#Perbedaan Psikolog Dan Psikiater
Explore tagged Tumblr posts
bantennews · 1 year ago
Text
Perbedaan Psikolog dengan Psikiater
SERANG – Seringkali psikolog dengan psikiater dianggap sebagai profesi yang sama. Namun, ternyata keduanya memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Untuk menjadi psikolog, seseorang diharuskan menempuh pendidikan sarjana Psikologi dan mengambil program profesi untuk mempelajari kerja psikolog. Sedangkan psikiater menjalani pendidikan kedokteran dan menjadi dokter medis sebelum melakukan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
kurniawangunadi · 2 months ago
Text
Jurang
Hi semua. Tulisan ini mungkin cukup sensitif dan membutuhkan empati untuk membacanya dengan hati-hati, karena akan menggunakan sudut pandang perbanding-bandingan. Sesuatu yang mungkin tidak nyaman untuk dibaca bagi sebagian orang.
Dalam proses mengamati sekaligus menjalani kehidupan selama 34 tahun ini, terasa sekali bahwa fase yang sedang dijalani saat ini itu benar-benar jelas sekali garis batas kehidupan satu sama lain, antara diri kita dengan orang lain itu kelihatan sekali.
Dulu sewaktu kecil, sewaktu seru-serunya menjadi anak-anak, tidak memandang dunia dari sisi materi, tidak bingung bangun tidur harus bekerja, bahkan ini mungkin terjadi hingga kita SMA. Antara kita dengan teman kita itu sama, sama-sama di fase berjuang. Lagi di fase belajar untuk mewujudkan mimpi masing-masing. Ngerasain kelas yang panas tanpa AC bareng-bareng, naik motor iring-iringan, dan semua aktivitas yang membuat kita terasa tidak ada bedanya satu sama lain. Coba deh perhatikan, teman-teman kita semasa TK, SD, SMP, ataupun SMA dulu. Inget nggak serunya bermain bersama, paling satu-satunya hal yang membuat kita berkompetisi saat itu adalah rangking kelas. Itu pun kadang sadar diri kalau udah ada yang langganan juara kelas berturut-turut, kitanya juga nggak berkecil hati karena tidak juara kelas, enjoy aja, dan ya berjalan sebagaimana biasanya.
Tapi coba lihat semuanya sekarang. Perbedaan antara kita dan teman-teman bisa kayak bumi dan langit dari sisi kehidupan. Di umur yang sama, ada yang masing single, ada yang sudah punya anak mau masuk SD. Ada yang sudah punya rumah, ada yang masih ngontrak. Ada yang kerja dengan gaji puluhan bahkan ratusan juta per bulan, ada yang berjuang biar bisa UMR aja alhamdulillah. Ada yang lagi jalan-jalan ke berbagai kota atau negara, ada yang lagi langganan ke psikolog/psikiater. Ada yang berubah jadi kriminal, ada yang menjadi seorang alim. Ada yang lagi kesulitan finansial, ada yang lagi lapang banget sampai bisa bersedekah tanpa berpikir panjang. Ada yang pernikahannya bahagia, ada yang sudah menjadi duda dan janda.
Perbedaan itu terpampang secara nyata. Dan itu dialami oleh diri kita sendiri dan juga orang-orang yang dulu sekali, tidak begitu lama, mungkin 15 atau 20 tahun yang lalu adalah orang-orang yang bareng sama kita. Yang dulu sama-sama memikirkan tugas sekolah, les bareng-bareng, kalau libur sekolah bikin agenda kelas, kalau ramadan bikin acara bukber kelas. Kalau lebaran, rame-rame keliling antar rumah-rumah.
Tapi perbedaan nasib, garis takdirnya bisa sejauh itu. Kadang, diri sendiri pun merasa begitu asing dengan segala jurang yang ada, begitu tinggi perbedaan yang dimiliki. Kadang, diri juga mengukur-ukur diri sendiri, bertanya-tanya mengapa ada yang bisa sejauh itu sementara kita terasa jalan di tempat, gitu-gitu aja.
Tanpa sadar, bahwa "gitu-gitu aja"nya diri ini juga ternyata jadi sesuatu yang amat berharga bagi teman kita yang lain. Hidup yang saling melihat ini, rasanya semakin membelalakkan mata di umur sekarang. Umur-umur yang menurut kita harusnya sudah bisa mencapai hal-hal tertentu dalam hidup, tapi kita baru mencapai sebagian kecil atau bahkan belum sama sekali.
Kemarin waktu baca threads, ada sebuah utas yang kurang lebih bilang begini : "Umur 42, belum punya rumah sendiri, masih ngontrak pindah-pindah, kendaraan cuma motor ada 1, anak ada dua udah sekolah semua, tiap bulan gaji ngepres buat semuanya. Nggak apa-apa kan?" Dan jawaban orang lain yang membalas, begitu "nyesss" pada baik-baik.
Kadang mulai mikir juga, apa selama ini kita terlalu lama hidup dalam bubble. Hidup dalam perspektif bahwa keberhasilan-keberhasilan itu harus mencapai ini dan itu. Ditakut-takuti jika kita tidak begini dan begitu, nanti hidup kita akan menderita. Hidup kita akan gagal. Gagal menurut orang yang menebar ketakutan tersebut.
Dan kita lupa dan tidak pernah diajari untuk bagaimana caranya bisa bahagia dengan alasan-alasan yang amat sederhana. Kebahagiaan kita penuh dengan syarat, syarat yang kita buat sendiri, tapi sekaligus syarat yang amat sulit untuk kita sendiri penuhi. (c)kurniawangunadi
212 notes · View notes
pyralien · 6 months ago
Text
Hari-hari ke Psikolog: Hal-hal yang Berubah dan (Ternyata) Telah Aku Perbaiki
Konsultasi ke psikolog kali ini membuatku menyadari bahwa aku tidak berjalan di tempat, aku berubah dan ternyata banyak hal yang telah aku perbaiki dalam hidupku.
Setelah sekian lama, aku memutuskan untuk ke psikolog lagi. Sejujurnya kali ini kondisiku baik. Namun aku mengakui bahwa aku masih membutuhkan bantuan profesional untuk beberapa hal. Salah satu yang membuatku berani ke psikolog saat ini karena aku juga sudah menemukan topik yang tepat untuk aku konsultasikan, yaitu mengenai ketakutanku akan pernikahan. Topik ini nampaknya tepat karena selain akhirnya aku memutuskan untuk menikah (walau tidak pernah menyatakan secara terang-terangan, sejujurnya aku pernah berpikiran untuk tidak menikah saja seumur hidupku), topik ini juga merupakan hilir dari segala hulu masalah yang aku alami dalam hidupku.
Agak nekat, aku memilih datang ke biro psikologi yang sejujurnya biayanya agak di luar jangkauanku. Ya, merogoh Rp269.000 di kantong itu masih berat untukku saat ini. Namun, biaya yang aku keluarkan ini sekaligus terselip doa dan sebuah keyakinan semoga rezekiku dilancarkan agar beberapa bulan yang akan datang, nominal tersebut mudah aku keluarkan.
Setelah mendapat jadwal, aku datang ke Biro Psikologi Dinamis pada 4 Juni 2024 dan bertemu psikolog yang aku pilih, namanya Mbak Sekar. Konsultasi berjalan selama 1,5 jam dan semuanya lancar. Saking lancarnya, saat keluar dari ruang konsultasi aku malah mempertanyakan apakah aku masih butuh bantuan dari profesional?
Aku menyadari banyak hal berubah ke arah yang lebih baik. Perubahan pertama yang aku sadari adalah betapa tenangnya aku kali ini. Jika mengingat tahun 2021 atau 2022 lalu, datang ke psikolog atau psikiater adalah momok bagiku. Kala itu pergi ke psikolog selalu diikuti oleh kecemasan berlebih. Sering kali aku juga mengulur waktu dan datang telat saking cemasnya. Yang terjadi sekarang? Jadwalku bertemu dengan psikolog adalah pukul 13.00 dan ini yang aku lakukan sejak pagi:
Tumblr media Tumblr media
Suasana hatiku baik, aku merasa tenang, aku sempat berdandan, aku datang 10 menit sebelum jadwal. Bagaimana pun ini sebuah kemajuan bukan?
Kemudian aku menemukan perbedaan ketika aku ke konsultasi ke psikolog dalam keadaan kacau dan dan dalam keadaan baik. Konsultasi kali ini bisa dibilang lebih efektif. Ceritaku cukup jelas dan runtut. Aku tidak terlalu mencemaskan respon psikolog atas kalimat-kalimat yang keluar dari mulutku. Dulu bahkan aku mencemaskan kata per kata yang aku ucapkan. Apa ada yang salah? Apa aku berlebihan? Apa sebenarnya masalahku ini kecil tapi aku besar-besarkan? Apa aku menyebalkan? Apa suaraku kurang keras? Apa suaraku terlalu keras? Apa aku terlihat seperti seorang narsistik? Apa aku terlihat seperti orang yang mudah menyalahkan orang lain dan tidak mau disalahkan? Tentu kecemasan masih ada, tapi jauh lebih sedikit dan jauh lebih terkontrol.
Seperti yang telah aku tulis di atas, topik utama yang menjadi bahan konsultasiku hari ini adalah megenai ketakutanku untuk menikah. Kami memulainya dengan membahas hal yang menurutku paling mudah untuk diceritakan, yaitu mengenai hubungan tidak sehat dan kekerasan dalam pacaran yang aku alami saat berpacaran dengan Ican (aku nggak tau apakah bijak atau tidak bercerita dengan mencantumkan nama di sini, tapi kupikir nggak akan banyak orang yang akan menemukan akunku di Tumblr). Kemudian pembahasan kami bergeser ke topik mengenai hubunganku dengan Mas Rizal.
Mendengar ceritaku, psikologku mengomentari, "Kamu berubah, loh. Kamu mau belajar dari pengalaman di hubungan pertama dan menerapkannya di hubungan setelahnya. Itu bagus."
Orang-orang terdekatku tahu persis bagaimana kacaunya hubunganku dengan Ican. Selain dia yang banyak melakukan manipulasi psikologis, adanya kekerasan seksual yang dia lakukan, segala teror yang dia berikan, sejujurnya hubungan ini pun dinodai oleh kesalahanku, salah satunya bagaimana implusifnya aku saat memulai hubungan ini. Seingatku awalnya kami hanya berteman, walau banyak teman yang menyadari rasa sukanya kepadaku, yang kami lakukan saat itu adalah hal-hal yang dilakukan orang yang berteman saja. Kemudian suatu malam, kami mendapatkan kesempatan untuk nonton konser bersama. Entah setan apa yang merasuki, malam itu kami bak pasangan yang sedang kasmaran. Dia merangkulku dan aku tidak menolaknya. Selepas konser aku bertanya apakah dia punya perasaan suka kepadaku dan ia mengiyakan. Beberapa hari kemudian kami memutuskan untuk berpacaran walau aku sangat sangat tahu aku tidak punya perasaan apa-apa kepadanya (aku menjelaskan ini ke dia, dan dia bilang ga masalah untuk tetap berpacaran.) Gila. Implusif. Nggak mikir.
Ini nggak terjadi di hubunganku dan Mas Rizal. Saat dia menyatakan cinta untuk pertama kali, aku menolaknya, aku tahu aku tidak punya perasaan apa-apa. Baru setelahnya ketika aku mulai memiliki ketertarikan terhadapnya, aku menawarkan untuk mencoba lagi. Itu pun yang aku tawarkan adalah PDKT ulang, dengan syarat dia nggak keberatan kalau akhirnya kami nggak jadi karna ternyata ga cocok. Proses PDKT yang kami jalani disertai dengan serangkaian tanya jawab mengenai pribadi kami sehingga aku punya gambaran sekitar 75% mengenai dia.
Aku pun belajar dari hubungan yang lama mengenai hal lain seperti bagaimana pola komunikasi yang sehat, bagaimana cara memperlakukan pasangan dengan baik, dll. Semua yang aku pelajari itu aku terapkan di hubungan yang baru. Tentu belum sempurna, tapi aku jauh lebih baik dalam memperlakukan pasanganku.
Psikologku pun menyadari bahwa aku sudah mulai mengetahui mengenai sosok laki-laki yang aku butuhkan. Menurutnya ini akan menjadi bekal yang baik untuk memilah orang yang akan menjalin hubungan denganku di kemudian hari.
Pada sesi konsultasi kali ini pun aku mulai menyisipkan informasi-informasi yang belum pernah aku katakan ke orang lain sebelumnya. Misalnya mengenai salah satu alasan aku sulit meninggalkan Ican adalah karena aku punya tempat tidur siang ketika itu. Aku tau kalau aku melepaskan Ican, berarti aku juga melepaskan tempat tidur siangku. Tentu ada cerita panjang di balik mengapa aku sangat sulit melepas tempat yang bisa aku gunakan untuk tidur siang.
Hal-hal kecil lain yang berubah mungkin seperti aku tidak lagi banyak bercanda untuk tujuan mengalihkan pembicaraan dan enggan menjawab pertanyaan dari psikolog. Tentu konsultasi kali ini lebih hemat uang juga karna aku nggak banyak melakukan hal itu.
Tumblr media
Konsultasi kali ini membuatku sadar bahwa ternyata aku tidak berjalan di tempat. Aku maju, walau pelan dan satu-satu. Setidaknya aku bergerak. Good job, Vir.
Oya, ternyata di biro psikologi ini ada catatan hasil konseling gitu. Ini catatanku:
Tumblr media
0 notes
egle-kd · 3 years ago
Text
Tumblr media
EKSLUSIF, Call 0878-7604-0136, Psikolog Pendamping Remaja Bunda Lucy
Klik https://wa.me/087876040136, Psikolog Pendamping Anak SD,Psikolog Pendamping Anak Eligible,Psikolog Pendamping Anak Hilang,Psikolog Pendamping Anak Hukum,Psikolog Pendamping Anak Indonesia
Bunda Lucy Trauma Center PTB Duren Sawit Blok D3/1 Klender Jakarta Timur (Dekat Sekolahan SDIT Arrahma)
psikologklinisdiy #psikologklinisemarang #psikologklinisgorontalo #psikologklinishalodoc #psikologklinisharapanindah #psikologklinisi #psikologklinisiindonesia #psikologklinisjambi #psikologklinisjogjakarta #psikologkliniskuningan
0 notes
bieeeworld · 5 years ago
Text
Insecure atau Kurang Bersyukur?
Hai, kalian apa kabar? Masih di rumah aja ya hehe. Pada postingan blog kali ini saya nggak akan bahas yang asmara-asmara dulu. Salah satu pembaca blog saya memberikan ide pada saya untuk menuliskan tentang ‘insecurity & overthinking’ yap, seputar itu dan mungkin saya akan menambah beberapa hal tentang self love. Yuk, kita bahas pelan-pelan. Insecure dalam psikologi jika diartikan berarti, sebuah upaya dari adanya emosi yang terjadi apabila kita menilai diri kita menjadi seorang inferior dari orang lain. Seorang inferior di sini berarti seseorang yang merasa rendah diri ya. Terkadang emosi-emosi dalam diri kita itu juga bisa hadir karena penilaian diri kita oleh orang lain yang kurang bisa kita terima pula. Juga karena kebiasaan membanding-bandingkan. Padahal kita sendiri juga tahu, bahwa memiliki rasa rendah diri itu akan sulit untuk dibuat normal lagi. Bahkan walaupun kita dapat motivasi dan saran dari orang-orang terdekat. Banyak dari orang-orang yang merasa dirinya insecure, mereka membuat sebuah patokan yang akan mereka capai tentunya. Namun, setelah patokkan itu tercapaipun mereka belum bisa merasa puas. Mereka akan jadi seseorang yang selalu ingin lebih. Itu bisa jadi sebuah hal positif untuk berkembang jadi lebih baik lagi, tapi juga bisa jadi hal negatif karena kurangnya rasa bersyukur. Karena mereka masih merasa rendah diri. Masih merasa kurang dibandingkan dengan orang lain. Tanpa sadar, mereka yang sebenarnya sudah cukup namun masih merasa kurang itu bisa dibilang ‘tidak bersyukur’. Bahkan mereka juga seringkali merendahkan diri di depan orang lain yang benar-benar masih kurang, dan bisa membuat mereka ikut menjadi insecure. Insecure juga bisa kita rasakan saat kita mulai merasa malu atau tidak percaya diri. Contohnya dengan warna kulit, jenis rambut, berat badan, hal yang bersangkutan dengan ekonomi, dan banyak contoh-contoh lainnya yang tidak sesuai dengan diri sendiri. Untuk itulah kita terbiasa memancarkan sesuatu yang berkaitan dengan aura diri kita. Terkadang insecure juga bisa terjadi karena diri sendiri yang sulit atau kurang bisa untuk mengendalikan emosi. Setiap orang di dunia ini pasti punya rasa insecure-nya masing-masing. Lalu menurut saya pribadi, yang jadi permasalahannya itu adalah diri sendiri. Pastilah ada fase-fase dimana kita membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang menyangkutpautkan tentang kelebihan dan kekurangan diri. Padahal sedari kecil kita sudah diajarkan untuk bisa menerima berbagai macam perbedaan. Setiap orang yang lahir di dunia ini diberkahi dengan kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Kita hidup untuk menerima setiap kekurangan itu dan saling melengkapinya. Kita juga hidup untuk mengembangkan kelebihan yang telah dianugerahkan itu. tidakkah menurutmu kita terlalu egois untuk mengingini hidup kita ini bisa jadi seperti hidup orang lain? Coba kalian pikirkan dengan perlahan, benarkah apa yang sudah kita lakukan selama ini? Mengingini sesuatu yang menjadi kepunyaan orang lain, ingin hidup seperti orang lain yang menurut kita itu lebih baik, lebih perfect, lebih nyaman, dan lebih aman. Salah, udah pasti itu nggak bener. Tuhan nggak pernah pilih kasih kok. Yuk, jangan terlalu sering melihat sosial media. Karena dari sosial media juga rasa menginginkan apa yang orang lain miliki jadi kian besar. Sosial media memang bisa jadi tempat inspirasi, tapi ketahuilah bahwa selalu ada batasan. Coba kamu ingat-ingat lagi, sudah berapa banyak rasa syukur yang sudah kamu sia-siakan. Sudah berapa banyak waktu yang kamu buang untuk mengobrol dan berterima kasih pada Tuhan atas hidupmu hanya untuk kamu gunakan stalking atau memandangi atau iri kepada hidup orang lain yang bahkan kamu sendiri nggak tahu udah sebanyak apa usaha dia agar bisa terlihat seperti itu. Kita memang nggak akan bisa tahu seperti apa perjuangan orang lain agar bisa dilihat sebagai orang yang pantas dipandang. Atau apa ya kata lainnya, sampai lupa. Ah, bisa diidam-idamkan. Atau jangan-jangan orang itu juga selalu bersyukur atas hidupnya yang bisa saja sebenarnya biasa saja. Namun, karena syukur itu Tuhan selalu memberkati hidupnya. Siapa yang tahu. Dari sini sekarang aku tanya kamu insecure atau kamu kurang bersyukur? Hal yang baik yang harus kita bandingkan dengan orang lain adalah, kita harus menganggap diri kita lebih spesial dan lebih beruntung dari orang lain. Anggaplah begitu, walaupun oksigen dan matahari tak hanya tercipta untukmu. Menoleh ke masa lalu juga bisa jadi salah satu penyebab kamu bisa jadi insecure. Banyak kesalahan dari masa lalu yang mungkin belum bisa sepenuhnya kamu maafkan. Iya, memaafkan dirimu sendiri atas kesalahan-kesalahan itu. Hey, kamu sudah tidak lagi hidup di masa lalu. Kamu yang sekarang sudah melangkah jauh dan pergi dari masa lalumu yang kelam. Itu semua memang pernah terjadi. Tapi sudahlah, jadikan itu sebagai pelajaran dan jangan sampai kelak di masa depan kamu melakukan kesalahan yang sama. Karena masa lalu nggak akan pernah bisa mendefinisikan dirimu yang sekarang. Overthinking. Overthinking adalah memikirkan sesuatu secara berlebihan. Nah, dari pengertiannya aja udah kebaca kalo bisa bawa hal yang gak baik. Kan yang berlebihan itu nggak baik. Walaupun mungkin baik karena artinya kamu bisa jadi termasuk orang yang memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi sebelum bertindak. Kalau kamu adalah orang yang terlalu banyak berpikir sebelum bertindak namun pada akhirnya hanya melakukan sedikit tindakan bisa jadi kamu adalah orang yang overthinking. Overthinking juga jadi salah satu penyebab rasa insecure itu timbul. Tidak baik juga buat kesehatan, karena bisa membuat kalian mengalami kecemasan dan kehilangan kedamaian dalam diri. Saya bukannya nyuruh kamu jadi orang yang cuek, tapi jangan jadi pribadi yang terlalu keras ke diri sendiri. Jangan berpikir kalau kamu nggak berharga, kamu nggak menarik, dan kamu nggak pintar. Remember this, everything starts from the mind! Karena overthinking seringkali mengarah ke arah negatif, yuk sama-sama berpikir positif. Nih melansir dari laman hellosehat.com, manusia memiliki sekitar 70.000 pikiran setiap hari dan 90% di antaranya adalah pikiran yang sama seperti yang kita pikirkan di hari-hari sebelumnya. Jadi masih mau overthinking? Masih mau buang-buang waktu buat mikirin hal yang sama setiap hari? Apalagi kalo yang dipikirin tuh gebetan, mampus gak lo? Dia aja gak mikirin lo, ngapain lo mikirin dia? Kasian tuh saraf otak lo. Hahaha, ayo dong semangat jangan overthinking. Maybe, saya bukan orang yang mudah memiliki rasa insecure, tapi saya adalah orang yang bisa dibilang mudah untuk overthinking. Mulai dari pikiran yang cuman Tuhan yang tahu jawabannya pun saya pikir seperti, “kenapa aku lahir dan hidup di Indonesia, nggak di Inggris atau Amerika?” gak berguna banget kan:’) yok ayok semangat aku dan kalian pasti bisa pelan-pelan mengurangi dan menghilangkan overthinking ini. Kenapa kita bisa overthinking? Nih ada beberapa penyebabnya, simak ya:• Baper dan terlalu mikirin komentar netijenGak bisa lepas dalam bercanda karna terlalu takut mikirin komentar balasan dari lawan bicara •  Terlalu mikir perkataan seharian ini dan takut kalau ada yang menyinggung perasaan orang lain • Berprasangka buruk dan beranggapan banyak orang tak menyukai kitaTakut jika gagal memuaskan orang lain dan gak• tidak bisa memenuhi ekspektasi mereka Terlalu jauh berpikir dan memprediksikan hal negatif yang bakal terjadi •  Hanya  berporos pada kekurangan dan lupa pada kelebihan yang lain Jadi itu tadi beberapa penyebab kenapa kita bisa overthinking. Bener ya? Iya saya tahu kok kalau bener. Yok, kita lawan satu-persatu. Gimana caranya biar kita nggak terus-terusan overthinking? Hal yang paling utama harus dilakukan adalah jangan sampai kamu berdiam diri cukup lama. Karena, berdiam diri akan memicu diri kita untuk memikirkan hal yang aneh-aneh bahkan hal yang nggak perlu dipikir. Cara sederhana lainnya yang bisa dilakukan yaitu :• Mendengarkan musik, ikut menyanyikan lirik-liriknya.• Membaca buku yang disuka• Melakukan hobi, asal hobinya bukan stalking mantan atau stalking saingan• Olahraga• Memasak• Mengobrol bersama keluarga• Menulis hal-hal yang kamu khawatirkan di buku, lalu tulis juga beberapa cara yang kamu pikir bisa menyelesaikan ke khawatiranmu asal nggak sampai overthinking. Selalu ada banyak hal negatif yang terlalu mudah diambil, dan membuat kita menyampingkan hal-hal positifnya. Insecure juga ada hal positifnya kok. Hal positif yang harus kita pikirkan dari insecure adalah jangan pernah membuat diri kita merasa bahwa kita mendefinisikan siapa diri kita sekarang. Sehingga merasa bahwa diri kita ini tidak layak. Kita yang masih muda, jalan kita masih panjang. Saat ini kita masih berproses, kita masih berjalan untuk mencari jati diri. Dirimu yang sekarang bisa saja adalah dirimu yang akan kau lupakan esok. Jadi, anggaplah semua ini proses dan sebuah fase yang akan selalu bisa kita lewati. Menurut saya pribadi cara mencegah insecurity itu mudah, karena saya bukan pribadi yang mudah merasa insecure tapi bukan karena saya adalah orang yang tidak mudah insecure lalu saya berkata bahwa cara mencegahnya itu mudah. Tapi karena cara mencegahnya itu mudah, asal ada kemauan. Kemauan yang kuat pastinya. Lagi pula siapa sih yang mau terus-terusan terpuruk karena insecure? Ya kan yakannn. Jadi caranya itu, kalian harus melawan rasa insecure itu dengan hal-hal yang positif seperti terus mengembangkan talenta dan kelebihan yang kalian punya, mencoba hal baru dan mengembangkannya, melawan orang-orang yang berusaha menjatuhkan dan membandingkan diri kita dengan orang lain dengan cara membalasnya dengan perkataan yang positif dan membangun, kamu juga bisa mendiskusikan tentang rasa insecure mu kepada orang lain. Seperti orang yang profesional dalam bidang itu, yaitu psikiater jika kamu merasa ada sesuatu yang berbeda dan perlu ditangani dalam dirimu seperti contohnya jika kamu merasa rasa insecure mu berlebihan, karna kita sendiripun tahu apapun yang berlebihan itu tidak baik. Atau kamu juga bisa bercerita pada orang yang kamu percaya, orang tuamu, kakak, atau lainnya. Kalau kamu ingin tahu, kamu itu spesial. Kamu itu berharga. Kamu nggak bisa dibanding-bandingkan sama orang lain. Kamu berbeda, kamu nggak sama seperti orang lain. Karena kamu adalah kamu. Orang lain mungkin bisa berkomentar tentang kamu, entah itu komentar yang memotivasi atau komentar yang menjatuhkan. Tapi orang lain nggak akan tahu tentang siapa kamu sebenarnya, karena orang yang paling kenal sama kamu adalah diri kamu sendiri. Mulai sekarang, ayo mulai menyaring omongan orang lain tentang kita. Kita nggak bisa terus-terusan hidup seperti apa yang diinginkan orang lain. Karena diri kita adalah hak dan kuasa kita. Kamu boleh dan berhak hidup seperti apa yang kamu inginkan walaupun orang lain tak suka. Ambil baiknya untuk terus memotivasi dirimu agar terus tumbuh menjadi pribadi yang baik. Ambil beberapa omongan buruknya, sebagai batu panjatan dan sebuah dorongan agar kamu bisa berkembang dan bertumbuh jadi manusia yang berhati luas dan lapang. Kamu cantik, hey perempuan. kamu tampan, hey laki-laki. Cantik dan tampan itu relatif. Nggak bisa diukur dari tampang walaupun terkadang first impression itu juga penting bagi beberapa orang. tapi inget, don’t judge the book from it’s cover. Kita nggak boleh rasis. Kalau yang hitam dan sawo matang itu buruk. Lalu yang putih dan kuning langsat itu bagus. Semua udah ada porsinya masing-masing. Ayo, mulai mencintai diri sendiri dengan memulai hal baru. Dunia itu keras, kamu nggak akan kuat nantinya hidup sendirian di luar sana kalau kamu nggak segera mulai untuk belajar. Banyak hal baru yang bisa dipelajari, yang akan berguna juga untukmu ke depannya. Kalian adalah makhluk yang diciptakan dengan talenta, hanya tinggal kalian mau nggak ngembanginnya? Selalu ada talenta tersembunyi yang akan tetap tersembunyi kalau kalian nggak mulai cari. Juga selalu ada talenta baru yang akan berkembang dengan baik jika kalian mau terus mengembangkannya sambil terus berdoa memohon bimbingan dari Sang Kuasa. Tuhan nggak pernah menciptakan manusia dalam keadaan yang buruk. Bahkan Ia sendiri yang menciptakan manusia segambar dan serupa dengan diriNya. Jadi, kita sebagai manusia harusnya bersyukur karena dari banyaknya ciptaanNya, kita adalah yang dianggapNya sempurna. Jangan lupa bersyukur ya kalian. Tuhan selalu ada bersama kita. Tapi kita seringkali hanya mengobrol denganNya untuk mengadu kekurangan dan hanya terus meminta. Seringkali lupa bahwa ada hal yang lebih sederhana yang juga seringkali kita abaikan yaitu bersyukur, berterimakasih masih bisa hidup dengan baik sampai saat ini. Bahkan di tengah-tengah pandemi yang tak kunjung surut seperti sekarang. Sampai di sini dulu pembahasan #beropini selalu nantikan postingan-postingan selanjutnya. Jangan lupa self love ya!
4 notes · View notes
salihaofc · 7 years ago
Text
🎓 BEDA PSIKOLOG, PSIKIATER DAN KONSELOR 🎓
Assalamuaikum. Bertemu lagi dengan #psycorner. Tentu moms and dads pernah mendengar istilah psikolog, psikiater, atau konselor. Nah, jika membutuhkan bantuan untuk berkonsultasi, siapakah yang harus kita datangi?
Ketiganya sering dianggap sama. Benar, baik psikolog, psikiater maupun konselor, ketiganya berfokus untuk membantu seseorang dalam mengatasi permasalahan yang dialami dalam hidupnya. Akan tetapi, cara kerja dan pendekatannya dalam mengatasi masalah itu berbeda-beda.
👥 PSIKOLOG – bergelar M.Psi/Psi. (psikolog)
Psikolog ialah orang yang telah menempuh program Master dalam bidang tertentu dari psikologi profesi (klinis, pendidikan, industri-organisasi) – kecuali untuk para lulusan psikologi S1 yang lulus masih dengan gelar “dra. atau drs.” (karena dalam program S1, mereka sudah mendapat bekal yang setara dengan program S2 masa kini).
Asumsi dasar yang menjadi landasan kerja psikolog adalah bahwa setiap manusia memiliki kapasitas untuk berpikir dan menentukan apa yang terbaik bagi dirinya, sehingga peran psikolog adalah merefleksikan, memberikan pandangan, membuka wawasan, juga mengarahkan klien untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Tidak ada obat-obatan yang dipakai selain kata-kata.
Di samping itu, psikolog juga berkompeten untuk melakukan dan menginterpretasikan berbagai macam tes psikologi, seperti tes IQ, tes minat bakat, tes kepribadian untuk membuat profil klinis, serta tes lainnya. Tes tersebut bisa dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk memberikan gambaran psikologis tentang klien atau sekadar sebagai referensi untuk pihak ketiga (misal: syarat mengikuti Ujian Nasional, syarat masuk ke sekolah atau perguruan tinggi, syarat mendaftar jadi Caleg, dsb.).
👥 PSIKIATER – bergelar dr. dan Sp.KJ (Spesialis Kesehatan Jiwa)
Psikiater adalah seorang dokter yang melanjutkan studi dalam bidang Psikiatri, sehingga mendapat gelar Spesialis dalam bidang Kesehatan Jiwa. Berbeda dengan psikolog, psikiater lebih berfokus pada perubahan-perubahan biologis atau fisiologis yang terjadi dalam diri individu, yang menyebabkan atau disebabkan oleh masalah yang dihadapi individu tersebut.
Sebagai contoh, seseorang yang sedang depresi perlu diberikan obat-obatan anti depresan untuk mengimbangi kadar neurotransmiter serotonin yang menjadi tidak seimbang, sebagai reaksi tubuh akibat kondisi depresi tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa asumsi dasar yang menjadi landasan kerja seorang psikiater ialah bahwa masalah kejiwaan manusia disebabkan atau menyebabkan ketidakseimbangan fungsi-fungsi fisiologis (neurotransmiter, hormon, dsb.). Oleh karenanya, seorang psikiater dapat menggunakan obat-obatan untuk membantu seseorang mengatasi masalah kejiwaannya – walaupun tidak harus selalu menggunakan obat-obatan. Beberapa psikiater juga berkompeten untuk memberikan tes-tes psikologi tertentu, seperti MMPI dan berbagai tes neuropsikologi untuk melihat keberfungsian syaraf serta anomali atau adaptabilitas seseorang dalam masyarakatnya.
👥 KONSELOR – bergelar M.K. / M.A. in counseling/Kons.
Gelar konselor bisa diperoleh dari program Pendidikan (S.Pd./M.Pd. yang melanjutkan spesialisasi dalam bidang Konselor), atau dari program Teologi.
Pendekatan seorang konselor mirip dengan psikolog. Hanya saja, fokus kerja seorang konselor ialah kepada individu yang normal bermasalah. Normal bermasalah berarti mereka yang sebenarnya memiliki masalah dan tantangan dalam hidup, namun tidak sampai menyebabkannya mengalami gangguan jiwa yang serius, seperti: skizofrenia, depresi dengan gejala psikotik, atau gangguan-gangguan ekstrim lainnya.
Oleh sebab itu, pendekatan seorang konselor ialah bahwa setiap manusia memiliki kapasitas penuh untuk menentukan hidupnya ke arah yang positif dan konstruktif, sehingga peran konselor ialah menjadi seorang teman, mentor, dan pendengar yang baik bagi individu tersebut.
Bedanya dengan psikologi, seorang konselor tidak dibekali kompetensi yang mendalam untuk menangani seseorang dengan gangguan kejiwaan yang serius. Di Indonesia, program konselor seolah-olah disisipkan dalam bidang psikologi, sehingga seorang psikolog juga dapat berperan sebagai seorang konselor ketika menangani manusia yang normal bermasalah.
Walau demikian, sebetulnya pasti akan ada perbedaan cara penangangan antara psikolog dan konselor mengingat penekanan dalam proses belajarnya pun berbeda. Ada beberapa tes psikologi (namun tidak semua tes psikologi) yang juga dapat dilakukan oleh seorang konselor yang sudah mendapatkan pelatihan di bidang itu.
PSIKOLOG, PSIKIATER, dan KONSELOR sebenarnya sangat perlu bekerja sama dalam menangani klien agar dapat membantu menyelesaikan masalahnya secara utuh dan holistik.
Ketika seseorang mengalami gangguan tidur, misalnya, perlu datang ke siapakah? Jawabannya, jika gangguan tidur itu sangat serius sehingga ia menjadi sulit berkonsentrasi dan berbicara, maka terapi obat-obatan sangat diperlukan terlebih dahulu sehingga ia perlu berkonsultasi dengan psikiater. Setelah terapi obat efektif, maka tubuh dan pikirannya sudah siap untuk ‘diajak berbicara dan berpikir’ tentang masalah yang dialaminya. Dalam hal ini, ia dapat berkonsultasi baik kepada psikolog maupun konselor.
Seorang praktisi yang profesional tentu akan merujuk pasien atau klien yang datang ketika dirasa bahwa kebutuhan utamanya ialah kepada seorang psikolog, psikiater, atau konselor.
Yang jelas, tidak ada yang lebih hebat atau lebih pintar daripada yang lain; segalanya hanya tergantung pada kompetensi apa yang lebih diperlukan dalam menangani masalah kejiwaan tersebut.
Sekian materi hari ini, semoga bermanfaat. (rm)
🌐 Sumber: experiencing-life(dot)com
🌷SUPERMOM's NOTE🌷 Edisi #psycorner 25 April 2018
☘ Email : [email protected] ☘ Fanpage FB : https://web.facebook.com/supermomwannabefanpage/ ☘ Twitter : https://twitter.com/supermom_w ☘ Instagram : https://www.instagram.com/supermom_w/ ☘ Tumblr : http://supermomwannabee.tumblr.com/ ☘ WhatsApp: +6281904714215 ☘ Line: @qxb9368f (use @) Link: http://line.me/ti/p/%40qxb9368f
24 notes · View notes
waziat · 3 years ago
Text
Persamaan dan perbedaan Psikologi dan Psikiatri
Persamaan dan perbedaan Psikologi dan Psikiatri
Hallo sobat Mziad.com, tahukah kalian bahwa Psikologi dan psikiater itu berbeda? Atau jangan jangan selama ini kalian anggap itu sama. Kalian mengalami gangguan psikologis tapi malah datang ke psikiater. Atau ada orang sakit jiwa di sekitar kalian, tapi kalian bawa ke psikolog. Sungguh itu adalah hal yang terbalik sobat. Menurut Sarlito W. Sarwono, mengatakan bahwa psikologi dan psikiatri itu…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
aksaralf · 3 years ago
Text
Satu value yang akan selalu aku latih adalah menjadi pendengar.
Diantara berbagai proses manusia, ada saatnya ia sangat ingin didengar. Itu saja, didengar tentang apa yang ia katakan, bahas, inginkan, bahkan kalau pun ada tujuan tersembunyi didalamnya. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Hey, kita semua manusia tak usahlah merasa lebih. Sang Maha menciptakan manusia berbeda, namun dengan tujuan saling mengenal dan melengkapi.
Psikolog dan psikiater terlebih kerjanya juga mendengar, barulah ada yang namanya asesmen, diagnosa.
Bagi manusia, cerita bisa menjadi obat bagi kejiwaan. Merasa bebannya terbagi, diperhatikan, dikenal bahkan merasa lega walau hanya didengar.
Mendengarkan adalah cara untuk melatih empati, agar bisa memahami orang lain.
Satu inspirasi yang selalu dalam benak adalah cara Nabi menanggapi yaitu dengan mendengarkan lawan bicara, barulah Nabi menyesuaikan dengan lawan bicara. Temukan saja kisah dibalik sebuah hadits. Beliau adalah bapak peradaban yang memanusiakan manusia.
0 notes
delightindee · 4 years ago
Text
Psikolog atau Psikiater?
Kalau ingin baca lebih lanjut beda psikolog & psikiater.
0 notes
sumayahsoimah · 4 years ago
Text
"Siapa yang Mau Bersama Orang Sepertiku?"
Tumblr media
“Siapa yang mau bersama orang sepertiku?” adalah perkataan salah satu tokoh utama yang ada di drama tentang psikiater. Bikin aku mikir kalo, oh gini ya yang akan dialami kalo ambil bidang psikologi klinis. Beda sama sekolah.
Nonton itu aku jadi mikir kalo, melihat dari sudut pandang significant other nya tokoh utama, menjadi teman dekat atau pasangan dari orang yang punya penyakit mental itu berat ya. Tidak selalu sih, tapi pada periode periode ketika gejalanya muncul. Misalnya, marah yang meledak ledak, atau ketakutan yang berlebihan, dan lain lain. Tokoh utamanya ini menderita Borderline Personality Disorder atau gangguan kepribadian ambang yang dicirikan perasaan takut ditolak atau ditinggalkan, cemas, marah, kecenderungan menyakiti diri sendiri atau orang lain supaya tidak ditinggalkan. Nah diawal diperparah karena dia tidak menyadari dan menolak kondisi sakitnya. Itu terbentuk karena luka masa kecilnya, ditinggalkan ibu kandung dan ibu angkatnya. Apa sih yang dilakukannya yang berbahaya? Dia pernah membakar rumah untuk mendapat perhatian ibu angkatnya, mencegat mobil significant othernya yang sedang berjalan dengan tiba tiba berdiri di depan mobil.
Nah gangguan mental ini akan mengganggu salah satunya pada hubungan interpersonal. Kalo di buku “The Courage to be disliked” hubungan dengan orang lain itu dibagi menjadi tiga, menurut kedalaman hubungannya. Yang paling dangkal adalah hubungan profesional, hubungan dengan rekan kerja. Kita berkomunikasi sebatas saat ada kebutuhan atau ada kepentingannya. Yang kedua adalah hubungan pertemanan. Dan yang paling dalam adalah hubungan dengan pasangan. Semakin dalam hubungannya, akan semakin besar dampak gangguan mental terhadap hubungan tersebut.
Long story short, saya jadi mikir kalau, penting banget kalau sebelum menikah, kita memastikan sudah memperbaiki kondisi mental kita. Pengaturan emosi, bagaimana mengatasi perbedaan pendapat dan konflik, dan lain lain. Karena itu akan berpengaruh ke bagaimana kita menjalin hubungan dengan orang lain.
Tulisan ini tidak ingin mendiskriminasi orang dengan penyakit mental. Karena bisa diatasi sebenarnya, asal disadari dan mau untuk disembuhkan. Kita enggak sakit, tapi bisa jadi kita ada masalah di pengaturan emosi? Jadi sebelum menikah pastikan sudah mengenali kondisi diri sendiri, supaya nantinya tidak muncul masalah ketika membangun hubungan yang lebih dalam.
0 notes
rooneyseverinsen8 · 4 years ago
Text
Penyebab dan Perawatan Hemofilia
Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder / DID), atau dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda, adalah kondisi psikologis di mana seorang pasien memiliki banyak identitas berbeda. Identitas ini mungkin berbeda dalam penampilan, kepribadian, keyakinan, dan tindakan, yang kesemuanya mungkin memiliki konsekuensi yang besar pada fungsi sehari-hari individu. Perpisahan juga dapat terjadi melalui peristiwa normal dari trauma emosional atau fisik, seperti perceraian, peristiwa traumatis atau viktimisasi seksual.
Ada banyak bentuk Gangguan Identitas Disosiatif. Ada versi klasik "penyamaran ganda", yang melibatkan pasien yang memakai alat tersembunyi untuk membingungkan dokter mereka dan membantu mereka menyembunyikan identitas asli mereka dari orang lain. Meskipun metode ini relatif aman, namun tetap dianggap berbahaya.
Bentuk kedua dari Multiple Personality Disorder dikenal sebagai gangguan spektrum ganda. Pasien biasanya menunjukkan beberapa kepribadian yang berbeda, atau perubahan, yang dapat benar-benar terpisah dan dalam beberapa kasus mereka bahkan dapat berinteraksi satu sama lain. Pasien mungkin sering menampilkan campuran dari setidaknya satu perubahan kepribadian dan satu atau lebih dari ciri-ciri kepribadian yang dia anggap normal, atau "sehat". Dalam hal ini, terdapat perbedaan yang jelas antara sifat kepribadian "sehat" dan sifat "tidak sehat".
Gangguan Identitas Disosiatif adalah masalah kesehatan mental yang serius dan dapat menimbulkan efek bencana. Ini telah dikaitkan dengan upaya bunuh diri dan kekerasan. Banyak penderita Gangguan Identitas Disosiatif percaya bahwa jika didiagnosis cukup dini, mereka dapat mengatasinya. Namun, karena orang dengan Gangguan Identitas Disosiatif tidak memiliki gangguan tunggal yang dapat diidentifikasi, mereka perlu diperlakukan sebagai kelompok oleh psikiater dan psikolog untuk menentukan penyebab perilaku disosiatif mereka.
Langkah pertama dalam menangani Gangguan Kepribadian Disosiatif adalah mengidentifikasi gejalanya dan kemudian mencari nasihat medis dari dokter yang berkualifikasi. Sulit bagi pasien untuk mengakui bahwa mereka memiliki gangguan kejiwaan, jadi jika memungkinkan, yang terbaik adalah menemui psikolog terlatih yang dapat menilai situasinya dan meresepkan obat atau psikoterapi.
Disosiatif dapat terjadi pada anak-anak dan orang dewasa, meskipun lebih sering terjadi pada anak-anak. Anak-anak dapat menunjukkan perilaku disosiatif seperti tidak ingin mengingat sesuatu, mengalami trans, atau mengingat peristiwa masa lalu tetapi tidak menghidupkan kembali kenangan tersebut. Pada orang dewasa, jenis gejala ini termasuk ketidakmampuan untuk mengingat anggota keluarga, teman dan aktivitas masa kanak-kanak, dan perasaan terlepas dari waktu.
Meskipun Gangguan Identitas Disosiatif dapat memiliki banyak gejala, pengobatannya sangat bervariasi. Beberapa perawatan lebih fokus pada gejala fisik dan beberapa fokus pada terapi perilaku, sementara yang lain lebih fokus pada keduanya. Pengobatan tersedia untuk meredakan gejala, tetapi terkadang psikoterapi, pengobatan, dan terapi digunakan dalam kombinasi.
Gangguan Identitas Disosiatif dapat menghancurkan keluarga dan penderitanya. Seperti penyakit psikologis lainnya, penting untuk mencari nasihat medis sesegera mungkin, karena pilihan pengobatan sangat bervariasi.
Perawatan yang paling umum untuk Gangguan Identitas Disosiatif adalah psikoterapi, yang menangani gejala fisik serta faktor emosional dan sosial yang menyebabkan gejala ini. Terapi biasanya melibatkan serangkaian sesi, masing-masing terdiri dari sekitar tiga puluh menit hingga satu jam. Terapis akan membantu pasien menemukan cara untuk mengatasi perasaan seperti takut, khawatir, bersalah, cemas dan panik, dan membantu mereka mengidentifikasi cara untuk mengatasi pikiran dan perasaan mereka tanpa beralih ke perilaku berbahaya.
Pengobatan juga dapat digunakan untuk mengobati gejala Gangguan Identitas Disosiatif. Obat-obatan ini sering kali mengatasi masalah emosional, meskipun kadang-kadang memiliki beberapa efek jangka panjang pada otak itu sendiri.
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menderita Gangguan Identitas Disosiatif, ada banyak sumber daya yang tersedia yang dapat membantu Anda memahami kondisi Anda dan menemukan pilihan pengobatan. Psikolog dapat ditemukan di klinik kesehatan mental setempat dan dapat dikonsultasikan secara online di berbagai situs web, sedangkan psikiater atau psikolog dapat ditemukan di daerah Anda melalui American Psychological Association (APA).
Untuk informasi lebih lanjut tentang Gangguan Identitas Disosiatif, Anda dapat berbicara dengan dokter Anda di klinik setempat atau mencari kelompok dukungan secara online atau dengan mencari di Internet. Ingatlah bahwa siapa pun dapat menderita Gangguan Identitas Disosiatif dan ada orang yang berhasil mengatasi masalah mereka melalui bantuan para profesional.
0 notes
egle-kd · 3 years ago
Text
Tumblr media
Sensasional, Call, 0878-7604-0136, Konsultasi Psikologi Anak Bunda Lucy
Klik https://wa.me/087876040136, Konsultasi Psikologi Anak Autis,Konsultasi Psikologi Anak Perempuan,Konsutasi Psikolog Terdekat,Konsultasi Psikolog Terbaik,Konsultasi Psikolog Remaja Terdekat
PTB Duren Sawit Blok D3/1
Klender
Jakarta Timur
(Dekat Sekolahan SDIT Arrahma)
http://psikologindonesia.com
https://g.page/r/CZUcygKgl_UzEAg/review
https://g.page/r/CT98JtEHC7zUEAg/review
#konsultasipsikologi #konsultasitarot #konsultasiasi #akonsultasiherbal #konsultasibazi #konsultasibayi #konsultasibranding #konsultasicepathamil #konsultasicovid19gratis #konsultasicerai
Dokter Psikologi Anak Terdekat,Tarif Konsultasi Psikologi Anak,Psikolig Anak Terdekat,Konsultasi Psikilogi Anak Terdekat,Biaya Konsultasi Psikologi,Cara Konsultasi Ke Psikoligi,Ciri Ciri Orang Harus Ke Psikiater,Perbedaan Psikolog Dan Psikiater
0 notes
qurrotuan · 4 years ago
Text
pertemuan satu : pengenalan psikologi umum
Hari ini Kamis, bertepatan dengan tanggal 17 September 2020. Kelas pagi akan dimulai pukul delapan tepat. Sejak bangun, aku sudah mulai mempersiapkan kelas daring ini setelah menyelesaikan bagian tugas pagiku di rumah (re: nyapu). Laptop yang sedang membuka program broser dan catatan digital—iya, aku menulis  nirkertas sekarang, itu kubiarkan terbuka di meja belajar. Aku mandi, bersiap, dan memulai untuk sarapan ketika kelas akan dimulai dua puluh menit lagi. Waktu menunjukkan pukul delapan kurang lima menit dan aku sudah siap sekali mengikuti kelas psikologi umum pagi itu. Waktu menunjukkan pukul delapan kurang lima menit dan aku sudah menatap layar kelas virtual yang menggunakan media aplikasi zoom tersebut. Kami tengah menunggu kehadiran Ibu Diny Amenike—atau dipanggil Bu Keke—sebagai dosen mata kuliah tersebut.
Tidak lama setelah itu, pelajaran dimulai. Ini merupakan pertemuan kedua kami di tahun pertama ini. Kelas di minggu pertama diisi dengan saling berkenalan dan pembedahan materi dan tugas yang akan kami pelajari dan kerjakan di satu semester ke depan.
Psikologi umum sangat menarik menurutku. Karena di semester satu ini, pelajaran yang sangat mengarah kepada jurusan kami ini ada di mata kuliah yang satu ini—meskipun ada biopsikologi. Dari awal, Ibu Keke juga sudah menggambarkan psikologi secara umum dan itu sangat memancing rasa penasaran ingin tahu lebih lanjut.
Mari memulai pelajaran dengan mengucapkan bismillah. Ibu Keke mulai menjelaskan materi secara deduktif, yaitu umum ke khusus.Tentu dalam setiap pembelajaran yang akan kita pelajari pertama kali ialah definisinya. Begitu juga hari ini. Bu Keke memaparkan kepada kami mengenai arti dari psikologi itu sendiri. Berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos bermakna ilmu. Dari kedua kata itu, kita bisa menyimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu mengenai kejiwaan. Dalam bahasa Latin disebut dengan psychologia, sedangkan bahasa Inggris psychology, dan bahasa Belanda yaitu psychologie.
Seorang temanku, Mega, diberi kesempatan oleh Ibu Keke menjelaskan perbedaan antara psikologi dan psikiater yang ditanyakan oleh seorang teman lainnya. Mega menjawab—dan akhirnya dilengkapi dengan teman lainnya, perbedaan itu dengan membaginya menjadi tiga hal, yaitu
psikolog menangani kasus yang lebih ringan, sedangkan psikiater menangani kasus yang berat, seperti hilang akal.
psikolog menangani kasus dengan berbagai terapi atau konsultasi, tetapi psikiater membantu pasien dengan berbagai resep obat-obatan.
Slides power point digulir oleh Bu Keke dan menampilkan pertanyaan dengan tulisan yang cukup besar dan semua hurufnya kapital. Tertulis di sana, "Dapatkah jiwa dipelajari secara ilmiah?". Jawabannya tertera kecil di bawahnya beserta sedikit penjelasan, bahwa jiwa tidak dapat dipelajari secara ilmiah. Sebab, sesuatu yang dapat dipelajari ilmiah adalah sesuatu yang dapat diobservasi. Lalu, dipelajari secara apakah jiwa itu? Masih di slide yang sama, terdapat titik terang yang tertulis bahwa di dalam psikologi yang kita pelajari bukan jiwa secara langsung, tetapi manifestasi dari keberadaan jiwa itu sendiri yang berupa perilaku dan hal-hal yang berkaitan dengan itu.
Slide kembali digulir menampilkan sebuah tulisan dengan latar belakang merah, yaitu perbedaan antara psychology dan psychobabble. Saya pribadi baru pertama kali mendengar kata-kata psychobabble, apa itu? Mari kita dengarkan penjelasan Bu Keke.
Psikologi merupakan disiplin ilmu yang berfokus pada perilaku dan berbagai proses mental serta bagaimana perilaku dan berbagai proses mental dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal di sini berasal dari dalam diri sendiri, sedangkan eksternal dari lingkungan di sekitarnya.
Objek yang akan menjadi lawan dari psikologi adalah psychobabble, yaitu ulasan tentang masalah psikologi, tetapi tidak ilmiah dan tidak tepat. Aku sedikit penasaran dengan hal ini. Apakah kuis-kuis yang bertebaran di sosial media itu dan menyimpulkan tentang diri kita itu termasuk psychobabble (?).
Baiklah, pembelajaran berlanjut dengan membahas psikologi berdasarkan perkataan para ilmuwan. Wade dan Travis berkata bahwa psychology is the scientific study of behavior and mental processes and how they are affectde by organism's physical state, mental state, and environtment. Lalu, menurut Sutarlinah Sukadji, psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku manusia dan proses-proses yang berkaitan dengan proses tersebut. Psikologi juga disebut sebuah ilmu, karena mempunyai objek observasi, dapat diteliti secara ilmiah, dan sistematis.
Terdapat dua macam objek psikologi, yaitu
objek material : objek yang bersifat umm, dilihat dari wujudnya. Objek material dari psikologi itu sendiri ialah manusia.
Objek formasi : objek yang bersifat spesifik, dari segi tertentu objek material dibahas. Objel formal psikologi adalah perilaku manusia dan hal-hal yang berkaitan dengan proses tersebut.
Setelah mempelajari pengertian dan mengenal objek dari psikologi, Bu Keke melanjutkan pembelajaran dengan menjelaskan fungsi dari psikologi. Orang yang masih awam—sepertiku mungkin akan berkata tentang fungsi psikologi untuk mengetahui macam-macam perilaku manusia dan dapat memberi pengertian terhadapnya. Ya, itu secara umum mungkin sudah benar. Namun, kami mempelajari secara spesifik, yaitu dengan dibagi menjadi tiga bagian,
Fungsi deskriptif : fungsi psikologi menggambarkan objeknya secara lengkap dan jelas.
Fungsi prediktif : fungi psikologi yang dapat membuat perkiraan yang dapat terjadi di masa depan berkenaan dengan perilaku.
Fungsi pengendalian :  psikologi mengarahkan manusia untuk melakukan suatu yang diharapkan dan melarang pada hal yang tidak diharapkan.
Selain fungsi psikologi, ada juga tujuan dari ilmu psikologi itu sendiri. Tujuannya adalah untuk mengklasifikasi, mendeskripsikan, untuk memprediksi, dan tingkatan yang paling tinggi adalah untuk mengubah kebiasaan.
Selanjutnya, setelah mengenal psikologi lebih dalam hingga fungsi dan tujuan, sebenarnya manfaat psikologi ini untuk siapa dan apa sih. Ibu Keke menjelaskan dengan slide yang terpampang di depan kami. Jawabannya, tentu untuk diri sendiri dan orang lain. Dengan psikologi ini, kita bisa bermanfaat bagi banyak orang dengan cara memahami perilaku sesama. Setelah kita dapat memahami, maka kita akan memperlakukan manusia dengan sebaik-baiknya sehingga berhasil dalam menyesuaikan diri. Iya, begitu besar ya manfaat dari ilmu psikologi ini.
Ilmu yang mempelajari tentang perilaku orang lain ternyata tidak hanya di psikologi. Ada juga beberapa ilmu sosial yang mempelajarinya, tetapi masing-masing memiliki perbedaan.
Psikologi mempelajari perilaku manusia yang memfokuskan pada perilaku individual dan meliputi perilaku yang luas
Antropologi mempelajari perilaku dalam budaya-budaya tertentu
Sosiologi mempelajari perilaku dalam kelompok.
Ekonomi mempelajari perilaku yang berhubungan dengan bertukaran jasa dan barang.
Dapat kita lihat, bahwa meskipun sama-sama mempelajari tentang perilaku manusia, tapi adanya perbedaan pada kekhususan objeknya.
Setelah itu, akhirnya pembahasan menuju ke materi yang lebih khusus, yaitu subbidang dari psikologi itu sendiri. Psikologi tentu punya banyak sekali subbidang mengingat perilaku manusia itu sangat beragam dan sangat banyak pengaruhnya. Di aantaranya adalah
Psikologi Industri : membahas psikologi di tempat kerja/perusahaan
Psikologi kepribadian : berfokus pada konsistensi dalam perilaku seseorang sepanjangan waktu.
Evakuasi program : berfokus pada pemeriksaan program skala besar.
Psikologi wanita : berfokus pada masalah wanita, seperti diskriminasi dan penyebab kejahatan pada wanita.
Psikologi sekolah : mendedikasikan pada konseling terhadap anak-anak di sekolah.
Psikologi sosial : mempelajari bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang dipengaruhi orang lain.
Psikologi olahraga : mengaplikasikan psikologi ke aktivitas dan latihan.
Psikologi perkembangan : mempelajari bagaimana manusia tumbuh dan berubah dari masa ia dilahirkan hingga kematian.
Psikologi pendidikan : memperhatikan proses belajar mengajar di sekolah.
Psikologi lingkungan : memperhatikan hubungan antara manusai dan lingkungan fisik mereka.
Psikologi evolusioner : memperhatikan bagaimana perilaku dipengaruhi oleh faktor bawaan genetis yang kita warisi dari pendahulu kita.
Psikologi eksperimen : mempelajari proses-proses merasakan, mempersepsi, mempelajari dan memikirkan dunia.
Psikologi forensi : berfokus pada masalah hukum, seperti memnetukan akurasi dan ingatan saksi.
Psikologi kesehatan : mengeksplorasi hubungan antara faktor-faktor psikologi dan kekurangan fisik atau penyakit.
Psikologi klinis : membahas penelitian, diagnosis, dan penanganan gangguan-gangguan psikologis.
Psikologi kognitif : berfokus pada penelitian tentang proses mental yang lebih tinggi.
Psikologi konseling : berfokus pada masalah penyesuaian diri dalam pendidikan, lingkungan, sosial, dan karier.
Ternyata, subbidang psikologi banyak sekali. Aku tidak berekspektasi akan sebanyak itu. Bu Keke menjelaskan satu per satu. Dan kata beliau, beberapa dari subbidang itu akan kami pelajari di semester ke depannya. Rasanya semakin penasaran dengan pendalaman yang lebih jauh.
Untuk sebagai evaluasi, Bu Keke menyuruh kami untuk menuliskan manfaat psikologi berdasarkan pikiran masing-masing.
Aku sendiri merasa, dengan mempelajari ilmu psikologi ini, kita dapat memahami apa-apa saja yang melatarbelakangi kepribadian dan perilaku sesorang. Sehingga dengan demikian, kita tidak mudah menghakimi seseorang dan dapat berempati lebih banyak.
Pembelajaran dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Beberapa yang bertanya, hingga akhirnya ada yang bertanya mengenai masalah "kekerasan seksual pada wanita bercadar".
Ibu Keke menjelaskan jelas dan baik sekali. Meskipun tidak semua kejadian kekerasan seksual itu disebabkan oleh pakaian, tapi kita sebagai seorang wanita tentu juga harus berusaha untuk tidak menarik perhatian lelaki. Aku sedikit bagaimana bahasa yang Bu Keke gunakan, tetapi sepemahamanku dalam psikologi ada sesuatu yang disebut aksi dan reaksi.
Dengan adanya stimulus yang kita berikan dapat memancing respon sekitarnya. Begitulah kira-kira. Memang ada beberapa faktor X yang tidak bisa kita kontrol, dengan begitu kontrollah apa yang dapat kita lakukan.
Perbincangan menjadi dua arah dan asyik sekali. Beberapa teman ada yang menanggapi dan ditanggapi balik oleh Bu Keke.
Rasanya hari itu masih menjadi mimpi. Iya, aku sudah menjadi mahasiswa psikologi sekarang. Posisi yang sejak satu tahun lalu aku idam-idamkan, aku mimpi-mimpikan. Allah berkehendak dan mewujudkannya.
Aku masih mendengarkan dengan saksama perbincangan itu. Dan aku tidak ingin berakhir begitu cepat. Namun, ternyata jam telah melewati waktu yang seharusnya sehingga pembelajaran harus segera diakhiri.
Psikologi umum hari itu sangat menyenangkan bagiku. Setelah pembelajaran berakhir, aku menceritakan diskusi tadi kepada kakak dan umiku. Aku tertarik dengan apa yang Bu Keke jelaskan dan aku sangat setuju dengan apa yang beliau sampaikan.
Terima kasih, Bu Keke. Semoga selalu dilindungi oleh Allah. Semoga pandemi segera berakhir dan bisa langsung diajari dan berdiskusi langsung dengan beliau, begitu juga dengan teman-teman yang lain.
0 notes
jessicaalvina · 4 years ago
Text
Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?
Tumblr media
1. Pendidikan dan Pelatihan
Psikiater adalah dokter medis dengan setidaknya 11 tahun pelatihan. Pertama-tama mereka mengambil gelar kedokteran di universitas. Selanjutnya, mereka menghabiskan setidaknya 1 atau 2 tahun pelatihan sebagai dokter umum. Untuk memperoleh gelar psikiater, mereka akan menyelesaikan setidaknya 5 tahun pelatihan dalam diagnosis dan perawatan penyakit mental.
Sementara psikolog memiliki setidaknya 6 tahun pelatihan di universitas dan pengalaman di bawah pengawasan. Mereka juga dapat memiliki kualifikasi tingkat Master atau Doktor dalam bidang psikologi. Jika mereka memiliki gelar Doktor (PhD), seorang psikolog dapat menyebut diri mereka 'Dr', tetapi mereka bukan dokter medis. Ada beberapa klasifikasi psikolog. Salah satunya adalah psikolog klinis yang telah memiliki pelatihan khusus dalam diagnosis dan perawatan penyakit mental.
2. Perawatan yang disediakan
Psikiater dapat menyediakan berbagai macam perawatan, sesuai dengan masalah tertentu dan apa yang akan bekerja paling baik. Ini termasuk obat, perawatan medis umum, termasuk memeriksa kesehatan fisik Anda dan efek dari pengobatan serta perawatan psikologis dan terapi stimulasi otak seperti terapi electroconvulsive (ECT). Sementara, psikolog fokus pada penyediaan perawatan psikologis.
3. Kondisi yang dirawat
Psikiater cenderung memperlakukan orang yang memerlukan pertimbangan medis, psikologis dan sosial. Ini biasanya orang dengan kondisi kompleks, misalnya depresi berat, skizofrenia, hingga gangguan bipolar.
Seseorang yang telah mencoba bunuh diri atau memiliki pikiran untuk bunuh diri biasanya akan dilihat oleh seorang psikiater.
Sementara, psikolog lebih cenderung melihat orang dengan kondisi yang dapat dibantu secara efektif dengan perawatan psikologis. Ini mungkin termasuk masalah perilaku, kesulitan belajar, depresi dan kecemasan.
4. Cara berkonsultasi
Seperti halnya semua spesialis medis, untuk menemui psikiater Anda memerlukan rujukan dari dokter umum Anda. Sementara untuk menemui psikolog, Anda tidak perlu rujukan. Namun, di Australia dokter umum dapat merujuk Anda ke psikolog sebagai bagian dari Rencana Perawatan Kesehatan Mental.
0 notes
back7up · 4 years ago
Text
Sering Cuci Tangan, Apakah Saya Mengalami OCD?
Tumblr media
Image Source:  kieferpix / Getty Images (https://www.nbcnews.com/better/lifestyle/how-wash-your-hands-properly-according-doctors-ncna1102746) Mencuci tangan adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah penularan berbagai penyakit. Dalam menghadapi pandemi Coronavirus Disease 19 (COVID-19) ini, pemerintah gencar mengkampanyekan Gerakan 3M, yaitu Memakai Masker, Menjaga Jarak, dan Mencuci Tangan[1]. Hal ini bertujuan untuk memutus rantai penularan COVID-19 sehingga jumlah penambahan kasus harian dapat ditekan serendah mungkin. Walaupun demikian, terdapat beberapa orang yang pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran terhadap kuman secara berlebih. Hal ini menjadikan mereka terobsesi dengan kebersihan, sehingga cuci tangan yang awalnya biasa, menjadi sebuah ritual yang mengganggu aktivitas sehari-harinya. Anda merasa demikian? Penasaran apakah anda masuk kategori ini? Yuk simak penjelasan berikut ini.
Apa itu OCD?
Obsessive Compulsive Disorder (OCD) atau gangguan obsesif kompulsif, merupakan sebuah spektrum dari gangguan cemas di mana seseorang terjebak dalam siklus obsesi dan kompulsi yang tak berujung. Obsesi adalah pikiran intrusif yang tidak diinginkan, berhubungan dengan hal yang mengganggu, menjijikan, atau menyinggung, yang menyebabkan kekhawatiran atau kecemasan berlebih. Sedangkan kompulsi merupakan perilaku yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan pikiran obsesi tersebut[2]. 
Kebanyakan orang terkadang memiliki pemikiran obsesif atau perilaku kompulsif pada satu titik kehidupannya. Namun, hal ini tidak serta merta menjadikan orang tersebut menderita OCD. Untuk mendiagnosis seseorang sebagai OCD, siklus obsesi dan kompulsi ini harus terjadi dalam taraf yang ekstrim sehingga membuat orang tersebut tidak dapat menjalankan rutinitas hariannya [3]. 
OCD dan Mencuci Tangan Secara Berlebih
Pada kasus mencuci tangan secara berlebih, umumnya orang dengan OCD memiliki kekhawatiran terhadap kuman dan kotoran yang melebihi batas kewajaran. Sehingga perilaku mencuci tangan dijadikan sebuah ritual untuk mengatasi kekhawatirannya. Terkadang orang tersebut akan mencuci tangan dalam waktu yang lama, secara perlahan-lahan mulai dari kuku, lipatan-lipatan jari, telapak tangan, punggung tangan, dan hal ini dilaksanakan berkali-kali dalam satu kali siklus mencuci tangan. Orang tersebut juga akan menghindari untuk menyentuh kran air agar tidak terkontaminasi ulang setelah mencuci tangan. Di antara siklus mencuci tangan satu dengan yang lain, orang tersebut juga mungkin menggunakan hand sanitizer secara berlebih setiap kali kekhawatirannya muncul. Bagi penderita OCD, mencuci tangan sekali tidak akan pernah cukup. Bahkan setelah mencuci tangan berulang kali, kekhawatiran terhadap kuman dan kotoran akan terus berlanjut dan mengganggu rutinitas harian mereka [4,5]. 
Apa yang Bisa Saya Lakukan?
Rasa malu dan takut akan dikucilkan dari pergaulan membuat orang dengan OCD menderita selama bertahun-tahun sebelum mencari pertolongan. Kami ingin tekankan bahwa terdapat perbedaan yang jelas antara menjaga kebersihan dan OCD. Maka dari itu, kalau Anda ragu apakah menderita OCD atau tidak, coba jawab beberapa pertanyaan berikut: 
Setelah selesai mencuci tangan, apakah Anda masih khawatir ada bagian yang terlewat atau belum mencuci tangan dengan benar? Bahkan setelah berulang kali mencuci tangan, apakah Anda masih mengkhawatirkan tangan Anda belum cukup bersih?
Apakah Anda memiliki rutinitas yang terstruktur dalam mencuci tangan? Apakah ada langkah-langkah yang Anda ikuti? Apakah Anda sering mengulangi langkah-langkah cuci tangan karena khawatir Anda melakukannya dengan tidak benar?
Apakah Anda memiliki kekhawatiran berlebih terhadap kuman atau kotoran sehingga Anda menghindari tempat atau situasi yang dapat mengekspos Anda terhadap kuman atau kotoran? Sebagai contoh, apakah Anda menghindari menyentuh permukaan barang di tempat umum atau menghindari berjabat tangan dengan siapapun yang Anda temui?
Apakah tangan Anda seringkali kemerahan atau terluka akibat mencuci tangan secara berlebih?
Apakah kekhawatiran terhadap kuman dan kotoran serta perilaku mencuci tangan yang yang Anda lakukan sampai mengganggu rutinitas harian Anda?
Bila Anda menjawab Ya pada dua atau lebih pertanyaan diatas, kemungkinan Anda mengalami OCD dan kami sarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Perlu diingat bahwa penyakit OCD dapat diobati dan tidak ada seorangpun yang perlu hidup dalam bayang-bayang kecemasan dan depresi akibat pikiran obsesif dan perilaku kompulsif [3,4,5] . (JOB) 
Referensi
[1] Wowkeren.com (25 Jul 2020). Kawal COVID-19 Mengampanyekan Gerakan Bertajuk '3T + 3M - 3K' Yang Untuk Mengendalikan Wabah Virus Corona. Ketiga Komponen 'Rumus' Ini Wajib Dilakukan Secara Sinergis Oleh Pemerintah Dan Masyarakat. Tersedia di: https://wowkeren.com/berita/tampil/00322107.html
[2] Sadock et al, 2015. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry 11th ed, Chapter 10. Obsessive-Compulsive and Related Disorders. Wolters Kluwer: Philadelphia. 
[3] International OCD Foundation. What is OCD? Tersedia di: https://iocdf.org/about-ocd/
[4] Anxiety.org (20 Nov 2014). Excessive hand washing is a sign of OCD. Tersedia di: https://www.anxiety.org/does-excessive-hand-washing-mean-obsessive-compulsive-disorder.
[5] DermNet NZ (September 2019). Compulsive hand washing. Tersedia di: https://dermnetnz.org/topics/compulsive-hand-washing/
0 notes
60b3r · 4 years ago
Text
Komunikasi dan Psikologi Evolusi #3: Alienasi dan Manipulasi
Komunikasi dalam sejarah manusia tentu saja tidak hanya digunakan untuk berbagi informasi, tetapi juga persuasi. Persuasi yang dimaknai sebagai upaya mengubah atau meyakinkan sekelompok orang untuk melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak terpikirkan atau tidak ingin dilakukan. Memang seringkali upaya persuasi ini dilakukan bagi mereka yang memiliki relasi tidak setara, misalnya atasan kepada bawahan, orang tua kepada anak. Meski bukan berarti sebuah relasi yang tidak setara itu melulu jelek, akan tetapi tidak jarang relasi tersebut terjalin karena adanya pemegang kekuasaan dan subjek yang dikuasai. Kemunculan kekuasaan pun seharusnya tidak melulu disebabkan oleh adanya perbedaan status, usia, seks, maupun kekayaan material, karena itu merupakan sebuah variasi normal dalam populasi. Akan tetapi, proses pengambilan peran yang dimotori oleh pemegang informasi tampaknya adalah sebuah jawaban mengapa seseorang mampu memilii kekuasaan lebih dan daya tawar yang tinggi. Penguasaan sumber daya kekayaan intelektual yang memberikan peningkatan kesintasan manusia ini dijelaskan dengan teori kekuasaan 'biopower’ yang disinggung dalam tulisan Michel Foucault. Ia berusaha menjelaskan sebuah relasi kekuasaan dimana pemegang kekuasaan tersebut bertanggung jawab untuk menjaga kelangsungan hidup sebuah komunitas. Dengan adanya pembagian peran tersebut, tatanan komunitas dapat terjaga dengan baik. Menurut John Bowlby, seorang psikiater Inggris, relasi yang dibentuk antar manusia seringkali dilatarbelakangi oleh hubungan orang tersebut dengan pengasuhnya (caregiver) di masa muda atau masa kritis. Hal ini dinamai 'gaya kelekatan' dan cenderung memengaruhi hubungan interpersonal seseorang sepanjang hidup. Crittenden menyampaikan bahwa para peneliti model ini mengamati kebutuhan sosial seseorang akan sebuah safe haven atau tempat kembali ketika seseorang di masa kritisnya selesai melakukan eksplorasi terhadap dunia luar yang penuh ketidakjelasan atau ancaman. Jika ia mampu menemukan pegangan, maka gaya kelekatannya adalah aman (secure attachment) dan orang ini mampu menjadi pegangan bagi orang lain pula. Jika orang tersebut gagal mencapai safe haven atau tidak memiliki pegangan yang diharapkan, maka ia dapat mengalami kehilangan arah (loss of identity). Hal ini tentu akan memengaruhi gaya komunikasi dan kepribadiannya dan mungkin dapat menyebabkan disfungsi hubungan di masa yang mendatang. Oleh karena itu, adalah benar bahwa komunikasi adalah kunci dari well-being setiap manusia, apalagi selama dalam fase kritis seperti anak-anak usia muda maupun orang yang sedang dalam kesulitan. Absennya komunikasi dalam hubungan tersebut menyebabkan trauma psikis yang berujung buruk bagi diri sendiri dan orang lain. Kodependensi merupakan salah satu keadaan psikologis yang tidak didasari komunikasi yang baik. Jika kita pernah mengalami hubungan tersebut, maka kita sangat rentan menjadi korban manipulasi emosional. Tak jarang pula kitalah yang bisa-bisa menjadi toxic dan membuat orang-orang disekeliling menjadi lelah selama berinteraksi dengan kita. Hubungan kodependen biasanya terjadi antara dua orang yang tidak memiliki secure attachment di masa kritisnya, dan tak jarang pula keduanya menunjukkan ciri-ciri kecenderungan reaksi berlebihan, controlling, dan ketergantungan emosional yang tidak sehat (clingyness). Selain itu, tanda kodependensi lainnya yaitu satu atau lebih pihak dapat kehilangan harga diri, menjadi sering berbohong, dan terlalu berkorban bagi pasangannya apabila tidak mendapatkan feedback positif dari partnernya. Kodependensi ini bahkan sempat diusulkan oleh Timmen Cermak (1986) untuk masuk ke direktori DSM, walaupun akhirnya gagal. Dengan kata lain, hubungan yang tidak sehat akibat absennya kekuasaan atau kekuasaan yang non-fungsional dapat menyebabkan masalah-masalah dalam hubungan subjek kekuasaan. Sifat menipulatif tersebut juga merupakan salah satu mekanisme pertahanan dari kesepian yang telah tampak sejak kecil. Para orangtua tentu telah biasa menghadapi tangis bayi kecil. Entah alasannya karena ia butuh makan, mau berak, atau kedinginan. Tidak seperti beberapa makhluk hidup yang ketika menetas sudah bisa berjalan atau mencari makan, mamalia cenderung memiliki kerentanan karena ia lahir dengan handicap (keterbatasan dalam mencapai tujuan) tertentu. Salah satu keterbatasannya selain mengunyah makanan keras dan melakukan mobilisasi secara mandiri adalah komunikasi, maka dari itulah maka bayi hanya bisa menangis untuk setiap kebutuhannya. Journal of Infant Behavior and Development memuat suatu penelitian pada tahun 2013 bahwa bayi manusia pun telah memiliki kecenderungan alami untuk menarik perhatian dengan tangisan meskipun baru saja makan, diganti popoknya, atau ditimang. Uniknya, dalam observasi Nakayama tersebut diketahui tangisan palsu tersebut sengaja dilakukan untuk menarik perhatian karena sang bayi sedang merasa kesepian. Diduga, sifat manipulatif bayi ini merupakan cara baginya untuk memanggil sang pengasuh ketika ia butuh berkomunikasi. Terganggunya kematangan psikis akibat trauma selama masa kritis menandai  kelemahan seseorang dalam menangani kegagalannya untuk terhubung dengan orang-orang disekitarnya. Perasaan terkucilkan dan keseipan yang dirasakan oleh manusia membuatnya mulai berani melakukan hal-hal apapun untuk mengembalikan sense of self dan sense of control. Hal tersebut merupakan tangisan dan seruan minta tolong, namun kemudian dilekati nilai negatif dan dianggap sebagai penyimpangan non-fungsional atau toxic. Menghindari orang-orang toxic memang salah satu cara bagi kita agar tidak lelah dan menjadi bulan-bulanan mereka, akan tetapi yang tidak kita sadari adalah secara tidak sengaja kita membawa lebih banyak toxicity kepada mereka, karena insting pertahanan diri mereka tidak berhasil. Mereka mampu dan akan memanfaatkan lebih banyak orang lain sebagai korban, dan ketika para korban mengalami kelelahan (exhaustion) akibat identitas dirinya hilang dimakan oleh tindakan-tindakan manipulatif yang menjebaknya, mereka bisa jadi juga menjadi toxic. Ketidakmampuan orang-orang seperti ini untuk kembali terhubung ke dunia dalam cara yang manusiawi (karena dianggap perlu dijauhi) telah menyebabkan mereka menjadi narsistik, berusaha menjadi pahlawan kesiangan bagi sesamanya untuk dapat kembali dipertimbangkan, sehingga seringkali tampak berusaha terlalu keras untuk membahagiakan orang lain, menjadi masa bodoh dengan dirinya, bekerja dengan mental asal-bapak-senang (yes-man), menghindari konfrontasi dan tekanan melalui kebohongan patologis, dan cenderung bersikap posesif dan penuh kontrol dalam hubungannya. Mereka terbelenggu dalam kesendirian dan terperangkap dalam pengucilan, tidak mampu menyadari apa yang sebenarnya mereka perlukan untuk dapat diterima kembali di masyarakat. Akhirnya, manusia yang sekali mengalami pemutusan hubungan tidak mampu menjalin hubungan seperti sedia kala karena batasan norma-norma yang kita buat, yakni menjauhi orang toxic. Untuk itu, kita perlu memulai melihat diri kita, manusia, sebagai makhluk yang memiliki insting alami pula, menerima bahwa masalah-masalah emosional yang kita miliki itu normal, dan tidak membebani diri sendiri dengan mengubur perasaan tersebut dalam-dalam ataupun juga memberikan kesan jelek kepada orang lain dengan masalah serupa dan malah memusuhi mereka karena kondisi mentalnya yang sedang mengalami kemunduran. Hubungan bersifat eksploitatif yang dapat tampak pada sekian banyak orang naif seperti bayi, begitu kita sadari, adalah mekanisme pertahanan alami dari ancaman dan ketidakpastian atau ancaman. Salah satu tema yang diangkat dalam karya Sam Esmail adalah enstrangement atau keterasingan. Dalam pertunjukkan Mr. Robot, Ia berusaha menunjukkan bahwa masyarakat dimana kita hidup kini telah menjadikan hubungan antar manusia sebagai proses transaksional ketimbang natural. Hal ini terus terjadi hingga pada suatu ketika manipulasi psikologis tak lagi dilihat sebagai sebuah mekanisme alamiah manusia dalam mempertahankan kewarasannya diantara gempuran seleksi alam, melainkan telah dianggap sebagai alat untuk mengorek keuntungan belaka. Hal ini tidak baik karena tindakan pengucilan orang-orang ini dari komunitas justru memiliki risiko yang lebih buruk. Mereka yang mengalami depresi dan kesepian kronis dapat terjerumus dalam praktik menyakiti diri dalam usahanya menjerit-jerit mencari perhatian dari lingkungannya. Semestinya yang perlu dilakukan adalah menerima orang-orang yang kita anggap berkekurangan secara sosial dan terganggu secara emosional ini dengan mencoba mendekatkan diri, memahami kondisinya, dan memberikan dukungan yang seperlunya. Mereka perlu diyakinkan bahwa kekhawatiran dan pemikiran-pemikiran liar tentang kesepian adalah hal yang alami dan mereka tidak sendirian dalam menghadapi fase kehidupan tersebut. Kepedulian rasa sepenanggungan (relatability) dan perasaan simpati tanpa intensi-intensi transaksional sangat dibutuhkan oleh sesama kita di masa-masa sulit. Sesungguhnya bagaimana kita dapat membantu menghentikan toksisitas orang lain dalam hidup kita adalah dengan menghentikan sumber toksisitas mereka. Menghindari dan menjauhi mereka bukanlah solusi yang berkelanjutan. Supaya kita mampu berhenti menjadi korban manipulasi, kita mesti belajar untuk berhenti menganggap semua interaksi yang kita jalani bersama sesama kita sebagai pertukaran untung rugi. Interaksi bukanlah zero-sum game, tetapi interaksi merupakan hubungan timbal balik.
1 note · View note