#Nama Anak Perempuan Dan Artinya Ketaatan
Explore tagged Tumblr posts
azilastuff · 3 years ago
Text
Kenapa dalam banyak ayat, ketika ada Allah asy Syakir disertai Allah al 'Aliim?
15 Juli, 10.27 am, ini pesan yang masuk dari Mbak Mila. Bukan sekali-dua kali beliau ketika ingin menjelaskan sesuatu bertanya dulu seperti itu.
Rasanya bingung, karena jelas aku tidak tahu jawabannya apa. Tetapi bilang tidak tahu juga seperti tidak berusaha. Jadi, aku pastikan dulu ke Mbak Mila, "Mba, ini tuh soal yang harus mila jawab, atau cuma cara Mba memulai bahasan sesuatu? Mila sadar dua nama itu deketan aja ngga."
Tumblr media
Akhirnya aku buka buku Fikih Asmaul Husna yang aku punya--di mana aku belum sampai pada nama Allah yang Asy Syakir itu. Ada 6 ayat yang ditulis pada bab Asy Syakir, 2 ayat menggunakan kata شاكر dan 4 ayat dengan kata شكور.
Dua ayat dengan kata Syaakir(un) adalah:
إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِ, فَمَنْ حَجَّ ٱلْبَيْتَ أَوِ ٱعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَاۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
✨ Al-Baqarah 2:158
Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syi‘ar (agama) Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‘i antara keduanya. Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.
✨ An-Nisa' 4:147
مَّا يَفْعَلُ ٱللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِن شَكَرْتُمْ وَءَامَنتُمْۚ وَكَانَ ٱللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.
Empat ayat dengan kata Syakuur(un) adalah:
✨ Fatir 35:30
لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِۦٓۚ إِنَّهُۥ غَفُورٌ شَكُورٌ
agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri.
✨ Fatir 35:34
وَقَالُوا۟ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِىٓ أَذْهَبَ عَنَّا ٱلْحَزَنَۖ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ
Dan mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh, Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun, Maha Mensyukuri,
✨ Ash-Shura 42:23
ذَٰلِكَ ٱلَّذِى يُبَشِّرُ ٱللَّهُ عِبَادَهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِۗ قُل لَّآ أَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا ٱلْمَوَدَّةَ فِى ٱلْقُرْبَىٰۗ وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهُۥ فِيهَا حُسْنًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
Itulah (karunia) yang diberitahukan Allah untuk menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” Dan barangsiapa mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan kebaikan baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri.
✨ At-Taghabun 64:17
إِن تُقْرِضُوا۟ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَٰعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْۚ وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ
Jika kamu meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Dia melipatgandakan (balasan) untukmu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Penyantun.
Kelihatan tidak pola dua penggunaan nama tersebut?
Dengan keterbatasan aku menyimpulkan bab itu, aku jawab pertanyaan Mbak Mila dengan, "Hmm, mungkin flash back waktu mila bilang mila bingung sama perbuatan mila sendiri, tapi Allah mah ngga bingung. Jadi Allah tahu perbuatan mila kayak apa, mana kurangnya mana yang udah pasnya, jadi sama Allahnya juga bisa dibalas krna keMahatahuan Allah ttg amal hamba-Nya. Allah tahu mila ini jujur/ridho atau ngga sama perbuatan tersebut."
Beliau kemudian tanya lagi tanpa merespons jawabanku dulu.
Tumblr media
Karena sudah baca ayat 34 surat Fathir, aku cek lagi ke ayat sebelum dan sesudahnya. Ternyata ini rangkaian ayat yang bagus banget :')
Tumblr media
Di surga, nama yang akan disebut oleh penduduk surga adalah Allah Maha Mensyukuri. Tapi, kenapa? Setelah menunggu hingga besok, Mbak Mila kirim penjelasannya melalui voice note. Sebisa mungkin aku transkrip ke tulisan, ya.
Isi vn Mbak Mila kalau dibuat poin-poin seperti ini:
• Bersyukurnya Allah dengan bersyukurnya manusia itu berbeda. Manusia biasanya bersyukur saat dia tahu dia diberi kebaikan (kita bilang syukron). Misal saat ada yang kasih brownies ke aku.
• Kenapa kata Asy Syakir itu sebelahan sama Al 'Aliim? Manusia itu sering kali merasa ingin menunjukkan kebaikannya supaya manusia itu berterima kasih. Ingin punya image yang baik. Dan ini adalah gharizah-nya manusia (naluri, sesuatu yang manusia memang ingin penuhi--craving for). Dan Allah itu tahu kalau manusia itu memang begitu. Kita pengen kebaikan kita dianggap.
• Dari ayat ini Allah mau bilang, "bahkan saat kamu sembunyikan amal tersebut, dunia itu tidak tahu kita melakukannya, bahkan tidak ada satu makhluk pun yang tahu--Allah itu tahu (Al 'Aliim)."
/me: jadi sama Allah mah dianggap :')/
• Kalau mengecek ayat tentang Luqman menasehati anaknya, perbuatan sekecil apa pun itu Allah tahu dan akan mensyukurinya--mendatangkan balasan.
• Allah mau bikin manusia itu tenang dengan perbuatan kebaikannya. Allah mau gharizahnya manusia terpenuhi. Allah mau ketika manusia beramal itu ngga usah takut karena Allah itu Al 'Aliim.
• Terenyuhnya lagi, penduduk surga itu saat bahagia menyebut nama Allah Asy Syakuur. Karena mereka merasa amal mereka itu sedikit. Kan manusia itu lebih suka menghitung-hitung amal yang besar, kan. Misalnya sedekah 2 milyar. Jadi ngga PD. Padahal justru amal-amal yang dihimpunkan oleh Allah itu amal yang di mata manusia itu keciiil banget.
• Bahkan penduduk surga itu bertanya (terheran), "amal apa ini?" Allah bilang satu tetes air mata yang mengalir ketika engkau melakukan ketaatan di dunia. Jadi bayangin, satu tetes air mata itu, Allah kasih bayarannya. Manusia itu menangis bertetes-tetes dan Allah ganti dengan surga.
/me: lihat lagi di surat Fathir ayat 34/
• Penduduk surga itu bilang, "ya Allah pas dunia kita taat sama engkau sambil menangis. Tapi di surga sekarang ini, tangisan itu seperti tidak pernah terjadi." Ini adalah rasa syukurnya Allah terhadap manusia dan memberikan balasan seperti ini.
/me: Hold up. Dari ayat 34 itu tuh, aku jadi ingat sama thread yang aku pernah buat di instagram tentang why sadness stay longer than happiness. Happiness terasa temporal, tapi sadness seperti selamanya. Bahkan rasa bahagia itu lebih mirip distraksi dari kesedihan aja udah. Happiness is not lingering. Nah, di ayat ini, this is the forever happiness--bahkan sampai bikin kita tuh lupa pernah sesedih itu di dunia :')/
Tumblr media
/me: untuk chat selanjutnya ada kata mastatho'tum yang artinya usaha maksimal yang setiap orang akan beda-beda. (Maksimalnya aku dan kamu berbeda, jadi kita nilai diri sendiri ya nanti). Aku pernah bahas ini di instagram juga. Banyak ayat Allah pakai kata tersebut.
Nah, di bawah sambungan tentang perempuan yang memberi minum anjing.
Tumblr media Tumblr media
Nah, bukannya langsung menjawab, Mbak Mila malah bertanya lagi dengan sesuatu yang lain--yang bikin ciut besoknya, haha :'D
Tumblr media
Hayoo, harus jawab apa :') sepertinya ngga ada yang sempurna. Hiks.
Tumblr media Tumblr media
/me: chat selanjutnya agak panjang, aku copy aja ya..
"Tapi Allah mensyukuri setiap proses dalam serangkaian amal itu.
Misal amalnya shalat. Allah mensyukuri setiap usaha kita segera melangkah untuk wudhu ketika azan berkumandang, mensyukuri ketika kita menunda dulu pekerjaan kita untuk segera shalat, mensyukuri wudhu kita yang benar, daaaann seterusnya.
Walaupun..
Shalatnya belum khusuk misal.
Walaupun wudhunya belum sempurna misal.
Allah ga seperti majikan yang hanya menilai amal itu secara keseluruhan dari hasil akhir, yaitu sempurna atau tidaknya.
Maka, manusia itu balik lagi harus mastatho'tum dalam beramal.
Sampai batas maksimal yang ia mampu, sesuai kadar dirinya, sesuai kejujurannya kepada Allah.
Niatnya, ikhtiarnya, tawakalnya.
Kalau sudah mastathotum, tetiba anak jatuh di depan kita lagi shalat, terus dalam sekejap kita jadi ga khusuk karena hawatir. Allah Asy Syakir akan menerima yang mastathotum tadi (selama niat dan caranya benar).
Maha mensyukurinya Allah juga Allah mengampuni kita dalam ketidaksempurnaan itu. Kita udah selesai shalat nih, ga sempurna pasti shalatnya, ada bagian ga khusuknya. Habis shalat kita istighfar, minta ampun ke Allah, Allah ampuni dan bila Allah berkehendak, Allah asy Syakir akan menyempurnakan amal kita tadi dengan istighfar kita afau amal kita yang lain yang sunnah."
/me: ingat di ayat yang pakai kata Syakuur(un), itu beberapa sandingannya dengan Allah Maha Pengampun. Mbak Mila juga lanjutin dengan kirim ayat tsb.
✨ Fatir 35:30
لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِۦٓۚ إِنَّهُۥ غَفُورٌ شَكُورٌ
agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri.
/me: oke, lanjut copy chat-nya Mbak Mila
"Coba mila bayangkan, kalau ada majikan, anak buahnya kerjaannya ga beres, dimana mana ga beres, ngerjain ini ga beres ngerjain itu ga beres, ya ga sesuai lah dengan apa yang dia bilang.
Mungkin ga majikan itu mau berterimakasih terhadap hal² kecil yang beres (maksudnya ada lah dari kerjaan si anak buah tuh sebagian kecil yang selesai)? ENGGAK. Yang ada "saya udah bayar kamu, kamu kerja ga ada yang bener"
Allah berbeda, Allah asy Syakir Mil.
Segitu banyaknya pemberian Allah, Allah mensyukuri yang ga sempurna itu.
Dan ketika hambaNYA menambah dengan istighfar dan amalan sunnah, Allah asy Syakir sempurnakan yang tadi ga sempurna itu."
/me: habis ini Mbak Mila menyinggung Qs. Al Baqarah ayat 158 yang aku tulis di atas.
Tumblr media
/me: aku lanjutin dengan copy, ya. Soalnya limit insert picture hanya 10 aja. Padahal chatnya masih ada :')
"Kata tathowwa'a itu, Mil, mengerjakan dengan ridho, dengan kerelaan. Ridho kepada Allah.. Jadi bukan sekedar taat, tapi mengerjakan ketaatan dengan ridho.
Maka penting ketika mengenalkan amal kepada anak, ajak mereka untuk ridhi melakukannya, bukan terpaksa.
Nak, kalau Aa ridho melakukan amal ini, Allah as Syakir akan mensyukuri amal Aa dengan balasan yang sangat besar, balasan kebaikan yang banyak dan ga bisa kita ukur.
Jadi kan ayat ini menjelaskan tentang ibadah sai yang para sahabat itu dulu ga mau sai karena disekitaran areanya itu suka dipakai penyembahan berhala, ga mau itu ya karena hawatir kan.
Maka Allah menurunkan ayat ini untuk meyakinkan bahwa sai itu ga berdosa dan bahkan dalam beberapa riwayat disepakati sebagai rukun haji.
Nah syariah ini tuh bentuk penghargaan/bentuk syukurnya Allah juga kepada ridhonya Ibunda Hajar ketika kejadian mencari air itu. /me: aku jadi berpikir tentang ibadah kurban juga :')/
Maka siapa yang melakukan ibadah sai dengan keridhoan sebagaimana ridhonya Ibunda Hajar, Allah asy Syakir mensyukurinya dengan memberi balasan disisiNYA.
Jadi kalau kita melakukan suatu amal, ridho, Allah as Syakir akan balas dengan balasan yang sangaf besar yang ga bisa kita ukur."
---
Chat dengan Mbak Mila cukup sampai di situ. Karena habis itu masuk malam lebaran. Aku setelah diskusi sama Mbak Mila spt itu, jadi merasakan dorongan yang fresh terkait mengerjakan amalan yang sunnah dan memohon ampun pada Allah.
Lagi-lagi, rasa yang aku dapat itu, ternyata mengerjakan hal tersebut sangat menyenangkan (aku pernah mau bahas tentang memaafkan itu menyenangkan, tapi belum sempat di instagram). Rasanya itu bukan beban, bukan yang--aduh, kenapa sih harus banyak amal gini.
Justru jadi senang karena aku tahu apa yang aku kejar. Aku mengejar Maha Mensyukurinya Allah. Aku mengejar keridhoan Allah dengan akunya juga harus ridho--rela, lega hati, tenang--pada dan saat mengerjakannya.
Aku sebelumnya tanya juga, Mbak gimana ya dengan yang hari ini ngga jadi haji? Rasanya pasti sedih banget ada di malam ini tapi raga tidak di Mekkah. Mbak Mila kembali bilang, selama hatinya ridho, Allah tetap mensyukurinya.
Wah, itu, buatku, adalah jawaban yang sangat ultimate--juga untuk kesedihan2 yang aku miliki dan rasakan. :') Kamu bisa rasakan ngga betapa sayangnya Allah di ayat2 yang tadi aku copy ke sini?
Tapi sebelum aku tutup tulisan ini, aku mau masukan catatan sedikit dari bab Allah Maha Mensyukuri di buku Fikih Asmaul Husna ini. Aku jadikan poin-poin aja ya..
• Allah Asy Syakur Asy Syakir adalah Rabb yang tidak menyia-nyiakan amalan orang yang beramal yang ada di sisi-Nya, bahkan Dia melipatgandakan pahala tanpa perhitungan, yang menerima sedikitpun dari amalan lalu membalasnya dengan pahala dan pemberian yang banyak lagi lapang.
• Salah satu perkataannya Ibnul Qayyim rahimahullah: Dia bersyukur kepada hamba-Nya dengan ucapan, yaitu menyanjungnya di tengah-tengah malaikat dan di hadapan makhluk lainnya di langit. Dia juga bersyukur dengan perbuatan, yakni apabila hamba itu meninggalkan sesuatu karena-Nya, maka Dia akan memberikan kepadanya sesuatu yang lebih utama dari sebelumnya.
• Di antara rasa syukur Allah adalah Dia memberikan balasan di dunia kepada musuh-Nya lantaran kebaikan dan perbuatan ma'ruf yang telah ia lakukan. Sedangkan pada hari kiamat, Allah akan memberikan keringanan untuknya sehingga Dia tidak menyia-nyiakan kebaikan yang telah ia lakukan. /me: huaaa, sebaik itu lho Allah :''
• Di antara syukur Allah adalah Dia mengeluarkan hamba dari neraka lantaran adanya sebesar dzarrah kebaikan padanya dan Dia tidak menyia-nyiakan ukuran tersebut bagi orang itu ✨
• Allah Asy Syakir sangat sayang pada manusia yang memiliki sifat Syukur /me: Mbak Mila juga pernah sampaikan tentang Asmaul Husna ini, ketika ada nama-nama Allah yang jamal (indah, bagus), Allah suka jika sifat ini ada pada manusia juga.
---
Semoga Allah selalu jaga kita dari rasa tidak bersyukur. Semoga Allah menambahkan rasa menghargai diri sendiri atas amal-amal kecil yang kita bisa lakukan sehingga kita pun ridho dengan hal tersebut dan Allah pun ridho :')
Selamat berlebaran, teman-teman.
Saudari kalian, Mila. 20 Juli, 5.35 am.
8 notes · View notes
adithyafahmi · 4 years ago
Text
[SETETES HIKMAH DARI ISTRI IMRAN]
"(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.'
Maka ketika melahirkannya, dia berkata, 'Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.' Padahal Allah lebih tahu apa yang dia lahirkan, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan.
'Dan aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk'." (Ali Imran: 35-36)
Dikatakan bahwa istri dari Imran itu bernama Hanna. Ia adalah seorang ibu dari wanita suci yang bernama Maryam itu. Dan itu artinya, ia adalah nenek dari Nabi Isa 'alaihissalam.
Suatu ketika, Istri Imran berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku."
Istri Imran menginginkan bayi yang dikandungnya dinazarkan untuk Allah dan diwakafkan untuk beribadah kepada Allah, murni untuk agama Allah, terbebas dari segala ikatan dalam kehidupan ini.
Secara lebih spesifik, Istri Imran bernazar bahwa anak dalam kandungannya itu kelak akan diwakafkan untuk mengurus dan melayani tempat ibadah.
Dari hal ini, dapat diketahui bahwa istri Imran sesungguhnya menginginkan dan menantikan seorang bayi laki-laki. Sebab, sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa nazar untuk tempat-tempat ibadah hanya berlaku untuk anak laki-laki. Hal ini agar mereka bisa menjadi pelayan tempat ibadah, fokus sepenuh waktu menjalankan ibadah dan ketaatan.
Namun, bayi yang dilahirkan istri Imran ternyata perempuan sehingga ia mengharap kepada Rabbnya dengan doa penuh kesedihan, "Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan."
Istri Imran menghadap kepada Rabbnya karena mendapati kenyataan tersebut. Seakan-akan ia memohon maaf karena tidak melahirkan anak laki-laki untuk bisa melaksanakan tugas di rumah ibadah.
Ada keinginan yang tak terpenuhi disini. Ada kenyataan yang tak sesuai harapan disini.
Atas dasar niat yang begitu agung, Istri Imran berharap kehadiran seorang anak laki-laki agar di kemudian hari anak itu bisa menjadi anak yang mengabdi kepada Allah dan menjadi pelayan rumah ibadah. Tapi, Allah memberikannya seorang anak perempuan.
Lalu, atas kenyataan yang berbeda dengan harapan ini, bagaimanakah kondisi hati Istri Imran itu?
Andai ia seperti kita, mungkin hatinya akan berisi kecewa kepada Tuhannya. Andai istri Imran seperti kita, mungkin ia akan bertanya-tanya dengan nada agak menggugat, "Aku ingin anak laki-laki agar kelak ia bisa menjadi pelayan rumah ibadah. Niatku sangat baik. Tapi, kenapa Allah seperti tak menyetujui niat baikku dengan malah memberiku seorang anak perempuan?"
Tapi, Istri Imran tidak seperti kita. Hati bersihnya penuh dengan prasangka baik kepada Rabbnya. Dan niatnya bahwa ia ingin menjadikan anaknya seorang anak yang hanya mengabdi kepada Allah, benar-benar tulus.
Hal ini tersirat di dalam ucapannya, "Dan aku memberinya nama Maryam."
Maryam. Satu-satunya nama wanita yang tercantum abadi di dalam Al-Quran.
Maryam. Menurut salah satu keterangan, nama ini memiliki makna 'seorang wanita ahli ibadah yang khusyuk kepada Rabb semesta alam.
Pemberian nama Maryam ini mengisyaratkan tekad kuat pada diri istri Imran untuk tetap melaksanakan nazar dan juga harapannya, agar nazarnya diterima oleh Allah. Melalui nama ini, ia ingin menunjukkan bahwa ia tidak menarik kembali niatnya meskipun bayi yang ia lahirkan tidak sesuai dengan harapannya karena berjenis kelamin perempuan, dan bayi tersebut tidak layak menjadi pelayan Baitul Maqdis, sehingga tidak bisa menjadi salah satu ahli ibadah di dalamnya.
Ini tentang ketulusan, kejujuran dan kesungguhan sebuah niat.
Melihat ketulusan, kejujuran dan kesungguhan niat dari Istri Imran ini, Allah pun kemudian menghibur hatinya dan menerima nazarnya, hingga si anak perempuan ini menjadi jauh lebih sempurna bahkan dari kebanyakan kaum atau anak lelaki (yang sebelumnya menjadi keinginan dari Istri Imran) dan mampu mencapai tujuan-tujuan yang lebih besar dari yang bisa dicapai oleh lelaki.
Hingga kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Zakariya, "Terimalah si anak perempuan ini di dalam Baitul Maqdis, tidak seperti wanita-wanita lainnya, untuk khidmat kepadanya dan fokus beribadah di dalamnya. Sebab, di dalam dirinya terdapat kesucian yang terjaga dan terpilih, diantara para wanita lainnya.
Betapa agung hikmah yang bisa didapat dari sepotong kisah ini.
Bahwa Allah pasti akan selalu memberikan hal yang jauh lebih baik dari apa yang manusia inginkan walaupun ternyata pemberian Allah itu tak sesuai dengan harapan manusia.
Dan syarat untuk itu semua, seperti yang ada di dalam diri ibundanya Maryam, adalah kebersihan, ketulusan, kejujuran serta kesungguhan hati dan niat. Bahwa apapun yang diberikan Allah, baik itu sesuai keinginan atau tidak, tetap bisa dan akan membawa hati dan diri kepada sebaik-baiknya pengabdian kepada Rabbul 'Alamin.
3 notes · View notes
tanyanamabayi · 8 years ago
Text
38 Nama Bayi Perempuan Yang Artinya Taat
38 Nama Bayi Perempuan Yang Artinya Taat
tanyanama.com – Nama bayi perempuan berikut ini adalah kumpulan nama lengkap untuk perempuan yang mempunyai arti Taat. Nama anak perempuan ini tentunya bisa dikombinasikan dengan nama lain untuk membentuk sebuah rangkaian nama bayi perempuan 2-3 suku kata yang cocok dimana mengandung makna nama dan arti nama bayi yang bagus bagi calon anak perempuan Anda.
Ketika mencari ide nama bayi perempuan…
View On WordPress
0 notes
gsatriaandika · 7 years ago
Text
“Ketika Jatuh Cinta”
Salah satu ujian terberat bagi insan yang sedang jatuh cinta adalah mengendalikan hawa nafsu. Ketika syaithan kembali mengendalikan diri kita pada hal-hal yang tak diridhai-Nya. Akankah kita akan mengikuti perintahnya? Terjerumus dalam dosa yang semakin dalam?
Tidak ada larangan untuk jatuh cinta atau menyukai lawan jenis, karena ini sudah fitrah manusia. Bersyukur kalau kita diberikan anugerah menyukai lawan jenis. Hanya saja cinta itu hadirnya bukan untuk di legalkan atas dasar suka sama suka dalam suatu hubungan sebelum masuk gerbang pernikahan. Bukan seperti itu, karena sebelum terikat ikatan suci, Allah turunkan di setiap hati sebagai ujian.
Apapun namanya, walaupun tidak pacaran sekalipun, yang diharamkan adalah aktivitas didalamnya.
Yang menjadi ujian adalah bagaimana cara "me-manage" hati agar tidak terjerumus pada hal-hal yang mengotori hati, seperti mengkhayalkan hal-hal yang tak sepantasnya di bayangkan, membicarakan hal-hal yang belum sepantasnya dilisankan kedua insan, melihat kepada hal-hal yang diharamkan, hati-hatilah di tataran ini.
Dengan alasan hanya LDR, tidak ketemuan, hanya via chat dan VC. Akankah dengan alasan yang demikian menjadi halalkah semua aktifitas kita dengan lawan jenis yang bukan mahram?
Apakah dengan alasan demikian sudah terbebas dari larangan ini:
1. Tidak boleh Khalwat (berduaan) dengan yang bukan mahram. Dalam salah satu hadits tentang larangan berduaan dengan yang bukan mahram ini dikaitkan langsung dengan keimanan kepada Allah dan hari akhir.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia berkhalwat dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita tersebut, karena syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” (HR. Ahmad dari hadits Jabir 3/339 dengan sanad shahih).
2. Ikhtilat, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa ada kepentingan dan tanpa aturan.
3. Melembut-lembutkan suara untuk menarik hati lawan jenis (baca surat Al-Ahzab ayat 32).
Ini baru 3 saja, belum lagi aturan tentang hal yang membangkitkan syahwat, dan masih banyak lagi. Allah menetapkan beberapa batasan dalam pergaulan antara lelaki dan perempuan untuk menjaga kehormatan, melindungi harga diri dan kesucian hati dan juga kerusakan moral yang ditimbulkan.
"Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagian dari zina. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: Zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat, sedangkan kemaluan membenarkan semua itu atau mendustakannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika tahu itu adalah suatu kesalahan dan dosa, tetapi sulit meninggalkan. Ingatkan pada diri sendiri, bahwa jika kita ingin mendapatkan ridha Allah, maka ambil jalan yang DIA ridhai.
Dan jika kita merasa bahwa memutuskan untuk tidak berhubungan dulu sebelum memutuskan untuk menikahinya itu adalah hal yang berat, ingatlah kisah pengorbanan Nabi Ibrahim 'alahissalam dan juga Nabi Ismail 'alaihissalam.
Nabi Ibrahim diperintahkan untuk berpisah dengan anaknya sendiri, darah dagingnya sendiri, anak yang ia besarkan sendiri, anak yang ia cintai dan ia sayangi. Dengan cara mengorbankannya atas nama ketaatan kepada Allah. Tapi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail percaya, perintah Allah Ta'ala adalah untuk jalan kebaikan. Dan akhirnya Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah tersebut.
Beliau mengutamakan perintah Allah di atas perintah-perintah selainNya termasuk perintah akal dan perasaannya. Artinya, beliau selalu "sami'na wa atha'na" (patuh dan ta’at) tanpa pikir-pikir dalam melaksanakan perintah-Nya meskipun perintah tersebut dirasakan sangat bertentangan dengan akal dan perasaannya. Tetapi karena perintah itu sudah jelas dari Allah, beliau tunduk kepada kehendakNya.
Apakah Nabi Ibrahim setelah itu marah pada Tuhan? Tidak. Karena beliau tahu, perintah Allah adalah perintah menuju kebaikan. Kisah ini mengajarkan kita, bahwa menjalankan perintah Allah Azza wa Jalla itu perlu pengorbanan dan perjuangan yang besar.
Contoh bagaimana beliau telah merelakan putranya Ismail 'alaihissalam untuk disembelih karena atas perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Kecintaan kepada Allah mengalahkan kecintaan kepada putranya, Ismail. Nilai inilah yang terus menerus diwariskan dan ditanamkan kepada anak keturunannya termasuk kita umat Islam. Allah telah mengingatkan di dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 24 jika kita lebih mencintai dan lebih mengutamakan perintah Allah dan rasulNya.
Nabi Ibrahim saja menuruti perintah Allah untuk menyembelih anak yang disayanginya, masa kita hanya menahan diri saja begitu sulit. Tidak perlu dengan cara memenggal, cukup dengan menjaga interaksi, cukup datangi dia ketika sudah siap mendatangi walinya.
342 notes · View notes
mansuraziz-blog · 6 years ago
Text
Dzikir & Doa Setelah Sholat Fardhu & Sunnah
1.   Membaca Istighfar (3x)
Tumblr media
“Aku memohon ampun kepada-Mu, ya Allah! Yang Maha Agung, yang tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Hidup lagi Yang Berdiri Sendiri, dan aku bertobat (kembali) kepada-Nya.
2.   Membaca Kalimat Tauhid (7/10x)
Tumblr media
“Tidak ada Tuhan selain Allah, Zat yang Maha Tunggal yang tidak mempunyai sekutu, bagi-Nya kerajaan dan pujian, Yang menghidupkan dan Yang mematikan, Dia-lah yang mempunyai kekuasaan.”
3.   Membaca Kalimat Hauqalah (3x)
Tumblr media
“Tidak ada daya dan kekuatan kecuali beserta Allah Yang Maha Tinggi, Mulia, lagi Maha Agung.”
4.   Membaca Kalimat Tauhid
Tumblr media
Tidak ada Tuhan selain Allah, dan tidaklah kami menyembah hanya kepada-Nya, bagi-Nya kenikmatan berasal, dan hanyak milik-Nya segala keutamaan dan pemberian, dan hanya milik-Nyalah segala sebutan yang baik. Tidak ada Tuhan selain Allah, yang harus memunirkan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya.”
5.   Membaca Doa Selamat
Tumblr media
“Ya Allah, Engkau adalah Zat yang mempunyai kesejahteraan dan dari-Mu kesejahteraan itu kepada-Mu akan kembali lagi segala kesejahteraan itu. Ya Tuhan kami, hidupkanlah kamu dengan sejahtera. Masukkanlah kami kedalam surga kampung kesejahteraan. Engkaulah yang berkuasa memberi berkah yang banyak dan Engkaulah Yang Maha Tinggi, wahai Zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.”
6.   Membaca Surah Al-Fatihah
7.   Membaca Ayat ke-163 Surah Al-Baqarah
Tumblr media
“Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Baqarah [2]: 163)
8.   Membaca Ayat Kursi
Tumblr media
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetaui segala sesuatu yang ada dihadapan dan di belakang mereka da mereka tidak mengetahui sedikit pun dari ilmu Allah, melainkan apa yang dikehendaki-Nya. “Kursi” Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” 
9.         Membaca Surah Al-Ikhlas
10.       Membaca Surah Al-Falaq
11.       Membaca Surah An-Nas
12.       Kemudian membaca....
Tumblr media
13.       Membaca Kalimat Tasbih (10/33x)
Tumblr media
Maha suci Allah
14.       Membaca Hamdalah (10/33x)
Tumblr media
"Segala puji bagi Allah."
15.       Membaca Kalimat Takbir (10/33x)
Tumblr media
"Allah Maha Besar."
 16.       Membaca Kalimat Takbir dan Hauqalah
Tumblr media
Artinya:
“Allah Maha Besar lagi Maha Sempurna kebesaran-Nya dan segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak dan Maha Suci Allah sepanjang pagi dan petang. Tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah yang memiliki kekuasaan dan bagi-Nya segala puji, Zat yang Menghidupkan dan yang Mematikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu (Dan tidak ada daya upaya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia)
17.       Membaca Doa
Tumblr media
“Ya Allah tidak ada yang menghalangi bagi apa yang telah Engkau berikan dan tidak kepada orang yang kaya di sisi Engkau segala kekayaanya selain dari kebesaran-Mu ya Rabb. Tidak ada Tuhan yang layak disembah selain Engkau.”
 18.       Membaca Shalawat
Tumblr media
“Ya Allah, limpahan kehormatan dan kesejahteraan tetap atas junjungan kami Nabi Muhammad sebagai hamba-Mu dan utusan-Mu Nabi yang ‘ummi’, dan juga kepada seluruh keluarganya, para sahabatnya, para pengikutnya semoga mendapatkan keberkahan dan keselamatan.”
Setelah membaca Bacaan Dzikir Setelah Sholat Fardhu di atas boleh juga ditambah istghfar, shalawat, dan kalimat tahlil sekehendaknya. Kemudian dilanjutkan-
 Doa Setelah Sholat Lengkap
1. Membaca Ta'awudz dan Bismillah
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
2. Membaca Shalawat
Tumblr media
“Ya Allah, limpahkanlah rahmat kehormatan, keberkahan dan kesejahteraan kepada junjungan kita Nabi Muhammad beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan kepada para pengikutnya semua.”
 3. Membaca Doa-doa
Tumblr media
“Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam, dengan pujian yang sesuai dengan nikmat-nikmat-Nya dan memadahi dengan penambahan-Nya.”
Tumblr media
“Wahai Tuhan kami, hanya bagi-Mu segala puji, sebagaimana pujian itu patut terhadap kemulian-Mu dan keagungan-Mu.”
Tumblr media
“Ya Allah, ya Rabb, aku berlindung dengan Engkau dari kemalasan, kelemahan (dengan sebab ketuaan) dan berbagai dosa-dosa yang menyelimutiku, dari kemelaratan, dari kebakhilan, dan aku meminta perlindungan dari azab kubur dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian.” (Shahih Muslim, juz II, hlm. 476)
Tumblr media
“Ya Allah, terimalah shalat kami, puasa kami, rukuk kami, sujud kami, duduk rabah kami, kerendahdirian kami, kekhusyukan kami, pengabdian kami, dan sempurnakanlah apa yang kami lakukan selama kami menunaikan shala Ya Allah, Tuhan seru sekalian alam.”
Tumblr media
“Ya Allah bantulah aku untuk dapat berdzikir mengingat-Mu, bersyukur kepad-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan baik.”
Tumblr media
“Ya Allah kami telah menganiaya diri kami sendiri. karena itu Ya Allah, jika tidak dengan limpahan ampunan dan rahmat-Mu niscaya kami akan jadi orang yang sesat” (QS. Al-A’raf [7]: 23)
Tumblr media
“Ya Allah, ya Tuhan kami, janganlah Engkau menyiksa kami jika kami lupa dan bersalah” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
Tumblr media
“Ya Allah Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan atas diri kami beban yang berat sebagaimana yang pernah Engkau bebankam kepada orang yang terdahulu dari kami” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
Tumblr media
“Ya Allah Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan atas diri kami apa yang diluar kesanggupan kami. Ampunilah dan limpahkanlah rahmat ampunan terhadap diri kami. Ya Allah Tuhan kami, berilah kami pertolongan untuk melawan orang yang tidak suka kepada agama-Mu” (QS. Al-Baqarah [2]:286)
Tumblr media
 “Ya Allah, ya Tuhan kami, kami mohon keselamatan agam, kesehatan jasmani, bertambahnya ilmu, dan berkah rezeki, dapat bertobat sebelum mati, mendapatkan rahmat ketika mati, dan memperoleh ampunan setelah mati. Ya Allah, ya Tuhan kami, mudahkanlah kami saat mengalami sakaratul maut. Ya Allah, bebaskanlah kami dari azab neraka, serta memperoleh ampunan ketika dihisab.”
Tumblr media
“Ya Allah Tuhan kami, janganlah Engkau sesatkan kamisesudah mendapatkan petunjuk, berilah kami karunia. Engkaulah Yang Maha Pemurah” (QS. Ali Imran [3]:8
Tumblr media
“Ya Allah, ya Tuhan kami, ampunilah dosa kami dan dosa-dosa orang tua kami, dan bagi semua Muslim laki-laki dan perempuan dan mukmin laki-laki dan perempuan yang masih hidup maupun yang sudah mati. Sesungguhnya Engkau Zat Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.”
Tumblr media
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kami istri/suami/keluarga dan keturunan kami sebagai penyenang hati dan jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al-Furqan [25]: 74)
Tumblr media
“Ya Allah, Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat, dan hindarkanlah kami dari siksaan api neraka” (Doa Sapu Jagat, QS. Al-Baqarah [2]: 201)
Tumblr media
 “Ya Tuhan kami, susungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): berimanlah kamu kepada Tuhan-mu, maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti” (QS. Ali Imran [3]: 193)
Tumblr media
 “Ya Tuhan kami, jadikanlah aku dan anak cucuku, orang-orang yang mendirikan shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doa kami”��(QS. Ibrahim [14]: 40)
Tumblr media
“Masukkanlah kami ke dalam surga bersama orang-orang yang berbuat baik, Wahai Tuhan Yang Maha Mulia, Maha Pengampun dan Tuhan yang menguasai seluruh alam.”
Tumblr media
“Maha Suci Engkau, Tuhan segala kemuliaan, suci dari segala apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir. Semoga atas kesejahteraan atas para Rasul dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.”
Al-Fatihah . . .
1 note · View note
hanamaulida · 7 years ago
Text
#daripadadilemari: Kedudukan Perempuan dalam Islam - HAMKA
Tumblr media
Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau lebih dikenal dengan julukan Hamka atau Buya Hamka adalah seorang ulama besar Indonesia yang saya kagumi. Karena selain berdakwah secara lisan, beliau juga pandai menulis. Jadilah ilmu yang beliau siarkan tak lekang oleh waktu. Tulisan-tulisannya indah. Mendalam menyentuh kalbu. Bahkan bagi pembaca selain muslim.
Buku kedudukan perempuan dalam islam ini adalah karyanya yang ditulis pada tahun 1973. Beruntung saya masih bisa mendapatkan buku langka ini dengan kondisi yang masih baik. Meskipun kertasnya sudah menguning dimakan waktu :")
Pada intinya buku ini menjelaskan tentang kedudukan perempuan yang setara dengan lelaki. Artinya, islam tidak pernah meletakkan perempuan sebagai posisi 'kedua' dalam strata manusia. Selain itu, dibahas pula perdebatan umum yang muncul dari anggapan-anggapan yang mensalahtafsirkan 'feminis' dalam islam. Sehingga untuk permasalahan dalam konteks sekarang, buku ini cukup mampu menjawab.
Pembahasan buku ini diawali dengan surat An-Nisa ayat 1. Bahwa asal muasal manusia adalah satu, kemudian dijadikan dua dari yang satu tersebut, untuk setelahnya dipersatukan kembali (kisah Adam dan Hawa). Dari sini manusia perlu sadar bahwa secara fitrah keduanya saling memerlukan. Tentunya atas dasar takwa kepada Allah, agar kehidupan senantiasa berkah dan terpelihara.
Ayat pertama surat An-Nisa ini hanya satu diantara banyak ayat yang mengistimewakan kaum perempuan. Bahkan terdapat sebuah surat dalam Al-quran yang menggunakan nama perempuan (Maryam). Ini menandakan bahwa betapa Islam menempatkan perempuan pada derajat yang mulia.
Secara keseluruhan, buku ini sangat mencerahkan. Meskipun pembahasannya tidak terlalu dalam (karena buku juga hanya setebal 103 halaman), tapi cukup berguna untuk mengantarkan kita pada pemahaman mendasar tentang bagaimana Islam memposisikan perempuan.
Setiap bab di buku ini dilengkapi dengan ayat dan hadist sebagai acuan. Dan yang lebih menarik lagi, terdapat kisah-kisah keseharian Rasulullah, juga para sahabat yang menguatkan pemahaman.
Misalnya dalam bab "Penghargaan yang Sama". Diceritakan kala pertama Rasul menerima wahyu di gua hira. Peristiwa itu rupanya benar-benar mengguncang perasaan beliau. Bahkan membuat seluruh tubuhnya menggigil. Sehingga ketika sampai di rumah, Rasul langsung meminta Khadijah menyelimutinya sambil bergumam "inniqad khasyitu alla aqli!" Yang artinya "saya rasanya seperti akan gila!"
Lalu apa yang dikatakan Khadijah?
Dengan tenang ia berkata "Tidak, engkau tidak akan gila. Allah sekali-kali tidak akan mengecewakan engkau selama-lamanya. Sebab engkau adalah seorang yang selalu menghubungkan silaturahmi, kasih sayang terhadap siapa saja. .........dan engkau selalu menolong orang lain dalam menghadapi kesukaran hidup"
Kata-kata itulah yang membuat Rasulullah bangkit untuk memikul tanggungjawab sebagai utusan Allah. Sehingga bisa diartikan, bahwa kesuksesan yang dicapai Nabi Muhammad sebagian besar adalah karena hadirnya seorang perempuan di sampingnya.
Masyaa Allah ya. Saya sampai merinding waktu pertama kali baca kisah ini. Betapa penting sikap yang diambil seorang istri di saat-saat yang menentukan. Tak heran jika perempuan dijuluki sebagai tiang negara. Bukan sesuatu yang letaknya terlihat, namun perannya sangat signifikan bagi kokohnya sebuah bangunan.
Lalu dalam bab "Pembagian Tugas", diceritakan sebuah kisah tentang keresahan atas ketidakadilan yang pernah terlintas di benak sekelompok perempuan. Saya pikir kisah ini cukup mampu membantu kita memahami definisi "sama" antara tugas laki-laki dan perempuan.
Begini ceritanya...
Pada suatu hari datanglah seorang perempuan membawa titipan pertanyaan dari sesama kaum perempuan. Ia bertanya kepada Rasulullah:
"Ini soal jihad, ya Rasul. Laki-laki diperintahkan Allah untuk jihad. Kalau mereka menang, mereka mendapatkan pahala. Dan kalau mereka terbunuh mereka akan hidup di sisi Tuhan. Sedang kaum wanita adalah yang selalu menjaga rumah tangga. Apakah gerangan yang akan kami dapat?"
Rasulullah menjawab "Sampaikanlah kepada kawan-kawanmu, bahwasanya taat setia kepada suami dan mengakui akan hak suami adalah sama nilainya dengan perjuangan laki-laki yang engkau tanyakan itu. Cuma sayang sekali, sedikit diantara kalian yang patuh mengerjakannya..."
Ya, sekilas perempuan terkesan diberi tugas yang lebih "ringan" dari laki-laki sehingga secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa perempuan itu lemah. Tapi itulah indahnya Islam, memberikan tugas sesuai kodrat. Misalnya secara fisik, perempuan jelas lebih lemah daripada laki-laki. Maka laki-lakilah yang diamanahkan untuk memikul tugas berat, baik dalam medan perang maupun medan hidup (mencari nafkah).
Ujian sekaligus ladang amal perempuan (terutama bagi yang telah menikah) adalah ketaatan pada suami. Apakah ia sanggup menjaga kesetiaan? Apakah ia amanah dalam menjaga harta benda? Apakah ia sanggup bersabar dalam mendidik anak?
Begitupun laki-laki, punya tanggungjawab untuk memuliakan istrinya. Selain dalam bentuk nafkah, juga dalam memberikan ruang bagi perempuan untuk berkarya. Bebas menjadi dirinya, namun tetap dibimbing agar senantiasa sejalan dengan syariat.
"Kalau laki-laki hendak dimasukkan hitungan orang yang muliawan, hendaklah anggap mulia istrinya. Dan kalau istrinya dianggapnya hina, tanda dialah yang hina!" -Buya Hamka.
Demikianlah ulasan #persekutuanbuku kali ini. Mohon maaf kalau kepanjangan (karena banyak sekali hal baik yang sayang kalau nggak dishare). Semoga bermanfaat ya, #daripadadilemari.
Oh ya, saya rasa buku ini bukan hanya wajib dibaca oleh perempuan. Tapi juga laki-laki; agar semakin memahami, untuk selanjutnya memperlakukan kaum ini dengan lebih baik :)
31 notes · View notes
endriatjeh · 5 years ago
Text
Tentang Mitsaqan Ghalizha
Tumblr media
Sebuah persembahan sebagai kado ulang tahun pertama pernikahan (15 Juli 2018 – 15 Juli 2019)
“Lebih baik jangan beristri hanya karena perhatian kepada materi, akan lebih baik karena hubungan hati dan pertalian cita-cita.” (Buya Hamka dalam “Pribadi Hebat”)
Sedikit banyak tulisan ini berbicara tentang renungan atas pengalaman satu tahun mengarungi bahtera pernikahan dengan istri saya, Maya. Saya akan mulai tulisan ini dengan terlebih dahulu mengupas makna satu istilah dalam Al-Quran, sesuai judulnya, tentang mitsaqan ghalizha.
Mitsaqan ghalizha, perjanjian agung, demikianlah Al-Quran mengistilahkan pernikahan. Saking agungnya perjanjian dalam pernikahan itu, Al-Quran sejajarkan perjanjian ini seperti mitsaqan ghalizha-nya Allah dengan para Rasul Ulul Azmi dan mitsaqan ghalizha antara Allah dengan Bani Israil. Apa sebab disebut demikian?
Menikah itu hakikatnya mengikat janji, bukan hanya janji antara dua orang manusia, tetapi juga mengikat janji dengan Tuhan. Lumrahnya disebut sebagai akad. Dalam prosesi Ijab Qabul itu di akhirnya lahir tanggung jawab merentang dunia sampai akhirat. Akad nikah itu sama artinya dengan mengambil amanah dari Allah dan orang tua atas diri seorang perempuan atas nama Allah. Bersedia bertanggung jawab penuh, memenuhi hak, memberi nafkah, mendidik, menjadi imam, membimbing, menuntun. Sebab akad terucap maka berguncang Arsi-Nya, malaikat dan manusia bersaksi atas janji agung itu. Karena akad, yang semula haram menjadi halal. Yang awalnya dilarang, berubah jadi ibadah. Mengubah status hukum 180 derajat.
Jika menikah adalah sebuah perkara agung, pertanyaan mendasarnya, apa alasan orang menikah? Apa sebab sepasang laki-laki dan perempuan mau hidup dalam satu atap, melanjutkan hidup bersama-sama dalam bahagia dan susah? Jika jawabannya karena cinta itu benar, tetapi sayangnya belum cukup. Satu alasan mendasar lainnya yang patut menjadi pondasi memulai ikatan pernikahan itu adalah cita-cita. Ya, cita-cita, tujuan, atau bahasa beratnya visi. Sebelum eksisnya lembaga pernikahan, yang paling awal adalah menentukan apa visi pernikahan.   
Jika setiap orang sadar bahwa menikah adalah pekerjaan besar, saya yakin tidak akan ada yang mau menyia-nyiakan pernikahan. Bahkan jika setiap orang mengerti bahwa menikah menimbulkan tanggung jawab besar, orang mungkin berpikir berulang-ulang kali sebelum memutuskan akan menikah. Inilah tantangannya. Dengan konsekuensi yang demikian, rasa-rasanya terlalu sepele jika pernikahan hanya tentang satu fase hidup, tahapan hidup yang harus dilalui sewajarnya manusia normal. Dengan agungnya ikatan pernikahan itu, bagi saya aneh jika pernikahan tidak punya visi, tidak ada tujuan, tidak bercita-cita. Ibarat kapal berlayar tak bertujuan, tak tentu arah. Inilah poin penting berikutnya, tentang visi pernikahan.
Lembaga pernikahan bagi saya ibarat sebuah lembaga organisasi. Sebelum masuk organisasi, orang akan bertanya dulu apa visi misi yang ingin diwujudkan organisasi ini? Kalau cocok, lanjut. Kalau tidak, ya jangan maksa. Latar belakang bisa saja beda-beda, gaya hidup, lingkungan pergaulan, didikan keluarga, setiap orang berbeda. Tetapi apa yang menyatukan? Jawabannya visi, cita-cita, tujuan. Itulah tali pemersatunya. Itulah mengapa reorientasi selalu ada bagi pemula sebelum jauh melangkah ke dalam organisasi. Karena orientasi tentang cita-cita, tentang visi harus diperkenalkan terlebih dahulu sebelum gerak langkah dimulai.
Relasi paling kuat antara manusia yang beradab itu adalah ikatan visi. Ikatan karena ada tujuan dan cita-cita. Orang dihadapkan pada bagaimana merealisasikan visi, mencapai tujuan, dan mewujudkan cita-cita, secara bersama-sama. Orang akan berjalan ke depan, ke arah visi itu terletak dan terlihat, orang memandang ke arah yang sama sehingga gerak langkahnya pun dapat beriringan. Uniknya di lembaga pernikahan itu visi itu dimulai dari urusan yang sifatnya paling duniawi sampai urusan ukhrawi, dari urusan paling mendasar sebagai manusia sampai urusan paling luhur sebagai makhluk Tuhan. Unik memang.  
Pernikahan berumur panjang jika punya visi. Dengan visi, alur gerak menjadi dinamis, mengalun, mengalir, selalu ada energi dan harapan baru yang hadir. Visi pernikahan membuat pernikahan bergairah, tidak monoton, tidak membosankan, karena setiap pribadi diingatkan bahwa ada tujuan yang belum tercapai maka selama itu pula pernikahan harus terus dijaga, kehidupan harus terus beriringan agar tujuan dapat terwujud. Dengan visi, usia pernikahan tak berujung, karena batasan realisasi visi juga tak berakhir. Itulah yang terus menerus memberikan energi bagi eratnya ikatan pernikahan.
Pertanyaan berikutnya, visi yang seperti apa? Jawabannya adalah visi dunia dan akhirat. Yang satu visi untuk kebermanfaatan terhadap sesama umat manusia dan membaikkan dunia, yang satu visi menuju ketaatan pada Tuhan. Antara keduanya tidak saling mengecualikan, tidak saling bertolak belakang. Jenis dan bentuknya seperti apa, itu pilihan. Ada orang membuat visi dunianya dengan melakukan proyek sosial, ada yang melakukan banyak perjalanan keliling dunia, ada yang bercita-cita hebat dalam karier yang ditekuni, menduduki posisi-posisi tertentu secara struktural, sah-sah saja karena semuanya diniatkan untuk memberikan sebesar-besarnya kebermanfaatan. Jika visi akhirat tentu tidak perlu diperjelas panjang lebar, masing-masing kita sudah paham. Geliat ikhtiar mencapai visi itulah yang mampu memberikan energi tak terhingga bagi kokohnya lembaga pernikahan. Dalam posisi yang demikian, pasangan hidup sekaligus menjadi mitra strategis dan taktis. Abstrak memang, terkesan ilusi, dan sulit dipahami bagi sebagian orang, tapi nyata dampaknya.
Layaknya organisasi, dalam perjalanannya di rentang waktu tertentu, lembaga pernikahan juga butuh evaluasi; satu hal yang seringkali dikesampingkan. Inilah yang sedang saya usahakan saat ini, mengevaluasi pernikahan. Momennya tepat, ulang tahun pernikahan hanya setahun sekali. Pasangan diajak berbicara tentang perjalanan pernikahan selama ini, apa yang kurang, apa tujuan yang belum tercapai, bagian mana yang terlupakan. Meluangkan waktu untuk evaluasi seperti ini artinya menyempatkan diri memeriksa pondasi rumah tangga, apakah ada bagian yang sudah lapuk dan keropos, sehingga harus segera ditambal untuk memastikan rumah dalam keadaan baik-baik saja. 
Saya membayangkan Khawla, si baby imut-imut kinyis juga suatu saat saya ajak diskusi tentang itu, menyampaikan pikiran-pikirannya tentang bagaimana harusnya keluarga ini berjalan dan akan ke arah mana bergeraknya. Bagi saya anak-anak punya hak untuk itu. Dalam pernikahan dengan visi itu kita sadar bahwa lembaga pernikahan juga berfungsi sebagai wadah “membesarkan” satu sama lain. Itulah mengapa butuh kata saling di sana. Saling menguatkan, saling mengingatkan, saling mendukung, saling membahagiakan, saling menenangkan, semuanya serba saling. Hubungannya aksi-reaksi, serba timbal balik, resiprokal. Bagi anak-anak, lembaga pernikahan adalah kawah candradimuka, mereka bukan hanya dibesarkan fisiknya, tetapi juga dibesarkan pemikirannya, dibesarkan cita-cita dan mimpi-mimpinya. Anak bukan hanya tentang relasi biologis, tetapi juga relasi ideologis. Jadi setiap orang dalam keluarga diajak berpikir, diajak untuk “memiliki”, diajak bekerjasama mewujudkan visi.
Tentang “membesarkan” itu tadi, memori masa kecil saya memisalkan menikah itu seperti mode fusion Goku dengan Vegeta menjadi Vegito. Yang membuat sosok ini kuat tak tertandingi adalah karena ia hasil penggabungan, hasil fusi dua karakter. Mereka menghadapi musuh secara bersama-sama, jadilah mereka tak terkalahkan. Bergabung dalam satu ikatan itu membuat setiap orang lebih kuat, lebih baik, lebih mampu, karena kekurangan-kekurangan ditutupi dan kelebihan-kelebihan digabungkan. Ikatan fisik sekaligus psikis, mengikat jasmani dan rohani. Demikianlah lembaga pernikahan dijalankan. Lagi-lagi saya katakan, dahsyat memang pernikahan itu.
Menuju visi pernikahan itu, nilai atau value memegang peranan penting. Gunanya persis seperti fungsi rambu-rambu di jalan raya bagi kendaraan. Kendaraan rumah tangga itu sudah tahu arah kemana berjalannya, tetapi jika tidak awas dengan rambu-rambu lalu lintas, tidak ada yang dapat memastikan perjalanan akan sampai ke tujuan. Rambu-rambu itu adalah nilai, value, hal-hal yang dijunjung tinggi dalam kehidupan pernikahan keluarga. Sebagai contoh, ada pernikahan yang menginginkan anak-anak dibesarkan dalam nilai-nilai kesederhanaan, nilai empati terhadap sesama, tidak memanjakan namun tidak pula mengekang dalam batas kewajaran, maka komitmen itu dijalankan oleh para orang tua. Ada yang menghendaki keluarga dilandasi dengan nilai-nilai kejujuran, menghormati perbedaan pendapat, tidak memaksakan kehendak atas orang lain, tidak mudah menghakimi keadaan orang lain, open-minded, moderat, objektif menilai sesuatu, berpikir ilmiah, dan mungkin masih banyak lagi yang tanpa disadari value itu kita terapkan dalam keseharian. Seiring waktu, standar nilai-nilai itu bisa saja berubah, sangat bergantung pada pola pikir dan lingkungan sekitar keluarga. Tetapi intinya, nilai-nilai itu penting adanya, tidak boleh tidak, karena itulah yang memberi sifat karakter dan membentuk pola pikir pada diri setiap anggota keluarga.
Jika saya boleh mengklaim sepihak, pernikahan versi milenial harusnya demikian. Menikah karena visi, menikah dengan alasan demikian yang mampu menjawab tantangan zaman di masa depan. Jadi perkara menikah bukan hanya perkara menyatukan dua anak manusia, menyatukan dua keluarga besar, tetapi lebih dari itu. Menikah itu menggabungkan visi, menikahkan cita-cita.  Menikah itu juga berarti menggabungkan kekuatan untuk mewujudkan visi, menikah itu meleburkan dua potensi besar untuk merealisasikan cita-cita, lalu menjaga cita-cita dan visi itu tetap hidup dalam pagar nilai-nilai kehidupan yang luhur. Demikianlah pernikahan sebagai mitsaqan ghalizha, sebagai perjanjian yang agung itu memperoleh maknanya.
Kesimpulannya, menikahlah karena cinta, tetapi yang lebih penting lagi menikahlah karena cita-cita.
Akhir kata, mohon doanya untuk saya dan Maya yang masih dalam usia pernikahan seumur jagung ini. Kita masih dan akan terus belajar untuk melengkapi kata “saling” dalam kebaikan.
Wallahu a’lam bisshawab.
0 notes
tantradiashari · 7 years ago
Text
Mengapa Hati Membeku?
Muqaddimah
Banyak orang pada zaman sekarang lebih mengedepankan penampilan indah luarnya: tubuhnya, pakaiannya, mobilnya, rumahnya, dan sebagainya. Sebab itu, sering kita jumpai banyak orang apabila sakit maka mereka segara ke dokter, apabila mobilnya rusak maka segera dibawa ke bengkel. Namun, mengapa apabila hatinya sakit mereka tidak segera mengobatinya?! Mereka hanya memperhatikan penampilan luar, tetapi melalaikan keindahan penampilan hati dan batinnya, padahal keindahan hati jauh lebih penting, karena hal itulah tolok ukur kemuliaan di sisi Allah:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kalian. (QS al-Hujurat [49]: 13)
Dan di dalam sebuah hadits riwayat al-Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
«إنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلٰكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ».
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk kalian, tubuh atau harta kalian, tetapi Allah akan melihat kepada hati dan amal kalian.”
Oleh karenanya, hendaklah kita lebih memperhatikan kesucian hati kita, di samping juga memperhatikan kesucian badan, pakaian, atau lingkungan kita, karena sumber kebaikan dan keburukan amal perbuatan adalah pada hati. Jika hati baik maka seluruh jasad akan baik. Dan sebaliknya, jika hati rusak maka seluruh jasad rusak.
“Sesungguhnya dalam tubuh manusia ada sekerat daging, jika ia baik maka baik seluruh tubuh dan jika dia rusak maka rusak seluruh tubuh. Ketahuilah ia adalah qalbu.”
Dahulu dikatakan: “Hati ibarat raja, sedangkan anggota tubuh lainnya ibarat prajuritnya yang sangat taat pada titah sang raja. Jika rajanya baik maka prajuritnya akan baik. Sebaliknya, jika rajanya rusak maka prajuritnya rusak.”1
Maka jernihkanlah hatimu, wahai saudaraku, dari noda-noda hati seperti penyakit riya‘, hasad, sombong, dan sebagainya. Jangan biarkan hatimu keras seperti batu. Lembutkanlah ia dengan selalu dzikir dan istighfar kepada Allah. Simaklah baik-baik firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ {88} إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ {89}
(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (QS asy-Syu’ara‘ [26]: 88–89)
Adh-Dhahak berkata, “Yakni selamat dan bersih.” Al-Imam al-Qurthubi berkomentar, “Penafsiran ini bagus dan menghimpun semua pendapat yaitu bersih dari sifat-sifat yang tercela dan berhias dengan sifat-sifat yang indah.”2
Ketahuilah, wahai saudaraku, bahwa hati juga bisa sakit seperti layaknya badan, usang seperti layaknya pakaian, berdebu seperti layaknya cermin yang kotor, lapar seperti layaknya perut, dan berkarat seperti layaknya besi. Dan penyakit hati bermacam-macam sesuai dengan virus dan pengaruh yang menyerangnya sehingga hati bisa juga sampai pada taraf mati tatkala mengganti keimanan dengan kekufuran sehingga tak ubahnya seperti binatang.
Dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya adalah kerasnya hati seperti batu bahkan mungkin lebih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada kaum Yahudi:
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (QS al-Baqarah [2]: 74)
Tanda dan fenomena hati yang membeku
Hati yang membeku memiliki beberapa tanda yang bertingkat-tingkat bahayanya, di antaranya:
1. Malas menjalankan ketaatan
Tatkala dia shalat, misalnya, dia mengerjakan shalat sekadar rutinitas gerakan badan saja tanpa ada kekhusyukan di dalamnya, bahkan seakan-akan dia memikul beban di punggungnya yang ingin dia lepaskan secepatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menyifatkan kaum munafik:
وَإِذَاقَامُوا إِلَى الصَّلاَةِ قَامُوا كُسَالَ
Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. (QS an-Nisa‘ [4]: 142)
Oleh karenanya, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dalam setiap khutbah hajatnya, berlindung dari kejelekan jiwa yaitu malas menjalankan ketaatan dan dorongan untuk kemaksiatan.
2. Tidak tergerak dengan nasihat al-Qur‘an
Dia mendengar lantunan ayat-ayat al-Qur‘an yang berisi janji dan ancaman, namun hatinya tak tergerak sedikit pun, bahkan dia lalai dari membaca al-Qur‘an, bahkan mungkin merasa berat jika dibacakan al-Qur‘an, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَذَكِّرْ بِالْقُرْءَانِ مَن يَخَافُ وَعِيدٍ
Maka berikanlah peringatan dengan al-Qur‘an orang yang takut dengan ancaman-Ku. (QS Qaf [50]: 45)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِ��مَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2} الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS al-Anfal [8]: 2)
3. Tidak tergerak dengan peristiwa alam dan kematian
Sering kali kita mendapati peristiwa-peristiwa dahsyat seperti tsunami, tanah longsor, jatuhnya pesawat, meletusnya gunung, banjir, dan sebagainya. Kita juga sering menyaksikan kematian dan mengunjungi kuburan. Akan tetapi, adakah hati kita tergerak dengan semua peristiwa tersebut? Ataukah tidak berpengaruh sedikit pun?
فَلَوْلاَ إِذَاجَآءَهُم بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِن قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. (QS al-An’am [6]: 43)
4. Mengutamakan dunia daripada akhirat
Dia selalu menyibukkan diri dengan kepentingan mengejar dunia, lalai dari akhirat.
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا {16} وَاْلأَخِرَةُ خَيْرُُوَأَبْقَى {17}
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS al-A’la [87]: 16–17)
إِنَّ اللهَ يُبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ سَخَّابٍ فِي الأَسْوَاقِ جِيْفَةٍ بِالَّليْلِ حِمَارٍ بِالنَّهَارِ عَالِمٍ بِالدُّنْيَا جَاهِلٍ بِالآخِرَةِ
“Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang keras, sombong, suka teriak di pasar, bangkai di malam hari, keledai di siang hari, pintar soal dunia tetapi bodoh tentang akhirat.” (HR Ibnu Hibban dan dishahihkan al-Albani di dalam Shahihul Jami’ 7/206)
5. Merasakan kegundahan dan tidak meraih ketenteraman hidup
Karena itu, dia selalu gelisah dan galau dalam hatinya sekalipun menampakkan keceriaan secara lahirnya, karena kebahagiaan yang sebenarnya hanyalah dengan keimanan dan amal shalih semata.
Ibnu Hazm berkata, “Saya berusaha meneliti suatu hal yang dicari oleh semua orang, ternyata saya tidak mendapati kecuali satu perkara, yaitu ketenangan dan hilangnya kegelisahan.”3 Akan tetapi, tahukah Anda kiat untuk menggapainya?! Ketenangan tidaklah diraih dengan melimpahnya harta, cantiknya wanita, tingginya pangkat dan takhta, atau hiburan-hiburan semu yang bersifat sementara! Namun ketenangan hanyalah dapat diraih dengan keimanan dan amal shalih. Bacalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Barang siapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS an-Nahl [16]: 97)
Ibrahim ibn Adham berkata, “Seandainya para raja dan anak-anak raja mengetahui kenikmatan hati kami, niscaya mereka akan menebas kami dengan pedang-pedang mereka!!”4
Mengapa hati membeku?
Ada beberapa sebab yang menjadikan kerasnya hati, di antaranya:
1. Cinta dunia
Cinta dunia dan lalai dari akhirat merupakan faktor utama kerasnya hati, karena seorang sudah terjangkiti penyakit cinta dunia dan terbuai dengan pesona dan gemerlapnya dunia, maka imannya akan lemah, berat untuk ibadah, lalai dari akhirat dan penghancur kelezatan, dan panjang angan-angan. Dan jika semua ini sudah terkumpul pada diri seseorang, maka kebinasaan adalah kepastian baginya.
Ibnul Qayyim berkata, “Semakin manusia cinta terhadap dunia maka semakin malas dari ketaatan dan amal untuk akhirat sesuai dengan kadarnya.”5
Oleh karenanya, Allah banyak menjelaskan di dalam al-Qur‘an tentang hinanya dunia dan celaan terhadap dunia, di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS al-Hadid [57]: 20)
Maka setiap hamba yang ingin menyuburkan imannya hendaknya melawan nafsunya agar tidak tertipu dengan godaan dunia yang sangat banyak. Dan hal itu terwujudkan dengan dua hal:
Pertama: Memahami bahwa dunia ini finisnya adalah fana dan kehancuran.
Kedua: Menyongsong kehidupan akhirat yang penuh nikmat nan abadi.
2. Lalai
Lalai dari kematian dan akhirat seperti siksa kubur, buku catatan amal, melewati jembatan, dahsyatnya adzab neraka, dan sebagainya. Lalai dari peringatan Allah, lalai dari merenungi keajaiban makhluk Allah, dan sebagainya.
Ini penyakit akut lagi berbahaya jika telah mengakar dalam hati dan menyerang anggota badan maka akan menutup rapat pintu hidayah dan mengeraskan hati.
أُوْلاَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS an-Nahl [16]: 108)
Allah telah mengabarkan tentang orang-orang yang lalai bahwa hati mereka keras, tidak mengambil manfaat dari nasihat, sehingga membeku seperti batu. Mereka memiliki mata, telinga, namun tidak menggunakan untuk hal yang bermanfaat tetapi malah untuk perbuatan dosa dan maksiat.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّيَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّيُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لاَّيَسْمَعُونَ بِهَآ أُوْلَئِكَ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS al-A’raf [7]: 179)
3. Teman jelek
Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda, “Seorang itu berdasarkan agama temannya, maka hendaknya dia melihat dengan siapakah dia berteman.”6
Islam melarang kita berteman dengan teman-teman yang rusak karena tabiat manusia itu meniru temannya. Teman yang jelek agama dan akhlaknya bisa berpengaruh jelek pada hati seseorang (yang berteman dengannya) sehingga terbiasa dengan perbuatan maksiat/dosa.
Maka hendaknya seseorang memilih teman-teman yang baik sehingga membuahkan kebaikan dan manfaat baginya serta pengaruh yang positif baginya dan sebaliknya hendaknya mewaspadai dari teman-teman yang rusak karena pengaruh mereka sangatlah besar. Betapa banyak orang baik menjadi rusak karena teman.
Termasuk dalam hal ini pada zaman kita, teman-teman di dunia maya juga. Maka hendaknya kaum muslimin menjaga dirinya dan rumahnya dari perusak-perusak iman. Hanya kepada Allah kita memohon agar Dia memantapkan iman kita dan menghindarkan kita semua dari perusak-perusaknya.
4. Noda dosa
Jika seorang telah terjatuh dalam dosa maka akan tergoda untuk melakukan dosa lainnya juga sehingga jika dia terbiasa dengan dosa maka akan menjadikannya kelam dan memiliki noda yang membandel sehingga kecanduan dan sulit meninggalkannya.
يقول النبي صلى الله عليه وآله وسلم (( إن العبد إذا أذنب ذنباً نكت في قلبه نكتة سوداء ، فإذا تاب ونزع واستغفر صُقل قلبه ، وإن زاد زادت حتى تعلوا قلبه ، فذلك الران الذي ذكره الله عز وجل ﴿ كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴾
Sebab, dosa itu sangat meracuni hati dan merusaknya. Bukankah semua kerusakan di muka bumi ini serta segala kerusakan dalam ekonomi, politik, sosial melainkan karena akibat dosa?!!
رَأَيْتُ الذُّنُوبَ تُمِيتُ الْقُلُوبَ … وَيُتْبِعُهَا الذُّلَّ إِدْمَانُهَا
وَتَرْكُ الذُّنُوبِ حَيَاةُ الْقُلُوبِ … وَالْخَيْرُ لِلنَّفْسِ عِصْيَانهَا
Aku mendapati dosa itu mematikan hati
dan terus-menerus dalam dosa menjadikan hina
Meninggalkan dosa adalah hidupnya hati
namun jiwa ingin selalu berdosa. (al-Mujalasah wa Jawahirul Ilmi 2/30)
Dosa sangat berat untuk dipikul andai kita menyadarinya. Kalau Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam yang sedikit dosanya dan diampuni Allah saja, ditegaskan oleh Allah bahwa dosanya telah memberatkan punggungnya, lantas bagaimana dengan dosa kita semua?!
Obat kerasnya hati
Sesungguhnya kelembutan hati adalah nikmat yang agung sekali. Jika seorang memiliki hati yang lembut maka dia akan bersemangat untuk beramal kebajikan. Di antara yang dapat melembutkan kerasnya hati adalah:
1. Menuntut ilmu syar’i al-Qur‘an dan as-Sunnah
Sebab, barang siapa mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya hatinya akan lembut. Barang siapa tidak mengenal Rabb-nya, niscaya hatinya akan membeku. Hati yang keras hanya dimiliki oleh orang yang paling bodoh tentang Allah sehingga tidak menunaikan hak Allah berupa tauhid dan memurnikan ibadah hanya kepada-Nya sehingga amat mudah baginya untuk menerjang larangan Allah. Berbeda halnya jika dia mencermati keindahan syari’at Allah dan keajaiban makhluk-Nya, niscaya hatinya akan lembut.
Ilmu adalah kunci jitu untuk meraih kesucian hati. Sebab, kesucian hati diraih dengan melaksanakan ketaatan serta menjauhi larangan secara ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. Dan hal itu tidak mungkin terwujudkan kecuali dengan ilmu. Oleh karenanya, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ اْلدِّيْنِ».
“Barang siapa Allah kehendaki kebaikan, maka Allah akan pahamkan ia dalam agamaNya.”
Maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menjadikan ilmu agama sebagai faktor semua kebaikan, karena dengan ilmu dia mampu beribadah kepada Allah secara benar.
Dan perlu diketahui bahwa ilmu yang hakiki adalah ilmu yang diamalkan. Apalah artinya jika kita belajar, ikut ta’lim dan menuntut ilmu jika kita tidak mengamalkannya. Ibnul Qayyim Rahimahullahuta’ala berkata:
كُلُّ عِلْمٍ وَعَمَلٍ لَا يَزِيْدُ الإِيمَانَ واليَقِيْنَ قُوَّةً فَمَدْخُوْلٌ، وَكُلُّ إِيمَانٍ لَا يَبْعَثُ عَلَى الْعَمَلِ فَمَدْخُوْلٌ
“Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah kekuatan dalam keimanan dan keyakinan maka telah termasuki (terkontaminasi), dan setiap iman yang tidak mendorong untuk beramal maka telah termasuki (tercoreng).”7
2. Mengingat kematian dan alam akhirat
Hendaknya kita sering mengingat kematian dan alam akhirat berupa siksa akhirat, dahsyatnya kematian, menyaksikan jenazah, dan mempelajari hal-hal yang berkaitan tentang akhirat. Sebab, hal itu akan menyadarkan kita dari kelalaian kita selama ini sehingga hati kita akan menjadi lembut. Oleh karenanya, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda mengingatkan kita semua:
«أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ».
“Perbanyaklah oleh kalian mengingat penghancur kelezatan.”
Sa’id ibn Jubair berkata:
لوْ فَارَقَ ذِكْرُ الْمَوْتِ قَلْبِيْ لَخَشِيْتُ أَنْ يَفْسُدَ عَلَيَّ قَلْبِيْ
“Seandainya mengingat kematian hilang dariku maka saya khawatir hatiku akan rusak.”
Kita harus menanamkan pada diri kita semua bahwa kita di dunia ini hanyalah mampir sebentar, kita semua akan kembali kepada Allah. Namun, bekal apa yang sudah kita persiapkan untuk menghadap Allah???
Allah Ta’ala berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan. (QS al-Anbiya‘ [21]: 35)
Apabila kita mengingat kampung akhirat dan kematian, maka kita akan mendapatkan tiga faedah:
Semangat dalam ibadah, dan membaguskannya karena dia merasa bahwa amalnya masih sedikit dan banyak dosa, barangkali ini ibadah yang terakhir kali.
Segera dalam taubat, dia tidak menunda-nunda (oh, nanti saja kalau sudah tua, sekarang mumpung masih muda senang-senang dulu, dosa-dosa sedikit tidak apa-apa). Subhanallah … siapa yang tahu kapan kita akan meninggal dunia?? Mungkin setahun lagi, sebulan lagi, seminggu lagi, satu jam atau satu menit lagi; kita tidak tahu, lantas kenapa perlu ditunda-tunda??
Qana’ah dengan rezeki dari Allah. Apa yang telah Allah rezeki-kan kepada kita dari yang halal, marilah kita syukuri dan kita merasa cukup dengannya. Adapun apabila kita merasa tidak cukup dengan rezeki Allah, maka gaji per bulan seratus juta rupiah pun masih kurang; demikianlah sifat manusia.
Bagaimana cara mengingat kematian?
Menghadiri majelis-majelis ta’lim yang mengingatkan akhirat. Hasan Bashri bertahun-tahun lamanya majelis kajiannya bukan membahas politik, melainkan kematian dan akhirat.
Ziarah kubur dengan tadabbur.
Menyaksikan jenazah dan mengurusinya.
Mengkaji ayat-ayat al-Qur‘an dan hadits seputar alam akhirat berupa siksa kubur, dahsyatnya kematian, dll.8 Dahulu, Sufyan Tsauri apabila mengingat kematian maka kencing darah.
3. Ziarah kubur dengan penuh renungan
Kita merenung jika sekarang saudara kita yang dikubur di dalam tanah seorang diri tanpa harta dan anak-anak, dia menyadari bahwa kelak dia pun akan menyusul sepertinya. Inilah hikmah terbesar disyari’atkannya ziarah kubur sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam:
«إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْآخِرَةَ».
“Sesungguhnya aku pernah melarang kamu berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah, karena itu akan mengingatkan kamu terhadap hari akhirat.”9
فَزُوْرُوْا الْقُبُوْرَ, فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
“Berziarahlah ke kubur, karena ziarah kubur mengingatkan kematian.”10
Oleh karenanya, dahulu, para salaf shalih jika ziarah kubur maka mereka khusyuk dan menangis karena merenungi kematian, bukan seperti kebanyakan kita sekarang. Hanya kepada Allah kita memohon ampunan. Maka dari itu, hendaknya siapa saja yang berziarah kubur selalu menghadirkan hatinya, khusyuk dan selalu ingat bahwa dirinya akan kembali kepada Rabb semesta alam.11
Al-Imam an-Nawawi berkata, “Dianjurkan agar seseorang saat berjalan mengantar jenazah menyibukkan diri dengan dzikrullah (dzikir/mengingat Allah) dan memikirkan kesudahan orang yang mati dan mengingat bahwa demikianlah akhir kehidupan dunia dan tempat kembali ahli dunia.
Jangan sekali-kali dia membicarakan sesuatu yang tidak ada faedahnya, karena waktu ini adalah waktu untuk berpikir dan berdzikir. Sangat jelek sekali senda gurau, percakapan yang sia-sia, dan sebagainya. Kalau hal itu tercela dalam setiap keadaan, lantas bagaimana dalam keadaan seperti ini?!
Ketahuilah bahwa pendapat yang benar dari petunjuk para salaf adalah diam ketika mengantar jenazah, tidak mengeraskan suara, baik dengan membaca al-Qur‘an, dzikir, maupun lainnya. Hikmahnya sangat jelas, karena hal itu sangat menenangkan hati dan memusatkan pikiran untuk memikirkan masalah jenazah yang sangat dituntut dalam keadaan ini.”12
4. Merenungi al-Qur‘an
Jika seorang mau merenungi al-Qur‘an dengan penuh menghadirkan hati, maka akan meneteskan air mata dan melembutkan hati. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَوْ أَنزَلْنَا هَذَا الْقُرْءَانَ عَلَى جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللهِ وَتِلْكَ اْلأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Kalau sekiranya Kami turunkan al-Qur‘an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir. (QS al-Hasyr [59]: 21)
Apakah hati manusia lebih keras daripada gunung?!!
Asy-Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata, “Ketahuilah bahwa kuatnya agama dan iman tidak mungkin diraih kecuali dengan banyak membaca al-Qur‘an atau mendengarkannya dengan penuh renungan dan dengan niat untuk mengamalkan perintahnya dan menjauhi larangannya.”13
Namun, perlu ditandaskan bahwa maksud membaca al-Qur‘an yang merupakan faktor penyubur iman di sini bukan hanya sekadar membaca saja, melainkan membacanya dan memahami makna kandungannya serta mengamalkan isinya. Oleh karenanya, Allah mengabarkan bahwa tujuan inti al-Qur‘an ini diturunkan adalah untuk dipelajari dan direnungkan bersama.
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا ءَايَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (QS Shad [38]: 29)
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur‘an ataukah hati mereka terkunci? (QS Muhammad [47]: 24)
5. Memperbanyak dzikir dan istighfar
Kerasnya hati adalah sebuah penyakit yang obatnya adalah dzikir kepada Allah sehingga akan meleleh seperti besi yang meleleh oleh api.
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS ar-Ra’du [13]: 28)
وقد قال رجل للحسن: يا أبا سعيد أشكو إليك قسوة قلبي . قال : أذِبه بالذكر
Seseorang mengadu kepada Hasan, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadu kepadamu kerasnya hatiku.” Maka beliau menjawab, “Lunakkanlah dengan dzikir.”
يقول ابن القيم رحمه الله : (( صدأ القلب بأمرين : بالغفلة والذنب ، وجلاؤه بشيئين بالاستغفار والذكر …)).
Ibnul Qayyim berkata, “Kotornya hati karena dua hal: lalai dan dosa. Adapun menjernihkannya dengan dua hal juga, yaitu: istighfar dan dzikir.”
Ya, kita harus mengakui dosa-dosa kita yang banyak sekali. Kita sedikit amal, banyak dosa, tetapi kita sering mengkhayal bahwa kita penduduk surga, padahal Adam dikeluarkan dari surga hanya karena satu dosa!!
وَاللهِ لَوْ عَلِمُوْا قَبِيْحَ سَرِيْرَتِيْ
لأَبَى السَّلَامَ عَلَيَّ مَنْ يَلْقَانِيْ
وَلَأَعْرَضُوْا عَنِّيْ وَمَلُّوْا صُحْبَتِيْ
وَلَبُؤْتُ بَعْدَ كَرَامَةٍ بِهَوَانِ
لٰكِنْ سَتَرْتَ مَعَايِبِيْ وَمَثَالِبِيْ
وَحَلِمْتَ عَنْ سَقَطِيْ وَعَنْ طُغْيَانِيْ
فَلَكَ الْمَحَامِدُ وَالْمَدَائِحُ كُلُّهَا
بِخَوَاطِرِيْ وَجَوَارِحِيْ وَلِسَانِيْ
وَلَقَدْ مَنَنْتَ عَلَيَّ رَبِّ بِأَنْعُمِ
مَالِيْ بِشُكْرِ أَقَلِّهِنَّ يَدَانِ
Demi Allah, seandainya mereka mengetahui jeleknya hatiku
niscaya seorang yang bertemu denganku akan enggan salam padaku
Mereka akan berpaling dariku dan bosan berteman denganku
aku akan menjadi hina setelah mulia
Tetapi Engkau menutupi kecacatan dan kesalahanku
dan Engkau bersikap lembut dari dosa dan keangkuhanku
Bagi-Mu-lah segala pujian
dengan hati, badan dan lidahku
Sungguh, Engkau telah memberiku nikmat yang begitu banyak
tetapi aku kurang mensyukuri nikmat-nikmat tersebut.14
6. Berteman dengan orang shalih
Karena mereka akan mengambil tanganmu tatkala engkau lemah dan mengingatkanmu tatkala engkau lupa, membimbingmu tatkala engkau tidak tahu, jika engkau kesusahan maka mereka akan membantumu, dan jika mereka berdo’a kepada Allah maka mereka tidak melupakanmu.
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلاَتَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلاَتُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS al-Kahfi [18]: 28)
Bahkan di dalam surat al-Kahfi Allah selalu menyebutkan anjing yang bersama para pemuda ashabul kahfi sebagai isyarat pentingnya berteman dengan orang-orang shalih. Hasan Bashri berkata, “Sahabat kami lebih baik bagi kami daripada keluarga kami, mereka mengingatkan kami tentang akhirat, sedangkan keluarga mengingatkan kami tentang dunia.”
7. Selalu melakukan introspeksi
Karena jika seorang tidak melakukan introspeksi/muhasabah dan mengevaluasi kesalahannya, bagaimana mungkin dia akan mengetahui letak penyakitnya. Kalau dia tidak tahu penyakitnya, bagaimana akan mengobatinya?
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan muhasabah (artinya):
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS al-Hasyr [59]: 18)
Seorang mukmin dia akan selalu mengoreksi dan mengevaluasi amalannya. Dia akan berusaha untuk tidak terjerumus ke dalam dosa dengan menjauhi segala sarana yang dapat merayunya seperti fitnah dunia, wanita dan teman yang jelek. Dan jika dia telah terjatuh ke dalam dosa, maka dia segera bertaubat dan selalu istighfar kepada Allah dengan tekad yang bulat untuk tidak mengulangi dosanya lagi.
8. Beramal shalih
Amal shalih adalah bekal utama yang bisa diandalkan untuk suatu hari yang tidak bermanfaat harta, jabatan, dan anak kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Barang siapa beramal shalih baik pria atau wanita dan dia beriman maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang bahagia. (QS an-Nahl [16]: 97)
Namun, perlu diketahui bahwa sebuah amal baru disebut shalih jika memenuhi dua syarat:
Pertama: Ikhlas mengharapkan pahala Allah.
Kedua: Ittiba’ yaitu meneladani Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bukan ibadah dengan perasaan dan hawa nafsu sendiri.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menggabung dua syarat ini:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS al-Mulk [67]: 2)
Fudhail ibn Iyadh berkata, “Yang paling baik adalah yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam.”
Amalan kebajikan tanpa ikhlas sia-sia seperti debu-debu yang beterbangan, dan amal kebajikan tanpa ittiba’ juga sia-sia hanya memberatkan seperti pengembara yang memenuhi tasnya dengan batu, memberatkan tanpa faedah yang berarti.
Maka bersemangatlah untuk beramal kebajikan dan jangan pernah meremehkannya sekecil apa pun karena kita tidak tahu amal manakah yang diterima di sisi Allah. Siapa tahu amal yang kita anggap remeh justru itu yang menjadikan faktor kita meraih ampunan Allah dan surga-Nya; seperti hadir di majelis ilmu, salam dan jabat tangan, membantu orang, menyingkirkan gangguan dari jalan, dan lain-lain.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَ
Barang siapa yang melakukan amal kebajikan sekecil apa pun maka dia akan melihatnya. (QS az-Zalzalah [99]: 7)
9. Do’a
Maka seorang hamba, di dalam setiap detiknya selalu membutuhkan pertolongan Allah dan memohon kepada-Nya agar Allah menganugerahkan kepadanya kebeningan hati. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita untuk berdo’a:
اللّٰهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا.
“Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketaqwaan dan sucikanlah jiwa karena Engkau adalah sebaik-baik Dzat yang menyucikannya.” (HR Muslim: 2722)
1Jami’ul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab, 1/210.
2Al-Jami’ li Ahkamil Qur‘an 13/115
3Mudawatun Nufus, Ibnu Hazm, hlm. 76.
4Hilyatul Auliya‘, Abu Nu’aim, 7/370; az-Zuhd, al-Baihaqi, 2/81.
5Al-Fawa‘id hlm. 180
6HR Abu Dawud 13/179 — Aunul Ma’bud, at-Tirmidzi 4/589, Ahmad 2/203, al-Hakim 4/171, dan hadits ini hasan. Lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 2/634 oleh al-Albani.
7Al-Fawa‘id hlm. 86
8At-Tadzkirah, al-Qurthubi, 1/27.
9HR Ahmad: 1173. Dishahihkan oleh al-Albani di dalam ash-Shahihah 2/545.
10HR Muslim: 1621
11Syifa‘ ash-Shudur, Mar‘i al-Karmi, hlm.160.
12Al-Adzkar 1/423–424 (tahqiq Salim al-Hilali)
13Mukhtar Tafsir al-Manar 3/170
14Nuniyah al-Qahthani hlm. 9
Sebagai pengingat, karena terlalu lama kalau scroll di tumblr, terlalu penting untuk sering dibaca ulang.
Dari blog ini 31 Desember 2015
Jazakallahu khairan katsiran, Tadz!
1 note · View note
wahid1767 · 4 years ago
Text
Khutbah Jum'at 3-7-20
Firman Allah 40:60
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu.
1. Ini merupakan sebagian dari karunia dan kemurahan Allah Swt. Dia menganjurkan kepada hamba-hamba-Nya untuk meminta kepada-Nya dan Dia menjamin akan memperkenankan permintaan mereka
Dalam sebuah syair disebutkan:
اللهُ يَغْضبُ إِنْ تركْتَ سُؤَالهُ ... وَبُنيُّ آدمَ حِينَ يُسألُ يَغْضَبُ ...
Allah murka bila engkau tidak meminta kepada-Nya, sedangkan Bani Adam marah manakala diminta.
2. Doa adalah ibadah. Rasulullah bersabda:
إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ
Sesungguhnya doa itu ibadah.
Ibadah utama adalah shalat. Dan shalat secara bahasa artinya adalah doa.
3. Allah mengajarkan tatacara berdoa
a. Berdoa dengan rendah diri dan suara lembut penuh keyakinan (tadharru' dan khufyah) 7:54
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً
Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut. (Al-A'raf: 54)
b. Berdoa dengan penuh rasa takut tidak diterima dan rasa harap dikabulkan (khaufan wa thama'a)
وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا
dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). (Al-A'raf; 56)
c. Berdoa dengan memurnikan ibadah hanya kepada Allah
فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya). (Al-Mu’min: 14)
Karena itu, Rasulullah ketika berdoa sering memulainya dengan kalimat tauhid:
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ، وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ"
Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji, dan adalah Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan kami tidak menyembah selain hanya kepada-Nya. Bagi-Nya semua nikmat, karunia, dan pujian yang baik. Tidak ada Tuhan selain Allah (dengan) memurnikan ketaatan kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai (nya).
d. Berdoa dengan Asmaul Husna (7:180)
(وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَاۤءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَاۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِینَ یُلۡحِدُونَ فِیۤ أَسۡمَـٰۤىِٕهِۦۚ سَیُجۡزَوۡنَ مَا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ)
Allah mempunyai asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
مَا أَصَابَ أَحَدًا قَطُّ هَمٌّ وَلَا حُزْنٌ فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْد��كِ، ابْنُ أَمَتِكِ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَعْلَمْتَهُ أَحَدًا مَنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجِلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي، إِلَّا أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَحًا". فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا نَتَعَلَّمُهَا؟ فَقَالَ: "بَلَى، يَنْبَغِي لِكُلٍّ مِنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا".
Tidak sekali-kali seseorang tertimpa kesusahan, tidak pula kese­dihan, lalu ia mengucapkan doa berikut: "Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambamu, anak hamba, dan amat (hamba perempuan)-Mu, ubun-ubun (roh)ku berada di dalam genggaman kekuasaan-Mu, aku berada di dalam keputusan-Mu, keadilan belakalah yang Engkau tetapkan atas diriku. Aku memohonkan kepada Engkau dengan menyebut semua nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan dengannya diri-Mu, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau Engkau menyimpannya di dalam ilmu gaib di sisi-Mu, jadikanlah Al-Qur’an yang agung sebagai penghibur kalbuku,-cahaya dadaku, pelenyap dukaku, dan penghapus kesusahanku," melainkan Allah menghapuskan darinya kesedihan dan kesusahannya, dan menggantikannya dengan kegembiraan. Ketika ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kami boleh mempelajarinya?" Rasulullah Saw. menjawab: Benar, dianjurkan bagi setiap orang yang mendengarnya (asmaul husna) mempelajarinya. (HR. Ahmad)
1 note · View note
pesantrenpandeglang · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from WordPress http://ift.tt/2D285wW via IFTTT
1 note · View note
mzuhdymcorp · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes
pondokpesantren · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes
sdislamdarunnjah · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes
mzuhdymcorp · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes
mzuhdymcorp · 7 years ago
Text
Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
Darunnajah.com Nama Mush’ab bin Umair mungkin tidak terlalu populer di perbincangkan seperti shahabat shahabat Rasulullah saw lainnya, seperti halnya shahabat Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Salman Al Farisi, Bilal bin Rabah hingga Khulafaur Rasyidin. Meski demikian tidak dipungkiri Mush’ab bin Umair adalah salah satu shahabat Rasulullah saw yang mengagumkan dan menyandang gelar ‘Pemuda terbaik di Zamannya’ yang Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya.
“Aku tidak pernah melihat seorangpun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Siapakah sebenarnya Mush’ab bin Umair itu?
Mush’ab bin Umair adalah seorang pemuda dari keturuan bangsa Quraisy, Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan 14 tahun setelah Rasulullah saw lahir tepatnya pada tahun 585 M.
Ia adalah seorang pemuda yang sangat beruntung, lahir dari keturunan bangsawan Quraisy yang memiliki limpahan harta, disayangi oleh orang tuanya dan sangat dihormati oleh semua orang. Hingga Imam Ibnu Atsir menggambarkan tentang keadaan Mush’ab bin Umair, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang kaya, sandalnya adalah sandal al hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik dan dia adalah pemuda Mekah yang peling harum sehingga semerbak wangi parfumnya meninggalkan jejak di sepanjang jalan yang ia lewatinya”. (al Jabiri, 2014: 19)
Sebagai pemuda yang memiliki segalanya tidak membuatnya lupa diri. Memiliki orang tua yang sangat sayang yang mau serta mampu memberikan apapun yang diinginkan dengan sekejab. Namun tidak membuat dirinya terlena dan terbawa suasana, dimana dia hidup di masa jahiliah yang lingkungannya menyembah berhala, khamar sebagai minumannya, judi adalah aktifitasnya, pesta dan perzinaan merupakan hal yang biasa. Inilah yang harus di contoh oleh pemuda zaman sekarang, Mush’ab bin Umair yang tidak goyah oleh lingkungan, Mush’ab bin Umair yang punya prinsip dalam hidupnya.
Pada awal Nabi Muhammad saw mendapatkan wahyu untuk berdakwah, beliau melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi mulai dari keluarganya, shahabat, kerabat dan orang-orang yang dikenalnya untuk mengenalkan agama Tauhid yang mulia, hingga akhirnya masuklah agama islam yang diawali oleh istri tercintanya Khodijah, yang disusul sepupunya Ali bin Ali Thalib dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah serta shahabat shahabat lainnya yang kemudian di namakan ‘Assabiqunal Awwalun’ yang artinya orang-orang yang pertama kali masuk Islam pada masa Rasulullah saw berdakwah secara rahasia/sembunyi. Dan Mush’ab bin Umair salah satu didalamnya.
Mush’ab bin Umair adalah pemuda yang pandai dan bijak dalam memilih pilihan untuk kehidupannya. Meski hidup dilingkungan jahiliyah namun ia tidak terbawa dalam rusaknya akhlak yang mewarnai kesehariannya. Dan akhirnya Allah yang Maha Kuasa memberikan cahaya di hati nuraninya dengan sampainya ajaran agama islam yang mulia yang di bawa oleh pemuda bergelar Al Amin.
Meski dilakukan secara sembunyi – sembunyi dakwah Rasulullah saw akhirnya sampai ke telinga Mush’ab bin Umair, setelah mengetahui ajaran yang dibawa oleh rasulullah saw, Mush’ab yang selalu teliti dalam mengambil keputusan memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam, ia pun mendatangi Nabi Muhammad saw di rumah al Arqam bin Abi al Arqam di bukit Shafa pusat dakwah Rasulullah saw pada saat itu untuk menyatakan keimanannya.
Seperti shahabat lainnya yang memeluk agama Islam Mush’ab bin Umair juga menyembunyikan keislamannya dihadapan semua orang terutama kedua orang tuanya yang merupakan orang terpandang di kalangan bangsa Quraisy. Meski sembunyi – sembunyi ia tidak pernah alpa dalam menghadiri majlis Rasulullah saw untuk mendalami pengetahuan tentang agama islam. Karena ketekunan dan kepandaian yang dimilikinya, Mush’ab bin Umair menjadi salah satu shahabat yang memiliki pengetahuan tentang Islam yang paling dalam, oleh karena itu ia diutus Rasulullah saw berdakwah ke Madinah untuk pertama kalinya yang kemudian disebut sebagai Duta Islam pertama.
Allah berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 2 dan 3 yang berbunyi:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Artinya, “ Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (2) Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta”. (3) (QS. Al Ankabut: 2-3)
Hari dimulainya ujian bagi Mush’ab bin Umair telah tiba,  ketika ia sedang beribadah kepada Allah swt, Utsmani bin Thalhah tanpa sengaja melihatnya yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada orang tua Mash’ab. Mulai saat itulah ujian dari Allah swt datang kepadanya, ujian yang akan menentukan siapa sebenarnya Mash’ab? Ujian yang akan membuatnya di kagumi oleh Rasulullah dan para shahabat shahabanya, ujian yang menjadikan ia sebagai pemuda yang patut untuk di tauladani oleh pemuda sepanjang masa.
Begitu orang tua Mash’ab mengetahui ia meninggalkan agama nenek moyang nya dan memeluk agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, ibundanya marah besar ia mengancam Mash’ab tidak akan memberinya makan bahkan akan menyiksanya bila tidak meninggalkan agama islam dan kembali ke agama nenek moyangnya. Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan memiliki prinsip teguh dalam hidupnya, jiwa Islam yang sudah mendarah daging dalam tubuh Mash’ab menjadikannya tetap kukuh dengan pilihannya dan siap menerima apapun yang akan diberikan kepadanya.
Berbagai siksaan dari orang tuanya sendiri ia terima dengan teguh tanpa melawan sebagai bentuk ketaatan kepda orang yang sudah membesarkannya. Makanan lezat tidak lagi ia jumpai, pakaian yang indah tak lagi menempel di badan kekarnya, Mash’ab yang dulunya di puji oleh semua orang kini hampir tidak ada yang bisa mengenalinya. Namun, itu bukanlah hal yang besar baginya, meski tidak lagi mendapat makanan yang bisa masuk ke perutnya, yang berubah menjadi pukulan mendarat ditubuhnya mulusnya, walau berbagai siksaan ia terima tidak sedikitpun terbayang dalam benaknya untuk mengkhianati dua kalimat syahadat yang pernah diucapkannya di hadapan Rasululllah saw.
Banyak shahabat Rasulullah yang kagum dengannya, hingga mengungkapkannya dalam bentuk syair syair yang indah, begitu juga dengan Rasulullah saw yang takjub sehingga beliau bersabda tentangnya, “Sungguh aku melihat Mash’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya memuliakannya dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda pemuda Quraisy yang semisal dengannya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai Ridha Allah dan menolong Rasul-Nya…”. (HR. Hakim)
Mash’ab bin Umair sebagai duta islam yang pertama memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam terutama saat di utus Rasulullah saw untuk berdakwah ke Yatsrib (nama Madinah saat itu). Dengan kedalamannya akan Al Qur’an dan As Sunnah, lihai dalam cara penyampaiannya, disertai kecerdasan dalam berargumentasi dan ketenangan dalam bertutur membuat semua orang menerima dakwahnya.
Ketangkasannya dalam berdakwah terlihat saat ia berhadapan dengan pemuka suatu kaum di Yatsrib yang bernama Saad bin Muadz. Dengan ungkapan yang santun ia berkata kepada Saad, “Bagaimana kiranya kalau anda duduk dan mendengar (apa yang akan saya sampaikan). Jika engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan pergi”.  Dengan senang hati Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih baik”. Diawali dengan bacaan Al Qur’an nan syahdu, Mash’ab menjelaskan tentang Islam kepada Saad.
Dengan penyampaian yang sempurna, membuat Saad pun terkesan dan tertarik kepada islam, iapun berkata kepada Mash’ab, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk agama Islam?” Mash’ab menjawab dengan santun, “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkanlah dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua rakaat”. Saad pun mengikuti apa yang dikatakan Mash’ab.
Setelah Saad bin Muadz memeluk agama Islam, ia pun segera mengumpulkan seluruh kaumnya, dengan nada yang tegas ia berkata, “wahai Bani Adbu Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di sisi kalian?”. Serentak kaumnya menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus pandangannya dan paling lurus tabiatnya”. Saat itulah dengan kewibawaannya ia menyerukan suara yang lantang kepada kaumnya, “Haram bagi laki laki dan perempuan di antara kalian berbicara denganku sampai ia beriman kepada Allah swt dan Rasul Nya”.
Dengan ketegasan yang ditunjukan oleh Saad bin Muadz, serentaklah seluruh kaumnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan masuk Islam disaksikan juga oleh Mush’ab bin Umair.  Dengan pertolongan Allah swt, Mush’ab bin Umair diberikan kemudahan dalam menyampaikan agama Islam di bumi Yatsrib yang kemudian Rasulullah saw dan shahabatnya hijrah dari Mekah ke Yatsrib, setelah Rasulullah saw di Yatsrib kota tersebut dikenal dengan nama Madinah an Nabawiyah.
Selain aktif dalam berdakwah menyiarkan agama Islam, Mush’ab bin Umair juga turut serta dalam beberapa peperangan yang dilakukan oleh umat Islam dan Rasulullah saw. Ia selalu mendapat tempat istimewa disetiap pertempuran yang diikuitinya yakni sebagai pemegang bendera Islam. Dan perang terakhir yang beliau ikuti adalah perang Uhud dimana beliau menjadi salah satu mujahid dalam pertempuran yang berlangsung di bukit Uhud pada tahun 625 M tersebut.
Seorang shahabat Muhammad bin Syarahbil mengisahkan akhir hayat sang mujahid Mush’ab bin Umair dengan indah. Dengan ketangkasannya dalam berperang, dengan gagah berani Mush’ab melaju ke medan perang dengan menggenggam bendera islam ditangan kanannya dan sebuah pedang disebelah tangan kirinya. Dari kejauhan ada pasuka musyrik yang mengincar Mush’ab, dia mengira yang memegang bendera Islam adalah Nabi Muhammad saw, dengan keganasannya ia langsung menyerang Mush’ab, ia menebas tangan kanannya yang memegang bendera dan terputuslah tangan kanan Mush’ab bin Umair namun dengan sigap tangan kirinya mengambil alih bendera islam yang akan terjatuh.
Melihat bendera Islam masih berkibar, pasukan kafir Quraisy yang bernama Ibnu Qumai ah al Laitsi kembali menyerang Mush’ab bin Umair, kali ini tangan kirinya yang menjadi incarannya. Ditebaslah tangan kiri Duta islam pertama Islam tersebut hingga terputus terpisah dari jasadnya, meski kedua tangannya telah terputus namun semangat juang Mush’ab bin Umair masih besar, karena begitu dalam rasa cintanya kepada Islam membuatnya ingin memberikan seluruh hidupnya untuk Islam, didekaplah bendera perang Islam tersebut agar masih tetap berkibar di arena pertempuran, hingga akhirnya anak panah merobohkan tubuh, bendera sekaligus nyawanya dari atas kuda perangnya.
Akhir dari perjuangan pemuda yang telah menggadaikan kenikmatan dunia dengan keindahan yang tidak akan pernah sirna yakni surga. Setelah perang usai, Rasulullah saw mengumpulkan para syuhada untuk dikuburkan dan ketika melihat jasad Mush’ab bin Umair beliau mendo’akan kebaikan untuknya.
Sebagai pemuda muslim sudah sepantasnya kita mengambil contoh dari perjuangan dan pengorbanan Mush’ab bin Umair untuk Islam, pemuda yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mengamalkan setiap yang dipelajarinya dan mendakwahkannya kepada ummat karena Allah swt. Pemuda yang memiliki pandangan ke masa depan, ia rela meninggalkan kenikmatan dunia yang fana untuk menggapai kemuliaan yang abadi di akhirat Nya. Wallahu ‘Alam
(red/Aa)
from Kisah Mush’ab bin Umair : ‘Pemuda Terbaik di Zamannya’
0 notes