Tumgik
#PendidikanGeografiUPI
janatunrahmilah · 4 years
Text
Potensi Sumberdaya di Kaki Gunung Tambora
Tulisan sebelumnya https://janatunrahmilah.tumblr.com/post/643168612625104896/menelusuri-jejak-tambora
Sampailah kami di Desa Doropeti, desa ini merupakan salah satu jalur yang biasa dilewati menuju puncak Tambora. Kelompok saya mewawancarai sosial ekonomi di Desa Doropeti ini. Kelompok yang lain ada yang di sebar ke Desa Soritatanga, lokasi sebelum Desa Doropeti, dan sebagian lagi ada yang agak jauh lokasinya yakni Desa Pancasila, yang dekat dengan pos 1 menuju Gunung Tambora.
Saat kami menanyakan kepada warga, masih 40 km lagi menuju Tambora kalau dari Desa Doropeti ini. Wah, masih sangat jauh. Tapi karna waktu dan medan yang tidak memungkinkan, kami hanya meneliti di sekitar Tambora nya saja, desa-desa di kaki gunungnya.
Tumblr media
Rumah panggung sederhana tapi menurut narasumber yang kami wawancarai, ekonomi masyarakatnya cukup sejahtera meskipun masih ada yang miskin. “Jangan salah, meskipun rumahnya dari kayu tapi penghasilan mereka lumayan mencukupi. Dari mengolah tani mereka bisa dapat 500.000 rupiah/hari. Sekarang kan lagi di bangun pabrik gula tebu, sebagian masyarakat disini lebih memilih jadi petani daripada kerja di pabrik.”
Mantap bro, penghasilan begitu mah bisa jadi petani kaya raya tuh. Tapi namanya pertanian ya pasti musiman.
Tumblr media
Pendidikan disini pun cukup lengkap, ada SD, SMP, dan SMA. Bahkan banyak yang kuliah ke Mataram, Bima, dan ada juga yang merantau ke Jawa.
Yang uniknya disini, ternak penduduk dibiarkan begitu saja di savana. Saat ditanya, “Kalau ada yang nyuri gimana pak?”
Tumblr media
“Ah ilang 1-2 ekor udah sering, ya nda apa-apa. Biarin aja, gak rugi. Nanti juga banyak lagi anaknya”
Dih, ini si Bapak santai banget jawabnya. Tapi memang benar adanya, tidak rugi buat mereka kehilangan 2 ekor sapi sekalipun. Kalau sudah sore, sapi atau kerbau akan pulang dengan sendirinya ke pemiliknya. Tuh kan, pinter juga mereka. Tidak ada acara salah masuk kandang loh.
Warung dan toko kelontong sudah banyak di sepanjang jalan. Akomodasi yang lebih mudah karna jalan yang mulus. Kata warga, jalan mulus ini karna ada event Tambora Menyapa Dunia, belum sebulan ini Bapak Jokowi datang mengunjungi desa ini. Beliau bilang, event ini akan diresmikan sebagai event tahunan.
Salah satu Bapak yang punya warung di depan SMP 3 Pekat bercerita, beliau adalah imigran dari Bima, beberapa tahun lalu sekeluarga pindah kesini, karna Desa Doropeti ini masih banyak lahan kosongnya. “Event Tambora kemarin, dalam sehari alhamdulillah saya dapat penghasilan 12.000.000 dari warung ini, kalau hari biasa paling 5.000.000”
Wow! Bapaknya sangat bersahaja dan baik, katanya beliau dulunya orang miskin di Bima, merantau kesini mengadu nasib, dan inilah hasilnya. Baru kemarin beliau beli mobil pick up untuk keperluan belanja, dengan mobil barunya juga kami diantar menuju mata air yang keluar dari akar pohon. “Disini sudah lumayan sejahtera, apalagi yang menjual kayu. Bisnisnya menguntungkan. Bahkan tiap bulan itu pasti beli mobil baru.”
Memang terlihat berbeda dari bangunan rumah warga. Ada yang sudah rumah tembok, besar, bagus, seperti rumah-rumah di komplek. Tapi ada juga yang masih kayu, panggung, sederhana, dan tidak punya apa-apa. Sejahtera tapi belum merata.
Nah, itulah sekilas mengenai kehidupan di Desa Doropeti. Kami ditawarkan Bapak warung yang tadi, untuk melihat mata air dari akar pohon. Mata air atau Karano ini keluar dari akar pohon yang ada di sekitar sungai. Saat melihat langsung ke lokasi, ada gelembung-gelembung air yang keluar dari sekitar akar. Air ini menjadi kebutuhan minum warga desa. “Makanya, disini tuh gak laku kalau jualan air mineral. Mereka tinggal ngambil saja dari sini tanpa dimasak langsung minum.”
Penasaran dengan rasanya, saya pun mencoba. Di percaya mengobati berbagai penyakit dan obat awet muda (kalau yang ini no comment hhi), bismillah saja. Tenang, kita mencoba dari hulu sungainya, air yang keluar langsung dari akar, kalau mencoba di hilir, baru berabe. Hhe
Tumblr media Tumblr media
Rasa airnya tawar, lebih segar dari merk air minum kemasan. Padahal pohon-pohon disini bersampingan dengan laut, tapi rasanya tidak asin sama sekali. Ini potensi pertama yang kami temui, air ini bisa dijadikan air minum kemasan, kalau ada perusahaan yang tertarik, tentu ini menjadi pemasukan untuk desa. Tapi pasti ada baik dan buruknya. Nantinya akan menjadi konsekuensi dalam pengembangan potensi air tersebut. Saat kami disana, ada truk yang membawa penampung air untuk diisi dari air sungai yang mengalir menuju laut, yang berasal dari akar pohon tadi. Airnya tidak pernah habis meskipun di musim kemarau seperti sekarang ini.
Tumblr media
Oh iya ada sedikit informasi lagi. Tidak jauh dari Desa Doropeti ini sekitar 200 m ada laut, nah di belakang saya ada gunung tapi kalau saya lihat ini adalah bukit. Doropeti itu berasal dari doro (gunung), peti artinya peti/kotak. Jadi dulu ada yang menemukan peti di gunung itu, bapaknya tidak menjelaskan rinci apa isi peti tersebut. Singkatnya, dari sanalah nama Desa Doropeti diambil. Meskipun dekat dengan laut, tidak ada perahu nelayan, saat saya lihat hanya ada satu nelayan yang mencari ikan dengan alat seadanya tanpa perahu. Saat saya tanyakan, “Ini yang menunjukkan kalau desa ini lumayan sejahtera. Tidak ada yang mau jadi nelayan, lebih baik jadi petani. Hanya sesekali saja mereka mencari ikan, hanya untuk makan sekali dua kali saja. Panas-panas jauh tapi penghasilan sedikit, dan disini juga tidak ada tempat penampungan ikan.”
Kami pikir, kalau saja dibangun tempat pelelangan ikan, itu bisa menjadi potensi dan komoditas sampingan masyarakat desa ini sebagai nelayan. Selain potensi laut yang belum dikembangkan, ada potensi yang sangat terlihat di sepanjang perjalanan. Pasir hitam di sepanjang pantai dan pohon jarak yang ada di sekitar pantai. Hamparan pasir hitam yang mengkilap saat tersinari matahari bisa menjadi pendapatan masyarakat, namun lagi-lagi masyarakat tidak mengelolanya. Seperti halnya pohon jarak yang kering begitu saja, padahal bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar minyak. Dosen kami pun menyarankan untuk pengelolaan pohon jarak yang kaya akan manfaat.
Tumblr media
Dari narasumber yang kami dapat, di desa ini sangat mudah mendapatkan air. Digali 6-12 meter pun air langsung muncul, bahkan ada yang membuncah keluar sepert air mancur. Menurut narasumber lain, tanah di desa ini kalau digali 4 meter-an masih terdapat abu vulkanik Tambora. “Ini nih, yang mbak-mbak injak, ini kuburan massal korban letusan Tambora, mereka terkubur oleh debu Tambora, makanya kita ndak aneh kalo nemu tulang belulang manusia, pernah waktu itu juga sedang menggali beberapa meter, nemu tulang manusia.”
Deg! Kami langsung diam. Subhanallah, itulah kekuasaan-Nya. Tiga kerajaan musnah sudah menjadi bukti kebesaran Tuhan atas kuasa-Nya.
Perjalanan kami berakhir di pabrik tebu yang sedang dibangun pemerintah, mungkin dengan adanya pabrik ini nantinya bisa jadi mata pencaharian bagi masyarakat sekitar desa yang masih dibawah garis kemiskinan.
Waahh.. luarr biasa hari ini. Banyak pengalaman berharga, dan yang pasti terimakasih Doropeti, memberikan kesan berarti. See you, semoga bisa kembali ke tempat ini. Next trip!
Desa Doropeti, 15 Mei 2015
Dompu, Sumbawa
2 notes · View notes
tataphari · 8 years
Video
Hallo sahabat petualang!! Jantera (Perhimpunan Pecinta Alam) Geografi UPI Bandung, kembali mempersembahkan Talkshow tentang Jurnalistik dan Potensi Wisata Indonesia dalam rangka launching Buku Meniti Cincin Api yang akan dilaksanakan pada: ⏰ 4 April 2017 🏡 Gedung Achmad Sanusi (BPU) UPI Bandung Acara ini GRATIS, terbuka untuk umum dan akan ada doorprize menarik bagi yang beruntung #roadto40thjantera #bulanjantera #menuju40thjantera #janterajaya #jantera_upi #MenitiCincinApi #HMP_Geografi #PendidikangeografiUpi #hitsupi #jantera #proudtobejantera
2 notes · View notes
janatunrahmilah · 4 years
Text
Menelusuri Jejak Tambora
Tulisan sebelumnya https://janatunrahmilah.tumblr.com/post/630861952849149952/menikmati-keindahan-selat-alas
Selidik demi selidik, kami seperti melihat Gunung Tangkuban Parahu. Bentuknya hampir mirip dari kejauhan, ketinggian yang tadinya mencapai 4100 mdpl kini puncaknya amblas karna letusan, menjadi 2851 mdpl. Wow, hampir setengahnya rata!
Gunung Tambora ini meletus sangat dahsyat pada 200 tahun yang lalu, April 1815. Meletusnya Tambora menjadikan sejarah baru dunia. Letusannya menghanguskan 3 kerajaan sekaligus tanpa sisa yakni Kerajaan Tambora, Pekat, dan Sanggar. Bukan hanya dialami Indonesia, bahkan beberapa informasi menjelaskan letusan Tambora ini sampai ke Eropa dan mengalahkan Napoleon Bonaparte yang saat itu sedang melakukan strategi perang. Dilansir dari buku Tambora Menyapa Dunia, debu vulkanik Tambora sampai ke Eropa karna terbawa angin. Tahun itu pula terkenal sebagai “The Year Without Summer”, tak ada musim panas, yang ada adalah musim dingin yang panjang. Australia dan Afrika turun salju disaat musim panas.
Agak ngeri dengar dari penjelasan guide nya. “Menurut orang tua dulu, Tambora ini meletus persis seperti tragedi Pompeii atau persis seperti kisah nabi Luth yang mebinasakan kaum sodom. Waktu Tambora meletus, membinasakan 3 kerajaan sekaligus, ada cerita menyebutkan pada saat Tambora meletus ada penyimpangan seperti kaum sodom, penyuka sesama jenis, laki dengan laki. Tapi wallahua’lam, karna keterangannya belum jelas. Ini hanya cerita di masyarakat saja.”
Tumblr media Tumblr media
Terlepas dari cerita, mitos atau kisah apapun tentang Tambora. Mata kami dimanjakan dengan suasana menuju 3 desa sekitar Tambora, sepanjang perjalanan kiri dan kanan, sejauh mata memandang yang akan dilihat adalah savana. MasyaAllah, dari SD-SMA belajar IPS dan Geografi hanya tahu savana lewat buku saja, sekarang bisa lihat langsung aslinya. Di depan mata, tanpa sekat!
Tumblr media Tumblr media
Melihat ke kanan, savana dan Gunung Tambora. Melihat ke kiri, savana dan Teluk Saleh. Dibelakang saya ini, selain savana ada Teluk Saleh yang membentang dari sepanjang perjalanan menuju Tambora. Angin nya agak kencang karna sejauh mata memandang dipenuhi padang savana, kurang pepohonan, belum lagi angin yang berhembus dari laut. Wiih, sepoi-sepoi deh.
Seperti inilah gersangnya savana.
Sebentar lagi, kami sampai di Desa Doropeti. Ada hal-hal unik katanya dari Desa ini, banyak cerita setelah meletusnya Tambora. Nanti dilanjutkan! Next trip.
Perjalanan menuju Desa Doropeti, 15 Mei 2015
Kaki Gunung Tambora
1 note · View note
janatunrahmilah · 4 years
Text
Tanjung Aan, Panorama Lombok yang Masih Perawan
Tulisan ini dibuat tahun 2015 saat praktikum Geografi. Tulisan sebelumnya ada di sini: https://janatunrahmilah.tumblr.com/post/630574833933156352/peresean-dusun-sasak-ende
Rasanya belum lengkap jika mengunjungi suatu tempat tanpa menemui pantainya dulu. Masih di hari ke-2, kami langsung tancap gas menuju Tanjung Aan (dibaca: Tanjung An). Pantai Tanjung Aan ini sekitar 3 km dari Pantai Kuta Lombok. Nah, pantai ini sangat berbeda dengan Pantai Kuta. Saat kami melewati Pantai Kuta, banyak resort yang berjejer di sepanjang jalan menuju pantai, belum lagi pedagang yang menjajakkan kios-kiosnya di sekitar Pantai Kuta. Sangat jauh berbeda dengan Pantai Tanjung Aan yang nampak sepi tanpa penghuni, saat kami datang kesini hanya ada 3 turis asing yang sedang asyik berfoto. Hanya ada 3 warung kecil yang menjajakkan dagangannya.
Menurut informasi, pantai ini memiliki sebagian jenis pasir berbeda seperti merica. Tapi saya belum jeli untuk menemukannya, saking cantiknya pantai ini, jadi lupa mencari. Hhe
Tumblr media Tumblr media
Pantai Tanjung Aan ini memiliki mitos yang unik. Menurut masyarakat sini, Puteri Mandalika salah seorang puteri kerajaan pernah melompat dari atas bukit untuk menghindari kejaran seorang pangeran yang ingin mempersuntingnya. Maka munculah mitos bahwa Sang Puteri bereinkarnasi menjadi ‘Nyale’ atau cacing laut. Saat saya mencari nyale, guide nya bilang hanya ada di musim tertentu sekitar bulan Februari, makanya ada yang namanya “Ritual Bau Nyale”. Memburu nyale yang selanjutnya dijadikan menu masakan lokal. Aduh jangan dibayangkan gimana rasanya makan cacing laut yang warna-warni itu. Meskipun warnanya cantik, cacing tetaplah cacing. Enak apa enek? Silahkan coba sendiri :D
Bukan hanya pasir dan mitos yang unik. Tapi ada yang perlu ‘dijemput’ saat matahari mulai tenggelam. Yap, sunset nya ini nih yang dinanti!
Tumblr media
Dari ribuan pesona pantai, ada 3 yang paling saya suka. Pasir, ombak, dan siluet. Beuh, perpaduan ketiganya sangat sempurna.
Tumblr media Tumblr media
Ombaknya tidak terlalu tenang, mungkin bisa untuk berselancar. Belum lagi bukit di depan pantai yang mudah untuk dijangkau. Dari atas sinilah, kamu bisa melihat sekeliling pantai.
Nah, berikut ini adalah beberapa foto yang diambil dari atas bukit.
Tumblr media Tumblr media
Bukit ini dikelilingi oleh laut, baik bagian depan, samping kiri dan sebagian belakang. View nya sangat oke, apalagi yang suka selfie :D
Kalau kata teman saya, waaahhh SUGOI.. Alias KEREEN!
Memang benar-benar pantai yang masih perawan, belum banyak terjamah wisatawan. Tentunya, semakin cinta tanah Indonesia!
Alhamdulillah, selesai sudah di hari ke-2. Eittss, masih ada hari 3, 4, 5 dan seterusnya. Besok agendanya menyebrang melewati Selat Alas menuju Pulau Sumbawa! Wow. Seperti apa ya rasanya? Next trip!
KKL Pendidikan Geografi ‘2012
Pantai Tanjung Aan, 13 Mei 2015
Lombok, NTB
3 notes · View notes
janatunrahmilah · 10 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Pulau Peucang, Taman Nasional Ujung Kulon. Pulau cantik di ujung barat Pulau Jawa ini sangat mempesona. Sampai di dermaga, ribuan ikan menyambut kedatangan kami. Pulaunya yang eksotis dengan pasir pantai putih bersih dan air yang jernih. Belum lagi penyambutan si mafia berbulu alias monyet yang akan membajak makanan anda. For now, this island’s the most beautiful. One day, hopefully find a more beautiful island.
0 notes