#Lomba Lari
Explore tagged Tumblr posts
Text
Meriahkan HUT TNI Ke-79, Danrem 143/Gatam Lepas 3.500 Peserta Gatam Run 2024
SATUKOMANDO.COM – Gatam Run 2024 yang di selenggarakan pada hari Minggu 29/09/204 berjalan sangat meriah, yang mana kegiatan tersebut di ikuti oleh 3.500 peserta dari berbagai daerah di Provinsi Lampung. Kegiatan yang di pusatkan pada satu titik, yaitu Lapangan Korem 143/Gatam atau lapangan Saburai, Kota Bandar Lampung itu di Meriahkan dengan berbagai door prize dan Hiburan lainnya yang di…
0 notes
Text
Meriahkan HUT Bhayangkara Ke -77 Bupati Pangkalan Kerinci Bersama Kapolres Lepas Ratusan peserta lomba lari
Pangkalan Kerinci,Sumbarlivetv.com – Tampak Antusias Masyarakat Datang memeriahkan dan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara Ke-77 Tahun 2023, pagi ini Bupati Pelalawan H. Zukri bersama Kapolres Pelalawan AKBP Suwinto SH, SIK melepas ratusan peserta Jalan Santai (Fun Walk), ditandai dengan pengibaran bendera start bertempat di Taman Kreatif Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan,…
View On WordPress
0 notes
Text
Pertama di Madura, Tim Survey Lokasi Race Internasional Sumenep Marathon 2023
SUMENEP, detikkota.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep Jawa Timur akan menggelar Internasional Sumenep Marathon pada pertengahan 2023.Tujuannya, untuk meningkatkan kunjungan wisata dan ekonomi kreatif. Ajang lomba olahraga berskala Internasional ini ditargetkan diikuti 1500 pelari, baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Event unggulan Pemkab Sumenep ini menjadi ajang…
View On WordPress
0 notes
Text
Pelan-Pelan,
Hidup suka bikin kita ngerasa kayak lagi lomba lari. Semua orang kayaknya jalan cepet banget, dan kita jadi kepikiran, “Eh, gue udah ngapain aja ya selama ini?” Akhirnya, kita push diri sendiri buat ngejar. Tapi coba deh, pause bentar. Emang mau ngejar apa sih?
Life’s not a race, babe. Satu-satu aja. Gak usah buru-buru kayak dikejar deadline. Kadang, yang kita kejar tuh malah bikin kita lupa caranya menikmati proses. Padahal, hidup itu gak cuma soal hasil akhirnya. Yang bikin seru tuh perjalanan di tengah-tengahnya—jalan pelan, nikmatin pemandangan, dengerin lagu, dan sesekali ngetawain diri sendiri.
Dan kalau kamu ngerasa tertinggal? Itu biasa. Semua orang punya timeline-nya masing-masing. Ada yang start-nya lebih dulu, ada juga yang baru mulai belakangan, dan itu gak masalah. You’re exactly where you need to be right now. Jangan bandingin langkahmu sama orang lain, karena jalan kita beda. Apa yang keliatan “wow” di orang lain, belum tentu cocok buat kamu.
Sabar, jangan lupa. Semua udah diatur sama yang Maha Baik dan Maha Adil. Trust the process. Kadang, kita gak sadar kalau apa yang kita pikir “delay” itu sebenernya cara Tuhan buat nyiapin sesuatu yang lebih besar. Karena kalau dipaksa buru-buru, kita malah gak siap nerimanya, kan?
Jadi, santai aja. Pelan-pelan. Ambil napas panjang, tarik hati kamu yang udah jauh kesana-kemari, dan fokus lagi ke sekarang. Hari ini tuh penting, bukan cuma besok atau nanti. Karena hidup itu gak melulu soal finish line. It’s about how you enjoy every single step on your way there.
Keep calm, jalan pelan, dan ingat: semuanya udah diatur. Just let it flow, babe.
12 notes
·
View notes
Text
IKUT-IKUTAN
Dulu, sewaktu mencoba untuk rutin bersepeda, saya beli road bike seharga 7 jutaan. Pertimbangannya karena secara fungsi yang saya beli ini sudah cukup. Alhamdulillah, sering saya pakai, terutama saat Cov-19 kemarin. Mungkin tiga kali seminggu saya tempuh Kebagusan sampai Bundaran HI. Jalanan sepi dan Jakarta cukup asik pada masa itu.
Lalu, lama-kelamaan mulailah memperhatikan ke hal-hal yang lebih “pro” seperti kualitas sepeda, uniform, sepatu, helm, sampai GPS. Ikutan grup komunitas road bike. Seminggu dua minggu, yang saya temukan sangat menarik: kebanyakan dari mereka membicarakan merek apa yang dipakai dengan segala komparasi harga yang fantastis. Makin lama, komunitas ini jadi sangat elitis dan penuh dengan gengsi. Saya pun sempat terpikir untuk hanyut ke dalam style mereka. Nampak keren. Apalagi saat itu lagi hype-nya musim sepedaan ini. Tapi, keburu saya setop. Tujuan saya bersepeda agar terbiasa dengan hidup sehat, bukan untuk fancy style. Ditambah Jakarta kini sudah new normal, tidak ada lagi ruang untuk pesepeda jalanan yang aman dan ramah. Saya berhenti total dan pindah ke gym.
Kemudian, belakangan mulailah rutin untuk lari. Lagi, saya mulai memperhatikan beberapa hal terkait olah raga—yang seharusnya—murah meriah ini. Lalu sampailah menemukan komunitas-komunitas lari yang ternyata tidak jauh berbeda dari komunitas sepeda di atas. Syok sekali saya di komunitas olah raga yang seharusnya cukup mudah, murah, dan fokus kepada gaya hidup sehat, justru lagi-lagi bicaraannya tentang outfit. Sepatu harus berbahan karbon seharga 5 jutaan; device Garmin 9 jutaan; kaos lari khusus 4 jutaan; celana lari 3 jutaan; kaos kaki 500 ribuan; dan segala perintilan yang kalau ditotal bisa beli kulkas dua pintu plus mesin cuci tabung depan. Jadi berpikir, kenapa, sih, orang-orang ini, ya?
Agak susah menemukan komunitas sehat yang benar-benar fokus pada kesehatan. Bukan pada lomba-lomba gaya. Sepeda karbon itu mahal, sangat mahal 30-70 juta. Buat apa? Karena enteng. Enteng berarti mereduksi massa dan bisa fokus pada speed. Speed itu harusnya soal kompetisi: pada perlombaan, juara-juaraan. Begitu juga dengan sepatu lari, kaos dan celana lari. Semua yang mahal-mahal itu dibuat untuk meningkatkan performa. Tapi komunitas-komunitas ini justru berlomba-lomba dalam gaya yang mentok-mentok sekadar ikut maraton dan jadi finisher semata. Outfit yang mahal-mahal itu apakah berdampak? Tidak. Pace mereka juga tidak terlalu signifikan. Jadi, buat apa itu semua?
Baiknya memang kita tetap pada tujuan melakukan sesuatu. Jangan sekadar ikut-ikutan. Apalagi hanya sekadar gaya-gayaan. Kita akan lelah sendiri.
80 notes
·
View notes
Text
Ambisi Ambisi
Semester ini ambisiku terkikis, hampir habis. Pun disadari oleh teman-temanku, "aku tau, kamu udh jarang ikut lomba-lomba lagi meski ngedorong anak anak buat join" "Jadi, kamu lagi butuh apa sekarang?" Gatau.
Somehow, akhir akhir ini ambisiku hanyalah ingin punya kehidupan yang tenang, yang tidak banyak ambisi, tapi cukup. Cukup untuk membuat hidup ini tetap hidup. Tidak perlu banyak memiliki, selagi semuanya bisa disyukuri. Lagian, ambisi bikin capek karena aku harus lari lari terus. Pikirku.
Sampai aku baca sebuah utas yang kesimpulannya adalah: percuma pintar kalau tidak punya ambisi, your life will stuck, atau setidak beruntungnya, jadi alat utk ambisi orang lain. Well, aku tidak mengatakan aku pintar, tapi aku cukup tau potensiku, dan postingan tadi kurasa cukup menyentil egoku yang masih agak tinggi ini.
Akhirnya aku iseng nonton Clash of Champions nya Ruang Guru. Sambil setrika baju, lebih banyak geleng-gelengnya ngeliat spek rangorang yang join. Lumayan membantu membangunkan ambisi, meski aku tetap ingin hidup tenang. Bedanya, mari beri sedikit ambisi yang juga menenangkan. Memenangkanmu, misalnya.
8 notes
·
View notes
Text
Burung-burung
Hampir setiap pagi, setiap pukul 6, ketika ku buka tirai kamar untuk memandang lautan, selalu terlihat kawanan burung terbang ke arah selatan. Berbondong-bondong. Seperti lomba lari. Saling bekejaran. Pertama kali melihatnya, aku biasa saja.
Begitu juga waktu sore hari, sekitar pukul 18, para kawanan burung ini kembali, terbang ke arah utara. Terbangnya lebih santai dan tenang. Mereka sama berbondong-bondong.
Lama-lama kuperhatikan dalam dua minggu terakhir, ternyata mereka selalu begitu. Pagi hari pukul 6 mereka terbang ke selatan, sorenya pukul 18 mereka kembali menuju utara. Tiap hari. Tentu mereka akan menjemput rezeki Allaah di arah selatan itu. Aku tertegun, subhanallaah, betapa tepat waktunya mereka. Disiplin sekali. Bahkan terlihat begitu semangat ketika pagi hari itu mereka terbang.
Sungguh aku sangat malu melihat mereka, aku yang memiliki pikiran dan ada tanggungjawab, terkadang ogah-ogahan untuk berangkat kerja. Mood-mood an. Sementara, mereka selalu tepat waktu. Bahkan mereka lebih lama menjemput rezekinya, 12 jam.
Aku tidak tau nama burung tersebut. Barangkali burung camar seperti dalam lagu Kemesraan. Aku hanya tau bahwa mereka disiplin dan teratur. Kebersamaan yang kompak.
Cilegon, 19 Juli 2024
3 notes
·
View notes
Text
Tidak mengapa,
Perlahan saja, kamu pasti bisa. Ini bukan perkara lomba lari !
Setiap jiwa memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Percayalah, kamu akan menemukan waktu mekarmu sendiri.
7 notes
·
View notes
Text
Sibuk2in ktemu sama buibu TK biar lupa sama yg dipikirin 2 harian ini.
Alhamdulillah wlpn masih kepikiran bener kata suamiku kalo ktemu org biar ada pengalihan. Tadinya aku mau ngelamun aja di rumah tp nanti takut nangis lagi, semingguan ini ko rasanya cape mental dan fisik yah mana skrg lg period ke 2 hancur bgt mood aku, mikirnya kemana2 bgt kaya besok lusa tuh end of the world aja gitu. Lupa caranya untuk tenang. Suamiku selalu nenangin aku usap2 aku, pelukin terus, ciumin juga tp ngga lsg tenang gt loh. Aku sampe minta tolong tenangin aku lewat ibadahmu..
Hikmahnya kegiatan anak yg banyak itu di sisi lain sibuk harus mikirin semuanya, di sisi lain jg bisa mengalihkan pikiranku yg liar ini. Memang segala sesuatunya ada plus minusnya tuh yaa balance bgt gmn Pov kita.
Obrolan tiap nongki sama buibu pasti war tiket Sheila on 7, beberapa dari kami emg seangkatan pasti fansnya S07. Siap2 yaa buibuuu wlpn kita jg udah nyiapin rasa kecewa sih tp nyoba aja dulu cenah hehehe. Gutlak mama2 cayangaaan.. Kita saling doain yaa wkwkwk.
Tadi tuh lg lomba mewarnai aku kira kudu ditungguin kan yodah dtg ke sekolah trus di suruh suami jg biar ngga ngelamun dirumah, lagi jajan gorengan sendirian krn msh sepi buibu dmn heeeyyy.. Taunya dtg mama Cheryl yg sengaja cuti, umi Ana lanjut mama runner kita baru dtg. Eeh buibu kelas sebelah A2 tp 1 geng Arisan manggil2 mama jav, mam kembar dan bubu dari mobil mama jav ngajak ngopi, tinggalin aja cenah anak2 mah gosah ditungguin wkwkwk yodah hayu weh da ngopinya dkt di kopi mandja sebelah griya pajajaran soalnya skrg plg jam 10 singkat bgt. Akhirnya abring2an deh kesana untung cukup mobilnya freed haha. Mama runner asalnya mau lari td subuh dah ngajak kita lari di sekitaran sekolah katanya euhh pdhl hari ini jdwl lariku tp akunya lg mens hari ke 2 dan masih nyeri telapak kaki kanan gara2 ST euy. Udah pake stelan lari eeh kebujuk rayu nongki ngopi deh hahaha malu cenah pake baju lari.. Cuek aja kaleee~
Sementara buibu ngopi cantique, nak anak.. Semangaaatt nemoo~
6 notes
·
View notes
Text
youtube
Penghujung Ramadhan
Selamat malam, pagi, siang, sore, kapanpun saat kau baca tulisan ini. Semoga baik-baik saja dimanapun kau menginjakkan kaki. Ramadhan sudah berada di penghujung hari, bolehkah tinggal untuk semalam lagi?
Toa masjid yang menyenandungkan ayat-ayat suci di malam hari. Anak-anak yang di waktu subuh pergi mengaji. Aneka jajanan di pinggir jalan yang jarang ku temui. Bulan yang baik ini akan segera pergi. Bahwa yang bertemu akan berpisah dulu sebelum bertemu kembali! Dan yang perlu kita lakukan, hadapi dan persiapkan. Memeluk lebaran. Mengecup kening ramadan. Semoga diberi segala ampunan, seluas-luasnya kesabaran dan sekuat-kuatnya iman.
Lari ke hadapan orang yang kusayang Tuhan bolehkah ini yang aku perjuangkan?
Ramadhan segera mencapai penghujung dan manusia berlomba lomba untuk memanjatkan doa serta harapan. Beberapa doa itu mungkin bertabrakan dibalik awan. Lalu langit membalas dengan menurunkan hujan. Akankah esok juga turun hujan sebagai salam untuk perpisahan kepada Ramadhan?
28 Ramadhan | 8.04.2024
4 notes
·
View notes
Text
Memberi Ruang-- Kurniawan Gunadi
"Sehingga ia justru terbebani dengan banyak hal bukan oleh orang lain, melainkan oleh dirinya sendiri."
-Memberi Ruang, halaman 123
Aku berhenti cukup lama di kalimat itu, kubaca ulang sekali lagi. Lalu sekali lagi.
Iya, dalam banyak hal, pada banyak kesempatan, justru aku yang menuntut dan menciptakan beban buat diri sendiri, terlalu membandingkan diri sama orang lain, merasa harus punya pencapaian yang bagus di usiaku sekarang, mengejar supaya bisa sampai di titik tertentu. Padahal aku bisa memilih untuk menjalani apa yang aku punya sekarang, bukan terbebani atas apa-apa yang seharusnya aku punya.
Aku terlalu mengejar, terlalu berusaha, sampai pada akhirnya ketika gagal, fokusku pertama adalah aku ngga pernah cukup layak, ngga pernah cukup baik untuk bisa berhasil, i'm not enough. Aku seringkali lupa, yang bisa aku kendalikan hanya usahaku, bukan hasilnya.
"Kalau memang bukan takdir, bagaimanapun berusaha, hal itu tidak akan menjadi milik kita."
-Memberi Ruang, halaman 64
Aku ingin belajar untuk selalu merasa cukup dan bersikap secukupnya. Menjalani cerita yang Tuhan kasih dengan sebaik-baiknya, bukan kemudian pasrah yang ngga melakukan apa-apa, tapi berusaha dengan secukupnya. Aku ingin belajar memahami bahwa tidak masalah aku berjalan di jalurku sekarang, aku bukan salah jalan. Dari banyaknya pintu dan jalan yang aku coba usahakan, Alloh pilihkan jalan ini. Bukankah itu artinya memang ini yang seharusnya aku lewati? Aku ngga perlu terlalu banyak menyusahkan diri sendiri hanya untuk ada di jalan orang lain, hei barangkali jalur mereka emang ngga cocok aja buat aku.
Dan lagi-lagi, aku diingatkan oleh satu hal yang amat sangat nyata :
"Tidak selamanya apa yang kita pikirkan dan rencanakan akan menjadi kenyataan" -Memberi Ruang, halaman 3
Kamu banyak ngga taunya, tapi Alloh tau semuanya.
"Berjuang sekuat dan setenang mungkin buat kita sendiri, bukan buat siapa-siapa" -Memberi Ruang, halaman 57
Kita jalan lagi yaa!! Ngga apa-apa pelan-pelan, kalau cape kita menepi dulu cari jajan, minum es, atau ngajak temen ngobrol. Kita ngga lagi dikejar siapa-siapa, kita ngga lagi lomba lari, toh garis finish tiap orang juga kan beda-beda, jalannya juga beda. Kita nikmati punya kita sendiri aja yaa :)
"Tak ada yang mengejar-ngejarmu, kecuali kekhawatiran dan ketakutanmu sendiri."
-@kurniawangunadi "Memberi Ruang"
2 notes
·
View notes
Text
Empat belas Februari. Kata orang-orang sih hari ini tuh hari kasih sayang. Coklat di berbagai minimarket dan supermarket diskon besar-besaran. Toko bunga pun laris manis di mana-mana. Berlomba-lomba membuat karya cantik agar pasangan yang sedang dimabuk cinta tertarik membeli. Satu hari pun terasa begitu istimewa bagi mereka.
Aku tidak terlalu tertarik untuk merayakannya. Selain itu pasangan pun tidak ada. Tapi aku suka melihat ekspresi orang-orang yang sedang bahagia. Bukan hanya ketika hari kasih sayang tiba, diluar itu pun aku suka menikmati ekspresi mereka. Rasanya aku merasa ikut bahagia juga. Seperti kebahagiaan yang menular.
Malam ini aku sudah cukup bahagia. Sungguh aku sangat bersyukur masih bisa menikmatinya. Walau kepala sedang diserang pusing tidak tertahankan tapi aku sangat bersyukur untuk setiap hal yang dihadirkan pada hari ini. Terima kasih Tuhan. Terima kasih.
9 notes
·
View notes
Text
ITS ME AND MY PROBLEM!
Setelah sekian lama memikirkan "Sebenernya aku di dunia ini mau melakukan apa, ya?" Kemudian teringat hasil talent mapping ini dan semakin membuatku berpikir tentang apa yang seharusnya aku lakukan dengan kemampuan yang aku miliki.
Setelah tes talent mapping, hasil yang aku dapat adalah ini.
Saat sesi konsultasi, praktisi talent mapping mengatakan bahwa urutan 1-7 itu bakat dominan dan yang ada titiknya itu yang nilai kekuatan bakatnya sama.
Ini gimana deh urutan 1-7 nya nilainya 'kok sama semua. Rasanya jadi lebih sulit buat milih karena ke-tujuh-tujuhnya sama-sama semua, makanya selama ini bingung cocoknya mau jadi apaa😭🙏🏻
Rasanya sama kaya galaunya Harry Potter waktu milih minta ditempatin di Gryffindor padahal juga berdarah Slytherin (correct me if I'm wrong, guys). Sambil was-was apakah yang dipilih adalah benar, karena di hal-hal lain juga kok kayanya bisa :(
And here wo go.
Bakat itu ga semata-mata hal-hal yang berbau seni dan olahraga 'kaya yang umumnya selama ini sering orang sebut-sebut, kok.
Ada yang bilang bakat itu ibarat ikut lomba lari tapi dengan garis start jauh di depan pelari lain. Artinya, dengan usaha yang sama, kemungkinan buat memenangkan lomba bakal lebih besar. Tapi, punya bakat juga bisa percuma kalau gak diasah pakai usaha dan kerja keras.
Jadii, kalau mau lebih leluasa mengaktualisasikan diri, ada baiknya tau bakat diri dari sekarang. Arah hidupnya mau kemana itu jadi keliatan jelas sehingga tugas kita sebagai khalifah di bumi juga bisa lebih maksimal. Pelayanan yang diberikan juga maksimal karena sesuai bidang keahlian masing-masing✨
Pada akhirnya, aku memilih mengabdikan diri untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bismillah ya, semoga langkah aku senantiasa dimudahkan dan diiringi keberkahan dari Allah. Mendidik pemuda menjadi generasi yang berbudi pekerti luhur dan cerdas secara pengetahuan itu juga bukan hal yang mudah. Meskipun begitu, itu hal yang harus diperjuangkan.
3 notes
·
View notes
Text
ㅤ
ㅤㅤㅤDi Yogyakarta tentu banyak hal indah yang menjadikannya istimewa, penduduknya, bangunannya, jalanannya, bahkan kucing liar yang suka melintas. Pada kota itu, kisahnya mulai dituturkan. Dituliskan dengan kalimat-kalimat sederhana, tidak banyak kiasan karena bukan bakatnya mempercantik kosa kata.
ㅤㅤㅤNamanya Adipati Erlangga, paling suka kalau dipanggil Angga, katanya lebih hangat saja. Umurnya sudah menginjak pertengahan dua puluhan, temannya banyak yang sudah menikah tapi ia masih berkelumit dengan kasih tak sampai. Tak apa, kita pelan-pelan saja, hidup bukan lomba lari, bukan?
ㅤㅤㅤLahir dari keluarga kecil hangat di kota kecil Kutoarjo, Angga tumbuh dengan penuh kasih sayang dan paham cara memberikan apresiasi terhadap hal sekecil apapun itu. Ia dewasa dengan meromantisasi hidupnya.
ㅤㅤㅤIa jatuh hati pada si jelita pemilik toko peralatan dan perawatan hewan kawasan kampus pusat UGM. Cinta lamanya ketika masa perkuliahan bersemi lagi. Sayangnya, si cantik tidak tidak memberi Angga kesempatan untuk singgah. Meskipun harus siap sedia obat alergi tiap kali berangkat bekerja atau siap sedia memberikan bahu dan pelukan jika sang perempuan sedang sedih. Si cantik itu kadang memberi Angga sinyal-sinyal rawan, membuatnya uring-uringan.
ㅤ
2 notes
·
View notes
Text
Setengah Marathon: Sebuah Permohonan Maaf Terbuka untuk Lutut Kananku
Sekali lagi setengah marathon. Bedanya dibungkus pargelaran lomba lari. Sebulan lebih ketika mendaftar tentu terbayang akan diselesaikan dengan mudah. Lari jauh adalah rekreasi rutin saban minggunya. Mungkin apabila yang dituju adalah marathon penuh, barulah agak bergidik.
Maka ketika seminggu sebelum lomba didera flu, masih yakin. Toh porsi latihan mendekati lomba niscaya harus dikendurkan. Sabtu, selepas sesi santai 10k, gejala mulai terasa. Minggu makin terasa. Senin dan Selasa agak reda setelah memutuskan tidak berlari. Rabu kembali 5k dengan daya menengah. Kamis, istirahat. Jumat kembali santai habiskan 8,08 km.
Sabtu pagi, sehari sebelum “angkat bendera”, benar-benar demam. Yang paling ditakutkan terjadi. Pun hari itu tidak memungkinkan untuk benar-benar beristirahat. Ada pernikahan yang harus dihadiri. Temanku, yang bersama mendaftar dan profil pelarinya mirip, tumbang dan dirawat di rumah sakit. Dia batal ikut. Terbayang berlari 21k tanpa yang diajak bicara. Harusnya ada teman untuk memulai dengan kecepatan bercakap.
Obat dan vitamin ditenggak. Malamnya mengajak istriku menandaskan nasi pecel Madiun, hitung-hitung angkut-muat karbohidrat. Tetap saja badan tidak begitu bisa diajak kompromi. Aku tidak berani mencari termometer karena pasti suhu cukup tinggi. Satu-satunya harapan adalah tidur lekas dan bangun lebih bugar esoknya.
Minggu dini hari, pukul tiga. Angkat bendera tinggal dua setengah jam. Bermalam di rumah ibuku yang dekat dengan arena berlari cukup membantu memangkas pergi ke arena. Bangun begitu dini untuk memastikan tidak ada ampas yang mengendap saat berlari dan membuat sakit perut. Dua kali menguras isi perut -bahkan sedikit dipaksa.
Istriku tidak ikut berlari bahkan dalam nomor paling ringan, 5k. Dia sepakat menemaniku, jaga-jaga apabila aku kolaps. Mungkin juga bisa diberdayakan mengendarai mobil apabila kakiku kram. Maka berangkatlah kami di pagi buta, menuju sebuah pusat perbelanjaan yang tak begitu jauh dari arena berlari. Memarkir mobil, berjalan menyusuri jembatan penyeberangan, menyelinap ke sebuah stasiun kereta yang menjadi penghubung pintu belakang arena lomba. Sebuah kampus yang bagiku lebih berguna sebagai tempat latihan berlari dan kebetulan tempatku bekerja sehari-hari.
Ternyata tidak semudah itu. Sepuluh menit sebelum angkat bendera, nomor dada ternyata lupa dibawa dan tertinggal di mobil. Istriku sedikit merasa bersalah tapi tentu itu bukan salahnya. Kenapa pula dia yang harus bertanggungjawab menyiapkan semuanya? Jadi, ‘pemanasan’ setengah marathon adalah sprint menuju parkiran pusat perbelanjaan tempat mobil diparkir. Sprint kembali, menapaki tangga jembatan penyeberangan, menuju arena berlari.
Angkat bendera sudah berlangsung tiga menit untuk nomor setengah marathon. Mengintip jam tangan pintar, rasio degup per menit menunjukkan angka 180. Tentu bukan permulaan ideal. Terpaksa memulai dari baris belakang namun memastikan, secara terbalik dari idealnya memulai lari jauh, degup jantung tidak terlalu kencang dan turun perlahan. Pun tetap wajib memastikan tidak benar-benar ketinggalan dari peserta lain. Segala flu dan demam yang meliputi seakan menguar bersama adrenalin.
Adakah ini lari jauh terakhirku? Terbayang meninggalkan istri dan kedua anakku untuk selamanya akibat sekadar lomba lari. Sengau Eric Idle mengingatkan hidup adalah seonggok tahi. Hidup adalah kelakar dan kematian adalah canda. Jadi biarlah, tetap saja berlari walaupun di penghujung hari disolati. Matahari lamat-lamat membumbung. Hari mulai cerah.
Setengah marathon ini adalah soal diriku dan keinginan tolol untuk menyelesaikannya sesuai target waktu dan kecepatan. Aku tidak tahu motivasi peserta yang lain. Tentu selalu gatal untuk memproyeksi isi kepala peserta lain sesukanya. Seorang bapak tua bersama gerombolan teman kantor -mereka memakai baju yang menunjukkan nama tempatnya bekerja- yang mungkin dipaksa daftar oleh CEO maniak lari. Seorang ibu berhijab yang mungkin janda cerai karena suaminya memiliki wanita yang lebih molek dan berlari untuk tetap waras. Beberapa pelari senior yang masih nekat ikut setengah marathon di penghujung hidup. Aku bisa membuat sebuah cerita pendek dari khayalku tentang motivasi masing-masing pelari hari itu.
Keyakinan bahwa ada stasiun air yang memadai membuatku yakin tak membawa sabuk lari yang bisa mengangkut dua botol air masing-masing 150 mililiter. Kantung celana berlari yang kanan berisi telpon genggam yang kiri berisi tiga jel energi yang akan aku sesap setiap tujuh kilometer. Kedua kuping telah dimampatkan pelantam mikro yang karena kecanggihannya dapat terkoneksi dari lagu-lagu yang disimpan di jam pintar. Bandana agar rambut yang mulai gondrong tidak menusuk-nusuk mata.
Sepuluh kilo pertama. Melewati pelari-pelari yang -karena pikiran congkakku- tidak terlaru serius dan memilih nomor 5k. Suara Ozzy Osbourne melengking dan memacu kakiku begitu saja untuk menambah jarak tapak. Menambah kecepatan. Melewati beberapa gerombolan di kampus tempat istriku berkuliah dulu. Berbelok ke sebuah bekas perpustakaan yang meninggalkan beberapa memori termasuk soal asmara jaman kuliah.
Kilometer lima belas. Tinggal enam lebih sedikit. Dua jel energi sudah habis. Beberapa kali minum di stasiun air. Lima lebih sedikit. Sambil menandaskan sebuah pisang yang disediakan di sebuah stasiun air, tempurung kaki kanan mulai terasa nyeri. Keparat. Terbayang dua minggu sebelum lomba tidak terlalu banyak latihan beban. Penyesalan tiada guna karena walaupun harus ngesot, tetap harus selesai.
Menelpon video istriku. Mengatakkan aku mencintainya. Mungkin dia geli dan merasa suaminya terlalu mendramatisir. Tapi memang sedang menderita dan karena lagu-lagu film Rocky terputar secara acak, maka aku ingat Rocky yang mencari Adrian Balboa pasca babak-belur dihajar Apollo Creed.
Tanjakkan terakhir. Iya, tanjakkan. Kelok sekilo terakhir adalah tanjakan. Kaki kananku mungkin begitu bencinya dengan otak yang memerintahkannya terus menapak saat tak mampu lagi. Jadi nanti saja kalau memang harus mengunjungi fisioterapi. Yang penting selesai. Akhirnya memang selesai. Dua jam lebih dua puluh satu menit dengan kecepatan enam pertengahan. Lumayan. Setengah marathon pertama dalam sebuah lomba. Masih ada banyak lagi hingga cukup tolol mendaftar marathon penuh. Harus, kecuali mati atau diamputasi.
2 notes
·
View notes
Text
ST at home!
Sesubuhan sekitar jam 4 aku udah kebangun2, bukannya tahajud yahhh malah lanjut tidur pdhl udah ngga deep sleep. Denger geludug bersahutan, udara ngelekeb keringetan weh tp ngga ujan2 didenger2 teh. Duh akukan mau lari abis solat subuh taunya fix ujan deres itumah pas adzan subuh, batal deh larinya. Yaudah weh abis solat subuh lsg nyetrika yg never ending itu. Jam2 segitu mayan cocok lah nyetrika biar ngga terlalu gerah bgt kalo siang2 yakaaan.
Btw dari kemarin eh ngga deng dari liburan sekolah udah di reminder sama bu syifa kalo jadwal kegiatan anak dlm 2 minggu ini padet. Udah males ya Allah mikirinnyaaaaaa, pas baru masuk kemarin aja udah lsg mikirin sewa baju adat untungnya ada deket sekolah fiuh~ ditengah2 milih2 baju ditelponin sm si mamih suruh ikut rapat di kelas A2 bareng kepsek dan guru2. Melesat lah kesana buru2 hah untung dkt. Padahal hari senin cuma 2 jam sekolah anak tp mamaknya ikut sibuk jg perasaan. Baru masuk dan hari senin heeeyyy! Balik sekolah berasa lelah bgt, syndrome post holiday menyerang inimahhhh hiks. Jgn santai2 bun tuh pikiran 5 lomba yg bakalan diikuti nemo. Lomba surat pendek al ikhlas (udah hampir hafal 90% belajar sama bapaknya), Lomba nyanyi lagu ibu kita kartini (ini kayanya masih 50% belom hafal2 bener), Lomba mewarnai (harus di briefing kalo mewarnai harus penuh nih haha), Lomba fashion show busana casual (terlalu general casual cemana deh ih kek ke emol? Haaa), Lomba fashion show baju adat (alhamdulillah dah dpt, sewa weh bingung beli2an sewa aja dah mayan keluar materinya huft). Sumpah buguruuuu knp bisa sebanyak itu ibuk lsg jangar mikirinnya nihhhh. Tiap keingetan lsg overthinking..
Yailaaaah malah curcol si ibuk!
Yaudahlah yg tadinya mager bgt ini abis nyetrika plus sarapan tiba2 ada mood buat ST wkwkwk meyjik kaan~ yaudah yg di aplikasi aja ST for runner yakan. Aku pilih menu yg ini aja wlpn bagian planknya skip bgt teu bisa yaa gustiii.
Alhamdulillah mayanlah keringetan, waktunya mandiii lalu jemput nona manis!
Dan hujan.. Udah diingetin sama suami di wa in katanya hujan bawa jas hujan nemo, trus aku pake jaket. Siapppp pak! Eeh ternyata pas nyampe jalan rasa berhenti, ujannya ngga begitu deras sih memang. Sepanjang jalan pajajaran lagi di betulin kan trotoarnya, mantaaaap tp ttp pedagang2 menuh2in, yg parkir jg sama, alhasil aku ttp melipir sampe pinggir jalan raya. Yah setidaknya ramah pejalan kaki deh wlpn ttp ngga maksimal.
Perbaikan trotoar. WO & steps today
Btw pergelangan tangan w itu kecil bgt, mau segendut2nya bb ku pergelangan tangan beneran cuma segitu. Sama kek jari jemari jg. Makanya paling gamau pake gelang kalopun pake kudu yg kecil bgt sama dengan jam tangan dari dulu selalu di bolong paling akhir atau malah bapak sampe bikin bolongan baru cuy. Kalo ngga sampe di potong lah strapnya. Hilihhhh..
3 notes
·
View notes