunan yang dibangun waktu jaman Belanda menjajah di negara kita. Asrama itu lumayan banyak penghuninya tetapi mereka tidak ada yang mau lewat di lorong lantai 3, jadi penghuni di lantai 3 hanya ada beberapa. Sebelum masuk asrama aku tidak mencari tahu lebih tentang asrama itu dulu, hal itu yang membuat aku memiliki teman tak kasat mata dan masuk ke dimensi mereka.
Saat sore hari aku lagi nugas bersama temenku yang bernama Zahra, Zahra menanyakan aku tinggal dimana. “Eh lu tinggal dimana fa?” ucap Zahra. “Aku sekarang tinggal di asrama yang deket sama warung nasi goreng” ucapku. “Nasi goreng yang ramai dibeli anak kampus itu kan?” tanya Zahra. “Iyaa, kalo mau ke asrama ku silahkan aku tinggal sendiri di lantai 3 No. 33” ucapku. Seketika Zahra terdiam dan komuknya antara takut dan panik, Zahra menyarankan agar jangan tinggal di asrama itu dia juga membantu cari kos yang dekat dari kampus agar aku tidak tinggal di asrama itu lagi. Dia maksa aku agar pergi dari tempat itu tetapi saat aku tanya apa alasannya kenapa aku gak boleh tinggal di asrama itu jawaban dia bikin aku gak percaya.
“Kenapa si lu nyuruh pergi, kan sayang uangnya kalo ditinggal” ucapku. “Kalo gue kasih tau sekarang pasti lu gak percaya atau palingan lu gak berani pulang” ucap Zahra “Ada apa sih emang?” ucapku. “Intinya disitu ada noni Belanda, kata orang orang yang tinggal di asrama lorong 3 itu gak lama mereka pindah, itulah gue nyuruh lu untuk pergi dari tempat itu agar lu gak diganggu makhluk tak kasat mata” ucap Zahra. “Ngacoo lu ra mana ada noni Belanda, aku yang tinggal disitu udah beberapa bulan fine aja” ucapku. “Yaudah serah lo” ucap Zahra. “Tapi lo denger gak cerita dari senior di kampus?” tanya Zahra. “Hah? Aku gak pernah denger, cerita apa emangnya” ucapku. “Jadi salah satu senior di kampus kita pernah diceritain pengalaman horor penjual nasi goreng saat penjual itu masih jualan sampai jam 3 Pagi” ucap Zahra “Gimana ceritanya?” ucapku. “Saat itu hujan deras otomatis nasi goreng bapak itu sepi, sampai sekitar jam setengah 1 hawa yang tadinya dingin gegara hujan sekarang jadi panas, beberapa menit kemudian bapak itu melihat kalau di asrama lantai 3 ada gadis memakai gaun putih bersih sedang gantung diri di balkon asrama, terus gadis itu tiba tiba jatuh bapak itu syok langsung menghampiri cewe yang jatuh itu. Hujan badai diterjang bapak itu untuk menyelamatkan gadis yang jatuh itu tetapi pas dilihat gak ada siapa pun” ucap Zahra. “Udah udah itu kan dulu mungkin sekarang udah dibersihkan” ucapku.
Setelah cerita itu tiba tiba hujan deras disertai petir datang. Aku dan Zahra menunggu hujan itu reda tetapi sampai malam pun hujan belum reda. Aku dan Zahra nekat pulang agar tidak terlalu malam, Zahra menawarkan untuk tinggal sementara di kosnya tetapi aku menolak.
Setelah sampai aku mandi dan langsung tidur, waktu tidur aku bermimpi melihat gadis cantik dengan bola mata berwarna biru, kulit putih bersih, rambut pirang, mempunyai freckles dan memakai gaun berwarna putih sambil bersenyum kepadaku.
7 hari 7 malam aku mimpi sama seperti apa yang aku mimpikan waktu itu, tetapi saat di hari 7 waktu bermimpi gadis itu lagi mimpi itu berubah, sesudah gadis itu senyum tiba tiba berubah drastis menjadi menyeramkan, gaun yang dipakai gadis itu penuh darah, di lehernya banyak sayatan, dan wajahnya penuh darah, seketika aku kaget langsung terbangun dan aku melihat di balkon seperti ada orang. Firasatku udah gak enak jadi aku memutuskan untuk tidur.
Keesokan harinya waktu pagi hari saat aku mandi aku melihat di kaca kamar mandi ada tulisan “HELP ME” berwarna merah darah, aku syok langsung mengusap usap mata setelah itu aku liat udah gak ada apa apa. Setelah mandi aku memasak tiba tiba pengelihatan berubah dalam sekejap dengan suana berbeda, aku merasa aku sedang pingsan atau kesurupan karna dari apa yang aku liat disitu interiornya seperti interior jaman dahulu, aku juga mendengar ada lagu klasik jaman dahulu. Disitu aku gak bisa apa apa setelah beberapa menit aku gak bisa gerak akhirnya aku bisa gerak, aku menyusuri tiap tiap ruangan yang ada kamar asramaku, saat aku lihat ke balkon ada seorang gadis yang sedang digantung oleh seorang pasukan Belanda dan gadis itu meninta tolong “HELP ME” dia berkata berkali kali sambil menjerit kesakitan, waktu aku mau nyamperin gadis itu tiba tiba pasukan itu menjatuhkan gadis itu dari lantai 3. Setelah itu aku langsung pingsan dan saat aku terbangun di sebelahku ada Zahra.
“Ra aku kenapa ya?” tanyaku. “Waktu aku masuk ke asramamu aku liat lu pingsan yaudah aku angkat dan tak pindah ke kasur” ucap Zahra.
Aku melihat dibelakang Zahra ada cewe yang aku liat di mimpiku. “Ra itu siapa di belakang lu?” tanyaku. “Gak ada siapa siapa disini Cuma kita berrrtiga” jawan Zahra. “Faaaa” teriakku. “Ayo keluar cepatt aku udah gak tahan” ucap Zahra. Kita berlari keluar lewat lift, waktu Zahra mencet tombol lantai 1 lift tiba tiba macet. Kita berdua panik, aku menyarankan turun lewat tangga tetapi Zahra nekat mencet tombol berkali kali dan sampai akhirnya bisa. Kami sangat lega karna lift udah jalan tetapi pas pintu lift kebuka ternyata kita di lantai 3. Aku dan Zahra sangat ketakutan dan memutuskan untuk lewat tangga. Untungnya gak ada kejadian aneh.
Malam itu aku nginep di kos Zahra, kukira aku aman di situ tetapi waktu malam aku melihat gadis bergaun putih itu sedang menyanyi di sofa kos Zahra.
Beberapa hari aku gak berani pulang ke asrama itu karna aku tinggal di rumah Zahra aja gangguan masih ada apalagi kalau di asrama. Udah seminggu lebih aku tinggal di kos Zahra aku gak enak kalau tinggal di kos dia terus, akhirnya aku menghubungi orangtuaku untuk pindah asrama.
“Bu, aku mau pindah asrama bu aku gak betah disitu” ucapku. “Loh ada apa kak kok tiba tiba gitu jelasin dulu biar ibu paham” ucap ibu. Aku jelasin dari gangguan pertama sampai saat ini.
“Yaudah hari ini kamu tinggal di kos temen kamu ya nak, besok ibu dan ayahmu kesana” ucap ibu. “Iya bu” ucapku.
Besoknya ibu datang dan membawaku ke paranormal kenalannya. Ketika sampai ke rumah paranormal, paranormal tersebut diam sejenak dan dia berkata. “Nak dia gak ada niat buruk ke kamu, dia minta didoakan dan ditemani sampai dia berada di alam yang sebenarnya” ucap paranormal itu. “Tapi saya takut karna kehadiran dia membuat penglihatan saya jadi berubah” ucapku. “Tenang saja nak dia cuma menunjukkan terakhir hidupnya, kamu gak akan mengalami itu lagi” ucap paranormal. “Jadi aku harus gimana?” tanyaku. “Kalau bisa kamu berteman dengannya, dia mengikutimu terus dan dia menjagamu terus” ucap paranormal. “Sekarang ayo ikut bapak ke dimensi mereka untuk mengetahui lebih lanjut tentang gadis itu” ucap paranormal. “Jangan aneh aneh, anak saya jangan dibawa ke dimensi mereka nanti kalau gak bisa balik gimana” ucap ayah sambil marah. “Tenang aja pak, saya cuma melihat masa lampau gadis itu” ucap paranormal. “Udah yah biar diurus, asalkan anak kita gak kenapa kenapa” ucap ibu.
Saat aku masuk ke dimensi mereka aku melihat masa lampau gadis itu. Dulunya gadis itu hidup bahagia bersama tiga keluarganya, tiba tiba mereka dibunuh digilir satu per satu, ibu gadis itu dibakar hidup hidup, ayahnya ditembak mati, sedangkan gadis itu digantung diri lalu dibuang dari lantai 3.
Setelah selesai masuk ke dimensi mereka paranormal itu bilang. “Nak coba bicara sama gadis itu, tanyakan namanya” ucap paranormal. “Dimana mereka?” ucapku. “Itu di belakangmu” Ucap paranormal. Ketika aku menoleh kebelakang aku melihat gadis itu dalam keadaan cantik, dia melambaikan tangannya sambil senyum mendekati aku. Aku mendekati gadis itu dan bertanya namanya. “Na.. nama kamu siapa?” tanyaku sambil ketakutan. “Namaku Isabelle, jangan takut kepadaku aku gak jahat sama kamu, kamu yang berani sampai gini berarti kamu temanku” jawab Isabelle “Isabelle kenapa kamu mengikuti aku?” tanyaku. “Aku mau punya teman, tetapi manusia gak ada yang mau sama aku” jawab Isabelle sambil menangis. “Sifa ayo kita berteman dan Sifa jangan lupa balik ke asrama” ucap Isabelle. “InsyaAllah” ucapku. Kemudian Isabelle hilang, paranormal punya pesan untukku. “Nak jangan sesekali jahat kepada gadis itu, dia baik kalau kamu baik, jadi kamu jangan takut sama dia” pesan paranormal. Dengan keberanianku aku pulang ke asrama. Waktu membuka pintu asrama Isabelle udah menyambutku dengan baik, Isabelle menata tempat tidurku yang berantakan dan dia membersihkan asrama itu. Pertama berteman dengan Isabelle rasanya takut, tapi lama lama juga asik. Bertahun tahun aku berteman dengan Isabelle, kalau ada masalah cerita ke dia, kalau perlu bantuan minta bantuan dia. Sekarang Isabelle udah pergi ke alamnya.
0 notes
Text
Kematian
Aku buka mataku pelan pelan, kepalaku terasa pening. Aku terbangun kaget karena tidur di bawah pohon. Aku lupa mengapa aku bisa tertidur disini? Semakin berusaha mengingat kepalaku semakin pusing.
Aku mencoba berdiri walaupun sekujur tubuhku terasa sakit dan anehnya, tubuhku terasa ringan. Kulangkahkan kaki untuk pulang ke rumah namun, tak jauh dari pohon itu terlihat kerumunan orang mengelilingi sesuatu. Aku menghampiri mereka dan bertanya. “Permisi pak! ini ada apa kok ramai?” tanyaku kepada seorang bapak tua namun, bukannya dijawab malah pergi tanpa menghiraukan pertanyaanku. Aku mendengus kesal.
Mataku mencari celah untuk melihat kejadian apa yang sedang terjadi, namun terlalu banyak orang berdesak desakan sehingga aku memutuskan untuk pulang karna tak ada gunanya terus berdiri di sini tanpa mengetahui sesuatu. Orang yang kutanyai tak satu pun menjawab. Aku seperti tidak ada bagi mereka!.
Sebelum kubalikkan badan, aku mendengar obrolan ibu ibu yang mengatakan bahwa ada seorang gadis dibunuh oleh kekasihnya. Aku menyimak percakapan itu sampai terdengar suara ambulans datang. Gadis itu pun diangkat oleh para perawat dan dimasukkan ke dalam mobil. Wajahnya tak begitu jelas karena begitu banyak darah yang membasahi sekujur tubuhnya. Aku prihatin karna di usianya yang masih muda, dia harus mati mengenaskan.
“Semua orang pasti akan merasakan kematian begitupun aku, kematian akan tiba! Kita sebagai manusia hanya menunggu malaikat maut menjemput” ucapku dalam hati. Setelah itu, kulanjutkan niatku untuk pulang. “Sungguh kasihan gadis itu! Cinta yang ia harapkan menjadi malapetaka di hidupnya, menyisakan penyesalan dan berujung pengkhianatan”.
Sepanjang perjalanan aku habiskan waktu dengan memikirkan pembunuhan itu sampai tak sadar bahwa sudah tiba di rumah. Aku mengetuk pintu dan mengucap salam namun, tak seorang pun menjawab lalu, kubuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Ruangan tamu sangat sepi, biasanya ada adikku yang bermain di sini, ayah yang tak luput membaca koran, ibu yang sangat setia menemani dapur, kakek dan nenek yang bercanda, sekarang tidak ada. Kemana mereka semua?. Aku yang tak ingin ambil pusing langsung menuju kamar untuk rebahan.
“Aaaa!” jeritan dan tangisan membuatku terbangun dari tidur dengan kaget, lalu kupaksakan kaki untuk melangkah ke luar kamar. Terlihat banyak orang mengelilingi sesuatu yang ditutup kain panjang dan bentuknya menyerupai orang. “Ah tidak! Apa mungkin ada yang meninggal” pikirku.
Bendera kuning yang berada di pintu memperjelas dugaanku bahwa ada orang meninggal. Kuhitung semua keluargaku takut, diantara mereka ada yang meninggal namun, semuanya lengkap. Lalu siapa?.
Seorang pria tinggi putih dengan tangan yang diborgol memasuki ruangan diikuti dua polisi. Rautnya terlihat menyesal dan sedih yang mendalam. Dia menghampiri mayat itu, lalu membuka kain yang menutupi wajah. Aku kaget melihat mayat itu yang ternyata seorang gadis yang dibunuh tadi pagi.
“Yura, maafkan aku!” aku dibuat semakin kaget dengan ucapan pria itu.
0 notes
Text
Batu
Ketika aku berusia 10 tahun, aku mengalami kejadian mistis untuk pertama kalinya. Setelah beberapa tahun hidup menumpang di rumah nenek, aku, bapak, emak dan adikku memutuskan untuk membuat sebuah rumah sederhana. Lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah nenek, bagaimana tidak, hanya 10 meter,
Rumah kami hanya terbuat dari kayu dan kecil tapi cukup untuk membuat kami terhindar dari panas dan hujan. Di sebelah rumah adalah sebuah kebun dan agak belakang sedikit adalah sebuah kebun bambu yang waktu itu masih sangat lebat dan terlihat seram tentunya.
Aku sangat suka dengan cerita horor atau hantu tapi sangat penakut dengan suasana sepi dan gelap. Jangankan kebun bambu yang lebat, suasana saat mati listrik pun aku sangat takut. Hingga setelah tumbuh dewasa aku tidak pernah bisa tidur dalam keadaan gelap total, harus ada setitik cahaya sebagai penerang.
Suatu malam di desaku turun hujan, setelah beberapa saat hujan akhirnya reda. Jelas kalian bisa merasakan kan bagaimana suasanya setelah hujan waktu malam, dingin gelap pokoknya tidak nyaman.
Aku, bapak, emak dan adik terbiasa tidur dalam 1 kamar karena kasur yang bapak punya cukup besar untuk menampung kita berempat. Sebelum tidur sebelumnya kita sudah melaksanakan kewajiban ibadah.
Dan saat tengah malam, Dyarr.. Tiba tiba jendela kamar kami seperti ada yang melempar batu, setelah itu emak seperti kesurupan, emak tertawa lalu menangis lalu tertawa lagi dan selalu melihat 1 titik. Bapak dan aku panik dan langsung memanggil tetangga untuk meminta bantuan.
Budheku di sebelah ibuku membacakan ayat-ayat suci dan terus menerus memegang tangan ibuku, saat itu aku sangat takut terjadi hal yang berbahaya terhadap ibuku.
Setelahnya rumahku ramai dengan para tetangga yang ternyata suara lemparan batu itu sangat keras sehingga para tetanggaku terbangun. Salah satu tetanggaku memiliki kemampuan istimewa segera membawa anjingnya untuk mencari jejak di sekitar rumah kami, ia menemukan suatu titik aneh yaitu sebidang tanah kering padahal seharusnya semua tanah basah karena sebelumnya turun hujan.
Lalu ia memerintahkan bapak untuk mencari batu di dalam rumah kami, dan benar saja, terdapat sebuah batu berukuran sedang berbentuk oval yang terlihat sangat bersih, padahal seharusnya kotor terkena tanah basah. Batu itu sampai sekarang masih disimpan di lemari kakekku.
Dan setelah itu jendela kamar di cek bapak yang ternyata sama sekali tidak pecah padahal suara lemparan itu sangat keras. Beberapa saat kemudian emak sadar dan beberapa tetangga sudah kembali ke rumah masing-masing. Esok harinya, emak bercerita bahwa ia melihat sebuah cahaya yang sangat terang dari arah kebun bambu belakang rumah, ia diajak oleh seseorang berjubah untuk ikut masuk kedalam cahaya itu. Untung emak disadarkan tepat waktu sehingga tidak jadi ikut kedalam cahaya itu. Katanya itu adalah sebuah kenalan oleh makhluk yang ada disitu. Entahlah, tapi memori itu tidak akan pernah mungkin aku lupakan.
0 notes
Text
Penunggu Rumah Kosong
Dikisahkan dahulu kala, ada sepasang suami istri yang memiliki dua orang anak. Sepasang suami istri ini bernama bapak Joko dan Ibu Rina. Mereka adalah seorang pengusaha yang sukses. Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki dan perempuan yang bernama Rio dan Maya. Bapak Joko dan ibu Rina memiliki sebuah rumah yang megah berada di seberang jalan.
Lima tahun berlalu, bapak Joko kehilangan sebuah perusahaan miliknya. Perusahaan milik bapak Joko telah hancur terbakar. Tidak ada sepeserpun barang yang bisa diselamatkan. Pada akhirnya bapak Joko jatuh miskin.
Bapak Joko stres dan mulai sakit-sakitan. Bapak Joko bingung akan menghidupi istri dan anaknya seperti apa. Bapak Joko dapat penghasilan hanya dari sebuah perusahaan tersebut. Sekarang perusahaan itu sudah hancur lebur tertelan api.
Bapak Joko mulai stress dan tidak tahu mau berbuat apa hingga bapak Joko nekat menghabisi nyawa istri dan anak-anaknya. Bapak Joko menghabisi nyawa istri dan anak-anaknya dalam rumah tersebut dimalam hari. Bapak Joko meletakkan mayat mereka begitu saja di kebun belakang miliknya. Setelah menghabisi nyawa istri dan anaknya bapak Joko pergi jauh ke luar kota.
Satu minggu berlalu, bapak Anto ingin pergi ke kebun miliknya dan kebetulan kebun bapak Anto dekat dengan kebun bapak Joko. Bapak Anto pergi berdua bersama anaknya Yanto.
”To ikut bapak ke kebun sama bawa cangkul ya,” ucap bapak Anto mengajak anaknya. “Iya pak,” ucap Yanto sambil mengambil cangkul dibelakang rumah. Bapak Anto dan Yanto bergegas menuju kebun yang berada di belakang rumah bapak Joko. Kebun milik bapak Anto tidak jauh dari kebun milik bapak Joko. Mereka berdua juga sering melihat bapak Joko berkebun bersama istrinya.
“Pak kasihan ya pak Joko, dulu mereka kaya raya sekarang mereka sudah tidak punya apa-apa,” ucap Yanto sambil berjalan menuju kebun. “Iya, mau gimana lagi sudah takdir juga,” ucap bapak Anto sambil berjalan menuju kebun.
Setelah mereka sampai di kebun yang berada di belakang rumah bapak Joko, mereka merasa ada yang aneh. Tercium bau menyengat yang tidak sedap dari kebun bapak Joko. Mereka kemudian pergi ke kebun bapak Joko untuk melihat bau yang menyengat itu berasal dari mana. Betapa kagetnya mereka dijumpai tiga mayat yang membusuk tergeletak begitu saja di tanah. “Yallah… jasad siapa ini,” tanya bapak Anto kebingungan. “Kita lapor saja pak, kepada pak rt,” ucap Yanto memberi saran. “Iya to, cepat kamu lari pergi ke rumah pak rt,” bapak Anto menyuruh Yanto. “Iya pak,” ucap Yanto berbalik arah bergegas menuju ke rumah pak rt.
Setelah sampai di rumah pak rt, Yanto menceritakan kejadian tersebut. Kemudian pak rt memberitahu warga dan menelepon polisi. Pak polisi datang ke rumah tempat kejadian. Warga sudah berkumpul di rumah itu. Di dalam rumah sudah kosong tidak ada siapa-siapa. Kemudian, jasad tersebut dievakuasi dan dibawa ke rumah sakit.
Satu hari kemudian, dinyatakan bahwa jasad tersebut adalah istri dan anak dari bapak Joko. Namun, bapak Joko tidak tahu kemana. Warga setempat mengira bahwa bapak Joko pembunuhnya.
Satu bulan berlalu, akhirnya bapak Joko berhasil ditangkap. Rumah tersebut menjadi sunyi dan kosong. Konon ceritanya, istri dan anak dari bapak Joko bergentayangan dalam rumah tersebut dan suka menggangu warga setempat yang lewat depan rumah tersebut.
Tiga tahun berlalu, rumah tersebut sudah terkenal angker. Warga setempat mengakui bahwa istri dan anak bapak Joko masih bergentayangan dalam rumah tersebut.
Bapak Sutris tukang bakso keliling, sedang berkeliling menjual bakso. Bakso bapak Sutris terkenal enak. Hari sudah menjelang magrib, bapak Sutris mendorong gerobak baksonya lewat depan rumah bapak Joko yang terkenal angker. “Tiktok… tiktok… bakso… bakso…,” teriakan bapak Sutris penjual bakso. “Bang beli…,” ucapan lirih dari atas rumah tersebut. Kemudian bapak Sutris berhenti mendorong gerobaknya. Lalu menoleh ke belakang, dan bapak Sutris dikagetkan sosok berbaju merah, wajahnya hancur. Bapak Sutris kaget. Bapak Sutris ketakutan namun tidak bisa berbuat apa-apa, badanya kaku. Kemudian bapak Sutris memohon dan berdo’a kepada Allah untuk meminta perlindungan. Setelah itu bapak Sutris berlari sambil mendorong gerobaknya pergi.
“Yallah apa tadi itu mimpi ya,” ucap bapak Sutris dalam hati. “Ah sudahlah nggak penting juga,” sambungnya sambil mengambil air wudhu.
Setelah melakukan sholat, bapak Sutris pergi ke rumah bapak Wanto untuk menceritakan kejadian menjelang magrib tadi. “Assalamualaikum,” ucap bapak Sutris mengetok pintu. “Waalaikumsalam,” sahut bapak Wanto mempersilakan bapak Sutris masuk dan menawari secangkir kopi. “Di rumah seberang jalan itu kenapa ya to,” tanya bapak Sutris. “Tumben kamu tanya begitu, kenapa emangnya?” ucap bapak Wanto. “Tadi, menjelang magrib aku berkeliling jual bakso, kebetulan lewat di depan rumah itu. Tiba-tiba ada yang manggil mau beli, aku berhenti dan setelah aku menoleh ke belakang…,” bapak Sutris menceritakan kejadian menjelang magrib tadi. “Terus kenapa tris,” tanya bapak Wanto sambil memegang pundak bapak Sutris. “Kagetnya aku, aku diperlihatkan sosok wanita berbaju merah tetapi wajahnya hancur tak karuan. Disitu badanku semua bergetar, kaku. Aku minta perlindungan Allah, lalu aku lari membawa gerobak baksoku,” sambungnya.
“Jangan kaget ya, disini memang rumah itu terkenal dengan kenampakan sosok perempuan berbaju merah. Itu adalah penghuni rumah tersebut yang meninggal karena dibunuh. Karena perusahaannya bangkrut dan suaminya tidak bisa mengidupi istri dan kedua anaknya. Jadi, mereka dibunuh begitu saja sama suaminya. Mungkin sosok itu punya dendam jadi arwahnya gentayangan,” jelasnya. “Dulu juga banyak kejadian aneh. Setiap orang yang lewat depan rumah tersebut mau menjelang magrib bakalan ditampakkan dirinya dengan rupa yang hancur,” tambahnya.
“Jadi begitu, kasihan ya kok tega seorang suami membunuh istri dan anaknya,” bapak Sutris kebingungan dan tidak menyangka. “Iya bisa saja, kalau orang ke jalan sesat pasti fikirannya sempit hingga bisa senekat itu,” ucap bapak Wanto menjelaskan. “Iya juga sih,” ucap bapak Sutris menganguk pelan. “Iya begitulah jika kita tidak bisa menerima takdir dari Allah, berbuat seenak hati tidak berfikir apa yang terjadi nantinya,” ucap bapak Wanto sambil meminum secangkir kopi.
Lima tahun berlalu, rumah tersebut dijual dan dibeli oleh pengusaha muda yang tampan. Kemudian rumah itu diperbaiki dan direnovasi kembali. Tidak ada yang tahu mengapa pengusaha muda itu ingin membeli rumah tersebut. Padahal sudah terlihat bahwa rumah tersebut sudah tidak berpenghuni lama. Setelah rumah tersebut direnovasi, pengusaha muda tersebut mengontrakkan rumah tersebut.
Dua minggu kemudian, seorang gadis ingin mengontrak rumah tersebut. Dua minggu sudah dia tinggal di rumah itu. Waktu malam tiba, tiba-tiba dia mendengar lirihan suara minta tolong seorang perempuan dari arah belakang. “Tolong… tolong…,” suara lirih seorang perempuan dari arah belakang. “Siapa ya…,” ucap dalam hati Wati, gadis yang tinggal dalam rumah tersebut.
Wati memberanikan diri untuk melihat ke belakang karena dia penasaran akan suara tersebut. Wati berjalan pelan menuju belakang rumah, dia ingin tahu suara siapa minta tolong malam-malam begini.
“Brak…,” suara tendangan pintu dari depan. “Haa…,” terkejut hati Wati. Wati merasa dia diganggu kemudian dia lari kembali ke dalam kamar tidurnya. Lampu mati dan menyala kembali. Terus begitu, teriakan minta tolong tidak berhenti. Suara barang berjatuhan dari arah dapur. “Ya Allah lindungilah hamba,” Wati hanya bisa diam di dalam kamar. Keringat dingin badan Wati tidak berhenti. Rasa takut dan gemetar.
Setelah satu jam, lampu menyala kembali, tidak terdengar suara minta tolong. Disitulah, Wati merasa tenang dan dia berencana besok akan pindah dari rumah tersebut.
Keesokan harinya, Wati membereskan semua barang-barangnya dan pergi dari rumah tersebut. Sebelum pergi Wati menceritakan semua kejadian tadi malam kepada ibu penjaga warung dekat rumah Wati. Wati bermapitan kepada ibu tersebut dan pergi.
Akhirnya rumah tersebut dikontrakkan lagi, kisah Watipun viral. Tidak ada yang berani hingga saat ini untuk tinggal dalam rumah tersebut. Akhirnya rumah tersebut, kosong kembali.
0 notes
Text
Hantu Di Kamar Mandi Rumah Sakit
Pada suatu hari Marcel, Anta, Fariz, Dian teman teman sekelas ku akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk teman kami yang bernama Diki, yang kebetulan sedang sakit, dan kebetulan rumah sakit yang akan kami datangi sedang panas dibicarakan oleh penduduk yang berada di sekitar rumah sakit tersebut, karena beredar rumor bahwa rumah sakit tesebut angker, tapi kami tidak mempedulikan hal tersebut.
Sebelum berangkat kami berdiskusi terlebih dahulu. “Nanti pulang sekolah kita ngumpul dimana?” Tanya Anta “Ngumpul di rumahku aja!” kata Fariz “Hmm siap,” kata Marcel
Setelah berdiskusi yang cukup singkat kami pun mempersiapkan barang barang yang kami butuhkan untuk menginap di rumah sakit, untuk menemani Diki yang sedang sakit, supaya dia tidak merasa kesepian.
Mereka berencana berkumpul di rumah Fariz jam 3 sore, setelah sampai di rumah Fariz mereka menyempatkan diri untuk mengisi perut mereka dengan camilan yang lezat dan minum segelas teh yang sangat segar, karena ada es nya.
“Ah aku merasa sangat kenyang hari ini,” kata Marcel “Yah kau benar sekali makanan dan minumanya sangat enak,” kata Dian “Hahaha iya lah mamaku yang buat,” sahut Fariz dengan sombong
Setelah merasa kenyang dan cukup berenergi mereka pun berangkat ke rumah sakit tersebut, akan tetapi setelah mereka sampai di rumah sakit tersebut mereka merasakan hawa yang membuat bulu kudup mereka berdiri. Tetapi mereka tidak mempedulikan hal itu, Mereka tetap melanjutan ke ruangan Diki yang sedang sakit, setelah mereka sampai ke ruangan Diki, mereka merasa hawa yang tidak biasa di ruangan tersebut tapi mereka tetap berpikir positif.
“Emm apa kalian tidak merinding?” tanya Fariz. “Yah… Sebenarnya aku juga agak merinding,“ sahut Marcel dengan ekspresi yang agak ketakutan “Tapi ya… Mau bagaimana lagi kita sudah capek-capek kesini, masa mau balik lagi kan nggak enak sama Diki,“ kata Anta. “Hmm… yaudah lah kita segera masuk saja daripada kita berdiri di sini terus kan ngga enak dilihatin orang-orang.” Kata Marcel.
Setelah pembicaraan yang singkat tersebut mereka segera masuk ke dalam ruangan dimana Diki sedang dirawat, dan mereka mengucapkan salam “Assalamualaikum,” kata mereka bertiga. “Waalaikum salam, wah tak kusangka kalian repot-repot datang kesini hanya untuk menjengukku, terima kasih ya,” ucap Diki dengan perasaan bahagia “Yoi… Dah dah yok makan dulu kami dah bawain makan nih,” kata Fariz. “Ya udah yok,” ucap Marcel yang sudah kelaparan.
Setelah itu mereka berempat makan bersama, dan meminum segelas susu sapi untuk menikmati malam yang tenang itu. Setelah itu mereka pun kekenyangan dan tidur dengan pulas, saat jam menunjukkan pukul 12 malam tiba tiba Marcel terbangun dari tidur pulasnya karena ingin buang air kecil dan karena agak takut jadi Marcel membangunkan Anta.
“Heh ta Bangun ta!” ucap Marcel dengan wajah ketakutan. “Ha apaan sih cel” ucap Anta yang masih ngantuk. “Ihhh bangun lah ta temenin aku bentar dah ngga tahan nih,” ucap Marcel. “Hadeh kebiasaan yaudah ayok,” ucap Anta yang agak geram. “Hehe ya maaf kan udah ngga tahan nih,” ucap Marcel dengan panik. “Hmm, iya buruan dah aku mau tidur lagi ni,” ucap Anta yang agak ngantuk.
Setelah itu mereka pun bergegas pergi ke kamar mandi, tetapi di tengah tengah perjalanan mereka melihat sesosok wanita yang mengerikan, bajunya sobek sobek, tidak memiliki kaki, dan tampangnya hancur tak berupa dan dari wajahnya mengalir darah yang masih segar seakan akan masih baru saja meninggal. Anta dan Marcel pun lari sekencang kencangnya, karena melihat sesosok wanita yang menyeramkan.
“Astagfirulah lariiiiiiii… Ta lariiiii…!” kata Marcel sambil lari terbirit birit. “Udah tahu cell…!” kata Anta sambil lari juga. Mereka lari sekencang kencangnya karena mereka ketakutan melihat hal yang mereka anggap tidak nyata, mereka kembali ke kamar Diki yang sedang sakit sambil tergesa gesa dan membuat salah satu temannya terbangun.
“Lololo… ada apa ini, kok kalian berlari sambil ketakutan, apa yang kalian lihat?” kata Dian. “I…itu… adaaaa… hantuuu…” kata Marcel sambil gugup. “Hahhhhh… Kalian bicara apa sih?” kata Dian. Lalu Anta menceritakan kejadian yang dia alami saat mereka pergi ke kamar mandi.
“Ohhhhhh… jadi begitu ceritanya! Yaudah kalian kembali tidur saja, besok kalian berdua ceritakan masalah kalian kepada Fariz dan Diki,” kata Dian yang agak ngantuk. “Hmmmm… Ya udah kalo gitu kita tidur dulu besok kita cari tau sekalian kita ceritain kejadian tadi!” kata Anta yang masih merasa ketakutan.
Keesokan harinya setelah mereka semua terbangun Anta pun menceritakan semua hal yang terjadi kepada mereka berdua. “Hah kalian berdua melihat sesosol perempuan berbaju putih?” tanya Diki sambil terheran heran. “Iya awalnya kami juga ngga percaya kalo itu hantu tapi setelah kami melihat tampangnya kami pun yakin kalau yang kami lihat itu adalah hantu,” jelas Anta dan Marcel. “Yah… sebenarnya aku pernah mendengar cerita tentang wanita yang bunuh diri karena frustasi,” kata Diki menanggapi cerita dari Anta dan Marcel. “Hmmm… Memangnya wanita itu frustasi karena hal apa?” Tanya Dian dengan perasaan penasaran. “Entahlah aku juga kurang tau,” jawab Diki sambil menggeleng-nggelengkan kepala.
Setelah kejadian yang tidak mengenakkan itu, mereka berempat bersiap siap untuk pulang ke rumah mereka masing masing tapi sebelum itu, mereka sarapan pagi dengan Diki untuk mengisi perut mereka yang keroncongan, dan tentu saja Diki ditraktir oleh ke 4 temanya itu dan yang bersedia untuk membeli makanan di warung makan adalah Fariz. Mereka patungan untuk membeli nasi padang, setelah itu Fariz pun bergegas pergi ke warung makan yang berada di depan rumah sakit tersebut.
“Assalamualaikum… Beli…” kata Fariz yang sedang memanggil pemilik warung makan. “Waalaikum salam, beli apa nak?” tanya ibu itu. “Bungkus nasi padang 5 ya bu,” Ucap Fariz. “Ohh… Iya yaudah tunggu bentar ya nak.” kata ibu itu. “Ehmmmm… buk boleh saya Tanya sesuatu?” tanya Fariz. “Boleh memangnya mau Tanya apa nak?” jawab ibu itu. “Itu saya mau nanya tentang wanita yang bunuh diri di rumah sakit yang ada di depan rumah makan ibu,” kata Fariz dengan penasaran. “Ohhh iya nak, jadi begini 5 tahun lalu ada satu orang wanita yang bekerja di rumah sakit itu, dia memiliki seorang suami dan juga 2 orang anak, tetapi pada suatu hari ada satu masalah antara si wanita dan suami yang membuat wanita itu bercerai dengan suaminya dan membuat si wanita menjadi kehilangan akal sehat sehingga di malam itu dia melakukan bunuh diri di kamar mandi, sampai sekarang arwah wanita itu masih berada di kamar mandi tersebut sampai seekarang karena ada satu barang milik wanita itu yang tertinggal di kamar madi itu, nah gitu nak ceritanya.” Kata ibu itu yang sudah selesai bercerita. “Ohhh… gitu ya buk, terima kasih ya buk karna sudah menceritakan cerita itu, oh iya! Nasi saya bagaimana ya bu?” tanya Fariz. “Iya nak ini kebetulan sudah jadi kok, totalnya 50 ribu ya nak,” kata ibu itu.
Setelah percakapan dan cerita yang panjang itu Fariz pun bergegas kembali ke rumah sakit. Sesampainya di ruangan Diki. “Kemana saja kamu? Kok lama banget?” tanya mereka berempat. “Hehehehe… maaf ya tadi aku sambil tanyain kejadian tentang wanita yang bunuh diri di kamar mandi itu, maaf ya,” ucap Fariz. “Hmmm… emangnya gimana ceritanya?” tanya Dian. “Jadi ceritanya itu…,” Fariz menceritakan kejadian yang dialami oleh wanita itu setelah dia diberi tau oleh ibu ibu pemilik warung tersebut, sambil makan.
“Nah udah paham jalan ceritanya?” tanya Fariz. “Oh gitu ceritanya, iya iya paham kok,” jawab mereka berempat. “Ya udah kalo gitu pas udah selesai makan ayo kita cari barang si wanita itu yang katamu tertinggal!” ucap Dian. “Aku ngga ikut ya, aku masih sakit nih,” kata Diki. “Iya ngga papa tau kok kamu istirahat aja Dik,” kata Marcel.
Setelah mereka selesai makan mereka berempat bersiap siap untuk mencari barang si wanita yang tertinggal di kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi mereka bergegas untuk mencari barang wanita itu, setelah agak lama mencari akhirnya Dian menmukan barang wanita itu yang ternyata adalah jam tangan.
“Hei… Ini aku sudah nemuin barangnya nih,” kata Dian. “Nice.. barang apa itu?” tanya Fariz. “Yah… ini barangnya sebuah jam tangan, mungkin ini sangat berharga untuknya,” jawab Dian. “Yasudah ayo kita bergegas pergi ke makam si wanita itu dan menaruhnya di makamnya,” Kata Fariz. “Tapi kan… kita ngga tau dimana makam si wanita itu,” Tanya Anta dan Marcel. “Hmmm… Kita Tanya satpam di rumah sakit ini aja yok, mungkin dia tau dimana makam wanita itu!” Jawab Dian.
Setelah itu mereka pun bergegas pergi ke satpam yang berada di gerbang rumah sakit dan menanyakan makam wanita yang bunuh diri di rumah sakit itu, dan untungnya si satpam tau dan mereka pun bergegas pergi ke makam wanita itu yang berada di kuburan di sebelah rumah sakit itu dan mereka meletak kan barang itu ke sebelah makam dan ber do’a untuk wanita itu.
Setelah itu mereka berempat kembali ke rumah sakit untuk mengemasi barang barang mereka dan berpamitan kepada Diki, setelah selesai berpamitan mereka bergegas pulang ke rumah mereka masing masing.
0 notes
Text
Pohon Mangga Yang Angker
Pada suatu hari aku menanam buah mangga di depan rumah. Pohon mangganya sudah berusia 7 tahun, buahnya lebat dan manis. Setiap musim mangga, Pohon Mangga itu berbuah sangat lebat.
Keesokannya Pak Supri tetanggaku datang untuk meminta buah mangga yang kemampo atau belum matang dan tidak muda. “Pak, boleh minta mangganya,” tanya pak Supri. “Boleh, tapi ambil sendiri ya pak!” jawabku. “Mana alatnya?” tanya Pak Supri “Di samping rumah pak,” jawabku.
Setelah mengambil mangga, Pak Supri pun pulang. Sesampainya di rumah, pak Supri membuat rujak dari mangga yang sudah dipetiknya untuk dinikmati sekeluarga. Setelah makan rujak mangga, Pak Supri pergi ke WC untuk BAB Karena perutnya sakit. Setelah keluar dari WC Pak Supri pun pergi tidur, karena besok pergi kerja. Saat Pak Supri tidur, ia bermimpi bertemu dengan Penunggu mangga tersebut.
“Hah?, dimana aku dan siapa dia?” tanya pak Supri. “Hei!, kamu mengapa kamu mengambil mangga di pohon tersebut, itu kan bukan milikmu?” kata penunggu pohon tersebut. “Lah, kenapa? kan aku sudah izin ke pemiliknya,” jawab Pak Supri.
Setelah bangun dari tidurnya, Pak Supri pun merapikan tempat tidur, mandi, makan, dan bersiap untuk pergi bekerja. Pak Supri bekerja kantor majalah sebagai pekerja kantoran. Pak Supri berangkat jam 8 pagi dan pulang jam 3 sore. Setelah pulang kerja Pak Supri bersantai di depan rumah sambil menikmati kopi dan biskuit buatan sang istri. Setelah itu Pak Supri pergi ke dalam untuk membantu pekerjaan sang istri, seperti menyapu, mengepel, dan mencuci pakaian. Pada waktu tarkim sebelum ashar Pak Supri pergi mandi untuk shalat ashar. Setelah mandi Pak Supri pergi shalat ashar. Sehabis shalat Pak Supri ketagihan dengan mangga tersebut. Pak Supri ingin izin ke pemilik mangga, tapi tidak ada orang di rumah. Pak Supri pun mencoba mencuri buah mangga tersebut.
Sesampainya di rumah, pak Supri mengupas dan memotong mangga tersebut, setelah di potong, di dalam buah mangga tersebut terdapat set atau belatung. Pak Supri pun kaget, setelah itu pak Supri mengupas dan memotong semua buah mangga tersebut, dan ternyataaaaaa, isinya sama semua. “Waduh, kok isinya sama semua, kemarin tidak seperti ini,” kata Pak Supri di dalam hati. Setelah itu, Pak Supri pun membuang mangga tersebut.
Keesokannya Pak Supri pergi ke rumahku untuk bertanya. “Assalamualaikum,” salam Pak Supri. “Ada orang di rumaah,” tanya Pak Supri. “Waalaikumsalam pak, sebentar,” jawabku sambil membuka pintu. “Silahkan pak, masuk ke dalam dulu,” tawarku.
Pak Supri pun masuk ke rumahku untuk menceritakan kejadian yang dialaminya. Setelah menjelaskan, Pak Supri pun izin pamit, dan berterima kasih karena sudah mendengarkan ceritanya. Setelah itu, Pak Supri pun pulang. Sesampainya di rumah, Pak Supri pun pergi tidur. Di saat Pak supri lagi tidur Pak supri merasa ada yang menggaggunya Pak supri pun bangun jam 00.00. Setelah itu Pak Supri membuat segelas susu sebelum tidur. Setelah menghabiskan segelas susu, Pak Supri pun pergi tidur. Setelah membuat dan meminum segelas susu Pak Supri mendengar ada yang mengetuk pintu rumahnya. “tok tok,” suara pintu di ketuk. Dengan rasa merinding, Pak Supri pun membuka pintunya, Pak Supri tidak melihat siapapun, tapi ia merasa ada yang masuk ke rumahnya. Setelah itu, Pak Supri pergi ke dalam untuk tidur kembali. Sesampainya di kamar Pak Supri dikejutkan oleh seorang wanita berbaju putih, Pak Supri pun pingsan di tempat.
Jam 08.00 Pak Supri sadar setelah mengalami kejadian kemarin malam. Pak Supri langsung melaporkan kejadian kemarin malam ke rumahku. “Tok tok tok,” suara ketukan di rumahku. “Siapa tuuuuuuuuh,” jawabku. “Pak Supri pak,” siap, saya buka. “Silahkan pak, masuk kedalam dulu,” tawarku. “Pak, kemarin malam, aku diganggu oleh penunggu pohon mangga bapak,” kata Pak Supri. “Lahh kok bisaa?” tanyaku. “Ya ndak tau pak, orang yang tanya aja saya,” jawab Pak Supri. “Yaudah gini aja pak, kalau besok masih diganggu sama tu arwah, besok kita ke Pak Ustadz aja,” saranku. “Oke pak, saya pulang dulu,” kata Pak Supri.
Sesampainya di rumah, Pak Supri pun kembali beraktivitas sampai jam 4 sore. Setelah itu Pak Supri mandi untuk mensegarkan badan. Setelah itu, Pak Supri Salat Ashar di masjid. Selesai Shalat, Pak Supri kembali pulang ke rumah untuk bersantai sembari menunggu waktu Maghrib seperti, sepedaan
Waktu Maghrib pun tiba Pak Supri memberhentikan sepedanya di masjid untuk pergi shalat. Setelah shalat, Pak Supri pun pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Pak Supri bersantai di depan rumah sambil menikmati kopi hitam dan senja sambil memakan sebuah roti coklat. Tak terasa waktu sudah adzan isa’. Setelah itu, Pak Supri pun pergi shalat ke masjid sambil membawa sepedanya lagi. Selesai shalat, Pak Supri pun mengantuk, tepatnya jam 9 malam. Pak Supri pun pergi tidur. Didalam mimpinya, Pak Supri bertemu dengan wanita penunggu pohon mangga.
“Hei, kamu siapa?” tanya Pak Supri. “Aku penunggu pohon mangga itu,” jawab penunggu tersebut. “Kamu kenapa menggangguku?” tanya Pak Supri “Kan kamu mencuri buah manggaku tanpa izin,” jawab penunggu tersebut. Pak Supri pun ketakutan. “Baiklah aku akan meminta maaf kepada pemiliknya,” kata Pak Supri. “Tapi, harus ada syaratnya,” kata penunggu. “Apa syaratnya?” tanya Pak Supri. “Kamu harus menanam buah mangga, dan memberikannya ke pemilik buah mangga yang mangganya kau curi tadi,” kata penunggu tersebut. “Baiklah aku akan memenuhi syarat tersebut, besok aku akan membeli bibit pohon mangga,” kata Pak Supri. “Kalau kamu tidak tepati janjimu, akan aku gentayangi keluargamu sampai depresi,” ancam penunggu tersebut. “Oke, syiap,” kata Pak Supri. “Akan aku kasih waktu 3 tahun, kalau tidak tepat waktu, keluargamu akan jadi jaminannya,” ancam penunggu tersebut.
Setelah mimpi tersebut Pak Supri pun terbangun. Setelah terbangun Pak Supri langsung pergi mandi, dan langsung pergi ke pasar untuk membeli bibit pohon mangga. Pak Supri berkeliling pasar untuk mencari bibit pohon mangga. Sesudah membeli bibit pohon mangga, Pak Supri pun kembali pulang, untuk menanam bibit pohon mangga tersebut.
Sesampai di rumah Pak Supri ditanya oleh istrinya. “Apa itu mas?” tanya istrinya. “Bibit pohon mangga dek,” jawab Pak Supri.
Pak Supri pun mengambil pupuk dan air untuk menanam bibit pohon mangga tersebut. Pak Supri pun pergi ke halaman belakang rumah untuk menanam bibit pohon mangga tersebut. Setelah menanam, Pak Supri menyiram bibit pohon mangga sehari 4 kali.
3 Tahun Kemudian Pohon mangga tersebut sangat lebat buahnya. Pak Supri pun mengambili buah mangga hasil kerja keras selama 3 tahun untuk menetapi janjinya. Pak Supri mengantongi buah mangga tersebut untuk dibagikan ke tetangganya, tidak lupa juga diberikan ke pemilik mangga yang ia curi. Selesai memberikan mangga itu, Pak Supri kelelahan dan pergi tidur. Di mimpinya, Pak Supri bertemu dengan penunggu pohon mangga.
“Hei, aku sudah menepati janjiku kepadamu,” kata Pak Supri. “Baiklah karena kamu sudah menepati janjimu, maka kamu sudah terbebas dariku,” jawab penunggu tersebut. “Pak Supri pun berjanji kepada penunggu pohon mangga tersebut, untuk tidak mengulanginya lagi,” janji Pak Supri. “Baiklah akan aku pegang janjimu,” jawab penunggu pohon mangga tesebut.
Pak Supri pun terbangun dari tidurnya, Pak Supri pergi ke ruang tamu untuk bertemu istrinya, dan menceritakan mimpinya ke istrinya tersebut. “Dek, kita sudah terbebas dari penunggu pohon mangga tersebut,” kata Pak Supri. “Emang kita habis ngapain mas, kok digentayangi penunggu pohon mangga?” tanya istrinya. Gini critanya, 3 tahun yang lalu, aku ingin meminta buah mangga, tapi tidak ada orang di rumahnya. Aku pun mencurinya karena tidak ada orang yang melihatnya. “Astaghfirullahhaladzim mas kok kamu mencuri?” tanya istrinya. “Yaa, aku juga tidak tahu isi pikiranku waktu itu,” tawab Pak Supri. “Sudah aku lanjutkan aja ceritanya,” kata Pak Supri.
Setelah mencuri buah mangga tersebut, aku mengupas buah mangga yang aku curi itu. Setelah mengupasnya aku terkejut, karena di dalam buah mangga tersebut ada set atau belatung. Dan saat aku tidur, aku bertemu dengan penunggu pohon tersebut, dan dia berkata akan menghantui ku karena, aku mengambil buah mangga tanpa izin ke pemilik buah mangga tersebut. Aku pun langsung terbangun pada tengah malam. Aku di hantui wanita berbaju putih, aku langsung mengerti jika wanita tersebut adalah penunggu pohon mangga tersebut. Aku pun langsung pergi ke pemilik pohon mangga yang aku curi dan aku bercerita tentang penunggu pohon mangga miliknya yang mengganggguku. Setelah aku bercerita aku pun langsung pulang ke rumah. Setelah itu, aku pergi tidur dan dalam mimpiku bertemu penunggu pohon mangga itu dan aku di suruh oleh penunggu pohon mangga tersebut, untuk memenuhi syarat untuk menebus yang telah kulakukan tersebut. Syaratnya adalah menanam pohon mangga dan sebagiannya di berikan ke pemilik buah mangga yang telah kucuri.
“Oooooh, pantas 3 tahun lalu mas menanam buah mangga di halaman belakang rumah, ternyata itu sebabnya,” jawab istrinya. “Aku minta maaf ya dek, karena membawa kamu kedalam masalah ini, dan aku berjanji tidak akan mencuri lagi,” jawab Pak Supri. “Baiklah aku maafkan mas,” jawab istrinya.
0 notes
Text
Jika Kau Hidup, Aku Rindu! (Part 2)
Gadis itu melihatku saat aku meminum “kopi” yang ia bikin “Bagaimana mas rasanya?” Aku tak menjawab “Kurang manis ya? Sebentar aku ambilkan gula” “Eh tidak, tidak” Aku berusaha untuk lebih sadar lagi, melogika segalanya, gadis ini cantik rupawan elok bagaikan artis ibukota, bahkan aku mulai yakin jika bidadari itu benar benar ada! Namun kontras, ibu penjual itu tampak lusuh, mukanya seperti tengkorak yang ditempeli kulit seadanya, rambutnya bahkan ada ulatnya!, Dan kopi ini rasanya pahit, kopi sesajen! Lengkap dengan bau kemenyan dan bunganya, bahkan bentuk tekstur dan warnanya seperti darah!
Aku berpikir sendiri, merinding, dan sesekali melirik gadis yang duduk tepat di sampingku, nampaknya ia tidak nyaman aku diam kan, namun aku juga tidak tahu aku harus berkata apa.
“Tadi simbok berkata, masnya beli makanan dan masih sisa, kata simbok uangnya masih sisa dan dikasih simbok, maka dari itu aku putuskan bikinin kopi untuk masnya” gadis itu berkata sambil memainkan telapak kakinya, ia tak memandangku “Eh, jadi ibu tadi simbok kamu” aku jawab dengan kaku, seperti dipaksakan “Iya, simbok itu ibuku, bapak belum pernah datang kesini” tiba tiba intonasi wajah gadis itu murung “Memang bapak kamu dimana?” “Eh,” gadis itu mencoba menutupi sesuatu “Kerja ya?” Aku mengejar kata katanya “Hanya kami berdua yang telah disini, bapak sebenarnya masih hid..” “Nduuukkk!” Tiba tiba ibu penjual bersuara agak kencang, nampak memberikan kode kepada anaknya, agar tak mengungkapkan sesuatu “Apa mbok?” Gadis itu tampak sebal kata katanya dipotong, ia menoleh nampaknya dia dikode dengan telapak tangan simbok untuk tidak mengatakan yang sesungguhnya. “Bantuin simbok, nasinya sudah matang tolong dibawa kesini ya nduk” kata simbok kepada gadis itu “Oh iya mas, aku masuk ke dalam dulu, bantuin simbok” kata gadis itu sambil cengengesan, berusaha untuk mencairkan suasana yang kaku “Eh,” aku berusaha mencegahnya, namun apa boleh buat?
“Sebentar, nama kamu siapa?” Dengan agak berteriak sebelum memasuki rumahnya ia bersuara dengan agak kencang menyebutkan namanya, lalu dia berkata “Panggil saja aku VIT mas” Gadis itu tersenyum dari balik pintu, melambaikan tangan Namun, Bruk k k k… Dengan agak kencang, ibu penjual itu menutup rumah dari luar, nampaknya tak suka dengan percakapanku dengan anaknya, suaranya terdengar keras, sehingga menyinggung perasaanku, Bagaimana tidak, seseorang menutup pintu dengan keras di depan tamunya.
Aku sadar diri, aku harus pergi sekarang, mungkin terlalu larut, mungkin ibu itu hendak menutup warungnya, besok pagi pasti aku akan ke tempat ini lagi. Aku berkemas membereskan mantel hujan, memasukkannya mengecek handphone yang sudah meninggal, lalu berangkat menuju ke selatan. Hujan sudah reda, dan perjalanan ini akan lebih nyaman Aku lelah, aku hendak tidur, aku akan pulang.
Aku masih di perkampungan unik ini, hawa merinding masih menjadi jadi, banyak hal unik yang tak bisa kuungkapkan, namun ah, gadis itu memasuki pikiranku, membuatku malambung, vit, aku pasti kembali lagi menemuimu, aku tersenyum kecil, menandakan perasaanku berbunga bunga.
Lalu terdengar suara, suara itu seperti tahlilan aku mulai merinding lagi, suara menyebut nama-Nya berulang ulang, Aku coba untuk memperjelas, menambah tingkat akurasi pendengaranku, Tak salah, aku masih berpikir positif tapi Astaga! Suara itu makin keras, makin kencang, Astaga! Suara itu bukan suara tahlilan, Namun suara yang dilantunkan ketika membawa mayat orang mati! Astaga, aku merinding nafasku tercekat, setir motorku terasa berat, nafasku naik turun dadaku terasa berdetak sangat kencang, aku seperti kehilangan arah, motor tetap kupacu namun pelan.
Tiba tiba Beberapa anak kecil merunduk berjalan ke arahku, Tak melihatku, menganggapku tidak ada, Anak anak itu berpakaian rapi lengkap, dan berpeci Lalu beberapa remaja, melewatiku, berjalan agak tergesa gesa, mereka menganggapku juga tidak ada Lalu beberapa bapak bapak, berjalan dengan tergesa pula, melewatiku, melewati motorku, tak melihatku, tak menganggapku ada, Semuanya pria, tak ada wanita
Lalu bagian belakang, ada delapan hingga sepuluh orang, mereka berjalan berbaris kiri dan kanan, lima di kanan lima di kiri dengan satu tangan seperti mengangkat sesuatu, aku tak melihat apa yang mereka angkat, namun jika perhatikan secara seksama, Astaga!, gerakan mereka seperti mengangkat keranda mayat! Namun keranda itu tak terlihat! Berdetak kencang dadaku, komat kamit mulutku berdoa, berharap semua ini cepat berlalu.
Rombongan orang delapan hingga sepuluh itu melewatiku, aku di tengahnya di tengah tangan yang seperti mengangkat keranda mayat, Namun, jantungku berdegup lebih kencang, dua orang paling belakang wajahnya nampak tak seperti manusia! Matanya melotot, hanya dua orang itu yang melihatku dan hanya dua orang itu yang tak berbentuk manusia Dua orang paling belakang itu, langkahnya agak pincang dan diseret, mukanya hitam dipenuhi rambut, aku yakin jika mereka berdua mempunyai dua taring besar sepasang kiri dan kanan.
Dua orang paling belakang itu menatapku, matanya merah, nampak menyala, menatapku dalam dalam, dari atas motor aku pura pura tak melihat, namun tubuhku bergetar hebat, menandakan aku ketakutan yang luar biasa! Ketika tepat di sampingku aku merasakan suhu panas dari kedua orang itu, ya Tubuh mereka sangat panas, aku tak mengerti apakah ini aku bertemu dengan hantu? Genderuwo?
Melewati mereka, perasaanku sedikit lebih tenang, aku berdoa lagi, mengingat doa untuk mengusir lelembut, ayat ayat suci yang aku dapatkan dari bangku sekolah, Aku berdoa, hingga beberapa waktu terasa rintik hujan Aku berteduh di salah satu warung kelontong, pura pura untuk membeli sesuatu
“Buk beli roti” “Eh, kok malam malam gini dari mana nak?” Seorang ibu setengah baya dengan ramah mencoba berbasi basi denganku “Oh dari kondangan buk, temanku di Wonosari” “Loh kok lewat sini?” ibu itu agak kaget “Aduh saya lupa jalannya buk tapi tadi aku lewat desa eh ini” Aku mencoba mengingat desa tempat gadis cantik dan pengalaman unik tadi “Ah, desa KENDIL buk” aku mengingatnya “Desa Kendil?” “Iya buk, dekat kan dari sini?”
Ibu itu berpikir sejenak sambil memberikan roti pesananku “Nak disini tidak ada yang namanya desa KENDIL, ibu itu istri kepala desa di sini, tidak mungkin ibu tidak tahu” “Hah?” Aku kaget, perkataan ibu itu menguatkan pendapatku, aku memasuki alam mahkluk gaib! “Jalannya lewat mana?” Ibu penjual ramah itu tertarik dengan ceritaku, dia nampaknya penasaran “Eh sini buk” aku agak tergagap, shock dengan apa yang terjadi
Aku menjelaskan arah kepada ibu itu, mengingat rute yang aku lalui Ibu itu bernafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri, lalu berkata dengan bijak dan menepuk pundakku “Nak, di sana tidak ada desa adanya kuburan, alas * randu, kuburan itu sendiri bernama Wijoyo Kusumo” Ibu itu berusaha menenangkanku (* Alas adalah hutan yang lebat) “Nak ini sudah malam, kamu sekarang cepat pulang, jika ada waktu besok kamu kesini lagi, ibu antar jika kamu tidak percaya, sekarang kamu harus cepat pulang, wudhu, dan sembahyang” Aku mengangguk, tak mengatakan apapun, perasaanku tak karuan, gusar genting, letih, penat dan… patah hati, Vit, aku harap cinta ini terbalas
Motor aku nyalakan, aku pulang, di jalan agak hujan, aku sengaja tak memakai mantel, rasa gusarku mempengaruhi segalanya, sampai rumah aku wudhu, menunaikan ibadah lalu berdoa, Ayah ibuku kaget melihatku beribadah, konon beribadah di rumah kata mereka adalah hal yang asing, dan langka terjadi. Namun inilah aku sekarang.
Beberapa waktu berlalu, aku mencari tempat itu tidak pernah aku temukan, aku berusaha berbicara dengan warga sekitar mereka sepakat jika aku masuk ke kuburan, memang benar ada anak dan ibu yang meninggal dunia beberapa tahun lalu, dan memang benar ibu dan anak itu seperti yang aku lihat, tepat namanya seperti yang gadis cantik itu katakan, dan kata orang-orang tua memang benar juga jika penunggu kuburan itu seorang perempuan tua mengenakan kebaya dan selalu membawa tongkat dan suka mengetukkan tongkat itu untuk mempersilakan tamunya masuk ke alam mahluk gaib/ kuburan itu,
Dan juga memang benar waktu aku memasuki alam lain itu, ada warga yang meninggal dan semua yang mengantarkan pria dengan alasan waktu itu sudah agak malam dan permintaan almarhum jenasah jika harus dikuburkan waktu Maghrib menjelang Isa.
Semua keterangan dari warga sekitar, pencarianku di internet, dan obrolan dengan teman temanku mengatakan jika waktu itu aku memasuki alam makhluk gaib, mungkin kemungkinan besar jika aku masuk ke kuburan, atau alam lain yang ada di kuburan. Namun ada satu yang ganjil, tak aku ceritakan ke teman temanku, atau pun siapapun, Perasaan ini selalu mengganjalku, menghantuiku, tak kuasa aku membendungnya, pernah ketika suatu waktu aku berpikir terlalu dalam dan aku menangis, Hanya sebatas sesuatu yang ingin aku sampaikan namun tak bisa, beda alam, pamali, tak sopan, tidak baik, dan dosa!
– vit aku rindu
0 notes
Text
Jika Kau Hidup, Aku Rindu! (Part 1)
Hujan menemaniku dalam perjalanan pulang, tetesannya kejam dan pilu membuat semangatku meluntur, sesekali petir menyambar aku masih terjaga, menguatkan diriku, walau perjalanan mungkin masih jauh namun aku berusaha untuk tetap melanjutkan perjalanan.
Handphoneku hampir meninggal dengan damai, lengkap dengan GPS ku, yang bisa dipastikan jika aku tersesat maka akan susah untuk kembali mengingat hari sudah hendak memasuki malam hari. Disekelilingku tidak ada rumah sama sekali, hanya aku, aspal, pembatas jalan dan pepohonan yang rimbun aku setengah was was, takut merinding dan sangat kelelahan.
2 jam yang lalu undangan dari mantan kekasihku, dia menikah, aku pergi sendirian tanpa mengajak pacarku yang kebetulan masih menjadi rahasia Tuhan, dan sangat disayangkan pula otomatis aku pulang sendirian juga.
Hujan masih belum reda, aku semakin memasuki kedalam hutan belantara di daerah Yogyakarta bagian timur, Gunungkidul, aku tak begitu mengingat jalan ketika aku berangkat, apalagi pulang, apalagi hari mulai gelap dan tentu diperparah dengan hujan yang mengguyur bumi tanpa henti, Dalam radius setengah kilo meter kulihat sekilas ada sebuah gapura besar, tinggi, tak begitu aku perhatikan nama gapura itu, aku memasukinya saja, namun tak kusangka, aspal hitam tanpa kusadari tiba tiba lenyap, berganti dengan tanah liat yang begitu licin, aku terperosok jatuh.
Ssrtttt… Srt tt t.. Brukkk… Srut… Aku jatuh agak jauh, beberapa meter di depanku adalah jurang dan keberuntungan masih di pihakku.
Tak ada yang menolong, tak ada yang membantu, hanya aku yang sangat kesusahan mengangkat motorku di tengah hujan, Di sekeliling hanya hutan pepohonan yang rimbun, aku bergidik, bulu kudukku merinding, kutengok ke kiri dan ke kanan tak kutemui satupun rumah ataupun cahaya, hanya saja ada satu cahaya yang agak gelap di arah lurus jalanku tadi, Aku bergegas menuju kesana. Kupacu sepeda motorku.
Sesampai di cahaya yang aku maksud, Seorang wanita tua bersanggul mengenakan kebaya, membawa sebuah lampu petromak, lampu independen jaman dulu, tampak di depan rumahnya, Di tangan kanan wanita itu memegang petromak, tangan kirinya memegang tongkat, Dalam hujan deras aku memperhatikannya, agak samar memang, Wanita tua itu memperhatikanku, hingga waktu beberapa meter ketika aku melewatinya aku melirik wanita tua itu, Wajahnya melotot, nampak tak suka dengan kedatanganku, beberapa kali ia memukul tongkatnya ke tanah,
Akhirnya aku hanya melewatinya saja, sembari berdoa aku selalu diberi keselamatan, Beberapa meter dari wanita itu aku melihat sebuah kampung, kampung itu nampak asri, sangat pedesaan dan aku tak menemukan lampu penerangan modern, mungkin mati lampu pikirku, aku menuju ke salah satu rumah di kampung itu, Motorku aku hentikan, aku melihat seorang bapak bapak, mengenakan sarung, dan dia tak mengenakan baju, padahal ini hujan deras tentu saja udara sangat dingin dan kontras dengan bapak yang tak mengenakan baju tersebut
“Permisi pak” “Mari nak silakan” dengan menggunakan bahasa Jawa halus bapak itu menanggapiku “Mohon maaf, pak, nampang bertannya jalan untuk menuju ke Bantul* dimana ya pak?” Tanyaku (* Bantul adalah kotaku, salah satu kabupaten di daerah provinsi Jogjakarta) “Bantul?” Bapak itu mencoba menerawang “Iya pak” Bapak itu berusaha mengingat ingat sembari Komari Kamit berusaha menemukan daerah yang aku cari, aku mengerti dia tak paham “Atau mungkin Pantai Parangtritis* pak?” Pantai parang Tritis mungkin bapak itu lebih mengerti (* Parangtritis adalah salah satu pantai di daerah Bantul, pantai itu sangat terkenal) “Pantai parangtritis?” Bapak itu mulai berpikir kembali, mencoba mengingat ingat, tak mengatakan apapun kepadaku. Aku mulai putus asa untuk bertanya, dan mulai berpikiran tidak baik, kepada bapak itu, aku bergegas menyudahi mungkin nanti jika ada orang akan aku tanyakan lagi, aku bertanya pertanyaan terakhir “Atau mungkin arah Timur Utara Selatan?” “Oh, timur sana mas, selatan sana, Utara sana, dan barat sana” Dia berkata sambil menuding-nudingkan tangannya Aku berpikir ada yang tidak beres “Arah selatan sana ya pak?” Tanyaku “Iya mas” “Jika arah pantai selatan kesana ya pak berarti” Parangtritis adalah pantai selatan, otomatis jika aku menuju lurus ke selatan pasti aku akan menuju ke pantai Parangtritis mengingat secara geografis, Gunungkidul di utaranya Parangtritis “Benar mas, pantai selatan ke arah sana” Aku agak bingung, tapi berusaha untuk tetap ramah aku berpikir ada yang tidak beres. “Baiklah pak, terimakasih banyak, saya mohon ijin untuk pulang” “Baik mas, tidak mampir dahulu” “Tidak pak terimakasih” Bapak itu tiba tiba menjulurkan tangannya, aku agak kikuk, dia berusaha menjabat tanganku, dengan agak kikuk aku menjabat tangan bapak itu, namun ketika menggenggam tangan bapak itu, rasanya dingin, tangan bapak itu sangat dingin, bahkan aku yang kehujanan dan tentu tanganku lebih dingin dari biasanya, namun ketika menggenggam tangan bapak itu, tanganku terasa dingin, ada yang tidak beres, pikirku dalam hati
Aku menyalakan sepeda motorku, bergegas menuju ke selatan yang diarahkan bapak itu, beberapa meter di depan ada sebuah warung dengan hanya berpenerangan Dian sentir* (Dian sentir adalah alat penerangan dengan kegunaan seperti lilin di tempatku) Aku berhenti di depan warung itu, banyak sekali makanannya, kutaruh mantel dan sepeda motorku lalu memasuki warung itu
“Kulonuwun*” aku berusaha menyalami penjual warung itu (* Kulonuwun adalah kata permisi dalam bahasa Jawa halus) “Mari mas” Seorang perempuan setengah baya keluar dari dalam rumah, nampak menjawabku “Buk mau pesan makan” “Silakan mas” perempuan setengah baya itu menyilakan aku untuk menyantap makanan
Ada beberapa makanan, seperti lele, ikan, ayam, pisang, ubi rebus, dan beberapa makanan lainnya, namun tidak aku temui makanan berupa gorengan, ataupun kemasan semuanya di rebus, ataupun beberapa di bakar seperti ayam bakar, Aku mengambil nasi, mengingat aku perjalanan hampir 3 jam dan perutku sangat lapar aku mengambil nasi dan ayam bakar, Diluar dugaanku, ayam bakar itu sangat enak! Bahkan aku berpikir jika suatu saat aku hendak ke tempat ini lagi bersama temanku untuk mencoba warung ini. Seusai makan aku meminum air putih yang disediakan, dahagaku kembali pulih.
“Buk, hujannya dari tadi ya buk?” Aku berusaha untuk berbasa-basi “Iya mas” jawab itu pendek, terasa sekali dia menjawab dengan tidak nyaman, kepalanya menunduk, hampir tak pernah melihatku, entah dia berusaha sopan atau karena tidak nyaman akan keberadaanku, mungkin juga tidak ada pelanggan dan hanya aku satu satunya
“Maaf buk, ini namanya desa apa” “Desa KENDIL” dia masih menjawab singkat, wajahnya tetap menunduk “Desa Kendil?” Aku bertanya memastikan, namun ibu itu tak menjawab, kini aku yang tidak nyaman, mungkin lebih tepatnya tidak enak hati, karena mungkin karena kedatanganku ibu ini menjadi tidak nyaman. Aku membayar, “Buk berapa ini semua?” Ia berdiri, namun tak melihatku hanya melihat makanan yang ia sediakan “Aku tadi makan, nasi, ayam bakar, kacang dua, dan air putih” Ibu itu menghitung “Sembilan ratus mas” “Hah?” Aku shock, kaget, nyaris tak percaya lalu ngilu, mendadak lemas Makanan di tengah kampung seperti ini harganya fantastis sembilan ratus ribu!
“Maaf berapa buk?” Ibu itu menghitung lagi “Maaf, sembilan ratus lima puluh” ibu itu menegaskan kesalahannya dalam menghitung “Hah?” aku tidak percaya “Maaf buk untuk ayam bakar berapa?” Lalu ibu itu menjelaskan, penjelasan ini terpanjang yang pernah ia ucapkan “Nasi tiga ratus, ayam bakar empat ratus, kacang dua ratus, air putih lima puluh” Ibu itu menjelaskan dengan hati hati,
Aku mendorong tubuhku ke belakang, ini semua janggal! Ada yang tidak beres, aku agak lemas, mencubit tanganku namun sakit, ah benar aku tidak bermimpi ini semua nyata, Aku tak tahu harus berbuat apa, Aku memberanikan diriku, lalu aku bertanya lagi, “Maaf sembilan ratus ribu atau sembilan ratus rupiah” Ibu itu tak menjawab, nampak kebingungan, mungkin bingung menjelaskan, raut wajahnya yang selalu disembunyikan nampak jelas ibu itu kebingungan, Aku tak tahu berbuat apa
“Sembilan ratus” “Hah?” Spontan aku tak percaya, 2022 mana ada makanan harganya sembilan ratus perak? Mana ada? Aku berusaha menutupi ketidak percayaanku, kuambil uang dua ribu, aku memberikan kepada ibu itu,
Ibu itu menerima, lalu, menatapku, baru kali ini aku ditatap ibu itu, wajahnya nampak pucat, mukanya kaku, nampak wajahnya bekas dibalut tanah atau apa aku tak mengerti, tulangnya agak terlihat, bibirnya pecah kaku, Kini aku yang gantian menunduk, tak berani menatapnya, perasaanku campur aduk tak karuan, aku tak pernah melihat wanita seperti ini, walaupun aku laki laki namun aku ingin menangis, ataupun meminta tolong kepada ibuku, wanita itu lebih tepatnya seperti mumi yang baru saja dibalsem!
Aku tak menyadarinya dari tadi, wajah itu memang tak pernah diperlihatkan kepadaku, histeris dalam hati aku lemas, terduduk hendak pingsan, namun petir menyadarkanku bahwa aku pria, dan aku harus menyelesaikan semua ini. Aku berusaha baik baik saja, kuambil nafas, ibu itu kembali menunduk, Mengembalikan uang dua ribu kertas kepadaku, aku pegang uang itu aku masukkan ke dompet Aku berpikir keras, apakah aku langsung lari? Tak membayar? Lalu mengendarai sepeda motorku kencang kencang? Dan tak pernah melihat kebelakang, kan masih hujan? Ibu itu tak mungkin menangkapku, bagaimana aku memakai mantel? Mantel aku taruh dimana ya?
Ah pikiranku kemana mana! Aku buka dompetku, ibu itu masih nampak memperhatikan tingkah lakuku, aku berusaha tetap waras dan realistis, tetap tenang dan menutupi kegagapanku, kekagetanku,
Di dalam dompet ada uang 1000 an koin, uang itu uang tahun 80 an, yang 1000 an gambar foto Goro-Goro, yang biasa dipakai untuk kerokan, uang logam besar. Ibu itu menerima uangku mengangkatnya, lalu memperhatikanku, aku kembali menunduk, takut. Ibu itu menerimanya, “Simpan saja kembaliannya buk” dengan mengumpulkan keberanian aku berusaha beritikad baik dengan cara menyogok ibu itu agar semua baik baik saja. “Eh” ibu itu memperhatikanku, kuberanikan melihat wajah ibu itu, Kami nampak canggung, dalam hati memang ibu ini manusia, namun aku perhatikan lagi, Rambutnya putih, memutih, kuperhatikan lagi Astaga! Aku merinding, shock kaget, dan nyaliku jatuh, astaga di ujung kepala ibu itu nampak belatung belatung menggerogoti kepalanya, Aku terduduk kembali, kali ini lebih ketakutan, khawatir pilu dan kini ingin menangis lebih keras, Untuk kedua kalinya petir malam menyadarkanku. “Sebentar” ibu itu membuyarkanku, ingin rasanya aku pingsan saja.
Tiba tiba, Ibu itu kembali, dibelakangnya seorang sosok dalam kegelapan, di remang lampu Dian sentir sosok itu keluar, Astaga! Aku yakin, seorang gadis sangat cantik, berusia 20 an bergaun putih, berkebaya dan tersenyum menatapku, Astaga! Sangat kontras dengan keadaan disekitarnya Ibu dan gadis cantik itu bercakap cakap, Dibawah air hujan dan petir aku tak mendengar, hanya memperhatikan mereka bercakap-cakap
Aku menunggu, sesekali dari tangan ibu itu memberikan kode dengan menunjukku yang menandakan sedang berkata tentang aku, Aku serba salah, ingin aku rasanya pergi, toh aku sudah membayar, toh aku juga tidak salah apa apa, Aku menguatkan tekadku, Kubusungkan dadaku, Kukuat kan kakiku, Aku berdiri Namun,
“Mas?” Gadis itu menyapaku, wajahnya tersenyum malu malu, nampak dari gelagatnya “Eh” “Sebentar mas” gadis itu tahu aku hendak pergi, Gadis itu memasuki rumahnya Beberapa waktu keluar kembali, membawakan sebuah kopi hitam Aku menggaruk kepala, tak mengerti.
Gadis itu duduk tepat di sampingku, ia berusaha tersenyum, senyumannya manis, sangat manis bahkan membuatku lupa akan hidupku, aku jatuh, terjatuh dalam terikat lubang, tak kan keluar lagi, CINTA, jatuh cinta untuk pertama kalinya dalam hidupku, setelah remuk redam melihat mantanku menikahi lelaki idiot yang sok kaya itu.
“Ini aku buatkan kopi” gadis itu tersenyum, malu, kadang menunduk, mukanya merah menyembunyikan sesuatu “Eh” jawabku, aku gelagapan dibuatnya, butuh waktu yang tepat untuk menanggapi kata-katanya “Ini kopinya diminum dulu, keburu dingin” dia tersenyum kembali menatapku, aku tak membalas pandangan itu, pandangannya menikam perasaanku, mencampuradukkan fakta, realita dan khayalan. “Eh iya” jawabku salah tingkah
Kopi hitam itu aku pegang, tanganku agak gemetar, aku tidak takut, hanya sedikit gusar, grogi dan entahlah aku tak mengerti apa ini.
Kopi hitam itu aku pegang, Tiba tiba perasaan aneh melandaku, entah perasaan apa ini, Aku mencoba berpikir waras, Aku memegang kopi itu, namun aku yakin gelas itu tidak panas seperti yang dikatakan gadis itu, gelas itu dingin, bahkan sangat dingin bisa dikatakan tidak ada panas panasnya sedikitpun, Aku minum sedikit, Aku tersedak, hampir kusemburkan kopi itu, rasa kopi itu aneh, berbau menyan, kembang, dan rasanya sangat pahit, bukan pahit kopi, pahit sejenis tanaman, aku tak pernah meminum kopi seperti ini, ini bukan kopi!
Aku perhatikan lagi, aku lihat kopi itu, dalam remang aku rasa ini bukan kopi, aku usah mulutku yang masih ada kopi itu Astaga! Teksturnya aku yakin ini bukan kopi, ini darah!
0 notes
Text
Hantu di Loteng Rumahku
Pada saat aku masi kecil. Orangtuaku mengajakku pindah ke rumah baru karena rumah yang aku tinggali bersama dengan keluargaku sudah habis kontrak. Pada saat itu, orangtuaku tidak punya cukup uang untuk membeli sebuah rumah yang bisa layak huni. Setelah beberapa hari menginap di rumahnya nenek. Ayahku mendapat telepon dari salah seorang temanya yang mengatakan bahwa ada sebuah rumah Besar yang dijual dengan harga yang sangat murah.
“Kita akan segera pindah ke Rumah yang besar dan harganya murah,“ kata Ayahku. “Pindah rumah ke daerah mana Yah?” kataku. “Di daerah terpencil dekat Danau Riverlands,“ ucap Ayahku. “Kapan kita akan pindah ke sana Yah?” Sahut Ibuku dengan mukanya yang sangat tidak sabar. “Besok kita akan berangkat kesana” “sekarang kita beres-beres barang dahulu”, tambah Ayahku.
Hari keesokanya pagi-pagi sekali aku sudah dibangunkan oleh ibuku. Dengan wajah yang semrawut, aku berjalan menuju kamar mandi untuk menyegarkan badanku. Setelah selesai dari kamar mandi, aku langsung bergegas ganti baju dan langsung berpamitan kepada Nenekku.
“Hati-hati di jalan yaaa, Semoga kalian semua selamat sampai tujuan, Bersenang-senanglah di rumah baru kalian” Kata Nenekku.
“Ya Nek, Kami berangkat dulu yahh”, “Dadaaahh” ucap kami bersama dengan kompak.
Kami pun memulai perjalanan dengan serangkaian ucapan doa agar selamat sampai tujuan. Jika dilihat dari rumah Nenekku, perjalanannya kira-kira membutuhkan waktu sekitar 9 jam perjalanan. Ya ini memang perjalanan yang cukup melelahkan, tetapi kita harus melakukanya agar bisa mendapatkan tempat untuk berteduh dari panasnya matahari dan dinginya malam.
Setelah perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya kami masuk ke daerah terpencil yang dinamai dengan Riverlands. “Ini yang disebut daerah Riverlands?” kataku “ya kelihatan sangat mengerikan” sahut Ibuku Bagaimana tidak, tempat itu dikelilingi dengan hutan lebat. sepanjang perjalanan aku hanya melihat pepohonan besar di kiri dan kanan jalan tanpa ada penerangan jalan sedikit pun.
Akhirnya kami pun sampai pada tujuan yang dimaksud. Bangunan itu kelihatan sangat megah dengan dikelilingi hamparan rumput yang sangat luas sekali. Kami turun dan mencoba untuk melihat sekeliling dari rumah tersebut sambil bergumam dan bertanya-tanya “Siapa yang mampu untuk membuat ‘RUMAH’ sebesar ini”.
Ayahku sedang berbincang-bincang dengan Sang pemilik rumah sebelumnya yaitu Mr. Frederick Johansson. “Kenapa anda meninggalkan Rumah yang sebesar ini?” kata Ayahku. “Ya ngga kenapa-napa aja, cuman gitu Kita disini sering merasa ngga enak. kadang sering juga digangu dengan hal yang ngga masuk akal” ucap Mr. Frederick “Anda tinggal disini sudah berapa lama tuan?” “Sekitar tiga bulanan baru disini dan aku ingin memberitahumu sesuatu” Dengan wajah yang sangat terburu-buru Mr. Frederick berusaha membisikkan sesuatu hal di telinga ayahku.
“Apapun yang terjadi disini dan seberbahayanya sesuatu itu janganlah kamu dan keluargamu sekali-kali mencoba masuk ke dalam loteng Rumah itu” “Apa yang salah dengan loteng itu?” kata Ayahku dengan ter heran Tidak sempat menjawab Mr. Frederick langsung pergi ke mobilnya dan mengucapkan selamat tinggal kepada kami.
“Apa yang terjadi Yah?” tanyaku “Tidak apa-apa semuanya baik baik saja ayo kita masuk ke dalam,” ucap Ayahku untuk berusaha menghilangkan rasa penasaranya dan mencoba untuk menjagaku dari hal yang buruk.
Kami pun masuk ke dalam Rumah besar tersebut dan memang terlihat sangat klasik dan kuno seperti rumah orang kaya pada zaman dahulu. Masih banyak barang antik yang ada di rumah ini seperti kursi kayu, ukiran antik, jam besar dan masih banyak lagi lainya.
Aku pun mencari kamar tidur untukku sendiri dan itu letaknya ada di lantai tiga rumah tersebut. Kamarnya pun cukup besar dan sebenarnya muat untuk beberapa orang. yang menarik perhatianku adalah sebuah kaca besar yang terdapat persis di depan kasurku. aku pun mencoba mendekat untuk memeriksanya dan tiba tiba sebuah bayangan seorang lelaki kurus dengan wajah yang sangat tidak ingin dilihat oleh orang lain. Berwajah seperti orang yang habis terkena hukuman mati, wajahnya ditutupi dengan lumuran darah serta bentuk rambut tak terurus selama bertahun-tahun lamanya. Dia meronta-ronta kesakitan dengan mengatakan hal yang tidak aku pahami. Dan ini akan menjadi satu-satunya wajah seseorang yang tidak akan aku lupakan sampai kapanpun.
Akupun seketika terdiam dan tidak bisa berkata apapun. Akupun mencoba untuk berpikir positif akan sesuatu hal yang baru saja menimpa diriku. seolah tidak ada apa apa, akupun keluar dari kamarku untuk mengajak ibuku untuk membuat makan malam.
Untuk saat ini, memang persediaan bahan makanan masih kurang mencukupi, jadi kami mengambil sisa makanan yang ada di mobil. Saat aku keluar dari Rumah itu aku hanya melihat sebuah hamparan rumput yang ditutupi oleh gelapnya sinar malam tanpa ada sedikitpun penerangan ada di sana. Aku pun pergi ke mobil untuk mengambil makanan yang ada di bagasi mobil dan tiba-tiba angin kencang berhembus dari belakang punggungku seakan-akan ingin menusukku dari belakang. Aku pun bergegas kembali ke dalam Rumah tersebut dan tiba-tiba, aku mendengar teriakan seorang anak kecil yang berada di tengah hamparan rumput tersebut dan dia seolah-olah berusaha untuk melawan angin kuat tersebut.
Tanpa pikir panjang, akupun berusaha menghampiri anak tersebut untuk membawanya pergi dari tempat itu. Tetapi, bukanya malah mendekat, Ia malah berusaha menjauhiku dan berkata “menjauhlah dariku dan jangan pernah kembali ke sini lagi!” Seketika itu akupun berhenti berlari dan aku mendengar suara sayup-sayup Orangtuaku berteriak dari depan rumah, Akupun menoleh lagi kearah anak kecil tadi berlari dan ternyata anak itu sudah tidak ada di depanku.
Anginpun masih bertiup kencang dan aku seolah-olah tidak menghiraukan angin itu karena hal yang “Lagi-Lagi” terjadi padaku. Akupun berjalan dengan perasaan yang tidak terarah, serta pikiranku yang bergumam akan hal itu.
“Apa yang membuatmu berlari ke tengah halaman itu?” Tanya Ibuku “Aku melihat ada seorang anak kecil yang sedang berteriak, jadi aku menghampirinya siapa tahu dia membutuhkan pertolongan” sahutku dengan wajah tatapan yang kosong. “bagaimana bisa ada anak kecil malam-malam bermain di tengah lapangan sendirian?” Ayahku “Aku juga tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi” tambahku “Sudah jangan menghayal yang tidak-tidak” Ibuku “Cukup-cukup, jangan dibicarakan terus, mari kita masuk ke dalam Rumah, ini sudah mau hujan” kata Ayahku yang mencoba menghentikan percakapan kita semua tentang hal itu tadi.
Hujan deraspun mengguyur daerah ini seolah-olah tempat ini menjadi daerah yang sangat mencekamkan bagi siapapun yang datang kemari. “Sudah jangan melamun teruss, habis makan langsung pergi tidur, besok pagi-pagi sekali Ibu akan mengantarmu ke sekolah terdekat yang ada di sekitar sini, jadi bersiap-siaplah” Mendengar kata itu, Aku sedikit merasa lega karena Aku tidak terus-menerus berada di tempat yang seperti ini.
Pada hari berikutnya, Aku diantar ke sekolah dengan ibuku. Sesampainya disana Aku bertemu dengan banyak siswa lain yang kelihatanya menatapku dengan rasa penasaran dan terheran-heran. Sedikit terdengar dari percakapan mereka semua yang mengatakan, “Ehhh, itu adalah anak baru yang berasal dari kota yang mendiami Rumah berhantu Riverlands” Sejenak aku berpikir, “Apakah mereka tahu tentang semua cerita Rumah itu?”
Setelah semua kegiatan di Sekolah berakhir, Aku pun pulang ke Rumah itu dengan berjalan kaki “Heyyyy tunggu akuuu” terdengar suara orang memanggilku dari belakang. “Heyy, kenalin aku matthew, ehh dan siapa namamu? “Namaku John” itulah pertama kali aku menyebutkan namaku pada orang sekitar sini “Apakah kamu yang tinggal di Rumah besar di tepian danau itu?” “Iya, kamu tahu dari mana kalau aku tinggal disitu?” “Semua orang di sekolah tadi membicarakanmu” “Ohhh iyaa?” walaupun dalam hatiku sudah tau, tetapi aku tidak berani lancang-lancang pada orang lokal. “Mengapa kamu tanya soal Rumahku Matthew?” “Ehhh tidak apa-apa, aku cuman mau tanya aja” jawab matthew dengan wajah yang ragu seakan-akan menyembunyikan sesuatu dariku. “Sudah dulu ya, aku juga mau pulang sampai jumpa di sekolah besok, hati-hati di jalan john” tutup percakapan matthew kepadaku. “Iyaa sampai jumpa” jawabku
Hari demi hari sudah berlalu, dan ternyata tidak ada hal-hal janggal yang terjadi. Cuma sesuatu-sesuatu kecil saja seperti suara di atap Rumah itu. Dan aku masih bisa menoleransi akan hal itu dan berpikir “Aaaaahhh itu Cuma tikus sajaaa”
Hari keempat sudah kulakukan di sekolah ini. Aku sudah berani untuk bertanya-tanya kepada guruku mengenai Rumah itu, Aku beusaha untuk mencari informasi yang sudah ada, barangkali orang-orang lokal seperti guruku tahu. Tetapi, tidak ada satupun Guruku yang mengetahuinya.
Akan tetapi ada salah seorang Guru yang belum aku tanyai akan hal itu. Dia-lah Mr. Robert D. Naier. Dia adalah seoarng guru psikolog di sekolahku. Dia adalah salah satu guru yang ditakuti oleh semua murid di sekolah setelah Ibu Kepala Sekolah kami, Mrs Rossaline.
Ruangannya terletak terpisah dari kantor guru, dikarenakan guru psikolog adalah guru yang mengurusi anak-anak yang sedang bermasalah, lebih tetpatnya seperti guru BK.
Aku mendatangi ruanganya, tetapi tidak ada orangnya disana. Akupun pulang dengan rasa berharap yang sangat tinggi, siapa tahu hanya dialah satu-satunya oranh yang tahu akan sesuatu hal yang berhubungan dengan Rumah itu.
Sepulang dari sekolah, Aku mendapati Rumahku kosong, tidak ada siapapun di rumah. Aku pun berpikir mungkin mereka sedang keluar. Ternyata mereka semua berada di halaman belakang Rumah.
“Apa yang sedang kalian lakukan?” Aku bertanya “Kami sedang menggali sesuatu” “Kenapa kalian melakukan ituu?” Tanyaku dengan terheran-heran “Entahlah, hanya saja Ibu lihat tadi ada sekumpulan gagak yang sedang berkumpul di satu tempat, jangan-jangan ada sesuatu yang terkubur di bawah sini” “Apakah Ayah menemukan sesuatu?” “Tidak apa-apa, hanya saja Ayah menemukan…”
0 notes