#Komisaris Utama
Explore tagged Tumblr posts
Text
RUPS Bank Mandiri: Zainudin Amali Ditunjuk jadi Wakil Komisaris Utama
#RUPS #BankMandiri #ZainudinAmali RUPS Bank Mandiri: Zainudin Amali Ditunjuk jadi Wakil Komisaris Utama
Hargo.co.id, GORONTALO – Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, Zainudin Amali ditunjuk menjadi wakil komisaris utama/independen menggantikan Andrinof A. Chaniago. Dikutip dari CNBC Indonesia, penunjukan sosok yang terus didorong untuk maju bertarung di pemilihan gubernur (Pilgub) Gorontalo yang tak lama lagi dihelat itu, melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Mandiri…
View On WordPress
0 notes
Text
Ahok Diperiksa KPK sebagai Saksi Kasus Korupsi LNG Pertamina
kabarfaktual.com – Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, pada Kamis (9/1/2025). Ahok diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan liquified natural gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021. Ahok tiba sekitar pukul 11.14 WIB mengenakan batik cokelat dan biru. “(Diperiksa) buat saksi untuk perusahaan LNG…
2 notes
·
View notes
Text
Ahok Mundur dari Komisaris Utama Pertamina
JAKARTA – Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok secara resmi mengundurkan diri dari Komisaris Utama PT Pertamina (Persero). Hal tersebut diungkapkan Ahok dalam unggahannya pada akun Instagram pribadinya @basukibtp, Jumat (2/2/2024). Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga telah mengirimkan surat pengunduran dirinya ke Kementerian BUMN. “Unggahan ini merupakan bukti tanda terima Surat Pengunduran Diri…
View On WordPress
0 notes
Text
Ironi Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Saat ini aku tengah menggarap skripsi salah seorang mahasiswi perguruan tinggi Islam di Jakarta. Sebagaimana biasanya penggarapan suatu skripsi di perguruan tinggi, tersedia panduan penulisan yang memuat segala macam ketentuan yang berlaku di perguruan tinggi tersebut.
Perguruan tinggi Islam yang satu ini juga begitu. Sebagai penggarap, aku tentu mendapatkan salinan panduannya. Namun aku tersentak sekaligus tergelitik saat membuka panduan tersebut.
Panduan tersebut memuat ironi yang menggelikan. Namanya panduan penulisan, namun berisi hal-hal konyol yang tidak efektif diterapkan dalam penulisan. Hal yang paling lucu adalah, penulisan panduan itu sendiri tidak berbasis panduan tersebut. Sehingga sejak semula, panduan itu sudah mengkhianati dirinya sendiri.
Mulai dari persoalan tata letak hingga referensi, panduan ini tampak sekadar terisi oleh seseorang yang menulisnya secara terburu-buru tanpa tahu betul, dan bahkan tanpa pernah menerapkan, bagaimana penulisan berdasarkan panduan tersebut sebenar-benarnya.
Lebih lucunya lagi, pada bagian akhir panduan, penulis atau penyuntingnya malah lupa menghapus notulen rapat terkait panduan tersebut yang sepertinya berbasis suatu percakapan di grup WhatsApp. Notulen rapatnya juga lucu, sebab partisipan saling menggugat suatu unsur panduan namun tanpa ada keterangan apa-apa bagaimana gugatan tersebut terselesaikan.
Berhadapan dengan fenomena ini aku jadi memaklumi mengapa kita suka dipandang sebagai bangsa berliterasi rendah. Karena memang ternyata literasi kita rendah. Persoalan penulisan panduan seperti ini dengan konyolnya terjadi di ruang perguruan tinggi, yang seharusnya menjadi pucuk tertinggi untuk urusan penulisan yang baik dan benar. Kalau para akademisi sendiri masih menulis secara asal-asalan, bagaimana dengan mereka yang bukan akademisi. Kalau para dosen sendiri tidak mampu memahami dan menerapkan penulisan yang baik dan benar, bagaimana mereka berharap para mahasiswa ngerti?
Kenyataan lain menunjukkan bahwa banyak dosen hingga profesor tersebut sampai kepada posisi tersebut dengan jalan-jalan sabotase. Belum lama berselang ada berita mengenai seorang rektor perguruan tinggi negeri, yang masuk jajaran sepuluh besar Indonesia, ternyata seorang plagiator yang mencomot karya tulis ilmiah orang lain dan merekanya menjadi milik sendiri demi bisa mencapai pangkat tertinggi di perguruan tinggi. Kegilaan macam apa ini?
Aku juga suka menjumpai fenomena seorang guru besar tapi pola pikirnya kecil. Ketika dia berbicara dan beradu argumentasi, sama sekali tidak tampak bahwa dia rajin membaca dan menulis. Ini aneh dan ironis. Guru besar di Indonesia lebih tampak dan suka menampilkan dirinya sebagai aristokrat, pejabat, atau selebiriti, daripada sebagai seorang "guru besar" yang seharusnya tugas utama mereka adalah menulis dan meneliti.
Kadang kalau direnungkan, sungguh sangat miris. Bagaimana para orang tua menggelontorkan biaya puluhan juta untuk anak-anak mereka mengenyam perguruan tinggi yang pada akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang bahkan belum mampu menulis? Bagaimana pula perguruan tinggi memasang tarif tinggi untuk biaya pendidikan tapi gagal menghidupkan budaya dasar akademisi; membaca dan menulis?
Perguruan tinggi tersebar di mana-mana, tapi semuanya dikelola selayaknya suatu perusahaan semata. Sebagai suatu bisnis kapitalis. Orientasi utamanya adalah uang dan keuntungan. Ketika ada dua pilihan antara progres peradaban tapi tidak punya prospek, dengan proyek medioker namun menghasilkan keuntungan, yang pasti menjadi pilihan, yang selalu menjadi pilihan adalah yang kedua. Maka tidak perlu heran kalau para pejabat perguruan tinggi tak ubahnya komisaris perusahaan dengan harta milyaran.
Mereka duduk nyaman dengan perut kekenyangan sembari melupakan dua dari tiga Tri Dharma; penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat. Sebab keduanya tidak menghasilkan keuntungan sebesar pendidikan dan pengajaran yang berbasis bisnis dan bisa begitu menggiurkan pundi-pundi uangnya.
12 notes
·
View notes
Text
Gerardus Budisatrio Djiwandono adalah seorang politikus asal Indonesia. Ia maju sebagai calon legislatif dari Partai Gerindra untuk daerah pemilihan Kalimantan Timur.
Kelahiran: 25 September 1981 (usia 41 tahun), Jakarta
Partai: Partai Gerakan Indonesia Raya
Orang tua: Sudrajad Djiwandono ( Gubernur Bank Indonesia ) dan Bianti Djiwandono (kakak sulung Prabowo Subianto )
Paman: J. Soedjati Djiwandono dan Prabowo Subianto
Jabatan saat ini: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sejak 2017.
Perjalanan Karir :
- Nusantara Energy (Wakil Ditektur Utama)
- Kertas Nusantara (Wakil Direktur Utama)
- Nusantara Pandu Energi (Direktur Utama)
- Kurnia Tidar Abadi (Direktur Utama)
- Satrio Putra Tidar (Komisaris)
- Komisi IV DPR RI Anggota (2017-2019) Wakil Ketua (2019-sekarang)
- Badan Kerjasama Antar Parlemen Anggota (2018)
- Legislasi Undang-undang – Pansus RUU Kewirausahaan Nasional : Kapoksi (2018-2019)
- Badan Musyawarah DPR RI – Anggota (2019-sekarang)
- Fraksi Gerindra DPR RI – Wakil Sekretaris (2019-sekarang)
Riwayat Pendidikan:
-SD : Santa Theresia
-SMP : Sekolah Pelita Harapan
-SMA : Berkshire School, USA
-S1 : Government & International Relation, Clark University, USA
Aspirasi Masyarakat
Guna menyerap aspirasi di wilayah Daerah pemilihan (Dapil) provinsi Kalimantan timur, Anggota DPR RI G Budisatrio Djiwandono gencar mengadakan kunjungan ke berbagai pelosok Kabupaten dan Kota yang ada di Kaltim. Dalam sasaran awal kunjungan reses pertamanya yakni Desa Bukuan. Kegiatan yang dihadiri kurang lebih 200 peserta tersebut berlangsung di Kantor Desa Bukuan, Kecamatan Palaran, Kota Samarinda.
Anggota DPR RI G Budisatrio Djiwandono (tengah) foto bersama para petani dan nelayan di Kelurahan Manggar tepatnya di Kampung Pelangi Teluk Seribu Balikpapan Timur.
Guna menyerap aspirasi di wilayah Daerah pemilihan (Dapil) provinsi Kalimantan timur, Anggota DPR RI G Budisatrio Djiwandono gencar mengadakan kunjungan ke berbagai pelosok Kabupaten dan Kota yang ada di Kaltim. Dalam sasaran awal kunjungan reses pertamanya yakni Desa Bukuan. Kegiatan yang dihadiri kurang lebih 200 peserta tersebut berlangsung di Kantor Desa Bukuan, Kecamatan Palaran, Kota Samarinda, Rabu (19/7).
Adapun kegiatan diskusi diawalin dengan pertanyaan dari Kelompok Wanita Tani (KWT) Desa Bukuan, Suliah, menyampaikan permohonan dukungan kepada Anggota DPR RI Fraksi Gerindra tersebut terkait program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) sehingga dapat mandiri secara pangan di wilayahnya. "Saya rasa program P2L ini sangat tepat di adakan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga dengan memanfaatkan pekarangan rumah dengan menanam aneka tanaman sayur kebutuhan," ucapnya.
Sedangkan, Kelompok Tani Bukuan, Edizilah mengungkapkan permintaan bantuan kebutuhan untuk kelompok tani berupa hand tractor atau dryer. Tidak sampai disitu, pihaknya juga mengajukan pengadaan sumur bor atau hal semacam nya dalam penyediaan air bersih. Selain itu, menurutnya permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi apakah adakah jalan keluarnya. Karena biaya pupuk non subsidi hingga sampai hari mencapai harga kisaran Rp 400 ribu per karungnya. Sungguh memberatkan kami sebagai petani. "Saya harap ada solusi dari Pak Budisatrio selaku pejabat perwakilan Kaltim untuk pusat," pintanya.
21-08-2023
2 notes
·
View notes
Text
Mengenal Politikus Muda
(Gerardus Budisatrio Djiwandono)
Gerardus Budisatrio Djiwandono yang lahir di Jakarta, 25 September 1981 adalah seorang politikus asal Indonesia. Ia maju sebagai calon legislatif dari Partai Gerindra untuk daerah pemilihan Kalimantan Timur. Ia adalah anak dari pasangan Bianti Djiwandono, kakak sulung Prabowo Subianto dan Gubernur Bank Indonesia, Sudrajad Djiwandono, serta merupakan adik dari Thomas Djiwandono.
Riwayat Pendidikan
SD , SANTAI THERESIA .
SMP , SEKOLAH PELITA HARAPAN .
SMA , BERKSHIRE SCHOOL, USA .
S1 GOV& INTERNATIONAL RELATION, CLARK UNIVERSITY .
Karier
Sebelum menjadi anggota DPR-RI periode 2019–2024, Budi adalah anggota PAW DPR-RI sisa masa jabatan 2014–2019 menggantikan Luther Kombong yang telah meninggal dunia pada Juni 2017. Ia dilantik menjadi anggota DPR-RI pertama kali pada 24 Agustus 2017.
Nusantara Energy (Wakil Ditektur Utama)
Kertas Nusantara (Wakil Direktur Utama)
Nusantara Pandu Energi (Direktur Utama)
Kurnia Tidar Abadi (Direktur Utama)
Satrio Putra Tidar (Komisaris)
Komisi IV DPR RI Anggota (2017-2019) Wakil Ketua (2019-sekarang)
Badan Kerjasama Antar Parlemen Anggota (2018)
Legislasi Undang-undang – Pansus RUU Kewirausahaan Nasional : Kapoksi (2018-2019)
Badan Musyawarah DPR RI – Anggota (2019-sekarang)
Fraksi Gerindra DPR RI – Wakil Sekretaris (2019-sekarang)
Gerardus Budisatrio Djiwandono juga memiliki beberapa pengalaman organisasi, sebagai berikut :
Tunas Indonesia Raya (TIDAR)
Wakil Ketua Umum (2008 -2016)
Partai Gerakan Indonesia Raya
Ketua Bidang Investasi dan Pasar Modal (2012)
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Provinsi Kalimantan Utara (2015-2018)
Pengurus Pusat Peratuan Bola Basket Seluruh Indonesia (PERBASI)
Bendahara Umum (2015-2016)
Sekretaris Jenderal (2016-2019)
Ketua Umum Pemuda Tani Indonesia (2021-2025)
2 notes
·
View notes
Text
TJOKROAMINOTO : GURU PARA PENDIRI BANGSA
Penulis : Tim Majalah Tempo
Penerbit : Koleksi Populer Gramedia
Baca buku ini dari aplikasi iPusnas dan tersedia banyak koleksi yang bisa dipinjam, for FREE
***
"Tidaklah wajar untuk melihat Indonesia sebagai sapi perahan yang diberi makan disebabkan susunya....." Tjokro menjelaskan posisi Indonesia dan Belanda.
Ini buku kelima dengan tema Tjokroaminoto yang pernah dibaca, I adore his "style" so much. Diantara buku-buku bertema Tjokroaminoto yang pernah dibaca ini lumayan lengkap, bahkan kisah keretakan hubungan dengan Semaoen dan Musso pun dibahas di buku ini walaupun masih minim sumbernya.
Tidak banyak yang tahu jika Samanhudi dan Tjokro vs kaum bangsawan itu hits banget sebelum Tjokro vs Belanda pada saat itu, sampai akhirnya Sarekat Dagang Islam berdiri ya tujuan awalnya untuk "memberontak" dari segala aturan kaum priyayi dan abdi dalem kraton.
Sarekat Islam tumbuh dari organisasi yang mendahuluinya yaitu Sarekat Dagang Islam. Deliar Noor (salah satu peneliti sejarah terbaik yang Indonesia pernah punya) mengungkapkan jika kelahiran Sarekat Islam dipicu persaingan perdagangan batik antara pedagang Cina dan pedagang bumiputra. Orang Cina merasa lebih unggul dari orang pribumi bahkan setingkat dengan orang Belanda. Tekanan lain terhadap para saudagar batik datang dari kaum bangsawan Solo. Maka, Sarekat Islam diharapkan menjadi benteng pelindung para saudagar batik dari pedagang Cina maupun kaum bangsawan Solo.
Bagaimana bentuk tekanan dari kaum bangsawan? Salah banyaknya ketika kaum bangsawan melarang rakyat biasa untuk mengenakan batik bermotif kawung. Jadi inget, dulu pernah ikut salah satu diskusi yang memaparkan jika motif batik kawung hanya boleh dikenakan oleh raja dan keluarganya, namun kaum bangsawan ini ikut-ikutan melarang rakyat untuk mengenakan motif kawung, sidomukti, sidoluhur serta parang rusak, supaya apa? "Mereka melakukan itu agar simbol kebangsawanannya tetap terjaga."
Ada lagi fakta jika kaum bangsawan ini "hobi" menculik gadis2 cantik dengan cara sewenang-wenang. Serta melarang rakyat biasa untuk menggunakan kereta kuda dibeberapa bagian kota salah satunya Gladag. Dan lagi2 alasannya, "Karena Gladag simbol kebangsawanan." Inilah alasan utama Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam sebelum Tjokro membuat Sarekat Dagang Islam menjadi gerakan perlawanan politik terhadap Belanda.
***
Kisah tentang keretakan hubungan dengan Semaoen juga dikisahkan dalam buku ini dan jadi penarik perhatian.
Semaoen bergabung dengan Sarekat Islam "SI Surabaya" pada tahun 194 saat usianya 14 tahun. Semaoen adalah anak dari buruh kereta api. Karena Tjokro beraliran sosialis-Islam, Semaoen banyak belajar darinya. Tjokro bagi Semaoen adalah mentor politiknya.
Pindah ke Semarang untuk kuliah, Semaoen mengikuti jejak Sneevliet, tokoh komunis dari Belanda. Ia terkagum-kagum pada Sneevliet yang tidak memiliki jiwa priyayi dan kolonial, jiwa yang berbeda dengan Tjokro (padahal Tjokro sudah melepaskan embel-embel priyayinya saat Ia aktif dipolitik praktis). Hingga akhirnya, pada tahun 1916, Semaoen bergabung dengan SI Semarang yang sengaja disusupkan oleh Sneevliet untuk menyebarkan paham komunis pada organisasi tersebut.
Dua tahun setelah bergabung dengan SI Semarang, Semaoen menjadi ketua dari organisasi itu, inilah cikal bakal lahirnya SI Merah. Selama menjadi ketua SI Semarang, Semaoen selalu berselisih paham dengan pemimpin Sarekat Islam, Tjokro.
Semaoen mengkritik Tjokro yang bergabung dengam Volksraad atau Dewan Rakyat bentukan Belanda. Semaoen mencibir Tjokro sebagai antek Belanda, hingga Tjokro memutuskan untuk mengundurkan diri dari Volksraad. Karena Semaoen sangat kuat pengaruhnya di SI Semarang, Tjokro memilih untuk kompromi untuk menjinakkan Semaoen dan SI Semarang dengan menjadikannya komisaris serta propagandis organisasi.
Tjokro ini pintar membaca situasi dan memiliki bargaining position-nya yang kuat di Sarekat Islam, ya mudah saja menyingkirkan "anak durhakanya" ini. Pada tahun 1919 dalam kongres Sarekat Islam, Tjokro memimpin pengambilan keputusan disiplin partai dan melarang anggota partai untuk memiliki organisasi lain. Semaoen berang dan memutuskan keluar dari SI serta mengganti nama SI Semarang menjadi Sarekat Rakyat. Tjokro lebih rela kehilangan salah satu cabang SI-nya ketimbang harus selalu berseteru dengan anak didiknya.
***
Sakit ginjal dan maag kronis akhirnya merenggut hidup Tjokro pada 17 Desember 1934, beliau dimakamkan di pemakaman umum Kuncen Yogyakarta.
2 notes
·
View notes
Text
KPK Dalami Keterlibatan Ahok di Kasus Korupsi Pengadaan LNG
JAKARTA, CINEWS.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa eks Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahja Purnama alias Ahok sebagai saksi terkait dugaan korupsi pengadaan liquified natural gas (LNG) pada Kamis (9/1/2025). Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan Ahok dimintai keterangan terkait kerugian negara hingga ratusan juta dolar Amerika Serikat yang dialami…
0 notes
Text
Ahok Diperiksa KPK Terkait Kasus Korupsi LNG Pertamina
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diperiksa KPK terkait kasus kourpsi LNG. (Foto: Kompas) Jakarta (Riaunews.com) – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2019 – 2024 Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok sebagai saksi penyidikan dugaan kasus korupsi pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di PT Pertamina tahun…
0 notes
Text
Ahok Diperiksa soal Kasus LNG di PT Pertamina Januari 2020
JAKARTA – Tim penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memeriksa Politikus PDI Perjuangan Basuki Tjahaja Poernama alias Ahok, Kamis (9/1). Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2019-2024 ini diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) Tahun 2011-2021. “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,”…
0 notes
Text
Hasril Chaniago: PDRI dan Peringatan Hari Bela Negara
Hari Bela Negara 19 Desember seyogyanya diperingati secara nasional di seluruh Tanah Air, sama dengan Hari Pahlawan 10 November atau Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober. Sebab, jika dilihat dari intensitas dan luasnya cakupan peristiwa, lama kejadian, dampak serta besarnya pengorbanan rakyat, tak diragukan lagi bahwa peristiwa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berlangsung selama hampir tujuh bulan (19 Desember 1948-13 Juli 1949) jelas mengandung bobot sejarah.
PDRI muncul pada 19 Desember 1948, saat tentara Belanda melancarkan Agresi Militer II dengan menyerang Ibu Kota RI Yogyakarta dan Kota Bukittinggi di Sumatera Barat. Kedua kota utama basis perjuangan itu, terutama Yogyakarta, dengan mudah diduduki Belanda karena telah dikosongkan oleh TNI yang sudah siap bergerilya. Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan para pemimpin lain ditangkap dan ditawan di Berastagi dan Bangka.
Sebelum ditangkap dan ditawan, Sukarno dan Hatta sempat mengirim kawat kepada Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara di Sumatera serta Menteri Luar Negeri AA Maramis dan Sudarsono di India.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isinya, bila Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat menjalankan kekuasaannya, maka diberikan mandat kepada Sjafruddin untuk membentuk Pemerintah Darurat di Sumatra. Bila Sjafruddin tidak dapat melaksanakan mandat tersebut, Sudarsono diberi kuasa untuk membentuk pemerintah dalam pengasingan.
Telegram itu tidak pernah diterima Sjafruddin. Namun, Menteri kemakmuran itu berada di Bukittinggi adalah atas anjuran Hatta untuk mempersiapkan pemerintahan darurat bila Yogyakarta jatuh. Makanya, begitu mendengar berita radio bahwa Yogya telah diduduki Belanda serta Sukarno, Hatta dan sejumlah menteri ditawan Belanda, Sjafruddin langsung menggelar rapat darurat di kediaman Komisaris Pemerintah Pusat TM Hassan di Bukittinggi. Bersama Panglima Tentara Sumatera Kolonel Hidayat dan didukung Residen Sumatera Barat Mr. Sutan Mohammad Rasjid, mereka memutuskan untuk membentuk PDRI pada hari itu, 19 Desember 1948. Kabinet PDRI diumumkan Sjafruddin pada 22 Desember 1948 di Halaban.
Dengan terbentuknya PDRI, maka terpatahkanlah propaganda Belanda bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada. Sebab, melalui siaran radio, seperti dikutip dari penelusuran Mestika Zed, Sjafruddin berhasil menyampaikan pernyataan ke dunia internasional bahwa Indonesia masih ada.
Jatuhnya Yogya dan ditawannya sejumlah pemimpin menyebabkan kekuatan perjuangan Republik di Jawa sempat kacau. Tapi hal itu tidak lama karena para pemimpin militer di bawah komando Panglima Besar Soedirman dan pemimpin sipil seperti Sultan Hamengku Bowono IX, I.J. Kasimo, Soekiman Wirjosandjojo, dan Soesanto Tirtoprodjo, segera berhasil mengkonsolidasikan seluruh kekuatan perjuangan.
Pada 22 Desember 1948, tiga hari setelah membangun basis pertahanan di dekat Prambanan, Panglima Jawa Kolonel AH Nasution mengeluarkan maklumat tentang berdirinya pemerintahan militer di seluruh Jawa. Nasution mengangkat panglima-panglima divisi di Jawa sebagai gubernur militer di daerah masing-masing, seperti Kolonel Abimayu di Jawa Barat, Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah, dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur.
Prakarsa juga diambil oleh empat menteri yang berada di Solo. Mereka adalah Menteri Dalam Negeri Soekiman Wirjosandjojo, Menteri Kehakiman Soesanto Tirtoprodjo, Menteri Pembangunan dan Pemuda Soepeno, serta Menteri Kemakmuran dan Persediaan Makanan Rakyat IJ Kasimo. Mereka bersama tokoh sipil, anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dan beberapa perwira militer berapat dan memutuskan pembagian pekerjaan pemerintah pusat.
Saat itu, para pemimpin di Jawa belum tahu bahwa PDRI telah berdiri di Sumatera. Setelah mereka tahu, maka struktur pemerintahan militer maupun sipil di Jawa menyatakan tunduk dan berada di bawah koordinasi PDRI. Hal ini secara resmi disampaikan melalui laporan Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T.B. Simatupang kepada Ketua PDRI Sjafruddin dan Panglima Sumatera Kolonel Hidayat.
Setelah komunikasi yang intensif dan koordinasi, maka pada 31 Maret 1949 dilakukan penyempurnaan dengan memasukkan sejumlah tokoh, seperti Soekiman, IJ Kasimo, Jenderal Soedirman, Kolonel Hidayat, dan Kolonel A.H. Nasution ke dalam Kkabinet PDRI.
Selanjutnya, sudah dicatat dalam sejarah, PDRI berhasil menjalankan tugasnya "menyelamatkkan Republik" hingga kemudian Mr. Sjafruddin bersama Jenderal Soedirman menyerahkan kembali mandat yang tidak pernah diterima itu kepada Presiden Sukarno di Yogyakarta pada 13 Juli 1949.
Selama hampir tujuh bulan PDRI menjalankan fungsi pemerintahan RI dengan segala suka dan dukanya, terutama di Sumatera Tengah dan Jawa, para pemimpin sipil maupun militer serta para prajurit pejuang sama sekali tidak menerima gaji dari negara.
Mereka semua disokong dan dibiayai oleh rakyat di antaranya dengan menyediakan nasi bungkus dan dukungan logistik yang diperlukan untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Itulah inti dari bela negara, di mana rakyat dengan ikhlas, tanpa pamrih dan tanpa janji-janji kampanye, menyerahkan harta benda bahkan nyawa untuk membela negara dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dari bekas penjajah yang ingin kembali berkuasa.
Tertutup oleh Simbol Kekuasaan
Meskipun PDRI merupakan peristiwa sejarah yang telah menyelamatkan nyawa Republik Indonesia, tetapi selama nyaris setengah abad seolah-olah sengaja ditutupi, terutama di masa Orde Baru. Peristiwa yang begitu penting hanya dituliskan dalam kalimat pendek saja, terselip di antara ribuan halaman buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) yang disunting Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Balai Pustaka (1993).
Pada halaman 161 buku SNI jilid 6 soal PDRI hanya disinggung sambil lalu saja dalam rangkaian kalimat sebagai berikut: Yogyakarta ibukota RI berhasil direbut dan diduduki dengan menggunakan pasukan payung. Presiden dan Wakil Presiden serta sejumlah pembesar negara tidak menyingkir dan ditawan oleh tentara Belanda. Tetapi sebelumnya, Pemerintah telah memberikan mandat kepada Menteri Sjafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatra untuk membentuk dan memimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia.
Hingga 50 tahun Indonesia merdeka, nyaris tidak ada sejarawan yang peduli dengan PDRI. Pemerintah daerah Sumatera Barat melalui Gubernur Hasan Basri Durin pernah berusaha mengangkat masalah PDRI ke pemerintah pusat menjelang peringatan Ulang Tahun Emas Kemerdekaan RI (1995).
Sebagai salah seorang tim speech writer gubernur, saya ingat, Sekretaris Pribadi (Sespri) Gubernur, Gamawan Fauzi, pernah ditugaskan menyusun agenda yang akan diusulkan gubernur ketika menghadap kepada Presiden Soeharto. Salah satu agenda tersebut adalah mengusulkan sejarah PDRI dimasukkan dalam penulisan buku sejarah Indonesia.
Permintaan Gubernur Sumbar bertemu Presiden disetujui, tetapi agenda membicarakan masalah PDRI ternyata dicoret oleh Sekretaris Negara sehingga tidak pernah sampai kepada Presiden. Beberapa waktu kemudian, saya mendapat penjelasan dari Brigjen (waktu itu Kolonel) Dr Saafroedin Bahar, Staf Ahli Mensesneg Mayjen TNI Moerdiono. Beliau mengatakan kepada saya, bahwa selama Pak Harto masih jadi Presiden, PDRI tidak akan dapat tempat yang memadai dalam penulisan sejarah Indonesia. Lalu saya bertanya, kenapa begitu?
Menurut Dr Saafroedin Bahar, Pak Harto sebagai orang Jawa, memerlukan simbol-simbol tertentu berupa peristiwa sejarah untuk menopang kekuasaannya. Simbol yang disukai oleh Pak Harto itu di antaranya adalah tanggal 1 Maret dan 11 Maret. Tanggal 1 Maret mengacu kepada 'Serangan Umum 1 Maret 1949' terhadap Yogyakarta yang dipimpin oleh Letkol Soeharto sendiri. Sedangkan tanggal 11 Maret merujuk 'Surat Perintah Sebelas Maret' atau 'Supersemar' yang menjadi sumber 'legitimasi' pengalihan kekuasaan Presiden Sukarno kepada Presiden Soeharto.
Karena 'kecintaan' Pak Harto kepada dua tanggal bersejarah itulah maka selama masa Orde Baru Sidang Umum MPR sekali lima tahun selalu dimulai pada tanggal 1 Maret dan ditutup pada 11 Maret.
Lalu, apa hubungannya tanggal-tanggal tersebut dengan PDRI? "Kita harus ingat, Serangan Umum 1 Maret 1949 itu terjadi atas perintah Penglima Besar Jenderal Soedirman dalam rangka menunjukkan eksistensi PDRI kepapa dunia. Mengangkat sejarah PDRI tentu akan mengecilkan arti Serangan Umum 1 Maret. Ini akan menganggu kebanggaan Presiden Soeharto," kata Dr. Saafroedin Bahar.
Oh, begitu rupanya. Barulah saya paham, kenapa selama Orde Baru peristiwa PDRI harus diselubungi, termasuk dalam penulisan buku sejarah Indonesia. Karena membesarkan PDRI akan menganggu simbol-simbol dan kebanggaan milik pemimpin yang sedang berkuasa.
Reformasi dan Presiden SBY Membuka Kesempatan
Reformasi 1998 yang menandai berakhirnya era Orde Baru memberi kesempatan untuk mengubah banyak hal, termasuk penulisan sejarah PDRI. Bersamaan dengan itu, terbit buku hasil penelitian Mestika Zed berjudul Somewhere In The Jungle: Pemerintah Darurat Republik Indonesia sebuah mata rantai sejarah yang terlupakan. Buku yang menggambarkan secara komprehensif PDRI sebagai "Penyelamat Republik" ini dipilih Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Ikapi sebagai buku terbaik 1998 di bidang ilmu-ilmu sosial.
Mestika Zed juga berjasa mengubah secara signifikan porsi PDRI dalam penulisan sejarah Indonesia. Sebagai penulis dan editor Jilid 6 buku Indonesia dalam Arus Sejarah (IDAS) (Departemen Pendidikakn dan Kebudayaan RI dan Ichtiar Baru van Hoeve, 2004), menurut sejarawan Asvi Warman Adam, Mestika berhasil menambah satu kalimat tentang PDRI dalam SNI menjadi puluhan halaman dalam buku IDAS.
Seingat saya, Fadli Zon yang kini menjabat Menteri Kebudayaan RI, termasuk tokoh yang giat dan aktif melakukan kajian, penelitian, dan mengangkat isu mengenai PDRI dan juga PRRI. Berkaitan dengan hal itu, saya sendiri pernah diundang Fadli Zon - melalui Institute for Policy Studies (IPS) yang dipimpinnya-sebagai narasumber bersama Mestika Zed dan Farid Prawiranegara dalam seminar PDRI yang diadakan di Padang tahun 2005.
Sementara itu, tersadar dari memori ketika menulis surat Gubernur kepada Presiden Soeharto tahun 1995, Gamawan Fauzi yang terpilih menjadi Gubernur Sumatera Barat dalam Pilkada langsung pertama tahun 2005, melihat momentum ketika daerahnya menjadi tuan rumah Pertemuan Bilateral Indonesia Malaysia di Bukittinggi tanggal 11-14 Januari 2006.
Pertemuan empat mata antara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Perdana Menteri Malaysia Datuk Abdullah Ahmad Badawi hanya berlangsung selama 2 jam pada 12 Januari 2006. Sementara Presiden SBY berada di Bukittinggi selama empat hari tiga malam. Melihat ada peluang, Gubernur Gamawan Fauzi bersama Irman Gusman (waktu itu Wakil Ketua DPD RI, Senator dari Sumatera Barat) 'melobi' SBY untuk menerima tiga delegasi tokoh-tokoh masyarakat Sumatera Barat yang ingin bersilaturahmi dengan Presiden.
Melalui Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Presiden SBY mengabulkan permintaan tokoh-tokoh Sumbar tersebut. Ketiga delegasi terdiri dari Kelompok Pejuang Angkatan 45 dan Yayasan Peduli PDRI dipimpin Thamrin Manan; Kelompok "Tigo Tunggu Sajarangan" terdiri dari Ketua LKAAM, MUI, dan Bundo Kanduang dipimpin H.KR. Dt. P. Simulia dan Rangkayo Hj. Nur Ainas Abizar; serta Kelompok 11 orang wartawan dan budayawan yang antara lain terdiri dari tokoh pers H. Basril Djabar, Ketua PWI Sumbar M. Mufti Syarfie, dan saya sendiri yang juga ditunjuk sebagai salah satu juru bicara.
Sebelum bertemu langsung Presiden SBY di Istana Negara Bung Hatta Bukittinggi, ketiga rombongan terlebih dahulu mengadakan pertemuan dan mengatur strategi bersama Gubernur Gamawan Fauzi. Selain merumuskan berbagai pernyataan, aspirasi, harapan dan permintaan kepada Presiden, setiap rombongan yang diterima dalam waktu berbeda sepakat menyampaikan satu permintaan yang sama. Yaitu, agar PDRI diberi tempat dan kedudukan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dalam rombongan wartawan dan budayawan, saya sebagai salah satu juru bicara dapat giliran bicara terakhir. Dalam kesempatan itu saya menyampaikan permintaan dengan kalimat kira-kira begini: "Bapak Presiden, kita mengetahui peristiwa PDRI mempunyai arti penting dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia. Mohon kebijakan Bapak Presiden untuk menetapkan kedudukan PDRI dalam sejarah negara kita..."
Selesai saya bicara, Presiden SBY yang didampingi Gubernur Gamawan Fauzi, Wakil Ketua DPD Irman Gusman, dan Jubir Presiden Andi Mallarangeng, langsung merespon dengan spontan: "Ini kali ketiga saya menerima permintaan yang sama dari masyarakat Sumatera Barat. Saya faham, PDRI adalah peristiwa penting dalam sejarah bangsa kita," kata Presiden SBY.
Tak cukup sampai di situ. Malah Presiden langsung meminta Andi Mallarangeng menghubungkannya via telepon dengan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra yang berada di Jakarta. Setelah tersambung, masih di depan delegasi wartawan yang budayawan, Presiden SBY menyampaikan kepada Mensesneg bahwa beliau baru saja menerima aspirasi dari tokoh-tokoh masyarakat Sumatera agar menetapkan kedudukan PDRI dalam sejarah kenegaraan Indonesia.
Untuk itu, Presiden menginstruksikan dua hal kepada Mensesneg: pertama, mengundang para ahli sejarah bertemu Presiden untuk dimintai pendapat dan pandangan mengenai PDRI; kedua, mengadakan rangkaian seminar nasional tentang PDRI di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Arahan Presiden SBY tersebut langsung ditindaklanjuti Mensesneg. Di antaranya mengadakan seminar nasional di Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Universitas Andalas dengan narasumber para ahli sejarah seperti Taufik Abdullah, Anhar Gonggong, Mestika Zed, dan lain-lain.
Seminar juga menghadirkan pelaku PDRI yang masih hidup, termasuk putra-putra Alm. Sjafruddin Prawiranegara seperti Chalid dan Farid Prawiranegara. Bersamaan dengan itu, Gubernur Sumatera Barat juga mengirim surat kepada Presiden mengusulkan agar hari lahir PDRI tanggal 19 Desember 1948 ditetapkan sebagai "Hari Bela Negara".
Singkat cerita, tak sampai setahun, tatkala berkunjung ke Sumatera Barat pertengahan Desember 2006 dalam rangka acara peringatan Hari Nusantara, Presiden SBY memberi tahu Gubernur Gamawan Fauzi bahwa Kepala Negara sudah menanda tangani Keputusan Presiden (Keppres) tentang PDRI.
Keppres Nomor 28 tanggal 18 Desember 2006 itu menetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara, yaitu hari besar nasional bukan hari libur. Hari Bela Negara ini setara kedudukannya dengan hari nasional lainnya seperti Hari Pahlawan 10 November dan Hari Sumpah Pemuda 28 Okktober, yaitu sama-sama hari besar nasional bukan hari libur yang diperingati setiap tahun.
Penetapan hari lahir PDRI sebagai Hari Bela Negara secara tidak langsung kemudian menjadi dasar yang kuat pula bagi ditetapkannya Ketua PDRI Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Pahlawan Nasional dengan Keppres No. 113/TK/2011 tanggal 7 November 2011. Penetapan ini sekaligus mengakhiri kontroversi posisi Sjafruddin selaku Ketua PDRI yang juga selalu dikaitkan dengan keterlibatannya dalam Peristiwa PRRI.
Peringatan pertama Hari Bela Negara dilakukan pada 19 Desember 2006 di Bukittinggi dengan Inspektur Upacara Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. Sejak itu sampai hari ini, peringatan Hari Bela Negara rutin dilakukan setiap tahun dan dipusatkan di Sumatera Barat. Sebagai inspektur upacara selalu berganti-ganti, kadang seorang menteri dan kadang Gubernur Sumatera Barat. Namun belum pernah peringatan Hari Bela Negara dengan inspektur upacara langsung Presiden RI.
Sebagai hari besar nasional, kedudukan Hari Bela Negara sebenarnya sama dengan Hari Pahlawan 10 November dan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober yang ditetapkan dengan Keppres No. 316 Tahun 1959. Bedanya, Hari Bela Negara adalah satu-satunya hari nasional yang dmerujuk peristiwa sejarah yang terjadi di luar Pulau Jawa. Hari nasional yang lain, ditetapkan berdasarkan peristiwa yang terjadi di Pulau Jawa.
Penetapan hari lahir PDRI sebagai Hari Bela Negara, telah membuka mata seluruh bangsa Indonesia bahwa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia di seluruh Tanah Air. Bukan hanya di Ibu Kota Negara atau di Pulau Jawa saja.
Sejak penetapan Hari Bela Negara pula, mata dunia pun tertuju ke Sumatera Barat, karena banyak kegiatan dan proyek yang berkaitan dengan peringatan PDRI dan Hari Bela Negara dialokasikan pemerintah di daerah ini. Salah satu yang terbesar dan terpenting adalah Museum PDRI yang telah menelan biaya ratusan miliar rupiah dari APBN, dan 19 Desember 2024 ini diresmikan oleh Menteri Kebudayaan RI Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Meskipun hari lahir PDRI sudah ditetapkan sebagai Hari Bela Negara sejak 18 tahun silam, namun kalau kita mau jujur, belum terasa sebagai sebuah hari nasional. Peringatan Hari Bela Negara yang dipusatkan di Sumatera Barat, dengan inspektur upacara seorang menteri atau Gubernur Sumatera Barat, masih mengesankan Hari Bela Negara terbatas sebagai 'milik' Sumatera Barat. Tidak ada peringatan di provinsi lain di seluruh Indonesia.
Sebagai hari besar nasional, sama-sama ditetapkan dengan Keputusan Presiden, sudah seharusnya peringatan Hari Bela Negara sama derajat dan cakupannya dengan peringatan hari besar nasional lainnya seperti Hari Pahlawan dan Hari Sumpah Pemuda. Yaitu diperingati dengan Inspektur Upacara Presiden RI dan dilaksanakan secara serentak di seluruh daerah oleh semua instansi pemerintah, sekolah dan kampus di seluruh Indonesia.
Semoga harapan ini menjadi kenyataan pada peringatan Hari Bela Negara (HBN) di tahun-tahun selanjutnya, sehingga HBN benar-benar menjadi milik bangsa Indonesia.
Hasril Chaniago Wartawan senior pemegang Press Card Number One (PCNO) dan sertifikat Wartawan Utama Dewan Pers, penulis buku sejarah dan biografi, anggota Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumatera Barat.(rdp/rdp)
Sumber:
0 notes
Text
InspiraFest: 3000 Peserta, 4 Generasi, 3 Pilar Kepemimpinan, untuk 1 Visi menuju Indonesia Emas.
Acara InspiraFest Day to Grow sukses diselenggarakan dengan menghadirkan lebih dari 3.000 peserta dari berbagai latar belakang. Mega Seminar yang telah sukses diselenggarakan lebih dari 1 dekade ini, menghadirkan banyak pembicara dan tokoh penting nasional hingga internasional dari lintas generasi mulai dari usia 16 hingga 96 tahun, hadir dalam satu panggung penuh wawasan dan pengalaman.
Acara dibuka oleh tamu istimewa Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang juga ditemani oleh Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya. Pada kesempatan yang sama, di depan ribuan peserta, AHY juga mengumumkan penunjukkan Merry Riana sebagai Staf Khusus di Kemenko IPK.
Dilanjutkan dengan sesi pembicara kehormatan, Mochtar Riady (Founder of Lippo Group) yang meski usianya sudah menginjak 96 tahun, namun masih energik berbagi ilmu mengenai 4 Kunci Suksesnya. Hadirnya beliau untuk kedua kalinya di InspiraFest menegaskan bahwa dedikasi untuk menginspirasi tidak lekang oleh usia.
Di sisi lain, Alvernia Mary Liu, putri Merry Riana yang masih berusia 16 tahun dan Rachel Grace, 17 tahun, putri dari David Tjokrorahardjo berkesempatan untuk berbicara di panggung yang sama. Ini merupakan bukti nyata bahwa setiap generasi punya kesempatan yang sama untuk bertumbuh dan berkembang tanpa ada batasan usia.
InspiraFest tahun ini mengeksplorasi tiga pilar kepemimpinan utama yang sangat relevan: teknologi, branding, dan pemberdayaan perempuan. Tokoh-tokoh terkemuka seperti Oscar Darmawan (CEO of Indodax), Herman Widjaja (CTO of Tokopedia), Helmy Yahya (Founder of Yahya & Yahya) di sesi ‘Leadership in the Era of Change’. Sylvia Surya (Co-Founder of Kopi Soe), Danniel Jusuf (Founder of Martabak Pecenongan 65A), Jejouw (Founder of USS Networks & Kick Avenue) dan Cinta Laura (Entertainer & Sociopreneur) mengupas habis tentang ‘Building a Brand That Last’.
Merry Riana sendiri juga hadir di sesi Panelis bersama Grace Natalie (Public Figure), Neneng Goenadi (Country Managing Director Grab Indonesia), dan secara daring Noni Purnomo (Presiden Komisaris Blue Bird Group Holding) berbicara seputar Becoming a ‘Woman of Influence’.
InspiraFest tahun ini membawa dampak global hingga lintas negara dengan berkolaborasi bersama Maxwell Leadership, sebuah Organisasi kepemimpinan global terkemuka. Maxwell Leadership kini resmi menghadirkan Maxwell Leadership Indonesia (MLI) melalui kolaborasi strategis John C. Maxwell, sosok legendaris dalam dunia kepemimpinan global yang telah menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada Merry Riana, David Tjokrorahardjo dan David Pratomo. Hal ini sejalan dengan visi dari Merry Riana ‘Menciptakan Dampak Positif Dari Indonesia Untuk Dunia’.
Selain lebih megah dan mendunia, InspiraFest Day to Grow juga menjadi saksi dari pencapaian luar biasa Merry Riana Education karena berhasil memecahkan rekor MURI sebagai Lembaga Pelatihan Public Speaking dengan jumlah peserta terbanyak hingga mencapai lebih dari 27,500 peserta. Tidak hanya itu, Merry Riana juga mendapatkan penghargaan dari Indonesian Profesional Speaker Association (IPSA) karena telah berkontribusi dengan sangat luar biasa dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat di bidang Public Speaking.
Di sesi yang tidak kalah menariknya, sebagai pembicara utama, di sesi ‘Dare To Grow : The Rise of Your Potential’ oleh Merry Riana, mengingatkan bahwa musuh terbesar dari kesuksesan sesungguhnya bukanlah kegagalan, melainkan ketakutan. “Oleh karena itu dibutuhkan kemauan dan keberanian untuk terus bertumbuh dan keluar dari zona nyaman”, tambahnya.
David Tjokrorahardjo juga turut berbagi di sesinya ‘Expansion Equation: Berkembang di Era Apa Saja’. Salah satu poin yang dibagikan adalah tentang The Pareto Principle, yaitu 80% hasil ditentukan daripada 20% effort yang excellent. Dari lensa kepemimpinan David mengajak kepada para peserta yang hadir turut berkontribusi menjadi bagian dari 20% tersebut jelang Indonesia Emas 2045.
Di sesi akhir yang paling dinantikan, pembicara internasional Chris Robinson (EVP of Maxwell Leadership) membagikan 3 Keys to Self-Leadership dari John C. Maxwell dan pentingnya memiliki mentor dalam hidup. Chris Robinson menutup dengan mengingatkan para peserta tentang pentingnya refleksi harian untuk selalu bertanya pada diri sendiri, “Apa yang saya sudah lakukan dengan benar hari ini? Apa yang saya lakukan kurang tepat hari ini? Dan apa yang perlu saya lakukan berbeda untuk hasil yang lebih baik?”.
Merry Riana berpesan kepada siapapun yang hadir tidak hanya belajar atau taking notes tapi juga take action. Artinya tidak hanya belajar tapi juga dipraktekkan di kehidupan nyata.
Penasaran seperti apa keseruan dari InspiraFest Day to Grow? Simak selengkapnya di sini
youtube
0 notes
Text
Kenapa Kekhawatiran Harus Begitu Kompleks, Sih!?
Dari seorang penipu dengan nilai miliaran dolar hingga detektif yang sangat disegani, hidupku menggambarkan kekuatan tanpa henti yang membentuk takdir. Mari kita hadapi: pemerintah tidak mengubah amatir ini menjadi mata-mata ulung.
Lupakan penegak hukum atau senjata. Dengan miliaran yang aku miliki, aku bisa mencapai apa saja. Meledakkan kapal pesiar? Sudah pernah. Mereka mencabut gelarku, menjulukiku "Detektif Super Senior Asharju." Jika aku pernah lelah membelokkan kenyataan, peran detektif selalu menunggu. Segala hal lainnya? Hanya fragmen seni untuk ekspresi diri.
Rekanku, Narga, yang buta namun tanggap, menggerutu, "Aku tak peduli lagi dengan pendeteksian!" Ia merasakan bahaya mengintai.
Mantan majikanku bertanya, "Seberapa jauh kamu ingin melangkah?" Aku menyimpan daftar rahasia perbuatan salah, seperti menyamar sebagai duchess ras boggart glasial. Berjalan lancar, bukan? Mereka menerima permintaan maafku karena mencuri berkas-berkas yang merusak. Bagaimana dengan menjadi penggelap terbesar di Roon? Bukan gayaku. Kasus putri penjual yang hilang? Hanya satu lagi perubahan dalam permainan.
Bayangkan ironinya: Aku tanpa sengaja menjadi bagian penting dalam mengungkap sebuah konspirasi besar, tetapi kemudian dibungkam oleh dalang yang bersumpah untuk melenyapkan aku.
Namun seperti kata pepatah, Anda adalah diri Anda yang sebenarnya.
Waktu memanggil.
Aku hanya bercanda.
Semua hanya tentang waktu...
Tatapan Komisaris Utama Rodsey menembusku, ketidaksabaran terpancar dari kata-katanya. "Apa yang kau bicarakan?" Waktu berlalu, dan tekanan meningkat.
"Ini kasus yang sulit," katanya, rasa ingin tahunya muncul. "Berikan padaku kesimpulanmu."
Kata-kataku keluar begitu saja, panik. "Kami kehilangan jejaknya!" Rasa takut masih ada, tetapi dia menepis tanganku.
"Pasti ada petunjuk. Ikuti sampai akhir. Kalau tidak, tidak akan ada penyelesaian." Nada suaranya tegas, menggema di dalam tekadku.
"Apa yang luput dari perhatianku?" tanyaku, mendambakan sensasi penyelidikan. "Kembalikan gelarku, dan kita bisa memecahkan kasus ini," pintaku, sambil menunjuk bayangannya yang menjulang. "Tujukan dendam terakhirmu pada mereka yang sanggup menanganinya."
"Kalau begitu, lakukan saja," tolaknya, sambil menepis perkataanku.
Mata abu-abu Rodsey yang dalam dapat melembutkan hati—bahkan hati mekanis dalam diriku. Namun, waktu yang kejam menuntut haknya.
"Asharju, aku merasa terancam!" Kata-katanya menghantam seperti ombak, tinjunya menghantam meja. "Kenapa kau tidak menerima kekalahan saja dan menjadi detektif sungguhan?"
Dalam hatiku, aku tahu kebenarannya—aku seorang detektif.
Senyum serigala Rodsey meninggalkan rasa pahit. "Kita sudah selesai."
Dia mengisap cerutunya, amarahnya menggelegak di bawah permukaan. "Cari hobi! Kalau kamu masih ingin mencoba bahaya, coba saja. Sudah berapa lama sejak terakhir kali aku terlibat dengan keberuntungan? Apakah kau pernah bertemu dengannya saat menyamar?" tanyanya, mengisyaratkan rahasia.
Rodsey memperhatikanku, ketidaksabaran membengkak seperti pegas melingkar.
Ada yang tidak beres—salah satu dadu terkutuk yang ada di mejanya bisa mendatangkan kematian.
Aku harus memilih satu...
"Tidak!" seru sang Komisaris Utama, tetapi aku harus memutuskan sambungan.
"Seorang pemula yang menjanjikan," renungku, "tetapi setelah gagal dalam audit, hari-harinya pasti sudah dihitung…"
Cahaya hijau pucat bersinar dari dadu pertama, memperlihatkan gudang yang redup dan pengap—dan seorang anak yang menjerit. Aku meraih satu bagian.
Dadu berikutnya berkilau ungu, disertai gemuruh langkah kaki dan sirene. Aku menemukan apa yang kucari, dan keheningan menelan bayangan. "Semoga berhasil," tawanya. Namun tugasku tetap belum selesai, dan bunyi patahan menyakitkan bergema di dadaku. Tujuan yang dingin mendorong pencarianku untuk dua dadu berikutnya.
Dadu lain bersinar dengan tinta, memunculkan bayangan seorang asisten muda dengan rambut ungu. "Lari," teriaknya saat sebuah siluet muncul—seorang gangster bernama Sanbami sedang merencanakan sesuatu dalam kegelapan.
Dadu terakhir memperlihatkan dua mutiara hitam dan gema lagu lembut. Labirin bawah tanah memanggil, tetapi aku tetap memegang tanganku; tugasku telah selesai.
"Kembali lagi, ya?" tanya seorang peramal tua.
"Apakah keempat dadu itu tepat sasaran?" jawabku. "Penipuan asuransi."
"Apakah kau mendapatkan keadilan?" tanyanya heran. Dagingnya berubah menjadi kaca, berubah menjadi cyborg.
"Mengapa kau di sini?" tanyanya, mengisyaratkan balas dendam. Sanbami sudah tiba. Menyerang kantor, memaksa diriku untuk lari meninggalkan Komisaris Utama.” Aku menegaskan keinginanku, "Aku ingin mengambil kembali apa yang menjadi milikku."
Senyumnya seperti predator. "Apakah kau takut mempertaruhkan nyawamu untuk terakhir kalinya?"
"Benarkah?" tantangku. Ia tertawa dan mulai melantunkan mantra yang menghantui. Dunia berubah di sekelilingku, dan aku berpegangan lebih erat saat kota tampak semakin dekat dalam badai cahaya yang berkedip-kedip.
Jalanan yang basah karena hujan memanggil—gelap dan sunyi—sementara menara emas menjulang di antara awan dan sinar matahari yang terik.
Jalan setapak membentang bermil-mil, permukaannya licin karena hujan. Palka pesawat ulang-alik yang mendarat berderit, memperlihatkan seorang pilot yang berbayang di antara layar dan tombol yang berkedip-kedip.
"Di mana aku bisa menurunkanmu?" gerutu sang pilot, cahaya hijau yang menyilaukan menyinari wajahnya.
"Bawa aku ke tempat air bertemu jalan," jawabku.
"Di daerah kumuh?" pilot itu mengejek, tertawa saat dirinya sambil membersihkan kaca kokpit. "Orang tidak pernah berjalan lurus, lho. Pernahkah kamu mencari tahu mengapa targetmu tidak?"
Aku mengusap pelipisku, menyadari lingkaran hitam di bawah mataku.
"Kamu masih saja mengejar bayangan," renung pilot itu. "Saatnya melepaskan semua itu; tidak akan ada jawaban."
Aku turun dari pesawat. Tanda neon merah pucat bersinar di tengah hujan saat robot kerangka menyerahkan selembar uang kertas kusut kepadaku, mengembuskan percikan oranye dari pipa buatannya. "Awan asap lagi," kata robot itu, lalu melompati pagar. Aku tidak mengerti apa yang dimaksudkannya.
Wajah kurusku menatap ke bawah sementara dataran logam di bawah kaki bergetar.
"Apa yang kamu tunggu?" si pilot bertanya.
Aku perlu bicara dengan mereka, tapi reputasiku mendahuluiku.
"Siapa kamu?" aku bertanya. "Tidak, kami tidak saling mengenal."
"Kau benar. TIDAK saling mengenal."
Apa arti sebuah nama? Identitas tidaklah penting; sesuatu dapat menjadi sebuah nama.
Lagipula, apalah kita tanpa nama? Tidak ada apa-apa selain dorongan primitif.
Air mengalir deras dari setiap jendela saat bangunan bergoyang ke samping. Hujan mengalir deras ke paru-paruku. Kilatan rantai ungu yang bersinar, ciuman ringan seperti bulu, dan bayangan yang berjatuhan. Tubuhku terbakar, tetapi rasa sakit itu mengingatkanku untuk terus maju.
Sebuah gambar muncul di hadapanku: sebuah batang platina.
"Ini salahmu! Apakah kau marah karena seekor ikan meludahi matamu, atau karena seekor landak laut melukaimu saat kau sedang berenang?" suara seorang wanita mendesis. Sebuah bayangan gelap yang luar biasa mengintai, melahap cahaya dan menyemburkan api.
Mimpi itu memudar, dan kata-kata seorang wanita yang pernah kukenal terus terngiang dalam ingatanku. "Apakah kamu percaya pada keadilan?" Namanya Evoy. "Apakah ini solusinya? Apakah ada yang tertinggal, atau semuanya hancur?"
Aku membuka mulutku, tetapi tidak ada kata yang keluar. Aku tidak bisa bergerak, terikat oleh tali. "Apakah kau pernah mendengar tentang Permainan Kuno?" tanya Evoy.
Tanganku melepuh dan sakit, terikat pada pilar kayu di belakangku. Kulit Evoy bersinar saat bilah-bilah putih membara membakar dagingku, dan penglihatanku meredup saat darah memenuhi mulutku. "Itulah yang kami lakukan di sini. Itulah caramu mendapatkan kebebasanmu."
Aku melepaskan diri dari ingatan itu dengan sentakan, menyingkirkannya dari pikiranku saat rasa sakit berdenyut di seluruh anggota tubuhku. "Lihatlah dirimu," suara Evoy masih berbisik, suaranya lembut seperti suara kekasih, selembut dan seindah rambut merah panjangnya.
"Oh, Asharju. Kamu masih belum bisa melepaskanku."
Seluruh tubuhku terbakar karena kesakitan, aku perlahan mengerjapkan mata saat bayangannya mulai memudar. Kata-katanya terdengar berbeda dari terakhir kali.
"Apakah kamu mencoba memperbaiki teka-teki dengan dua bagian yang hilang? Mengapa kamu tidak membaliknya saja?"
Tiba-tiba, darahku berubah menjadi es, dan udara terasa menyesakkan. Bisikan mendesak terdengar: "Dua sisi keadilan. Kau harus melihatnya dengan saksama dan, yang terpenting, hati-hati."
Evoy keluar dari ruangan, dan sesosok tubuh yang menonjol dan gelap lewat. "Asharju, Asharju... ke mana pun kau pergi, masalah akan mengikuti," tegur pria itu.
Suara mendesis dan bunyi kepakan sayap yang hampir menyerupai suara naga besar, menyiksaku.
"Pertama, apa peranmu? Apakah kau hanya bagian 'bekas' dari teka-teki?" renung si pria, sambil membelai pipiku dengan jarinya yang terawat. "Apakah namamu pemicunya atau kesadaran dirimu yang menghancurkan namamu seperti kristal yang rapuh? Apakah kau masih ingin menyangkal kenyataan? Ketika kau melihat sesuatu yang tidak dapat kau jelaskan—menurutmu siapa atau apa aku, selain 'aku'?"
Kulitku yang terbuat dari logam bergetar karena sentuhan lembutnya.
"Ada yang salah?" bisiknya sampai ke telingaku. "Apa kau...marah padaku?" Dia menatapku dengan mata iblis dan menyeringai. "Katakanlah," usulnya, "aku akan bermain game untuk terakhir kalinya. Lagipula, ini selalu menjadi permainan anak-anak."
Jeritan yang mengerikan membangunkanku saat sebuah kenangan samar kembali memasuki ruang di balik kelopak mataku. "
Jangan!" Suara putus asa memohon, memohon keselamatan, setetes simpati atau belas kasihan, tetapi sebaliknya menemukan kekosongan yang menganga karena ketidakpedulian dan rasa geli.
Giginya yang putih berkilauan di tengah bayangan yang berputar-putar, seperti haluan kapal putih. "Bangun, bangun." Aku tidak menatap wajahnya—sebaliknya, seolah-olah aku telah memasuki labirin cermin yang gelap dan seperti mimpi, jadi yang kulihat hanyalah bayangannya di sudut mataku. "Ada seorang pria," jelasnya. "Dia menginginkan kekuasaan dan siap kehilangan segalanya sebagai gantinya. Yaitu, jika dia tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya...tetapi itu tidak mudah. Membuatnya menunjukkan kelemahannya adalah cobaan berat."
Pantulan yang tak terhitung jumlahnya beriak dalam kegelapan, hanya memperlihatkan rambutnya. "Namun, beberapa orang memiliki kehidupan yang jauh lebih mudah." Dia tertawa, matanya masih tidak terlihat. "Percayakah kau bahwa ini bukan pertama kalinya? Tidak ada yang peduli dengan apa yang terjadi padaku. Aku menjadi anak yang tidak diinginkan."
Tubuhku bergerak hampir otomatis, merangkak seolah tergantung pada seutas benang yang sudah usang, berusaha untuk tidak jatuh. Konon, manusia cenderung membentuk keluarga dan kelompok, bahkan di antara binatang buas dan makhluk liar. Tapi, aku bukan manusia. Aku cyborg.
"Kalian perlu mengikuti petunjuk untuk menghindari terjebak dalam jurang; jika tidak, kalian akan terus berjalan dalam garis lurus, selamanya buta. "Namun, mereka yang mengabaikan rasa kebenaran cenderung melihat gambaran utuh," jelas Evoy, sambil memegang tangannya untuk menjaga keseimbangan.
"Jangan merasa terbebani." Suaranya berubah; sekarang, dia terdengar sedih, kesepian, dan bahkan polos. "Mereka yang kehilangan cahaya dan memeluk dosa mereka pasti akan diusir dan dijauhi dari komunitas. Sekarang, apakah ini sesuatu yang dapat berubah, terlepas dari identitas, nama, dan keyakinanmu sendiri saat ini?"
Mimpi buruk macam apa ini? Apakah kalian juga merasa seperti berada dalam kepompong, terikat oleh kebohongan kalian sendiri, menunggu untuk melepaskannya seperti pakaian usang? Tujuan menghalalkan cara, benar? "Salah."
"Hasil membenarkan hasil, apa pun metodenya. Aku tidak melihat ada masalah dengan itu. Manusia itu lemah dan rapuh; itu memang sifatnya. Karena itu, ketika terpojok, naluri manusia memberi tahu mereka untuk melindungi diri, bahkan jika mereka menjadi predator yang melahap hal-hal yang membuat mereka tetap hidup. Merusak tujuan mulia untuk menyembunyikan dan mempertahankan kelemahan mereka. Mereka tidak boleh memanfaatkan sesuatu yang murni untuk membenarkan niat korup mereka. Kalau tidak, mereka hanyalah mangsa yang menyembunyikan sisi buruk sampai terpojok, berjuang mati-matian, melawan nasib."
Kata-kata itu membuatku takut kehilangan orang yang selalu kupercayai dan mengenali rasa kegagalan. Pada saat yang sama, ingatanku melayang, terasa dingin, tajam, dan semakin tajam, kerinduan yang mendalam tumbuh menggantikan.
Apakah rasa es krim, hangatnya angin musim panas, keindahan hutan yang diterangi bulan, dan kebahagiaan bisa terus bersama? Apakah itu benar-benar dapat dicapai?
Lalu, bagaimana jika...
Bagaimana jika ini bisa diambil?
Apakah layak dipertahankan dalam jangka panjang?
Namun, semua itu terjadi di masa lalu yang jauh, di dunia yang jauh, di pulau terapung yang menghadap lautan awan. "Selamat datang," seru seorang wanita, mengangkat lengannya untuk menuntunku. Aku melangkah masuk ke dalam ruangan gelap dan menatap cermin tua. "Keadilan tanpa kebenaran—dan topeng kemunafikan," desis wanita itu, menunjuk pada gambaran yang telah menghantuiku selama beberapa dekade.
Suara yang berbeda menggema di telinganya seakan mengikutiku masuk. "Dan kemudian kita mati, tanpa tahu apa artinya semua ini." Kali ini seorang lelaki tua misterius dengan rambut perak panjang.
Wajah yang tua berseri-seri menatapku, menusuk jauh ke dalam jiwaku. "Apakah aku melakukan hal yang benar?" Pertanyaan itu menggantung di sana, tergantung di cermin, bergetar seolah menunggu jawabannya sendiri tetapi memanggil untuk aku jawab.
Di tengah, di antara banyak bayangan dan wajah pria tua itu—yang masing-masing lebih terdistorsi dari yang sebelumnya—terbaringlah seorang pria lainnya yang pucat dan kurus kering, terentang dan terdistorsi. Dia tersenyum sedih. "Selamat datang di rumah," desahnya, sambil mengamatiku dengan mata sedih. “Di sini...tidak ada yang tersisa kecuali kegelapan," tambahnya dengan nada lelah.
Di belakangnya berdiri sosok lain dirinya, yang tengah menyeringai.
Kegelapan memelukku.
Aku terbangun. Di mana aku? Aku bertanya-tanya, menatap sekeliling yang asing. "Rumah," jawab suara laki-laki. Aku menoleh ke arah lelaki itu; sesosok berdiri dalam bayangan. "Sudah lama sejak kau di sini." Ia menyalakan api dan menghirup aroma manisnya, cahaya redup memantul dari tongkat logam hitam, jubah merah muda lembut, dan wajah cokelat zaitun yang dipenuhi kerutan.
Asharju. Sebuah pikiran terlintas di otak mekanikku; aku mendesah dan menggelengkan kepala.
Berusaha mengusir pikiran-pikiran jahat.
"Lagipula, semuanya berhasil."
Keheningan terus berlanjut saat pikiranku tertuju pada pertanyaan yang belum terjawab. "Apakah kamu..." tanyaku, memecah keheningan. Pandanganku tetap terpaku pada layar terminal portabel yang gelap, cahaya kebiruannya memudar. "Ini..." Jawabanku teredam saat pikiranku melayang ke realitasku sendiri.
"Ini milikmu," katanya, terminal itu meluncur di atas permukaan logam dan berhenti di depan pandanganku. "Kau benar-benar butuh waktu sebentar," jawabnya, memahami keinginanku untuk diam.
Seorang wanita mendekat dan melangkah ke dalam kerucut cahaya yang sempit. Dia mengenakan jubah gelap dengan tudung kepala yang membuat bayangan di wajahnya, memberikan kesan menyeramkan. "Terima kasih," kata si wanita. Itu Evoy…
Perhatianku tidak beralih dari wajah Evoy yang masih semuda sejak terakhir kali aku melihatnya saat tatapan matanya tajam menatap si pria yang lebih tua darinya, dan tongkat logam hitam dingin di bawahnya bersinar, memantulkan cahaya redup.
"Tolong jaga dia."
Aku bertanya-tanya, mengingat luka-lukanya dan penurunannya yang cepat dari seorang agen penegak hukum yang berbudi luhur menjadi seorang penjahat. Apa yang terjadi padamu, Evoy, dan siapakah kamu sebenarnya?
"Sekarang, semuanya lebih baik jika terhubung," tegasnya, mengedipkan mata dan menekan tombol, jari-jari bioniknya berbunyi klik. "Jangan kaget dengan pengaturannya." Lanjutnya, sambil berjalan dengan tongkat logam yang tadi terbengkelai di atas lantai. "Jika kau bertanya, aku mungkin akan meretas implanmu. Jadi anggaplah dirimu beruntung."
"Kau sudah melakukannya, bukan?" kataku sambil tertawa kecil. Dia menyeringai ke arah jariku yang menuduh, dan pembunuh sibernetik itu melotot ke bawah.
"Kita di sini," katanya sambil melanjutkan perjalanan. Ia menanggalkan jubahnya, siluetnya yang ramping menghilang ke dalam tabung. Sebagian dirinya berkilauan, mengisyaratkan adanya penambahan tersembunyi. Perangkat itu memindainya dan melaporkan analisisnya.
"Hati-hati," sarannya. "Bisa jadi kau akan menanggung akibatnya." Layar yang berkedip-kedip menampilkan grafik yang menunjuk ke titik merah yang berkedip-kedip, yang menunjukkan tanda-tanda vitalnya memburuk dengan cepat. Implan robotikku aktif, bergerak secara naluriah.
Senyumnya tipis dan nakal.
Tabung itu terbelah dengan suara mendesis, melepaskan awan uap.
"Beginilah rasanya—inilah identitasku yang sebenarnya." Tangan robotnya menekan sebuah tombol, dan seluruh mesin itu bergerak menyamping.
"Aku percaya pepatah 'Semua adil dalam cinta dan perang' benar adanya. Karena itu, kita akan terus maju," katanya sambil mengaktifkan mekanisme. "Asha, bisakah kau memberiku waktu sebentar?" Lantai bergetar saat terdengar dengungan pelan, yang meningkat cepat saat aku berhenti.
Kami berdiri di puncak sebuah menara. Mataku memantulkan pemandangan kota yang cerah, bersinar dan berkilauan di antara kota metropolitan yang bermandikan cahaya neon di bawahnya.
"Apakah kamu ingat seperti apa papan itu?" Evoy merenung, "dengan begitu banyak kotak hitam dan putih. "Aku tidak bisa melihat," dia mengakui saat kita mengamati sebuah kotak selama semenit, sambil menunjuk ke langkah berikutnya.
"Secara harfiah?" usulnya. Wajahnya berubah serius saat ia memegang lenganku, menilai kerusakannya. Jari-jarinya menelusuri lengan bajuku yang compang-camping, mencoba melepaskan kainnya.
Aku melepaskan lengannya. "Hanya goresan."
"Jangan lakukan itu," ia memperingatkan, "Lenganmu bisa diperbaiki dengan mudah."
"Bagaimana?" tanyaku sambil menyingsingkan lengan bajuku. Kulit zaitun buatanku yang halus dan kecokelatan kontras dengan tangan asliku yang berwarna abu-abu kusam dan kabel-kabel kusut, yang terlihat dari balik pakaian yang compang-camping.
"Yah, paling tidak," renungnya, "akan melibatkan beberapa intervensi 'ritel'. Mungkin ada kemungkinan untuk merekayasa balik." Nada bicaranya berubah menjadi profesional.
"Kamu tidak bisa."
"Maaf," dia meminta maaf dan meringis saat pikiranku membuat koneksi robotika. "Hubungan kita terputus," dia menjelaskan, menjawab pertanyaanku yang tidak terucap. "Lagipula, kau tidak akan bertahan lama jika terus terhubung denganku seperti dulu."
"Mungkin..." komentarku sambil berjalan menuju pagar dan menatap ke dalam kota yang berwarna merah tua.
Evoy menawarkan, "Sudah lama aku mencari jawaban," katanya perlahan. Aku tidak tega membantahnya. Nada suaranya lembut sekali. "Sejujurnya, kau tidak bisa terus menjalani hidup setengah-setengah. Begitu kau tahu kebenarannya, tidak ada jalan kembali. Tapi aku tidak bisa meninggalkan masa lalu," katanya, matanya penuh rasa bersalah dan penyesalan.
"Biar kutebak," pikirku sambil menoleh ke arahnya. "Kau mengalami masa-masa sulit dan harus mencari nafkah," jawabku. "Kenapa, apa tujuanmu dalam jangka panjang?"
Evoy berhenti, mengatur napas, dan tatapannya beralih.
"Seperti yang telah kau lihat, hidup tidak memiliki banyak jawaban yang mudah," ungkapnya. Ia mengangkat bahu, menatapku dengan tatapan tidak percaya. "Kamu, aku, dan yang lainnya, kita semua hancur, hanya berusaha mencari jalan sendiri."
"Pernahkah kamu mencoba memahami dunia yang acak? Pada suatu saat, semuanya tampak normal, lalu... tidak ada apa-apa." Ia menempelkan jarinya di bibir dan tersenyum, sambil menggelengkan kepala.
"Ash, kumohon," pintanya. "Percayalah pada satu hal—lakukan satu kesalahan dan kalahkan semuanya. Itulah sebabnya kebanyakan orang yang berjuang sendirian tidak dapat bertahan dalam pertempuran dan sering terbunuh. Setelah beberapa waktu, aku belajar untuk memercayai instingku. Tidak seorang pun kecuali Tuhan yang memiliki semua jawaban. Aku harus menjalani hidupku seolah-olah jawaban itu tidak ada. Maka aku dapat menatap mata-Nya suatu hari nanti."
“Aku tersesat,” gumamnya, sambil menatap telapak tangannya sendiri. "Kadang, aku ingin berteriak pada-Nya, bertanya, 'Apa selanjutnya?' Namun, aku masih hidup."
Karierku sebagai polisi dimulai saat kita masih remaja, dan aku dengan cepat menjadi detektif yang terhormat. Aku mengalami kekecewaan demi kegagalan. Akibatnya, aku meninggalkan profesi tersebut. Aku mulai bertindak sebagai detektif swasta dan pemburu bayaran, mengandalkan jaringan kontak dan kelicikan untuk menjalankan misi. "Garis yang tipis," aku akui.
Menjawab pertanyaan yang tidak ditanyakan, Evoy berkata kepadaku, "Aku seharusnya menarikmu keluar saat penyelidikan dimulai, tetapi kamu tidak mengizinkanku. Dan kemudian ada situasi dengan hubungan kita dan aku tidak tahu harus melakukan apa."
"Kau bukan kekasihku lagi. Kau tidak bisa memperbaiki segalanya, dan kau tentu tidak bisa menebus kepergian ibuku atau kematian ayahku. Jadi jangan coba-coba, karena aku akan selalu menemukan alasannya, apa pun alasannya."
"Asharju," jelasnya dengan suara pelan. Tatapannya berkata bahwa apa yang baru saja kukatakan tidak mungkin.
"Tidak ada yang perlu kau sesali," kataku datar. "Yang penting kau bersama kami sekarang. Batas antara apa yang benar dan apa yang benar tidak terlihat," aku mulai. "Itu sebabnya tidak boleh ada satu hukum yang mencakup semuanya. Bagaimanapun, ini bukan saat yang tepat. Benar atau salah, setiap langkah yang kamu ambil dapat membawa perubahan dalam hidupmu. Bahkan bisa saja menghilangkannya.” Dia tampak terkejut dengan perubahan dalam pembicaraan ini. Dia tetap diam, mengharapkan jawaban yang lebih baik dariku atau mungkin tidak ada jawaban.
"Keadilan," katanya. "Apa itu? Dan bagaimana dengan moralitas?"
Aku mendapati diriku bertanya-tanya.
"Kau bilang kau tidak mendapat jawaban?" tanyanya. Senyumnya memudar, dan kearifan yang memenuhi tatapan sebelumnya mulai menghilang. "Tidak seorang pun bisa memaksamu untuk berubah jika kau mau, kecuali dirimu sendiri." Jawabannya terasa samar dan surealis. "Di situlah semuanya berakhir," simpul Evoy. Ia menarik napas dalam-dalam dan berbalik. "Cukup!" jawabnya sendiri, sambil menatapku. "Kita sudah sejauh ini, dan sekarang tidak ada lagi yang perlu dikatakan."
"Pikirkan semua baik-baik, Ev," jawabku.
Aku melotot ke arah wanita aneh yang dulu aku kenal ini, yang bukannya menangis dan hancur, malah menghunus pistol dan mengarahkannya padaku. "Selama kita bersama, kita telah menjalin ikatan!" teriakku. "Ikatan yang tidak bisa diputus begitu saja." Kata-kata tajam itu berjatuhan, dan dunia hancur di sekelilingku, berubah menjadi pusaran kenangan. Aku menatap hologram buram yang melayang di udara, berkilauan dengan cahaya biru.
Pesan yang ditampilkan di layar berkedip-kedip. Itu adalah komunikasi audio-visual. "Pink Rose, apakah kamu sudah menerima paketku?" tanya sebuah suara. Suara itu milik seorang wanita tua dengan syal keberuntungan di bahunya.
"Ya, Lady Beemary," jawabku.
Dia lalu bertanya, "Karena kamu yang bertanggung jawab, bolehkah aku menemanimu, mungkin, selama sisa hidupku?"
Aku mendesah. "Kedengarannya hebat." Rekaman itu tiba-tiba berakhir dengan suara statis. Aku mengulangi kata-katanya, tidak mengerti:
DECODE ENGAGED...
...
...
MEMULAI PENYELAMATAN
...
...
MENCOBA PEMULIHAN INFORMASI
...
...
DISK GIGATONNE DIPERBAIKI
FILE TERLETAK - IDENTITAS DAPAT DIPEROLEH
...
...
PERUSAHAAN TEKNOLOGI A.L.M TELAH MEMANGGIL CADANGAN
...
...
SERANGAN DI HUTAN VAMOOR (RAIH STATUS PAHLAWAN DI HILANGNYA YANG SULIT INI) - 1/3 HILANG
...
...
FAKTOR PENYEJARAAN SIBERNETIK LAMPIRAN DAPAT DITERIMA
...
KONSULTAN PERBAIKAN DI TEMPAT KETIKA TIDAK ADA
...
INFORMASI PROGRES DOWNLOAD: 15%
...
UNDUH LENGKAP: KEHIDUPAN BARU ONLINE
...
VERIFIKASI IDENTITAS TERKONFIRMASI -
TOLONG, PERBAIKAN DENGAN AMAN PADA PENAMPILAN EKSTERNAL YANG DISESUAIKAN
- LAKUKAN PERUBAHAN DI SINI -
"Sharp adalah detektif yang kurang ajar dan suka berterus terang, dikenal karena omongannya yang kasar dan koneksi yang meragukan," Lady Beemary memulai, mata birunya yang tajam menjelajahi bagian luar tubuhku yang seperti robot, dan mendarat di area dadaku. "Silakan duduk."
Aku melirik ke bawah dengan heran ke banyak retakan kecil pada material yang diperkuat. "Sekarang setelah kami melihat berkas memorimu, cukup mudah untuk memperbaiki tampilan luarmu," sarannya. "Selain itu, chip ini dapat membantu mencegah kegagalan memori."
"Setidaknya sampai dibangun kembali," dia meyakinkan.
Suaranya berubah saat dia memperlihatkan senyum yang cerah, seluruh penampilannya bersinar.
"Transfer mata uang kripto dan pembayaran mikro, plus, ini akan membantu melacak hal-hal yang mungkin ingin kamu tambahkan, seperti warna, font, dan sebagainya. Jadi, silakan," Lady Beemary menambahkan, sambil memegang sebuah kotak. Jari-jarinya menggenggamnya erat-erat.
"Maka semuanya akan menjadi jelas bagimu, setelah itu kamu dapat mengunjungi berbagai pasar, tempat penukaran mata uang, dan sejenisnya. Mungkin bahkan di departemen realitas virtual," Lady Beemary menyebutkan hal-hal tersebut dengan nada hampir tanpa sadar. "Sayangnya, beberapa mungkin tidak dapat diakses karena berbagai batasan." Dia menyisir bagian belakang rambutnya dengan gerakan yang luwes.
"Fitur-fitur tertentu seperti perdagangan mata uang, akses media sosial, dan pembelian game akan memerlukan persetujuan tambahan. Hubungi saja aku di sini jika ada masalah." Matanya yang hangat tetap menatap mataku, mengamatiku dengan rasa ingin tahu yang tulus. "Oke," katanya, sambil menyerahkan kotak itu. Kotak itu adalah perangkat abu-abu ramping, seukuran telapak tangan dan diikat dengan kabel. Logo melingkar bersinar dari permukaannya: A.L.M "Tapi tidak sampai—” dia menyeringai.
"Tidak sampai mereka memperbarui otakku."
"Puas, Nyonya Beemary? Maksudku, apakah kau puas dengan ciri-ciriku," selaku, sambil mengeluarkan chip dari pelipisku dan mengamatinya dengan saksama. "Tidak terlalu berbeda dengan diriku yang manusia."
Asharju. Nama itu muncul di benakku. Klien pertamaku, yang telah aku layani dengan baik selama bertahun-tahun. "Namun, aku tidak pernah benar-benar manusia. Ada terlalu banyak aturan, jadi aku mencoba bunuh diri. Kemudian dia meminta bantuanku. Dia bilang aku akan mendapat beberapa keuntungan jika aku melakukan pekerjaan untuk mereka. Satu misi berubah menjadi banyak." Layar menggambarkan wajahku di peta dunia. Aku mengangkat tanganku dan menggerakkan bola dunia holografik, memperlihatkan penanda dan lokasi tersembunyi. "Setelah bertahun-tahun menjadi mata, tubuh, dan jiwanya, dan membunuh atau menipu lawan-lawannya dengan berbagai cara. Aku telah kehilangan kepercayaan banyak orang," Bahuku terkulai karena kecewa. Aku mendesah. Semua persyaratan itu tampaknya tidak cukup. Aku tersenyum, berpikir bahwa itu semua adalah bagian dari pekerjaan, dan menerimanya. Lalu aku berbisik, "Aku sudah melangkah terlalu jauh untuk sampai disini."
1 note
·
View note
Text
Agus Sunarko Terpilih Sebagai Ketua JMSI Jateng 2024-2029
SEMARANG, Kebumen24 – Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jawa Tengah menggelar Musyawarah Daerah (Musda). Dalam acara itu, Komisaris Utama Lingkar Media Group, Agus Sunarko terpilih secara aklamasi sebagai Ketua JMSI Jawa Tengah periode 2024-2029. Continue reading Agus Sunarko Terpilih Sebagai Ketua JMSI Jateng 2024-2029
0 notes
Text
Kompol Remiwati, Polwan Inspiratif di Tengah Barisan Pejabat Polda Babel, Mantan Atlet Judo Peraih Medali PON
Nama(required) Surel(required) Situs web Pesan Submit Δ Kompol Remiwati, Polwan Inspiratif di Tengah Barisan Pejabat Polda Babel, Mantan Atlet Judo Peraih Medali PON PANGKALPINANG, JOURNALARTA.COM – Berdiri di tengah deretan Polisi laki-laki (Polki) sebagai bagian dari Pejabat Utama Polda Bangka Belitung merupakan kebanggaan tersendiri bagi Polwan satu ini. Dia adalah Komisaris Polisi…
0 notes
Text
RUPS PLN Tetapkan Empat Komisaris Baru dan Perpanjang Dua Jabatan Direksi
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT PLN (Persero) menetapkan 4 (empat) Komisaris baru dan memperpanjang masa jabatan 2 (dua) Direksi. Bertempat di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Kamis (14/11), RUPS menyepakati pemberhentian dengan hormat jajaran komisaris yang terdiri dari: 1. Suahasil Nazara selaku Wakil Komisaris Utama 2. Nawal Nely sebagai Komisaris 3. Mohamad Ikhsan…
0 notes