Tumgik
#Inggit Garnasih
royal-confessions · 5 months
Text
Tumblr media
“President Soekarno's wives as Henry VIII's wives: 1. Inggit Garnasih: Katharine of Aragon (kingmaker and sacrificed so much in their life only to be betrayed and divorced for someone new) 2. Fatmawati: Anne Boleyn (betrayed the first wife, most popular, most iconic, their daughter became the next ruler) 3. Hartini: Jane Seymour (considered the most beloved) 4. Kartini Manoppo: Anne of Cleves (woman from the painting) 5. Yurike Sanger: Catharine Howard (the youngest and the most innocent) 6. Ratna Sari: Katharine Parr (the most educated, some see them as the "regent" to the King/President) And Soekarno is like Henry VIII, a narcissistic, creep, red flag, and undevoted husband.” - Submitted by Anonymous
9 notes · View notes
turisiancom · 1 month
Text
TURISIAN.com - Bagi sebagian orang, wisata urban heritage—berkelana ke gedung-gedung atau bangunan bersejarah—dianggap sebagai kegiatan yang membosankan. Hanya menengok bangunan tua dan mempelajari sejarah masa lampau, begitu kata mereka. Namun, kenyataannya, menjelajah warisan kota bisa menjadi aktivitas yang memikat. Terutama karena tempat-tempat bersejarah kerap kali menjadi lokasi nongkrong ikonik sejak zaman dahulu. Kini, banyak kafe kekinian yang berdiri di bangunan tua nan bersejarah. Yang lebih menarik, bangunan-bangunan tersebut sudah dikenal luas di era 90-an sebagai tempat gaul anak muda. BACA JUGA: Dapoer Heritage Bandung, Sajikan Kuliner Nusantara yang Cocok di Lidah Wisman Berkat program revitalisasi, bangunan-bangunan ini kembali populer dan menjadi destinasi favorit kaum muda. Sekaligus menjadi ruang kolaborasi bagi pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Lalu, di mana saja tempat-tempat nongkrong ikonik yang kaya sejarah dan cocok untuk wisata urban heritage? Kawasan Blok M Blok M, yang dikenal sebagai tempat nongkrong anak gaul Jakarta di era 90-an, masih mempertahankan popularitasnya hingga kini. Kawasan ini mulai meraih ketenaran sejak 70-an, tepatnya saat Aldiron Plaza dibangun pada 1977. BACA JUGA: Kotabaru Heritage Festival di Babon Aniem, Bakal Banyak Keseruan Lho Pusat perbelanjaan ini menarik lebih banyak restoran dan kafe, menjadikannya pusat hiburan terkemuka di Jakarta pada masanya. Meski waktu berlalu, Blok M terus hidup dan ramai. Kehadiran M Bloc Space dan Taman Literasi menjadi bukti bagaimana Blok M tetap menjadi pilihan utama. Utamanya, buat tempat nongkrong bagi generasi muda modern. Jalan Melawai Tak bisa membicarakan Blok M tanpa menyebut Jalan Melawai, Jakarta Selatan. Jalan legendaris ini menjadi tempat gaul anak Jakarta di era 80-an hingga 90-an. Pada 1983, Melawai Plaza berdiri sebagai satu-satunya pusat perbelanjaan modern di ibu kota saat itu. BACA JUGA: Rest Area Heritage Paling Unik di Sepanjang Tol Trans Jawa, Ini Isinya Jalan Melawai juga dikenal sebagai lokasi gerai KFC pertama di Indonesia, yang dibuka pada Oktober 1979. Meski sudah berusia puluhan tahun, arsitektur KFC Melawai masih memancarkan nuansa klasik yang membawa pengunjung kembali ke masa lampau. Hingga kini, Jalan Melawai tetap menjadi lokasi favorit untuk berkumpul. Bahkan sering dijadikan tempat syuting film dan video klip. BACA JUGA: Rumah Oei Lasem, Bangunan Heritage yang jadi Spot Kuliner Favorit di Rembang Kota Tua Kawasan Kota Tua Jakarta, yang sarat akan sejarah pemerintahan Kolonial, menjadi salah satu destinasi urban heritage yang selalu ramai pengunjung. Dengan bangunan-bangunan bersejarah seperti Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, dan Jembatan Kota Intan, kawasan ini menawarkan perjalanan waktu yang tak terlupakan. Tak hanya itu, Kota Tua juga menawarkan berbagai aktivitas menarik. Seperti bersepeda ontel jadul dan menikmati wisata kuliner tradisional. Menjadikannya tempat ideal untuk mengenang masa lampau. BACA JUGA: Wisata Sejarah ke Rumah Inggit Garnasih di Bandung Dago Berbicara tentang tempat nongkrong hits di Bandung tak lengkap tanpa menyebut Dago. Awalnya, kawasan ini merupakan pemukiman elit pada masa Pemerintah Hindia Belanda di tahun 1950-1970. Kemudian, Dago berkembang menjadi pusat nongkrong anak muda dan pusat kreatif yang berkontribusi besar dalam menjadikan Bandung sebagai "Kota Kreatif". BACA JUGA: Kawasan Malioboro Yogyakarta Kembali Menggeliat, Sudah Penuh Wisatatan Malioboro Malioboro, jantung Kota Yogyakarta, membentang dari Tugu Yogyakarta hingga perempatan Kantor Pos. Kawasan ini dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan pada awal abad 19. Malioboro juga memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Seiring waktu, Malioboro berkembang pesat, menjadi pusat kehidupan Yogyakarta. Dengan tetap mempertahankan konsep aslinya, Malioboro terus menarik wisatawan untuk kembali ke Yogyakarta.
BACA JUGA: Banyak Destinasi Baru di Sleman Yogyakarta, Apa Saja ? Kota Lama Kota Lama Semarang, kawasan cagar budaya dengan bangunan peninggalan Hindia Belanda, telah menjadi destinasi urban heritage yang ramai dikunjungi. Salah satu bangunan ikonik di kawasan ini adalah Gereja Blenduk, yang telah berdiri megah lebih dari 250 tahun. Suasana jadul Kota Lama Semarang mampu menarik minat banyak wisatawan. Festival seni tradisional dan kontemporer rutin diadakan di kawasan ini, menjaga kearifan lokal Semarang tetap hidup. BACA JUGA: Festival Kebudayaan Yogyakarta Ramaikan Teras Malioboro, Catat Waktunya Ini Jalan Tepi Pasang, Padang Jika ingin menikmati kuliner di Padang, Jalan Tepi Pasang adalah destinasi yang tak boleh dilewatkan. Kawasan ini merupakan pusat kuliner dan tempat nongkrong anak muda dari era 90-an hingga sekarang. Jalan yang termasuk dalam kawasan pecinan ini selalu ramai pengunjung. Beberapa tempat makan legendaris di sini. Seperti Hau Bofet dan Warung Kopi yang berdiri sejak 1978. Menawarkan pengalaman kuliner yang berpadu dengan nostalgia masa lampau. ***
0 notes
grateful-journal · 2 months
Text
Inggit Garnasih
Bakal namaku sebelum pada akhirnya 'kaya borong nama satu kecamatan'
Dulu, Bapak pernah bilang, kalau 'Inggit Garnasih' nama yang seharusnya jadi namaku, sebelum akhirnya 'Dwiratna Armeylina Mustikadini' itu tersemat dan terukir paten di Akta Kelahiran.
Bapak suka namanya. Diambil dari nama istri kedua Bung Karno. Tanpa dimodifikasi sama sekali. Hihi
Entah, lupa alasannya apa, akhirnya bukan nama itu yang tersemat untukku. Pada akhirnya, nama layaknya borongan warga sekecamatan itu, yang jadi rezekiku, dan menjadi identitasku. Menjadi harapan dan doa untuk kehidupanku.
--- Apa hubungannya 'Inggit Garnasih' dengan 'Dwiratna Armeylina Mustikadini?'' -tidak ada, sih.- hanya tiba-tiba teringat, lalu, karena aku sebenarnya suka nama lama itu, sempat berfikir, ''bagaimana, ya, kalau dulu namaku pendek gitu?'' Yasudah. Tiba-tiba teringat, tiba-tiba pengin mengulas nama.
---
Dengan namaku yang sekarang, tentu aku suka. Tapi rasanya bingung tiap ketemu orang, lalu terheran dengan nama sepanjang itu. Belum lagi perkara pelafalannya yang susah. Apalagi setelah pindah ke tanah Arab yang jelas-jelas akan makin menyusahkan pelafalan lidah orang Arab. Pernah mau ganti nama rasanya, pakai satu suku kata Arab aja. Hehe. Kadang iri juga sama orang-orang China yang punya dua nama, Arab dan Chinesee (saking lebih susahnya nama mereka dilafalkan).
Angkat topi buat orang Arab yang sekali sebut nggak belibet-libet. Sekalian dikasih sertifikat penghargaan untuk kemahirannya melafalkan nama Jawa yang katanya susah ini.
Nama yang diperoleh dari -banyak orang- dari Bapak, Mbak, Bu Bidan, Anaknya Bu Bidan, Nenek sesepuh. Haduh. Pantesan panjangnya ngalahin kereta api. Dulu pun, namanya 'Dwi Armeylina Mustikadini' sewaktu Akta Kelahiran pun sudah jadi. Pas Nenek sesepuh tahu, malah ditambahi 'Ratna' dibelakang 'Dwi' akhirnya, harus buat Akta lagi. Haduh.
Dan pada akhirnya, 'Ratna' itu termasuk yang paling enak masuk ke telinga. Selain masih dibagian depan, nggak susah buat dipake kenalan.
Dulunya dipisah-pisah 'Dwi Ratna Armeylina Mustika Dini' karena dirasa kepanjangan, akhirnya disambung semuanya, lalu jadi 'Dwiratna Armeylina Mustikadini' lebih kelihatan ringkas, walaupun tetap panjang.
Artinya cukup multitafsir. Tapi dari multitafsir tadi, rasanya doanya juga jadi dobel-dobel.
Panggilannya juga sudah bermacam. Nggak cuma pakai satu bagian. Orang mengenalku dengam berbagai bagian dari nama sepanjang itu. Masih lagi dapat julukan khusus. Oh ya Allah. Betapa panjangnya bentuk transisi dari satu bagian nama ke bagian lainnya.
Saking banyak nama panggilan, sampai setiap bagian punya ceritanya sendiri. Punya kenangan. Punya ciri khas, sepanjang perjalanan bertumbuh. Itu kenangan.
'Dini' itu nama kecil. Nama Rumah. Bapak, Ibuk, Mbak, dan semua keluarga besar mengenalku dengan nama itu. Orang mengenalku dengan nama itu. Walaupun saat Ujian Nasional, penulisan nama hanya sebatas 'Dwiratna Armeylina M' saking sudah tidak ada kotak untuk menuliskan hurufnya. Waktuku mengerjakan ujian pun jadi terpotong lumayan lama, karena harus mengarsir huruf perhuruf dari nama yang sepanjang itu.
Sampai masuk di Pesantren, masih mengenalkan diri dengan nama 'Dini', lalu banyak yang bertanya dimana 'Dini' nya? (karena mereka-mereka belum tahu nama asliku lebih panjang dari yang mereka lihat diatas kertas)
Mulailah aku kesusahan menjelaskan dimana letak nama 'Dini'. Mana yang bertanya tentu nggak cuma satu. Bayangkan setiap berkenalan, bertanya keheranan dari mana pangilan 'Dini' itu, diambil dari nama bagian mana? sudah bak ahli sejarah, yang menceritakan latar belakang dipanggil ''Dini'' :( Oh Allah... aku kesusahan lagi. Haha...
Inginku bawa papan nama yang menuliskan nama lengkapku besar-besar, khususnya saat perkenalan pertama dengan orang baru. Tapi ya tetap saja, sudah terlanjur nama itu yang menjadi identitasku saat masuk Pesantren. Malah bertransformasi ke panggilan-panggilan lain, 'Dibul' salah satunya. Singkatan dari 'Dini gembul', saking dulu udah mirip ikan buntal. Dasar anak pondok, emang ada-ada aja akalannya.
Kelas 2 SMP, dapat nama panggilan baru, 'Armey' karena ada 2 nama 'Dini' di dalam kelas, dan Ustadzah tidak mau kesusahan membedakan. Sampai seterusnya, masih pakai nama itu, karena selalu satu kelas sama 'Dini' yang lain. Dan Ustadzah tidak memanggilku dengan nama panggilanku, kebetulan. Haha. Jadi ya, antara dua, 'Armey' atau 'Dibul', kemudian meluas menjadi bonch, bonchy, bunch, dibs, dibsy, dan sesuka mereka memanggilku. Dan aku sama sekali tidak mempermasalahkan itu.
Belajar dari kesulitan-kesulitan saat berkenalan semasa memakai nama 'Dini', sekaligus mengingat, kalau dulu, Mbak -kakak kandungku- juga memakai nama bagian depan ketika sudah masuk kuliah, padahal nama kecilnya juga diambil dari belakang sama sepertiku. Mungkin alasannya sama juga, biar nggak nyusahin diri pas kenalan.
Setelah lulus Pesantren, aku berfikir untuk berkenalan pakai nama panggilan lain. 'Ratna'. Awalnya karena supaya gak ada yang nanya 'Ratna' dari mana namanya? jelas itu terpampang didepan. Tapi lama kelamaan, itu nama yang paling 'menyenangkan' untuk dijadikan identitas. Selain itu, nggak makan banyak energi saat berkenalan dengan orang baru.
Sejak saat itu, 'Ratna', 'Dwi' bahkan 'Dwiratna' , ''Rat'' ''Na'', itu jadi nama 'dewasaku', nama yang membersamai transisi remajaku menuju dewasa muda, dan mungkin sampai nanti, entah sampai kapan. Yang jelas batu nisanku akan tertulis nama lengkapku, kan? atau jangan-jangan, malah nggak ada namanya?
Setelah melewati transformasi nama yang lumayan panjang -sepanjang usia-, yang sebenarnya satu kesatuan, jujur sensasinya pasti berbeda. Setiap transformasi, ceritanya ada-ada aja yang unik, dan mudah diingat. Seperti selalu punya dunia baru, identitas baru, dan cerita baru, tiap kali berganti panggilan. Dalam proses 'journaling' sering kupanggil diriku dengan nama-nama sesuai masanya, terlebih kalau sedang memutar waktu ke belakang.
Percaya atau tidak, rasanya seperti mengitari dunia refleksi, kalau berhadapan dengan nama yang berbeda tadi. Seperti menemui diriku, dengan pecahan-pecahannya yang berbeda bentuk. Seperti amoeba. Seperti membelah diri dan memainkan peran yang berbeda.
Sungguh nama sepanjang ini, banyak sekali lika-likunya.
Belum lagi saat sudah masuk masa kuliah, dengan lingkungan yang -sudah bukan lidah Indonesia saja- ada yang memanggil 'Dwiratna' one shoot, sempurna, tanpa bingung dan mengulang-ngulang, itu rasanya, huaa! keren yaa, gak kepleset-pleset. Begitu batinku. Ya bagaimana tidak? 'Dorina, Duwayratna, Duwayratana, Radna' dan entah apa lagi -lama-lama jadi 'Dori' temennya Nemo, atau jadi kripik Doritos juga itu kali ya? sudah pernah kudengar dari mereka-mereka yang baru mengenalku.
Dan aku selalu 'up to you' panggil sesuka dan sebisamu. Gak pengen nyusahin orang aja. Hehe
Belakangan malah alih-alih dipanggil Ratna. Tetangga flatku menggati namaku jadi 'Christine' hahaha. Saking dia maunya mengingatku dengan caranya. Terserah deh ate (nama lain ''mbak'' dalam bahasa Filipina). Karena bagiku tidak mengganggu. Hanya sekedar panggilan sayang. Beliau kebetulan non muslim, dan kami seperti saudara aja. Dekat. Dan hidup kami menyenangkan, termasuk momen dipanggil 'Christine' dan menjawabnya dengan tawa terbahak-bahak...
Huah, sebuah nama, yang 'cuma nama' aja jadi banyak cerita, banyak kenangannya. Nama sepanjang itu memikul banyak memori, ya...
---
You grew up, Dwiratna...
Semoga kamu selalu sehat, direzekikan umur yang cukup untuk berbuat kebaikan dan meninggalkan kebaikan sebelum waktumu habis, dikaruniakan keberkahan dan membawa berkah untuk sekitar,
Kamu hidup dengan baik, sejauh ini. Dan terus hiduplah dengan baik. Terima kasih sudah sudi menyelami diri sedalam itu, menemukan versi terburuk juga terbaik, terkuat juga terlemah, terumit juga tersederhana. Dan banyak hal yang masih kamu harus pahami lagi tentang dirimu. Terima kasih, ya, sudah mau belajar jujur, berlapang dada, meluaskan sabar, terima kasih sudah mau masuk dalam dimensi rekosone urip, dan bentuk keprihatinan hidup, serta tirakatnya, untuk tetap hidup; dan akan terus hidup lebih baik kedepannya.
Hari ini, Jum'at terakhir di UAE, tahun ini. Semoga kamu bisa mengenang apa yang bisa dan harus dikenang, mengingat yang bisa dan harus diingat. Entah kapan akan kembali, tapi, semoga ini bukan yang terakhir kali. You won't say good bye right?.
Sekali lagi, have a good life...
Semoga kamu bahagia menjalani fase kehidupan keduamu, setelah lulus...
Semoga kamu menemukan 'kebahagiaan' yang kamu cari, bersama dengan waktu.
Jumat, 09 Agustus 2024 Uni Emirat Arab, 08.47 GST
0 notes
Text
INGGIT GANARSIH SEORANG PAHLAWAN PEREMPUAN PEMBERANI ASAL BANDUNG YANG BERJUANG BERSAMA SUAMI TERCINTA (Ir. H. SOEKARNO) UNTUK KEMERDEKAAN INDONESIA TAK MENDAPATKAN PENGAKUAN NEGARA
Tumblr media
Seperti apa sosok Inggit Garnasih muda dengan Soekarno?
Pertemuan Soekarno dan Inggit Garnasih pertama kali terjadi saat Soekarno menempuh pendidikan di Technische Hoge School (THS), Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung). Inggit Garnasih dikenal sebagai ibu kos Soekarno selama di Bandung.
Tempat tinggal Soekarno sendiri dibantu oleh Haji Sanusi yang tidak lain adalah teman dari H.O.S Tjokroaminoto. Kala itu, Inggit Garnasih masih berstatus sebagai istri dari Haji Sanusi.
Dikutip dari buku 'Perempuan-perempuan Pengukir Sejarah' karya Mulyono Atmosiswartoputra kedekatan Soekarno dan Inggit Garnasih bermula saat mereka berdua saling menceritakan kehidupan rumah tangganya masing-masing. Soekarno saat itu diketahui telah menikah dengan gadis muda bernama Utari.
Hanya saja, Soekarno hanya menganggap Utari sebagai adiknya. Sedangkan Inggit Garnasih dianggap seperti sosok ibu karena selalu menyiapkan masakan, membereskan makanan, melayani, memperhatikan pakaian, hingga mendengarkan buah pikiran Soekarno.
Inggit pun demikian, ia berkeluh kesah mengenai kelakuan sang suami yang suka bermain judi dan biliar. Bahkan, Haji Sanusi tidak pernah peduli terhadap istrinya.
Kesamaan masalah rumah tangga itu pun membuat mereka akhirnya menumbuhkan ketertarikan. Walaupun begitu, Inggit Garnasih sempat menasihati Soekarno agar memperbaiki pernikahannya dengan Utari.
Cinta mereka berdua juga diketahui oleh pasangan masing-masing. Haji Sanusi tahu apa yang terjadi tetapi tidak ada usaha untuk merebut Inggit Garnasih karena pernikahannya telah lama rusak. Sedangkan, Utari sadar pernikahannya tidak membawa kebahagiaan.
Setelah memikir matang, Soekarno akhirnya memulangkan Utari ke rumah orang tuanya, H.O.S Tjokroaminoto di Surabaya pada 1922. Ia memulangkan secara baik-baik dan menceraikannya.
Soekarno pun kembali ke Bandung. Ia pun menyampaikan isi hatinya kepada Inggit Garnasih dan disambut pula perasaan itu. Keesokan harinya, Soekarno memberanikan diri untuk menyampaikan hal tersebut kepada Haji Sanusi.
Dengan bijaksana dan keikhlasan hati, Haji Sanusi menceraikan Inggit Garnasih. Namun, ia membuat perjanjian dengan Soekarno, yakni jika dalam waktu 10 bulan Soekarno menelantarkan atau menyakiti Inggit Garnasih, maka Soekarno harus mengembalikan Inggit kepada Haji Sanusi.
Inggit Garnasih dan Soekarno pun menikah pada 24 Maret 1923. Dalam surat pernikahan tersebut tertulis usia Soekarno adalah 24 tahun saat menikah dan Inggit 23 tahun. Padahal sebenarnya, Soekarno 22 tahun dan Inggit 35 tahun.
Selama pernikahan itu, Inggit Garnasih selalu membantu Soekarno penuh dengan keikhlasan. Bahkan di tahun 1927, Inggit menjadikan rumahnya sebagai tempat deklarasi berdirinya organisasi politik Perserikatan Nasional Indonesia.
Selain itu, perjuangan Inggit Garnasih dalam membantu Soekarno juga terlihat dari caranya merawat, seperti meramu jamu, membuat bedak dan parem. Ia juga sering menjahit kutang, menjual rokok, menjadi agen sabun dan cangkul, bahkan menggadaikan perhiasannya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Kesetiaan Inggit Garnasih kepada Soekarno juga terbukti kala ia menjual segala miliknya, termasuk rumah keluarga dari ibunya, Hal itu dilakukan kala Soekarno diasingkan ke Ende di Pulau Flores.
Namun, pernikahannya Soekarno dan Inggit harus ditimpa godaan kala Soekarno diasingkan ke Bengkulu. Di sana, ia mengajar sebagai guru dan bertemu dengan Fatimah (sekarang dikenal Fatmawati) yang merupakan anak dari Ketua Muhammadiyah setempat Hassan Din.
Soekarno jatuh cinta kepada Fatmawati dan ingin menikahinya demi memiliki anak. Selama ini diketahui, anak Inggit Garnasih dan Soekarno adalah anak angkat namun Soekarno ingin memiliki keturunan langsung dari dirinya.
Akhirnya Soekarno memberikan solusi dengan memadu. Bahkan, ia juga berjanji menjadikan Inggit sebagai first lady saat Indonesia merdeka. Namun, Inggit menentang dan kukuh pada pendiriannya untuk tidak mau dimadu.
Inggit pun melepaskan Soekarno kepada Fatmawati. Ia meminta untuk dipulangkan ke Bandung. Mereka akhirnya resmi bercerai pada 29 Januari 1943 dengan perjanjian di bawahnya berupa jaminan hidup dan tunjangan yang disaksikan oleh Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H Mas Mansoer.
Inggit Garnasih meninggal dunia pada 13 April 1984 dan dimakamkan di TPU Caringin, Bandung. Ia juga diangkat sebagai pahlawan nasional 1997-1998 karena keberadaannya sangat berpengaruh terhadap negara. Untuk mengenang jasanya juga,kediaman dia dijadikan museum dan nama jalannya menjadi Inggit Garnasih.
*Dari Berbagai Sumber
By. HMS SAMUEL (SAMY) LEE LAHENGKO
1 note · View note
breezestory · 2 years
Text
Kala itu; Teater
Jakarta,
May 21, 2022
Tumblr media Tumblr media
Tegak Setelah Ombak “INGGIT”
Malam yang telah ditunggu tunggu selama beberapa bulan sebelumnya, akhirnya tiba. Menyaksikan pementasan theater yang biasanya aku menikmatinya sendri kali ini aku menikmatinya bersama seseorang yang ternyata tanpa aku sadari dia sudah menyentuh hatiku.
*
Kita dateng satu jam sebelum pementasan—dengan kostum yang berbeda dari yang lainnya, di sana mereka memakai pakaian formal dan pasti indonesia banget dengan balutan kain batik dan kebaya yang sesuasi dengan tema malam itu tentang sejarah.
Tumblr media
Sebelum masuk ke ruang teater kita disambut dengan lukisan lukisan indah yang penuh banyak arti oleh Bayu Wardhana. Dari beberapa lukisan kita terhanyut oleh satu lukisan yang akan menggugah hati siapapun yang melihatnya “Siapa yang Mau Menghapus Tangis itu”, yaitu lukisan ibu Inggit yang memiliki tatapan kesedihan dengan air mata yang membasahi pipinya.
*
Waktunya
…tiba, pementasan akan segera dimulai dan kita mulai memasuki ruang teater. Perasaan bahagia yang selalu dateng setiap duduk dan menunggu pertunjukan teater dimulai. ketika Ibu Inggit bermonolog dengan diiiringi alunan musik yang indah, pementasaan itu sangat memukau semua orang yang menyaksikannya, pandangan kita semua terpaku ke panggung dengan membawa pikiran pikiran imajinasi ke kejadian kejadian yang dituturkan oleh ibu inggit.
*
Ada perasaan haru, sedih dan kadang kala sampai menitihkan air mata. Kisah dan pengorbanannya begitu besar. Ibu inggit, beliau adalah perempuan hebat yang berjiwa besar dengan segala pengorbanannya. Ibu inggit mengajarkan banyak hal; Bagaimana mencintai tanpa pamrih, nemenin dan mendukung orang yang sangat dicintainya. Pekerja keras, bekerja keras untuk hidupnya dan untuk kebahagiaan orang yang dicintainya. Berprinsip hidup yang kuat dan tanggung, berani menolak sesuatu yang ia yakini meskipun pada akhirnya ia harus melepaskan segala yang ia miliki termasuk cintanya.
Ketika sejengkal adalah sebenar-benarnya jarak, sebatas Bung karno mengucapkan selamat tinggal dan aku mengucapkan selamat jalan.
Inggit Garnasih (dalam musikal monolog Inggit: Tegak Setelah Ombak)
1 note · View note
trenmyid · 4 years
Text
Tren Terbaru Janda Bolong: Tanaman Hias Senilai Ratusan Juta yang Viral
Tren Terbaru Janda Bolong: Tanaman Hias Senilai Ratusan Juta yang Viral
4 Fakta Janda Bolong, Tanaman Hias Senilai Ratusan Juta yang Viral
Tumblr media
http://www.suara.com
Bahkan, masih banyak kalangan yang tertarik walaupun harga Janda Bolong saat ini dikabarkan bisa mencapai ratusan juta. Tanaman hias Janda Bolong varigata ini memang dikenal memiliki keunikan dan estetika tersendiri. Berikut ini fakta-fakta Janda Bolong, tanaman hias senilai ratusan juta. Janda Bolong…
View On WordPress
0 notes
turisiancom · 1 year
Text
TURISIAN.com - Tren baru sektor pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia semakin terasa bergema. Ini, setelah keluarnya pengumuman ambisius dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Dalam langkah progresif,  target pengembangan 250 Desa Wisata diketahui akan menjadi sorotan utama melalui peluncuran program istimewa, Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI). Sebagaimana diketahui,  tahun ini mengangkat 75 desa terbaik yang berhasil menyisir seleksi ADWI 2023. BACA JUGA: 5 Tempat Wisata di Kabupaten Bandung Sajikan View yang Instagenik Kondisi, yang menandakan langkah awal yang luar biasa dalam mewujudkan ambisi besar ini. Salah satu kejutan yang terpilih untuk bersaing adalah Desa Wisata Alamendah. Letaknya,  di Jawa Barat. Tepatnya, di Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. "Anugerah wisata kita segera luncurkan dan tahun ini sudah mencapai 75 desa wisata. Akhir dari pada pemerintahan tahun depan, dengan targetnya 250 desa wisata kita sentuh dengan berbagai program," papar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno. Sementara itu Sandiaga, menyampaikan hal tersebut saat mengunjungi  Desa Wisata Alamendah, pada Kamis (10/8/2023). Oleh sebab itu, momentum yang dipilih bukan tanpa alasan. Sandiaga Uno menegaskan bahwa program ini menjadi prioritas mendesak. BACA JUGA: Desa Wisata Kakaskasen Dua, Potret Pesona Sulawesi Utara yang Dilirik ADWI 2023 Desa Wisata Alamendah Terutama karena industri pariwisata baru saja melonjak setelah menghadapi gempuran berat Pandemi Covid-19. "Desember 2020 keadaan pariwisata betul-betul dalam keadaan yang sangat memprihatinkan," ungkap Sandiaga. Ia mengingatkan kembali  pada tantangan hebat yang harus dihadapi dalam menghidupkan kembali roda sektor pariwisata di tengah masa sulit. Mata fokus utama tak lain adalah Desa Wisata Alamendah, tempat Sandiaga Uno menjalankan misi kunjungannya. BACA JUGA: 22 Desa Wisata di Cirebon Ini Didorong masuk ADWI 2023 Ia menyaksikan sendiri lonjakan signifikan yang telah dicapai oleh desa ini sejak Pandemi Covid-19 melanda. Ada hal menarik, dimana beberapa faktor yang telah membantu memicu geliat ekonomi pariwisata di Alamendah. Sandiaga Uno dengan antusias menjelaskan dampak positif dari program-program unggulan yang digagas oleh Kemenparekraf. Pendidikan literasi, pelatihan keuangan, serta kerjasama yang erat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan entitas bisnis terkemuka lainnya. BACA JUGA: Kabupaten Barat tetap Jadi Favorit Wisatawan, Karena Destinasi Ini Kolaborasi di Lima Desa Wisata Semua itu, mampu mengubah Alamendah menjadi desa yang tangguh menghadapi tantangan masa depan. Termasuk dalam menghadapi tren baru sektor pariwisata. "Daya tarik wisata yang beragam, lebih banyak dan kemampuan membangun produk ekonomi kreatif unggulan," tegasnya. Namun tak hanya Kabupaten Bandung yang menjadi fokus perhatian. Sang menteri juga  memproklamirkan keyakinannya bahwa potensi pariwisata di wilayah Jawa Barat yang lain. Seperti Pangandaran, Garut, dan Sukabumi, akan kembali bercahaya. Ambisinya jelas, lima Desa di Provinsi Jawa Barat akan menjadi pusat perhatian, diharapkan menjadi tiang penopang ekonomi lokal. BACA JUGA: Kereta Cepat Jakarta Bandung, Cuma 40 Menitan Dengan Ongkos 200-Ribuan Bro.. "Saya yakin dengan kolaborasi bersama ditunjukan dengan lima desa wisata di provinsi jabar. Mulai dari Pangandaran, Garut, sampai Sukabumi dan di Kabupaten Bandung ini kita bisa pulihkan lagi kebangkitan ekonomi kita," tegasnya. Semua itu, demi memberi kesejahteraan masyarakat kembali meningkat melalui revitalisasi sektor pariwisata. Dalam penutupnya, Sandiaga Uno tak lupa menyebutkan bahwa kunjungan ke destinasi wisata di Bandung Selatan telah menunjukkan peningkatan mencolok. BACA JUGA: Wisata Sejarah ke Rumah Inggit Garnasih di Bandung Besarannnya mencapai,  30 persen dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Apresiasi besar diberikan kepada kolaborasi dan dedikasi berbagai pihak yang telah menyumbangkan energi luar biasa untuk mewujudkan impian ini.
"Melalui kunjungan saya, tahun lalu naik 30 persen, tahun ini naik lagi. Saya berkomitmen akan melanjutkan perjuangan ini dengan kerja lebih keras lagi dekat dengan masyarakat. Dan memberikan peningkatan kesejahteraan kepada rakyat," pungkasnya. ***
0 notes
shabrinana · 4 years
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Setelah mendapat kabar duka kemarin sore dan melayat ke tempat almarhumah profesornya ibu pagi ini, menenangkan sekali rasanya bisa bersua dengan mereka. Dua sahabat yang kehadirannya selalu bisa mengingatkan bahwa diri ini berharga dan menyemangati untuk terus bergerak sesuai dengan panggilan jiwa.
Dhila, yang katanya cablak padahal kalau dari mataku dhila ini halus dan lembut sekali hatinya. Si introvert yang bener-bener tercerminkan dalam segala aspek kehidupannya. Yang sedang mencoba hidup zen dan banyak makan sayur, yang preferensi wisatanya kalo nggak Ubud ya Ubud. Hehehe nggak deng, kalo nggak Ubud ya Bandung. Nggak tau kalau nanti udah punya banyak uang, mungkin bisa ke New Zealand biar bermain dengan domba-domba atau ke Jepang buat meditasi dengan pemandangan kolam ikan koi ya Dhil?
Tumblr media
Kemudian ada Farraz, si calon profesor (aamiin) yang rasa ingin tahu dan cintanya sama ilmu pengetahuan bisa menghasilkan karya-karya eksperimental nan mind-blowing. Bersyukur bisa kenal dengan orang kaya Farraz yang nggak mikir dua kali buat peduli dengan sesama. Dari Farraz pula aku dan Dhila dikenalkan dengan adik-adik Sakola Ra'Jat Iboe Inggit Garnasih. "Ada banyak cara kelinci dibalap kura-kura," katanya. Semoga aku si slow-starter ini bisa menemukan jalanku bukan semata-mata untuk menyalip kelinci, tapi untuk melesat dalam jalur hidupku sendiri!
Terima kasih Dhila karena nggak bosan-bosannya mengingatkan aku untuk lebih percaya diri. Omongan Dhila kadang harsh tapi itulah yang aku butuhkan hohoho. Pokoknya dua orang ini adalah support system yang membantuku agar menjadi lebih kuat dan lebih baik.
Doaku selalu untuk Dhila dan Farraz, semoga sehat selalu dan dikuatkan untuk apa yang sedang diperjuangkan bersama maupun masing-masing. Ganbatteyo~
6 notes · View notes
itsgheezya · 5 years
Text
Kisah Istri Terkasih Sukarno, Inggit Garnasih
Inggit Garnasih adalah istri yang selama 20 tahun mendampingi Sukarno dan akhirnya berpisah 2 tahun sebelum Sukarno menjadi presiden.
orientasi
Inggit Garnasih lahir di Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 17 Februari 1888.  Sukarno menikahi Inggit pada 24 Maret 1923, saat ia masih menjadi mahasiswa Technische Hoogeschool te Bandoeng, cikal-bakal Institut Teknologi Bandung (ITB). Jarak usia yang terpaut 13 tahun lebih muda tidak kuasa menghalangi rasa cinta Sukarno kepada Inggit.
Lantas, siapakah Inggit? Wanita ini adalah induk semang alias ibu kost yang menampung Sukarno semasa kuliah di Bandung.
komplikasi:
Berawal Dari Cinta Terlarang
. Saat masih remaja, Inggit adalah kembang desa di kampungnya. Banyak lelaki yang berupaya mendekat untuk sekadar bisa mencuri perhatiannya.
Si bunga desa itu akhirnya dipersunting oleh Nata Atmaja, seorang patih di Kantor Residen Priangan. Namun, pernikahan ini tidak bertahan lama dan berakhir dengan perceraian.
Kemudian, Inggit menikah lagi. Seorang pengusaha yang juga aktif di organisasi
Sarekat Islam
bernama Haji Sanusi menyuntingnya. Pernikahan mereka baik-baik saja meskipun tidak bisa juga dibilang bahagia karena ia sering ditinggal suaminya yang terlalu sibuk. Hingga datanglah Sukarno.
Sukarno masih berumur 21 tahun saat tiba di Bandung. Ia melanjutkan kuliah ke kota kembang setelah lulus dari Hogere Burger School (HBS) di Surabaya. Ketika itu, Sukarno bukan lajang lagi. Ia punya istri bernama Siti Oetari yang tidak lain adalah putri kesayangan bapak kost-nya di Surabaya,
Haji Oemar Said Tjokroaminoto.
Namun, rasa cinta Sukarno ada Oetari lebih condong seperti cinta kepada saudara. Sukarno sering berinteraksi dengan Inggit, apalagi mereka tinggal serumah, lalu terjadilah peristiwa di suatu malam itu.
"Pada awalnya kami menunggu. Selama beberapa bulan kami menunggu dan tiba-tiba dia berada dalam rengkuhanku. Ya, itulah yang terjadi,” tutur Sukarno kepada Cindy Adams seperti yang dikisahkan dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965).
“Aku menciumnya. Dia menciumku. Lalu aku menciumnya kembali dan kami terperangkap dalam rasa cinta satu sama lain. Dan semua itu terjadi selagi ia masih istri dari Sanusi dan aku suami dari Oetari," lanjutnya.
Dan akhirnya, Sukarno menceraikan Oetari, begitu pula dengan Inggit yang secara resmi berpisah dengan Sanusi. Keduanya lalu menikah di rumah orangtua Inggit di Jalan Javaveem, Bandung.
peristiwa 1
Inggit Garnasih adalah perempuan yang menyertai setiap jengkal kehidupan Sukarno dalam proses menuju pendewasaan dengan berbagai dinamikanya. Ketika Sukarno ditangkap di Yogyakarta pada 29 Desember 1929 dan dijebloskan ke Penjara Banceuy di Bandung lalu dipindahkan ke Sukamiskin, Inggit tidak pernah lelah memberikan semangat kepada suaminya itu.
Setiap menjenguk Sukarno di penjara, Inggit kerap kali menyelipkan uang di dalam makanan yang dibawanya agar Sukarno bisa membujuk penjaga untuk membelikannya surat kabar. Selama Sukarno dibui, Inggit juga menjadi perantara suaminya agar bisa terus berhubungan dengan para aktivis pergerakan nasional lainnya.
Untuk menulis pesan dari Sukarno, Inggit memakai kertas rokok lintingan. Inggit kala itu memang berjualan rokok buatan sendiri. Rokok yang diikat dengan benang merah khusus hanya untuk para relasi suaminya, yang di dalamnya berisi pesan-pesan dari Sukarno (Peter Kasenda, Bung Karno Panglima Revolusi, 2014).
Inggit juga sering membawakan buku-buku yang dibutuhkan Sukarno meskipun harus berhati-hati agar tidak ketahuan penjaga. Caranya, seperti yang dikutip dari buku Biografi Inggit Garnasih: Perempuan dalam Hidup Sukarno karya Reni Nuryanti (2007), Inggit berpuasa dulu selama beberapa hari supaya buku itu bisa diselipkan di perutnya
Selama Sukarno menjalani pembuangan ke Ende, Flores, sejak 1933, lalu diasingkan lagi ke Bengkulu sedari tahun 1938, Inggit selalu setia menyertai. Nah, di sinilah Sukarno mengenal Fatmawati, seorang remaja putri yang manis, anak tokoh
Muhammadiyah
di Bengkulu.
komplikasi
Seiring kekalahan Belanda dan berkuasanya Jepang di Indonesia pada 1942, Sukarno dibebaskan dan dikirim ke Jakarta. Hingga akhirnya, Sukarno meminta izin kepada Inggit untuk menikahi Fatmawati.
"Aku tidak bermaksud menyingkirkanmu. Merupakan keinginanku untuk menetapkanmu dalam kedudukan paling atas dan engkau tetap sebagai istri yang pertama,” ucap Sukarno (Cindy Adams, 1965).
“[… J]adi memegang segala kehormatan yang bersangkutan dengan hal ini, sementara aku dengan mematuhi hukuman agama dan dan hukuman sipil, mengambil istri kedua agar mendapatkan keturunan," imbuhnya.
klimaks
Inggit tentu saja menolak untuk dimadu hingga Sukarno terpaksa menceraikannya meskipun bukan itu yang diinginkannya. Setelah hampir 20 tahun bersama melalui susahnya kehidupan, dari penjara hingga pengasingan, Sukarno dan Inggit akhirnya resmi berpisah pada pertengahan 1943.
Tanggal 1 Juni 1943, Sukarno menikahi Fatmawati. Usai Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 dan Sukarno menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pertama, Fatmawati-lah yang menjadi first lady alias ibu negara. Sementara Inggit tetap sendiri dan masih tinggal di Bandung.
Sukarno wafat di Jakarta pada 21 Juni 1970 setelah
nyaris seluruh kekuasaannya dilucuti oleh Soeharto
yang menggantikannya sebagai presiden. Begitu mengetahui Sukarno telah mangkat, Inggit langsung bergegas menuju ke Jakarta, ke Wisma Yaso, rumah duka mantan suaminya itu.
Di samping jasad Sukarno, Inggit berucap dalam bahasa Sunda diiringi isak tangis yang sedikit tertahan. "Kus, kiranya Kus mendahului, Inggit doakan...,” sampai di sini, kata-kata Inggit terhenti. Ia tak kuasa menahan kepedihan atas kepergian lelaki yang sangat dicintainya itu.
resolusi
Inggit sudah sejak lama memaafkan Sukarno, seperti yang terucap saat pertemuan mereka di Bandung pada 1960 itu. Inggit memberikan maafnya juga kepada Fatmawati yang menemuinya pada 7 Februari 1984 dengan mediasi Ali Sadikin.
Kurang dari 2 bulan setelah perjumpaan penuh haru itu, Inggit meninggal dunia. Inggit Garnasih, istri terkasih Sukarno yang setia menyertainya dalam kondisi paling sulit sekalipun, menutup mata tanggal 13 April 1984, atau 33 warsa silam, dalam usia 96 tahun.
sumber;https://tirto.id/kisah-istri-terkasih-sukarno-inggit-garnasih-cmBY
4 notes · View notes
puspitaputri · 6 years
Text
Inggit Garnasih (Mengenal peran wanita di ruang privat dalam pendampingan perjuangan pergerakan kemerdekaan Republik Indonesia)
Minggu, 17 Februari 2019, pagi-pagi sekali aku bangun lalu mandi, sarapan dan melakukan kegiatan persiapan lainnya. Aku bersiap untuk pergi ke pelataran Gedung Merdeka, memenuhi janji kepada salah satu temanku dari Jakarta untuk menemaninya mem-Bandung hari itu. Satu kegiatan yang kami pilih kala itu berkaitan dengan hal yang sama-sama menarik perhatian kami, mencari inspirasi.
Dua hari sebelumnya, aku tanpa sengaja menemukan suatu poster online di media sosial, kegiatan sebuah komunitas yang sebetulnya sudah pernah aku dengar namanya sejak sekitar 4 tahun yang lalu, Komunitas Aleut, komunitas wisata sejarah yang ada di kota Bandung, setidaknya itu yang aku tau. Di poster tersebut tampak wajah seorang tokoh beserta namanya, seorang wanita sunda yang tak begitu asing lagi di telinga, Inggit Garnasih, istri kedua bapak bangsa Indonesia.
Tumblr media
Perjalanan kami diawali dengan perkenalan setiap anggota, yang baru maupun yang lama. Yang ku ingat hanya nama pembicaranya, Teh Audi, lalu Kang Anggi, sisanya, aku lupa. Cukup banyak juga ternyata peminat kegiatan ini, dari berbagai usia, anak-anak, pemuda hingga ibu-ibu dan bapak-bapak yang sudah mulai agak berubah warna rambutnya.
Pemberhentian pertama, di jalan Ir. Soekarno, sebelah Gedung Merdeka. Disana, Teh Audi bercerita bagaimana Soekarno menjadi suami ketiga dari Inggit dan Inggit menjadi istri kedua dari Soekarno. Disana juga diceritakan bagaimana pertemuan antara Inggit dan Soekarno terjadi, kedekatan mereka hingga akhirnya pernikahan, seolah semua sudah ditakdirkan.
Aku terlarut dalam cerita sejak cerita pertama, hingga tak banyak gambar yang aku ambil dalam perjalanan ini. Setelah titik pertama, kemudian kami berjalan ke titik kedua, penjara Banceuy. Aku, orang Bandung yang hidup di kota ini sekitar 24 tahun saja belum pernah masuk kesana, merasa tidak tahu apa-apa tentang tempat yang aku tinggali. Tapi sedikit demi sedikit hal itu berubah, sejak hari itu Bandung bagiku menjadi lebih hidup. Meski telah banyak berubah, namun setiap tempat benar-benar seperti menjadi saksi sejarah, bahwa Bandung bukan hanya kota besar, tapi juga punya peran besar dalam hal-hal besar yang terjadi di negeri ini.
Di bekas penjara Banceuy diceritakan kembali bagaimana Soekarno, sosok yang tak bisa lepas dari Inggit Garnasih sebagai tokoh utama ngaleut hari itu, mulai membentuk PNI, di penjara, membuat Pledoi Indonesia Menggugat serta bagaimana Inggit dengan setia mengantar setiap perjuangannya.
Beranjak ke titik ketiga, Pendopo Walikota. Salah satu banguan karya Soekarno sebagai seorang insinyur dari THS (sekarang ITB) dengan ciri khas palu gada di atapnya. Disana diceritakan tentang karir Soekarno serta bagaimana ia belajar, berjuang, bagaimana pergerakan perjuangan di Indonesia mulai bergejolak dengan munculnya berbagai perseteruan, juga persatuan.
Titik berikutnya Gereja Rehobot, wilayah yang pernah menjadi lokasi rumah Inggit dan Soekarno yang berpindah-pindah beberapa kali, kami hanya lewat, begitupula dengan jalan Jaksa, tempat salah satu rumah yang pernah ditinggali oleh Inggit, lalu ke jalan Pungkur, daerah dimana Inggit dan Soekarno pernah tinggal juga hingga terakhir ke rumah tinggal terakhir Ibu Inggit di jalan Ciateul (sekarang Jalan Inggit Garnasih). Dari titik ke titik diceritakan bagaimana Soekarno dan Inggit berjuang, termasuk berpindah-pindah karena Soekarno di asingkan, mulai dari Ende hingga ke Bengkulu. Di rumah terakhir pula dilengkapkan cerita yang dimulai sejak awal pertemuan yang diceritakan di titik pertama hingga akhirnya berpisah karena keteguhan hati seorang Inggit Garnasih serta beberapa kejadian setelahnya sebelum Ibu Inggit wafat.
Sepulang dari kegiatan tersebut, banyak sekali hal-hal yang muncul di pikiranku, termasuk semakin penasarannya aku akan literatur-literatur menganai Inggit Garnasih. Salah satu yang aku dapatkan adalah video monolog Inggit Granasih yang diperankan oleh salah satu aktris yang aku kagumi secara pribadi, Happy Salma. Dialog tersebut seolah merangkum secara garis besar cerita yang sedari pagi hingga tengah hari tadi aku dan teman-teman komunitas Aleut telusuri.
Salah satu kata-kata Inggit dalam monolog yang diperankan oleh Happy Salma tersebut yang membekas di pikiranku, “Aku adalah perempuan yang tidak memiliki peranan apapun, tapi aku ada di dalam lahirnya sejarah paling penting tanah air.” Inggit memang, tidak berperan secara langsung dalam politik dan pergerakan perjuangan Indonesia, namun tanpa Inggit maka Soekarno tak akan menjadi Soekarno yang kita kenal saat ini.
Dua puluh tahun menjadi support system untuk seorang Singa Podium bukan perjuangan yang mudah. Bukankah katanya dibalik seorang laki-laki hebat ada wanita hebat di belakangnya. Iya, dibelakang layar, mungkin samar-samar terlihat mata namun bukan berarti tidak ada. Inggit tahu, betapa Kusno (panggilan Inggit untuk Soekarno) memiliki cita-cita yang tinggi untuk memerdekakan bangsa Indonesia. Maka Inggit terlarut dalam semangatnya, terlibat di dalam perjuangannya, mendengar setiap ide dan cerita hingga keluh kesahnya, bahkan hingga menjadi penopang perekonomian keluarganya di saat-saat tertentu. Inggit, dengan tegar dan hati yang tangguh sering kali diceritakan menyembunyikan kesulitan yang dialaminya dari suaminya yang sibuk berjuang memerdekakan bangsa, menjadi sosok yang tidak ingin membebani dan merepotkan.
Dalam monolog yang diperankan Happy Salma pula, Inggit beberapa kali mengatakan “…maka aku harus pandai-pandai mengalihkan perhatiannya.” Disisi lain, Inggit juga yang melihat dan mengenal Kusno sebagai manusia yang bisa lelah dan ingin menyerah, lalu Inggit pula yang mengingatkan suaminya untuk berkata tidak, dan kembali membakar semangat yang sempat meredup di dadanya. Distraktor dan pengingat, dua peran yang harus diperankan satu orang, seorang istri, berhasil diperankan oleh Ibu Inggit dalam kehidupan Soekarno.
Seorang istri, memiliki peran yang sering kali dilupakan atau bahkan dihapuskan dalam sejarah. Padahal, bukannya para wanita yang mungkin dipandang sebelah mata hanya karena mereka berperan di ranah privasi ini lah yang terkadang menjadi pemicu semangat, pelepas lelah dan penat, pendidik anak-anak, pendukung serta pendamping setiap orang-orang hebat dalam melakukan hal-hal besar.
Kembali ke sosok Ibu Inggit sebagai contohnya, seorang istri yang mungkin tidak berpendidikan tinggi, tapi mampu mengerti apa yang harus dilakukannya dalam setiap situasi. Seorang wanita, yang mungkin tidak menguasai isi buku-buku yang ia berpuasa agar bisa ia selipkan di pertunya untuk diantar ke penjara, tapi kemudian membantu suaminya melahirkan pledoi yang mengguncang dunia. Seorang wanita yang tidak menghasilkan karya-karya besar, hanya rajutan, jamu, bedak dan rokok buatan tangan, tapi mampu membantu suaminya menyelesaikan pendidikannya.
Menemani, melayani, mendampingi, mencintai, menyayangi, mengasihi, mengingatkan, mendistraksi, menyemangati, berkorban, berusaha memenuhi semua kebutuhan seolah-olah hanya hal yang wajar yang tak perlu diukir dalam sejarah. Hal-hal kecil yang dilakukan wanita terkadang dianggap biasa saja, meski sebenarnya berefek sangat besar dalam perjalanannya. Ibu Inggit termasuk yang beruntung, masih bisa kita putar ulang kisahnya, namun banyak sekali wanita-wanita hebat lainnya yang luput dari pandangan sejarah. Tak apa, karena salah satu hal yang aku percaya menjadi kekuatan para wanita dalah ketulusan, berkorban tanpa pernah mengharapkan balasan.
Disamping semua inspirasi yang aku dapatkan dari seorang Inggit Garnasih yang berperan di ranah yang mungkin banyak luput dari perhatian orang, ada satu hal lain yang kisah Inggit Garnasih ajarkan kepadaku hari itu, keteguhan hati, kejujuran perasaan dan harga diri yang tinggi. “Oh candung? Ai dicandung mah, cadu,” tutur Inggit dalam salah satu literatur yang aku baca. Meski dengan penuh ketulusan dan kesulitan Inggit setia mendampingi dan mengantarkan Kusno hingga menjadi pemimpin bangsa sebelum merdeka, namun, dua tahun sebelum menjadi ibu negara, tetap saja, harga dirinya tidak bisa dibeli walau dengan istana, ia berani menerima kelemahannya dengan kejujuran atas hatinya, menolak dimadu olah suami yang 20 tahun didampinginya.
Lalu kisah Inggit mungkin memang berakhir dengan tragis, semua perjuangannya mendampingi Soekarno diakhiri sakit hati dengan dimulainya kisah cinta Soekarno dan Fatmawati, lalu Inggit berlalu, seolah tidak berarti. Namun bukan berarti tak ada yang bisa dipelajari, tak bisa jadi inspirasi.
Pada dasarnya, manusia, apapun yang dilakukannya, terkadang butuh ruang untuk melepas penat dan lelah dari tuntutan yang mengikatnya. Disadari atau tidak, terkadang ruang untuk rehat itulah yang pula melindungi mereka dari berbagai mara bahaya. Banyak yang menyebut ruang tersebut sebagai rumah dan pasangan sangat bisa menjadi tempat untuk kembali, pulang. Seperti Inggit bagi Soekarno, yang kemudian terkenal dengan quotenya “Hanya ke Bandung lah aku kembali, kepada cintaku yang sesungguhnya.”
Disclaimer: Tulisan ini hanya sebuah media berbagi pengalaman atas apa yang dialami, didengarkan, dilihat, dibaca dan terfikir oleh penulis, bukan untuk mempelajari fakta sejarah atau menghakimi peristiwa ataupun tokoh sejarah. Hanya sebuah pandangan dari pengalaman dan informasi yang diterima oleh penulis. Ditulis hanya supaya tidak lupa. Semoga ada manfaatnya.
 p.s.
Bandung, 18 Februari 2019
3 notes · View notes
salmanania · 7 years
Text
Pemprov Jabar ajukan Inggit Garnasih hingga Ali Sadikin dapat gelar pahlawan nasional
Salma Nania Pemprov Jabar ajukan Inggit Garnasih hingga Ali Sadikin dapat gelar pahlawan nasional Artikel Baru Nih Artikel Tentang Pemprov Jabar ajukan Inggit Garnasih hingga Ali Sadikin dapat gelar pahlawan nasional Pencarian Artikel Tentang Berita Pemprov Jabar ajukan Inggit Garnasih hingga Ali Sadikin dapat gelar pahlawan nasional Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : Pemprov Jabar ajukan Inggit Garnasih hingga Ali Sadikin dapat gelar pahlawan nasional
Tumblr media
Selain itu, Pemprov Jabar mengajukan tokoh pendidikan dan emansipasi perempuan asal Garut Lasminingrat, dan KH Ahmad Sanusi atau Ajengan Genteng sebagai tokoh perjuangan dari Sukabumi. http://www.unikbaca.com
0 notes
trenmyid · 4 years
Text
Tren Terbaru Mandiri Online: Warganet Keluhkan Gangguan Layanan
Tren Terbaru Mandiri Online: Warganet Keluhkan Gangguan Layanan
Warganet Keluhkan Gangguan Layanan Mandiri Online, Ini Penjelasan Bank
Tumblr media
finansial.bisnis.com
JAKARTA – Masyarakat mengeluhkan adanya gangguan pada layanan online milik PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. di media sosial.Salah satu keluhan disampaikan oleh pengguna Twitter dengan akun @domifasolredo.”Halo @bankmandiri Aplikasi Mandiri Online & iBanking lg error ya ? Thank you,” cuitnya.Halo…
View On WordPress
0 notes
pinkturquoise · 3 years
Text
Everything is better with black and white vibes (I guess).
[in frame: Inggit Garnasih Historical House and Asia Africa Conference Museum]
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
1 note · View note
turisiancom · 1 year
Text
TURISIAN.com - Eh, ada nih cerita seru buat kalian! Baru-baru ini lagi ngetren film Oppenheimer. Film seru yang ngebahas tentang seorang ahli nuklir top asal Amerika, Julius Robert Oppenheimer. Dia ini salah satu yang bikin bom atom yang digunakan di Hiroshima-Nagasaki, loh! Tapi, tau nggak sih, di Bandung ada tempat wisata yang keren banget buat yang penasaran tentang dunia nuklir. Yap, benar-benar ada wisata nuklir yang bisa kamu kunjungi! Tempatnya ada di Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan Badan Tenaga Nuklir Nasional (PSTNT Batan) di Jalan Tamansari. BACA JUGA: Grey Art Gallery, Tempat Keren Baru di Bandung Ini Lagi Pameran Lho Di sini, kamu bisa sambil berlibur sambil belajar tentang nuklir, cocok banget buat jalan-jalan sama keluarga. Wisata nuklir di PSTNT Batan ini udah resmi dibuka dari tahun 2019, loh. Pas pembukaannya, hadir juga ketika itu Wali Kota Bandung, Oded Muhammad Danial. Didampingi, kepala BATAN, Anhar Riza Antariksawan, dan kepala PSTNT BATAN, Jupiter Sitorus Pane. Seru banget deh di sini, kamu bisa liat langsung ruang teknik analisis radiometri, laboratorium radio isotop, dan senyawa bertenda. BACA JUGA: Libur Sekolah Bareng Keluarga, 5 Hotel di Bandung ini Bisa Jadi Pilihan Pengolahaan Limbah Jangan ketinggalan juga tempat pengolahan limbah yang menarik! Pokoknya di ruang pamer di PSTNT Batan ini keren banget, luas dan nyaman abis. Di sini dipajang segala macem info teknologi tentang nuklir. Termasuk yang bisa dipake buat kehidupan sehari-hari. Mulai dari jamu herbal irridasi, kit radioisotop dan radiofarmaka untuk dunia medis. Sampe plastik biodegradable dan iridasi gamma buat buah-buahan unggulan Indonesia, semuanya ada! BACA JUGA: Gedebage Bandung Didorong Jadi Destinasi Wisata Tekstil, Keren Dong Tak perlu khawatir, karena wisata nuklir ini, kamu bakal dibimbing sama tim dari PSTNT Batan Bandung. Mereka ramah-ramah kok, siap ngebahas tentang nuklir dan manfaatnya bagi kehidupan kita sehari-hari. Yang paling asiknya lagi, ini semua gratis, nggak perlu bayar! Keren kan? Selain itu, keamanan dan keselamatan pengunjung juga jadi perhatian utama di sini. BACA JUGA: Wisata Sejarah ke Rumah Inggit Garnasih di Bandung Dan yang mau liat langsung reaktor nuklir PSTNT BATAN Bandung, bisa banget kok. Tapi inget, yang boleh liat reaktornya harus usia 18 tahun ke atas ya. Kalo yang di bawah 18 tahun tetep bisa seru-seruan di ruang pamer yang penuh info menarik tentang nuklir. Jadi, buat kamu yang suka penasaran sama dunia nuklir, ayo dateng ke PSTNT Batan Bandung! Asyik banget bisa jalan-jalan sambil nambah ilmu tentang nuklir, bro! ***
0 notes
Photo
Tumblr media
(WA) 0852-8221-2715 AGEN Qusthul Hindi Obat Tradisional Sakit Perut Ketika Haid di Pelindunghewan Bandung
INFO/PEMESANAN QUSTHUL HINDI (WA) 0852-8221-2715 - Qusthul Hindi merupakan tanaman asli India yang memiliki nama ilmiah Saussurea costus. Ekstrak Qusthul Hindi digunakan dalam berbagai pengobatan tradisional, dan dikenal dengan nama minyak atsiri.
Obat qusthul hindi, obat alami pernapasan burung,obat alami pernafasan kenari,obat alami melancarkan pernafasan,obat alami pelega pernafasan,obat alami radang pernafasan,obat alami alergi pernafasan,obat alami untuk melancarkan pernafasan
Qust Al Hindi atau lebih akrab disebut sebagai kayu India mungkin tidak asing. Sebab hal ini lekat dengan salah satu pengobatan ala Rasulullah SAW. Qusthul Hindi atau Indian Costus adalah batang hitam dari tanaman Costus di India. Qusthul Hindi dipercaya untuk pengobatan sejak 2500 tahun lalu di Yunani, Persia, Arab dan India.
Informasi dan Pemesanan QUSTHUL HINDI :
Whatsapp 0852-8221-2715 https://wa.me/6285282212715
Apotek Nursyifa Jalan Terusan Buah Batu No. 220 Kota Bandung
Jl Ijan Bandung Bandung,Jl. Raden Dewi Sartika Pungkur, Kec. Regol, Kota Bandung Bandung,Jl. Dewi Sartika Balonggede Bandung Bandung,Jl. Sasak Gantung Balonggede Bandung Bandung,Jl Pungkur Bandung Bandung,Jl. Ibu Inggit Garnasih Bandung Bandung,Jl. H. Kurdi 1 Jl. Moh. Toha No.49, Karasak Bandung Bandung,Jl. Moh. Toha Jl. Pungkur Bandung Bandung,Jl. Peta Kota Bandung Bandung,Jl. Rumah Sakit Sukamulya, Cinambo, Bandung Bandung
Qusthul hindi, obat asma efek,obat emergency asma,obat asma tanpa efek samping,obat asma apotik tanpa efek samping,obat flu asma,obat asma karena flu,obat asma harga,obat asma itu apa,obat asma jangka panjang,obat asma jantung
#obatqusthulhindi #obatyangdigunakanuntukkankerparu #obattumorparuganas #pengobatantumorparujinak #jenisjenisobatkankerparu #obattumorparukanan #obatmujarabkankerparu #namaobatkankerparu #obatnaturalkankerparu #obatperedanyerikankerparu #obatkankerparuparu
(WA) 0852-8221-2715 Terapi Obat Pneumonia Obat Untuk Pneumonia Pada Anak di Pelindunghewan Bandung
0 notes
morfo-biru · 4 years
Text
Maaf aku sedikit melupakanmu, bu Inggit Garnasih.
0 notes