Tumgik
#Lembaga Pemantau Sosial dan Politik
madurapost · 1 day
Text
Alasan Popularitas Kiai Kholil Kalahkan Ra Baqir dan Fattah Jasin di Pilkada Pamekasan
PAMEKASAN, MaduraPost – Dalam kontestasi Pilkada Pamekasan 2024, nama Kholilurrahman atau Kiai Kholil tampak lebih dikenal dan populer di kalangan masyarakat dibandingkan dua calon lainnya, Muhammad Baqir Aminatullah atau Ra Baqir dan Fattah Jasin. Hal ini disampaikan oleh Syamsul Arifin, Ketua Lembaga Pemantau Sosial dan Politik (LPSP), yang mengamati perkembangan dinamika politik di Pamekasan…
0 notes
cheezesquizy · 1 year
Text
Denny JA dan Jejak Peradaban: Kisah Seorang Profesional yang Menginspirasi
Dalam dunia profesional, ada seorang individu yang telah berhasil menciptakan jejak peradaban yang menginspirasi banyak orang. Namanya adalah Denny JA. Sebagai seorang profesional yang memiliki banyak pengalaman dan prestasi, Denny JA telah membuktikan bahwa dengan ketekunan dan keuletan, siapa pun dapat mencapai kesuksesan dalam karier mereka. Artikel ini akan mengulas perjalanan hidup dan kisah inspiratif Denny JA, serta bagaimana jejak peradabannya telah mempengaruhi banyak orang. I. Latar Belakang Denny ja Denny ja lahir pada tanggal 9 Januari 1952 di Surabaya, Jawa Timur. Ia merupakan anak dari pasangan Saleh Ali dan Ruminiyah. Sejak kecil, Denny JA telah menunjukkan kecerdasan dan ketertarikannya dalam dunia sastra dan budaya. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA, ia melanjutkan studinya di Universitas Airlangga, Surabaya, dengan mengambil jurusan Sastra Jerman. Setelah lulus dari universitas, Denny JA memulai karier profesionalnya sebagai penerjemah dan jurnalis. Ia bekerja untuk berbagai media, termasuk majalah Tempo dan Kompas. Dalam perjalanan karier jurnalistiknya, ia sering menulis tentang isu-isu sosial dan politik yang kontroversial. Ketekunan dan kualitas tulisannya membuatnya menjadi salah satu jurnalis terkemuka di Indonesia. II. Keberhasilan dan Prestasi Denny JA Selain menjadi seorang jurnalis, Denny JA juga memiliki karier yang cemerlang dalam dunia sastra. Ia telah menulis banyak buku dan karya sastra yang mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat Indonesia. Beberapa karyanya yang terkenal antara lain "Pengakuan Pariyem", "Cinta di Dalam Gelas", dan "Hujan Pagi". Selain itu, Denny JA juga dikenal sebagai seorang pembicara dan motivator yang menginspirasi banyak orang. Ia sering diundang untuk memberikan ceramah dan seminar di berbagai institusi dan acara. Keahliannya dalam berbicara dan memberikan motivasi telah membuatnya menjadi sosok yang dicontoh oleh banyak orang, terutama para pemuda. III. Jejak Peradaban Denny JA Jejak peradaban yang telah diciptakan oleh Denny JA sangat luas dan beragam. Salah satu jejak peradabannya yang paling terkenal adalah pendirian Institut Survei Kedai Kopi (LSK) pada tahun 1990. LSK merupakan salah satu lembaga survei terkemuka di Indonesia yang telah memberikan kontribusi besar dalam memahami dan menganalisis situasi politik dan sosial di Indonesia. Selain itu, Denny JA juga terlibat dalam berbagai organisasi dan lembaga yang berfokus pada isu-isu sosial dan politik. Ia menjadi anggota Dewan Kordinasi Nasional Gerakan Mengkaji Perubahan (KAN GMP) dan juga pendiri dan anggota Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) pada tahun 1999. Melalui keterliburannya dalam organisasi-organisasi ini, Denny JA telah berkontribusi dalam memperkuat demokrasi dan memajukan masyarakat Indonesia. IV. Pengaruh dan Inspirasi Dalam perjalanan kariernya, Denny JA telah memberikan banyak inspirasi bagi banyak orang. Keuletannya dalam mengejar cita-citanya, kecerdasannya dalam berpikir, dan kemampuannya dalam berbicara telah memotivasi banyak orang untuk meraih kesuksesan dalam bidang yang mereka geluti. Banyak pemuda yang menganggap Denny JA sebagai panutan dan mencoba mengikuti jejaknya. Selain itu, Denny JA juga telah memberikan kontribusi besar dalam dunia pendidikan. Ia sering diundang sebagai pembicara di berbagai universitas dan sekolah untuk berbagi pengalaman dan pengetahuannya. Ia juga terlibat dalam berbagai program pengembangan pemuda dan pendidikan di Indonesia. V. Kesimpulan Denny JA adalah seorang profesional yang menginspirasi banyak orang melalui karya-karyanya dan kontribusinya dalam memajukan masyarakat Indonesia. Keberhasilannya dalam dunia jurnalistik, sastra, dan motivasi telah membuatnya menjadi sosok yang dihormati dan dicontoh oleh banyak orang. Jejak peradabannya yang luas dan beragam telah memberikan dampak positif dalam memahami dan memperbaiki situasi sosial dan politik di Indonesia. Denny JA adalah bukti nyata bahwa dengan tekad dan keuletan, siapa pun dapat mencapai kesuksesan dalam karier mereka.
Cek Selengkapnya: Denny JA dan Jejak Peradaban: Kisah Seorang Profesional yang Menginspirasi
0 notes
Text
Perempuan Dalam Pemberitaan Media Massa
Tumblr media
Oleh: Retno Ayu Lestari* Media massa merupakan wadah untuk mentransformasikan ide/gagasan dan pengetahuan, tak jarang perspektif dan pandangan yang diberikan oleh media mengandung stereotype mengenai perempuan. Media massa telah menduduki posisi sentral di Indonesia setelah lembaga eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Sebagai pilar keempat (the fourth estate) dalam tatanan negara, perspektif yang dibubuhkan oleh media massa menjadi suatu hal yang penting dan patut diperhitungkan. Media massa memang bukan hanya satu-satunya media yang digunakan untuk berkomunikasi tetapi peran dan fungsinya telah menjalar dan legal di masyarakat. Tak jarang, Pemberitaan-pemberitaan di media massa termasuk di media siber/online (new media) perspektif dan pandangan yang digunakan mengandung unsur aksen diskriminatif terhadap perempuan baik dari segi lingustik maupun simbolik (Suharyo, 2015: 9). Seperti yang dikemukakan Douglass Kellner, budaya media menunjuk pada sesuatu keadaan dimana tampilan audio visual atau tontonan/tayangan telah membantu merangkai kehidupan sehari-hari, mendominasi proyek-proyek hiburan, membentuk opini politik dan perilaku sosial, bahkan memberikan suplai materi untuk membentuk identitas seseorang (Budianto, 2002). Masyarakat sekarang sudah mengalami transformasi teknologi dan informasi dalam masyarakat yang majemuk dan masyarakat industri. Era industri 4.0 teknologi dan informasi berkembang pesat menghasilkan beberapa teknologi canggih seperti internet (internet of things), televisi, radio, film, dan bentuk-bentuk teknologi lainnya. Bambang Prakuso menulis “walau kasus perkosaan sudah dianggap biasa tetapi peristiwa perkosaan sangat menarik untuk diungkap”. Media bercorak kriminalitas (crime and sex) bahwa seks adalah sesuatu berita yang menarik apalagi terdapat implikasi kejahatan di dalamnya. Berita perkosaan dan pencabulan adalah berita yang valid serta mendapatkan tempat di headline-headline media massa terutama yang berbau sensasional. Citra perempuan dalam budaya patriarkal sebagai korban dan objek dalam kehidupan adalah citra yang telah ditempa sejak ratusan tahun silam. Dewasa ini, citra perempuan telah dibentuk melalui tulisan, film, lagu pop dan tayangan yang ada di layar kaca/televisi. Dalam melestarikan dan melanggengkan citra ini dalam tingkat yang paling gencar terdapat dalam media massa/siber (online), koran, majalah, tabloid dan sebagainya (Yatim, 1998: 190). Dalam pemberitaan di media siber, berita isu pelecehan dan kekerasan seksual kebanyakan dibuat oleh kaum lelaki. Mengapa demikian? Karena di dunia yang besar, buas dan keji ini laki-laki mendapat porsi paling besar untuk berkecimpung dalam kehidupan nyata (olahraga, pemerintahan, dan wartawan). Teks pemberitaan yang telah dibuat diedarkan oleh pria dan untuk pria, pembaca perempuan hanya efek sampingan. Perempuan hanya dibutuhkan ketika tubuh mereka dipampang dalam iklan dan kolom informasi menyajikan seputar perempuan (Yatim, 1998:190). Dalam pemberitaan media siber di Indonesia seperti media 'Lampu Hijau', kasus yang dibingkai seperti kasus perkosaan dengan judul “Baru Dua Bulan Macarin Janda, Bujang Tua Sudah Norak" dan "Gak Sanggup Nahan Syahwat, Anak Janda Diperkosa” mencoba mempersuasi masyarakat dan menempatkan perempuan (ibu dan anak) sebagai subjek dalam skenario pemberitaan yang menarik. Tentunya, berita tersebut akan mengulang kembali memori dan menjadi mimpi buruk kedua kalinya bagi para korban dan penyintas. Media juga cenderung memanipulasi keinginan masyarakat yang memiliki perspektif negatif maka ini menjadi peluang nilai jual yang ditawarkan oleh media. Normalisasi perkosaan yang dialami perempuan dibungkus oleh media menjadi suatu yang hal yang wajar seperti kegagahan laki-laki atau sesuatu yang nikmat. Media massa yang berhasil mengambil sudut pandang ramah terhadap korban bisa diihat pada pemberitaan BBC News UK yang mengemas pemberitaan Reynhard Sinaga. Reynhard Sinaga adalah mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh pendidikan doktoral di Manchester, Inggris. Reynhard didakwa atas kasus perkosaan yang telah dilakukan sebanyak 136 kali terhadap 48 korban yang berbeda, mencakup 159 kasus kekerasan seksual yang telah dilakukan dalam rentang waktu 1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017. Reynhard Sinaga telah menempuh sebanyak empat kali masa persidangan. Sidang bagian pertama dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2018 dan sidang terakhir dilaksanakan pada 20 Desember 2019. Media massa di Manchester, Inggris sendiri tidak mempublikasikan sebelum berakhirnya masa persidangan Reynhard. Dalam Manchester Evening News pertimbangan hakim dalam memberitakan kasus Reynhard adalah untuk melindungi para korban akibat trauma dan jalannya persidangan berjalan dengan adil serta polisi tidak merasa terhalangi untuk mengumpulkan bukti-bukti dan memastikan para korban dan saksi dapat memberikan keterangan di pengadilan. Dalam Panduan Peliputan Persidangan Organisasi Standar Pers Independen Inggris melarang jurnalis menulis tentang korban atau kerabat kasus kejahatan seksual, jika hal ini dilanggar maka pihak yang merasa dirugikan bisa melaporkan kepada pihak penegak hukum. Selain itu, media di Manchester, Inggris juga menghindari Trial by The Prees, dalam Tempo.co, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pers memiliki kemampuan menggiring opini untuk menghakimi tersangka melalui opini yang dibentuknya. Di media massa sendiri pemberitaan kasus kekerasan seksual ketika diberitakan secara berlebihan dan cenderung mengarah kepada informasi pribadi korban maka bentuk penghakiman akan mudah terjadi. Mekanisme yang bisa menjamin bahwa pelaku kekerasan seksual mendapatkan hukuman yang setimpal dan korban mendapatkan perlindungan atas hak-haknya adalah dengan menitikberatkan pengesahan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Media yang berhasil menangkap urgensi untuk pengesahan RUU PKS seperti media Tirto.id. Pemberitaan di BBC News UK menjadi contoh yang sangat baik dalam memberitakan kasus kekerasan seksual. BBC News UK bisa membuat berita yang bagus, ramah terhadap korban, memberikan informasi yang substansif dan tetap menarik untuk dibaca tanpa menilai dari sudut pandang korban dan informasi pribadinya. Selain itu, pemberitaan yang bagus akan tetap fokus untuk mengekspos pelaku sebagai pemerkosa yang membunuh integritas tubuh korban.   Sumber: Budianto Irmayanti. 2002. Media Budaya, Pascamodernisme dan Ideologi: Suatu Kajian Lintas Disiplin. Volume 4, No. 1. http://wacana.ui.ac.id/index.php/wjhi/article/view/256/244. Suharyo. 2015. Representasi Ideologi dan Kekuasaan Dalam Bahasa: Kajian Teks Media. HUMANIKA. Volume 22, No. 2. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika/article/view/11742. Ibrahim Idi, Hanif Susanto. 1998. Wanita dan Media: Konstruksi Ideologi Gender Dalam Ruang Publik Orde Baru. Bandung. PT: Remaja Rosdakarya Ilustrasi: pexels.com/AntonioDlllard (*) Penulis merupakan Ketua Umum Korps HMI-wati (KOHATI) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas ISIP Universitas Bengkulu Read the full article
1 note · View note
tobasatu · 4 years
Link
tobasatu.com, Jakarta | Masyarakat dan Pers Pemantau Pemilihan Umum (MAPPILU-PWI) mengingatkan para pihak, khususnya para kepala daerah, untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan atau abuse of power menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.
Bentuk penyalahgunaan kekuasaan itu antara lain dengan memanfaatkan pengucuran bantuan sosial kemanusiaan (politisasi bansos) terkait pandemi Virus Corona bagi korban Covid-19. 
Hal itu terjadi mengingat ada 224 kepala daerah petahana yang baru 1 periode dan hampir pasti mencalonkan diri kembali.
Selain itu, MAPPILU-PWI juga menyoroti masih adanya Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat  politik praktis dengan mendukung beberapa calon. 
Demikian benang merah dalam diskusi terbatas Pilkada Serentak  yang diselenggarakan MAPPILU-PWI di Kantor PWI, Gedung  Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (29/7/2020).
Diskusi antara lain dihadiri Ketua Umum PWI Atal S Depari, Sekjen PWI Mirza Zulhadi, Ketua Dewan Pakar MAPPILU-PWI Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Ketua MAPPILU-PWI Suprapto, dan beberapa pengurus PWI serta pengurus Mappilu-PWI.
“Saya kira, pers harus ikut mengawal agar Pilkada Serentak 2020 berjalan sesuai koridor hukum, mulai dari prapersiapan, persiapan, pelaksanaan, sampai penetapan pemenang. Pers sebagai pilar demokrasi keempat harus benar-benar menegakan demokrasi berjalan pada rel yang benar,” ujar Atal S Depari.
Sementara itu, Suprapto mengingatkan para petahana untuk tidak memanfaatkan  beberapa kemudahan regulasi terkait penanganan Covid-19 untuk kepentingan pribadi atau kelompok. 
“Kita tahu bahwa dengan alasan untuk penanganan Covid-19, maka kepala daerah bisa dengan mudah mengucurkan dana. Kalau ini tidak diawasi secara ketat, maka berpotensi terjadinya penyimpangan kekuasaan,” katanya.
Sementara itu, Ferry Kurnia Rizkiyansah yang juga mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyoroti 5 poin terkait Pilkada Serentak 2020 pada masa Covid-19 ini.
Point pertama, sampai saat ini, kondisi Covid-19  belum berakhir  dan belum bisa dipastikan kapan berakhirnya. Bahkan kalau kita melihat kurvanya masih terus bergerak naik dari hari ke hari. Jumlah yang terpapar Covid-19  sampai dengan 29 Juli 2020 mencapai 104.432 orang dan yang meninggal 4.975 orang.
Poin kedua, perlu terus didorong penyelenggaraan pilkada yang sehat dan ‘free and fair election’ dengan mengedepankan aspek penguatan demokrasi yang sehat juga terhindari dari ujaran kebencian, SARA, perpecahan, dan hoax. 
Point ketiga, memperhatikan aspek kualitas Pilkada : Aspek Kualitas Penyelenggaraan; tidak hanya saat pemungutan suara, tetapi  mulai dari persiapan dan pelaksanaan  agar menjadi satu kesatuan electoral process. Oleh karena itu tantangannya pada kepastian aturan/hukum, tahapan yang berubah, pemutakhiran daftar pemilih yang akurat, komprehensif dan mutakhir,  pencalonan (termasuk perseorangan), logistik yang habis pakai, kampanye dan pemungutan penghitungan suara serta rekapitulasi, terpenuhinya anggaran pilkada akibat covid-19 ini. 
Aspek kualitas penyelenggara pemilu: integritas, profesionalisme, kemandirian dan tata kelola penyelenggara dan kesiapan penyelenggara dengan aturan, sop dan protokol kerjanya yang menyangkut proses dan hasil pemilu. dan yang pasti penyelenggara juga harus terlindungi dan ada jaminan keselamatannya. 
Aspek Kualitas Peserta Pemilu : Mekanisme rekruitmen pasangan calon yang terbuka dan kesiapan mengikuti kontestasi serta integritas peserta pemilu. 
Aspek Kualitas Pemilih : tingkat partisipasi pemilih dan antusiasme pemilih dalam pilkada. Dalam hal ini trend golput bisa jadi semakin meningkat serta keselamatan pemilih dan ketidaksetaraan akses pada informasi. 
Point ke empat, munculnya ‘abuse of power’ pengelolaan bantuan sosial kemanusian (politisasi bansos) untuk penanganan covid-19 ini oleh oknum kepala daerah yang maju sebagai petahana, data menunjukkan hampir di 224 daerah petahana mencalonkan kembali, karena masih 1 periode. 
Selain itu oknum para calon kepala daerah, oknum ASN, kampanye terselubung yang ujungnya akan menimbulkan Politik biaya tinggi. Ini memerlukan aturan yang mengikat dan tentunya peran-peran Lembaga terkait seperti KPK, PPATK, KASN dan instansi di atasnya perlu turun untuk melakukan pengawasan. 
Munculnya calon tunggal, akibat minimnya kaderisasi parpol, pragmatisme parpol bahkan akibat tingginya biaya pilkada akibat pandemic covid ini serta ketidakpastian kontestasi. 
Dengan beberapa catatan tantangan tersebut, kata Ferry,  maka pertimbangan utama penyelenggara Pemilu betul-betul harus memperhatikan  keselamatan dan kesehatan publik (termasuk penyelenggara). 
Tetapi dengan tetap memperhatikan aspek demokrasi, yaitu partisipasi publik yang luas, kontestasi yang sehat, inklusifitas, kesetaraan dan akuntabilitas.
Dengan demikian, perlu ada penegasan beberapa hal secara teknikalitas, misalnya bagi KPU dan Bawaslu, sejauh mana regulasi/aturan yg disiapkan, rasionalisasi dan penambahan anggaran pilkada di daerah.
Selain itu, sejauh mana SOP dan bimtek yang didukung protokol covid/protokol kesehatan? Dan yang penting adalah sosialisasi yang dilakukan sehingga sampai kepada masyarakat luas. Termasuk menyiapkan mitigasi dan risk assestment dengan manajemen risiko yang menyeluruh dari mulai aturan main sampai teknis di lapangan. (ts/rel)
The post MAPPILU-PWI Ingatkan Petahana Tidak Gunakan Bantuan Covid-19 untuk Kepentingan Pilkada 2020 appeared first on tobasatu.com.
0 notes
Text
Makalah PKN: Kecurangan Dalam PILKADA
New Post has been published on http://gampangqq.link/makalah-pkn-kecurangan-dalam-pilkada/
Makalah PKN: Kecurangan Dalam PILKADA
title
Kecurangan Dalam PILKADA
Pemilihan kepala daerah secara langsung ternoda dengan banyaknya kasus kecurangan. Mahkaman Konstitusi bahkan menemukan kecurangan-kecurangan yang bersifat sistematik dari peserta hingga penyelenggaraan Pemilukada. Lantas apa langkah pemerintah, DPR dan KPU untuk menekan kecurangan dalam penyelenggaran pemilukada? Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga hukum konstitusi yang sering menjadi rujukan hukum sengketa pemilukada menuding ada kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Kecurangan itu dilakukan mulai dari peserta pemilu kepala daerah sampai ke pejabat penyelenggaraan pilkada. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, dari beberapa kasus kecurangan pemilukada yang dibawa ke MK, ditemukan ada sejumlah anggota panwaslu dan KPU yang terlibat dalam tindak kecurangan. Masalah pemenangan Pilkada mengandung latar belakang multidimensional. Ada yang bermotif harga diri pribadi (adu popularitas); Ada pula yang bermotif mengejar kekuasaan dan kehormatan; Terkait juga kehormatan Parpol pengusung; Harga diri Ketua Partai Daerah yang sering memaksakan diri untuk maju. Di samping tentu saja ada yang mempunyai niat luhur untuk memajukan daerah, sebagai putra daerah. Dalam kerangka motif kekuasaan bisa difahami. Pemenangan perjuangan politik seperti pemilu legislative atau pilkada eksekutif sangat penting untuk mendominasi fungsi-fungsi legislasi, pengawasan budget dan kebijakan dalam proses pemerintahan (the process of government) . Masalah lainnya sistem perekrutan calon KDH (Bupati, Wali kota, Gubernur) bersifat transaksional, dan hanya orang-orang yang mempunyai modal financial besar, serta popularitas tinggi, yang dilirik oleh partai politik, serta beban biaya yang sangat besar untuk memenangkan pilkada/pemilukada, akibatnya tidak dapat dielakan maraknya korupsi di daerah, untuk mengembalikan modal politik sang calon,serta banyak Perda-Perda yang bermasalah,dan memberatkan masyarakat dan iklim investasi.
1. Pengertian kejujuran dalam pilkada?
2. Bagaimanakah modus-modus kecurangan yang biasa terjadi dalam Pilkada?
3. Bagaimanakah penyelewengan-penyelewengan yang terjadi dalam Pilkada?
4. Bagaimanakah cara mencegah terjadinya kecurangan dalam Pilkada?
C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui pengertian kejujuran dan pilkada.
2. Mengetahui modus-modus kecurangan yang biasa terjadi dalam Pilkada.
3. Mengetahui penyelewengan- penyelewengan yang terjadi dalam Pilkada
4. Mengetahui cara mencegah terjadinya kecurangan dalam Pilkada.
A. Pengertian Kejujuran dalam Pilkada
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan haruis sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir malalui kata-kata atau perbuatan.
Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut pilkada atau pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum diberlakukannya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun sejak Juni 2005 Indonesia menganut system pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Pilkada langsung merupakan sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
Asas pemilihan Kepala Daerah merupakan prinsip-prinsip atau pedoman yang harus mewarnai proses penyelenggaraan pemilihan tersebut, asas berarti jalan atau sarana agar pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dapat terlaksana secara demokratis.
Adapun asas- asas dalam Pilkada antara lain sebagai berikut:
Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.
Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku berhak mengikuti pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna, menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh terhadap semua warga negara tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, pekerjaan dan status sosial.
Pengertian bebas dalam hal ini adalah setiap warga negara berhak memilih bebas menentukan pilihan tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati nurani dan kepentingannya.
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin kerahasiaannya oleh pihak manapun. Pemilih dapat memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
Dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung, setiap penyelenggara Pilkada, aparat pemerintah, calon atau peserta pemilkan Kepala Daerah, pengawas Pilkada, Pemantau Pilkada pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung, setiap pemilik dan calon atau peserta pilkada mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun, berdasarkan prinsip ini dihubungkan degan independensi pegawai negeri sipil dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah, maka jika ada oknum pegawai negeri terlibat langsung dalam proses pemilihan tersebut dapat dikatakan melanggar asas ini karena penekanan asas ini adalah perlakuan yang sama terhadap seluruh peserta atau calon Kepala Daerah yang bersaing dalam pemilihan Kepala Daerah.
B. Modus – modus kecurangan dalam PILKADA
a. Merekayasa Daftar Pemilih Tetap ( DPT )
1) Pertama ialah mengacak dan memecah pemilih sehingga seseorang justru terdaftar di TPS yang jauh dari rumahnya.
Harapannya, banyak orang yang malas mencoblos. Ini berarti ada banyak sisa surat suara yang tak terpakai dan bisa dicoblos sendiri sesuai dengan keinginan pemesan.
2) Kedua, menambahkan ghost voters (pemilih siluman).
Ada bermacam cara yang sering dipakai. Misalnya tidak menghapus daftar orang yang sudah meninggal, pindah, atau yang masih di bawah umur dalam DPT. Ada juga cara yang paling vulgar, yakni menambahkan nama yang benar-benar fiktif. Jumlahnya bisa dibuat sesuka hati, tapi biasanya disesuaikan dulu dengan densitas (kepadatan) dan demografi penduduk. “Kasarannya, bila ada daerah yang betul-betul sepi, tentu saja tidak akan ditambahkan ghost voters yang banyak. Pasti kentara,” paparnya.
3) Ketiga ialah menghilangkan nama dari DPT dengan memanfaatkan kacau-balaunya sistem administrasi kependudukan.
Tujuan penghilangan nama tentu saja merusak dan menggembosi basis lawan. Misalnya, yang berbuat curang adalah partai X dan ingin mencurangi partai Y. Maka, DPT di basis daerah Y bakal dikepras dan menimbulkan efek frustrasi yang dampaknya cukup kuat.
Selain mempermainkan DPT, modus kecurangan lainnya ialah merekayasa undangan coblosan. Banyak undangan coblosan yang tidak disampaikan kepada warga, tapi per TPS. Jumlahnya tidak besar. Antara lima sampai sepuluh undangan. Ini yang akan dicoblos sendiri. Jumlahnya memang terkesan kecil. Tapi, dari modus undangan saja, bisa terkumpul sekitar 50 ribu tambahan suara, dengan asumsi jumlah TPS mencapai 5 ribu titik.
b. Tindak kecurangan saat di TPS
Titik penting dalam pemilu adalah momen saat di TPS. Di sana paling rentan terjadi main-main. Namun, bila permasalahan di TPS sudah beres, akan lebih mudah melakukan perbaikan data jika ditemukan kecurangan.
1) Modus pertama kecurangan di TPS adalah pencoblosan sendiri yang dilakukan oknum KPPS.
Kecurangan di TPS selalu melibatkan KPPS dan tak mungkin dilakukan satu oknum saja. Minimal tiga petugas TPS yang terlibat. Tak mungkin main sendirian karena terlalu berisiko. Bila ada indikasi satu anggota KPPS curang, pasti temannya sesama KPPS di sana juga terlibat. Dengan memanfaatkan undangan yang tak disebar atau sudah mengincar sejumlah surat suara yang telah “dipesan”, KPPS pun akan mencoblosnya sendiri, pencoblosan itu dilakukan sendiri oleh KPPS saat jeda istirahat antara selesainya proses coblosan dan akan masuknya penghitungan suara. Jadi, saksi harus mengawasi semua anggota KPPS saat jeda atau makan. Karena itu sangat penting.
2) Modus kedua biasanya terjadi saat masa penghitungan suara atau ketika anggota KPPS menuliskan perolehan suara di kertas plano besar (formulir/form C2).
Juru tulis biasanya memanfaatkan kelengahan saksi saat pembacaan hasil. Sebab, biasanya saksi terpaku pada calon yang dia bela saja. Jadinya, mudah saja menambahkan suara ke lawan.
3) Yang ketiga adalah penyusunan berkas acara (mengisi form C1).
Form C1 inilah yang memegang peran krusial. Sebab, kelak dalam rekapitulasi di tingkat panitia pemilihan kecamatan (PPK) hingga KPU, berkas form C1 itulah yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung, bukan surat suara. Di form tersebut terdapat data mengenai jumlah surat suara, surat suara sah, surat suara tidak sah, hingga sisa surat suara. Sering kali sisa surat suara bisa dikurangi sehingga ada tambahan puluhan atau ratusan surat suara yang bisa di-entry untuk memenangkan salah satu calon.
c. Rekapitulasi Suara dari TPS hingga KPU
Setelah “bermain-main” di DPT dan TPS, inilah saatnya “mendulang suara” pada saat rekapitulasi. Caranya ialah menyiasati habis-habisan mekanisme rekapitulasi yang ada.
Begini prosedurnya. Dari TPS, rekap suara langsung dilakukan di PPK (tingkat kecamatan). Namun, entry data dilakukan PPS (petugas setingkat kelurahan). Entry data itu dilakukan dengan melihat C1 dan membuka kertas plano penghitungan. Dalam pelaksanaannya, entry data tersebut dilakukan secara manual di komputer, sebelum hasil rekapitulasi per PPS dipaparkan untuk penyusunan C1 di tingkat kecamatan. Dengan mekanisme seperti itu, banyak penyiasatan yang bisa terjadi.
1) Modus pertama, KPPS bekerja sama dengan PPS.
Setelah penghitungan suara di tingkat TPS kelar, anggota KPPS langsung menghubungi anggota PPS dan menyebutkan telah melakukan penambahan sisa surat suara misalnya. Maka, anggota PPS yang sudah ikut bermain langsung menyiapkan plano pengganti yang sesuai dengan form C1 akal-akalan dari TPS tersebut. Jadi, plano asli dari TPS dibuang dan sudah disiapkan kertas plano baru untuk rekap di tingkat PPK.
2) Kedua adalah saat entry data.
Petugas entry data kadang asal memasukkan angka. Pernah terjadi, beralasan mengantuk, seorang petugas entry data memasukkan angka yang seharusnya 475, jadi 4747. Ketika dipergoki, alasan ngantuk dan angka 47-nya kepencet dua kali.
3) Ketiga ialah langsung memasukkan data ngawur.
Misalnya, di tingkat PPK tiba-tiba jumlah surat suara yang tidak sah menurun. Misalnya 5 ribu jadi 4 ribu. Tim sukses pun pasti kelabakan mengeceknya karena harus membuka satu-satu lagi data per TPS. Belum kelar mengecek, tiba-tiba proses sudah selesai dengan alasan waktu. Pihak KPU atau PPK tinggal mempersilakan tim pemenangan yang tak puas untuk melapor ke panwas.
C. Penyelewengan- penyelewengan dalam Pilkada
Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan penulis yaitu desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang.
Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini, biaya itu.
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.
c. Pendahuluan Start Kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan visi misinya dalam acara tersbut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.
D. Mencegah terjadinya Kecurangan dalam Pilkada
Beberapa hal perlu diperhatikan oleh penyelenggara, peserta dan masyarakat dalam upaya meminimalisir kecurangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan Pemilu.
1) Daftar Pemilih Tetap (DPT); Potensi kecurangan dapat diminimalisir dengan ikut berperan aktif dalam memeriksa dan melaporkan bila terdapat pemilih yang belum terdaftar, pemilih ganda atau terdaftar lebih dari satu kali, pemilih dari unsur TNI/Polri, pemilih yang tidak lagi memenuhi syarat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Untuk dapat melakukan hal tersebut, harus pula dipahami tata cara pemutakhiran data pemilih pemilu sebagaimana yang telah diatur dalam Keputusan KPU Nomor 12 Tahun 2010.
2) Money Politik; Meskipun relatif sulit ditemukan bukti-bukti kecurangan model ini, kesaksian penerima uang sangat berarti dalam mengungkapkan praktek money politik atau jual-beli suara ini. Perlu dilakukan upaya serius dan upaya membangun kesadaran politik masyarakat untuk bersedia mengungkap praktek yang menjadi cikal-bakal perbuatan korup para pejabat negara ini.
3) Penggunaan surat suara Pemilu yang tidak terpakai untuk menambah perolehan suara calon tertentu; Kecurangan model ini mudah untuk diantisipasi manakala pada saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara dilangsungkan di TPS, para saksi, pemantau dan juga masyarakat bisa langsung meminta kepada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memberi tanda silang atau men-centang surat suara yang tidak terpakai dan yang rusak dengan spidol atau pena dan memasukkannya di Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara seperti yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2010.
4) Terlibatnya secara masif aparat pemerintahan dalam pemenangan calon tertentu, menggiring suara pemilih dan terkadang juga mendikte pemilih untuk memilih calon tertentu. Kecurangan model ini bisa diantisipasi dengan memberi teguran langsung kepada pejabat, PNS, aparat negara lainnya atau melaporkannya kepada Pengawas Pemilu (Panwaslu). Rekam aksi para aparat pemerintah yang disinyalir melakukan kampanye bagi pemenangan calon tertentu, kumpulkan bukti-bukti dan kesaksian yang relevan untuk itu dan melaporkanya kepada Panwas Pemilu untuk diambil tindakan sebagaimana mestinya. Pelaksanaan kampanye Pemilu diatur dalam Keputusan KPU Nomor 69 tahun 2009.
5) Berubahnya perolehan suara pada saat rapat pleno penghitungan suara dilakukan. Potensi kecurangan Pemilu dengan merubah perolehan suara ini sesungguhnya tidak mungkin dilakukan apabila para saksi, pemantau dan pengawas pemilu bekerja sesuai SOP-nya. Bila pun masih terjadi, berarti telah terdapat kesepakatan dari unsur-unsur yang terlibat untuk melakukan pelanggaran dimaksud. Untuk mengantisipasi kecurangan model ini, menurut hemat penulis cuma ada satu cara, amati dengan seksama perolehan suara yang terdapat dalam surat suara dan cocokkan dengan hasil rekapitulasinya sebelum Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara di TPS ditandatangani. Untuk para saksi dan pengawas Pemilu, minta salinan Berita Acara berikut lampiranya untuk kemudian dibawa dan dicocokkan pada saat rekapitulasi dilakukan di jajaran penyelenggara selanjutnya.
Kecurangan Pemilu terjadi bukan saja karena terbukanya peluang untuk itu, tetapi juga karena kurangnya kesadaran serta pemahaman akan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
1. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut pilkada atau pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat.
2. Modus – modus kecurangan dalam Pilkada: Merekayasa Daftar Pemilih Tetap ( DPT ), Tindak kecurangan saat di TPS, dan Rekapitulasi Suara dari TPS hingga KPU.
3. Penyelewengan- penyelewengan dalam Pilkada: Money Politik, Intimidasi, Pendahuluan start kampanye, dan Kampanye negatif.
4. Mencegah terjadinya Kecurangan dalam Pilkada: Daftar Pemilih Tetap (DPT); Money Politik; Penggunaan surat suara Pemilu yang tidak terpakai untuk menambah perolehan suara calon tertentu; yang
Terlibatnya secara masif aparat pemerintahan dalam pemenangan calon tertentu, menggiring suara pemilih dan terkadang juga mendikte pemilih untuk memilih calon tertentu. Berubahnya perolehan suara pada saat rapat pleno penghitungan suara dilakukan.
Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita dapat meminimalkan kendala- kendala itu. Untuk itu diperlukan peranserta masyarakat karena ini tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalah yang timbul karena pilkada antara lain :
Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya konflik.
Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap calon yang lain. Memilih dengan hati nurani.
Dalam memilih calon Kepala Daerah kita harus memilih dengan hati nurani sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pilkada dapat terlaksana dengan baik dan tidak terjadi lagi kecurangan- kecurangan dalam Pilkada.
Salossa, Daniel S. 2005. Mekanisme, Persyaratan, dan Tatacara Pilkada Langsung Menurut Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemeerintahan Daerah. Yogyakarta: Media Pressindo.
Source
0 notes
majalahforbes-blog · 6 years
Text
Pengadilan Singapura Adili Aktivis atas Komentar di Facebook
Forbes - Pengadilan Singapura mengadili seorang pegiat HAM dan seorang politikus oposisi atas penghinaan terhadap pengadilan dengan hukuman penjara maksimum tiga tahun setelah mengunggah komentar di Facebook. Keputusan pengadilan yang diambil Selasa (9/10) ini adalah keputusan pertama di bawah peraturan baru Singapura. Pengadilan Tinggi negara itu menyatakan Jolovan Wham, pengkritik pemerintah, dan John Tan, anggota partai Demokrat Singapura yang merupakan oposisi, bersalah "menghina badan peradilan" lewat komentar-komentar mereka di media sosial. Unggahan Wham dan Tan "memiliki risiko yang bisa membuat kepercayaan masyarakat terhadap badan yudikatif menurun," kata Hakim Woo Bih Li saat membacakan keputusannya. Unggahan Wham "meragukan integritas dan imparsialitas hakim-hakim Singapura, dan juga pengadilan Singapura" karena menyiratkan bahwa hakim-hakim tidak independen dan merupakan bagian dari pemerintah, tambah hakim Woo. Sementara unggahan Tan, kata Woo, mendukung pernyataan-pernyataan yang juga meragukan integritas pengadila. Jaksa Agung Singapura mengatakan hukuman ini merupakan keputusan pertama yang didasarkan pada Hukum (Perlindungan) Administrasi Kehakiman yang mulai berlaku tahun lalu. Kedua terdakwa akan dijatuhi hukuman pada sidang tanggal 7 November mendatang. Ancaman hukuman atas pelanggaran hukum baru itu adalah hingga US$72 ribu selain hukuman penjara maksimum tiga tahun. Setelah keputusan itu dijatuhkan, Wham menggunggah pernyataan di Facebook bahwa dia akan menunggu hukuman yang akan dijatuhkan padanya. Sementara itu, partai Tan tak punya wakil di parlemen Singapura yang didominasi oleh Partai Aksi Rakyat. Pengacara Wham, Eugene Thuraisingam, mengatakan bahwa kliennya tidak melakukan penghinaan terhadap peradilan karena ia "hanya membandingkan kemandirian relatif" hakim-hakim di wilayah yang berbeda. Meski begitu, ia mengatakan Wham belum memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak. Lembaga pemantau HAM Human Rights Watch yang berbasis di New York mendesak Singapura untuk mencabut peraturan yang menurut mereka membatasi kebebasan berbicara dan berkumpul, yang berarti melanggar hak-hak dasar. "Dengan menggunakan hukum ini dalam kasus pengadilan melawan aktivis politik, pemerintah Singapura dengan jelas melanggar kebebasan berekspresi," kata Phil Robertson, wakil direktur HRW Asia. Read the full article
0 notes
malangtoday-blog · 6 years
Photo
Tumblr media
750 Relawan Siap Pantau Pilkada di Kota Malang
MALANGTODAY.NET - Lembaga Pemantau Pemilu (LPP), Rumah Keadilan berkomitmen untuk terlibat dalam mengawal proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Rabu (27/6) nanti. Lembaga pemantau independent yang sudah resmi diakui oleh KPU Kota Malang ini, bahkan siap mengerahkan 750 relawan. Koordinator LBH Rumah Keadilan, Ladito Bagaskoro mengatakan, pilkada menjadi penting untuk dipantau dan diawasi karena menjadi indikator dari sebuah negara demokrasi. Baca Juga: KPU Ajak Warga Binaan LP Lowokwaru Ikuti Pilkada "Pilkada ini institusi politik atau proses yang dianggap paling baik untuk pergantian pemimpin di sebuah daerah dengan cara yang jujur dan adil," kata dia kepada MalangTODAY.net, Senin (25/6). Tim pemantau pilkada ini, lanjut dia, terdiri atas mahasiswa, masyarakat umum, dan civil society lainnya yang telah terdaftar dan sudah terlatih seperti pemantauan kampanye melalui media sosial. Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2017, tim pemantau ini memiliki hak yakni mendapatkan akses di wilayah Pemilihan, mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan, mengamati dan mengumpulkan informasi jalannya proses pelaksanaan Pemilihan dari tahap awal sampai tahap akhir, berada di lingkungan tempat pemungutan suara pada hari pemungutan suara dan memantau jalannya proses pemungutan dan penghitungan suara. Baca Juga: Keamanan Jadi Fokus, Kabupaten Kota Malang Siap Sukseskan Pilgub Jatim Selain itu pemantau juga mendapat akses informasi dari KPU, KPU Provinsi/KIP dan KPU/KIP Kabupaten/Kota dan menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan Pemantauan Pemilihan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilihan. "Mereka nanti akan disebar di 5 Kecamatan dan 57 kelurahan di Kota Malang," lanjut Ladito. Lima hal penting yang menjadi tugas adalah sebagai berikut: Baca Juga: Tak Liburkan Karyawan Saat Pilkada Serentak, Perusahaan Kena Sanksi Ini!
Memastikan bahwa kotak suara dan isinya dibuka tepat waktu dan isinya benar.
Memastikan surat suara digunakan oleh pemilih yang benar.
Memastikan bahwa setelah surat suara digunakan tidak ada sisa surat suara yang disalahgunakan.
Memastikan surat suara dihitung dengan benar.
Memastikan hasil penghitungan suara benar dan dimasukkan ke dalam kotak suara dengan benar serta dibawa ke PPK termasuk C1 Elektroniknya dengan aman.
Reporter   : Rahmat Mashudi Prayoga Editor        : Dian Tri Lestari
Source : https://malangtoday.net/malang-raya/750-relawan-siap-pantau-pilkada-di-kota-malang/
MalangTODAY
0 notes
Text
Birokrasi Rawan Pecah Saat Pilbup, Awas Penggunaan Dana Desa-koranmemo.com
New Post has been published on http://koranmemo.com/birokrasi-rawan-pecah-saat-pilbup-awas-penggunaan-dana-desa/
Birokrasi Rawan Pecah Saat Pilbup, Awas Penggunaan Dana Desa
Jombang, koranmemo.com – Suhu politik menjelang Pemilihan Bupati (Pilbup) Jombang 2018 kian terasa. Dua tokoh yang saat ini sebagai “penguasa” di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang, yakni Bupati Nyono Suharli Wihandoko dan Wakil Bupati (Wabup) Hj. Mudjidah Wahab, hampir pasti mencalonkan diri dan akan berhadap-hadapan pada pesta demokrasi mendatang.
Kondisi politik tersebut dikhawatirkan akan berdampak pada pecahnya birokrasi di internal Pemkab Jombang. Karena sangat mungkin kedua tokoh tersebut memiliki pengaruh di dalam birokrasi yang bisa  berdampak pada ketidakharmonisan roda pemerintahan.
Kondisi ini menjadi perhatian kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati pemerintahan di Kota Santri. Salah satunya adalah Lembaga Pemantau Penyelenggaraan Negara Republik Indonesia (LPPNRI) Jombang.
“Kalau (birokrasi) macet saya kira ndak, kalau pecah mungkin. Dan ini tidak bisa ditutup-tutupi. Ketika nanti ada arus yang berbeda, mereka akan ada ketakutan jangan-jangan nanti dimutasi, nah ini akan menjadi bola salju yang tinggal tunggu waktu,” kata Ketua LPPNRI Jombang, Eko Nugroho kepada wartawan, Senin (2/10).
Selain dikhawatirkan terjadi perpecahan dalam birokrasi yang berujung ketidakharmonisan roda pemerintahan, kekhawatiran akan terjadinya penggunaan desa sebagai area “perang” politik pun mengemuka.
“Apalagi di wilayah pemerintahan desa. Kalau 306 desa itu dipakai sebagai ajang perang, mereka akan saling klaim. Apa yang akan dijadikan domain persoalan, tentunya adalah laporan-laporan pertanggungjawaban terkait Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD), hal ini akan rawan politisasi,” ujar Eko.
Menurutnya, kecenderungan perpecahan di birokrasi ini memang agak sulit untuk di minimalisir karena kontrol dari internal Pemerintahan Jombang juga di perkirakan juga ikut melemah.
“Yang paling mungkin untuk mengontrol (perpecahan birokrasi) hal itu adalah kekuatan kontrol sosial. Institusi di internal Pemkab Jombang yang masih bisa di harapkan untuk fungsi kontrol pelayananan adalah Inspektorat,” tandasnya.
Reporter: Agung Pamungkas
Editor: Achmad Saichu
0 notes
laga99 · 7 years
Text
Akun instagram resmi Dewan Perwakilan Rakyat, @DPR_RI, Rabu (19/7/2017) memancing komentar warganet. Ribuan komentar membanjiri dua postingan yang menyinggung soal Komisi Pemberantasan Korupsi. Postingan pertama soal KPK sebuah foto dengan tulisan "Mega Korupsi KPK Diam Saja". Pada postingan tersebut, mencantumkan kutipan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) soal indikasi kerugian keuangan negara dari kasus Pelindo II. Sementara, foto kedua bertuliskan "KPK Kerjanya Nguping". Pada postingan foto ini, mengutip pernyataan Koordinator Komite Aksi Pemantau Hak Angket KPK (Kompak), M Amin Fahrudin. Kutipan tersebut menyinggung soal penyadapan yang dilakukan KPK dan Operasi Tangkap Tangan KPK. Hingga Kamis (20/7/2017) pagi, tercatat lebih dari 2.000 komentar pada postingan ini. Dua unggahan ini memancing reaksi warganet di tengah sorotan atas kinerja DPR terkait pembentukan Pansus Angket KPK dan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Kritik warganet Sebagian besar komentar mempertanyakan dua foto yang diunggah @DPR_RI karena merupakan akun resmi lembaga perwakilan rakyat tersebut. Mereka menilai, tak pantas jika akun resmi lembaga negara menyerang lembaga lain. Salah satunya dari pemilik akun instagram @riannazheid. "Ini akun IG resmi DPR bukan sih? Kok tidak mencerminkan kewibawaan ya. Jadi aneh," kata dia. Sebagian warganet lainnya menilai, unggahan @DPR_RI itu bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian, yang alih-alih menyatukan perbedaan di masyarakat, tetapi justru memperuncing keadaan. "Agak kecewa. Tidak seharusnya lembaga negara menebar kebencian melalui media soaial seperti ini. Jika ada suatu permasalahan maka harus diselesaikan secara TUN. Jangan malah menjelek-jelekan satu sama lain," ujar pemilik akun @renoiqbalsah. Ada juga yang menilai sikap DPR tersebut sebagai respons atas pengusutan kasus korupsi e-KTP di KPK. "Ini DPR tambah lama tambah ngaco efek kasus ektp kayaknya wkwk. Akun resmi postingannya ginian? Nyinyir ke lembaga lain apa pantas? Harusnya saling dukung. Kalau mau mendukung memberantas korupsi kalian bantu dengan merevisi undang-undang yang memperberat hukuman bagi para koruptor. Sekalian kasih yang paling minimal 15 tahun dan maksimal hukuman mati. Itu baru wakil rakyat. Kalau sekarang sih bukan wakil rakyat, lah wong mayoritas rakyat saja mendukung KPK," tutur pemilik akun @budii_prass. Selain itu, beberapa warganet menduga postingan tersebut bukan inisiatif pihak DPR, tetapi salah satu pihak yang kutipannya dicantumkan. "Aku cuma mau tanya, itu yang suruh posting siapa ya? Inisiatif mimin @DPR_RI atau pak m amin fahtudin sih? *ketawa nangis*" kata pemilik akun @agungsugiartoas. Tak etis Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai unggahan pada akun Instagram resmi institusi DPR RI tersebut tak etis. Dua foto itu, menurut dia, terkesan menyerang komisi anti-rasuah pada saat KPK tengah getol membongkar skandal e-KTP. "Tindakan tersebut tidak etis," kata Donal saat dihubungi. Menurut Donal, kesan politis terlihat dari postingan itu karena Koordinator Kompak, M Amin Fahrudin, merupakan orang kepercayaan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Donal mengatakan, Fahri menjadi salah satu penggagas hak angket KPK sekaligus salah satu politisi yang paling "rajin" mengkritik lembaga tersebut. "Amin Fahrudin itu merupakan orang kepercayaan Fahri Hamzah, sehingga ada kesan pertanyaan tersebut mewakili politisi-politisi yang tidak senang terhadap KPK," ujar Donal. Tanggapan tim sosmed DPR Dua postingan itu diunggah langsung oleh tim sosial media, Bagian Pemberitaan DPR RI. Kepala Biro Pemberitaan DPR, Djaka Dwi Winarko, menanggapi santai pro-kontra yang timbul di masyarakat akibat postingan tersebut. Menurut dia, hal itu sekaligus menjadi diskursus bersama. Kutipan yang diambil dari pernyataan pihak di luar parlemen, kata Djaka, merupakan suara yang juga disalurkan oleh pihak masyarakat. Ia juga tak sepakat jika hal itu dianggap kampanye hitam Pansus Hak Angket KPK. "Menyalurkan diskursus di masyarakat kan berbagai macam pendapat, dari pakar juga, berbagai macam pendapat. Ya enggak apa-apa nanti biar publik kan juga menilai," kata Djaka, saat dihubungi. Djaka juga membantah jika postingan tersebut digunakan sebagai media untuk menyerang KPK. "Enggak, enggak. Itu kan bagian, sebagai diskursus publik," kata dia. Meski demikian, baik komentar positif maupun negatif menjadi masukan bagi bagian pemberitaan untuk mengunggah konten-konten pada masa yang akan datang. "Ada reaksi, pendapat, saran, kritik. Pasti menjadi bagian dari evaluasi kami," kata Djaka.
Akun instagram resmi Dewan Perwakilan Rakyat, @DPR_RI, Rabu (19/7/2017) memancing komentar warganet. Ribuan komentar membanjiri dua postingan yang menyinggung soal Komisi Pemberantasan Korupsi. Postingan pertama soal KPK sebuah foto dengan tulisan “Mega Korupsi KPK Diam Saja”. Pada postingan tersebut, mencantumkan kutipan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) soal indikasi kerugian keuangan negara dari kasus Pelindo II. Sementara, foto kedua bertuliskan “KPK Kerjanya Nguping”. Pada postingan foto ini, mengutip pernyataan Koordinator Komite Aksi Pemantau Hak Angket KPK (Kompak), M Amin Fahrudin. Kutipan tersebut menyinggung soal penyadapan yang dilakukan KPK dan Operasi Tangkap Tangan KPK. Hingga Kamis (20/7/2017) pagi, tercatat lebih dari 2.000 komentar pada postingan ini. Dua unggahan ini memancing reaksi warganet di tengah sorotan atas kinerja DPR terkait pembentukan Pansus Angket KPK dan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Kritik warganet Sebagian besar komentar mempertanyakan dua foto yang diunggah @DPR_RI karena merupakan akun resmi lembaga perwakilan rakyat tersebut. Mereka menilai, tak pantas jika akun resmi lembaga negara menyerang lembaga lain. Salah satunya dari pemilik akun instagram @riannazheid. “Ini akun IG resmi DPR bukan sih? Kok tidak mencerminkan kewibawaan ya. Jadi aneh,” kata dia. Sebagian warganet lainnya menilai, unggahan @DPR_RI itu bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian, yang alih-alih menyatukan perbedaan di masyarakat, tetapi justru memperuncing keadaan. “Agak kecewa. Tidak seharusnya lembaga negara menebar kebencian melalui media soaial seperti ini. Jika ada suatu permasalahan maka harus diselesaikan secara TUN. Jangan malah menjelek-jelekan satu sama lain,” ujar pemilik akun @renoiqbalsah. Ada juga yang menilai sikap DPR tersebut sebagai respons atas pengusutan kasus korupsi e-KTP di KPK. “Ini DPR tambah lama tambah ngaco efek kasus ektp kayaknya wkwk. Akun resmi postingannya ginian? Nyinyir ke lembaga lain apa pantas? Harusnya saling dukung. Kalau mau mendukung memberantas korupsi kalian bantu dengan merevisi undang-undang yang memperberat hukuman bagi para koruptor. Sekalian kasih yang paling minimal 15 tahun dan maksimal hukuman mati. Itu baru wakil rakyat. Kalau sekarang sih bukan wakil rakyat, lah wong mayoritas rakyat saja mendukung KPK,” tutur pemilik akun @budii_prass. Selain itu, beberapa warganet menduga postingan tersebut bukan inisiatif pihak DPR, tetapi salah satu pihak yang kutipannya dicantumkan. “Aku cuma mau tanya, itu yang suruh posting siapa ya? Inisiatif mimin @DPR_RI atau pak m amin fahtudin sih? *ketawa nangis*” kata pemilik akun @agungsugiartoas. Tak etis Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai unggahan pada akun Instagram resmi institusi DPR RI tersebut tak etis. Dua foto itu, menurut dia, terkesan menyerang komisi anti-rasuah pada saat KPK tengah getol membongkar skandal e-KTP. “Tindakan tersebut tidak etis,” kata Donal saat dihubungi. Menurut Donal, kesan politis terlihat dari postingan itu karena Koordinator Kompak, M Amin Fahrudin, merupakan orang kepercayaan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Donal mengatakan, Fahri menjadi salah satu penggagas hak angket KPK sekaligus salah satu politisi yang paling “rajin” mengkritik lembaga tersebut. “Amin Fahrudin itu merupakan orang kepercayaan Fahri Hamzah, sehingga ada kesan pertanyaan tersebut mewakili politisi-politisi yang tidak senang terhadap KPK,” ujar Donal. Tanggapan tim sosmed DPR Dua postingan itu diunggah langsung oleh tim sosial media, Bagian Pemberitaan DPR RI. Kepala Biro Pemberitaan DPR, Djaka Dwi Winarko, menanggapi santai pro-kontra yang timbul di masyarakat akibat postingan tersebut. Menurut dia, hal itu sekaligus menjadi diskursus bersama. Kutipan yang diambil dari pernyataan pihak di luar parlemen, kata Djaka, merupakan suara yang juga disalurkan oleh pihak masyarakat. Ia juga tak sepakat jika hal itu dianggap kampanye hitam Pansus Hak Angket KPK. “Menyalurkan diskursus di masyarakat kan berbagai macam pendapat, dari pakar juga, berbagai macam pendapat. Ya enggak apa-apa nanti biar publik kan juga menilai,” kata Djaka, saat dihubungi. Djaka juga membantah jika postingan tersebut digunakan sebagai media untuk menyerang KPK. “Enggak, enggak. Itu kan bagian, sebagai diskursus publik,” kata dia. Meski demikian, baik komentar positif maupun negatif menjadi masukan bagi bagian pemberitaan untuk mengunggah konten-konten pada masa yang akan datang. “Ada reaksi, pendapat, saran, kritik. Pasti menjadi bagian dari evaluasi kami,” kata Djaka.
KenikmatanPria.com – Akun instagram resmi Dewan Perwakilan Rakyat, @DPR_RI, Rabu (19/7/2017) memancing komentar warganet.
Ribuan komentar membanjiri dua postingan yang menyinggung soal Komisi Pemberantasan Korupsi.
Postingan pertama soal KPK sebuah foto dengan tulisan “Mega Korupsi KPK Diam Saja”.
Pada postingan tersebut, mencantumkan kutipan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) soal indikasi…
View On WordPress
0 notes
Text
Akun instagram resmi Dewan Perwakilan Rakyat, @DPR_RI, Rabu (19/7/2017) memancing komentar warganet. Ribuan komentar membanjiri dua postingan yang menyinggung soal Komisi Pemberantasan Korupsi. Postingan pertama soal KPK sebuah foto dengan tulisan "Mega Korupsi KPK Diam Saja". Pada postingan tersebut, mencantumkan kutipan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) soal indikasi kerugian keuangan negara dari kasus Pelindo II. Sementara, foto kedua bertuliskan "KPK Kerjanya Nguping". Pada postingan foto ini, mengutip pernyataan Koordinator Komite Aksi Pemantau Hak Angket KPK (Kompak), M Amin Fahrudin. Kutipan tersebut menyinggung soal penyadapan yang dilakukan KPK dan Operasi Tangkap Tangan KPK. Hingga Kamis (20/7/2017) pagi, tercatat lebih dari 2.000 komentar pada postingan ini. Dua unggahan ini memancing reaksi warganet di tengah sorotan atas kinerja DPR terkait pembentukan Pansus Angket KPK dan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Kritik warganet Sebagian besar komentar mempertanyakan dua foto yang diunggah @DPR_RI karena merupakan akun resmi lembaga perwakilan rakyat tersebut. Mereka menilai, tak pantas jika akun resmi lembaga negara menyerang lembaga lain. Salah satunya dari pemilik akun instagram @riannazheid. "Ini akun IG resmi DPR bukan sih? Kok tidak mencerminkan kewibawaan ya. Jadi aneh," kata dia. Sebagian warganet lainnya menilai, unggahan @DPR_RI itu bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian, yang alih-alih menyatukan perbedaan di masyarakat, tetapi justru memperuncing keadaan. "Agak kecewa. Tidak seharusnya lembaga negara menebar kebencian melalui media soaial seperti ini. Jika ada suatu permasalahan maka harus diselesaikan secara TUN. Jangan malah menjelek-jelekan satu sama lain," ujar pemilik akun @renoiqbalsah. Ada juga yang menilai sikap DPR tersebut sebagai respons atas pengusutan kasus korupsi e-KTP di KPK. "Ini DPR tambah lama tambah ngaco efek kasus ektp kayaknya wkwk. Akun resmi postingannya ginian? Nyinyir ke lembaga lain apa pantas? Harusnya saling dukung. Kalau mau mendukung memberantas korupsi kalian bantu dengan merevisi undang-undang yang memperberat hukuman bagi para koruptor. Sekalian kasih yang paling minimal 15 tahun dan maksimal hukuman mati. Itu baru wakil rakyat. Kalau sekarang sih bukan wakil rakyat, lah wong mayoritas rakyat saja mendukung KPK," tutur pemilik akun @budii_prass. Selain itu, beberapa warganet menduga postingan tersebut bukan inisiatif pihak DPR, tetapi salah satu pihak yang kutipannya dicantumkan. "Aku cuma mau tanya, itu yang suruh posting siapa ya? Inisiatif mimin @DPR_RI atau pak m amin fahtudin sih? *ketawa nangis*" kata pemilik akun @agungsugiartoas. Tak etis Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai unggahan pada akun Instagram resmi institusi DPR RI tersebut tak etis. Dua foto itu, menurut dia, terkesan menyerang komisi anti-rasuah pada saat KPK tengah getol membongkar skandal e-KTP. "Tindakan tersebut tidak etis," kata Donal saat dihubungi. Menurut Donal, kesan politis terlihat dari postingan itu karena Koordinator Kompak, M Amin Fahrudin, merupakan orang kepercayaan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Donal mengatakan, Fahri menjadi salah satu penggagas hak angket KPK sekaligus salah satu politisi yang paling "rajin" mengkritik lembaga tersebut. "Amin Fahrudin itu merupakan orang kepercayaan Fahri Hamzah, sehingga ada kesan pertanyaan tersebut mewakili politisi-politisi yang tidak senang terhadap KPK," ujar Donal. Tanggapan tim sosmed DPR Dua postingan itu diunggah langsung oleh tim sosial media, Bagian Pemberitaan DPR RI. Kepala Biro Pemberitaan DPR, Djaka Dwi Winarko, menanggapi santai pro-kontra yang timbul di masyarakat akibat postingan tersebut. Menurut dia, hal itu sekaligus menjadi diskursus bersama. Kutipan yang diambil dari pernyataan pihak di luar parlemen, kata Djaka, merupakan suara yang juga disalurkan oleh pihak masyarakat. Ia juga tak sepakat jika hal itu dianggap kampanye hitam Pansus Hak Angket KPK. "Menyalurkan diskursus di masyarakat kan berbagai macam pendapat, dari pakar juga, berbagai macam pendapat. Ya enggak apa-apa nanti biar publik kan juga menilai," kata Djaka, saat dihubungi. Djaka juga membantah jika postingan tersebut digunakan sebagai media untuk menyerang KPK. "Enggak, enggak. Itu kan bagian, sebagai diskursus publik," kata dia. Meski demikian, baik komentar positif maupun negatif menjadi masukan bagi bagian pemberitaan untuk mengunggah konten-konten pada masa yang akan datang. "Ada reaksi, pendapat, saran, kritik. Pasti menjadi bagian dari evaluasi kami," kata Djaka.
Akun instagram resmi Dewan Perwakilan Rakyat, @DPR_RI, Rabu (19/7/2017) memancing komentar warganet. Ribuan komentar membanjiri dua postingan yang menyinggung soal Komisi Pemberantasan Korupsi. Postingan pertama soal KPK sebuah foto dengan tulisan “Mega Korupsi KPK Diam Saja”. Pada postingan tersebut, mencantumkan kutipan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) soal indikasi kerugian keuangan negara dari kasus Pelindo II. Sementara, foto kedua bertuliskan “KPK Kerjanya Nguping”. Pada postingan foto ini, mengutip pernyataan Koordinator Komite Aksi Pemantau Hak Angket KPK (Kompak), M Amin Fahrudin. Kutipan tersebut menyinggung soal penyadapan yang dilakukan KPK dan Operasi Tangkap Tangan KPK. Hingga Kamis (20/7/2017) pagi, tercatat lebih dari 2.000 komentar pada postingan ini. Dua unggahan ini memancing reaksi warganet di tengah sorotan atas kinerja DPR terkait pembentukan Pansus Angket KPK dan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Kritik warganet Sebagian besar komentar mempertanyakan dua foto yang diunggah @DPR_RI karena merupakan akun resmi lembaga perwakilan rakyat tersebut. Mereka menilai, tak pantas jika akun resmi lembaga negara menyerang lembaga lain. Salah satunya dari pemilik akun instagram @riannazheid. “Ini akun IG resmi DPR bukan sih? Kok tidak mencerminkan kewibawaan ya. Jadi aneh,” kata dia. Sebagian warganet lainnya menilai, unggahan @DPR_RI itu bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian, yang alih-alih menyatukan perbedaan di masyarakat, tetapi justru memperuncing keadaan. “Agak kecewa. Tidak seharusnya lembaga negara menebar kebencian melalui media soaial seperti ini. Jika ada suatu permasalahan maka harus diselesaikan secara TUN. Jangan malah menjelek-jelekan satu sama lain,” ujar pemilik akun @renoiqbalsah. Ada juga yang menilai sikap DPR tersebut sebagai respons atas pengusutan kasus korupsi e-KTP di KPK. “Ini DPR tambah lama tambah ngaco efek kasus ektp kayaknya wkwk. Akun resmi postingannya ginian? Nyinyir ke lembaga lain apa pantas? Harusnya saling dukung. Kalau mau mendukung memberantas korupsi kalian bantu dengan merevisi undang-undang yang memperberat hukuman bagi para koruptor. Sekalian kasih yang paling minimal 15 tahun dan maksimal hukuman mati. Itu baru wakil rakyat. Kalau sekarang sih bukan wakil rakyat, lah wong mayoritas rakyat saja mendukung KPK,” tutur pemilik akun @budii_prass. Selain itu, beberapa warganet menduga postingan tersebut bukan inisiatif pihak DPR, tetapi salah satu pihak yang kutipannya dicantumkan. “Aku cuma mau tanya, itu yang suruh posting siapa ya? Inisiatif mimin @DPR_RI atau pak m amin fahtudin sih? *ketawa nangis*” kata pemilik akun @agungsugiartoas. Tak etis Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai unggahan pada akun Instagram resmi institusi DPR RI tersebut tak etis. Dua foto itu, menurut dia, terkesan menyerang komisi anti-rasuah pada saat KPK tengah getol membongkar skandal e-KTP. “Tindakan tersebut tidak etis,” kata Donal saat dihubungi. Menurut Donal, kesan politis terlihat dari postingan itu karena Koordinator Kompak, M Amin Fahrudin, merupakan orang kepercayaan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Donal mengatakan, Fahri menjadi salah satu penggagas hak angket KPK sekaligus salah satu politisi yang paling “rajin” mengkritik lembaga tersebut. “Amin Fahrudin itu merupakan orang kepercayaan Fahri Hamzah, sehingga ada kesan pertanyaan tersebut mewakili politisi-politisi yang tidak senang terhadap KPK,” ujar Donal. Tanggapan tim sosmed DPR Dua postingan itu diunggah langsung oleh tim sosial media, Bagian Pemberitaan DPR RI. Kepala Biro Pemberitaan DPR, Djaka Dwi Winarko, menanggapi santai pro-kontra yang timbul di masyarakat akibat postingan tersebut. Menurut dia, hal itu sekaligus menjadi diskursus bersama. Kutipan yang diambil dari pernyataan pihak di luar parlemen, kata Djaka, merupakan suara yang juga disalurkan oleh pihak masyarakat. Ia juga tak sepakat jika hal itu dianggap kampanye hitam Pansus Hak Angket KPK. “Menyalurkan diskursus di masyarakat kan berbagai macam pendapat, dari pakar juga, berbagai macam pendapat. Ya enggak apa-apa nanti biar publik kan juga menilai,” kata Djaka, saat dihubungi. Djaka juga membantah jika postingan tersebut digunakan sebagai media untuk menyerang KPK. “Enggak, enggak. Itu kan bagian, sebagai diskursus publik,” kata dia. Meski demikian, baik komentar positif maupun negatif menjadi masukan bagi bagian pemberitaan untuk mengunggah konten-konten pada masa yang akan datang. “Ada reaksi, pendapat, saran, kritik. Pasti menjadi bagian dari evaluasi kami,” kata Djaka.
KenikmatanPria.com – Akun instagram resmi Dewan Perwakilan Rakyat, @DPR_RI, Rabu (19/7/2017) memancing komentar warganet.
Ribuan komentar membanjiri dua postingan yang menyinggung soal Komisi Pemberantasan Korupsi.
Postingan pertama soal KPK sebuah foto dengan tulisan “Mega Korupsi KPK Diam Saja”.
Pada postingan tersebut, mencantumkan kutipan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) soal indikasi…
View On WordPress
0 notes
harianpublik-blog · 7 years
Text
Para Aktor Di Balik Skema Liberalisasi Lumpuhkan Indonesia
Para Aktor Di Balik Skema Liberalisasi Lumpuhkan Indonesia
Para Aktor Di Balik Skema Liberalisasi Lumpuhkan Indonesia
Harianpublik.com – Menurut informasi, Dana dari AS yang diberikan selama kurun waktu empat tahun (1998-2002) untuk mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 asli, serta untuk merevisi dan membuat 49 Undan-Undang serta membuat 1 TAP MPR RI no 1/MPR/2003, dikabarkan sekitar 35 juta dolar AS. Jika benar, betapa murah biaya yang dikeluarkan pihak asing untuk melumpuhkan dan melemahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Siapa Saja Dibalik AMANDEMEN UUD 1945 Yang Diresmikan Tahun 2002? Mari kita bedah anatomi kekuatan-kekuatan yang bermain antara 1998-2002:
American Group:
1. UNDP (United Nations Development Programm).
2. World Bank.
3. IMF.
4. ADB (Asian Development Bank)
5. Nathan Associates, kInc.
6. Checchi & Company Consulting, Inc.
7. REDE
European & Australian Group:
1. ODA (Official Development Assistance).
2. EU-MEE (European Union).
3. HDC (Henry Dunant Center).
4. Delegation Of The European Commission To Indonesia.
5. CGI (Concultative Group on Indonesia).
6. AUSAID.
7. The Asia Foundation
Yang Bertindak Sebagai Operator Bersama LSM Lokal:
Partnership for Goverment Reform (PGR).
USAID Partner:
ELLIPS (Economic Law & Improved Procurement System) Project,
NDI (National Democratic Institute).
PEG (Partnership For Economic Group),
IFES (International Foundation For Electoral System)
IRI (International Republican Institute)
ICG (International Crisis Group)
ACILS (American Center for International Labor Solidarity)
JICA (Japan International Cooperation Agency)
Ford Foundation
IDEA (International Institute For Democracy and Electoral Assistance) Sweden.
TI (Transparancy International) Berlin.
INFID (International NGO Forum On Indonesian Development), Dengan Anggota:
OCCA (Office Of Climate Change And Adaptation).
ACFID (Australian Council For International Development).
AVI (Australian Volunteers International),
AHRS (Australian Human Rights Society)
CSDI (Centre for Sustainable Development Initiatives)
ANNI (Asian NGO Network on National Human Rights Institutions)
CHRF (Canadian Human Rights Foundation)
LSM Indonesia Yang Bertindak Sebagai Kurir Dan Lobbyist Ke DPR-RI Untuk Menyampaikan Draft Proposal Perubahan UU:
LP3ES (Lembaga Penelitian Pendidikan & Pengembangan Ekonomi Dan Sosial)
CETRO (Center For Electoral Reform) Yang Bertindak Sebagai Koordinator 66 LSM.
Masyarakat Transparansi Indonesia (PSHK & Hukum Online).
ICW (Indonesia Corruption Watch) – KRHN (Konsorsium Reformasi Hukum Nasional)
LBH Jakarta
MAPPI (Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia)
TII (Transparency International Indonesia).
Perguruan Tinggi: UNPAD, UNDIP, UNAIR & USU.
Kelompok Studi & Kajian, Yang Terdiri Dari:
Lembaga Pengkajian Hukum Acara & System Peradilan Indonesia.
Kelompok Kajian Dasar Ilmu Hukum.
Lembaga Studi Hukum Ekonomi.
Lembaga Konsultasi & Bantuan Hukum Pilihan Penyelesaian Sengketa.
Kelompok Kajian Hukum Fiskal.
Kelompok Kajian Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Lembaga Kajian Islam.
Lembaga Kajian Hak Asasi Manusia.
Lembaga Kajian Pasar Modal & Keuangan.
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia.
Agency Asing Yang Bekerja Sebagai Operator Dalam Melakukan Liberalisasi UU Yang Beroperasi Di Departemen (Kementrian):
Thomas A. Timberg (World Bank) Penasehat Bidang Usaha Kecil Di Bank Indonesia.
Susan L. Baker (Konsultan Bidang Konstruksi Perbankan) Di Bank Indonesia.
Stephen L. Magiera, Ahli Perdagangan Internasional – Konsultan PEG Di Kementrian Perdagangan & Perindustrian.
Gerry Goodpaster, Ahli Desentralisasi, Internal Carriers To Trade & Local Discriminatory Action Di Kementrian Perdagangan & Perindustrian.
Paul H. Brietzke, Legal Advisor Di Kementrian Hukum & HAM.
Robert C. Rice, Ahli Small Medium Enterprise Di Kementrian Usaha Kecil Menengah & Koperasi.
Arthur J. Mann & Burden B. Stephen, Ahli Perpajakan Di Kementrian Keuangan.
Harry F. Darby, Ahli Regulasi Komunikasi Di Kementrian Kominfo.
Richard Balenfeld & Don Fritz, Konsultan PEG Bidang Pelayaran & Pelabuhan Di Kementrian Perhubungan.
Produk Undang-undang Yang Telah Dihasilkan Dari Operasi Agency Asing di Indonesia adalah:
A. PRODUK HUKUM YANG DISPONSORI Oleh ELLIPS Project:*
UU No.5 Th.1999, Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
UU No.14 Th.2001, Tentang Paten.
UU No.15 Th.2001 Tentang Merek.
UU No.16 Th.2001 Tentang Yayasan.
UU No.22 Th.2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.
UU No.15 Th.2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
UU No.19 Th.2003 Tentang Hak Cipta.
UU No.18 Th.2003 Tentang Hak Advokat.
UU No 25 Th.2003 Tentang Perubahan Atas RUU Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara.
UU Rahasia Negara, UU Perintah Transfer Dana, dan UU Informasi & Transaksi Elektronik.
B. PRODUK HUKUM YANG DISPONSORI Oleh PEG (Partnership for Economic Growth):
UU No.36 Th.1999, Tentang Telekomunikasi.
UU No.25 Th.1999, Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
UU No.23 Th.1999, Tentang Bank Indonesia.
UU No.8 Th.1999, Tentang Perlindungan Konsumen.
UU No.16 Th.2000, Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.6 Th.1993 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
UU No.17 Th.2000, Tentang Perubahan Ketiga, atas Undang-Undang No.7 Th.1983 Tentang Pajak Penghasilan.
UU No.24 Th.2000, Tentang Perjanjian Internasional.
UU No.25 Th.2000, Tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004.
UU No.14 Th.2002, Tentang Pengadilan Pajak.
UU No.20 Th.2002, Tentang Ketenagalistrikan.
UU No.32 Th.2002, Tentang Penyiaran.
UU No.17 Th.2003, Tentang Keuangan Negara.
UU No.27 Th.2003, Tentang Panas Bumi.
UU No.3 Th.2004, Perubahan Atas UU No.23 Th.1999 Tentang Bank Indonesia.
UU No.7 Th.2004, Tentang Sumber Daya Air.
UU No.19 Th.2004, Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Th.2004 Tentang Perubahan Atas UU No.41 Th.1999 Tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang.
UU No.32 Th.2004, Tentang Perimbangan Pemerintah Daerah.
UU No.33 Th.2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
C. PRODUK HUKUM YANG DISPONSORI Oleh ACILS (American Center for International Labour Solidarity) – ILO (International Labour Organization)
UU No.22 Th.2004, Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
UU No.13 Th.2003, Tentang Ketenagakerjaan.
UU No.21 Th.2000, Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
D. PRODUK HUKUM YANG DISPONSORI Oleh PGR (Partnership for Government Reform):
UU No.26 Th.2000, Tentang Pengadilan HAM.
UU No.2 Th.1999, Tentang Partai Politik.
UU No.35 Th.1999, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
UU No.31 Th.1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU No.30 Th.1999, Tentang Arbitrase dan Alternatif.
UU No.28 Th.1999, Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
UU No.2 Th.2002, Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
UU No.3 Th.2002, Tentang Pertahanan Negara.
UU No.30 Th.2002, Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU No.31 Th.2002, Tentang Partai Politik.
UU No.23 Th.2003, Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
UU No.24 Th.2003, Tentang Mahkamah Konstitusi.
UU No.4 Th.2004, Tentang Kekuasaan Kehakiman.
UU No.5 Th.2004, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.14 Th.1985 Tentang Mahkamah Agung.
UU No.8 Th.2004, Perubahan Atas Undang-Undang No.2 Th.1986 Tentang Peradilan Umum.
UU No.9 Th.2004 Perubahan Atas Undang-Undang No.5 Th.1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
UU No.16 Th.2004, Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
UU No.22 Th.2004, Tentang Komisi Yudisial
Catatan Tambahan:
11 Agustus 2002, MPR Menerbitkan TAP MPR RI No I/MPR/2002 Tentang Pembentukan Komisi Konstitusi Yang Bertugas Untuk Mengkaji secara Komprehensif Tentang Perubahan UUD 1945.
*KOMISI KONSTITUSI TAP MPR RI No. I/MPR/2002*
Pasal 1
Membentuk suatu komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif tentang perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 2
Menugasi Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk merumuskan susunan, kedudukan, kewenangan, dan keanggotaan komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
Pasal 3
Hasil penugasan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sudah harus dilaporkan paling lambat pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2003 untuk diputuskan.
Pasal 4
Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Agustus 2002. [opinibangsa.id / akt]
Sumber : Source link
0 notes
munzilah1810-blog · 7 years
Text
PELACUR MEDIA
Ketika pelacur-pelacur media masuk menelusuk ke agenda-agenda penting media melalui pemberitaannya. Dan mendorong berbagai opini publik. Mengacuhkan berbagai konflik perbedaan opini publik yang beredar di masyarakat. Sampai kapan si pelacur media akan terus eksis di media?
Fungsi media pada dasarnya adalah sebagai hiburan, persuasif dan yang paling penting adalah memberikan informasi sebenar-benarnya kepada masyarakat. Tetapi semenjak PILPRES 2014, sepertinya peran media khususnya di kancah panggung politik Indonesia semakin terlihat jelas kentara. Berbagai fenomena yang mencuat muncul, tetapi yang paling terlihat adalah media seakan-akan menjadi perpanjangan tangan dari para elite-elite aktor politik yang bermain di kancah panggung dunia perpolitikan. Di televisi terkadang kita bisa melihat bagaimana para aktor politik tersebut berbicara dan mengeluarkan pendapat juga gagasanya yang disetting sedemikian rupa agar mengarahkan pikiran penonton untuk mengikutinya. Media juga terkadang menjadikan seorang aktor politik sebagai ‘bias’ nya, sehingga selalu mendukung aktor politik tersebut bahkan tidak segan-segan membuat sebuah berita untuk menjatuhkan para pesaingnya. Sesuai dengan ungkapan lama dari dunia komunikasi, “Siapa yang mampu menguasi informasi dia akan mampu menguasai dunia.” Tampaknya ungkapan ini bukanlah sebuah isapan jempol, penggirangan opini ataupun pembentukan opini bisa terjadi bagi siapa saja yang berhasil masuk ke media. Tidak terkecuali si empunya media yang ikut-ikutan terjun ke panggung politik Indonesia.
Lembaga Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media), mengungkapkan beberapa fakta lapangan yang terjadi bagaimana keberpihakan media terhadap ‘bias’-nya, yaitu sebanyak 14,29% berita di harian Sindo dari total 35 berita politik yang diteliti, cenderung berpihak pada kepentingan partai politik atau organisasi massa. Sementara itu, harian Kompas yakni sebanyak 2,5% dari total 40 berita yang diteliti. Begitu juga dengan situs berita onlinenya, okezone.com mempunyai keberpihakan sebesar 16,49% sedangkan untuk kompas.com belum ditemukan keberpihakan. Tidak tertinggal pula media televisi, seperti yang dilansir Remotivi pada artikel Independensi Televisi Menjalang Pemilu Presiden 2014, mengungkapkan pemberitaan Prabowo di TV One melonjak 70% dari Mei hingga awal Juni 2014, koalisi Bakrie dengan partai Gerindra membawakan banyak dampak bernada positif mencapi 52% untuk pemberitaan Prabowo di ANTV. Sedangkan untuk media berlambang elang yang dimiliki ketua pembinaan Partai NasDem Surya Paloh, Metro TV. Pada PILPRES 2014 lalu sebanyak 96% bernada positif untuk pasangan Jokowi-Jk sementara hampir 100% bernada negatif untuk pasangan Prabowo-Hatta. Berdasarkan data diatas dapat memberikan sebuah gambaran aktual bagaimana begitu ‘pelacur’ nya berbagai aktor-aktor politik kita terhadap media untuk mendapatkan kemenangan di PILPRES 2014. Media akan mengantarkan mereka sebagai sosok aktor politik yang tanpa cacat sama sekalih sehingga banyak didukung oleh pendukungnya. Media akan membuat sebuah berita komplek dengan berbagai jenis framingnya sehingga akan dapat mengalihkan pemikiran kita tentang si aktor politik yang diberitakan untuk menyukainya atau membencinya. Dalam sebuah bukunya yang terkenal Making News, Tuchman mengawalinya dengan sebuah ilustrasi baik untuk menggambarkan carut-marut media di Indonesia, “Berita seyogyanya bagaikan sebuah jendela dunia yang bisa memberikan sebuah informasi penting. Dari berita kita dapat mengetahui bagaimana yang dilakukan aktor politik lakukan di kehidupan sehari-harinya. Tetapi apa yang kita lihat, apa yang kita ketahui, dan apa yang kita rasakan mengenai dunia ini tergantung pada apakah jendela yang kita pakai besar atau kecil. Jendela yang besar dapat melihat lebih luas, sementara jendela yang kecil dapat membatasi pandangan kita.”
Kalau sudah seperti ini, lalu siapakah yang akan dibuat bingung? Tentu saja masyarakat. Contoh perbedaan quick count dari salah media yang mengusung ‘bias’ aktor politiknya pada PILPRES 2014 yang begitu berbeda jauh dengan hasil KPU dapat menjadi sebuah pelajaran penting untuk dunia jurnalistik Indonesia. Masyarakat sekarang pun tidak bodoh seperti dulu, mereka sudah mengetahui dimana media tersebut ‘menghamba’ kepada ‘bias’ politiknya. Tetapi efek negatif media bukanlah berhenti sampai situ, ada efek selanjutnya keberpihakan media massa yang tidak menampilkan berita dengan cover both side dan tidak berimbang, dapat membuat media massa mempunyai fungsi sebagai disintegrasi sosial, merangsang keadaan dengan konflik bercerai-berai yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Seperti yang sekarang terjadi, yaitu kasus perang opini yang diluncurkan dari berbagai pemikir dari salah satu pendukung aktor politik melawan pesaingnya.
Pers adalah pilar keempat demokrasi yang juga telah dijamin kemerdekaaanya dan diakui keberadaanya oleh UUD 1945. Sebagaimana tiga pilar demokrasi lainnya, yakni kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Seharusnya kembali mengingat berbagai fungsi pers yang mungkin sudah dilupakan oleh hampir seluruh media di Indonesia. Ada berbagai fungsi pers penting yang DAPAT diambil oleh media dalam menyampaikan pemberitaannya, yaitu mendorong Kohesi. Kohesi dapat berarti penyatuan. Sehingga mendorong masyarakat untuk bersatu secara terintegrasi. Fungsi ini dapat dilakukan bila media massa tidak lagi memberitakan berita dengan berbagai framing yang tidak cover both side. Media juga harus meliput dari banyak segi suatu kejadian berita atau all side. Sedangkan fungsi kedua yaitu, pengawasan. Media adalah sebagai watchdogs terhadap berbagai kebijakan pemerintah, dan dapat mengkritisi dengan tepat dan tegas.
Fungsi kedua ini tampaknya akan sangat sulit sekalih bila faktanya masih banyak si empunya media berlaga di panggung perpolitikan Indonesia, yang tentunya akan menimbulkan sebuah ‘bias’ kuat bagi media tersebut. Ketiga, Korelasi murni, yang dimaksud koreasi adalah peran sebuah media massa sebagai penghubung antara berbagai kompenen masyarakat. Jadi sebuah media harus dapat menceritakan suatu kejadian utuh yang dibutuhkan oleh masyarakat, bukan hanya memframing sebagian saja dari suatu kejadian dengan alasan keberpihakan media kepada ‘bias’nya. Terakhir adalah menggugat hubungan trikotomi, hubungan trikotomi adalah hubungan yang bertolak belakang antar ketiga pihak. Dalam kajian ilmu komunikasi, ketiga pihak tersebut dapat melibatkan pemerintah, pers dan masyarakat. Sebagaimana segitiga sama kaki, ketiga pihak tersebut dapat di tempatkan pada satu siku segitiga sama kaki. Karena pemerintah, pers dan masyarakat selalu mempunyai kepentingan berbeda, tentulah trikotomi akan sering terjadi. Pada pemerintahan Orde baru misalnya, trikotomi keadaannya pemerintah berada di posisi paling atas sedangkan pers dan masyarakat berada disiku paling bawah. Kasus seperti ini menurut saya kembali terjadi ketika banyaknya berbagai demo-demo yang dikerahkan massa untuk mempengaruhi media. Berbagai media tentu saja memframing demo-demo tersebut dengan berbeda sesuai dengan kebutuhan ‘bias’ pendukungnya. Sehingga menghasilkan berbagai efek perbedaan pendapat diantara masyarakat. Berbagai fungsi pers diatas hanya sebagian dari banyaknya fungsi pers yang dapat di uraikan. Namun, walaupun hanya tiga, media Indonesia sekarang sepertinya masih sulit untuk dapat melaksakan satu saja dari fungsi diatas. Semoga saja rakyat Indonesia tidak tercerai-berai akibat misfunction pada sistem media kita. Amin.
Waode Munzilah, Jakarta 22-5-2017
0 notes
Text
PEMILIHAN UMUM INDONESIA | Jendela Nadia
New Post has been published on http://gampangqq.link/pemilihan-umum-indonesia-jendela-nadia/
PEMILIHAN UMUM INDONESIA | Jendela Nadia
PEMILIHAN UMUM INDONESIA
A. Pengertian, Hakekat dan Tujuan Pemilu
1. Pengertian
Pemilu adalah sarana pelaksana kedaulatan rakyatuntuk memiih anggota DPR,DPD dan DPRD serta Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu diselenggarakan dengan partisipasi rakyat berdasarkan asas langsung,umum,bebas,rahasia,jujur dan adil serta menjamin prinsip-prinsip keterwakilan, akuntabilitas dan legitimasi.
2. Hakekat
Partai politik dalam negara Republik Indonesia pada satu sisi berperan sebagai saluran utama untuk memperjuankan kehendak masyarakat, bangsa, dan negara. Sebagai amanat reformasi kualitas penyelenggaraan pemilu harus ditingkatkan agar lebih menjamin kompetisi yang sehat, partisipasif yang dinamis, derajat keterwakilan yang lebih tinggi dan mekanisme serta pertanggungjawaban yang jelas.
3. Tujuan
Dari uraian pengertian dan hakekat di atas dapat dipahami bahwa tujuan diselenggarakannya pemilu adalah adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil derah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis,kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasinaonl.
B. Sistem Pemilihan Umum Indonesia
Sejak kemerdekaan hingga tahun 2009 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan Sepuluh kali pemilihan umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Dari pemilihan umum-pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui adanya untuk mencari system pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
a. Sistem Proporsional
Pemilihan umum pada tahun ini dengan menggunakan system proporsional. Sistem proposional (multi member constituency) adalah sistem pemilihan umum, dimana wilayah negara atau wilayah pemilihan dibagi – bagi dalam daerah – daerah pemilihan yang dikenal dengan singkatan dapil, dimana tiap – tiap daerah jumlah wakil yang akan duduk dalam perwakilan lebih dari satu orang wakil. Kelebihan sistem proposional :
1. Sistem proposional dianggap representative
2. Sistem proposional dianggap lebih demokratis
Kelemahan sistem proposional :
1. Sulit terjadinya intergrasi partai,karna partai cenderung bertambah
2. kader partai sulit berkembang,karena penentuan calon jadi didasarkan nomor urut.
3. wakil terpilih belum tentu orang dikenal pemilih secara baik.karena banyak partai sulit mendapatkan suara mayoritas.
b. Sistem distrik (single member constituency)
Sistem distrik adalah sistem pemilihan umum, dimana wilyah negara atau wilayah pemilihan dibagi – bagi dalam distrik atau wilayah pemilihan dimana tiap wilyah akan dipilih satu wakil atau calon wakil yang mendapatkan suara terbanyak diwilyahnya.
Kelebihan dari sistem distrik adalah :
1. Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai.
2. Wakil adalah tokoh yang dikenal pemilih.
3. partai lebih mudah mencapai kedudukan mayoritas.
4. Sistem ini sederhana, ekonomis dan mudah untuk diselenggarakan
Sistem ini memiliki kelemahan sebagai berikut :
1. Sistem ini kurang memperhatikan partai kecil.
2. Banyak suara hilang
3. Kurang efektif dalam masyarakat yang plural
4. wakil terlaluberorentasi pada daerah pemilih.
c. Asas Pemilihan Umum Indonesia
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas “Luber” yang merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Asal “Luber” sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil”. Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Asas Pemilu yaitu Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara;
2. Umum berarti pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia , yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan umum. Warganegara yang sudah berumu 21 (dua puluh satu) tahun berhak dipilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial;
3. Bebas berarti setiap warganegara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya;
4. Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun;
5. Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum; penyelenggaraan/ pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
6. Adil berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan partai politik peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
d. Syarat Pemilu Demokratis
Disepakati bahwa pemilu merupakan sarana demokrasi untuk membentuk kepemimpinan negara. Dua cabang kekuasaan negara yang penting, yaitu lembaga perwakilan rakyat ( badan legislatif) dan pemerintah (badan eksekutif), umumnya dibentuk melalui pemilu. Walau pemilu merupakan sarana demokrasi, tetapi belum tentu mekanisme penyelenggaraannya pun demokratis. Sebuah pemilu yang demokratis memiliki beberapa persyaratan.
1. Pemilu harus bersifat kompetitif, artinya peserta pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus bebas dan otonom. Baik partai politik yang sedang berkuasa, maupun partai-partai oposisi memperoleh hak –hak politik yang sama dan dijamin oleh undang – undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat. Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye, yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa, sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta pemilu lainnya.
2. Pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat yang terpilih bertanggung jawab pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang diterimanya pada pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya. Tetapi dapat pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggung jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara atau aspirasi dari pemilih bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan atau kelompok yang kalah dapat memperbaiki dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu berikut.
3. Pemilu haruslah inklusif. Artinya semua kelompok masyarakat baik kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang cacat, lokalisasi, aliran ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu kelompok pun yang didiskriminasi oleh proses maupun hasil pemilu. Hal ini diharapkan akan tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan – perbedaan di masyarakat.
4. Pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki dasar pertimbangan yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara pemilih adalah kontrak yang (minimal) berusia sekali dalam periode pemilu (bisa empat, lima, atau tujuh tahun). Sekali memilih, pemilih akan ”teken kontrak” dengan partai atau orang yang dipilihnya dalam satuperiode tersebut. Maka agar suara pemilih dapat diberikan secara baik, keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar dijamin.
5. Penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen. Penyelenggaraan pemilu sebagian besar adalah kerja teknis. Seperti penentuan peserta pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara, pengiriman hasilpemungutan suara pada panitia nasional, penghitungan suara, pembagian cursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi oleh sebuah panitia penyelenggara pemilu. Maka keberadaan panitia penyelenggara pemilu yang tidak memihak, independen, dan profesional Sangay menentukan jalannya proses pemilu yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari partai politik yang berkuasa, atau berasal dari partai politik peserta pemilu, maka azas ketidakberpihakan tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilu yang demokratis juga tidak terpenuhi.
Ada 7 (tujuh) tugas Pemilu menanti anggota KPU yaitu :
a) Merencanakan program, anggaran serta menetapkan jadwal Pemilu;
b) Penyesuaian struktur organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal KPU paling lambat 3 bulan sejak pelantikan anggota KPU;
c) Mempersiapkan pembentukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) paling lambat 5 (lima) bulan setelah pelantikan anggota KPU;
d) Bersama-sama Bawaslu menyiapkan kode etik, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Bawaslu terbentuk;
e) Memverifikasi secara administratif dan faktual serta menetapkan peserta Pemilu;
f) Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar pemilih tetap;
g) Menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan barang dan jasa Pemilu.
Source
0 notes
Text
Seputar Pengertian, Makna, Sistem, Jenis Tahapan, Tujuan Dan Manfaat Pemilu
New Post has been published on http://gampangqq.link/seputar-pengertian-makna-sistem-jenis-tahapan-tujuan-dan-manfaat-pemilu/
Seputar Pengertian, Makna, Sistem, Jenis Tahapan, Tujuan Dan Manfaat Pemilu
Seputar Pengertian~
Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Amanat konstitusi tersebut untuk memenuhi tuntutan perkembangan kehidupan politik, dinamika masyarakat, dan perkembangan demokrasi yang sejalan dengan pertumbuhan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pemilihan Umum (Pemilu)
adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata ‘pemilihan’ lebih sering digunakan.
Baca Juga Pengertian Dan Jenis Referendum
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Baca Juga Pengertian KPU beserta Fungsinya Pemilu Menurut Para Ahli
Menurut (Ramlan, 1992:181) Pemilu diartikan sebagai “ mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai.
Menurut Harris G. Warren dan kawan-kawan, pemilu merupakan: “Elections are the accostions when citizens choose their officials and cecide, what they want the government to do. ng these decisions citizens determine what rights they want to have and keep.”
Menurut Ali Moertopo pengertian Pemilu sebagai berikut: “Pada hakekatnya, pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankn kedaulatannya sesuai dengan azas yang bermaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota perwakilan rakyat dalam MPR, DPR, DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama-sama dengan pemerintah, menetapkan politik dan jalannya pemerintahan negara”.
Menurut Suryo Untoro “Bahwa Pemilihan Umum (yang selanjutnya disingkat Pemilu) adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, untuk memilih wakil-wakilnya yang duduk dalam Badan Perwakilan Rakyat, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat II (DPRD I dan DPRD II)”.
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan mengenai pengertian pemilihan umum secara luas yaitu sebagai sarana yang penting dalam kehidupan suatu negara yang menganut azas Demokrasi yang memberi kesempatan berpartisipasi politik bagi warga negara untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menyuarakan dan menyalurkan aspirasi mereka.
Makna Pemilu
Perspektif tujuan : sebagai pemindahan konflik dari masyarakat kepada perwakilan politik agar integrasi masyarakat tetap terjamin.
Perspektif tingkat perkembangan negara : sebagai alat untuk membenarkan rezim yang berkuasa.
Perspektif demokrasi liberal : sebagai upaya meyakinkan dan melibatkan individu dalam proses politik.
Sistem Pemilu Sistem Distrik : satu wilayah (satu distrik pemilihan) memilih satu wakil tunggal ( single-member constituency ) atas dasar suara terbanyak. Suara lawan yang kalah dianggap hilang. Keuntungan Sistem Distrik
Fragmentasi atau kecenderungan untuk membuat partai dapat dibendung
Dapat mendorong penyederhanaan partai tanpa paksaan
Wakil distrik yang duduk di DPR lebih dekat dengan rakyat pemilihnya.
Lebih aspiratif dan dapat memperjuangkan rakyat pemilihnya
Kelemahan Sistem Distrik
Partai yang kalah akan kehilangan suara
Lebih memperjuangkan kepentingan distrik
Memudahkan terjadinya pengkotakan etnis dan agama
Mendorong terjadinya dis-integrasi
Sistem Proporsional : satu wilayah (daerah pemilihan) memilih beberapa wakil (multi-member constituency), yang jumlahnya ditentukan berdasarkan rasio, misalnya 1 : 400.000. Artinya 1 wakil dipilih oleh 400.000 pemilih. Keuntungan Sistem Proporsional
Lebih demokratis, karena menggunakan asas one man one vote
Tidak ada suara yang hilang, karena lebih bersifat representatif
Lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan distrik/daerah
Kualitas wakil rakyat yang akan duduk di DPR dapat terpantau dan terseleksi dengan baik melalui sistem daftar calon.
Kelemahan Sistem Proporsional
Kurang mendorong partai-partai untuk bekerjasama satu sama lain
Cenderung mempertajam perbedaan antar partai
Wakil yang dipilih punya kemungkinan tidak mewakili rakyat pemilihnya
Kekuatan partai sangat bergantung pada pemimpin partai
Sistem Campuran (Distrik dan Proporsional).
Menggabungkan 2 (dua) sistem sekaligus (distrik dan proporsional)
Setengah dari anggota Parlemen dipilih melalui sistem distrik dan setengahnya lagi dipilih melalui proporsional.
Ada keterwakilan sekaligus ada kesatuan geografis.
Asas Pemilu
Langsung, Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nurani, tanpa perantara.
Umum, Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan undang-undang ini berhak mengikuti pemilu. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial.
Bebas, Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa paksaan dari siapapun. Didalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
Rahasia, Dalam memberikan suaranya pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun, pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak diketahui oleh orang lain kepada siapapun suaranya diberikan
Jujur Dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Adil Dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilu dan peserta pemilu mendapat peralatan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Tujuan pemilu
Pemilu diselengarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagai mana diamanatkan dalam UUD 1945.
Manfaat Pemilu
Pemilu merupakan implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Asumsi demokrasi adalah kedaulatan terletak di tangan rakyat. Karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa memerintah secara langsung maka melalui pemilu rakyat dapat menentukan wakil-wakilnya dan para wakil rakyat tersebut akan menentukan siapa yang akan memegang tampuk pemerintahan.
Pemilu merupakan sarana untuk membentuk perwakilan politik. Melalui pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya dapat mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu, semakin baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat.
Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali dan sebaliknya jika rakyat tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan diganti dengan pemerintahan baru yang didukung oleh rakyat.
Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. Pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi (keabsahan) politik dari rakyat.
Pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta menetapkan kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program-program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-janjinya itu ketika telah memegang tampuk pemerintahan.
Tahapan Pemilu
Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, Kegiatan awal yang perlu dilakukan untuk melaksanakan pemilu adalah pendaftaran orang-orang yang memilki hak untuk memilih, misalnya yang sudah berusia minimal 17 tahun, bukan anggota TNI/Polri, tidak terganggu jiwanya dan sebagainya. Pendaftaran pemilih sangat penting untuk memastikan hanya mereka yang berhak yang bisa menggunakan hak pilihnya, juga untuk pengadaan logistik pemilu seperti pencetakan surat suara, pembuatan Tempat Pemungutan Suara (TPS), bilik dan kotak suara dan sebagainya.
Pendaftaran dan Penetapan Peserta Pemilu, KPU juga perlu mendaftar siapa yang boleh jadi peserta pemilu? Tidak semua orang atau partai boleh ikut pemilu, tanpa ada syarat yang harus dipenuhi. Bisa kacau bro. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk bisa didaftarkan sebagai peserta pemilu. Nah, tugas KPU adalah memverifikasi (memeriksa) kelengkapan syarat-syarat itu sehingga mereka bisa ditetapkan sebagai peserta pemilu.
Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan, Pemilu dimaksudkan untuk memperebutkan kursi di DPR, DPD atau DPRD. Berapa jumlah kursinya? Nah, hal itu perlu diatur berdasarkan wilayah tertentu yang disebut dengan daerah pemilihan.
Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, Tahap selanjutnya adalah pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Partai politik akan mengajukan daftar calon untuk dipilih rakyat dalam pemilu secara langsung.
Masa kampanye, ini tahapan yang paling heboh. Banyak poster, spanduk, kumpulan massa dan bahkan arak-arakan di jalan-jalan. Tujuan kampanye sebenarnya untuk memperkenalkan visi, misi dan program partai atau calon kepada rakyat kalau mereka terpilih sebagai wakil rakyat.
Masa tenang, Masa tenang adalah masa antara berakhirnya kampanye dan pemungutan suara. Saat itu semua bentuk kampanye harus dihentikan dan semua pihak fokus pada persiapan pemungutan suara. Itulah yang disebut masa tenang.
Pemungutan dan penghitungan suara, Inilah tahapan yang dinanti-nanti semua pihak yang terlibat dalam pemilu. Saat itu rakyat diberi kesempatan untuk mendatangi TPS guna memilih calon pemimpin atau wakil rakyat yang mereka nilai layak mewakili mereka. Setelah pemungutan suara usai, akan dilakukan penghitungan suara. Kamu bisa berpartisipasi secara aktif mengawasi atau memantau pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS.
Penetapan hasil Pemilu, Setelah suara dihitung, barulah hasilnya ditetapkan. Saat itu akan diketahui siapa yang keluar sebagai pemenang dalam pemilu, siapa saja yang terpilih jadi wakil rakyat, berapa banyak jumlah suara yang diperoleh setiap peserta pemilu.
Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Setelah KPU menetapkan hasil pemilu dan calon terpilih, para calon wakil rakyat itu akan dilantik sebagai anggota DPR, DPD dan DPRD.
Tiga Jenis Pemilu
Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yang dimaksud dengan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD adalah pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sejak Pemilu Tahun 2004, presiden atau wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Sebelumnya, presiden atau wakil presiden dipilih oleh anggota DPR/MPR. Pemilu presiden dan wakil presiden adalah pemilu untuk memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol secara berpasangan
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pemilu untuk memilih pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol dan perseorangan. Sejak tahun 2005, telah diselenggarakan Pilkada secara langsung, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Penyelenggaraan ini diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”. Pilkada masuk dalam rezim Pemilu setelah disahkannya UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum sehingga sampai saat ini Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lebih dikenal dengan istilah Pemilukada. Pada tahun 2008, tepatnya setelah diberlakukannya UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum Cholisin,2000.“Dasar-dasarIlmuPolitik”,FakultasIlmuSosial,UniversitasNegeriYogyakarta kpujakarta.go.id
Artikel Pada Blog ini kami kutip dari berbagai sumber. Semoga Artikel Tentang Seputar Pengertian, Makna, Sistem, Jenis Tahapan, Tujuan Dan Manfaat Pemilu Dapat Bermanfaat Dan Apabila artikel ini berguna untuk anda silahkan copy paste dengan menyertakan Sumbernya. Kami Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada Kesalahan Dan Kekurangan Pada penulisan Artikel ini. Terima kasih atas perhatiannya. ….
Source
0 notes
Text
MAKALAH TENTANG PEMILU DI INDONESIA
New Post has been published on http://gampangqq.link/makalah-tentang-pemilu-di-indonesia/
MAKALAH TENTANG PEMILU DI INDONESIA
Link Downloadnya Disini Gan…..
.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PEMBUATAN MAKALAH
Pada dasarnya pembuatan makalah kewarganegaraan yang berjudul Pemilu di Indonesia adalah untuk memperdalam pengetahuan tentang pelaksanaan pemilu dan melengkapi tugas semester 2. pengetahuan tentang pemilu sangat penting sebab pemilu merupakan wujud pelaksanaan demokrasi Pancasila di Indonesia. Jika kita mempunyai pengetahuan tentang pemilu maka kita telah melestarikan demokrasi Pancasila yaitu demokrasi yang paling cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia, hal ini telah dibuktikan oleh sejarah sejak kemerdekaan RI sampai dengan sekarang. Sebagai warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila mari kita laksanakan pemilu bagi yang memenuhi syarat sesuai yang telah diamanatkan pasal 28 UUD 1945 : “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan piliran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya.”
B. RUMUSAN MASALAH
I. Pengertian Pemilu
II. Tujuan diadakannya pemilu di Indonesia
III. Dasar Pemikiran dilaksanakan pemilu di Indonesia
IV. Dasar hukum dan landasan pemilu di Indonesia
V. Asas-asas dan prinsip dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia
VI. Sistem pemilu dan pelaksnaan pemilu di Indonesia
VII. Peserta pemilu dan macam-macam hak pilih
VIII. Penyelenggaraan pemilu di Indonesia
IX. Pemilu orde baru dan era reformasi
X. a. UU No. 12 Tahun 2004 tentang pemilu
b. UU No. 23 Tahun 2003 tentang pemilu
C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
a. Memperdalam pengetahuan tentang pemilu
b. Menambah pengetahuan tentang pentingnya pemilu
c. Menjadikan WNI bermoral pancasila
d. Mengajarkan berpartisipasi dalam pemilu
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN PEMILU
Pemilihan umum adalah salah satu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat yang sekaligus merupakan perwujudan dari negara demokrasi atau suatu cara untuk menyalurkan aspirasi atau kehendak rakyat. Dalam UU RI No. 12 tahun 2003 tentang pemilu anggota DPR, DPP dan DPRD pasal 1 berbunyi “Pemilihan umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.” Dan UU NO. 23 tahun 2003 mengatur pemilu untuk presiden dan wakil presiden negara RI yang dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu merupakan syarat mutlak bagi negara demokrasi untuk melaksanakan kedaulatan rakyat karena dengan banyaknya jumlah penduduk demi seorang dalam menentukan jalannya pemerintahan oleh sebab itu kedaulatan rakyat dilaksanakan dengan cara perwakilan.
II. TUJUAN PEMILU
Pada dasarnya ada beberapa tujuan yang mendasari pelaksanaan pemilu di Indonesia diantaranya :
a. Untuk memilih anggotar DPR, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten / kota
b. Melaksanakan demokrasi Pancasila
c. Untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
d. Untuk mempertahankan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
e. Melaksanakan hak politik warga negara Indonesia
f. Menjamin kesinambungan pembangunan
g. Memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib
h. Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dalam negara
III. DASAR PEMIKIRAN DILAKSANAKAN PEMILU DI INDONESIA
Ada beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran dilaksanakan pemilu di Indonesia, diantaranya adalah :
a. Sebagai sarana untuk dapat melaksanakan reformasi dalam berbagai bidang kehidupan, khususnya reformasi dalam bidang politik
b. Membentuk lembaga permusyawarah / perwakilan rakyat agar dapat berpartisipasi dalam pemerintahan
c. Melaksanakan asas kedaulatan rakyat sesuai sila keempat Pancasila yaitu kerakyatan yang dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
d. Melaksanakan hak politik warga negara Indonesia
Pemilu yang demokratis merupakan suatu cara untuk menyatakan diri sebagai negara demokrasi karena suatu negara dikatakan demokratis apabila memenuhi dua asas pokok pemerintahan demokrasi yaitu :
1. Adanya pengakuan hak asasi manusia
2. Adanya partisipasi rakyat dalam pemerintahan yang diwujudkan dalam bentuk pemilu yang demokratis
IV. DASAR HUKUM DAN LANDASAN PEMILU DI INDONESIA
Dasar hukum pemilihan umum adalah
a. Pancasila
b. Undang-Undang Dasar 1945
c. Ketetapan MPR tentang GBHN
d. Ketetapan MPR tentang Pemilu
e. Undang-Undang Nomor 31 tahun 2002 tentang partai politik
f. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu
Landasan pemilu di Indonesia meliputi :
1. Landasan Idiil pemilu adalah Pancasila
2. Landasan konstitusional adalah Undang-Undang Dasar 1945
3. Landasan Operasional adalah
a. Ketetapan MPR NO. III / MPR / 1998
b. UU No. 31 tahun 2002 tentang partai politik
c. UU No. 12 tahun 2003 tentang pemilu
V. ASAS-ASAS DAN PRINSIP PELAKSANAAN PEMILU DI INDONESIA
Dalam melaksanakan pemilu suatu negara demokrasi harus berprinsip pada kebebasan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang pemilu pada pasal 2 disebutkan bahwa : Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
– Langsung maksudnya rakyat punya hak secara langsung memberikan suaranya sesuai hati nurani tanpa perantara.
– Umum maksudnya semua WNRI yang mempunyai persyaratan minimal dalam usia berhak memilih dan dipilih dalam pemilu
– Bebas maksudnya setiap WNRI berhak memilih dan dijamin keamanannya untuk melakukan pemilihan sesuai hati nurani tanpa pengaruh, tekanan dan paksaan.
– Rahasia maksudnya pemilu dijamin peraturan & tidak diketahui oleh siapapun dengan jalan apapun mengenai apa yang dipilihnya.
– Jujur maksudnya dalam penyelenggaraan pemilu, pengawas dan pemantau pemilu & semua pihak yang terlibat secara langsung harus bersikap jujur dengan peraturan UU yang berlaku.
– Adil maksudnya para pemilih mendapat perlakuan sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun juga.
Syarat pemilu berlangsung secara bebas
1. Aman, kalau negara tidak aman maka tidak dapat dilakukan pemilu
2. Tertib, kalau tidak tertib, tidak menjamin suatu hasil yang baik
3. Adil, negara demokrasi harus menjunjung tinggi keadilan
4. Kemerdekaan masyarakat
5. Kesejahteraan masyarakat
6. Pendidikan
7. Terdapat partai politik lebih dari satu
8. Terdapat media pers yang bebas
9. Terdapat open mangement
10. Terdapat rule of law yang baik pemerintah atau rakyat harus menjalankan Undang-Undang.
VI. SISTEM PEMILU DAN PELAKSANAAN PEMILU DI INDONESIA
Sistem pemilu yang dianut negara Indonesia ada 2 yaitu :
a. Sistem proporsional dengan daftar calon terbuka
– Sistem untuk memilih anggota DPR, DPRD, Provinsi, DPRD Kabupaten / Kota
– Dibagi dalam daerah-daerah pemilihan
– Pemilih memilih tandai gambar partai dan gambar / nama calon anggota DPR/DPRD
– Jumlah DPR 550 orang, DPR Provinsi 35 s/d 100 orang, DPRD Kabupaten / Kota 20 s/d 45 orang yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk
b. Sistem distrik berwakil banyak
– Sistem ini untuk memilih anggota Dewa Perwakilan Daerah (DPD)
– Daerah pemilihannya adalah provinsi
– Pemilih memilih tanda gambar / nama calon anggota DPD
– Jumlah anggota DPD di setiap provinsi 4 orang
Pelaksanaan pemilu di Indonesia dengan sistem demokrasi perwakilan. Sistem ini mengharuskan suatu negara mempunyai lembaga perwakilan rakyat yang fungsinya sebagai wakil rakyat yang mana wakil-wakil rakyat ditentukan sendiri oleh rakyat melalui pemilu. Dengan adanya pemilu rakyat dapat melakukan koreksi terhadap pemerintahan lama sekaligus membentuk pemerintahan baru dan juga untuk mengisi keanggotaan lembaga perwakilan rakyat yang diadakan berkala dan rutinitas. Dengan pemilu negara telah melaksakana hak asasinyadi bidang politik.
VII. PESERTA PEMILU DAN MACAM-MACAM HAK PILIH
Peserta pemilihan umum adalah
a. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten / Kota adalah partai politik
b. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPR adalah perseorangan
Hak pilih terbagi dua macam yaitu :
1. Hak pilih aktif adalah hak untuk memilih wakil-wakil rayakt yang akan duduk di badan permusyawaratan / perwakilan (MPR/DPR) dalam pemilu
Syarat-syarat hak pilih aktif :
– WNRI yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 tahun atau sudah / pernah menikah
– Terdaftar sebagai pemilih
– Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa / ingatannya
– Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap
2. Hak pilih pasif adalah hak untuk dipilih menjadi anggota permusyawaratan perwakilan (MPR/DPR) dalam pemilu
Syarat-syarat hak pilih pasif adalah :
– WNRI yang berumur 21 tahun atau lebih
– Berdomisili di wilayah NKRI
– Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam Bahasa Indonesia
– Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat
– Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negera, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945
– Bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G 30 S / PKI atau organisasi terlarang lainnya.
– Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
– Tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih
– Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan dokter yang berkompeten
– Terdaftar sebagai pemilih
VIII. PENYELENGGARAAN PEMILU DI INDONESIA
Pemilu di Indonesia dilaksanakan tiap 5 tahun sekali. Pemilu yang diadakan di Indonesia :
– Pemilu ke I dilaksanakan 29-09-1955 untuk memilih DPR
15-12-1955 untuk memilih konstituante
– Pemilu ke II dilaksanakan 03-07-1971
– Pemilu ke III dilaksanakan 04-05-1977
– Pemilu ke IV dilaksanakan 02-05-1982
– Pemilu ke V dilaksanakan 23-04-1987
– Pemilu ke VI dilaksanakan 06-06-1992
– Pemilu ke VII dilaksanakan 07-06-1999
– Pemilu ke VIII dilaksanakan 05-04-2004 memilih DPR + DPRD + DPD
05-07-2004 memilih Presiden + Wakil
20-09-2004 memilih Presiden + Wakil
a. Penyelenggara Pemilu ~ KPU sifatnya nasional, tetap dan mandiri
b. KPU bertanggung jawab atas pemilu
c. KPU menyampaikan laporan dalam tahap penyelenggaraan pemilu pada presiden & DPR
d. Jumlah anggota KPU sebanyak-banyaknya 11 orang, KPU propinsi sebanyak 5 orang, KPU Kabupaten / Kota sebanyak 5 orang
Berikut ini adalah bagan penyelenggara pemilu :
Wilayah
Penyelenggara
Jumlah
Calon Anggota
Diusulkan
Disetujui
Ditetapkan
Nasional
KPU
11
Presiden
DPR
Presiden
Propinsi
KPU Propinsi
5
Gubernur
KPU
KPU
Kab/Kota
KPU Kab/Kota
5
Bupati/Wakil
KPU Prop
KPU
Kecamatan
PPK
5
Camat
KPU Kab
KPU Kab
Desa/Kel
PPS
3
Kades/KK
PPI
PPK
TPS
KPPS
7
PPS
LN
PPLN
3 s/d 7
KPRI
KPU
KPU
TPS LN
KPPSLN
7
PPLN
Dalam mekanisme tugasnya KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten / Kota, PPK & PPS dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris dan PNS. Anggota sekretaris diambil dari PNS di wilayahnya.
IX. PEMILU ORDE BARU DAN ERA REFORMASI
PEMILU ORDE BARU
Orde baru lahir sejak dikeluarkannya SUPER SEMAR dari Presiden Sukarno kepada Letnan Jendral Soeharto untuk mengambil tindakan demi keamanan dan keselamatan rakyat. Selama orde baru dilangsungkan pemilu sebanyak 6 kali
Ø Pemilu ke -1
Landasan operasional 1. Tap MPR no XI II / MPRS / 1968
2. UU No. 15 / 1969
3. UU No. 16 / 1969
Ø Pemilu ke -2
Landasan operasional 1. Tap MPR No. VIII / MPR / 1973
2. UU No. 4 / 1975
3. UU No. 5 / 1975
Ø Pemilu ke -3
Landasan operasional 1. Tap MPR No. VII / MPR / 1978
2. UU No. 2 / 1980
3. UU No. 5 / 1975
Ø Pemilu ke -4
Landasan operasional 1. Tap MPR No. III / MPR / 1983
2. UU No. 1 / 1985
3. Kepres No. 70 / 1985
Ø Pemilu ke -5
Landasan operasional 1. Tap MPR No. III / MPR / 1988
2. UU No. 2 / 1985
3. PP. No. 37 / 1990
Ø Pemilu ke -6
Landasan operasional 1. Tap MPR No. III / MPR / 1988
2. UU No. 1 / 1985
3. PP No. 37 / 1995
PEMILU ERA REFORMASI
Di era reformasi pemilu yang dilaksanakan menuju demokratisasi dan asas keadilan. Beberapa indikator yang menunjukkan
1. Asas pemilu : LUBER dan JURDIL
2. Asas parpol : tidak tunggal, asas tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945
3. Diikuti 48 parpol
4. Penyelenggara pemilu diserahkan pada KPU
5. PNS tidak boleh menjadi pengurus parpol / caleg
6. Pejabat negara yang menjadi caleg tidak dibenarkan untuk menjadi juru kampanye (harus cuti)
7. Ada panwastu
Yang menjadikan perbedaan pemilu orde baru dan era reformasi :
a. Asas pemilu adalah LUBER
b. Asas parpolnya tunggal yaitu Pancasila
c. Penyelenggara pemilu
– Tingkat pusat, mengeri dalam negeri
– Tingkat propinsi, gubernur
– Tingkat kabupaten, kecamatan, desa / kelurahan
d. Pris direkut ke salah satu perserta pemilu yaitu golkar
e. Tidak ada panwastu maupun pemantau pemilu
f. Pejabat negara, PNS bebas berkampanye bahkan diharuskan mengikuti kegiatan kampanye pada salah satu peserta pemilu
X. a. UU No. 12 tahun 2004 Berisi Prinsip-Prinsip Yang Harus Dilaksanakan
1. Menentukan asas pemilu
2. Menentukan sistem pemilu dan tujuan pemilu
3. Menentukan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD dan DPD
4. Menentukan jumlah kursi anggota DPR, DPRD, DPD
5. Mengatur pencalonan dan prosedur pencalonan anggota
6. Mengadakan pendaftaran pemilih dalam daftar pemilih sementera (PPS) dan daftar pemilih tetap (DPT)
7. Mengatur pelaksanaan kegiatan kampanye
8. Menentukan waktu pemungutan suara dan perhitungan suara
9. Penetapan dan pengumuman hasil pemilu
10. Penetapan kursi dan calon pemilih
11. Melaksanakan sumpah / janji anggota terpilih
12. Mengatur panwastu, pemantau pemilu
13. Mententukan sanksi bagi pelanggar pemilu, berdasar hukum yang berlaku
b. UU No. 23 tahun 2003 untuk memilih presiden dan wapres. Prinsip yang harus dilaksanakan
1. Menentukan asas pemilu
2. Menentukan sistem pemilu, tujuan pemilu, peserta pemilu
3. Mengadakan pendaftaran pemilu
4. Pencalonan dan mengatur kegiatan kampanye
5. Mengatur pelaksanaan kegiatan kampanya
6. Menentukan waktu pemungutan suara dan perhitungan suara
7. Penetapan dan pengumuman hasil pemilu
8. Melaksanakan sumpah / janji calon presiden & wapres
9. Mengatur panwastu pemantau pemilu
10. Menentukan sanksi bagi pelanggar hukum
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada dasarnya jika suatu negara ingin menyatakan diri sebagai negara demokrasi Pancasila melaksanakan pemilihan umum untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dalam negara. Tetapi WNI yang belum memenuhi syarat untuk dipilih / memilih dalam pemilu harus memperdalam pengetahuan tentang pemilu dan bermoral Pancasila. Sebab dengan hal itu berarti telah berpartisipasi secara tidak langsung dalam pelaksanaan menuju negara demokrasi.
B. SARAN
Sebagai WNI yang bermoral Pancasila hendaknya kita ikut andil dalam pelaksanaan pemilu sesuai yang telah diamanatkan pasal 28 UUD 1945. jika kita telah memenuhi syarat maka gunakanlah hak itu dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
– Abubakar, H Suardi, drs, dkk. 2004. Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani. Jakarta : Yudhistira
– Purwanto, Drs. 2006. GLADI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Klaten : Gading Kencana.
– Turmudi, Spd. 2004. TELADAN PPKN. Mojokerto : CV. SINAR MULIA PUSTAKA.
Source
0 notes