#Jam Tangan Wanita Kecil
Explore tagged Tumblr posts
rririsstuff · 1 year ago
Text
He returns
genre: romance, angst, school
rating: 15+
warning: inappropriate and vulgar words
guinaifen x reader
_________________________________________
apa jadinya jika kalian tidak pernah bertemu selama 10 tahun? iya, itulah kamu sejak kecil kalian berdua dipaksa berpisah karena orang tuamu yang pindah rumah untuk mencari pekerjaan yang layak
pada akhirnya 10 tahun kemudian, kalian sudah SMA kelas 12. di suatu ketika pada saat jam pelajaran tiba-tiba guru datang membawa siswi baru dari pindahan sekolah lain dan siswi tersebut tampaknya tidak asing dimatamu
"selamat pagi semua perkenalkan ada siswi semoga kalian berteman baik dengan dia"-guru
"halo semua perkenalkan aku guniaifen, salam kenal semua" dan ternyata benar gadis itu guinaifen, teman mainmu dimasa kecil
kamu tidak menyangka bahwa dia sekarang sudah seperti ini setelah berpisah cukup lama yaitu 10 tahun. guniaifen sekarang sudah semakin cantik dengan badan yang sangat bagus, payudaranya yang besar dan pinggang yang langsing tetapi sifatnya sama dengan pas kecil dulu
bel istirahat berbunyi, kalian yang merasa ngeh-pun mulai mendekat satu sama lain dan menanyakan kabar kalian masing-masing
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!! (m/n) kamu dari mana saja?! aku udh nangis tiap hari mikirin kamu! mana udah lama berpisah lagi!" guinaifen langsung memelukmu erat
"udah-udah sekarang kita udh bertemu lagi kan?"-kamu
guniaifen masih menangis bagaimana perasaannya tidak pernah bertemu selama 10 tahun ini
"btw sekarang kamu makin cantik aja badanmu juga sangat sexy" godamu
"ihhh yang bener aja?" guinaifen malu-malu mendengar godaanmu
disaat mereka berdua lagi tersenang-senangnya, tiba-tiba saja ada seorang 2 perempuan yang memergoki mereka siapa itu?
"oh, kalian gk ke kantin buat ginian ya?" kata dari salah satu gadis bersurai unggu, gadis itu bernama selle dan satunya lagi bronya
"selle?!" kamu setetika terkejut mendengar omongan dari gadis tersebut
selle adalah pacarmu sudah 1 tahun lebih kalian pacaran dia juga punya teman namanya bronya. awalnya selle dan bronya hanyalah sebatas teman saja, namun semua berubah semenjak kamu berkunjung ke ampertemennya selle dan melihat kalau mereka berhubungan intim di dalam ampertemennya dan mereka menyukai satu sama lain
hal hasil kamu sakit hati mengingat pacarmu yang sudah bersamamu selama 1 tahun tiba-tiba ia sudah bersama dengan sesama wanita yang merupakan sahabatnya yang saling suka
"berani-beraninya ya rebut cowo gw hah?!" selle yang marahpun menampar guinaifen tetapi untungnya kamu mencegahnya
kamu kemudian menarik tangan selle dan pergi menuju rooftop. sesampainya di rooftop, mereka baru mengatakan yang sebenarnya
"maksud kamu apa hah?! dengan murid baru itu?! lu naksir kah?!" tanya selle dengan perasaan kesal yang semakin menggebu-gebu
"dia temanku sayang, kami sudah berpisah selama 10 tahun dan wajarlah kami seperti itu bayangin coba klo kita seperti itu" jawabmu
"oh. berarti kyak gitu loh ekspresi kalian setekah berpisah selama 10 tahun"-selle
"sampe lu lupain gw hah?! apa lu udh bikin rencana sama dia? atau dianya yang nyuruh kamu gitu?"-selle
pertanyaan tersebut dimana selle masih kesal olehmu mengingat bahwa kalian berdua tidak pernah kontakan selama 5 hari hal hasil kamu mengeluarkan hpmu dari saku dan menunjukan bukti yang sebenarnya
selle terkejut dengan rekaman dari hpmu yang memutar video selle dengan bronya di ampertemennya yang lagi melakukan hubungan badan
"maksud kamu ini apa hah?!" selle terdiam dengan ekspresi wajah yang sedikit memerah
"aku pikir kalian cuma sebatas sahabat tetapi kalian malah lebih dari itu"-kamu
"pantes aja aku denger rumor dan gosip dari cewek-cewek di kantin kalau selle dan bronya itu aslinya lebih dari teman dan sahabat ternyata ini toh" kamu terus menjelaskannya membuat selle makin berpaling wajah ke kanan
"gw udh gk ketipu lagi sama orientasi seksuallu. di dunia ini, cinta itu buta kok jadi mau segender atau kagak selagi menyatakan perasaan cinta ya sama aja tuh" lanjutmu
"udh ya mulai sekarang kita putus! sana kamu puas-puasin sama bronya!"
kamu langsung pergi meninggalkan rooftop dan tentunya selle disana. setelah kamu membuka pintu, kamu melihat kalau bronya dan guinaifen juga ada disana dan kamu hanya bodo amat dan jalan saja. bronya menghampiri selle dan guinaifen mengejarmu
jam menunjukan pukul 18:00 waktunya para siswa untuk pulang ke rumahnya masing-masing, kamu dan guinaifen jalan bersama meskipun kamu baru saja putus dengan selle, tetapi kamu tetep bahagia karena guinaifen sahabat semasa kecilmu yang telah berpisah selama 10 tahun itu bersamamu
pada saat telah mencapai gerbang sekolah, tiba-tiba ada voice mail dari ibunya guinaifen, isi dari voice mail tersebut mengatakan bahwa ibunya sekarang lagi lembur kemungkinan akan bisa pulang ke rumah pukul 2 pagi
"yah sendiri lagi ni di rumah"-guinaifen
"kenapa tu?"-kamu
"ini ibuku hari ini akan lembur dan ya sendiri lagi deh" cemberut guinaifen
"eh, mending nginep dirumahku aja" tawarmu
"e-eh?! yang bener?" guinaifen mendengar itu langsung kaget
"iya lah, lagian kamu baru pindah ke wilayah ini kan? kita udh gk pernah lagi ke rumahku" katamu
"o-oh ok, baik sekarang kita ke rumahmu!" seru guinaifen
kalian telah sampai di motor dan kamu mengendarai motor dan guinaifen membonceng. sesampainya di rumah, kamu menutup pintu luar dan juga rumah
"wah rumahmu sekarang udh bagus banget!" guinaifen melihatnya itu langsung terkagum-kagum
"gimana bagus kan? makanya aku suruh kamu nginep disini" kekehmu
"iya-iya, oh iya aku mau cerita boleh gk?" tanya guinaifen sambil duduk di sofa ruang tamu
"oh boleh silahkan" kamu juga duduk mendengarkan cerita temanmu
"jadi sebelum kita bertemu ini, aku dulu punya pacar namanya tu li sushang, awalnya dia temenku terus sahabatku. aku sering ajak dia bikin kontem uji nyali sama dia dan kita selalu kemana-mana sampai pada akhirnya kita memutuskan untuk mengungkapkan perasaan. kami pacaran bahkan kita juga pernah melakukan hubungan seks"-guinaifen
"terus?"-kamu
"semua itu berubah semenjak aku melihat dia berubah tidak seperti biasanya dan ketika aku kerumahnya, aku melihat perutnya sedikit membuncit dan aku melihat dia memegang tes pack dan aku terkejut melihat hasil tes packnya strip 2. sontak aku kaget dong sampe aku tanya dia 'beneran?' terus dia ngangguk dengan air mata yang keluar terus dia bilang 'maafin aku sayang, aku bukan bermaksud seperti itu' dia nangis dan kita berpelukan. hal hasil orang tuanya menyuruh cowok yang jelas-jelas mengambil milikku dengan cara yang tidak manusiawi itu untuk menikahi pacarku, aku justru menolaknya tapi karena aku tidak bisa melawan takdir akhirnya kita akhirnya menutuskan hubungan untuk selamanya"
menceritakan pengalamannya, guinaifen setetika menangis sontak kamu memgambil tisu yang tak jauh dari mejamu itu
"sudah-sudah jangan dipikirkan lagian kan udah ada aku, teman masa kecilmu yang telah kembali" kamu memeluk guinaifen dan mengelus surai jingganya
"cup-cup jangan nangis manis"
7 notes · View notes
tulisanditaputri · 8 months ago
Text
SADARI untuk Menyadari
"Sebuah cerita nyata, dari salah seorang pasien wanita. Usianya 39 tahun, masih usia kepala tiga dan terbilang muda. Pasien tersebut memiliki anak tiga, dengan anak terkecil berusia setahun, masih balita dan memerlukan ibunya. Kali terakhir bertemu, saat pasien tersebut meminta rujukan ke poli penyakit dalam bagian onkologi atau kanker, masih cukup stabil saat itu kondisinya. Walaupun selalu ada perasaan seperti tertahan yang terlihat dari semburat raut wajahnya tiap kali aku bertemu dengannya. Dorongan semangat yang diberi untuk rutin menjalani kemoterapi, selalu dibalas oleh senyum kecil yang menyimpan rahasia."
Bayangkan jika pasien itu adalah anda duhai wanita. Bagaimana rasanya saat divonis menderita kanker payudara stadium tiga. Bagaimana rasanya saat dijelaskan bahwa sel-sel ganas tersebut sudah menjalar ke mana-mana. Bagaimana rasanya saat harus menjalani kemoterapi setiap minggu, saat kehidupan sudah cukup dan tenang di desa. Bagaimana rasanya harus bolak-balik kontrol ke rumah sakit dan menempuh waktu perjalanan yang cukup lama. Bagaimana rasanya meninggalkan anak yang masih kecil merengek-rengek memanggil mama. Pasrah, tak bisa berbuat apa-apa. Dan bagaimana rasanya, seandainya mengetahui bahwa harapan hidup tak lagi lama.
Kanker masih merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di negeri kita. Kanker leher rahim dan kanker payudara masih bersaing sengit untuk menempati urutan teratas dalam merenggut nyawa wanita. Padahal, kanker payudara dapat dicegah dengan deteksi dini yang dilakukan sendiri oleh tiap wanita. Caranya sangat mudah dan sederhana. Tidak ada alat dan bahan yang diperlukan untuk memeriksa. Lantas, bagaimana caranya?
Tumblr media
SADARI artinya pemeriksaan payudara sendiri. Pemeriksaan dilakukan oleh diri kita sendiri, dengan melihat dan meraba payudara sendiri. SADARI dilakukan semenjak seorang wanita mendapat haid pertama kali. Untuk mengetahui perubahan payudara dari waktu ke waktu, SADARI perlu dilakukan setiap 1 bulan sekali. Waktu terbaik untuk melakukan SADARI adalah seminggu setelah periode menstruasi. SADARI bisa dilakukan saat berada di depan kaca, saat berbaring, atau saat mandi.
Pertama, lihat terlebih dulu, apakah ada yang tampak berbeda di payudara. Apakah ada payudara yang terlihat lebih besar dibandingkan yang satunya. Apakah ada kulit yang mengerut di puting dan area sekitarnya.
Setelah melihat, barulah meraba. Boleh lumuri tangan dengan pelembab atau minyak agar lebih memudahkan saat meraba. Angkat tangan pada sisi payudara yang ingin diperiksa, sementara tangan lain akan meraba. Lakukan pemeriksaan dengan meraba secara melingkar searah jarum jam, lakukan bergantian untuk keduanya. Sentuh dan rasakan apakah kira-kira terdapat benjolan di payudara. Selanjutnya, pencet perlahan puting untuk melihat apakah ada cairan yang keluar. Jangan buru-buru, lakukanlah dengan saksama.
Jika setelah SADARI ditemukan benjolan atau ada sesuatu yang dirasa mengganjal, maka jangan langsung panik dan cemas. Cukup datanglah ke puskesmas. Tenaga kesehatan akan melakukan SADANIS atau pemeriksaan payudara secara klinis. Jika ditemukan benjolan, pasien akan dilakukan rujukan ke dokter ahli untuk pemeriksaan lanjutan. Harapannya, deteksi dini dapat menemukan kasus kanker yang masih stadium dini. Peluang pengobatan dan kesembuhan sangat tinggi apabila kasus ditemukan lebih awal dan dini. Jadi, tunggu apa lagi? Segera lakukan SADARI untuk menyadari.
"Rupanya, kali terakhir bertemu dengan pasien tersebut benar-benar menjadi pertemuan terakhir kami. Tiba-tiba aku dikabari bahwa pasien tersebut telah menutup mata untuk yang terakhir kali. Mata berkaca, bergetar rasanya hati. Hanya doa dan harapan yang mampu diberi. Terima kasih, karena kisah ini akan selalu menjadi pembelajaran yang sangat berarti bagi kami."
***
2 notes · View notes
cellularn · 11 months ago
Text
The First Page
Tumblr media
Bau khas buku baru menguar di penghidu, memasuki jam rawan overthinking, perempuan berpakaian serba hitam dengan aksen merah pada tas jinjing itu menetapkan keputusan untuk bersantai di bagian pojok perpustakaan demi ketenangan pikiran walau sementara. Petang menjelang malam adalah waktu terbaik untuk sekadar melamun atau membiarkan diri larut dalam ratus lembar kertas berisi ragam peristiwa, begitu cara pikirnya.
“Mbak Ay, nggak bosen pinjem buku mulu?” untuk hari ini perempuan itu tidak sendiri, selepas menjemput adik paling bungsu ia pergi ke perpustakaan demi sebuah buku kurang dari seratus halaman yang baru dihadirkan dua hari lalu.
“Nggak,” jawab sang puan apa adanya. Ia senang meminjam buku sebab tak punya cukup ruang untuk mengoleksi buku di dalam rumah.
Laki-laki yang sejak tadi menemani hanya berdiam, sesekali mengecek ponsel dan memainkan permainan di ponsel, lalu kembali merecoki dengan melongok ke sampul buku di genggaman kakak perempuannya. “Itu baca apa, Mbak?”
Melihat gerak-gerik adiknya yang tampak begitu jauh dari kata nyaman, bukunya ditutup sebentar. “Iden sebentar, ya, Mbak mau healing. Kamu kalo mau ke kedai sebelah boleh aja, nanti Mbak telepon, oke? Bukunya tipis, kok.”
‘Tipis apanya? Itu bahkan lebih tebel dari LKS matematika?’ ujar Aiden dalam hati saat menatap setebal apa buku tersebut. Menurut dugaan Aiden yang melongok diam-diam, sepertinya ada 300 lebih halaman.
Sedikit jengkel, adik laki-lakinya menggerutu. “Ih, orang nanya doang. Tapi uang aku abis, Mbak. Tadi ketinggalan jadi cuma kebawa 10 ribu, itu pun hasil selipan tas.”
Saking pengertiannya, wanita itu terkekeh, oh jadi ini alasan mengapa Aiden hanya melamun tidak jelas di sebelahnya. “Mbak transfer ke GoPay, sana, gih, kamu di sini malah gangguin Mbak.”
“Mbak udah bilang Bunda?” sepulang sekolah, biasanya Aiden sama sekali tidak diperbolehkan pergi berkelana oleh kedua orang tua, itu kesepakatan mutlak. Bila ingin keluar bersama teman, Aiden akan pulang ke rumah terlebih dahulu dan izin kepada Ibunda tercinta karena Ayah belum kembali dari bekerja. Maka dari itu, perizinan membawanya sampai hampir malam ini dipertanyakan pada sang kakak.
“Udah. Kata Bunda nggak apa, dia bilang sekalian ajak kamu baca, tapi kamunya kan ogah-ogahan, Mbak nggak mau maksa. Jadi ntar Mbak bilang Bunda aja kamu ke kedai. Maaf, buku ini cuma ada satu stok aja, jadi Iden ikutan Mbak ke sini,” tuturnya sedikit menyesal.
Aiden menyengir. “Gak papa, Iden ngerti Mbak butuh refreshing. Makasih, ya, Mbak. Iden ke sebelah. Love you!”
“Hm, too. Mbak transfer sekarang, nanti cek.”
Sang adik dengan celana abu-abu serta sweater biru dongker mengacungkan jempolnya sebelum hilang di balik jajaran rak menjulang.
***
Rak dengan ribuan koleksi buku menjadi rumah kedua bagi seonggok pria bertubuh semampai. Shift sore-malam menjadi tanggungan per akhir bulan ini untuk sementara dikarenakan temannya perlu merawat putri kecil yang dikabarkan dirawat sebab terjangkit demam berdarah.
“Tadi banyak yang balikin buku, tapi belum aku taruh di rak lagi, tolongin ya, Sal.” Pinta wanita penjaga perpustakaan kecil itu setengah memohon.
“Sip, nanti saya rapiin. Cepetan, Kak, nanti Iren keburu ngerengek nyari Mamanya,” ucapnya santai, toh dirinya bukan seseorang yang banyak sibuk, tak masalah bila terkena pergantian shift seperti sekarang.
Dengan tergesa-gesa, Ibu satu anak itu melambaikan tangan. “Iya, nih. Makasih, ya, Sal!”
“Sama-sama, Kak Gauri!”
Usai berkoordinasi, pria itu secara cekatan membereskan tasnya, meletakkan di dalam boks besar khusus menyimpan barang pribadi sebelum mendorong tumpukan buku-buku hasil pinjaman ke tempat semula.
Ekor mata si pria menangkap seorang wanita mengerutkan alisnya di pojok ruangan, wajahnya tampak sedikit tidak bersahabat sebab tatapannya terkunci seakan sudah menyatu dengan lembar per lembar buku bacaan.
Baru kali pertama si pustakawan melihat orang sebegitu serius membaca, ia terlalu banyak menengok pengunjung yang membaca di dalam tak betah dan berakhir hanya melamun alih-alih menghabiskan seratus lembar buku. Ah, sepertinya ia terlalu lama menelaah sampai lupa ada banyak hal untuk dikerjakan.
***
“Mas, kalo saya pinjamnya sekitar sebulan boleh nggak?” tiga tumpuk buku dengan halaman ratusan mendarat di meja dekat pintu tempat di mana para pustakawan biasanya melayani.
“Sesuai sama peraturan di sini, belum bisa, Kak. Maksimal dua minggu seperti biasa,” jelas sang pustakawan.
“Duh, saya ada acara di luar kota dan perkiraan waktunya sampai satu bulan. Boleh, dong, ya?” rayu perempuan di hadapan dengan binar melasnya.
Masih dengan senyum, pria itu menghela napas. “Kalau gitu kenapa nggak beli aja bukunya, Kak?”
“Rumah saya udah jadi gudang buku, Mas, udah nggak ada space lagi. Saya di jalan bosen nih, nggak ada buku.”
“Buku elektronik banyak, nggak perlu sewa sebulan, lho.” Solusi diberikan pada—si ngeyel—pelanggan pertamanya hari ini.
“Buku fisik lebih nyaman dibaca, Mas. Satu bulan, ya?” entah berapa lama ia perlu merayu agar luluh hati pria ini, yang jelas ia perlu buku itu untuk menemani perjalanan panjangnya yang dimulai dari akhir pekan.
“Ini bukan langganan Spotify, Kak. Kalau mau bayar denda 200.000 per buku pinjaman karena telat dua minggu. Gimana?” tawarnya. Itu sesuai peraturan absolut perpustakaan, di mana satu buku telat dikembalikan selama satu minggu, maka satu lembar uang merah menjadi pengganti.
“Mas, emang beneran se-nggak bisa itu? Saya langganan di sini, udah ada booklabs card juga, masak iya nggak ada privilege?” binaran putus asa sekarang dijadikan senjata demi rayuan terakhir.
Namun, reaksi pria itu masih teguh pendirian. “Mau poinnya sampai 100.000 pun nggak akan ada privilege sewa buku satu bulan, tertera di sana tulisannya mendapat buku segel gratis jika poin mencapai 4.000, ‘kan? Nggak ada tulisan ‘Anda akan mendapat kesempatan meminjam buku lebih dari tenggat waktu yang tercantum’. Saya cuma orang yang jaga, Kak, nggak bisa ambil keputusan juga.”
“Aduh, ya udah, deh. Kira-kira dua yang lain ini bakal ada yang keep nggak dalam waktu sebulan ke depan?” perkiraan ia akan meminjam kembali adalah sebulan lagi, ia ingin memastikan apa bisa setelah kembali dari kegiatannya ia pergi kemari untuk segera meminjam buku tersebut.
Raut wajah pria itu tampak berpikir. “Ya ... tergantung. Karena ini buku keluaran terbaru dan kami nggak punya banyak stok, kemungkinan ada.”
“Keep buat saya bulan depan, bisa, Mas—“ dibacanya nama di bagian dada sang pustakawan. “Salim?”
Mendengar namanya disebut, Salim terkekeh, “nggak bisa, Kak.”
“Capek, deh.” Perempuan itu menepuk jidatnya, kemudian memisahkan buku paling tebal untuk dipinjamnya dua minggu ke depan. “Ini dicap dulu, Mas, saya jadi pinjam yang ini aja.”
“Sebentar, ya.” Pria yang dirasa memiliki tingkat kesabaran rendah tetapi mudah mengendalikan itu mengecap kartu yang diselipkan di halaman paling depan buku sebagai keterangan dengan stempel berlogo perpustakaan bernama “booklab.studio” dan memberikannya pada wanita di depan meja.
“Member card-nya dibawa?”
“Ini, Mas.” Ia menyodorkan kartu bercorak minimalis khas interior perpustakaan.
Salim memindai kode dari kartu tersebut supaya poin beragam keuntungan itu menambah dan bisa ditukarkan dengan buku gratis saat jumlahnya mencapai 4.000 poin.
“Terima kasih, Kak Ayla. Have a good day!” di sana pula Salim mengetahui siapa nama pelanggan yang memohon padanya tadi.
“Serius nggak bisa sebulan?” masih juga.
Salim tertawa. “Nggak bisa, Kak.”
Ayla memanyunkan labiumnya. “I will not have a good day, fyi.”
Serius, pria itu tak hentinya terkekeh melihat bagaimana bibir wanita itu tertekuk karena inginnya tak dituruti. Mau bagaimana lagi, Salim bukan siapa-siapa yang mampu seenak jidat mengubah peraturan berdasar luluh lewat cemberut. “Smile. It'll be help. Kalo ada bukunya, saya hubungi.”
Langkah yang semula ingin melewati pintu kembali berbalik. “Lewat?”
“Dari member card kan ada alamat e-mail. Nanti saya kabari lewat e-mail.” Tunjuk Salim pada komputer di hadapan. Membuktikan bahwa perkataannya benar.
“Yes! Thank you, ya, Mas Salim!” binaran ceria kini menghiasi wajah manisnya, ia bergegas pergi dengan langkah bergegas, tak lagi lesu seperti sebelumnya.
Pria tersebut bergeleng. Ada-ada saja jenis manusia masa kini.
4 notes · View notes
mulyanah · 2 years ago
Text
Wanita Kuat
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya qs.al-Baqarah:286
tahun 2020 adalah tahun dimana saya merasa berada pada titik terendah bahkan sampe saya mengeluh dengan terisak-isak dihadapan Allah sambil mengatakan " Ya Allah saya tidak kuat, tidak mampu atas ujian yang engkau limpahkan ini" namanya juga ujian perasaan tidak mudah ya...bahkan ada sebagian orang yang tidak bisa melewati ujian itu. Menjalani hari-hari ditahun itu begitu berat saya rasakan setiap harinya tapi atas izin Allah dengan kekuatan dan kemampuan serta kesabaran yang Allah berikan saya berhasil dan mampu melewati masa-masa sulit itu.
tahun 2021 tidak kalah sulit juga meskipun di tahun 2020 saya merasa itu titik terendah saya, bagaimana tidak di tahun ini saya dipatahkan oleh seseorang yang kita kenal sebagai cinta pertama yakni Ayah, hubungan saya memang kurang baik dengan ayah sejak kecil namun ditahun itu saya merasa bahagia dikarenakan hubungan saya dengan ayah mulai membaik dan disaat itu pula saya merasa ada kasih sayang yang sebelumnya tidak pernah saya rasakan akan tetapi kebahagiaan itu tidaklah berlangsung lama sebab ada momen yang membuat saya sadar bahwa hubungan saya dengan ayah ternyata tidak pernah baik-baik saja, hancur berkeping-keping raanya hati ini beberapa hari nangis di atas sajadah namun tetap saja rasa sakit tidak kunjung usai bahkan sampai sekarang kalo diingat-ingat rasa sakit itu tetap ada, tapi yang ingin saya sharing disini bukan rasa sakit atau ingin dikasihani atas kemalangan saya yah melainkan bagaimana saya harus berdamai dengan segala rasa sakit itu karena saat ini saya sadar betul bahwa peduli sama diri sendiri itu sangat-sangat kita butuhkan demi ketenangan hidup kedepannya, terlebih sesakit apapun yang saya terima tetap saja dia ayah saya dan saya tetap ingin hubngan saya kembali baik meskipun saya tidak tahu bagaimana cara mengkomunikasikannya kembali dan untuk saat ini saya hanya bisa berdo'a "meminta kelembutan hati dan keluasan hati untuk memaafkan serta meminta agar ayah saya dalam keadaan baik dan tenang dalam menjalani hidupnya"
tahun 2022, ditahun ini saya dihadapkan dengan kenyataan bahwa saya harus menyelesaikan studi S1 saya, kalian pasti taulah bagaimana rasanya dikejar dedline harus menyelesaikan skripsi kemudian sidang ditahun itu juga terlebih ada kontrak dimana kalo kita tidak selesai ditahun itu kita harus mengganti semua biaya mulai dari awal masuk perkulihan sampai akhir karena mengambil jalur beasiswa, tidak main-main bukan? saya akui tidak banyak ujian yang saya terima ketika mengerjakan skripsi, dosen pembimbing juga baik-baik tidak ada yang mempersulit saya selama mengerjakan skripsi tersebut dan alhamdulillah dalam kurun waktu 3 bulan lebih saya berhasil menyelesaikan skripsi saya, nah sulitnya dimana? jadi saat saya mengerjakan skripsi itu pertama kali saya merasakan (insomnia) tidak bisa tidur sampae jam 2 jam 3 dini hari masih melek , saya merasa tertekan karena sebelumnya saya tidak pernah mengalami hal itu dan nafsu makan saya juga menurun drastis saat itu tentu ini juga bermasalah karena mengakibatkan stres bahkan gejala menuju deprsei eh tapi nggak sampe sejauh itu sih cuma gejala aja karena saya juga tidak sadar akan hal itu.
tahun 2023 adalah puncaknya, tanggal 11 januari saya tumbang tidak bisa beraktivitas seperti biasanya sampai tanggal 25 januari . kemudian 2 pekannya saya merasa baikan, tepat pada hari jum'at 10 februari saya ngedrop lagi dan untuk pertama kalinya saya rawat inap di RS dan untuk pertama kalinya juga saya merasakan di infus. Luar biasa bukan? drama masih berlanjut, saya mengetik tulisan ini sambil menahan rasa sakit nih karena tadi pagi jari-jari tangan kanan saya terkena air panas untuk tidak melepuh hee...
Selain itu saya juga mengalami hal-hal yang tidak biasa seperti halnya setiap mau tidur saya melihat caya putih tiga hari berturut-turut entah asalnya dari mana, sebelumnya saya tidak merasa ada kejanggalan sampai suatu mlm dimana teman sebelah saya tiba-tiba terbagun tengah mlm katanya mimpi buruk dan di dalam mimpi itu ia melihat cahaya putih yg sama yg saya pernah lihat .Sebelum dia menjelaskan lebih lanjud tentamg cahaya itu saya menghentikannya dan memberi tahu dimana dan bentuknya seperti apa kemudian barulah kita sama-sama sadar ada sesuatu yang tidak beres.
Sebelum kejadian itu, saya sempat ngobrol dengan dokter yang nanagin saya selama sakit . Sebelumnya biasa di ruangan itu 5-6 menit selesai namun hari itu cukup lama karena hari itu dokternya sudah seperti seorang psikiater nanya-nanya masalah mulai dari akar-akarnya, karena dokter merasa heran dan dari awal melihat-pun katanya sudah merasa ada sesuatu yg beda dari aorotan mata saya sendiri. Nah Khusus hari itu dokternya benar-benar ngajak saya ngobrol dari hati ke hati sampai saya tak kuasa mnahan air mata. Memang benar, menurut dokter sendiri "kalo sakit biasa dengan usaha medis yg sudah maksimal banget harusnya kamu sudah sembuh namun kata dokter melanjutkan untuk seterusnya kalo kamu sungguh-sungguh ingin sembuh kamu harus melawannya sendiri, harus menyembuhkan diri sendiri terus ikhtiar terus berdo'a jangan putus" Kamu jangan kalah, kamu jangan tenggelam dalam kegelapan,kemarahan dan kebencian serta rasa sakit yang kamu rasakan selama ini, kamu cukup kuat bisa bertahan sampai detik ini. Lama saya terdiam dan yg terdengar hanya isakan tangis selama mendengarkan arahan dari dokter.
Kebetulan, jauh sebelum obrolan itu-pun saya sadar akan keadaan saya sendiri bahkan sudah saya tuliskan juga di tumblr ini dimana saya ada kemuan untuk keluar dari lingkaran itu namun semua yang terjadi tentu sudah digariskan seperti apa dan bagaimana prosesnya dari Allah dan tentu semua itu juga menjadi alasan untuk menjadikan saya seperti sekarang ini
Setelah semua kejadian itu, saya memberanikan diri mlm itu untuk mengingat kembali semua hal-hal yang menyakitkan yang pernah saya alami yang mana setiap mengalami hal yang menyakitkan dan mengecewakan bahkan setiap kemarahan yang tidak tntus-pun saya akan telan mentah-mentah dan kubur jauh di dalam hati agar tidak terlalu menyakitkan begitulah cara saya mengatasi setiap mengalami hal-hal yang tidak mengenakan. Kalo boleh jujur mungkin malam itu saya sudah seperti orang gila karena sebelumnya saya tidak seberani itu akan tetapi setelah melewati obrolan panjang dengan bu dokter saya benar-benar bertekad untuk merelakan dan mengikhlaskan semuanya dan agar saya juga bisa terbebas dari semuanya.
Mencoba berdamai dengan semua kenyataan dan keadaan emang tidak mudah akan tetapi itu jauh lebih baik jika kita ingin memulai hidup yang baru
melihat kembali perjalanan saya dari tahun 2020-2023 dengan dibarengi berbagai kesulitan dan rasa sakit tentu dengan kemudahan juga saya banyak belajar, ditahun-tahun itu pula saya mulai sadar bagaimana saya harus memulai kemudian berbenah. Banyak hal yang harus saya ubah kemudian benahi mulai dari diri saya sendiri, bagaimana saya harus mencintai diri sendiri, peduli sama diri sendiri dan mengutamakan hal-hal yang berkaitan dengan diri saya sendiri bukannya saya egois tapi saya banyak belajar bahwa memang mengutamakan dan mementingkan diri sendiri itu lebih utama bagi saya setelah itu baru orang lain, kenapa? sederhananya gini kalo kita sudah baik, bisa mencintai diri sendiri dan peduli sama diri sendiri maka kita pun akan memperlakukan orang lain sebagaimana kita memperlakukan diri sendiri. Semua itu saya renungkan dan tekuni sampai hari ini. Disini bukannya saya tidak mau membahas masa-masa bahagia saya akan tetapi dalam ingatan saya yang masih nampak jelas ya masa-masa sulit dan sakit ini kalo masa-masa bahagia jarang sekali saya ingat karena masa itu berlalu begitu saja.
saya selalu bilang sama diri sendiri kalo datang masanya saya lelah, futur ingin menangis dan berkeluh kesah lakukan dan sedikan ruang untuk hal-hal negatif itu karena emang itu perlu, kita tidak bisa mengingkarinya. Mari belajar untuk menerima segala perasaan negatif jangan hanya menerima perasaan positif saja karena kalo itu yang kita lakukan kita sendiri yang lelah, dengan menerima setidaknya kita bisa mengurangi rasa tidak nyaman itu walaupun sedikit.
17 notes · View notes
komatahari · 2 years ago
Text
Kenapa ya hidupku lucu sekali
Apakah masih ingat dengan cerita menentukan kursi di krl?
Yap, barusan banget entah kenapa hati ini tiba² bilang "tengok deh ke kebelakang" disaat sudah berdiri di depan mbak² si orang linglung (buka IG, buka tiktok, buka wa, buka hp satunya gitu terus) sambil clingak clinguk
(anyway, si embak sekilas wajahnya mirip happy asmara, tapi pas maskernya di buka beda jauh, dia pake make up, pake kacamata item, baju dengan jahitan engga full body, tas kecil kek orang mau maen ke mall yang jelas bukan tampilan wanita angker ataupun pegawai yang dah jam pulang sore lusuh kek cucian seminggu) termasuk saya :))
Pas tengok ke belakang "woh, sepertinya menarik ya berdiri di situ, ada magnet yang melambai-lambai" tapi dengan tegas dijawab, "engga deh, berdiri depan mba mba linglung aja, keknya dia bentar lagi mo turun deh"
Eeettt, gataunyaa kursi di belakang kosong 1, yap... ada yang turun wkwk
Okeylah, tetep berdiri depan mba mba linglung. Masih dengan buka IG, buka tiktok, buka wa, buka chat, tengok kanan kiri. Tapi ternyata ada benang merah, dia fokus nonton Wiro Sableng (?) di IG. Dimana sinyalnya ternyata ngga lancar, sehingga dia buka tiktok 2 detik tutup, buka wa 2 detik cek chat tutup, balik ke IG dengan video Wiro Sableng.
Pas, udah ngga buffering. Dia tempelin speaker hp di telinganya, sambil ketawa-tawa.
Pas loading lagi. Dia kembali ke prosedur buka ini itu masing-masing sekitar 2 detik, abis itu clingak clinguk, liat jendela, liat pintu.
Hingga akhirnya seorang ibu di samping kiri si embak turun, dan tergantikanlah olehku.
NGGA BERENTI DI EMBAK² YANG DUDUK DISEBELAH KANAN. Ada simbah² di sebelah kiri diri ini.
Tentu, engga ada masalah besar dengan si simbah ini. Hanya sahajaaaa......
Simbah ini suka bergerak ke sana kemari, kemudian memasukkan tangannya ke perut lalu garuk² (otomatis sikunya menatap tubuh mungil diri ini). Lalu, pindah posisi badan ke sana pindah kemari, hingga pada akhirnya diri ini terpepet dengan posisi tas di atas dada, tangan di atas tas, lengan ke atas :(
Waktu bersamaan, si embak dan si simbah turun di stasiun yang sama. Aahhh luaassss~~
Tiba² ada ibu² dari ujung kursi bilang sembari melambai lambaikan tangan "bau pesing yaa, bau pesing" lalu berdiri.
Aku? Aku nengok ke bawah, bawah kursi simbah itu penuh air dan basah. Konfirmasi dengan melihat si simbah yang tengah antri depan pintu untuk turun, "oh engga basah kok celananya"
Sejenak dalam hati "hemm, emang agak pesing sih dari tadi, tapi ku abaikan"
Berusaha penuh tidak berpikir negatif. Alih alih memastikan, tapi juga menghindari bau, maka pindahlah ke kursi seberang. Yaps! Air mengalir banyak.
Tapi..... sepertinya itu air hujan yang masuk dari pintu akibat berenti di tiap tiap stasiun.
Oke, cukup sekian cerita tidak penting ini.
:)
2 notes · View notes
steven-hariyanto · 9 days ago
Text
Tenggelam dalam Kenikmatan Bersama Tante Maya
Tumblr media
Setiap malam aku selalu mendengar pertengkaran antara Tante Maya dan Om Agus dirumah dan itupun selalu terulang dan terulang Kembali.  Penyebab mereka selalu bertengkar karena penyakit Om Agus yang sering pergi ke diskotik dan bermain judi bersama teman-temannya. Setiap pulang kerumah Om Agus pasti selalu mabuk.
Pertengkaran itu semakin lama semakin membuat Om Agus mulai jarang pulang kerumah dan kudengar mereka akan saling bercerai, aku hanya bisa diam saja dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi dengan mereka berdua. Apalagi aku hanya numpang tinggal dirumah mereka.
Hari Sabtu malam sekitar jam 9 malam saat aku didalam kamar aku Kembali mendengar mereka bertengkar lagi didalam kamar.
“Brak ..” suara pecahan kaca membentur pintu, cukup membuatku kaget, dan om Agus dengan marah berjalan keluar ruangan. Dari dalam ruangan kamar, Tante Maya terdengar berteriak dengan nada sangat keras.
“Tidak perlu pulang pulang sekalian kalau bisa ceraikan aku secepatnya”.
“Aduh ribut lagi”, Om Agus segera keluar dari rumah dan langsung pergi tancap gas dengan mobilnya.
Aku segera keluar dari dalam kamarku dan di dalam kamar Tante Maya, aku mendengar Tante Maya menangis. Aku ingin masuk ke dalam kamarnya tapi aku takut terkena amarah karena efek emosi yang baru saja dirasakan pada Tante Maya. Tapi aku juga penasaran dan takut nantinya akan terjadi apa-apa dengan Tante Maya. Perlahan aku membuka pintu kamarnya dan kulihat Tante Maya menangis di depan meja rias. Aku berinisiatif perlahan mendekatinya sambil menghindari pecahan kaca yang telah dilempar oleh Tante Maya dan bertanya.
“Kanapa Tan? Om Kambuh lagi ya?”, Dia tidak menjawab.
Tante Maya hanya diam dan sesekali ku dengar isak tangis kecil pada dirinya. Sudah lama aku berdiri di belakangnya. Saat itu aku hanya menatapnya dari belakang dan aku melihat Tante Maya mengenakan baju tidur yang cukup menggoda kelaki-lakianku. Aku berpikir apa mungkin Tante Maya dengan memakai baju tidur seperti itu ingin mengajak Om Agus untuk bercinta tapi ditolak sama Om Agus karena pakaian yang dikenakan cukup menggodaku, baju tidur model daster berkain satin berwarna pink dan panjang sekitar 15 cm di atas lutut.
Tiba-tiba Tante Maya berkata, “Iya Andre, kupikir Om Agus sudah aku tidak lagi mencintai Tante lagi, sekarang dia lebih memilih pergi Bersama teman-temannya untuk bersenang-senang dari pada aku yang sendirian di rumah”.
Ketika Tante Maya berkata seperti itu, tubuhnya yang masih menghadap cermin rias diputarnya menghadapku langsung pada diriku dan spontan aku setengah terkejut diam, kedua mataku tanpa sengaja menatap kedua belahan buah dadanya. Tampak kedua putting susunya jelas terlihat menjeplak diluar kain satin dasternya yang dikenakannya. Aku cukup terkejut melihat tubuh Tanteku itu yang sudah tidak memakai Bra didalam dasternya itu.
Aku hanya bisa terdiam beberapa saat melihat tubuh tante Maya yang hanya menggenakan baju tidur seperti itu kemudian aku segera menghampirinya dan berkata.
“Tante itu sebenarnya masih cantik kok dan ngak mungkin Om Agus pergi meninggalkan Tante,  mungkin  Om pergi Bersama teman-temanya karena mereka sudah janjian kali, jadi Tante jangan khawatir”.
“Jangan khawatir gimana, dia lebih memiki bersenang-senang dengan teman-temannya, pergi untuk mabuk, judi dan pergi dengan wanita malam”
Aku jadi bingung mau harus berkata apa lagi karena itu emang benar dan nyata apa yang dikatakan oleh Tante Maya.
Secara refleks aku pegang tangannya dan berkata. “Tenang ��dan relax aja Tan, Om tidak akan macem-macem kok diluar sana”, kataku agar lebih menenagkan pikiranya.
“Tapi Andre, Tante denger dia punya wanita lagi, malah Tante kemarin tau langsung dari teman-teman Tante yang ada dikantor”.
“Ah Masa sih Om berani cari wanita lagi Tan dan aku baru tau sih, mungkin itu hanya teman saja kali Tan apalagi Tante masih cantik dan seksi lho”., Tanpa  sengaja tangan kananku sudah berada di bagian pahanya karena tangan kiriku masih memegang tangannya.
Perlahan pahanya terasa lembut,  aku lakukan ini karena aku menyimpulkan bahwa Tante Maya belum pernah merasakan sentuhan tangan lembut dari seorang pria sepertiku dan tiba-tiba tanganku yang mulai membelai paha bagian atas langsung digeser ke samping oleh Tante Maya dan spontan tante Maya langsung berdiri dari kursinya.
“Andre, Kuharap kamu jangan cari-cari kesempatan  dengan Tante, sekarang kamu keluar dari kamar”,  Dengan nada marah, Tante Maya mendorongku pergi.
Cukup terkejut aku mendengarnya Tante Maya berkata sepeti itu dengan rasa malu dan tau diri aku langsung berdiri dan meminta maaf, kepada Tante Maya. Aku segera berjalan perlahan untuk keluar dari kamar Tanteku. aku berjalan masuk kedalam kamarku. Didalam kamar aku berpikir, tadi aku sangat benar-benar terangsang melihat kemolekan tubuh Tante Maya yang hanya memakai baju tidur seperti itu dan rencana tadi karena Tante Maya lagi ada masalah dengan suaminya aku berusaha untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan itu tapi al hasil malah aku diusirnya.
Aku paham dan mengerti malam itu Tante Maya kenapa memakai baju tidur seperti itu karena dia butuh sekali kepuasan Hasrat seks diatas ranjang Bersama Om Agus, karena selama ini Tante Maya sudah jarang disentuh lagi dengan Om Agus dan rencana nya tadi aku pingin berusaha menenagi dirinya dan memuaskan diranjang tapi hasilnya berbeda.
“Yau dah”, Kemudian kulihat jam sudah menunjukan jam  11 malam tiba-tiba pintu kamarku ada yang mengetuk dari luar.
“Tok…tok…tok…, Andre apa kamu sudah tidur”, kudengan suara Tante Maya.
“Belum Tante”, mendengar itu jantungku langsung bedetak sangat kencang, aku takut dia marah dan mengusirku.
Saat ku buka pintu kamarku Tante Maya sudah berdiri menatapku, aku hanya diam dan menunduk dan berkata.
“Ada apa Tan?”.
“Maaf ya Andre tadi Tante emosi”, dia masih terlihat terengah-engah (mungkin masih marah bercampur sedih menjadi satu).
Aku hanya diam dan kuberanikan diriku untuk menatap kedua matanya sambil berkata “Ya Tan, Andre yang salah kok, mungkin Andre terlalu bernafsu melihat Tante hanya memakai baju tidur seperti itu, sekali lagi Andre maaf dan sudah lancang terhadap Tante”, lalu aku berbalik lagi untuk masuk kedalam kamar.
Kemudian Tante Maya menariku dan menahanku sambil berkata. “Apa yang kamu inginkan Andre dariku?” Dia bertanya kepadaku sambil menatapi kedua mataku.
“Aku mencintaimu Tan dan suka kepadamu Tan”, kubernaikan aku menggatakan itu karena aku sudah benar-benar sangat mernafsu melihat kemolekan tubuhnya yang hanya terbalut daster satin.
Kemudian entah siapa yang memulai duluan karena yang aku tau sekarang kami sudah saling berpelukan, berlumatan antara bibir dan lidah.
“Ounghhhh….Andreee, sekarang mungkin Om kamu mungkin sedang bersenang-senang dengan pacar barunya”, karena sama-sama sudah saling bernafsu aku tidak menjawab perkataan Tante Maya.
Kami berdua segera pindah kedalam kamar Tante Maya. Ku baringkan tubuhnya diatas ranjang  lalu aku naik diatas tubuhnya (tumpang tindih). Aku lepaskan semua baju dan celanaku hingga aku sudah langsung bugil total. Kupeluk tubuhnya yang terlentang itu, kucium dan kulumat bibirnya sambil kuremas-remas kedua buah dadanya. Kugesek-gesekan batang penisku yang sudah sangat tegang itu dibagian selangkanya yang terhalang kain satin dasternya. kurasakan bagian vaginanya sudah mulai basah oleh rasangan yang kuberikan.
“Ounghhhh….Andreee…..malam ini…puasiii….Tanteee….Andreeee”.  suara desahan itu keluar dari mulutnya yang sudah mulai terangsang berat.
Dengan rakusnya aku terus saling berlomba berlumatan antara bibirku dengan bibirnya ternyata Tante Maya sangat agresif dan liarnya bermain diatas ranjang. Kemudian saat kusedot dan kujilat kedua putting susunya dari luar kain satin dasternya tubuhnya langsung bergerak seperti cacaing penasan.
“Angggg…Unghhhh….sedotttt….yang…kuattt….Andree….gigit….Ndreee”.
Batang penisku terus aku gesek-gesekan diselangkanya sampai membasahi kain satin dasternya karena efek cairan kenikmatan yang keluar dari lubang penisku disertai cairan yang keluar dari dalam vagina Tante Maya. Ternyata Tante Maya  tidak mengenakan celana dalam sehingga gundukan itu terasa sekali saat aku gesek-gesekan dengan penisku yang terhalang kain satin dasternya yang terasa licin itu. Dengan sangat bernafsu aku terus tanpa henti mengisap putingnya seperti bayi kehausan.
Setelah puas menghisapan putting susunya lalu bibir dan lidahku mulai turun menelusur licinya kain satin dasternya turun hingga kebagian selangkanganya yang sudah mulai basah, Dengan tidak sabar aku segera menjilat dengan lidahku kedalam lubang vaginanya dan lubang  anusnya.
“Ounghhhh….Ahhhh….Andreee…..anghhhhhh”, desahan demi desahan Tante Maya sudah semakin menikmati permainanku diatas ranjang.
Lubang vaginanya kumainkan dengan lidahku dan bagian biji klistorisnya kusedot seperti hisapan permen lalu kadang lubang anusnya kutusuk-tusuk dengan ujung lidahku. Permainan dibagian selangkanganya tidak berlangsung lama karena Tante Maya ingin merasakan batang penisku segera masuk kedalam lubang vaginanya.
“Andreee…..sudahhh….andreee…..jangan disitu teruss….masukan sekarang punya mu kedalam vaginaku….aku sudah lama tidak merasakan itu…Andree”, dengan sedikit merengek aku segera bangkit dan menidih tubuh Tante Maya yang terlentang diatas ranjang.
Dipegangnya langsung penisku dengan tangan kanan Tante Maya untuk segera diarahkan kelubang vagianya yang sudah terlihat becek dan sekali kudorong Blesss…..batang penisku langsung melesat masuk kedalam vaginanya. Aku segera mengenjotnya naik turun. Perlahan dan pasti aku mulai memompa dengan gerakan naik turun, menarik dan menusuk lubang vaginanya yang sudah becek itu. Sambil berlumatan antara bibir dan lidah menikmati permaian yang sudah sangat bernafsu itu sambil kubisikan ditelinganya.
“Tante, Ounghhhh….anghhhh….Tante masih cantik dan aku cinta…. Tante, jika Om sudah tidak cinta lagi, biarkan aku yang mencintai Tante.” Tante Maya hanya diam saja dan terus mendesah kenikmatan sambil ku rasakan bagian pinggulnya juga bergoyang mengikuti irama. Dengan goyang Gerakan penisku yang keluar masuk vaginanya.
Ceplak…cplokkk…cpall…cplokkk suara gesekan antara penisku dengan lubang vaginanya dengan tubuhku berbenturan dengan tubuh Tante Maya yang sama-sama menikmati permainan ini. Kira-kira 10 menit berjalan aku rasakan lubang vaginanya semakin bertambah basah bercampur busa-busa putih yang menondai batang penisku dan kakinya melintang di atas pinggulku dan ditekan dengan kuat hingga Tante Maya orgasme.
“Andreee….anghhhh….aahhhh….aanghhh…Andreeee……”, tubuhnya orgasme dan kubiarkan Tante Maya menikmati proses orgasme dipuncak kenikmatan.
Aku benamkan pensiku lebih dalam lagi sampai dasar rahimnya dan kupeluk tubuhnya erat-erat,  Tante Maya membalasnya dengan sangat eratnya hingga kurasakan tubuh mengejang-ngejang saat merasakan orgasme. Setelah puas merasakan orgesme langsung saja ku balikkan tubuh Tante Maya dengan posisi duduk diatas tubuhku dengan posisi penisku masih tertancap dalam vaginanya.
Tante Maya masih tetap diam saja dengan membaringkan tubuhnya berpelukan di atas tubuhku mungkin dia masih menikmati sisa-sisa orgasme yang baru saja dirasakan.
Lalu aku mengangkat pinggul Tante Maya perlahan dan menurunkannya lagi dan menaikan lagi. Batang penisku yang berdiri tegak menusuk lubang vaginanya bergerak secara berulang-ulang dan akhirnya Tante Maya mulai mengikuti goyang pantatnya naik turun.
“Oooooooccchhhhhhhh……”, nikmati sekali ternyata lubang vaginnaya disaat posisi  dia diatas.
Sepertinya Tante Maya sudah sangat pengalaman dengan gaya goyang posisi bergerak diatas tubuhku. Kenikmatan benar-benar maksimal yang aku dapatkan merasakan kenikmatan dari dalam lubang vaginanya dalam posisi ini.  Ternyata Tante Maya mengerti apa yang aku rasakan dan dia mulai menambahkan goyanganya. Pantatnya digoyangkan seperti penyanyi  anisa bahar seorang penyanyi dangdut dengan goyang patah-patah.
“Oooooochhhhhh….anghhhhh……enak….Tanteee…anghhh”,  kali ini aku seperti orang yang kepedasan.
Aku angkat kepalaku dan kuhisap puting susunya yang semakin terlihat menonjol menjeplak diluar kain satin dasternya. Hisapan demi hisapan semakin ku sedot dengan sangat rakusnya membuat Tante Maya mengerang dan mendesah sambil bergerak bertambah cepat. Dan baru berjalan hampir  5 menitan Tante Maya sudah orgasme yang kedua kalinya.
“Anghhhh…..aaaahhh…..aaanghhhhh”, tubuhnya memeluk kuat sekali saat Tante Maya orgasme.
Kubiarkan Tante Maya orgasme yang kedua kalinya diatas tubuhku dengan Gerakan yang mengejang-ngejang dengan kepalanya mendongak keatas. Kurasakan batang penisku terasa sekali seperti ada benda yang mengurut-urut pada dinding vaginanya saat orgasme.
“Ounghhhh….Andree….aku sudah 2 kali kluarrrrrrrr…tapi kamu kok belum keluar-keluar sih”, Aku hanya tersenyum.
“Sekarang Tante Puas kan denganku dari pada Om Agus”.
“Tante tidak pernah klimaks lebih dari 1 kali kalau dengan om kamu dan kali ini kamu membuat aku bisa 2 kali” Aku tersenyum Kembali.
Aku berbalik tubuh Tanteku dengan posisi konvensional. Kugenjot dengan femininnya. “Oooohhh oohhh…aaaaahhhhh”, Tante ku menggeliat pinggulnya mulai bergoyang juga menyeimbangkan genjotoku. Tak lama kemudian cairan spermaku mulai segera akan keluar.
“Tantee…..Andreee….sudah mauuuu….keluarrr….”.
“Terusss….Andree…kelaurriiii….didalam….saja…anghhh….aaahhh”.
Crottt….crooott…crrorttt…cairan spemaku keluar sangat banyak sekali memenuhi isi rahimnya hingga Sebagian ikut keluar meleleh dari lubang vaginanya membasahi kain spermai ranjang tempat kami melakukan hubungan seks.
Tubuhku mengejang-ngejang kenikmatan  disertai desahan Panjang saat cairan spermaku keluar dari dalam penisku.
“Anghhh…anghhhh….aaahhhhhh…..aaaaahhhhh”, saat orgasme kedua matanya menatapku saat aku klimaks.
Malam ini sebuah permainan yang panjang dan melelahkan yang dimulai dengan insiden kecil saat aku diusir Tante Maya keluar dari kamarnya dan berakhir diujung kenikmatan diatas ranjang dengan sama-sama merasakan kepuasan. Aku melihat ekspresi yang sangat puas sekali di wajah Tanteku.
“Andre kamu harus merahasiakan rahasia ini dan mulai sekarang Tante sudah tidak peduli lagi dengan Om kamu, mau pulang atau tidak Tante sudah tidak mau ngurusi lagi”, Aku hanya mengangguk.
Sejak kejadian itu sampai sekarang hubunganku dengan tante Maya semakin kian dekat aktifitas hubungan seks diatas ranjang semakin rutin aku lakukan seperti sepasang suami istri yang baru saja kami jalani.
Tamat
0 notes
horrorbanget · 12 days ago
Text
Jeratan Kutuk
Suara tangisan yang tak berhenti membuat aku semakin merinding. Tepat hari ini, ibu dari ibuku, yah biasa dipanggil nenek, meninggal dunia. Nenek meninggal di usia 97 tahun. Semasa hidupnya, ia banyak menolong orang, bahkan menyembuhkan orang, tetapi kata mamaku tidak dengan cara yang baik.
Keesokan hari setelah kepergian nenek, rumah nenek belum kunjung sepi kedatangan orang-orang desa setempat. Beberapa dari mereka membawa hasil panen dan ternak mereka ke rumah nenek sebagai ucapan terimakasih karena pernah menolong mereka. Aku tidak paham, tetapi aku harus menghargai.
“Ma, untuk siapa nanti semua pemberian itu?” Tanyaku ke pada mama yang sedang merapikan barang-barang yang mereka beri. “Ya tentu untuk keluarga yang ditinggalkan, ga mungkin untuk nenek kan?” Jawab mama sambil menggodaku.
Tiba-tiba seseorang menyentuh pundakku. Hmm, ternyata tanteku, kuperjelas, adek dari mamaku. “Halo, sedang repot yah disini”. ujarnya sambil memegang pundakku. “Kak, ke belakang bentar, ada yang mau aku bilang. Biar Blessia yang lanjutin rapiin barang-barangnya”. Lanjutnya sambil menarik tangan mama. Oh iyaa, namaku Blessia Theophani. Tahun ini umurku genap 18 tahun, aku seorang mahasiswa baru, jurusan sosiologi di universitas swasta terdekat di daerah tempat tinggalku.
Setelah berbincang dengan tanteku, mama terlihat sangat aneh. Terlihat murung dan kebingungan sambil mencari papa yang sedang ngobrol dengan para tamu. Beberapa saat kemudian mama menemuiku sambil membawa beberapa barang-barang kami. “Blessia, beresein barang-barangmu, kita pulang sore ini karena si papa ada kerjaan mendadak, jangan sampai buru-buru nanti bahaya di jalan loh.” Kata mama sambil mengambil koper di atas lemari. Sebagai anak tunggal yang baik, aku nurut dan segera mengemas barang.
Satu persatu barang di masukan papa ke mobil, sementara mama dan aku sibuk salam-salaman dengan saudara-saudara yang lain. “Pamit yaa om baik.” Ujarku sambil bersalaman dengan kakak paling tua dari keluarga mamaku, om yang tidak pernah memarahiku sejak kecil, bahkan ia menganggapku seperti anaknya sendiri, oleh sebab itu aku memanggilnya “Om baik”. Beliau belum menikah padahal umur sudah hampir 50 tahun, kalau aku tanya sih katanya ia sudah berjanji tidak menikah seumur hidupnya untuk sebuah ilmu yang akan membuat ia kuat seumur hidup. Tidak perlu heran, keluarga mama emang masih kuat percaya dengan hal-hal itu.
Sore itu, kami pulang dari kampung dan menuju rumah yang jauhnya sekitar 7 jam dari kampung nenek. Ditengah perjalanan, tiba-tiba aku melihat seorang perempuan yang seperti mau bunuh diri. Ia berdiri di tengah jalan ketika mobil kami hendak melaju. Seketika aku berteriak kencang. “Aaaarggggghhhh!!!” sambil menutup mataku dengan kedua tangan. Mama langsung memegangku, “Blessia! Kenapa sayang? Kenapa kamu teriak?”. Tanyanya dengan khawatir. Ini benar-benar aneh, sangat aneh. Aku melihat jelas ada wanita yang mau bunuh diri di tengah jalan, tetapi Papa dan Mama tidak melihatnya. “Mam, pap, tadi disitu tuh ada cewe berdiri di tengah jalan. Kayak mau kita tabrak.” Jawabku sambil menunjuk kearah belakang. “Hei, hei.. Sayang, kamu ngantuk kah? Tidak ada siapa-siapa di jalan, gak mungkin kan Papa tabrak orang ga kerasa.” Sahut Papa meyakinkan bahwa aku salah lihat. Aku cuma bisa terdiam, aku tidak ngantuk dan aku tidak mungkin salah lihat. Tadi itu benar-benar sangat jelas. Aku sangat berharap kalian melihatnya.
Beberapa saat kemudian kami tiba di rumah, aku memutuskan untuk langsung tidur karena sangat lelah.
“Blessia! Blessia bangun! Bangun nak!” Mama menarik-narik badanku untuk membangunkanku. Ternyata sudah pagi, aku terbangun dan melihat mama dan papa yang tampak gelisah di sisiku. “Apa sih mam, pap, aku masih ngantuk, ntar lagi deh.” Kataku sambil berusaha duduk. “Kamu gak apa-apa kan sayang? ada yang sakit?” Tanya papa. Aku bingung, mengapa papa bertanya seperti itu padahal sejak kemarin kami bersama dan tidak terjadi apa-apa denganku. Lalu mama langsung menceritakan apa yang terjadi padaku barusan. Ternyata aku ngigau. Kata mama aku teriak-teriak dan memukuli badanku sendiri. Astaga aku benar-benar tidak sadar, bahkan tidak merasa kesakitan padahal tubuhku sudah merah-merah. Anehnya keadaan ini terus-terusan terjadi padaku setiap malam saat tertidur. Apa sebenarnya yang terjadi? Bahkan mama dan papa rela tidur di kamarku untuk menjagaku, agar tidak melukai tubuhku.
Karena hal ini benar-benar aneh, Mama menceritakan hal ini kepada keluarganya lewat telepon. “… Tapi dek, bukankah sudah dilepas? Mengapa Blessia masih kena?” Kata Mama yang sedang menelepon Tanteku. Spontan aku langsung bertanya ke mama, “Apa yang dilepas ma? Kena Apa?” Mama kaget melihat ku ada dibelakangnya dan langsung mematikan telepon. Akhirnya, Mama menceritakan apa sebenarnya yang terjadi.
Saat aku lahir, Nenek sedang jatuh-jatuhnya dari pekerjaannya sebagai bidan desa. Karena tidak ingin usahanya hancur, Nenek menyerahkanku kepada sosok yang ia sembah selama hidupnya. Bukan kepada Tuhan, tetapi kepada roh jahat. Ia berjanji bahwa ia akan menjadikanku sama sepertinya kelak, bila ia sudah tiada. Mama marah, ketika ia tau hal itu, ia langsung membawaku ke rumah ibadah dan meminta agar Pendeta melepaskan perjanjian Nenek dengan roh kegelapan itu. Mama adalah anak yang paling dekat dengan Kakekku, sehingga mama ikut jalan Kakek. Beliau adalah seseorang yang taat agama, namun sayangnya beliau sudah lama meninggal bahkan sebelum aku lahir. Oleh sebab itu, mama berbeda dengan tante dan omku, mereka ikut dengan jalan Nenek.
Aku sangat kaget mendengar cerita Mama, aku sangat ketakutan. Mama berusaha meyakinkanku semuanya akan baik-baik saja. Namun, seketika saat itu tubuhku menjadi dingin, kepalaku sangat sakit. “Aaaaarghhhhhh!! Jangan lepaskan aku dari tubuh ini! Jangan coba-coba atau gadis ini akan menderita! Hahahah.. Bodohhh kalian!” Roh jahat itu masuk lagi kedalam tubuhku. Mama terkejut dan berteriak memanggil Papa, sementara roh jahat itu terus tertawa dan berteriak.
Papa datang dan langsung memeluk tubuhku dengan kuat, lalu mama mulai berdoa sambil memegang kepalaku. Roh jahat itu berteriak kesakitan lalu pergi, aku langsung lemas dan tak berdaya. Hal itu benar-benar membuatku takut, aku benci Nenekku, mengapa ia melakukan itu kepadaku. Aku sangat ketakutan sambil melihat seisi kamarku, berharap roh jahat itu tidak datang lagi.
Setelah kejadian itu, kami mendapat kabar buruk dari kampung. Ternyata Omku mengalami kecelakaan, ia harus kehilangan salah satu kakinya karena kecelakaan itu. Om baik sangat tidak berdaya, katanya ia mengalami kecelakaan karena jalan licin. Mama sangat tertekan, ia cuma bisa menangis melihat apa yang terjadi dengan keluarganya.
“Gimana keadaan om baik sekarang?” Tanyaku lewat telepon. Seketika Omku menangis mendengar suaraku, ia sangat ingin aku ada disana bersamanya, tetapi menurut ibu kediaman Nenek di kampung berbahaya untukku yang sedang seperti ini. “Om sudah baik sekarang, kamu juga baik kan nak?” Jawab Om dengan suara sedikit gemetar menahan nangis. Aku berusaha menguatkan dan menghibur Om baik, sekarang ia tidak bisa apa-apa. Ia kehilangan salah satu kakinya, dan ia menyesal. Impiannya untuk mendapatkan ilmu kuat justru membuat dia semakin lemah. Ia sadar bahwa semua kepercayaan buruknya adalah sia-sia, ia kehilangan banyak harta dan bahkan kesempatan untuk memiliki keluarga. Tanteku yang melihat langsung keadaan Om baik juga ikut tersadar, dan memilih untuk melepas semua kepercayaan buruknya dan memulai hidup dengan percaya kepada Tuhan. Mama dan Papa memutuskan untuk membawa Om baik tinggal bersama kami karena tidak akan ada yang merawatnya, sementara tanteku punya keluarga yang harus ia rawat juga. Mama berharap bisa membawa Om ku kepada hidup yang baru, yang jauh lebih baik. Aku senang sekali, akhirnya impian Mama melihat keluarganya bertobat terwujud, aku berharap setelah ini keluarga kami akan baik-baik saja.
Tetapi harapanku tidak semudah itu aku dapatkan, saat Mama dan Papa di perjalanan pulang dari kampung menjemput Omku menuju rumah, aku kembali di ganggu roh jahat itu. Bahkan ia sangat menguasaiku, membuatku menghancurkan seisi rumah bahkan lagi dan lagi melukai tubuhku. Tetangga yang sudah lama tau keadaanku segera mengabari Mama dan Papa, mereka langsung bergegas pulang ke rumah.
Roh jahat itu membawaku keliling halaman rumah sambil berteriak, “Kalian semua bodoh!Harusnya kalian percaya padaku!Ayo percaya padaku! Hahahahha.. Percayalah padaku!!” Semua tetangga keluar dan berusaha menangkapku yang sudah seperti orang gila. Sampai pada akhirnya salah satu tetangga memanggil Pendeta untuk mendoakanku. Aku berhasil ditangkap, lalu Pendeta merangkulku dengan lembut dan berbisik, “Nak, kamu bisa melawannya sendiri, jangan anggap dia kuat, karena kamu jauh lebih kuat sebab Tuhan besertamu, lawanlah! Sebut Nama Tuhan yang berkuasa dan akan melenyapkan roh jahat itu!” Aku mendengar jelas suara Pendeta itu, aku menangis. Lalu aku melakukan sesuai saran Pendeta, seketika roh jahat itu menjerit kesakitan dan langsung pergi dari tubuhku. Tepat saat itu juga Mama dan Papa sudah sampai dan langsung memelukku.
Pendeta menasehati kami sekeluarga agar terus mendekatkan diri kepada Tuhan. Lalu Mama menceritakan kepada Pendeta bahwa saat kecil aku sudah didoakan untuk dilepaskan dari ikatan kutuk itu, tetapi mengapa masih belum lepas.
Tiba-tiba Omku yang duduk di atas kursi rodanya menyahut pembicaraan Mama dan Pendeta. Om mengatakan bahwa ia memberitahu Nenek tentang hal itu, sehingga Nenek kembali menyerahkanku kepada roh jahat tanpa sepengetahuan Mama. Saat mendengar itu, Mama langsung menangis dan sangat kesal, ia sangat sedih dengan kelakuan keluarganya.
Pendeta menjelaskan bahwa semua ini disebut kutuk, dimana kutuk ini akan menjerat garis keturunan bila tidak dilepaskan. Tidak hanya anak yang diserahkan yang akan kena, bahkan anak yang tidak diserahkan juga bisa kena, tergantung siapa yang dipilih. Tetapi Pendeta juga meyakinkan kami bahwa ini benar-benar sudah lepas karena aku sudah tau kunci melepaskannya. Ya, caranya adalah menguasai diri sendiri untuk percaya bahwa kekuatan Tuhan jauh lebih dahsyat dan berkuasa dari pada roh jahat itu dan mendekatkan diri kepada Tuhan untuk menguatkan iman percaya kita. Tuhan sekuat dengan apa yang kita percaya sendiri, kalau kita percaya Tuhan luar biasa, maka kekuatan Nya pun akan luar biasa.
Tumblr media
0 notes
77secret-stories · 1 month ago
Text
Penutup Mata Misterius 1: Dinding yang Berbicara
Onggokan hitam dengan tekstur halus berbulu terlihat di pinggir jalan menuju apartemen kecil di mana Wida tinggal. Ia penasaran, melangkahkan kakinya ke arah onggok itu. Wida berjongkok, ia mencium bau pesing entah dari kucing liar area situ atau para pria tak bertanggung jawab yang tak bisa menahan kandung kemihnya dan melampiaskannya ke tembok.
Dengan satu tangan menutup hidungnya, tangan lain Wida menjumput onggok hitam yang ternyata berbahan beludru itu dengan jari telunjuk dan jempolnya. Ternyata penutup mata  berbahan beludru hitam. "Masih bagus banget, sih. Kayaknya penutup mata ini jatuh, deh. Gak mungkin dibuang orang. Coba aku cuci dulu," pikir Wida sambil berdiri dan masuk ke apartemen kecil itu.
Ia masuk ke kamarnya, membereskan ruangan, melemparkan cucian kotor bersama dengan penutup mata tadi ke dalam mesin cuci. Sejam kemudian, semua cucian sudah bersih dan kering. Wida melipat asal cucian bersih tadi dan memisahkan penutup mata untuk ia pakai nanti. 
Ia tidak pernah memakai penutup mata ketika tidur, cukup penasaran untuk mencobanya. Katanya sih, memang lebih baik tidak ada cahaya sama sekali ketika tidur supaya mata beristirahat secara total dan tidur bisa lebih berkualitas.
Detak jam dinding di kamar Wida perlahan bergerak menuju pukul 22.00 malam. Wida memakai piyamanya dan naik ke ranjang, bersiap untuk tidur. Ia mengambil penutup mata beludru hitam tadi dan memakainya, menutupi kedua matanya. 
Tekstur beludru yang dirasakan jari Wida, hanya di bagian luar penutup mata itu. Sementara bagian dalamnya terbuat dari kain semacam katun licin yang berpori, cukup baik untuk menyerap keringat. Mata Wida makin terasa berat. Badannya melesak pasrah ditarik gravitasi di kenyamanan kasur.
Tak berapa lama, ia mulai mendengar suara-suara, memanggil-manggil, kepada dirinya. "Psst ... Hei, kamu! Iya, kamu yang memakai penutup mata hitam itu." Suara perempuan terdengar dari arah kiri Wida. Wida bingung, rasanya tadi ia sudah tertidur. Suara siapa itu? Apa ini mimpi?
"Kamu tidak sedang bermimpi, dan benar. Kamu sedang tertidur." Suara pria tua terdengar dari arah kanannya. Suaranya terdengar lembut, kebapakan, dan bijak."
Kenapa ia bisa tahu apa yang aku pikirkan? Ini pasti mimpi, gak mungkin ada penjelasan lain yang lebih masuk akal. Wida mengganti posisi tidurnya, atau ia pikir begitu, berharap tertidur lelap. 
Selama ia tidur, suara perempuan itu mendominasi, memberitahukan banyak hal kepadanya. Masa lalunya, apa yang baru terjadi, dan risiko apa yang akan ia alami ke depannya. 
Seperti robot yang tidak tahu kapan harus berhenti bicara, suara perempuan itu menyerocos tanpa henti. Terkadang diselingi suara pria tua yang mencoba menghentikan ocehan wanita itu. Dinding kiri dan kanan Wida serasa berbicara terus dan ia berada di tengah-tengahnya.
"Mimpi yang melelahkan. Aku ingin cepat terbangun." Wida tak mengindahkan suara-suara itu. Alarmnya berbunyi nyaring, memecah keheningan pagi itu. Wida bangun, menyingkap penutup matanya. Anehnya, ia merasa segar. Padahal mimpinya penuh dengan ocehan suara perempuan di dinding kirinya. Ia pikir ia akan bangun kelelahan.
Wida bersiap-siap untuk mandi dan bergegas ke kantor. Ia sudah melupakan mimpinya tadi saat memusatkan fokusnya pada kerjaan di laptopnya. Ketika sudah saatnya pulang, ia bergegas, senang karena rasanya hari itu terasa lancar. 
Ada beberapa pertanyaan dari bosnya yang bisa ia jawab dengan sempurna. Entah mengapa, ia merasa tahu harus melakukan dan mengatakan sesuatu dengan tepat di hari itu. Wida tiba di apartemennya. Seperti biasa, ia melakukan rutinitas bersih-bersih sebelum tidur. 
Wida bersiap tidur di atas ranjang, memandang ke penutup mata hitam. Sepertinya penutup mata ini memang bagus untuk tidur yang berkualitas. 
Ia memasang penutup mata tersebut, dan mulai terlelap. 
Sayup, terdengar suara anak kecil dari dinding depan Wida. "Aku juga mau ngobrol sama dia. Gantian, dong!" Anak kecil itu memprotes entah pada siapa. 
"Haloo, salam kenal! Wida, kamu bisa memanggilku Bas. Gimana harimu? Lancar, kan?" Suara itu terdengar polos dan ceria. 
"Berkat bisikan-bisikan Mona kemarin malam, kamu jadi tahu apa saja yang perlu kamu katakan, kan?" Suara Bas yang ceria namun sarat informasi ini membangkitkan rasa waspada Wida.
"Bagaimana ia bisa tahu?" 
~bersambung
1 note · View note
info-aplikasipesantren · 2 months ago
Text
Pertemuan Tak Terduga di Kota Kediri
Di tengah kesibukan Hadi sebagai seorang Sales Manager aplikasi pesantren, rutinitasnya sering kali membawanya ke berbagai kota. Pada pagi yang cerah, ia tiba di Kota Kediri untuk bertemu dengan salah satu klien potensial, sebuah perusahaan manufaktur besar yang sedang mencari solusi digital untuk mendukung program CSR-nya terhadap pesantren-pesantren di sekitar wilayahnya.
Setelah memarkir mobilnya di halaman hotel, Hadi segera bersiap. Ia mengenakan setelan jas abu-abu yang rapi dengan dasi biru. Jam di tangannya menunjukkan pukul 09.00 pagi. Hari itu, ia dijadwalkan bertemu dengan Nurul, General Affair dari perusahaan tersebut, di kafe Berantas View, sebuah tempat dengan pemandangan Sungai Brantas yang memesona.
"Pak Hadi?" suara perempuan ramah menyapanya saat ia tiba di kafe. Hadi menoleh dan melihat seorang wanita berusia awal 30-an berdiri dengan senyum hangat. Ia mengenakan blus krem dan rok panjang, terlihat profesional namun tetap santai.
"Ya, saya Hadi. Anda pasti Bu Nurul," jawab Hadi sambil mengulurkan tangan.
"Betul sekali. Silakan duduk, Pak. Saya sudah memesan kopi untuk kita berdua," ujar Nurul.
Mereka duduk di meja yang menghadap langsung ke sungai. Udara pagi yang sejuk membuat suasana pertemuan terasa nyaman. Nurul membuka percakapan dengan menjelaskan tentang perusahaan tempatnya bekerja dan bagaimana mereka ingin menjalin kerja sama untuk mengimplementasikan aplikasi pesantren dalam program CSR perusahaan.
"Kami ingin memastikan program ini berjalan efektif. Dengan aplikasi yang Bapak tawarkan, saya yakin akan sangat membantu pesantren-pesantren yang menjadi mitra kami," kata Nurul dengan antusias.
Hadi mengangguk, menyimak dengan penuh perhatian. "Betul sekali, Bu Nurul. Aplikasi ini dirancang untuk mempermudah administrasi, pembelajaran, hingga pengelolaan donasi. Dengan ini, saya yakin pesantren bisa lebih mandiri dan transparan."
Percakapan mereka berlangsung dengan lancar. Hadi menjelaskan fitur-fitur aplikasi dengan detail, sementara Nurul sesekali memberikan masukan atau pertanyaan. Namun, semakin lama, diskusi mereka berubah menjadi lebih santai. Mereka mulai berbicara tentang hal-hal di luar pekerjaan.
"Pak Hadi sering ke Kediri?" tanya Nurul sambil menyeruput kopinya.
"Cukup sering, Bu. Tapi biasanya hanya untuk urusan pekerjaan. Kediri kota yang indah, tapi saya jarang punya waktu untuk eksplorasi," jawab Hadi sambil tersenyum.
"Wah, sayang sekali. Kalau Bapak punya waktu lebih, saya bisa merekomendasikan beberapa tempat wisata yang menarik. Misalnya Gunung Kelud atau wisata kuliner di sekitar sini."
Hadi tertawa kecil. "Sepertinya menarik. Mungkin lain kali, kalau saya tidak terlalu sibuk."
Percakapan mereka berlangsung hingga menjelang siang. Meski pertemuan itu semula hanya tentang pekerjaan, Nurul merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Hadi. Ia kagum pada cara Hadi berbicara dengan tenang dan penuh keyakinan. Di sisi lain, Hadi juga merasa nyaman berbicara dengan Nurul, yang meski lebih muda darinya, terlihat sangat cerdas dan bersemangat.
Sepulang dari pertemuan itu, Nurul tidak bisa menghilangkan bayangan Hadi dari pikirannya. Wajah ramah pria berusia 45 tahun itu terus terlintas dalam benaknya. Ada sesuatu tentang Hadi yang membuatnya merasa hangat, meski ia tahu betul bahwa ini adalah perasaan yang tidak seharusnya muncul dalam konteks pekerjaan.
Ketika kembali ke kantor, Nurul mencoba untuk tetap profesional. Namun, ia merasa gelisah. Perasaan itu semakin kuat hingga ia memutuskan untuk bercerita kepada Dimas, teman dekatnya di kantor yang selama ini menjadi tempat curhat.
"Dim, aku merasa aneh," ujar Nurul saat mereka makan siang di kantin.
Dimas mengangkat alis. "Aneh kenapa? Cerita dong."
"Aku… aku merasa ada sesuatu dengan Pak Hadi, Sales Manager yang tadi aku temui," kata Nurul sambil menunduk malu.
Dimas tertawa kecil. "Pak Hadi? Yang tadi cerita soal aplikasi pesantren itu? Kenapa emang?"
Nurul menghela napas. "Aku nggak tahu. Aku nggak biasa kayak gini. Rasanya aku suka sama dia, tapi kan… dia jauh lebih tua, dan ini konteksnya pekerjaan."
Dimas terdiam sejenak, lalu berkata dengan nada bercanda, "Wah, Bu Nurul jatuh cinta nih ceritanya. Tapi serius, kamu sudah bilang ke dia?"
Nurul menggeleng cepat. "Enggak mungkin, Dim. Dia kan nggak mungkin punya perasaan yang sama. Lagipula, aku nggak mau merusak profesionalitas."
Dimas hanya mengangguk pelan. Namun, dalam hatinya, ia merasa simpati pada Nurul. Ia tahu, terkadang perasaan datang di saat yang tidak terduga.
Di sisi lain, Hadi kembali ke hotel dengan perasaan puas. Ia merasa pertemuannya dengan Nurul berjalan lancar. Namun, ia tidak menyadari bahwa di balik diskusi profesional mereka, Nurul menyimpan perasaan yang lebih dari sekadar kekaguman.
Ketika Hadi kembali ke kota asalnya, ia menerima email dari Nurul yang mengucapkan terima kasih atas presentasi yang diberikan. Dalam email itu, Nurul juga menyinggung sedikit tentang obrolan santai mereka di kafe.
"Pak Hadi, saya juga ingin mengucapkan terima kasih atas waktunya. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik. Oh ya, jika suatu hari Bapak berkesempatan lagi ke Kediri, mungkin saya bisa mengajak Bapak untuk eksplorasi kota ini lebih dalam. Salam hangat, Nurul."
Hadi tersenyum membaca email itu. Ia merasa bahwa Nurul adalah sosok yang tulus dan menyenangkan. Namun, ia hanya membalas dengan singkat, menjaga agar percakapan tetap pada jalur profesional.
Hari-hari berlalu, dan Nurul tetap menyimpan perasaannya dalam hati. Ia memilih untuk tidak mengungkapkannya, meski rasa kagum pada Hadi terus tumbuh. Baginya, pertemuan di Berantas View adalah kenangan manis yang akan selalu ia simpan.
Hadi, di sisi lain, tidak pernah menyadari bahwa kunjungannya ke Kediri meninggalkan jejak yang begitu dalam di hati Nurul. Ia hanya melihat pertemuan itu sebagai bagian dari rutinitas pekerjaan. Namun, siapa yang tahu? Mungkin suatu hari, takdir akan mempertemukan mereka lagi di tempat yang sama, dengan cerita yang berbeda.
1 note · View note
suplayerjamtanggaan · 2 months ago
Text
Kualitas,CALL WA 0895-0480-7170 Jam dinding Kotak
KLIK:https://WA.ME/62895004807170 Jam Dinding Kotak Kayu,Jam Dinding Persegi Panjang,Gambar Jam Dinding Kotak,Jam dinding segitiga,Gambar Jam Dinding Persegi Panjang,Mesin Jam Dinding
Jam dinding produksi kami, kami cetak menggunakan mesin digitial printing dengan tinta berkualitas tinggi yang akan menghasilkan cetakan dengan warna yang pekat, tidak cepat pudar serta detail cetakannya terlihat jelas.
Terdapat 2 ukuran jam dinding promosi yang kami sediakan yaitu jam dengan diameter 17 cm dan 30 cm. Keduan jenis jam ini pada bagian frame atau tubuhnya dibuat dari media berbahan plastik berkualitas yang tidak mudah retak maupun pecah.
NAMA USAH : BLA PRINTING : ALAMAT USAH : Manru Regency, Sendangmulyo, Tembalang, Semarang City, Central Java 50272 DEKAT UNIMUS
SEGERA BUHUNGI: 0895-04080-7170
LInk :https://www.instagram.com jam tanggaan Link : https://www.youtube.com
jamdindingkotak057#jamkotakcewek#jamkotakcowok#jamkotakfossil#jamkotakunik#jamkotakbaru#jamkotakcustom#jamkotakcoach#jamkotakcewe#jamkotakdoraem
jamkotakhellokitty
Jam kotak watch,JAM TANGAN Kotak Wanita,JAM TANGAN Kotak Pria,JAM TANGAN Kotak Digital Wanita,Jam DIGITAL kotak Kecil
0 notes
secangkircoklatsusu · 2 months ago
Text
When The Phone Rings - Chapter 02
Heeju dipaksa masuk ke dalam pernikahan kontrak yang begitu merendahkan dan sepenuhnya merugikan dirinya.
Tidak ada gaun pengantin, tidak ada buket bunga—hanya ada pengacara dan dokumen yang harus ditandatangani.
Dalam kontrak itu tertulis:
1. Pengantin wanita tidak boleh mengajukan perceraian.
2. Perceraian sangat dilarang selama masa kampanye pemilihan presiden.
3. Jika ia melanggar salah satu ketentuan, ia akan dikenai denda sebesar 2 miliar won.
Seperti yang dikatakan Baek Sa-eon, Heeju hanyalah seorang sandera.
Ia hanya dijadikan pengisi untuk menutupi kekosongan yang ditinggalkan kakak tirinya. Tapi sebagai pengganti, ia tidak pernah dianggap setara dengan yang asli.
"Sayang, dukung saja ayah mertuamu. Lagipula, itu satu-satunya hal yang bisa kamu lakukan," ucap mertuanya dengan nada santai.
"Aku berencana untuk mengumumkan secara resmi bahwa menantu kita adalah seorang juru bahasa isyarat."
Ujung jari-jari Heeju tiba-tiba berkedut.
"Dengan begitu, nama keluarga kita akan lebih bersinar dan lebih dekat dengan masyarakat. Belum lagi simpati publik yang akan kita dapatkan."
Dadanya terasa sesak. Ia mencoba meredam amarah yang semakin memuncak. Tapi, perasaan tidak berdaya kembali menyelimuti dirinya. Heeju tahu ia tidak punya kekuatan untuk keluar dari "akuarium" yang menyesakkan ini.
"Lagipula, sayang, kamu tidak bisa bicara. Aku dengar dulu kamu lebih banyak mengurung diri di kamar saat kecil."
Tangan ibunya, yang sedang mengangkat cangkir teh, tiba-tiba terhenti sejenak.
"Kurasa itu sempurna."
"..."
"Memiliki kekurangan yang bisa membuat orang bersimpati adalah aset yang menarik bagi seorang politisi."
Ekspresi Heeju tidak menunjukkan perubahan apa pun. Sikap apatisnya sudah menjadi tembok pertahanan, emosi-emosi yang dulu ia miliki telah lama tergerus sejak ia menjadi "putri kedua" dari Sangyong Daily pada usia sembilan tahun.
Ironisnya, ia merasa lucu bahwa bahkan kemalangannya pun bisa dijadikan trofi oleh orang lain.
"Aku dengar afasia yang kamu alami dulu sudah banyak membaik."
Ia menjawab, "Ya," tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Mertuanya tersenyum seolah berkata bahwa itu tidak masalah.
"Lebih baik kalau kamu tidak bisa bicara."
"!"
Heeju melirik ibunya, tapi Kim Yeon-Hee mengabaikan kata-kata itu dan terus menyeruput tehnya. Lucu rasanya melihat ibunya mempertahankan sikap pura-pura meski sedang mengingat kejadian yang membuat Heeju menjadi bisu.
"Itu akan terjadi dalam sebulan, jadi bersiaplah."
30 hari... Sebulan... Hanya tinggal sebulan lagi...
Tiba-tiba, hatinya terasa berat. Bahkan setelah mertuanya pergi, detak jantungnya terus berdegup kencang. Tubuhnya terasa nyeri, dan ia baru sadar bahwa ia lupa membawa obatnya.
Sejenak, gejala sesak napas dan kebingungannya muncul, tapi ia menutup mata rapat-rapat, berusaha mengatasi momen itu.
"Ini tidak apa-apa. Tarik napas saja."
Tapi, butuh usaha besar untuk bernapas lega, namun Heeju berusaha mengabaikan itu, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu bukan masalah. Ia ingin menjadikan keyakinannya sebagai kenyataan.
"Kamu...," sebuah tangan kuat menggenggam lengannya. "Apa yang kamu lakukan di siaran tadi?!"
"Kenapa kamu mempermalukan aku di depan mertua?"
Yang diinginkan Heeju hanya minum obat dan tidur. Ia melirik jam dengan ekspresi lelah.
Terapi lama yang ia jalani mendiagnosisnya dengan apatis kronis dan episode kebuntuan bicara akibat depresi.
Masalah pencernaannya dan rasa sakit di dadanya pun dikaitkan dengan kemarahan yang terpendam, tapi Heeju merasa kosong.
Ia sudah membawa beban itu sejak masih terlalu muda untuk memahami perbedaannya.
"Yang perlu kamu lakukan hanya hidup dengan tenang. Apa itu begitu sulit untuk kamu? Beberapa bulan lagi kamu akan jadi menantu Presiden..."
"Kenapa kamu melamun? Apa masalahmu?"
Lengannya digoyangkan dengan kasar.
"Ini kesempatan sekali seumur hidup buatmu... Dan kamu bahkan belum bisa mendapatkan Baek Sa-eon!"
Haeju tiba-tiba menepis tangan ibunya. Pembangkangan itu memicu reaksi yang lebih tajam lagi.
Lengkungan menggoda pada bibir ibunya berubah menjadi penuh racun. "Pasti kamu mewarisi setengah takdir ibumu."
Ujung jarinya terasa dingin.
Ia bisa menahan banyak hal lainnya, tapi sulit untuk menahan kata-kata yang tepat sasaran. Heeju merasa seperti hampir menahan sebuah bom yang siap meledak.
Fakta bahwa ia mirip ibunya atau fakta bahwa ia tidak dicintai suaminya, tidak seperti ibunya—Heeju tidak tahu mana yang lebih sulit untuk diterima.
Jawaban Heeju, yang langsung mengingat Baek Sa-eon, sangat jelas.
Hati yang hancur itu begitu tak berarti, hingga hanya tenggorokannya yang terasa sakit.
"Segera berhenti bekerja dan ikuti saja perintah mertuamu. Aku akan bicara dengan dia dan coba hapus video tadi. Jadi..."
Kenapa mereka terus-menerus menekan aku?
Aku berusaha keras untuk tetap tenang. Aku berusaha hidup dengan tenang meskipun itu membuatku merasa mual. Aku sangat lelah dengan perasaan tercekik di dalam jurang ini.
Pada saat itu, ibunya berhenti di tengah kalimat, melirik Heeju dengan tatapan aneh. "Kenapa kamu melihatku seperti itu?"
Heeju melihat bayangannya sendiri yang terpantul di dinding marmer yang dipoles.
'Ah-'
Ia tersenyum, tapi wajahnya membeku dalam senyum yang mengerikan. Dan matanya tampak kosong.
***
Begitu dia masuk ke dalam mobil, rasa dingin yang tidak diketahui menyapu tubuhnya.
Diharapkan akan terjadi hujan lebat yang memecahkan rekor.
Suara mekanik yang monoton membuatnya terkekeh.
Dia membuka kotak sarung tangan dan pertama kali menemukan botol obat. Dia menelan pil-pil itu tanpa air dan menyalakan navigasi.
[Memulai navigasi ke tujuan]
Tujuan? Rumah pengantin yang dingin dan tanpa cinta itu tidak berbeda dengan peti mati. Jadi sistem navigasi ini mengarahkan dia ke kematiannya.
Heeju memutar setir dengan ekspresi muram dan menyalakan radio. Tapi-
'...kenapa tidak ada suaranya?'
Radio itu benar-benar mati. Apa radio ini juga sedang mengejekku?
"Haah..."
Dia fokus pada jalan dan mencoba tidak membiarkan rasa frustrasi menguasainya.
Pasrah dan menyerah adalah hal yang bisa dia lakukan dengan baik, dan semua orang mengharapkannya.
Bagaimanapun, dia bukanlah anak kandung Sangyong.
Dia adalah anak yang dibawa oleh ibu yang menikah lagi. Dan sekarang, dia menjadi pengganti untuk saudara perempuannya, yang tidak memiliki hubungan darah dengannya.
Semua rumor ini menjadikannya sasaran yang bisa dijadikan bahan tertawaan.
Saat itu- [Sekarang Anda mendengarkan stasiun radio JBS. Meskipun Anda terjebak di dalam, saya akan membuat hari Anda lebih bahagia...]
Suara penyiar, lagu tema stasiun, musik pop, jingle iklan—semuanya bercampur, meloncat-loncat secara acak, terdengar seperti file yang rusak.
"!?"
Heeju mengetuk papan panel dengan terkejut, tetapi tidak berpengaruh.
[Dengar...] Halo, ini DJ Shin.. Juru bicara Blue House hari ini .. Penyanderaan.. Pembunuhan..]
Anehnya, volumenya semakin keras dan frekuensinya yang terputus-putus terdengar seperti satu pesan yang tidak menyenangkan. Dia mencoba mematikannya, tetapi tidak ada yang berhasil.
'Apa yang terjadi hari ini...!'
Hari itu terasa tak berujung. Dari studio sampai sekarang, tidak ada yang berjalan dengan baik.
Setelah dengan panik menekan panel kontrol, dia merosot ke kursinya.
Dengan marah dia memukul-mukul dashboard, memicu wiper.
[Juru bicara Blue House hari ini... "Outrun Myself" dari Jack Kays akan tayang berikutnya, sandera... sandera...]
'Mengapa ini terjadi?'
[Anda telah menyimpang dari rute.]
[Anda telah menyimpang dari rute.]
Bersamaan dengan itu, GPS mereset, menyalakan tanda bahaya.
[Anda telah menyimpang dari rute.]
Suara tegas yang bergema berulang kali terasa menakutkan.
[Anda telah menyimpang dari rute.]
Wajah Heeju menjadi pucat.
'Apa-apaan ini...!'
Dia mencoba menepi, tapi mobilnya tidak lagi berada di bawah kendalinya. Hujan yang tak henti-hentinya membuatnya tidak bisa melihat ke depan.
Meskipun wiper menyapu terus menerus, air terus mengalir. Mobil melaju ke arah yang tidak diketahui, lalu tiba-tiba berdecit dan berhenti.
Mobil berputar setengah putaran di jalan yang licin, meluncur di atas trotoar yang basah. Tubuh Heeju menghantam setir.
'Aduh...'
Ia meringis sambil mengusap-usap dadanya. Saat itu, ia mendengar suara yang berbeda.
Klik. Klik.
"...!"
Kunci kursi belakang berbunyi klik terbuka dan kemudian tertutup kembali.
'Tapi aku tidak menyentuh apapun.'
Lehernya menegang, dan seluruh tubuhnya membeku.
'Mungkinkah aku... apakah aku terjebak? Apakah aku sedang...'
Tiba-tiba, suara hujan yang deras, seperti rentetan, memenuhi telinganya, menenggelamkan semua suara lainnya.
Suara itu adalah pemicunya-Heeju, yang kini panik, dengan panik meraih gagang pintu, menariknya seakan-akan ia sudah gila.
Tapi setiap tombol, setiap mekanisme, sama sekali tidak berfungsi.
Kunci tidak mau terbuka, dan tangannya memerah karena menggedor-gedor jendela. Dia bahkan menghempaskan tubuhnya yang ringkih ke pintu.
"Ugh!"
Tetapi isolasi itu terlalu kuat untuk diabaikan. Dia akan memberikan apa pun hanya untuk mencapai rumah pengantin baru yang dingin itu.
"Ah...!"
Tiba-tiba, Heeju berhenti menabrakkan dirinya ke pintu dan secara naluriah meraih kemudi. Sebuah kalimat dari naskah yang pernah ia terjemahkan ke dalam bahasa isyarat dalam sebuah siaran tiba-tiba terlintas di benaknya.
Support me at Trakteer
0 notes
paintedthoughtt · 3 months ago
Text
Tumblr media
Sore itu, aku pulang lebih lambat dari biasanya. Pekerjaan yang kian menggunung dan dikejar batas waktu sungguh menguras tenaga.
Penat yang bersarang di pundak serta isi kepala yang awut-awutan seketika buyar ketika mataku menangkap tiga anak kecil berlari menghampiri untuk menyambut kedatanganku.
“Bapak, selamat datang!” seru salah satu dari mereka, Ruan namanya. Yang lain mengikuti dengan senyum merekah sempurna. Aku berlutut agar tinggiku sejajar dengan ketiga anak kecil itu, lalu membalas senyuman mereka. “Terima kasih, bocil,” ucapku.
“Yuk, masuk. Bapak bersih-bersih dulu, setelah itu baru peluk Bapak, ya?” lanjutku. Mereka mengangguk dan bergegas masuk ke dalam rumah.
Setelah selesai membersihkan diri selama setengah jam, akupun bergabung bersama mereka.
“Lagi main apa, sih, anak kecil? Bapak mau ikutan dong,” ucapku seraya yang lain mulai mengalihkan pandangannya kepadaku.
“Main lego, Bapak. Willy mau buat rumah yang besar dan nyaman untuk Bapak, Willy, Egan, dan Ruan,” ujar si kecil dengan senyum lebarnya. “Kalau Egan buat kereta, biar kita bisa jalan-jalan keliling dunia.” Yang satu ikut menambahkan. Aku terkekeh, gemas sekali, pikirku. “Semoga yang kalian mau terkabul satu per satu, ya,” balasku.
Dalam hati, aku aminkan yang mereka katakan. Akan aku upayakan segala hal untuk mewujudkan keinginan mereka dan melindungi mereka agar tumbuh lebih baik. Kuserahkan semua cinta yang aku miliki untuk mereka.
Lantas aku merentangkan tangan. “Siapa yang tadi mau peluk Bapak?” ujarku. Mereka bergegas masuk ke dalam pelukan. Hangat, sangat hangat. Kupeluk erat tiga raga yang lima tahun belakangan ini ikut mengambil bagian dalam hidupku.
Aku mengusap punggung mereka, membubuhkan kecupan pada pucuk kepala masing-masing. Rasa sayang yang setiap hari makin bertambah meski bukan darah daging sendiri. Ya, aku kebetulan hanya wali mereka, adik dari wanita yang melahirkan ketiga sosok yang rapuh ini.
Pula aku lantunkan maaf sebesar-besarnya apabila hidup mereka belum berjalan semestinya. Nak, percayalah, akan aku usahakan semuanya untuk kalian.
1 note · View note
kataseekormanusia · 6 months ago
Text
Di Sudut Ruang
Tumblr media
Pada suatu Senin sore, Aruna, memilih untuk bekerja dari sebuah kafe di Jakarta Selatan, menikmati kebebasan Work From Anywhere (WFA). Wanita berambut panjang tersebut duduk di meja sudut ruangan dekat jendela, agar dapat mengamati kerumunan di luar sambil menyeruput kopi kesukaannya.
Pandangannya tertuju pada orang-orang yang berlalu-lalang, membayangkan kehidupan mereka yang penuh misteri dan beragam cerita, berbeda dari kehidupannya sendiri.
Setelah beberapa jam tenggelam dalam pekerjaannya, Aruna merasa puas dengan hasil yang dicapainya. Ia mulai merapikan meja dan laptopnya, menyimpan laptop dan buku catatannya ke dalam tas. Ketika ia berdiri untuk meninggalkan kafe, sebuah suara familiar tiba-tiba memanggil namanya.
“Aruna!” seru seseorang.
Aruna menengok, mencari sumber suara. Dari antara kerumunan pengunjung kafe, muncul seorang laki-laki berkemeja abu-abu dengan senyum lebar dan penuh semangat. Itu adalah Adit, teman kuliahnya yang sudah lama tidak bertemu.
“Adit!” sahut Aruna, agak terkejut namun senang. “Hai, sudah lama enggak ketemu. Lagi apa di sini?”
Aruna meraih tangan Adit, bersalaman dengan hangat. Kemudian, ia kembali duduk dan mempersilakan Adit untuk duduk di kursinya.
“Lagi hangout aja, abis dari kantor, Na. Biasalah. Gue sama teman kantor ke sini. Itu, anaknya masih pesen kopi.” Adit menjelaskan sambil menunjuk ke arah barista yang sibuk membuat kopi. Adit adalah teman kuliah Aruna yang sekarang bekerja sebagai programmer di sebuah perusahaan swasta di Jakarta.
“Oh iya? Sama teman atau teman?” Aruna bertanya dengan nada menggoda.
“Teman beneran, Na. Cowok, kok.” Adit menjawab dengan santai, lalu berdiri dan melambaikan tangan ke arah seorang pria yang sedang berdiri di antrian kasir.
“Wait, gue panggil dulu anaknya.”
Adit berjalan menghampiri temannya. Sementara itu, Aruna mengecek ponselnya untuk memastikan tidak ada pesan penting yang terlewat.
Tak lama kemudian, Adit kembali bersama seorang pria yang tampak familier bagi Aruna. Pria itu membawa secangkir kopi di tangan kanannya, dengan langkah yang mantap menuju meja mereka.
“Aruna, ini temen gue, namanya Ravi. Programmer juga, kita satu divisi.”
Aruna menoleh dan sedikit terkejut. Ternyata pria yang bersama Adit adalah Ravi, teman sekelasnya saat SMA. Wajahnya masih sama seperti yang Aruna ingat, dengan senyum yang manis yang khas dan mata lebarnya yang selalu tampak ramah.
“Hai, Aruna. Gue Ravi. Inget gue enggak?” Ravi menyapanya dengan senyum hangat sembari mengulurkan tangan untuk berjabat. Aruna meraih tangan Ravi sambil membalas pertanyaan Ravi dengan anggukan pelan.
Adit menatap kedua temannya dengan bingung. Melihat raut wajah Adit, Aruna kembali tertawa, sementara Ravi menyengir lucu, menampilkan gigi putih rapihnya.
Adit, yang masih belum menyadari, bertanya, “Kalian saling kenal?”
Aruna tersenyum dan mengangguk. “Iya, Dit. Dulu kita pernah satu kelas di SMA.”
“Wah, kenal deket berarti ya?” Adit berkomentar sambil tertawa.
Aruna kembali tersenyum dan melirik Ravi. “Enggak juga, gue cuma sebentar di SMA itu, cuma 6 bulan. Tapi kita sempat DM-DM-an ya, Rav, setelah lulus SMA? Tapi terus lost contact, soalnya IG gue sempet ke-suspend pas itu.”
Ravi mengangguk. “Oalah, IG lo suspended? Kirain emang deactive akun karena enggak mau contact sama gue lagi, Na.” Ravi berkata sambil tertawa kecil, merasa sedikit lega mengetahui alasan sebenarnya.
Mereka bertiga akhirnya bergabung dalam satu meja untuk berbincang-bincang, membicarakan hal-hal ringan sembari menikmati suasana kafe yang semakin ramai.
***
Setelah pertemuan itu, Ravi sering menghubungi Aruna. Mereka mulai bertukar pesan lebih sering, berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing.
Suatu hari, Ravi mengajak Aruna untuk bertemu lagi dengan dalih “WFA bareng” di sebuah kafe yang tidak jauh dari tempat mereka pertama kali bertemu kembali.
Mereka duduk di sudut ruangan, dengan laptop dan secangkir kopi di meja untuk masing-masing. Awalnya, mereka berbicara tentang pekerjaan mereka. Namun, obrolan segera meluas ke topik lain yang lebih ringan, seperti musik yang mereka sukai. Kembali mengingat obrolan mereka sebelum lost contact.
“Na, masih suka Nirvana? Seinget gue, lo dulu suka banget sama Nirvana, MCR, apa lagi ya itu?” tanya Ravi sambil menyeruput kopinya. Ia teringat betapa bersemangatnya Aruna ketika berbicara tentang band-band favoritnya saat masih remaja.
Aruna tertawa kecil, mengingat masa lalu mereka. “Masih, kok. Sekarang selera musik gue tambah K-pop juga, sih.”
Ravi ikut tertawa. “Ternyata emang ya, semua akan Korea pada waktunya. Gue juga kok, Na. Selain musik-musik keras kayak dulu yang sering gue kasih ke elo, gue sekarang juga banyak nikmatin lagu Korea. Anyway, gue agak lupa, deh. Gue pernah tanya ke elo enggak sih, kenapa lo bisa suka lagu alternative-rock sampai pop-punk begitu, Na?”
Aruna merenung sejenak, mengingat masa-masa ketika ia mulai tertarik pada musik-musik tersebut. “Hm, kenapa ya? Gue lupa juga sih.” Aruna menyeruput kopi dengan pelan sembari membuang wajah sebagai upaya dalam menutupi kebohongan kecilnya.
Ravi menduga, “Gue tebak, karena pernah punya pacar dengan selera musik begitu ya?”
Aruna tertawa, pandangannya semakin mendalam, mengingat masa-masa remajanya. “Hahaha, kurang lebih begitu sih, Rav.”
“Gue sering nemu sih, kalo cewek kebanyakan memang begitu. Karena pernah punya mantan dengan selera musik begitu jadi kebawa.”
Aruna menggeleng, sambil tersenyum tipis. “Kalau gue lebih tepatnya karena pernah naksir sama cowok dengan selera musik yang begitu, Rav. Gue cari tahu selera musiknya, cari tahu di YouTube, eh ternyata gue suka juga musik yang alt-rock, pop-punk, metal, begitu-gitulah.”
Ravi tersenyum menggoda, menatap Aruna dengan mata memicing bermaksud meledek Aruna. “Oh ya? Teman kuliah lo ya, Na?”
Aruna menggeleng sambil tertawa pelan, “Hahahaha, kita putus aja obrolan yang itu, takut orangnya tahu.”
“Lah, kan kita berdua aja ini,” Ravi membalas dengan sedikit bingung.
Mendengar ucapan Ravi, Aruna menatap Ravi sambil tersenyum. Di balik percakapan ringan ini, ada sesuatu yang lebih dalam yang mulai terungkap.
“Loh, Na.” Ucapan Ravi terjeda. Ia sedikit mengangkat alis kanannya, sembari menatap dalam retina Aruna.
“Na, yang lo maksud itu… gue ya?” Ravi akhirnya menyadari maksud ucapan Aruna. Raut wajahnya berubah, ekspresinya menyatakan keterkejutan dan senang menjadi satu hingga mimik wajahnya menjadi aneh.
Aruna tertawa sambil menepuk-nepuk pahanya sendiri. “Rav, muka lo lucu banget. Iya, dulu gue naksir lo sih. Thanks ya, berkat lo, selera musik gue jadi keren banget gini.” Aruna sedikit menepuk tangan Ravi, mengungkapkan terima kasihnya melalui tepukan tersebut.
Ravi menggeleng-gelengkan kepala, menyadarkan diri dari rasa terkejut sekaligus senangnya mendengar pengakuan Aruna. “Na, kenapa enggak bilang sih? Dulu waktu jaman DM-DM-an itu, gue belum berani confess, Na. Lo tau sendiri, posisi gue belum kerja, gue saat itu juga belum kuliah, sedangkan lo udah kuliah.”
Aruna tersenyum lembut, mengingat masa-masa lalu mereka yang terasa jauh namun juga dekat. “Yah, yaudahlah Rav, udah lama juga. Santai aja kalau sekarang.”
Ravi penasaran, “Kalau boleh tahu, dari kapan lo naksir gue, Na?”
Aruna mengetuk-ketukkan jarinya di dagu, tanda berpikir mendalam. Ia mencoba mengingat kembali saat-saat mereka di sekolah, walau hanya sebentar.
“Kayaknya dari jaman lo jelasin soal asimtot di depan kelas deh, Rav.” Aruna akhirnya mengungkapkan dengan nada penuh nostalgia.
Ravi memperlihatkan senyum lebarnya, matanya mengerjap cepat, membuat bulu matanya ikut bergerak. Aruna selalu iri dengan bulu mata dan alis tebal Ravi. Bagi Aruna, kombinasi keindahan wajah Ravi dan segala ekspresi yang dibuat Ravi selalu tampak lucu.
“Astaga, Aruna, itu jaman gue masih kacau banget.” Ravi mengatakan dengan suara rendah, merasakan kembali ketidakpastian yang ia rasakan saat itu. Saat itu, Ravi hanyalah siswa SMA biasa yang bahkan tidak bisa menjelaskan apa itu ‘garis asimtot’. Buat Ravi, saat itu merupakan kejadian memalukan yang seharusnya tidak diingat oleh orang lain.
Aruna tertawa kecil, mengenang kembali momen-momen itu. “Lo lucu waktu jelasin asimtot. Penjelasan lo bener, tapi lo enggak percaya diri buat jelasin, dan itu lucu banget.”
Ravi terdiam sejenak, lalu tertawa bersama Aruna. Tawa mereka mengalir ringan dan bebas, menandakan betapa berartinya kenangan-kenangan lama itu. Ravi merasa sedikit lega dan lebih nyaman saat mendengar bahwa kenangan yang mungkin dianggapnya memalukan ternyata diingat dengan senyuman.
“Kalau sekarang, gue masih lucu, Na?” Ravi bertanya, menatap Aruna dengan tatapan penuh harap. Ia penasaran apakah kesannya saat ini sama seperti dulu.
Aruna terdiam sejenak, menatap Ravi dengan senyum yang tidak hilang dari wajahnya. Mereka berdua saling bertukar pandang, merasakan suasana yang lebih akrab dan hangat di antara mereka. Dalam keheningan sejenak itu, mereka seperti menyadari kedekatan yang baru terjalin, sebuah koneksi yang terasa lebih dalam dan lebih berarti daripada sebelumnya.
Mata Aruna menyoroti setiap detail ekspresi Ravi, merasakan kehangatan dari kejujuran dan keterbukaan yang baru saja terungkap. Sementara itu, Ravi merasa seperti dia baru saja menemukan kembali bagian dari dirinya yang selama ini hilang. Ada sesuatu yang sangat spesial dari momen ini — sebuah perasaan bahwa mereka berdua benar-benar saling memahami, tidak hanya sebagai teman lama tetapi sebagai individu yang telah berkembang dan berubah.
Suasana di kafe yang semakin malam membuat percakapan mereka terasa semakin intim. Keramaian di sekeliling mereka seperti menghilang, dan hanya ada mereka berdua yang merasa terhubung dengan cara yang sangat pribadi. Setiap tawa, setiap senyuman, dan setiap kata terasa lebih berharga, seolah mereka baru saja menemukan kembali bagian dari diri mereka yang telah lama hilang.
“Gue rasa, lo masih lucu, Rav. Bahkan lebih dari dulu. Ekspresi lo, gaya bicara lo, cara senyum lo, hm… kayaknya hampir semuanya lucu.” Aruna akhirnya menjawab dengan penuh kehangatan.
“Tapi yang sekarang lebih gue suka adalah sikap percaya diri lo. Lo juga sekarang lebih mature dan itu bikin lo jadi lebih menarik, Rav.”
Ravi tersenyum lembut, Aruna membalas senyuman Ravi juga tidak kalah hangat. Momen-momen kecil seperti ini, yang mungkin tampak sepele bagi orang lain, ternyata sangat berarti bagi mereka. Ini adalah kesempatan untuk mengeksplorasi kembali hubungan yang lama terputus dan membangun sesuatu yang baru dari dasar yang telah ada.
0 notes
jaemirani · 6 months ago
Text
Tumblr media
Mie Celor Bunda Nia.
Sendirian pergi ke Cempaka Putih, tak urungkan niat Kale Basuki untuk cicipi mie celor yang telah ia idamkan satu minggu ini. Mie celor yang katanya paling enak di daerah pinggiran kota Jakarta, yang banyak direkomendasikan orang-orang saat ia tanya mie celor enak di daerah sekitaran Salemba. Lantas, siang ini, ia singkirkan tugas-tugas yang menumpuk demi kunjungi warung yang ia harap bisa obati rasa rindunya untuk cicipi makanan khas kota tempatnya berasal.
Warung dengan spanduk besar bertuliskan mie celor Bunda Nia sambut kedatangannya usai ia parkirkan kendaraannya. Sepertinya datang di jam makan siang bukan ide yang bagus, sebab dari tempatnya berdiri sekarang, ia bisa lihat dengan jelas antrian yang membludak sampai keluar. Oh, betapa ramainya tempat ini dan anehnya, ia baru tahu.
Lantas si mahasiswa semester tujuh itu beranjak dekati warung yang temboknya dicat senada jembatan ampera. Masuk dalam barisan yang syukurnya hanya sisa lima orang. Dua menit ia berdiri di sana kala insan berparas ayu hampiri dirinya. “Kale, 'kan?” katanya, lantas buat ia kebingungan.
Pemuda dengan surai panjang tersenyum melihat reaksi yang Kale berikan. Pamerkan rentetan gigi rapinya, kemudian kembali berucap, “Aku Damarian.” Dan Kale akhirnya bulatkan bibir, mengenali si pemilik akun yang tadi pagi ia kirimi pesan.
“Ayo langsung masuk aja, udah aku kosongin kursi buat kamu,”
“Eh, gak apa-apa, Kak? Aku lewatin antrian, dong?”
“Gak apa-apa, itu antrian buat yang take away— eh, atau kamu mau take away aja?”
Yang kenakan hoodie hitam sejenak edarkan pandangan; menimang. “Makan di sini aja, deh, Kak,” putusnya kemudian. Akhirnya ia keluar dari barisan, ikuti langkah Damarian menuju meja kosong di ujung ruangan, tepat di samping tembok dengan figura besar. Mereka berdua duduk di sana, saling berhadapan. Damarian sempat kembali ke depan, mengambil buku catatan saku serta pena untuk catat pesanan milik Kale. Beresnya, ia bawa kembali catatan itu kepada figur wanita paruh baya yang tengah sibuk di balik etalase besar di depan; sibuk siapkan pesanan para pelanggan.
Dan akhirnya dua insan itu terjebak dalam obrolan ringan, bertukar cerita dengan topik basa-basi belaka. Namun bagi Kale, dengarkan suara lembut yang mengalun dari sosok pemuda dengan senyum manis di depan lebih dari cukup untuk temani ia selagi tunggu pesanannya datang.
“Berarti kamu semester tujuh, ya? Lagi sibuk skripsian, dong?”
Kale beri anggukan, beri reaksi lelah dengar kata skripsi diucap dari insan di hadapan. “Iya, Kak, pusing banget gak kelar-kelar.”
“Semangat, ya! Aku dulu juga skripsiannya lama banget,” katanya, disusul dengan kekehan berperisa gula Jawa.
Kale Basuki sejenak edarkan pandangan, tangkap figura di dekat tangga, sebuah figura yang bingkai foto pemandangan kota Palembang dan jembatan ampera; buat ia penasaran, lantas kemudian ajukan pertanyaan.
“Warungnya udah lama ya, Kak?”
“Dari 2005 akhir, kalau aku gak salah inget. Tapi dulu tuh cuma jualan di ruko kecil deket sanggar Teater Bayang, terus akhirnya tahun 2015 pindah ke sini,” jawabnya, lantas undang kerutan dahi dari ia yang di depan.
“Eh? Sanggar Teater Bayang yang di Bintaro itu bukan, Kak?”
Damarian anggukan kepala berkali-kali “Iya, bener, bener. Kamu tau?”
“Tau! Aku anggota Teater Bayang kebetulan.”
Dan Damarian bulatkan mata dengan telapak tangan yang berusaha tutupi mulutnya yang menganga. “Seriusan? Pantes muka kamu agak familiar,” katanya.
“Eh, iya? Kita pernah ketemu sebelumnya?”
Yang surainya panjang berpikir sejenak, kemudian gelengkan kepala. “Kayaknya gak pernah, deh. Tapi, kamu kenal Pak Sasongko, gak?”
“Of course, aku kenal. 'Kan beliau pendiri Teater Bayang.”
“Iya, dan kebetulan aku anaknya.”
“Hah? Serius, Kak?”
Damarian terkikik setelahnya, melihat reaksi terkejut sekaligus tak percaya dari wajah Kale cukup menghiburnya. Sedikit tak menyangka ia bertemu dengan murid sang Ayah yang nyasar ke warung mie celor milik sang Bunda.
“Sumpah, Kak? Aku gak pernah liat Kakak sebelumnya, cuma pernah denger dari temen-temen teater aja. Kata mereka anak Pak Sasongko pada cantik semua,” terus terang pemuda itu berucap, buat tulang pipi yang lebih tua dipenuhi semburat merah jambu beserta kekehan malu.
“Semenjak lulus kuliah aku emang jarang ke sanggar, sibuk bantu-bantu di sini. Tapi beberapa kali pernah ke sana kok, buat ngasih makan siang tiap hari Minggu.”
Ah, Kale tiba-tiba sesali kehadirannya yang terbilang sangat jarang sebab tengah dikejar tugas akhir. Pantas saja ia tak pernah lihat sosok Damarian di sanggar, sebab hari Minggu jadwalnya ia hibernasi di kamar kosan.
“Pantes aja aku gak pernah liat Kakak.”
Damarian terkekeh. Lantas, sesaat kemudian ia berdiri kala sang Bunda selaku pemilik warung datang hampiri meja Kale bersama nampan yang berisi dua mangkuk menu dan satu gelas es teh dingin. Ia bantu tata semangkuk mie celor dan tekwan serta satu gelas es teh dingin ke atas meja.
“Loh, perasaan aku gak pesen tekwan, Bun,” ia berucap kala dilihatnya satu mangkuk tekwan ikut di tata oleh Damarian di hadapannya.
Wanita paruh baya yang kerap disapa Bunda oleh pelanggannya tersenyum tak kala manisnya dari sang putra, “itu bonus buat kamu. Damar kemarin cerita, katanya ada orang Palembang yang dm dia nanyain soal mie celor. Bunda tuh senang tiap kali ketemu sesama orang Palembang, berasa ketemu sama keluarga jauh. Jadi kamu dapat bonus deh dari Bunda.”
Merekah senyum Kale dengar kalimat hangat itu, lagi-lagi bertemu dengan orang baik dari tempat ia berasal. Baginya perasaan ini sama persisnya seperti kembali ke kampung halaman yang sudah setengah tahun tak ia kunjungi.
“Terimakasih, ya, Bunda.”
“Sama-sama,” balas yang lebih tua seraya tepuk pundak Kale dengan senyum hangatnya. “Harus habis yo, lemak galo kok menu di sini nih, Bunda berani jamin.”
Kale tertawa seraya anggukan kepala. “Siap, Bunda! Habis galo gek, tenang bae,” balasnya, timpali candaan.
Lantas kemudian Kale dibiarkan nikmati mie celor yang telah ia idam-idamkan itu dengan damai. Bunda Nia dan Damarian kembali ke depan, lanjut siapkan pesanan lainnya. Warung ini tak pernah sepi, setidaknya tiap 30 menit akan ada pelanggan datang. Kale berani tebak penyebabnya ialah karena menunya yang bervariatif dan rasanya yang autentik, begitu khas sebab dibuat langsung oleh orang Palembang asli.
Perutnya bernyanyi kala aroma mie celor di dalam mangkuk masuki indra penciuman. Mie dengan kuah kental serta tiga buah udang berukuran sedang dan satu telur rebus dibelah dua, ditaburi pula dengan bawang goreng dan potongan daun seledri; lengkapi satu sama lain di satu mangkuk mie celor menggugah selera.
Ia habiskan mie celor serta tekwan itu dengan lahap, mengobati rasa rindu akan masakan sang Ibu yang telah meninggal satu tahun lalu. Mungkin rasanya tak benar-benar sama, namun bisa kembali cicipi mie celor yang selama ini ia cari-cari sudah lebih dari cukup.
Tumblr media
“Terimakasih tekwannyo, Bunda. Lemak nian,” Kale berucap selagi acungkan dua jari jempolnya.
Empunya warung terkekeh, “kapan-kapan mampir lagi, lah,” guyonnya, dibalas senyuman oleh yang muda. “Pasti, Bun. Agek aku bawa temen-temenku jugo biar rame,” timpalnya.
Bunda Nia anggukan kepala, kemudian raih kresek putih berisi kotak yang terletak di atas etalase di depannya. “Ini, bawa pulang,” katanya seraya ulurkan kresek itu kepada Kale yang sudah bersiap untuk pulang.
“Eh, apa ini, Bun?”
“Lapis legit. Kemarin ada yang pesan lapis legit dan ada lebihannya satu loyang. Jadi Bunda bagi-bagi aja ke pelanggan, ini khusus buat kamu Bunda kasih lebih.”
Disambutnya uluran kotak berlapis kresek putih tersebut, tiba-tiba tak enak hati. “Repot-repot banget, Bunda. Terimakasih banyak, ya, Bun, kebetulan udah lama juga gak makan lapis legit.”
“Sama-sama, dimakan, ya.”
Selagi tenteng kresek putih berisi lapis legit dan pempek titipan Elandra, Kale geret langkahnya menuju parkiran ditemani Damarian. Rasanya ia seperti pelanggan VIP sebab diperlakukan dengan begitu istimewanya hari ini. “Makasih banyak ya, Kak, berasa pelanggan VIP nih aku.”
Yang parasnya ayu lagi-lagi terkekeh, terhitung sudah berkali-kali garis bibir itu terangkat karena guyonan garing yang dilontar oleh Kale. “Minggu depan ke sanggar ya, Kal, aku mau bagi-bagi mie celor gratis.”
“Wah, dalam rangka apa, Kak?”
“Dalam rangka terbitnya novel ketigaku.”
Kale tersenyum bangga, pun decak kagum itu tak bisa ia sembunyikan setelah tau fakta bahwa Damarian Sasongko yang berdiri di sampingnya sekarang adalah seorang novelis.
“Kok keluarga Pak Sasongko pada keren-keren semua gini, ya?”
Damarian terkekeh malu sekali lagi, dipuji begitu buat jantungnya berdegup kencang, entah mengapa. “Datang ya, Kale!”
“Noted, Kak!”
0 notes
distributorbatikpekalongann · 6 months ago
Text
Hub:0857-183-22788,Model Batik Kerja Terbaru yang Sedang Tren
Tumblr media
Di tengah perkembangan mode yang terus bergulir, model batik kerja terbaru tetap menjadi salah satu pilihan utama untuk menampilkan kesan profesional dan elegan. Batik, sebagai warisan budaya Indonesia, telah mengalami evolusi yang signifikan, membawa nuansa segar dan modern ke dalam pakaian kerja sehari-hari. Simak model batik kerja terbaru yang sedang tren saat ini dan temukan inspirasi untuk memperkaya gaya berpakaian profesional Anda.
Evolusi Model Batik Kerja
Model batik kerja terbaru menawarkan berbagai inovasi desain yang menggabungkan keindahan tradisional dengan kebutuhan fashion modern. Transformasi ini tidak hanya mencakup perubahan dalam motif, tetapi juga dalam potongan dan bahan yang digunakan. Berikut adalah beberapa tren utama dalam model batik kerja terbaru yang patut Anda perhatikan:
1. Motif Minimalis dan Geometris
Salah satu tren yang paling mencolok dalam model batik kerja terbaru adalah penggunaan motif minimalis dan geometris. Motif-motif ini mengedepankan kesederhanaan dan keanggunan, memberikan kesan bersih dan modern. Penggunaan garis-garis tegas dan bentuk-bentuk simetris menciptakan tampilan yang sophisticated, cocok untuk lingkungan kerja yang memerlukan penampilan yang rapi dan teratur.
2. Kombinasi Warna yang Berani
Tren warna dalam model batik kerja terbaru juga mengalami pergeseran signifikan. Kombinasi warna yang lebih berani dan kontras kini menjadi pilihan utama. Warna-warna seperti emerald green, deep navy, dan coral red, sering dipadukan dalam desain batik, menciptakan penampilan yang tidak hanya stylish tetapi juga menonjol. Kombinasi warna ini memungkinkan Anda untuk tampil percaya diri tanpa mengesampingkan kesan profesional.
3. Potongan Kontemporer
Inovasi dalam potongan juga menjadi fitur penting dari model batik kerja terbaru. Desain dengan potongan kontemporer, seperti blazer batik dengan detail peplum, gaun batik dengan potongan asimetris, atau celana batik dengan potongan cropped, memberikan kesan moderen dan edgy. Potongan-potongan ini tidak hanya menambah daya tarik visual tetapi juga memberikan kenyamanan dan fleksibilitas dalam bergerak.
Mengintegrasikan Batik dalam Gaya Kerja
Mengintegrasikan model batik kerja terbaru dalam gaya kerja sehari-hari memerlukan perhatian terhadap detail dan kesesuaian dengan lingkungan kerja. Berikut beberapa tips untuk memastikan bahwa batik kerja Anda tetap terlihat profesional dan sesuai tren:
1. Pilih Desain yang Sesuai dengan Dress Code
Untuk memastikan bahwa batik Anda cocok dengan lingkungan kerja, penting untuk memilih desain yang sesuai dengan dress code kantor. Jika lingkungan kerja Anda lebih formal, pertimbangkan untuk memilih batik dengan desain yang lebih klasik dan elegan. Di sisi lain, jika kantor Anda menerapkan dress code yang lebih santai, Anda dapat bereksperimen dengan model batik yang lebih berani dan inovatif.
2. Perhatikan Kualitas Bahan
Kualitas bahan batik sangat mempengaruhi tampilan dan kenyamanan. Untuk model batik kerja terbaru, pilihlah bahan yang berkualitas tinggi seperti sutra, katun premium, atau bahan campuran yang nyaman dan tahan lama. Bahan yang baik tidak hanya memberikan kenyamanan sepanjang hari tetapi juga mempertahankan penampilan batik agar tetap segar dan terawat.
3. Padukan dengan Aksesori yang Tepat
Aksesori dapat memperkuat atau melemahkan kesan dari model batik kerja terbaru. Untuk tampilan yang lebih elegan, padukan batik dengan aksesori yang simpel dan classy seperti anting-anting kecil, jam tangan minimalis, atau tas kulit berkualitas. Hindari aksesori yang terlalu mencolok agar fokus tetap pada keindahan batik itu sendiri.
Tren Batik Kerja Terbaru untuk Wanita
Dalam beberapa tahun terakhir, model batik kerja terbaru untuk wanita mengalami perkembangan yang pesat, mengadopsi tren global sambil mempertahankan elemen tradisional. Berikut adalah beberapa tren yang menonjol dalam batik kerja wanita:
1. Gaun Batik dengan Aksen Modern
Gaun batik dengan aksen modern, seperti potongan off-shoulder atau detail ruffle, semakin populer. Gaun ini memberikan sentuhan feminin dan stylish tanpa mengorbankan kesan profesional. Model ini sangat cocok untuk acara formal atau presentasi penting di tempat kerja.
2. Blazer dan Celana Batik
Blazer dan celana batik menawarkan tampilan yang sleek dan sophisticated. Kombinasi ini cocok untuk suasana kerja yang memerlukan penampilan formal namun tetap nyaman. Pilihlah blazer dengan potongan yang tegas dan celana dengan fit yang pas untuk menampilkan kesan profesional.
3. Aksesori Batik
Aksesori batik, seperti ikat pinggang atau scarf, juga menjadi tren yang sedang berkembang. Aksesori ini memberikan sentuhan batik tanpa harus mengubah seluruh pakaian. Ini adalah cara yang efisien untuk menambahkan elemen batik ke dalam gaya kerja Anda tanpa mengesampingkan kesan profesional.
Kesimpulan
Model batik kerja terbaru menawarkan kombinasi sempurna antara keindahan tradisional dan gaya modern. Dengan inovasi dalam motif, warna, dan potongan, batik kerja tidak hanya mencerminkan keanggunan tetapi juga memenuhi tuntutan fashion saat ini.
Untuk mendapatkan batik yang tepat untuk penampilan Anda, hubungi kami di Info Pemesanan: 0857-183-22788. Temukan batik yang tidak hanya mempercantik penampilan Anda tetapi juga meningkatkan kepercayaan diri dan profesionalisme Anda di tempat kerja.
(Andika-SMKN 3 JEMBER)
0 notes
horrorbanget · 1 month ago
Text
Ibu
Sang surya bersinar terik di atas kepalaku. Suasana panas nan kering membuat tubuhku tak henti-hentinya mengeluarkan keringat. Kulirik sebentar jam di tangan kiriku. Pukul 13.00. Berarti sudah hampir satu jam lebih aku mencari adik laki-lakiku, tapi tak kunjung kutemukan. Ah, pasti dia pergi mengejar layang-layang lagi sampai lupa waktu makan. Gerutuku
Adik laki-lakiku itu, Daffa sangat suka bermain hingga lupa waktu. Pernah suatu ketika, dia pulang sehabis magrib dengan pakaian bernoda lumpur. Saat ditanyai dari mana, dia malah tersenyum polos mengatakan ketiduran di kebun. Tidak tahu saja aksinya membuatku dan ibu kerepotan mencarinya kemana-mana.
Seluruh tubuhku tersiram cahaya matahari. Aku bisa merasakan bajuku basah karena keringat. Pandanganku sedikit buram dan tenggorokan sangat kering. Sepertinya aku terlalu lama mencari Daffa dibawah sinar mentari.
Kakiku kini mulai berjalan kembali ke arah rumah. Aku akan mencari Daffa selepas istirahat sebentar. Aku terus berjalan langkah demi langkah hingga berhenti di sebuah rumah. Rumah kecil dengan pohon mangga agak besar di halamannya. Meskipun dibilang sederhana, nyatanya di rumah inilah aku membangun kenangan hidupku suatu per satu.
Perlahan kubuka pintu kayu itu. Begitu masuk aku langsung disambut oleh wangi harum masakan ibu yang tercium di seluruh ruangan. Wangi penuh rempah dengan sedikit bau cabai membuat perutku berteriak kelaparan.
Dengan langkah senang aku berjalan riang ke dapur. Bisa kulihat sosok wanita tua yang sedang berkutat di depan kompor. Aku tersenyum dan berteriak. “Ibu!”
Atas teriakanku ibu tersentak kaget. Dia melihatku sembari mengusap dadanya. Hehe. Maafkan anakmu yang suka jahil ini ya bu.
“Udah gausah ngagetin sono gih, cuci tangan abis itu kita makan daging” “Wah daging!”
Hanya dengan kata daging, mampu membuatku berseru gembira. Aku hanya hidup bersama ibu dan adikku. Sedangkan ayahku entah pergi kemana. Dia tak pernah mengirim pesan, dia bahkan tidak pernah mengirim uang untuk kebutuhan kami. Jadi wajar saja jika kami berhemat demi menekan pengeluaran bulanan.
Bagi keluarga kami yang seperti ini, daging menjadi makanan mewah yang jarang dikonsumsi.
Sudah terbayang lezatnya daging yang dicampur rempah dan bumbu di mulutku. Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi untuk mencuci tangan. Aku ingin segera memakan daging itu.
Aku begitu semangat memakan daging buatan ibu. Daging dengan kuah penuh rasa rempah dan sayuran membuatku melupakan sejenak hilangnya Daffa. Aku makan begitu lahap, hingga tidak menyadari ekspresi aneh ibuku saat dia melihatku makan.
Ugh. Aku berdahak kenyang. Daging buatan ibu memang sangat enak. Meskipun teksturnya agak aneh tapi, itu sangat enak.
Membayangkan daging lembut yang disatukan dengan segala macam sayuran membuatku ingin makan lagi. Apalagi saat ditambah nasi hangat dan sambal. Ah~ benar-benar kenikmatan dunia.
Sembari menunggu makanan-makanan itu tercerna aku berpikir tentang Daffa. Tadi saat aku bercerita Daffa hilang, ibu hanya menjawab tidak apa-apa. Mungkin ibu sudah terbiasa dengan Daffa yang suka kelayapan. Namun, tetap saja aku khawatir sebagai kakaknya. Tidakkah ibu terlalu santai?
Memikirkan itu, aku kembali mengingat ingat sosok ibu yang merupakan tulang punggung keluarga. Aku mencintai ibu sebagai seorang anak. Dan aku berniat untuk terus berbakti kepadanya tentu saja. Bagaimanapun ibu adalah orang yang melahirkan dan membesarkanku. Terlebih perjuangannya memperjuangkan kehidupan kami bahkan dengan mentalnya yang sedikit terganggu.
Akan tetapi, ada beberapa hal yang tidak kutahu tentang ibu. Ibu kadang bekerja demi mendapat penghasilan tapi aku tidak tahu ibu bekerja sebagai apa. Selain itu jika berkaitan dengan keanehan ibu, aku teringat saat aku tidak sengaja memergoki ibu melakukan sesuatu yang aneh di dekat pohon mangga. Seperti menabur bunga di sekeliling pohon pada malam-malam tertentu.
Dan yang lebih mengherankan lagi ada satu ruangan di rumah yang sangat dilarang oleh ibu untuk dimasuki. Ruangan itu terletak paling pojok rumah. Ruangan dengan wangi bunga yang pekat dan tidak boleh dimasuki oleh siapapun selain ibu.
Rasa penasaranku selalu membuncah ketika memikirkan ruangan ini. Ibu yang menabur bunga dibawah pohon dan ibu yang tidak membiarkan siapapun masuk ke sebuah ruangan sangat mencurigakan. Jika ini dihubungkan, mungkin ada satu hal yang bisa terbesit.
Pesugihan.
Tapi aku tak ingin berburuk sangka. Tidak mungkin ibu bisa melakukan itu. Apalagi ibu merupakan orang yang cukup ketat dalam normal agama. Tapi… tidak menutup kemungkinan ibu akan melakukan itu… kan?
Aku terdiam. Semakin aku memikirkannya semakin aku penasaran. Bagai anak kecil yang penasaran dengan sesuatu yang baru, akupun tertarik dengan rahasia yang disimpan ibu. Jika tidak salah, ibu pergi beberapa waktu lalu kan? Kalau begitu aku bisa dengan mudah melihat isi ruangan itu!
Seolah mendapatkan ide cemerlang aku segera bergegas menuju ruangan itu. Dengan pelan-pelan aku memperhatikan sekitar. Ibu sepertinya tidak akan kembali dalam waktu dekat. Menguatkan tekadku sebentar, aku lantas membuka pintu sedikit demi sedikit.
Kriettt… Begitu pintu terbuka, hanya ada kegelapan yang bisa terlihat. Ruangan itu begitu gelap tanpa ada yang bisa terlihat jelas. Wallpaper hitam yang dipasang membuat cahaya semakin susah masuk kesini.
Jantungku berdegup kencang. Kembali kekuatan niatku untuk masuk kesini. Perlahan aku masuk. Saat baru mengambil beberapa langkah, aku merasa kakiku menginjak sesuatu. Aku sedikit berjongkok melihat apa yang kuinjak. Disaat yang sama aku terkejut.
Benda yang kuinjak adalah kereta mainan milik Daffa. Tapi mengapa kereta itu berlumuran tinta merah? Tinta merah lengket ini seperti… darah.
Seketika tubuhku terdiam kaku. Baru saat aku menyadarinya, samar-samar tercium bau amis darah dan bau busuk bangkai bertebangan di udara, menggelitik hidungku. Mungkinkah?!
Aku dengan panik berlari ke tembok, mencari sakelar lampu. Begitu lampu dinyalakan, tubuhku semakin membeku kaku. Ruangan ini tidak sepenuhnya hitam. Wallpapernya bercampur dengan darah merah tua kering.
Terlebih potongan daging kecil berserakan di lantai. Aku bisa melihat sesuatu yang mirip dengan *** di ember dekat meja. Belum lagi potongan yang berbentuk seperti **** anak kecil yang terdapat di samping ember itu. Aku mundur selangkah. Seluruh tubuhku menjerit, berkata aku harus keluar dari ruangan ini secepatnya! Tapi kakiku terpaku masih syok dengan pemandangan yang kulihat.
Pemandangan ini sangat menakutkan sekaligus menjijikan. Tanpa bisa dikontrol tubuhku gemetaran. Air mata juga mulai mengenang di sudut mataku. Dalam penglihatan yang kabur aku bisa melihat dari sudut ruangan baju yang tadi pagi dikenakan Daffa. Baju berwarna biru dengan karakter kartun di depannya kini telah sobek menjadi dua. Sama seperti kereta mainannya, baju itu juga terkena cipratan darah.
Aku semakin menangis. Daffa tidak hilang. Dia—
Krieett. Tubuhku yang semula bergetar tiba-tiba membeku ketika mendengar suara pintu yang tertutup. Hanya ada satu orang yang bisa keluar masuk ke ruangan ini dengan mudah. Ibu. Mengetahui siapa yang masuk membuatku kembali bergetar ketakutan. Ibu pasti sangat marah saat tahu aku menyelinap masuk ke sini tanpa seizinnya.
Dengan tubuh gemetar aku berbalik perlahan. Dibelakang ibu tidak marah seperti yang kukira. Ibu hanya tersenyum lebar. Sangat lebar hingga kupikir bibirnya hampir robek.
“Ibu! A-aku—!” Belum sempat kuselesaikan kalimatku, ibu perlahan berjalan ke depanku. Dia kemudian berbisik di telingaku. Suara lembutnya mengalun indah bagai alunan musik ke dalam pendengaranku, berbeda dengan isinya yang sangat tidak terduga. “Daffa masih hidup. Buktinya dia ada di perut kamu kok.”
Apa? Aku terdiam berusaha mencerna maksud ibu. Daffa ada di dalam perutku? Apa maksudnya? Seakan mengetahui aku yang tengah dilanda kebingungan ibu kembali berucap.
“Daging tadi enak kan?”
Baru saat itulah aku menyadari maksud ibu. Daging yang kumakan, daging dengan tekstur yang berbeda dari daging ayam atau sapi. Itu bukan daging hewan. Itu daging—manusia.
Segera setelah menyadarinya, aku langsung berjongkok mengeluarkan semua isi perutku. Rasa mual yang sedari tadi kurasakan dan perkataan ibu membuatku memuntahkan makanan yang kumakan tadi. Aku terus memuntahkan isi lambungku sampai mataku berair.
Di muntahan itu masih terlihat daging sisa yang belum sempat tercerna. Aku berjongkok menangis dan terus merasa mual. Aku memakan daging adikku sendiri. Aku ingin percaya ini hanya bunga tidur semata dan bukan kenyataan. Akan tetapi seakan menertawakanku, bau darah terus menerus menari riang di sekitarku menusuk indra penciumanku.
Air mataku kembali mengalir bebas. Aku ingin merobek perutku sendiri, aku ingin berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi! Aku ingin kehidupanku yang damai kembali! Aku terus menangis sampai sebuah tangan menepuk pundakku.
Aku lupa. Karena terlalu sibuk menyangkal kenyataan aku sampai lupa bahwa aku tidak sendirian di ruangan ini. Aku mendongak melihat wajah ibuku. Wajah lembut itu masih sama dengan ibu yang kukenal tapi disaat yang sama wajah ibu terlihat asing. Bibirnya yang sentiasa tersenyum terbuka mengucapkan kata-kata. Kata-katanya terdengar seperti perintah hukuman atas kenakalanku.
“Kamu sayang banget sama Daffa kan? Mau ibu bantu buat ketemu dia?”
Tumblr media
0 notes