Tumgik
#Sejarah Singkat G30S
poroskota · 2 years
Text
Sejarah Singkat Peristiwa G30S Hingga Saat Dipimpin Letkol Untung
Sejarah Singkat Peristiwa G30S Hingga Saat Dipimpin Letkol Untung
POROSKOTA.COM – Simak sejarah dari Gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia. Setiap berdirinya sebuah negara pasti memiliki perjalanan yang panjang seperti halnya peristiwa G30S PKI. G30S ini menjadi peristiwa yang kelam dan dianggap penting pasca kemerdekaan Indonesia. Pada peristiwa G30S ini, terjadi penculikan terhadap perwira tinggi Angkatan Darat (AD). Melibatkan Pasukan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
punteuet · 3 years
Text
Sejarah Singkat Gerakan 30 S PKI
Sejarah Singkat Gerakan 30 S PKI
Ahmadalfajri.com – Sejarah Singkat Gerakan 30 S PKI Sejarah Singkat Gerakan 30 S PKI Ada 5 teori tentang peristiwa G30S/PKI Pertama, G30S adalah persoalan internal TNI AD. Kedua, G30S PKI didalangi oleh CIA Ketiga, keterlibatan Presiden Soekarno dan G30S PKI. Keempat, G30S PKI adalah kepentingan Amerika dan Inggris. Kelima, PKI bukan merupakan pelaku tunggal. Terlepas dari ke 5 teori…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
virtualofficeku · 3 years
Photo
Tumblr media
"Mari mengenang sejarah singkat dan nilai moral pada peristiwa kelam G30S/PKI." •••PT. Garuda Perkasa Putra angkasa••• TAN 082210111157 (HP/WA) #gapuratan #gapura #gapuraoffice #gapuraofficemalibu #gapuraofficegreengarden #gapuraofficeglc #gapuraofficeglc24 #gapuraofficedadap #gapuraofficemeruya #gapuraofficepesanggerahan #gapuraofficegading #gapuraofficerawamangun #gapuraofficecideng #gapuraofficedarmawangsa #gapuraofficepondokindah #gapuraofficebekasiselatan #ptgarudaperkasaputraangkasa #virtualoffice #virtualofficeku #g30spki #g30spki21
1 note · View note
borobudurnews · 3 years
Text
Mengenal Sejarah Operasi Trisula Oleh TNI AD Buru Pemberontak
Mengenal Sejarah Operasi Trisula Oleh TNI AD Buru Pemberontak
BNews–NASIONAL– Saat itu, Gerakan G30S 1965 yang dimotori Letkol Untung gagal total. TNI AD memukul balik dan menghancurkan PKI dalam waktu singkat. Para pemimpin gerakan itu ditangkap atau ditembak mati. Sisa-sisa kaum komunis yang lari akhirnya berkumpul di Blitar Selatan sekitar tahun 1966. Mereka memusatkan basis perlawanan di sana. Blitar Selatan dipilih karena pada masa itu, sangat…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
ayojalanterus · 3 years
Text
Komunisme Gaya Baru di Indonesia
Komunisme Gaya Baru di Indonesia   Oleh: Nuim Hidayat, Ketua DDII Depok (2012-2021), anggota MIUMI dan MUI Depok Hilmar Farid ketika menyatakan diri bahwa ia anti Orde Baru dan pro PKI, masyarakat kaget. Sebab, Doktor lulusan Singapura ini bukan orang sembarangan. Ia kini menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan di Kemendikbud. Tentu ideologi yang dipegang Farid berdampak pada kebijakannya. Maka tidak heran kemudian muncul masalah tentang buku Kamus Sejarah Indonesia. Kamis yang disusun Tim Farid ini menimbulkan polemik karena tidak memuat beberapa tokoh Islam dan tidak menyalahkan PKI dalam sejarah Indonesia. Budiman Sujatmiko, mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik kini perannya lain lagi. Ia yang kini aktif di PDIP sedang mendirikan Bukit Algoritma di Sukabumi. Proyek yang menelan biaya trilyunan ini direncanakan akan menampung ilmuwan-ilmuwan Indonesia untuk berinovasi. Ia ingin meniru Amerika dengan Silicon Valley nya. Seperti diketahui PRD yang berdiri tahun 90an adalah beriodeologi komunis. Lembaga itu diawaki anak-anak muda beraliran kiri dan dibina oleh senior-senior pro PKI. Pramudya Ananta Toer adalah salah satu pembinanya. Lembaga ini berperanan besar dalam penggulingan Soeharto. Dan memang tujuannya untuk itu. Membalaskan dendam keturunan PKI terhadap berbagai kebijakan Soeharto yang membuat mereka menderita.   Partai Golkar dan PDIP beberapa kali diketahui mengirimkan kader-kadernya untuk belajar kepada Cina. Pengiriman kader ini jangan dianggap enteng. Karena Partai Komunis Cina telah siap dengan program pembinaan yang canggih untuk menanamkan ideologi sosialis atau materialismenya. Maka jangan heran banyak kader kedua partai ini berideologi pluralisme agama. Menganggap bahwa agama tidak penting dalan kehidupan bernegara, yang penting adalah kerja, kerja, kerja. Jokowi, Megawati, Prabowo dan Luhut begitu kagum dengan kemajuan Cina. Jokowi dan Luhut bahkan mendatangkan investasi besar-besaran dari Cina. Di samping juga mereka membuka tangan terhadap kehadiran TKA dari Cina. Prabowo juga memuji kemajuan Cina. Menurutnya Cina berhasil mengatasi pengangguran dalam waktu singkat. Megawati untuk menunjukkan hubungan akrabnya dengan PKC, maka Juli 2021 lalu ia mengucapkan selamat ulang tahun kepada partai yang mengendalikan 1,4 milyar penduduk itu. Melihat fenomena ini maka Komunisme Gaya Baru memang sedang tumbuh di Indonesia. Komunisme di sini bukan berarti menjelma seperti PKI, tapi ideologinya dikagumi banyak tokoh di tanah air. Kegemilangan Cina untuk menjadi negara super power menyaingi Amerika saat ini, menjadikan banyak pejabat kita ingin meniru Cina. Padahal secara budaya dan politik, Indonesia berbeda dengan Cina. (Baca https://ift.tt/2YcmLc3). Beberapa tokoh yang pro komunis, juga ingin bermertamorfosa menjadi sosialis demokrat. Mereka ingin membawa komunis seperti di Eropa. Pandangan mereka sosialis dan menerima demokrasi. Ideologi ini parahnya menyamakan semua agama dan bahkan menganggap bahwa agama tidak penting. Yang penting bertuhan atau berspiritual. Yang penting tenteram hidupnya, apapun agama yang dipeluknya atau ia tidak memeluk satu agama apapun. Yang penting bisa kerja, nggak penting itu doa. Inilah berbagai varian KGB. Ada yang mengidolakan negara Cina, ada yang pro PKI dan ada pula yang menganut ideologi sosialis demokrat. Tentu dalam era demokrasi saat ini, sah-sah saja mereka menganut ideologi apapun. Karena meski ada pelarangan penyebaran komunisme dan Marxisme dalam Tap MPR, kenyataannya buku-buku Marx, Hegel, Pramudya Ananta Toer dll beredar bebas di tanah air.   Yang terpenting saat ini adalah menjaga anak-anak Muslim dari pengaruh faham-faham yang merusak jiwa itu. Faham ini bila dilihat sekejap tidak membahayakan. Tapi bila diteliti secara mendalam, maka akan nampak bahayanya baik untuk individu, keluarga, masyarakat dan negara. Faham komunis dengan berbagai variannya saat ini, yang jelas tidak menganggap penting peran agama atau Tuhan dalam kehidupan. Faham ini hanya melihat manusia dari sudut materinya belaka. Maka jangan heran banyak pejabat sekarang yang menyatakan jangan fanatik, jangan radikal, harus moderat, semua agama itu sama saja dan seterusnya. Mereka menyerukan spiritualitas tanpa agama. Mereka menyerukan akal, tanpa mementingkan jiwa. Menyerukan dunia dan mengeyampingkan akhirat. Maka jangan heran dalam tindakan politik praktisnya, mereka menjadi pro komunis, anti fanatisme atau radikalisme, anti kitab suci dan seterusnya. Maka meski masyarakat Islam malam ini banyak yang mengajak untuk menonton film pengkhianatan G30S PKI,  mereka menolaknya. Mereka menganggap film itu pro Orde Baru anti PKI. Mereka lebih suka menonton film-film yang pro PKI seperti Jagal atau Act of Killing.   Maka jangan heran kini ada penghilangan patung diorama Soeharto, Sarwo Edhie dan Nasution di Markas Kostrad. Ini bukan soal halal atau haramnya patung. Ini adalah upaya-upaya untuk menghilangkan peran tokoh-tokoh nasional dalam menumpas gerakan PKI. Di kampus-kampus gerakan KGB juga melakukan deislamisasi. Gerakan itu didahului dengan riset terhadap berbagai perguruan tinggi negeri yang terdampak radikalisme. Kemudian diikuti dengan pembatasan pengajian di kampus, pengawasan dosen-dosen yang dianggap radikal, pembatasan lembaga dakwah kampus dan lain-lain. Jadi gerakan KGB dengan segala variannya di Indonesia bukanlah omong kosong, mereka sedang bangkit. Mereka sedang menguasai tanah air. Umat Islam mesti faham akan masalah ini. Know your enemy dengan tepat, agar tidak salah melangkah. Umat Islam tetutama tokoh-tokohnya perlu lebih meningkatkan ukhuwah menghadapi tantangan berat ini. Wallahu azizun hakim. (Depok, 30 September 2021)
from Konten Islam https://ift.tt/2YbJKnJ via IFTTT source https://www.ayojalanterus.com/2021/09/komunisme-gaya-baru-di-indonesia.html
0 notes
bandhumanhistha · 4 years
Text
Kegagalan Proses Berpikir Dialektis
Tumblr media
Dua hari yang lalu saya putuskan untuk membunuh waktu dengan membaca catatan pinggir dari Goenawan Mohhammad. Sekitar 2 jam saya jenuh membaca catatan pinggir , kemudian saya teringat dengan tutor atau Pembina saya dalam menulis essay di salah satu komunitas sastra di Kota Malang. Beliau sangat aktif menulis di laman blog pribadinya dan saya putuskan untuk mengunjungi blog tersebut. Pemilik blog tersebut biasa saya panggil Pak Wawan. Beliau adalah pengajar di salah satu Universitas swasta terkenal di Kota Malang.
           Pak Wawan ini memang sudah lama sekali aktif dalam dunia kepenulisan. Tulisan-tulisan beliau banyak dimuat di dalam blog pribadinya timbalaning.wordpress.com dan beberapa ada yang diterbitkan dalam bentuk buku. Tulisan-tulisan beliau kebanyakan berupa essay naratif.
           Laman blog pribadi tersebut pun coba saya kunjungi dan coba saya baca tulisan yang beliau muat dalam blog pribadinya tersebut. Topik bahasannya kali ini cukup menarik bagi saya , hingga saya terinspirasi untuk membuat ulasan lanjutan perihal topik yang sedang beliau bahas tersebut.
           Beliau membahas tentang hikmah berpikir dialektis ala tokoh animasi Spongebob Squarepants. Sontak pikiran saya langsung terdistraksi ke dalam angan-angan saya perihal pola pikir dialektis. Singkatnya menurut paparan dalam tulisannya beliau mencoba membandingkan cara berpikir tokoh Spongebob Squarepants dan Squidward Tentacles perihal cara pandang mereka berdua tentang cerita takhayul mahkluk buas Krab Yeti yang diceritakan oleh Mr. Krab.Dan tentu saja respon kedua tokoh tersebut sangatlah kontas.
           Tokoh Spongebob seperti yang kita tahu selalu tertarik dalam menyimak setiap cerita yang disampaikan oleh Mr. Krab. Sebaliknya tokoh Squidward ini selalu terlihat apatis dan terkesan selalu menjustifikasi setiap cerita yang disampaikan oleh Mr. Krab dan semuanya dianggap sebagai isapan jempol belaka.
           Selanjutnya dalam tulisannya beliau menjelaskan bahwa selepas mendengarkan dongeng dari Mr.Krab. Spongebob segera menyiapkan makanan-makanan yang jorok karena dia terpengaruh dengan stereotype bahwa makhluk buas seperti Krab Yeti selalu suka dengan makanan-makanan jorok. Sebaliknya Squidward yang hanya menganggap cerita Mr.Krab itu sebagai dongeng kanak-kanak belaka, terlihat santai-santai saja di meja kasir.
           Diluar dugaan ternyata mahkluk Krab Yeti itu benar-benar ada dan dia mengunjungi Krusty Krab. Squidward terlihat bingung saat berhadapan dengan makhluk tersebut di meja kasir karena tak dapat memahami apa maksud mahkluk buas itu datang ke Krusty Krab. Spongebob pun dengan cekatan memberikan makanan-makanan jorok yang telah disiapkannya kepada Yeti Krab. Namun yang terjadi Yeti Krab justru marah dan mengamuk.
           Pada adegan selanjutnya diceritakan bahwa makhluk Yeti Krab itu pun murka dan menggantung Mr.Krab , Spongebob, dan Squidward diatas penggorengan raksasa. Spongebob dan Mr.Krab sangat ketakutan dan Squidward yang berjiwa apatis terlihat pasrah jika hidupnya akan berakhir diatas wajan penggorengan.
           Namun Spongebob tiba-tiba mencoba memahami apa sesungguhnya yang membuat si mahkluk buas ini murka. Kemudian secara tak sengaja Spongebob melihat perut Krab Yeti yang keroncongan seperti kelaparan. Melihat fenomena perut keroncongan itu Spongebob jadi tahu duduk permasalahan sebenarnya.
           Meloncatlah Spongebob dari penggorengan raksasa dan segera disiapkannya Krabby Patty lezat seperti yang biasa dia masak sebelumnya. Kemudian ia lemparkan krabby patty tersebut dengan gaya akrobatik khasnya ke mulut Krab Yeti. Dan tenyata benar itulah permasalahan sebenarnya. Krab Yeti kelaparan dan Ia hanya berusaha membeli makanan lezat di krusty krab. Dan setelah selesai makan Krab Yeti pun membayar makanannya seperti penduduk Bikini Bottom lainnya.
           Cara berpikir seperti Spongebob inilah yang disebut dengan cara berpikir dialektis. Dimana orang-orang dengan cara pikir seperti ini mencoba untuk tidak men-judge terlebih dahulu setiap fenomena ataupun permasalahan yang ia temui. Dia berusaha memahami setiap kejadian dari segala sudut pandang dan kemudian memperoleh titik temu dalam penyelesaian masalah .
           Dalam tulisannya beliau juga berusaha mengaitkan cerita Krab Yeti pada film animasi Spongebob Squarepants dengan cerita minoritas muslim saat beliau mengambil studi di Amerika Serikat. Beliau mencoba menganalogikan para muslim disana dengan makhluk Krab Yeti. Karena beliau merasa banyak stereotype yang cenderung provokatif tentang muslim di Amerika Serikat sehingga mereka para muslim di US sangat terpojokkan dalam segala aktivitas kehidupan sehari-hari.
           Inilah yang ingin saya bahas dari uraian panjang dan bertele-tele diatas. Dimana cara pikir dialektis seperti ini terkadang hanya dianggap sebagai angin lalu bagi segelintir masyarakat. Padahal cara berpikir dialektis seperti ini adalah salah satu cara bagaimana prinsip-prinsip humanis tetap bisa ditegakkan. Bagaimana orang-orang bisa menyatakan dirinya adalah seorang yang humanis padahal berpikir dialektis saja Ia enggan.
           Coba kita renungkan sejenak berapa peristiwa berdarah yang tercatat ataupun tidak dalam sejarah akibat kegagalan berpikir dialektis. Holocaust di Eropa atau pembantaian ras Yahudi, pun jika kita menilik sejarah kelam masa lalu Negara kita sendiri puluhan tahun silam, tentunya kita tahu bahwa kita pernah bermandikan darah saudara sendiri. Ya , peristiwa pembantaian seluruh elemen Partai Komunis Indonesia.
           Saya pun pernah terjebak dalam narasi-narasi provokatif dan stereotype soal PKI. Perkenalan saya dengan kata PKI adalah pada saat saya menonton berita di televisi saat saya duduk di bangku sekolah dasar. Pada saat itu presenter berita membacakan narasi perihal peringatan peristiwa G30/S/PKI. Penasaran pun seketika menyelimuti hati saya dan saya putuskan untuk menanyakan hal tersebut kepada Ibu saya.
           “ Mah PKI itu apa ? ” tanya saya. Seketika Ibu yang sedang memasak di dapur kemudian melihat kearah televisi dan dilihatnya narasi pembawa berita seputar G30/S/PKI tadi yang belum usai. Setelahnya Ibu saya hanya mangut-mangut tanda mengerti kenapa saya menanyakan hal tersebut. “ Jadi PKI itu kepanjangannya adalah Partai Komunis Indonesia. Orang – orang PKI itu dulu membantai 6 Jendral dan 1 perwira TNI termasuk Jendral Ahmad Yani yang sangat kamu kagumi itu le ” jawab singkat dari Ibuku. “ Jadi mereka jahat ma ? ” Sahutku. “ Ya bisa dibilang begitu ” balas Ibuku. Selanjutnya aku hanya mangut-mangut setelah mendengar pemaparan Ibuku tadi.
           Bertahun-tahun setelah perkenalan saya dengan kata PKI itu semakin banyak pemikiran-pemikiran acak yang masuk ke otak saya perihal kebencian pada orang-orang PKI. Saya pun sempat terjebak dengan narasi – narasi kebencian tersebut karena orang-orang menggambarkan kekejaman PKI secara berlebihan.
           Namun masih ada pikiran yang mengganjal di otak saya yang masih minim pengetahuan pada saat itu. Yaitu jika benar para Jendral itu dibunuh oleh anggota PKI , kenapa hukuman kemudian dipukul rata kepada seluruh anggota dan seluruh elemen PKI di seluruh Indonesia.
           Sampai sekarang pun saya masih bertanya-tanya tentang peristiwa berdarah tersebut. Karena memang tidak ada yang benar-benar tahu bagaimana sesunggunya peristiwa itu terjadi dan kebenaran-kebenaran apa yang terjadi. Yang saya tahu bahwa pembantaian massal tersebut terjadi karena kegagalan berpikir dialektis. Rakyat yang pada waktu itu hidup di Negara yang baru merdeka tentunya masih minim akses pendidikan yang layak. Ditambah lagi dengan terbatasnya informasi pada waktu itu yang hanya mereka peroleh satu arah dari radio milik pemerintah. Sehingga mereka cukup percaya dengan narasi-narasi provokatif yang disampaikan oleh penguasa pada saat itu jika PKI akan merebut bangsa ini jika tidak segera dimusnahkan.
           Dalam kehidupan sehari-hari pun rasanya banyak juga fenomena menyedihkan akibat kegagalan berpikir secara dialektis. Seperti bullying dan hate speech. Semua ini rasa-rasanya akan lebih terkontrol jika penerapan pola pikir dialektis dapat dimaksimalkan. Sehingga kita tidak terus-terusan mandi darah saudara sendiri seperti kata Pramoedya Ananta Toer dalam kalimat di salah satu essay karangannya yang berjudul “ Maaf ”.
           Berpikir dialektis, memang sebuah solusi yang kadang tak bisa diredam ego manusia dalam realita kehidupan yang penuh dengan ironi ini. Entah mendapatkan petuah darimana namun salah seorang sahabat pernah mengatakan “ Tanpa konflik tak akan ada yang namanya pergerakan, tanpa kesedihan tak akan ada kebahagiaan, dan tanpa kekecewaan tak akan ada yang namanya perubahan ”. Entah bagaimanapun penafsirannya namun di meja ketik ini aku lebih memilih untuk berkontemplasi sejenak ditemani secangkir kopi hitam dan rokok kretek sambil memikirkan tulisan dan kata-kata menyedihkan selanjutnya.
0 notes
pausedby · 5 years
Text
Foto keluarga dan lanturan cerita 1990an
Keluarga saya boleh dibilang sebagai keluarga yang hanya sedikit memiliki arsip, termasuk arsip foto. Sejak saya lahir, saya belum pernah--atau pernah, namun lupa--melihat foto kakek dari ayah dan ibu serta nenek dari ayah yang wafat sebelum saya lahir. Bahkan ketika rumah dan tangga orang tua saya mulai menetap di Kota Malang, arsip foto minim  bisa saya nikmati.
Tumblr media
Pun ketika orang tua saya berziarah ke tanah suci, salah satu kenangan yang teringat adalah satu rol film yang hangus akibat tustel pinjaman yang dibawa ke tanah suci terbuka dengan tak sengaja. Tak berapa lama kemudian, beberapa simpanan klise/negatif foto keluarga yang menyimpan rekaman cikal bakal keluarga bapak dan ibu saya yang saya kumpulkan akhirnya raib, mungkin akibat pindah rumah atau memang dianggap sebagai tumpukan kecil dokumen tak bersejarah. Untungnya, kami masih memiliki beberapa album serta satu cetakan foto pernikahan bapak dan ibu yang terpajang di dapur (meskipun dalam foto ini sebenarnya yang tampak adalah nenek saya, foto berdua ayah ibu entah kemana).
Mungkin itu salah satu gairah kecil yang membuat saya terobsesi dengan fotografi. Ditambah dengan hubungan intim saya dengan pasar loak, menjadikan saya semakin bergairah ketika melihat foto-foto tanpa keluarga yang terpajang di kardus-kardus kecil di sepanjang rel Pasar Comboran.
Saya selalu menyimpan dokumen-dokumen tentang diri saya secara rapi, bahkan sebuah tiket perjalanan sekalipun. Sampai kini kira-kira ada ribuan tiket bus dan kereta api (dengan berbagai macam bentuk dan transformasinya), sekaligus dokumen dan benda-benda kecil yang saya adopsi dari pasar loak.
Tumblr media
2015, saya melakukan penelitian untuk studi saya yang sedikit banyak membahas tentang sastra, mobilitas, dan trauma narrative di komunitas Indigenous Australia. Ketika itu pula saya berkenalan dengan sebuah buku berjudul "Family Frames: Photography, Narrative and Postmemory". Saya menyadari bahwa terdapat sejarah universal yang terbentuk dari jaringan-jaringan komunal dan familial, seperti sastra yang memiliki narasi trauma, atau album foto keluarga. Dari studi kasus tersebut, saya kemudian membesarkan tekad untuk melakukan digitalisasi secara menyeluruh pada arsip koleksi saya, ditambah dengan beberapa donasi dari kerabat, sekaligus metode 'nguping' serta wawancara singkat dengan kerabat mengenai asal-usul keluarga saya.
Dalam ingatan saya, tak banyak hal yang berbeda pada keluarga sederhana saya. Attitude yang termanifestasi dalam diri orang tua saya tumbuh dan besar dibawah tekanan  rezim, seperti orang tua lain pada umumnya. Saya masih ingat, hobi menggambar kakak saya sempat menuai badai kemarahan bapak lantaran keisengannya waktu itu yang menggambar logo palu arit usai menonton film wajib G30S PKI, meskipun kami tidak mengerti apa cerita dan isinya. Waktu itu bapak merobek buku tulis kakak yang biasa dipakainya sebagai buku sekolah karena di halaman belakang buku itu palu arit tergambar dengan arsiran pensil yang sangat rapi. Kakak saya memang sangat pandai menggambar, beberapa dekade setelah itu ia menjadi desainer grafis yang handal.
Dari peristiwa itu, sepertinya sebuah trauma talah termanifestasikan dalam pikiran bapak ibu saya. Trauma yang tak terhapuskan meskipun hanya digambar dengan pensil. Solusi paling logis waktu itu adalah merobek habis buku tulis itu, menghancurkan segala hal yang menempel padanya, sampai akar-akarnya. Penghapus pensil, dengan logika itu, tentunya tak akan menyelesaikan trauma. Mungkin karena trauma memang seharusya tak mudah dihapus begitu saja, ia harus ditularkan pada anak-cucu. Jika begitu, wajar saja jika tindakan merobek tuntas buku itu, atau bahkan kemudian membakarnya adalah sebuah solusi logis agar supaya trauma tersebut turut tertularkan pada kakak, dan saya.
Tumblr media
Anyway, saya dan kakak saya adalah generasi bandit--bandel dan sengit--di era itu, segala kejadian-kejadian politis hanya kami ingat separuh saja. Kami lebih sibuk dengan film satria baja hitam dan Yoko, pendekar rajawali, yang harus kami tonton di TV tetangga usai mengaji di surau. Yang kami ingat dari krisis moneter adalah harga-harga naik, kata bapak ibu saya, yang tak juga begitu kami rasakan karena bagi saya dan kakak tak ada pemotongan uang saku karena waktu itu kami memang tidak rutin punya uang saku. Yang saya ingat dari reformasi adalah seorang tokoh pahlawan di buku SD yang dibubuhi coretan gambar ikat kepala bertuliskan "MASI REFOR". Kata reformasi terbalik akibat ia tak bisa dengan baik memprediksi coretannya, sepertinya ia tak bakat melukis, vandalisme buku mata pelajaran pun tak beres dikerjakannya. Selain itu, mungkin poster kabinet pemerintahan yang dicoret oleh ibu saya akibat menteri-menteri yang mendadak diganti setelah baru saja diputuskan usai PEMILU. Saya ingat waktu itu ibu berbicara agak ketus, 'amburadul', malam ketika kami berada di kios toko kami di depan rumah. Kemungkinan besar ketusnya adalah karena ia harus membeli lagi poster susunan kabinet yang lain, yang lebih baru.
Saya tak ingat persis waktu itu tentang peristiwa politis yang terjadi di Ibukota. Saya tak mendengar kerusuhan di Jakarta, tragedi trisakti, tragedi Mei 98. Saya belum menyadari betapa legendarisnya Foto Bang Julian Sihombing yang tayang di halaman belakang koran KOMPAS. Semua itu hal yang asing bagi saya karena mungkin pikiran saya terlalu tersita oleh pertanyaan bagaimana menonton TV dengan nyaman dengan televisi Panasonic hitam putih yang hanya punya 12 saluran TV, sedangkan teman-teman saya waktu itu sudah membicarakan soal film Titanic yang mereka tonton di VCD, serta film Tarzan X, juga beberapa film lain yang disebut BF, Blue Film.
Tidak menonton film-film tersebut bukan berarti bahwa saya anak yang soleh dan takut dosa, namun memang kejadian terjadi hanya karena ada kesempatan. Dan sejak kecil memang saya tidak mendapatkan kesempatan untuk menjadi 'nakal' semacam itu. Alhamdulillah, sekaligus tidak. Tidak? karena bagaimanapun pengalaman adalah guru terbaik, mengalami dan mendalami peristiwa politik di akhir masa orba misalnya, saya waktu itu tak sempat mendalaminya. Akibatnya mungkin saya akan menjadi pewaris narasi trauma seperti yang dialami orang tua saya.
Tumblr media
Begitu pula dengan pengalaman menikmati foto-foto keluarga. Saya tidak banyak menikmati pengalaman semacam itu. Ketika duduk di bangku kuliah, waktu itu internet masih lumayan belum begitu populer sekali, serta kuota internet belum semurah sekarang ini, saya seringkali meminta teman saya menunjukkan arsip foto-foto keluarganya, terutama yang datang dari luar kota. Yang paling membuat saya bergairah adalah ketika teman saya menunjukkan, ini Monas, ini Riau, ini Tugu Khatulistiwa, ini perjalanan keluarga kami ke Nganjuk, kami berhenti di sini, makan ini di situ, kemudian lanjut ke sini. Hal-hal itulah yang kemudian membuat saya lebih tersadarkan lagi, keluarga kami tak mempunyai jejak kenangan seperti itu. Paling tidak, foto-foto keluarga itu membantu menambal lubang-lubang ingatan yang tak tertahankan.
Lubang itulah yang kemudian membuat saya kemudian melakukan sedikit eksperimen dengan arsip foto-foto keluarga, meskipun bukan keluarga saya. Motivasi personalnya, seperti yang saya ceritakan diatas, untuk mengisi kekosongan cerita a la familia. Karena memang cerita soal piknik, tamasya, bukan cerita yang banyak ditemukan di keluarga saya, terutama yang bisa diceritakan lewat foto. Lebih banyak cerita-cerita kekonyolan anak kecil yang menghabiskan waktunya untuk meloloskan diri dari perintah-perintah orang tua.
Tumblr media
Motivasi lainnya, mungkin, mungkin juga tidak, adalah untuk mengadopsi kenangan-kenangan yang terbuang itu--meskipun mengadopsi juga bukan kata yang tepat, karena beberapa arsip yang saya punya adalah salinan digital dari arsip foto keluarga teman saya. Namun dalam kasus foto-foto yang saya adopsi dari pasar loak, ketika gambar-gambar itu sudah terlepas dari ikatan familialnya, terlepaslah cerita sentimentil yang melekat padanya.
Foto-foto tersebut menjadi sebuah objek yang dikebiri dari kenangannya, yang bisa dimaknai hanya sebagai objek semata, artefak tanpa nostalgia, serpihan antiklimaks dari sebuah era. Saya dan orang lain mungkin hanya akan melihat sebuah potret sebagai sebuah potret orang asing yang tak saya kenal di sebuah lokasi yang tak saya tahu. Saya, mungkin saja hanya akan tertarik dengan penanda-penanda yang lebih universal. Misalnya; gaya berpakaian, bentuk bangunan tua, bentuk mobil klasik, tempat-tempat tertentu, atau bahkan paling yang paling jauh, bagaimana keluarga (Indonesia) tergambar dari foto-fotonya.
Tumpukan foto ini mungkin adalah foto yatim piatu. Orphan images. Maka kemudian saya memutuskan untuk mengadopsi dan mencoba memetakan, melihat lebih dalam, serta berusaha memosisikan narasi familial dalam kaitannya dengan narasi yang lebih luas. Arsip tersebut adalah sebuah artefak kolektif yang tak disadari terbentuk dari percikan gejala dunia universal. Seperti buih dari ombak besar, cerita sampingan dari narasi yang lebih besar, the periphery of the central narrative. Ia terbentuk dalam ruang (a)politis yang lebih domestik, yang lebih intim, yaitu ruang bernama keluarga.
Unhistoried Indonesian family, photograph, and narrative.
0 notes
busyrokariim-blog · 5 years
Photo
Tumblr media
Inkonsistensi Gerakan Radikal Kiri; Rus Dharmawan; Kreasi Wacana; Januari 2011. -- "Negara tidak lain hanyalah sebuah Executive Comitte, suatu mesin yang diciptakan oleh sekelompok masyarakat tertentu (kelas borjuis) untuk menindas kelompok masyarakat yang lain (kelas proletar)" (hal.vii) -- Berbicara mengenai Radikal Kiri di Indonesia, tentunya tidak bisa lepas dari sepak terjang PKI sebagai partai kiri paling besar yang pernah bercokol di Indonesia. Partai yang sekarang terlarang ini, telah sering tercatat dalam lembaran sejarah. Walaupun hampir seluruhnya berupa catatan kelam. -- Buku ini membawa kita menyelami sejarah gerakan kiri di Indonesia dan praktik-praktik politik pendukungnya, dari mulai kelahiran PKI hingga kematiannya. Awalnya saya kira buku ini membahas kejanggalan-kejanggalan maupun sesat pikir ideologi komunis. Namun, ternyata buku ini berisi catatan serta kronologis praktik-praktik gerakan revolusi kiri di Indonesia. Diantaranya pemberontakan 1927 hingga G30S. -- Pada bab awal memang secara singkat dibahas bagaimana pola pikir kaum komunis di Indonesia sangat melenceng jauh dengan ideologi marx. Sehingga dibeberapa hal sangat terlihat inkonsistensinya, seperti Amir Syarifuddin yang meminta Al-Kitab di akhir hayatnya, atau Tan Malaka dan H. Misbach yang berusaha menggabungkan Islam dengan Komunisme. -- Pembahasan mengenai pemberontakan-pemberontakan PKI dari masa kolonial hingga terakhir tahun 1965 pun disajikan dengan menarik. Disertai fakta-fakta sejarah yang diambil dari berbagai sumber. Dan yang paling menarik perhatian saya adalah pembahasan mengenai G30S. Dari buku ini, saya mengetahui bahwa selain PKI, ada berbagai macam faktor lain yang melatarbelakangi G30S. Diantaranya adalah perilaku hedon para pejabat serta usaha mencari muka pada Soekarno. -- "Rakyat hanya ingin perut keluarga mereka terisi, bukan ceramah-ceramah revolusi" (hal.247) -- @gerakan_1week1book -- #booksyro #ayobaca #marimembaca #owob #gerakanoneweekonebook #membacaitukeren #inkonsistensigerakanradikalkiri #bukukreasiwacana #rusdharmawan #sejarah #radikalkiri #g30s #sejarahindonesia #sejarahpki https://www.instagram.com/p/B5EXaQygfGc/?igshid=29o3hga8errn
1 note · View note
teguuuuh · 7 years
Text
Meluruskan #2
Gue suka nonton youtube. Terutama yang kayak food traveling gitu. Kalo lo buka channel Youtube Strictly Dumpling, nah dia ngerekam tuh setiap food traveling dia kemanapun dia pergi. Selain seru, gue juga belajar budaya negara lain. 1 budaya yang gue nilai menarik, ada di jepang, pas makan ramen.
Dijepang, makan ramen itu harus diseruput gitu. Gue juga kurang tau namanya apa. Bahkan diwajibkan. Gue pernah nyoba nyeruput makan mie kuah gitu, netes kemata buk kuahnya.
Terus juga, di Tokyo ada kayak ruko gitu tuh yang setiap lantainya di-isi sama jualan ramen. Beda-beda. Tapi semuanya ramen. Uniknya lagi, dia ga kaya ramen yang dijual di indonesia. Di meja panjang, terus lo bisa duduk di meja sampe 10 orang. Mesen minum 1 minumnya rame2. Alay .
But in Japan, its totally different. Dia buatnya kayak....mmmm lo tau ga wartel dulu ? Naahh gitu. Dibuat sekat-sekat kayak pembatas perorang, supaya bisa duduk sendiri-sendiri. Konon kabarnya, mereka ngebuat kayak gitu biar pengunjung lebih terjaga privasinya. Jadi lo bisa nambah makan, jilat-jilatin piring sampe puas. Kenapa ? Karena lebih private. But not VIP room. Lo search aja di google kalo lebih jelasnya.
Mungkin, bagi kita orang indonesia, ngeliat makan mie di seruput itu kesannya jijik ya. Gue aja geli, kadang gue kalo ngedenger atau makan dideket orang yang makan mie diseruput gitu, rasanya pengen gue tampar. Sumpah. Geli aja. Yang makan dia, yang ngilu gue.
But, its some culture. Budaya. Sesuatu yang sering dilakukan. Hal kecil yang dilakukan berulang-ulang, yang akhirnya semua orang setuju hal itu dijadikan bagian dari budaya.
Sama kayaknya penyebaran agama islam di-Indonesia.
Islam disebar di Indonesia oleh wali songo dan merupakan agama terakhir yang masuk ke indonesia. Dan media penyebaran agama kita lewat budaya. Uniknya, budaya ini bukan salah satu budaya islam. Wayang. Budaya hindu. Tapi apa para wali songo menetang ? Engga, justru mereka memanfaatkan wayang sebagai media penyebaran agama karena dianggap menghibur.
Stop dulu bahas sejarahnya, gue mau bahas lebih dari itu. For everyone who will read this, percayalah ini opini gue. Emang udah lama resah dengan keadaan sekarang.
Gue percaya Islam adalah agama yang damai. Salam agama islam adalah doa untuk orang yang mengucapkan kepada kita. Gue yakin agama adalah salah satu cara untuk menumbuhkan keimanan kita dimata Tuhan. Yang mana harus mematuhi segala aturan dan menjauhi segala larangan.
Gue mengibaratkan seperti ini Kalo pemain bola nih, mau main di satu Klub sepakbola. Pasti harus ambil kontrak. Sama halnya gue. Gue udah teken kontrak dengan agama Islam dengan syahadat. Berulang gue syahadat didalam solat yang sering kita ucapin saat tahyad awal dan tahyad akhir. Yang menjadikan lo sebagai muslim sebenernya. Ataupun pemain sepakbola yang sudah sah secara kontrak. Ga ngutang.
Gue pernah jelasin juga di tulisan sebelumnya, kalo gue sekolah di salah satu sekolah yang unggul di bidang IMTAQ (iman dan taqwa). Which is disetiap kegiatan ditambahin semua program-program keagamaan. Kayak ngaji sebelum belajar, setiap pagi ada tausiah, ada kajian, dan banyak sebagainya.
DENGAN CATATAN ! Hal-hal ini dianggap mampu meningkatkan ketaqwaan siswa disekolah. Lebih rajin sholat. Dan bisa ngebuat siswa ini berubah. Absolutely what happened right now...surely wrong.
Ada banyak pelanggaran yang ternyata masih dilarang sama siswa. Makanya gue menilai terkadang sistem belum bisa diterapkan dengan sikap siswa yang berbeda-beda. Lo sadar  kan disatu sekolah ada banyak jutaan spesies pelajar ? Ada yang rajin , ada yang ambisius, ada yang penjilat. Dikampus gue sampe sekarang, dikelas. Banyak tuh penjilat.
Dengan banyak hal diatas apa bisa lo nancepin satu sistem ? Ibaratnya...kayak lo ke mall, tapi disuruh telanjang. Bisa bayangin tarzan kalo ke mall ? Eskalator sama lift sia-sia aja tuh.
Kita sering menganggap AGAMA, menjadi 1 kunci permasalahan yang ada. Kita berharap dengan siraman rohani agama, bisa ngerubah seorang anak yang dulunya nakal, jadi baik. No.
Kalo ada anak nakal, dikasih siraman agama , dia akan tetap jadi anak nakal. Tapi sholeh. Mungkin yang biasanya solat jarang , solatnya jadi 4 waktu . Berproses dan bertumbuh.
Orang masih berpikir masih bisa merubah pemikiran atau paham seseorang, tapi sayang hal itu ga bisa diubah. Pemikiran dan Paham adalah suatu yang udah kita bawa dari lahir. Adalah hal yang sulit untuk kita merubah, bahkan mengganti. Gue kasih contoh. Setiap kali lo ke warung kalo beli air mineral, pasti lo nyebutnya AQUA , kan ?
Lagi. Kalo lo ke warung, kalo disuruh beli diterjen. Pasti lo nyebutnya RINSO , kan ? Kenapa karena itu udah tertanam didalam diri kita. Kalopun memang diubah, its hardly to do.
Mungkin setelah lo baca ini lo bakal berpikir “aahh guh sotoy banget sih, baru semester 5 udah tau apa sih tentang kehidupan?”. Wkwkwk
Gue ga pernah berniat untuk membuat tulisan ini dibaca semua orang, gue yakin akan ada beberapa orang yang ga setuju dengan pendapat gue. Gue juga ga pernah berniat untuk membuat viral tulisan gue, sebagaimana viralnya goyang dribble duo serigala, NDESO-nya Kaesang, dan Ariel tatum yang stop dari dunia artis dan media sosial. Ga, gue ga pernah berniat seperti itu. Gue hanya menyampaikan apa yang gue pikir , karena...Negara menjamin kebebasan warganya berpikir u know , right ?
Ada 1 kejadian yang membuat gue tumbuh dewasa dan merasa bahwa gue adalah orang Indonesia, seutuhnya.  
Ini kejadian konyol sih absolutely.
Waktu gue kelas 11. Lebih kurang mungkin 16 tahun umur gue saat itu. Jadi, sekolah gue itu selesai jam belajar pukul 13.50. Itu jam belajarnya, dihari biasanya masih ada tambahan ekskul atau kegiatan organisasi lainnya, yang memungkinkan siswa bisa aja pulang jadi jam 5 sore atau isya disekolah.
NAH PAS HARI JUMAT ! Wkwkw sekolah gue itu make baju muslim okey. Ini jam pelajaran udah selesai , siswa mau pulang. Ada 1 anak dari sekolah lain yang nyelonong masuk ke sekolah, make motor. Si kamrpet make baju pramuka.
Karena ga permisi sama satpam sekolah gue, itu udah ga etis banget. Si kampret langsung masuk ke parkiran atas dan MALING HELM  siswa kami. Karena hal ini kerekam di cctv parkiran, satpam gue udah ngegembok pintu gerbang, yang which is pintu masuk si kampret bodoh itu tadi. PAS DOI TURUN, abis pak dikroyok. - - - - - - - - - Singkat cerita, ada 2 hal yang gue anggap salah. Pertama, si kampret yang maling ini bodoh, seragam sekolah beda dan pas dateng ga bawa helm, pas turun udah bawa 1 helm. Gue yakin di parkiran atas seklah gue disana ga ada toko helm yang ngejual pas jam sekolah selesai.
Kedua, gue melihat ada banyak orang yang ngeroyok but dominantly kakak tingkat gue YANG pas gue kelas 10, mereka yang ngajarin gue dakwah, agama , dan sebagainya.. Gue waktu SMA menilai biasa aja, tapi pas gue sekarang berpikir, ini adalah perbuatan yang salah.
Gue ga ada maksud menjelekkan dan menilai salah. Tapi, menyiksa orang secara menghakimi sendiri, itu merupakan perbuatan yang salah. Kita punya sistem untuk menghakimi yang namanya HUKUM. Untuk dijalani dan ditaati.
Gue seneng emang ngeliat maling dikroyok sampe babak belur. Sampe bedarah, yang darahnya kayak sinetron gitu. Darah yang udah kayak mata air.
Memang si maling berhak mendapat siksa dari masyakarat tapi, bukannya kita harus mematuhi hukum dan mengadili sebaik-baiknya ?
Disitu gue menilai ada satu masalah yang belum bisa dilupakan oleh kebanyakan masyarakat indonesia, dan bisa jadi kalo ga selesai masalah ini, bisa jadi akan jadi budaya negara kita, tentu aja budaya yang jelek dan..aneh. Masalahnya adalah... Kita ... Sesungguhnya... Sulit berdamai dengan masa lalu. Kejadian diatas mengingatkan gue dengan kejadian G30S/PKI . Orang komunis yang disiksa, dibantai kemudian di bunuh.
Mahasiswa trisakti yang ditembak oleh aparat keamanan yang pada saaat itu menuntut Soeharto untuk turun. Tembak pistol yaa. Peluru tajam. Bukan peluru paint ball atau airsoft gun, paling geli2 doang.
Mei 98 kerusuhan terbesar, kebanyakan orang indonesia , gue ulangi . ORANG INDONESIA yang keturunan tioghoa dibunuh, diperkosa dipinggir jalan. Mungkin ada sampai saaat ini, detik ini. Ada banyak bocah yang sibuk ke warnet nonton bokep, main dota yang ga tau kejadian ini. Ini sejarah negara kita yang akhirnya membuat KITA, susah berdamai dengan masa lalu.
Terlebih masalah ini juga belum selesai. Memang sayang, Detektif Conan cuma ada di dunia fiktif. Bukan dunia nyata. - - - -
Kenapa tulisan diatas banyak ngebahas sistem di sekolah ?
Karena kunci semua permasalahan yang ada di Indonesia ini adalah pendidikan. Bukan hanya guru yang memegang peran penting, tapi lo semua. Lo yang ngerasa akal yang sehat dan punya pendidikan yang udah ditempuh.
Memang mungkin lo bakal bilang “guh susah, kan setiap orang beda-beda pemikirannya”. Well, dengan adanya perbedaan harusnya menguatkan. Bukan memecah belah. Indonesia diciptakan Tuhan memang untuk dikuatkan dalam perbedaan. Sama halnya Nasionalisme yang jadi paham dan meyakini perbedaan dalam suatu negara harus dipersatukan.
Kenapa harus Pendidikan ? Karena pendidikan punya tujuan utama. Tujuan utama pendidikan BUKAN untuk membuat orang menjadi sukses, ganteng, kaya raya, enggak. Tujuan utama adalah mendewasakan pemikiran. Yang pada akhirnya lo akan berpikir untuk apa pendidikan yang udah lo tempuh sejauh ini.
Udah itu aja. Sok serius banget sih lo guh .
11 notes · View notes
pranatrn · 6 years
Text
Tumblr media
Soe Hok Gie, Aktivis "Cina" yang Mencintai Indonesia
Jika anda menilai baik atau buruknya seseorang hanya dari suku, ras, ataupun agamanya, boleh jadi halaman buku yang anda baca masih belum cukup banyak.
Kenyataannya masih banyak orang-orang dari kalangan minoritas yang kepekaan moralnya jauh lebih baik dari kita sendiri, salah satunya Soe Hok Gie.
Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942. Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan–seorang penulis. Ia adik kandung Arief Budiman atau Soe Hok Djin, sosiolog terkemuka.
Sebagai peranakan Tionghoa, ia lebih dekat dengan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) dan Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa (LPKB). Tapi, di LPKB, Gie juga bersikap kritis. Ujung-ujungnya ia dipecat dengan sejumlah tuduhan miring diarahkan ke dadanya.
Sejak kecil, Soe Hok Gie telah memperlihatkan diri sebagai seorang pemberontak. Nuraninya gampang tersentuh saat melihat ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
Ketika ia duduk di kelas 2 SMP, guru Ilmu Bumi mengurangi nilai ulangannya tanpa alasan: dari 8 menjadi 5. Gie marah sekali. Ia tulis dalam buku hariannya, 4 Maret 1957: “Hari ini adalah hari ketika dendam mulai membatu…Dendam yang disimpan, lalu turun ke hati, mengeras sebagai batu.”
Beberapa tahun kemudian, sebagai mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Indonesia (UI), Gie menjadi salah seorang pemimpin mahasiswa dalam aksi menumbangkan Orde Lama pada 1966. Ia menjadi tokoh mahasiswa Angkatan 66 bersama nama-nama lain seperti Cosmas Batubara, Soegeng Sarjadi, Mar’ie Muhammad, atau Nono Anwar Makarim.
Protes-protes itu ditujukan kepada pemerintah yang dianggap tak becus mengurus negara, pejabat yang hanya memperkaya diri sendiri, juga terhadap kebijakan “memberi angin” kepada Partai Komunis Indonesia (PKI).
Gie dan teman-temannya jelas juga berhadapan dengan Sang Bapak Bangsa, Sukarno. Ia sendiri menilai Sukarno sebagai manusia yang baik. Namun, ia menulis di catatan harian, “…dikelilingi oleh Menteri-menteri Dorna yang hanya memberikan laporan-laporan yang bagus-bagus saja.”
Ia juga penulis yang produktif. Tulisannya tersebar di Harian KAMI, Kompas, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, danIndonesia Raya. Ia menulis di rumah keluarganya di Jalan Kebon Jeruk IX, dekat Glodok, Jakarta Barat. Di kamar belakang yang temaram, berteman nyamuk, ketika kebanyakan orang telah terlelap dalam mimpi.
Saat Orde Lama tumbang dan Orde Baru tegak, sejumlah pentolan Angkatan 66 masuk parlemen. Gie tetap di luar. Tapi mengirimi pupur dan lipstik –tentu sebagai sindiran– agar mereka terlihat elok di mata penguasa. Sebelum mendaki Semeru, ia mengirim bedak, gincu, dan cermin kepada 13 aktivis mahasiswa yang menjadi anggota DPR setelah Orde Baru berkuasa. Harapannya, agar mereka bisa berdandan dan tambah “cantik” di hadapan penguasa.
Gie kecewa dengan teman-teman mahasiswanya di DPR. Mereka dianggap sudah melupakan rakyat, lebih mementingkan kedudukannya di parlemen. Buat Gie, aktivis mehasiswa sebagainya hanya menjadi kekuatan moral, bukan pelaku politik praktis.
Dalam surat pengantar kiriman, 12 Desember 1969, ia menulis, “Bekerjalah dengan baik, hidup Orde Baru! Nikmati kursi Anda–tidurlah nyenyak.”
Selain membaca dan menulis, hobi Gie adalah mendaki gunung. Ia menjadi salah seorang pendiri organisasi Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) UI.
“Mencintai Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung,” tulis Gie di esaiMenaklukkan Gunung Slamet.
Di gunung pula, Gie menghembuskan nafas terakhir. Ia meninggal di Gunung Semeru, 16 Desember 1969, akibat menghirup asap beracun di sana. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Lubis.
Pada 2005, kisah hidupnya diangkat ke layar lebar oleh sutradara Riri Riza dalam film Gie. Nicholas Saputra didapuk memerankan Gie. Karya itu menyabet 3 Piala Citra dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2005, termasuk gelar Aktor Terbaik untuk Nicholas.
Gie adalah tipikal intelektual sejati. Berani melawan arus jika diperlukan. Tak membeo.
Dalam artikel Di Sekitar Pembunuhan Besar-besaran di Pulau Bali, Gie mengkritik aksi perburuan dan pembunuhan kader serta simpatisan PKI pasca-G30S. Tulisan itu dimuat diMahasiswa Indonesia, Desember 1967.
Ia menulis, “…di pulau yang indah ini telah terjadi suatu malapetaka yang mengerikan, suatu penyembelihan besar-besaran yang mungkin tiada taranya dalam zaman moderen ini, baik dari waktu yang begitu singkat maupun dari jumlah mereka yang disembelih…”
Pada hari-hari itu, tak banyak intelektual Indonesia yang mengecam. Nyaris semua diam, dengan alasan masing-masing.
Akibat kritik-kritik dalam tulisannya, ia pernah menerima surat kaleng. Petikannya, “Cina tak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja.”
Kakaknya, Arief Budiman, berkisah bahwa ibu mereka berkata, “Gie, untuk apa semuanya ini? Kamu hanya mencari musuh saja, tidak mendapat uang.”
Ditegur seperti itu, pria berperawakan kecil itu menjawab pendek seraya tersenyum, “Ah, Mama tidak mengerti.”
Gie dimakamkan di lingkungan Museum Taman Prasasti, Tanah Abang, Jakarta. Di nisannya, tertulis, “Nobody can see the trouble I see, nobody knows my sorrow.”
1 note · View note
wafaluthfan · 7 years
Text
Kronologi Peristiwa G30S PKI Secara Singkat
Kronologi Peristiwa G30S PKI Secara Singkat
Sebuah tragedi pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis. Pembantaian 7 Jenderal korban PKI. Sejarah tragedi 30 September. Indonesia setelah perjuangannya dalam mengusir para penjajah masih harus berjuang dengan cobaan yang dilakukan oleh internal dari masyarakatnya sendiri. Peristiwa G30S PKI menjadi sebuab peristiwa yang sangat memilukan bagi bangsa Indonesia. PKI menghianati bangsa…
View On WordPress
0 notes
harianpublik-blog · 7 years
Text
Ini yang bikin TNI AD benci PKI dari dulu
Ini yang bikin TNI AD benci PKI dari dulu
Harianpublik.com – Salah satu kekuatan yang paling menentang Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah TNI Angkatan Darat. Konflik antara PKI dan Angkatan Darat memang punya sejarah panjang.
Konflik pertama antara kekuatan komunis dan TNI AD meletus saat ‘Madiun Affair’. Musso dan didukung laskar merah memproklamasikan berdirinya Negara Soviet Madiun pada tanggal 18 September 1948.
Presiden Soekarno menjawabnya dengan pidato keras. “Pilih Republik Indonesia Soekarno-Hatta atau Musso!”
TNI AD mengerahkan kekuatan Divisi Siliwangi untuk melibas gerakan tersebut. TNI merasa ditusuk dari belakang karena saat itu mereka sedang bersiap untuk melawan Agresi Militer Belanda di depan mata. Namun malah pecah Madiun Affair.
Musso ditembak mati dalam pengejaran. Gerakan Madiun ditumpas dalam waktu singkat.
Konflik kedua memanas jelang tahun 1965. TNI AD dan PKI bersaing. Satu-satunya yang menghalangi pecahnya konflik di antara mereka adalah Presiden Soekarno.
TNI AD menolak mentah-mentah adanya komisariat politik dalam tubuh tentara. Hal semacam ini biasa diterapkan dalam negara komunis. Selain pimpinan militer, ada wakil partai politik dalam organisasi tentara.
Lalu rencana PKI membentuk angkatan kelima juga digagalkan TNI AD. Saat itu, PKI meminta buruh tani dipersenjatai untuk kepentingan bela negara. Berkaca dari tahun 1945, TNI AD menolak karena punya pengalaman sulitnya mengatur laskar-laskar bersenjata.
Aksi PKI menunggangi buruh dan petani merampas negara berbenturan juga dengan TNI AD.
Puncaknya adalah peristiwa Bandar Betsy di Simalungun, Sumatera Utara. Ribuan petani menyerobot tanah milik Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Seorang anggota TNI, Pelda Soedjono tewas dicangkul.
Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani marah besar mendengar hal itu. Yani meminta kasus itu diusut tuntas. Pelda Soedjono sedang menjalankan tugas negara ketika tewas dikeroyok.
“Bisa timbul anarki dalam negara kalau kasus ini dibiarkan!” ujar Yani marah.
Kemarahan itu dibawanya saat menghadiri HUT Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) tanggal 15 Juli 1965 di Jakarta, Yani menumpahkan kemarahannya pada PKI.
“RPKAD harus tetap memelihara kesiapsiagaan yang merupakan ciri khasnya dalam keadaan apapun, terutama dalam keadaan gawat ini. Asah pisau komandomu, bersihkan senjatamu,” kata Yani.
Kurang dari tiga bulan kemudian, Gerakan G30S yang dikomandani Letkol Untung menculik enam jenderal dan satu perwira TNI AD. Yani menjadi salah satu korban penculikan itu.
Panglima Kostrad Mayjen Soeharto dan Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo menjadi motor penumpasan PKI sampai ke akar-akarnya.
Sampai hari ini TNI AD masih mewaspadai gerakan komunis yang disebut mereka sebagai bahaya laten. Sumber: Merdeka Sumber : Source link
0 notes
harianpublik-blog · 7 years
Text
Sampai Hari ini TNI AD Masih Mewaspadai Gerakan Komunis, Bahkan Menyebutnya Bahaya Laten
Sampai Hari ini TNI AD Masih Mewaspadai Gerakan Komunis, Bahkan Menyebutnya Bahaya Laten
Sampai hari ini TNI AD masih mewaspadai gerakan komunis yang disebut mereka sebagai bahaya laten.
Harianpublik.com – Salah satu kekuatan yang paling menentang Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah TNI Angkatan Darat. Konflik antara PKI dan Angkatan Darat memang punya sejarah panjang.
Konflik pertama antara kekuatan komunis dan TNI AD meletus saat ‘Madiun Affair’. Musso dan didukung laskar merah memproklamasikan berdirinya Negara Soviet Madiun pada tanggal 18 September 1948.
Presiden Soekarno menjawabnya dengan pidato keras. “Pilih Republik Indonesia Soekarno-Hatta atau Musso!”
TNI AD mengerahkan kekuatan Divisi Siliwangi untuk melibas gerakan tersebut. TNI merasa ditusuk dari belakang karena saat itu mereka sedang bersiap untuk melawan Agresi Militer Belanda di depan mata. Namun malah pecah Madiun Affair.
Musso ditembak mati dalam pengejaran. Gerakan Madiun ditumpas dalam waktu singkat.
Konflik kedua memanas jelang tahun 1965. TNI AD dan PKI bersaing. Satu-satunya yang menghalangi pecahnya konflik di antara mereka adalah Presiden Soekarno.
TNI AD menolak mentah-mentah adanya komisariat politik dalam tubuh tentara. Hal semacam ini biasa diterapkan dalam negara komunis. Selain pimpinan militer, ada wakil partai politik dalam organisasi tentara.
Lalu rencana PKI membentuk angkatan kelima juga digagalkan TNI AD. Saat itu, PKI meminta buruh tani dipersenjatai untuk kepentingan bela negara. Berkaca dari tahun 1945, TNI AD menolak karena punya pengalaman sulitnya mengatur laskar-laskar bersenjata.
Aksi PKI menunggangi buruh dan petani merampas negara berbenturan juga dengan TNI AD.
Puncaknya adalah peristiwa Bandar Betsy di Simalungun, Sumatera Utara. Ribuan petani menyerobot tanah milik Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Seorang anggota TNI, Pelda Soedjono tewas dicangkul.
Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani marah besar mendengar hal itu. Yani meminta kasus itu diusut tuntas. Pelda Soedjono sedang menjalankan tugas negara ketika tewas dikeroyok.
“Bisa timbul anarki dalam negara kalau kasus ini dibiarkan!” ujar Yani marah.
Kemarahan itu dibawanya saat menghadiri HUT Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) tanggal 15 Juli 1965 di Jakarta, Yani menumpahkan kemarahannya pada PKI.
“RPKAD harus tetap memelihara kesiapsiagaan yang merupakan ciri khasnya dalam keadaan apapun, terutama dalam keadaan gawat ini. Asah pisau komandomu, bersihkan senjatamu,” kata Yani.
Kurang dari tiga bulan kemudian, Gerakan G30S yang dikomandani Letkol Untung menculik enam jenderal dan satu perwira TNI AD. Yani menjadi salah satu korban penculikan itu.
Panglima Kostrad Mayjen Soeharto dan Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo menjadi motor penumpasan PKI sampai ke akar-akarnya.
Sampai hari ini TNI AD masih mewaspadai gerakan komunis yang disebut mereka sebagai bahaya laten. Sumber: Merdeka Sumber : Source link
0 notes
harianpublik-blog · 7 years
Text
Sunguh Kejam, Inilah Hal yang Menyebabkan TNI AD Benci PKI Dari Dulu, Salah Satunya Bikin Merinding
Sunguh Kejam, Inilah Hal yang Menyebabkan TNI AD Benci PKI Dari Dulu, Salah Satunya Bikin Merinding
Harianpublik.com – Salah satu kekuatan yang paling menentang Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah TNI Angkatan Darat. Konflik antara PKI dan Angkatan Darat memang punya sejarah panjang.
Konflik pertama antara kekuatan komunis dan TNI AD meletus saat ‘Madiun Affair’. Musso dan didukung laskar merah memproklamasikan berdirinya Negara Soviet Madiun pada tanggal 18 September 1948.
Presiden Soekarno menjawabnya dengan pidato keras. “Pilih Republik Indonesia Soekarno-Hatta atau Musso”.
TNI AD mengerahkan kekuatan Divisi Siliwangi untuk melibas gerakan tersebut. TNI merasa ditusuk dari belakang karena saat itu mereka sedang bersiap untuk melawan Agresi Militer Belanda di depan mata. Namun malah pecah Madiun Affair.
Musso ditembak mati dalam pengejaran. Gerakan Madiun ditumpas dalam waktu singkat.
Konflik kedua memanas jelang tahun 1965. TNI AD dan PKI bersaing. Satu-satunya yang menghalangi pecahnya konflik di antara mereka adalah Presiden Soekarno.
TNI AD menolak mentah-mentah adanya komisariat politik dalam tubuh tentara. Hal semacam ini biasa diterapkan dalam negara komunis. Selain pimpinan militer, ada wakil partai politik dalam organisasi tentara.
Lalu rencana PKI membentuk angkatan kelima juga digagalkan TNI AD. Saat itu, PKI meminta buruh tani dipersenjatai untuk kepentingan bela negara. Berkaca dari tahun 1945, TNI AD menolak karena punya pengalaman sulitnya mengatur laskar-laskar bersenjata.  Aksi PKI menunggangi buruh dan petani merampas negara berbenturan juga dengan TNI AD.
Puncaknya adalah peristiwa Bandar Betsy di Simalungun, Sumatera Utara. Ribuan petani menyerobot tanah milik Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Seorang anggota TNI, Pelda Soedjono tewas dicangkul.
Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani marah besar mendengar hal itu. Yani meminta kasus itu diusut tuntas. Pelda Soedjono sedang menjalankan tugas negara ketika tewas dikeroyok.
“Bisa timbul anarki dalam negara kalau kasus ini dibiarkan,” ujar Yani marah seperti dilansir dari Merdeka.
Kemarahan itu dibawanya saat menghadiri HUT Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) tanggal 15 Juli 1965 di Jakarta, Yani menumpahkan kemarahannya pada PKI.
“RPKAD harus tetap memelihara kesiapsiagaan yang merupakan ciri khasnya dalam keadaan apapun, terutama dalam keadaan gawat ini. Asah pisau komandomu, bersihkan senjatamu,” kata Yani.
Kurang dari tiga bulan kemudian, Gerakan G30S yang dikomandani Letkol Untung menculik enam jenderal dan satu perwira TNI AD. Yani menjadi salah satu korban penculikan itu.
Panglima Kostrad Mayjen Soeharto dan Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo menjadi motor penumpasan PKI sampai ke akar-akarnya.
Sampai hari ini TNI AD masih mewaspadai gerakan komunis yang disebut mereka sebagai bahaya laten. (riau24) Sumber : Source link
0 notes