#FaizJourney
Explore tagged Tumblr posts
Quote
Jemputlah dia dengan sebaik-baik ketaqwaan. Sebagaimana dia menunggumu dengan sebaik-baik penjagaan
Mushonnifun Faiz Sugihartanto, 2020
#quotes#selfreminder#selfreflection#cinta#munakahat#prosa#reminder#mushonnifunfaiz#faizjourney#islam#islamicquotes
1K notes
·
View notes
Text
Perempuan Berjuta Mimpi
Kalau nanti kamu memilihnya untuk menjadi teman hidupmu, maka kamu harus siap untuk menyelaraskan mimpi-mimpimu dengan mimpi-mimpinya.
Kamu sudah tentu punya alasan memilihnya, sebab barangkali alasan terkuat adalah kelak anak-anakmu akan dibesarkan dua orang yang sama-sama memiliki mimpi yang kuat, agar mereka kelak menjadi pribadi yang kuat.
Kamu harus tahu, bahwa dia barangkali tidak seperti kebanyakan perempuan. Dia yang tetap tak kenal menyerah dengan mimpi-mimpinya sekalipun tanggungjawabnya kini telah bertambah. Dia yang akan tetap memperjuangkan walau rasa-rasanya kemungkinannya 1 berbanding sejuta.
Nanti, kamu harus siap menjadi pundak pertama bagi dia. Saat ada air matanya yang tertumpah manakala ia gagal. Kamu harus menjadi yang pertama mengucapkan selamat untuknya saat ia berhasil. Kamu harus menggenggam erat tangannya saat ia mulai menapaki mimpinya.
Kamu pun harus siap berkorban sebagaimana ia berkorban atas mimpimu. Ia memang tangguh, tapi tetaplah ia seorang perempuan, yang tercipta dari tulang rusukmu yang bengkok. Ia tetap saja membutuhkanmu untuk bersandar, tidak boleh kau lepas sendirian.
Mungkin kelak kamu akan jauh lebih lelah, tapi lihat senyumnya saat nanti kamu membersamainya. Senyum tulusnya untukmu, sebab dalam ketercapaian mimpi-mimpinya, kamu lah yang nanti akan senantiasa diingat olehnya. Dalam setiap mimpi-mimpinya, ada doa untuk anak-anak yang kamu besarkan bersama agar kelak ia menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Dalam setiap jalan terjal mimpinya, ada doanya untukmu yang senantiasa sabar dalam membimbingnya.
Perempuan dengan berjuta mimpi, terdengar penuh ambisi, padahal mimpi itu hakikatnya kelak untuk membuktikan baktinya kepada seseorang yang dia cintai.
Surabaya, 17 11 2020 00.17
956 notes
·
View notes
Text
Pilihan
Salah satu fase perjalanan hidup yang akan kita hadapi adalah saat kita dihadapkan dengan pilihan. Yang pada akhirnya, hakikat hidup ini, adalah memilih. Memilih yang terbaik menurut kita, bisa jadi memilih yang terbaik menurut orang tua, namun yang pasti, semoga dalam pilihan apapun yang kita putuskan, adalah pilihan yang terbaik di mataNya.
Ada yang hidupnya bahkan tak memiliki pilihan lain, lantas ia bersyukur, maka Allah cukupkan rezekinya. Ada pula yang hidupnya dihadapkan banyak pilihan hingga ia bigung, maka di situlah Allah mengujinya. Barangkali hikmah dari itu semua, terlepas kelak ketika kita tak punya pilihan, atau justru dihadapkan dengan beberapa pilihan, selalu sertakan asma Allah dalam setiap langkah kita, selalu istikharahkan denganNya agar hati senantiasa tenang, dan selalu sebut setiap langkah yang akan kita tuju dalam doa-doa yang dilangitkan.
Mereka yang tak memiliki pilihan, barangkali pada awalnya menjalaninya dengan keterpaksaaan. Lantas kian hari kian menikmati, hingga akhirnya menjadi terbiasa, yang buahnya adalah kesabaran dan keikhlasan. Dari situlah rezekiNya seringkali hadir tanpa menyapa, tiba-tiba, di waktu yang benar-benar ia minta.
Mereka yang memilki banyak pilihan, justru seringkali dihadapkan dengan pilihan-pilihan sulit. Butuh waktu yang lama bagi ia mempertimbangkan, menimbang segala dampak baik dan buruknya, lantas dihadapkan dengan pengorbanan yang harus dilakukan saat pada akhirnya pilihan ditentukan. Pada akhirnya, ini bicara tentang kesiapan dan penerimaan, sampai sejauh mana ia bisa berkompromi terhadap apa yang diputuskan sendiri. Dan tentang rasa syukur yang sudah seharusnya ditasbihkan, sebab tak semua orang memiliki kesempatan untuk memilih.
Kalau suatu hari nanti kita tak punya pilihan, maka ingatlah kisah Ibrahim dan Ismail. Yang tak punya pilihan selain menyembelih yang terkasih. Ingatlah kisah Nuh, yang pada akhirnya harus meninggalkan istri dan anak-anaknya tak turut serta dalam bahtera yang berlayar. Ingatlah kisah Nabi Hud, yang juga meninggalkan istrinya di tengah hujan batu untuk Kaum Tsamud.
Kalau suatu hari nanti kita memiliki pilihan, maka ingatlah bagaimana Habil dan Qabil diberikan pilihan untuk mempersembahkan Qurban kepada Sang Maha Rahman. Ingatlah kisah saat Sulaiman diberikan pilihan, antara ilmu, harta, atau kekuasaan.
Sesulit apapun pilihanmu, setidak-adanya pilihanmu, tak sebanding dengan ujian-ujianNya pada orang-orang terdahulu. Jadi? Tetap tenang. Kamu hanya butuh hati yang jernih untuk berpikir, istikharah kepadaNya untuk mententramkan, dan dukungan dari orang-orang tersayang untuk menguatkan.
Malang, 29 September 2020 09.49
#selfreminder#selfreflection#notetomyself#ntms#islam#catatan#mushonnifunfaiz#faizjourney#journey#reminder#tulisan#prosa#renungan#cerita
406 notes
·
View notes
Text
Jika memang benar kelak kita akan dipersatukan, maka maukah Engkau membisikkan kepadaku, Tuhan?
Tentang hal-hal yang nanti akan kulalui. Tak usah semuanya. Hanya beri tahu saja ujian-ujian yang Engkau rencanakan kepada kami. Agar aku mampu mempersiapkan dari hari ini. Aku tahu bahwa sungguh ini mustahil, sebab sama saja aku meminta untuk membuka tabir.
Hanya saja aku takut. Ada banyak kisah teman-temanku yang gagal dalam pernikahan. Yang Kau uji dengan ketidakharmonisan, bahkan hingga berujung perpisahan.
Aku pun khawatir, sebab saat akad terucap, saat itu juga dalam pikiranku, aku telah mencuri mimpi-mimpinya. Aku tahu ia punya impian begitu tinggi, namun ia tentu harus memilih untuk mengabdi.
Jadi, maukah Engkau membisikkan kepadaku Tuhan? Sedikit saja, ya, cukup sedikit. Tak usah banyak-banyak.
252 notes
·
View notes
Text
Yang Terbaik, Yang Seringkali Tak Diharapkan
Untuk kesekian kalinya hari ini kembali mendapat kekecewaan setelah mendapat jawaban. Ada rasa penyesalan yang mendalam, mengapa dahulu tak begini, mengapa dahulu barangkali kurang mengupayakan, dan berbagai mengapa yang lain yang tiba-tiba muncul begitu saja dalam pikiran.
Betapa sering kita barangkali merasa banyak kejadian dalam hidup ini tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kecewa, mengutuk diri sendiri, marah, hingga menangis untuk menguras air mata, rasanya sebagai manusia normal tentu saja kita pernah melewati fase ini.
Tapi tak jarang setelah itu, justru kita malah bersyukur. Setelah semua terlewati, setelah semua terjadi, banyak ternyata hikmah yang dapat di ambil. Walau sudah tentu barangkali itu lahir setelah kita meneteskan beratus tetes air mata, menguatkan diri yang penuh kekecewaan dan kesedihan, dan fase-fase sulit lainnya.
Kita barangkali sering terjebak dalam fase kekecewaan. Ada yang memilih untuk bangkit, segera melupakan, ada yang sedang berusaha untuk mencari pelarian, walau nyatanya ia tak bisa benar-benar lari. Ada pula yang acuh tak acuh, layaknya hidup yang harusnya mengalir saja, hingga akhirnya hal yang sama justru terulang kembali tanpa ia melakukan refleksi dan evaluasi atas apa yang ia lakukan.
Harusnya kita sadar, kita sebagai manusia memiliki keterbatasan. Sudah tentu yang tahu batasannya bukanlah kita, namun Allah semata. Sering barangkali kita merasa rendah diri, merasa sudah menyerah, padahal kita memiliki kemampuan untuk mencapai limit yang dianugerahkanNya.
Kita juga sadar, bahwa meluaskan hati semoga bisa menjadi obat akan segala kekecewaan. Berprasangka baik kepadaNya juga sudah tentu menjadi hal yang diharuskan. Tenang, yang terbaik memang tak selalu manis, namun justru terkadang atau bahkan sering pahit.
Kita tidak tahu sampai itu benar-benar terjadi dan terlewati. Tetap semangat, tetap berprasangka baik. Lakukan apa yang sekarang bisa dilakukan.
Eden Hörsal, 6 Februari 2020 Mencoba menerima realita akan ketidakmungkinan mengikuti seremoni di akhir Mei nanti.
178 notes
·
View notes
Text
2019: Tahun Kesabaran
Jika mencoba merangkum tahun 2019, maka cukup satu kata menjadi pelajaran terbesar di tahun ini: Kesabaran
Kesabaran dalam menuntut ilmu di negeri orang, kesabaran dalam menerima segala hasil walau tak sesuai yang diharapkan. Mencoba kembali mengingat di awal tahun, saat ujian itu hadir dengan hasil ujian yang tak diharapkan, yang membuat harus re-exam untuk kali pertama di sini. Kembali diingatkan tentang sabar, bahwa semua pada hakikatnya berproses menjadi lebih baik.
Hingga di bulan-bulan selanjutnya saat mengambil mata kuliah yang membuat nyaris tiap hari pulang di atas jam 9 malam, membuat rasa sabar kembali diuji. Menjalani proses yang benar-benar sakit pada waktu itu, bukan hanya fisik yang lelah, namun mental pun seakan butuh benar-benar istirahat.
Saat memutuskan mengikuti ajakan teman untuk mengikuti kompetisi, maka kembali kesabaran benar-benar diuji, di tengah 2 mata kuliah yang diambil yang sangat padat, kembali walau tak pulang malam karena perkuliahan, namun kali ini karena deadline perlombaan.
Belum cukup sampai di situ, rencana tidak pulang pun harus berubah mendadak dikarenakan berpuluh aplikasi summer job dikirimkan, namun tak ada kabar baik yang diterima. Terlebih kala firasat ini benar tentang kondisi kesehatan keluarga yang ternyata tidak sedang dalam kondisi baik, maka pulang wajib menjadi pilihan, daripada membuat air mata menetes di perantauan.
Kesabaran pun kembali diuji di Arafah, Mina, Muzdhalifah, Makkah dan Madinah. Dari hal-hal kecil masalah visa, vaksin meninigitis, hingga bus yang mogok di tengah-tengah gurun, saat perjalanan menuju Madinah. Termasuk beberapa hari menjelang keberangkatan, yang bahkan pada waktu itu tabungan benar-benar menipis, karena ujian demi ujian yang datang, seakan Dia ingin tahu seberapa teguh azzam ini untuk memenuhi panggilanNya.
Seakan masih belum cukup, maka kesabaran pun kembali diuji kala sekitar 41 aplikasi untuk mengerjakan tugas akhir tak kunjung ada jawaban, bahkan sudah lebih banyak yang tertolak hingga hari ini. Membuat diri ini sempat jatuh se-jatuh-nya. Perasaan merasa paling bodoh (karena se-kelas dapat di perusahaan semua), down, bahkan sempat beberapa hari itu lebih banyak menyendiri, beberapa kali memutuskan tidak masuk kelas dan absen dari grupwork, hanya karena malu saat mendengar teman-teman bertanya se-simpel itu: “Faiz, bagaimana thesismu?”.
Pada akhrinya memutuskan untuk thesis saja di universitas, tidak buruk-buruk amat juga kalau dipikir, dan barangkali semoga memperbesar peluang untuk melanjutkan PhD di sini. Sudah tentu jika di kampus akan lebih diuji lagi kesabaran menghadapi supervisor yang terkenal perfeksionis ini.
Hingga baru kemarin, kesabaran kembali diuji, saat rencana liburan yang sudah direncanakan gagal, hanya beberapa menit saja pintu keberangkatan di bandara sudah tertutup. Membuat diri ini benar-benar berefleksi barangkali masih banyak amanah yang belum tertunaikan, masih ada prioritas yang harus dikerjakan.
2020 tanpa terasa akan segera hadir. Sebentar lagi. Saat roda kehidupan kembali lagi seperti 2016-2017 yang lalu. Saat semua pintu rezeki kembali harus diketuk. Saat kesabaran akan jauh benar-benar diuji. Saat harus bersiap menerima segala keputusan.
Semoga Allah memberi kekuatan. You’re stronger than you think! *self talk*
Lund, 26 12 2019
229 notes
·
View notes
Text
Komunikasi
Disadari atau tidak, banyak sekali permasalahan yang akar permasalahannya adalah komunikasi. Dari masalah-masalah kecil seperti di dunia kampus dulu, kerja kelompok, thesis, hingga masalah-masalah besar yang belakangan ini terjadi di negeri 62.
Dari kisah teman saya yang menghilang saat skripsi hingga dosennya mencari-cari, atau saat di awal dulu ketika ospek tiba-tiba ada maba yang berhalangan hadir tanpa keterangan yang jelas, atau bahkan saat kepanitiaan, dan acara-acara lainnya. Semuanya seringkali ‘hanya’ perkara komunikasi.
Masalah-masalah rumah tangga seperti kesalahpahaman antara suami dan istri, ayah dan anak, bunda dan anak, juga seringkali karena komunikasi. Sebab itulah barangkali sampai ada program studi komunikasi karena nyatanya bicara tidak semudah yang dikira. Sekalipun kita (alhamdulillah) dikaruniakan olehnya mulut yang bisa berfungsi dengan baik, namun nyatanya kita justru sering tak mampu mengungkapkannya.
Saya pun termasuk menyadari bahwa hal ini tidak mudah. Terutama dari seni memahami itu sendiri. Pernah suatu saat tidak mengontak orang tua saat weekend seperti biasanya, lantas tiba-tiba ditanya ada apa. Atau bahkan terlalu sering mengontak juga tak luput dari pertanyaan ada apa.
Dari situ saya memahami bahwa pada setiap komunikasi akan selalu menimbulkan persepsi. Barangkali inilah yang membuat manusia seringkali tidak siap. Contoh simpelnya adalah ketika kita diam dikira marah, banyak omong dikira bacot, telat menanggapi dikira tidak peka, dan lain sebagainya.
Akhirnya wajar jika pada akhirnya ketidaksiapan itulah yang mungkin membuat orang memilih menghilang. Takut begini, takut begitu, takut mendapat respond buruk. Ketakutan-ketakutan itulah yang bahkan sering menimbulkan masalah yang jauh lebih rumit.
Maka dari situlah saya mengambil pelajaran kembali, bahwa betapa penting ajaran untuk selalu berprasangka baik. Betapa penting ajaran untuk senantiasa bermuhasabah, merefleksi diri. Karena bisa jadi apa yang kita dapatkan dari komunikasi itu sendiri, adalah refleksi bagaimana kita berkomunikasi di masa lampau.
Bisa jadi saat kamu mencoba berkomunikasi, namun tak ada tanggapan, atau justru mendapat tanggapan yang berlebihan, itu adalah ujian, agar kita senantiasa berprasangka baik. Kembali saya belajar bahwa tidak semua orang mampu mengkomunikasikan apa yang dalam angannya dengan baik. Ada yang sangat terbuka, ada pula yang tertutup. Lagi-lagi seni memahami menjadi semakin rumit di sini, dan dari situlah kita harus senantiasa belajar tanpa henti dan tanpa kenal lelah. Karena nyatanya, bicara tak semudah membalik telapak tangan.
Lund, 18 Oktober 2019 Almost one month.
377 notes
·
View notes
Quote
Jika kata memang tak lagi mampu menggapai rasa, maka biarlah doa yang menyampaikannya. Walau itu berarti ketidakpastian akan semakin nyata, dan biarlah Dia yang nanti menggapaikannya.
Mushonnifun Faiz Sugihartanto, 2019
266 notes
·
View notes
Text
Gema Azan di Tanah Haram
9 Dhulhijjah 1440 H, 12.00
Terik mentari siang itu membuatku berdiam diri di tenda. Sembari lisan ini terus berzikir, beristighfar, menyambut saat-saat matahari tergelincir. Sekali tempo menengok keluar, melihat barangkali akan ada awan mendung yang menyelimuti, namun tak nampak adanya tanda-tanda.
Jahe hangat dan tolak angin menjadi teman setia. Sembari ku berdoa, agar suara ini tetap terjaga. Ada derai air mata yang tertahan, yang tak jarang tumpah begitu saja. Di perjalanan ini, aku mengajukan diri menjadi muadzin saat shalat di Maktab kali pretama, kepada ketua rombongan, Muhammed, dan Syaikh Khalid. Alhamdulillah mereka mempercayaiku hingga perjalanan ini nanti usai.
Memoriku kembali ke belasan tahun silam, saat masih kecil, betapa dahulu kakek (saya memanggilnya Abah), selalu menyuruhku untuk azan di surau (langgar) kecil yang dibangun oleh leluhur beliau (buyut saya). Surau Jambuwok, Trowulan, Mojokerto, menjadi saksi bagaimana saat itu suara cempreng sosok Faiz kecil bersahut-sahutan setiap shalat lima waktu dengan langgar-langgar yang lain. Ah, kini beliau telah berpulang ke rahmatullah. Abah, saksikan hari ini aku akan mengumandangkan azan, dan aku bersaksi bahwa engkau lah yang dulu senantiasa men-encourage ku untuk mengumandangkan adzan.
Lalu memori ini kembali teringat saat SD dulu, di MIN I Malang. Ustadz Mansyur, salah seorang guruku yang memang terkenal dengan suara beliau yang merdu mengadakan pelatihan adzan untuk murid-muridnya yang berminat. Di luar jam sekolah. Aku pun mengikutinya, walau suara juga nggak merdu-merdu amat, setidaknya aku mengisi waktu luang.
Hingga tanpa terasa belasan tahun kemudian, langkah kaki ini akhirnya menjejak di Bumi Eropa, Swedia. Islamic Center Lund, tak pernah berekspektasi pada akhirnya dipercaya menjadi Muadzin di sini. Saat kali pertama mengumandangkan azan di sini, air mataku menetes begitu saja. Tak pernah ada dalam bayangan bahwa keberkahan dari mematuhi suruhan Abah dahulu di Langgar Mojokerto, kini suara ini berkumdang di Bumi Eropa.
Kemudian tibalah hari itu, di mana pada akhirnya, doa yang pertama kali terpanjatkan 2007 silam, selepas papa dan mama pulang dari ibadah haji, pada akhirnya Allah ijabah di tahun 2019. Masih teringat pesan papa pada waktu itu bahwa ibadah haji adalah ibadah fisik, maka sebaiknya jika memungkinkan dan Allah izinkan, lakukanlah di usia muda. Maka sejak saat itulah, diri ini senantiasa berdoa agar Allah izinkan mengunjungi baitullah di usia muda, sebelum usia 30 tahun.
5 Dhulhijjah 1440 H, di musholla maktab Hotel Qasr Al-Azhar, saat waktu ashar, aku pun mengajukan diri sebagai muadzin. Tanganku memegang mic, jiwaku bergetar, dan air mataku tertahan. Sepanjang azan, ada tangis yang tertahan, dan pecahlah sudah pasca aku menyelesaikan azan pertamaku di Makkah. Teringat sebuah hadis disabdakan oleh Rasulullah SAW:
“Muadzin diampuni sejauh jangkauan adzannya. Seluruh benda yang basah maupun yang kering yang mendengar adzannya memohonkan ampunan untuknya” (HR. Ahmad)
Beberapa orang menghampiriku dan berterima kasih atas azan yang aku kumandangkan. “Thank You Faiz, for making beautiful azan”. Seorang jamaah haji asal Somalia tak kuasa menahan air matanya, dan memelukku. Aku pun terharu, dan memohonkan doa untuknya, serta tentu saja untuk almarhum Abah, kakekku tercinta.
Hingga tibalah hari itu. Arafah. Hari di mana yang menjadi inti haji. Hari di mana Allah akan mengijabah dan mengampuni dosa-dosa seluruh hamba-hambaNya yang berwukuf di sana.
12.26. Tanpa terasa waktu dhuhur telah tiba. Di dalam tenda, aku maju ke depan. Menggenggam mic. Tanganku bergetar. Masih teringat bahwa sehari sebelumnya, suaraku sempat perlahan serak, dan akan habis, dan aku berusaha meminum jahe, tolak angin. Sembari senantiasa berdoa, agar Allah kembalikan suara ini. Agar Allah berikan suara terbaik saat nanti di hari Arafah aku mengumandangkan azan.
“Allahu Akbar... Allahu Akbar....”
Jiwaku bergetar hebat manakala memulai azan itu. Tiba-tiba saja pikiran ini melayang kembali ke masa lalu. Di hari itu pula, Rasulullah melaksanakan Haji pertama sekaligus menjadi Haji Wada’ beliau. Rasanya tangisku ingin pecah begitu saja. Ayat terakhir, Al-Maidah ayat 3 yang turun pada hari itu menjadi pertanda bahwa dalam waktu dekat, Rasulullah akan berpulang kembali ke rahmatullah. Hanya Abu Bakar Ash-Shiddiq yang pada waktu itu yang menangis, yang seakan beliau paham bahwa kekasihnya sebentar lagi meninggalkan dunia.
Selesai azan, aku pun duduk. Mendengarkan khutbah, diiringi butir air mata yang bercucuran. Banyak pula jamaah di kanan dan kiriku yang terisak. Syaikh Khalid berkhutbah tentang sejarah Haji Wada’ serta keutaman-keutamaan di Padang Arafah. Lantas segala dosa yang pernah dilakukan muncul kembali dalam ingatan. Seakan jiwa ini merasa tak layak untuk berada di tanah haram. Seakan raga ini terlalu kotor untuk menginjakkan langkah di tanah Rasulullah.
Arafah, terima kasih telah menjadi tempat terbaik untuk bermuhasabah. Semoga kelak dapat kembali ke sana.
Lund, 25 Agustus 2019
208 notes
·
View notes
Text
Memperjuangkan Orang Baik
Sampai hari ini saya yakin, bahwa ada banyak orang-orang baik yang berada di sekeliling kita. Namun di zaman yang serba abu-abu seperti saat ini, hanya beberapa atau mungkin sedikit saja yang benar-benar baik, sebut saja layak diperjuangkan.
Tentu saja tidak ada yang salah dalam memperjuangkan orang baik. Yang perlu direfleksikan pertama adalah apakah kita sudah cukup baik dan layak untuk memperjuangkan mereka? Apakah niat kita sudah benar-benar murni karenaNya ketika memperjuangkannya?
Memperjuangkan orang baik, berarti kamu harus siap menyusun kembali rencana kebaikan yang telah kau rencanakan. Sebab saat itu, kebaikan yang ingin kau lakukan bukan lagi soal diri sendiri, tapi bagaimana kelak kau dan dia akan mensinkronisasikan. Bahkan dalam prosesnya pun bisa jadi ada sedikit perselisihan, ego yang tertahan, dan juga kompromi-kompromi yang harus dilakukan, sekalipun itu untuk kebaikan.
Memperjuangkan orang baik, berarti kamu harus bersiap bersaing dengan mereka yang bahkan mungkin jauh lebih baik dari dirimu. Di sinilah nanti integritasmu diuji, sebab seringkali kebaikan-kebaikan yang kau tunjukkan hanyalah kesemuan. Bahwa niat akan menjadi landasan terkuat untuk benar-benar menyampaikan kebaikan apa adanya, tanpa dilebih-lebihkan.
Dan yang terpenting bahwa memperjuangkan orang baik butuh keikhlasan. Bahwa tidak semata yang kau perjuangkan akan selalu berbuah keberhasilan. Maka bersyukurlah dalam setiap proses perjuangan, sebab akan selalu ada kebaikan yang dapat diambil dari proses perjuangan. Dan batasan kita sebagai manusia hanya mampu dalam titik perjuangan dan munajat, sementara kita harus yakin bahwa tetap saja ketetapan dariNya adalah yang terbaik.
494 notes
·
View notes
Text
Memperjuangkan, butuh keikhlasan. Dari dua pihak yang sama-sama berikhtiar. Sebab tanpa keikhlasan, jikalaupun nanti bersama dalam sebuah titik pertemuan, dikhawatirkan ada keberkahan yang hilang
Maka niat yang ikhlas, harus selalu menjadi landasan saat memulai, dari semua keluarga yang berjuang.
© Mushonnifun Faiz Sugihartanto | 2019
258 notes
·
View notes
Text
Meyakinkan Tanpa Henti
“Nanti, lanjut S-3 di dalam negeri saja biar nggak jauh-jauh...”
Sudah tak terhitung mendapat saran seperti ini. Kadang juga membuat perasaan menjadi tarik ulur. Antara berjuang mewujudkan mimpi yang telah lama dituliskan, bahkan tentu saja tidak lepas dari motivasi yang mereka berikan saat aku masih kecil dahulu. Atau menuruti kemauan orang tua, yang kian hari kian berumur, dan tentu saja tidak salah jika mereka menginginkan untuk selalu dekat dengan keluarganya.
Menjadi teringat sejak kecil bahkan ingin rasanya merantau jauh untuk menuntut ilmu. Namun pada akhirnya baru diizinkan saat akan kuliah. Itu pun juga setelah bernegosiasi alot, hingga berakhir dengan air mata keridhaan dari mereka. Kuncinya banyak didoakan, banyak diperjuangkan, dan diyakinkan tanpa henti.
Entah saya tiba-tiba teringat pesan salah satu wali kelas saya saat SMA, bahwa jika kamu memiliki keinginan yang kuat, dan itu adalah sebuah kebaikan, namun tak jua mendapat restu dari kedua orang tua, maka mintalah dengan hati. Mintalah kepadaNya dahulu agar melunakkan hati mereka. Hingga ketika air mata keridhaan mereka menetes, maka di situlah Insya Allah impianmu akan terwujud. Dan itu benar terjadi manakala hasil SNMPTN 7 tahun lalu menempatkan saya di Surabaya. Menjadi anak rantau untuk kali pertama.
Seperti iman yang kadang naik dan kadang turun, begitu pula kerinduan orang tua kepada anak-anaknya. Begitu pula mood mereka. Terkadang mereka begitu mendukung kita untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang bahkan sebenarnya mereka sendiri telah memupuknya pada diri kita semenjak kita kecil.
Saat kecil dulu barangkali tak terhitung bagaimana kedua orang tua kita berdoa dan bicara pada kita tentang agar menjadi orang yang berguna, yang sukses, yang bisa keliling dunia, namun pada nyatanya ketika kita mendewasa, dan mereka telah berumur, tidak mudah untuk mempraktikkan apa yang telah mereka pupuk belasan atau puluhan tahun sebelumnya.
Seperti doa, maka mereka harus senantiasa didoakan. Senantiasa diyakinkan terus menerus. Bahwa kita mampu, Kita akan selalu berbakti dan mendoakan mereka walau ribuan kilometer memisahkan. Kita akan selalu mengontak mereka, terlebih dengan kemudahan berkomunikasi di era sosial media seperti saat ini.
Jadi? Yakinkan mereka. Doakan mereka. Tunjukkan bahwa kamu memang mampu. Tak cukup sekali. Tak cukup dua kali, bahkan kalau perlu setiap hari. Karena meluluhkan hati tak cukup dengan hanya kata-kata, namun juga pebuatan nyata. Terlebih mereka, dua orang yang membesarkanmu, yang pada akhirnya harus kau tinggalkan demi mewujudkan impianmu, dan tentu saja impian mereka.
Stockholm, 11 Juli 2019 Mushonnifun Faiz Sugihartanto
197 notes
·
View notes
Text
IsyaratNya seringkali Begitu Halus
Thank you for your application, however we decide to move with another candidates...
Sudah tak terhitung banyaknya email penolakan yang diterima. Sampai rasanya sudah hafal ketika ada email masuk terkait summer internship atau summer job, yang ada hanyalah ucapan terima kasih, permohonan maaf, we looking forward for your next application, dan seterusnya dan seterusnya.
Meniatkan awal tidak pulang sebelum nanti menggondol master di sini, akhirnya membuat saya mengirim banyak aplikasi ke berbagai perusahaan. Hasilnya hingga hari ini pun: Nihil. Sekarang merasakan betapa susahnya mendapat pekerjaan di sini, mungkin jika tidak benar-benar outstanding seperti saya dalam hal akademik di sini.
Akhirnya muncullah rencana yang lain. Liburan. Euro Trip. Akan dibuat sehemat mungkin, setidaknya mengisi kekosongan dua bulan summer break, sebelum nanti di bulan ketiga melakukan kewajiban yang sudah direncanakan jauh-jauh hari. Namun entah mengapa, ada perasaan mengganjal di liburan yang direncanakan cukup tidak jauh-jauh hari ini.
Mostly, harga tiket saat juni masih murah, karena akan mahal di peak summer season July - Agustus. Ke sana sini mencari teman untuk nge-trip bareng, juga tidak mudah, bahkan nyaris tidak ada yang bisa, karena mostly sudah punya plan jauh-jauh hari, juga destinasi saya yang mungkin tidak terlalu menarik bagi teman-teman saya yang lain.
Turki. Negara beribu masjid di Eropa, sudah masuk wish list dari dulu, seolah sudah di depan mata. Menyaksikan megahnya peradaban ottoman di Istanbul, reruntuhan di romawi di Izmir dan Selcuk, serta ziarah ke beberapa makam sahabat Rasulullah yang dimakamkan di sini, mengunjungi Konya, kota kelahiran Jalaludin Rumi di mana tarian Sufi pertama kali dipentaskan, juga jika ada budget sempat ingin melihat keindahan alam Cappadocia yang dikenal dengan balon udaranya.
Namun semua seakan hilang ketika ada panggilan yang harus dipenuhi untuk pada akhirnya pulang, kembali ke tanah air. Sekarang pada akhirnya paham, bahwa ada banyak isyarat-isyarat yang diberikan olehNya dari mulai summer intern yang berujung segala kegagalan, perasaan dan firasat tidak enak saat merencanakan liburan, dan akhirnya mendapat sebuah kepastian yang sebenarnya tidak mengharuskan pulang, namun tetap saja hati ini terpaut untuk berkumpul bersama orang tua dan keluarga besar.
Ada banyak hal-hal yang seringkali tak kita sadari bahwa itu merupakan isyarat dariNya. Hingga seringkali justru kita menyadarinya sangat terlambat dan pada akhirnya kita sangat menyesal. Dan saya bersukur saya semoga bukan termasuk orang yang terlambat.
Akan selalu ada kesempatan untuk berpergian jauh. Rihlah. Merantau. Tapi precise time with precise family, belum tentu nanti akan ada kesempatan lagi.
Malang - my home sweet home. I’ll coming soon.
161 notes
·
View notes
Photo
For the first time, I am celebrating Id Fitr far away from my family. This year such a great and unbelievable experience for me. It was started by doing up to 19 hours fasting in Sweden. Also when you need to deal with bunch of your assignments and deadlines while its the time of last 10 days ramadhan. Then I should travel to another part of the world in the end of Ramadhan, makes my fasting longer until reach 22 hours because of the time zone difference. . Suddenly I am really missing when I can bow down and hug my parents after shalat Id. Asking for forgiveness to them and also to my big family, which now just can be done through video call. Also 'liwetan' and 'selametan moment' that this year I should skip it. . Personally, I just wanna say Taqabballallahu minna wa minkum Taqabbal Ya Kariim. May Allah accepts our worship during Ramadhan. I also asking for forgiveness to all of you about my previous fault that I've made. . Allahumma sallimnii ilaa romadhoona, wa sallimlii romadhoona, wa tusallimhu minnii mutaqobbala. . Oh Allah, please give me chance to see Ramadhan again safely, and please deliver Ramadhan to me, also accept all of my worship during Ramadhan. . . . #FaizJourney #NewOrleans #lousiana #unitedstates #idmubarak #idulfitri (at New Orleans, Louisiana) https://www.instagram.com/p/BySaZpricDX/?igshid=xodcvbrs8nkd
103 notes
·
View notes
Text
Ramadhan di Swedia: Merindu Ramadhan di Tanah Air
Hari ke-11. Ramadhan seakan berlalu begitu cepat. Sudah sepertiga waktu dilalui, dengan kondisi fisik yang bisa dibilang drop. Rasa-rasanya tubuh masih belum berdamai dengan jam tidur yang tidak teratur. Belum lagi deadline tugas yang seakan menghantui, debat, grupwork, dan diskusi berat hampir menjadi makanan sehari-hari.
Rasa-rasanya sekarang bisa tilawah setengah sampai satu juz sehari saja sudah bagus. Menargetkan banyak seperti biasanya, namun juga harus mencoba membagi prioritas dan fokus lebih pada tugas kuliah dan juga persiapan akhir bulan ini. Ekspektasi awal adalah dengan singkatnya malam, tentu saja tidak akan tidur dan bisa memaksimalkan ibadah, namun nyatanya harus tetap membuka laptop untuk menyelesaikan segala deadline.
Terlebih lagi soal atmosfer layaknya di tanah air yang rasa-rasanya hanya bisa ditemukan di islamic center yang di batasi oleh tembok-temboknya, dan diluar itu seakan tidak ada atmosfer yang dirasakan. Tidak ada speaker masjid yang bertalu-talu, jalan raya yang dipenuhi takjil, majelis ilmu yang menyebar di setiap waktu, atau acara televisi khas ramadhan lainnya (nyatanya juga tidak pernah sempat melihat Televisi).
Walaupun begitu, saya bersyukur bahwa teman-teman saya begitu menghargai, dan memberi space saya untuk berpuasa. Memberi waktu tidur sebentar di tengah-tengah grupwork, bahkan terkadang mempersilahkan pulang dahulu ketika diskusi jika memang sudah tidak kuat. Namun saya tetaplah saya. Tidak mau terlihat lemah, masih ingin membuktikan bahwa puasa panjang bukanlah sebuah halangan untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi.
Barangkali memang harus meniatkan segala perjalanan menuntut ilmu, segala lelah dalam mengerjakan tugas sebagai ibadah terbaik untuk para perantau ilmu. Mungkin benar bahwa jika ada yang berkata bahwa ibadah itu luas macamnya, tidak hanya sebatas menyelesaikan tilawah, shalat, dan sedekah, tapi ikhtiar dalam menuntut ilmu setinggi-tingginya demi menggapai rinduNya. Barangkali ini adalah jalan terbaik untuk saat ini.
Setidaknya jika memang masih hidup dan diberikan kesempatan olehNya, masih ada ramadhan lagi di tahun depan yang harus dijalani. Sudah tentu barangkali akan jauh lebih berat sebab bersamaan dengan waktu thesis, akan lebih menantang sebab mengerjakan suatu hal yang sangat menentukan kelulusan, serta akan jauh lebih menguras tenaga sebab akan menjadi penentu langkah ini terkait fokus bidang yang akan diambil saat PhD nanti.
Semoga masih diberikan usia untuk kembali merasakan ramadhan di tanah air kelak. Semoga dikuatkan untuk para perantau ilmu di belahan dunia terkhusus yang merasakan panjangnya puasa.
LTH Studiecentrum, 17.28 - masih 3 jam menuju buka puasa.
125 notes
·
View notes
Photo
Jejak Islam di Eropa: Gema Azan di Langit Swedia . Masjid Fittja. Sudah cukup lama ingin shalat jumat di sini semenjak mendengar bahwa masjid ini adalah masjid yang mendapat izin utk mengumandangkan azan di hari Jum'at. . Masjid yang dibangun sejak tahun 1997 dan selesai tahun 2007 ini berafiliasikan ke Turki, sebab itu arsitekturalnya pun juga meniru masjid-masjid di Turki. . Pada tahun 2013, Botyrka Islamic Cultural Association (asosiasi Islam yang mengelola masjid ini) mengajukan izin utk mengumandangkan azan saat hari jumat saja. Hingga akhirnya izin pun dikeluarkan dengan catatan frekuensi suara maksimal 60 db, dan speaker ditempatkan di menara dengan mengarah ke tiga arah saja. Anyway, Menara dengan tinggi 32.5 meter ini salah satu menara masjid yang tertinggi di Swedia . 26 April 2013, 12.57 azan pun untuk kali pertama berkumandang secara langsung di langit Swedia. Semoga semakin banyak nantinya masjid-masjid di sini yang mendapat izin serupa utk mengumandangkan adzan. . . Stockholm, 12 Juli 2019 . #FaizJourney #Journey #Stockholm #Sweden #Islam #Masjid #Turkey #Turkish #Fitjja #Masjid #Mosque #ExploreIslam #MuslimTraveler #JejakIslam #Europe #Architecture #TurkishMosque #Minaret #Azan #adzan #mi9sephotography #mi9se #xiaomi #xiaomiphotography #xiaomimi9se (at Fittja Moské) https://www.instagram.com/p/Bz0Qp5ulBv_/?igshid=1pa38jal2qtdv
#faizjourney#journey#stockholm#sweden#islam#masjid#turkey#turkish#fitjja#mosque#exploreislam#muslimtraveler#jejakislam#europe#architecture#turkishmosque#minaret#azan#adzan#mi9sephotography#mi9se#xiaomi#xiaomiphotography#xiaomimi9se
51 notes
·
View notes