#Fadhilahnfhd
Explore tagged Tumblr posts
Text
"Nak, kelak kau akan menjadi pemimpin di dalam keluargamu. Semoga kau tumbuh dengan baik dalam sebaik -baik perlindungannya, semoga tersempurnakan pendidikan akhlak, akal, pikir, dan budi pekertimu hingga menjadi bekal terbaikmu memimpin keluargamu, juga masyarakat di sekitarmu."
Maaf ya Nak, jika banyak kurangku dalam menjaga dan merawatmu, semoga Semesta dan Kuasa Allah menyempurnakannya, menjaga juga merawatmu dengan sempurna.
ditulis 24-10-24. oleh mamamu yang sedang patah hati.
patah hati pada rencana-rencana yang disusunnya, nyatanya tak sejalan dengan ingin-Nya.
7 notes
·
View notes
Text
Tentang Menemukan dan Ditemukan
"And He found you lost and guided you"
----
Kehidupan koas yang hampir kelar ini membuatku sedikit banyak belajar. Mengenai komunikasi tentang pasien (mostly), tentang penyakit yang saya lupakan pelajarannya zaman s1, tentang manusia-manusia yang menjadi kelompok koasku, residen, spv, juga manusia yang paling unik yang pernah kukenal:
Aku.
Satu orang yang belum habis kupelajari dan tentu saja tidak bisa lepas dari pikiran, sejauh ini, memang aku. I judged misbehave people pretty frequently, meanwhile, I was lack of manner myself. Keadaan ini tentu saja tidak disadari sampai aku SMP karena kerjaanku hanya main dan dipanggil BK. Tapi, sejak SMA, berhenti main dan mulai membangun hubungan dengan diri sendiri. Dan saat kuliah, tepatnya akhir semester 4 hingga masuk awal semester 5, doa ibuku yang bermain. Ibuku ingin aku menyadari sesuatu, yaitu didikan keluarga yang salah.
Ibuku jatuh sakit. Mentally. (And I'm planning to write about this on her 50th birthday which is going to be months later, since she is the love that loves me (´・ω・`)) Ketika Ibu sakit, keluargaku sangat goyah. Terutama aku dan kakakku, karena kami sangat dilarang untuk terlihat sedih dan terguncang. Karena tidak ada manusia yang bisa dijadikan tumpuan hati yang lain. Tidak ada. Kemudian kakakku partly gave up, dia minta menikah karena sudah memang sudah ada yang memintanya menikah. Saat itu, di malam kakakku menangis di depan Bapak untuk menikah, batinku hanya berkata, "sialan."
Intinya aku sendirian, sebagai orang 'dewasa'. Aku yang memutuskan Ibu untuk dirawat. Aku wali dari Ibuku, saat pertama kali opnam. Aku kembali kuliah dengan mental yang sama sekali ndak sehat. Aku menelantarkan tanggung jawabku sebagai mahasiswa, kakak, adik, anak, dan segala yang aku tanggung. Walaupun aku bertahan menemani Ibu, tidak bisa dipungkiri bahwa aku sangat, sangat merasa sendirian. Sampai akhirnya, ada yang menyinggung tentang gangguan mental as if she was also in my position. Lalu aku buka pembicaraan dengannya dan aku tau, aku telah memutuskan sesuatu yang baik.
Keputusannya untuk menulis postingan tersebut (yang mana aku lupa apa), keputusanku untuk membuka dan membaca itu.
Oke, kita perlu mundur lagi.
Keputusanku untuk memilih bertahan dan membuang semua perasaan kecuali ingin membersamai Ibu untuk bertahan. Keputusannya untuk bertahan dengan keluarganya beberapa tahun lebih awal.
Oh, apa perlu mundur lagi?
Allah yang mengatur ini semua entah sejak kapan, sehingga kami, ya terutama aku, seperti kebetulan, seperti menemukan dan ditemukan.
----
Setelah itu, aku menjalani hidupku dengan cukup waras. Aku membangun hubungan yang sangat baik dengan kakak-adikku. Apa-apa cerita karena, ya, aku bisa cerita dengan 1 temanku masa aku ndak cerita ke orang yang susunan gennya mirip denganku? Aku jadi super dekat dengan mereka. I only keep my privacy, not secrecy. ☺️
I told some other best friends who might understand immediately and yeah, it was REALLY relieving. Menjalani sisa masa kuliah S1 juga dengan baik (walaupun beda 0.01 dari sangat baik sih hahaha). Intinya, dari titik kebetulan itu, bisa dibilang hidupku membaik.
----
Tanggal 27/7/19 kemarin, aku menyempatkan di sela jaga stase neuroku (hahaha...neuro) untuk ikut acara Interphase, acara sertijabnya Remaja Masjid Asy Syifa. Kalau aku beritahu aku yang ada di tanggal 11/08/16, dia pasti terkaget-kaget kok masih bisa hidup?
Jadi koas.
Jadi kakak, adik, anak.
Tetap bertahan hidup dengan anugerah GAF yang paling tidak 70-80 throughout these coass days.
Bahkan tidak hanya itu. Dikelilingi orang-orang baik seperti coassmates, teman-teman RMA, dan mereka yang dekat secara interpersonal denganku.
Kok bisa ya? Entahlah, wallahu a'lam.
----
Dari aku yang menemukan dan ditemukan.
Teruntuk ibuku, 3 saudara kandungku yang kusayangi dan menyayangiku, sahabat, dan teman-teman semasa kuliah dan koas.
Terkhusus, ibuku, Ummi Chasanah.
Dan manusia di dalam kebetulan, Fadhilah Nur Fahada (dan saudara lelakinya, if I can add) @fadhilahnfhd
2 notes
·
View notes
Text
Laki-laki 27 tahun tiba-tiba tidak sadarkan diri, riw 1 minggu yll rawat inap di RS lain dan mendapatkan transfusi. Dilakukan CT Scan Kepala, didapatkan ICH, IVH luas. Hasil pemeriksaan lab, Hb 5, Trombosit 30 ribu. Pasien dirawat inap di ICU, dalam 24 jam berikutnya, terjadi gagal napas, pasien terpasang ETT on venti, dengan trombosit turun menjadi 7 ribu.
Sungguh, bekerja di ranah ini, seharusnya membuat berlipat-lipat syukur.
1 note
·
View note
Text
Selesai untuk Memulai (Chapt 1)
“Aku mampir RS ya?” sebuah chat WA masuk, ku lihat sekilas. Ku biarkan.
RS hari ini cukup melelahkan. IGD penuh, seolah tak membiarkan ku bernapas barang sejenak. Syukurlah, kini tak lagi perlu ku gunakan APD rangkap-lapis demi lapis karena sejak setengah tahun lalu, vaksin Corona sudah selesai masa penelitiannya dan sudah digunakan secara luas. Tercapailah yang disebut Herd Imunity, kekebalan dengan menggunakan vaksin.
“tidak dijawab Dok?” tanya Mbak Raras, perawat IGD yang kali ini satu shift denganku.
Aku tersenyum, “nanti saja Mbak, hehe.”
“Nanti seperti kemarin lho, masnya tiba-tiba datang.” Perkataan Mbak Raras mengingatkanku pada beberapa waktu lalu. Saat kami satu shift jaga, dan dia tiba-tiba datang ke IGD. Tentu bukan tanpa kabar, chat WAnya tidak ku jawab lantaran pasien cidera kepala berat post kecelakaan lalu lintas datang dengan kesadaran menurun ke IGD saat chatnya masuk. Jadilah dia menunggu kurang lebih satu jam.
Masih ku ingat juga kejadian tempo hari, hari yang lain lagi. Hari itu kebetulan hari Senin, dan karena jadwal sedang longgar, aku berpuasa. Entah dapat info dari mana, dia tahu hari itu aku shift siang. Datanglah dia menjelang magrib, membawakan berbagai makanan, dan ga kaleng-kaleng, dia beli lengkap untuk partner shift jaga IGDku satu shift! Bahagia bukan kepalang Mbak Raras dan teman-teman lain. Dari situ aku mulai curiga, rasanya Mbak Raras dan dia berkongsi.
“Ya biarin saja Mbak, kalo datang ya tinggal diterima. Kalo datangnya pas ada pasien lagi, ya nasib dia. Hehehe.” Jawabku nyeleneh.
“Dok, masnya baik gitu. Ganteng lagi. Sholeh juga kayaknya. Kok ndak digubris sih Dok?” pertanyaan Mbak Raras tentang dia yang kesekian kali.
Kesekian kali pula aku hanya tersenyum.
Pukul 20.50, Kiki sudah datang di IGD. Sahabatku paling baik hati sejak jaman koas dulu ini, memang paling baik hati bila urusan jaga. Tak pernah terlambat untuk operan shift jaga, dan selalu beres dalam oper mengoperi pasien. Senasib juga denganku, beberapa alasan, kami masih sama-sama single.
“Cha, doi di depan IGD. Janjian kalian?” tanya Kiki sudah siap dengan snelli dan stetoskop juga pena dan notes imut miliknya.
“Tuh kan Mbak Dokter, apa saya bilang. Masnya pasti dateng. Mbok udah Mbak Dok, coba dibuka hatinya pelan-pelan. Kata orang, laki-laki kodratnya mencintai, sedangkan kita-kita ini, perempuan ditakdirkan mudah belajar mencintai.” Bukan sekali dua kali kalimat ini ku dengar dari Mbak Raras. Entah perkongsian apa Mbak Raras dengan dia, rasa-rasanya Mbak Raras jadi pembela dan pendukung utama semua yang dia lakukan.
“Belum Mbak Ras, dia belum lulus ujian dari Icha. Hehehe.” Kali ini justru Kiki yang menjawab.
“Ga ada tinggalan pasien kan Cha? Gih pulang. Pasti capek habis masukin pasien post kll. Ohya, tadi aku masak sup udang kesukaanmu, ada di meja dapur ya, tinggal dipanasin. Besok shift pagi kan? Habis subuh jangan bobo lagi. Bikin kopi, pokoknya jangan bobo lagi. Aku gamau extend shift karena kamu telat bangun.” Kata Kiki, dengan wajah pura-pura betenya.
“Siaap sendiko dhawuh Umi! Ehehe. Muuci pasti supnya enak kali lah…” kataku seraya memeluknya dan pamit mengambil barangku di ruang dokter jaga. “eh btw, dia gimana dong Ki? Harus banget ditemuin? Apa aku pulang lewat pintu samping?” tanyaku.
“Mau sampai kapan kayak gini? Mau sampai kapan temboknya sebesar ini? Hampir dua tahun lho Cha, dia maju serius kamunya ga ngasih kepastian. Cobalah komunikasi, kalo pun kamu ga bisa nerima dia, kasih kepastian. Dia laki-laki, seperti yang Mbak Raras bilang, sudah kodratnya mencintai dan perwujudan cinta itu bisa membuatnya bertahan selama ini.” Jawab Kiki.
Setelah beres barang bawaanku malam itu, ku gantungkan snelli di lengan, ku keluarkan kunci mobilku. “Oke siap Kiki, sejawatku, kakakku sayang. Adeknya pamit dulu ya. Semoga jaganya aman malam ini.” Pamitku, sebuah peluk hangat biasa kami lakukan. Ah, bersyukurnya Corona sudah hilang.
“Mbak Raras, pamit duluan yaa.” Pamitku pada Mbak Raras yang masih memimpin operan shift perawat.
Kakiku berhenti sejenak, pintu keluar IGD sudah tinggal lima langkah. Bila hari-hari biasanya aku akan memilih pintu samping, dari pada pintu depan, sepertinya Kiki benar. Sudah saatnya menyelesaikan yang seharusnya diselesaikan.
“Hai. Sudah selesai operannya?” Sebuah pertanyaan pembuka yang baik, ternyata dua tahun dia sudah banyak mengenal duniaku. Dunia yang tentu sangat jauh dan asing dari dunianya.
“Iya, alhamdulillah ga ada pasien tinggalan, jadi cepet pulangnya.” Jawabku sambil jalan ke arah parkiran.
“Aku menemani Bapak meeting kemarin. Beliau tanya, bagaimana keadaanmu.” Kalimat yang keluar dari dirinya berhasil membuatku berhenti berjalan.
“Oh iya, aku lupa ngabarin Ayah seminggu ini. Ayah sehat?” tanyaku.
Sudah enam bulan ini hubungan laki-laki di depanku saat ini cukup dekat dengan Ayah, entah apa yang membuatnya memutuskan berganti haluan, aku pun kaget saat mendengar dia resign dan kini bekerja satu kantor dengan Ayah.
“Bapak sehat, Alhamdulillah. Seperti biasa, jiwanya selalu muda. Kemarin habis ngisi di LKMM nya Universitas. Bapak kangen kamu Cha. Kelihatan sekali. Pulang lah,” Jawabnya.
“Alhamdulillah.” Sampailah aku di depan mobil, di parkiran rumah sakit yang tetap penuh meski hari sudah malam. Pukul 21.15.
“Nanti aku kabarin Ayah Ibu. InsyaaAllah aku pulang minggu ini. Oke, sudah malam, aku harus segera ke kos. Besok masih masuk shift pagi. Ku rasa mulai besok kamu ga perlu lagi mampir ke RS, insyaaAllah aku bisa pulang sendiri. Bukankah jam 7 sudah harus masuk absen?” Akhirnya kalimat yang ku susun sejak setengah jam yang lalu berhasil ku keluarkan.
“Aku tidak pernah terlambat absen selama ini. Jadi tidak masalah. Boleh aku minta waktu? Ada hal serius yang ingin ku bicarakan.” Pertanyaan yang paling aku hindari sejak dua tahun lalu.
“Sekarang?” tanyaku, memastikan bahwa ini sudah larut malam. Dan dia tetap saja laki-laki asing bagiku.
“Lusa? Shift Dokter libur bukan? Bisa aku minta waktunya? Setahu ku, Dokter Kiki juga libur. Kalo memang sungkan berdua, boleh diajak.” Laki-laki di depanku, yang secara usia tidak jauh berbeda denganku begitu tenang dan mantap mengajukan jadwal bertemu.
Dan tidak kaget dia tahu jadwal shiftku juga shiftnya Kiki. Entah berkongsi dengan Mbak Raras, atau bahkan berkongsi dengan Kiki. Aku tak begitu peduli.
“Oke, tempat dan waktunya kabarin lagi aja besok.” Kataku, hampir saja ku buka pintu mobil, dia kembali memanggilku.
“Cha, aku tahu Dokter Kiki sudah masak buatmu dikos. Sup udangnya akan lebih nikmat ditambahkan ini, makan lah. Hati-hati di jalan. Jangan lupa mengunci pintu kos.” Seraya menyerahkan sebuah kotak makan dari resto favoritku, dia pun naik ke atas motornya. Motor yang sama dengan yang semasa kuliah digunakannya.
29Mei2020//Semarang//Fadhilahnfhd
9 notes
·
View notes
Text
[Tolong Izinkan]
Suatu saat nanti, siapapun kamu yang ridhonya menjadi jalan bagi pintu surgaku selepas ijab qobul antara dirimu dan Ayahku, tolong izinkan...
Tolong izinkan diri ini tetap menjadi anak Ayah-Ibu, sekaligus anak Ayah-Ibumu, atau apapun kamu biasa memanggil keduanya. Ku rasa tidak akan sulit bagiku belajar memanggil Bapak-Ibu, atau Papa-Mama, atau apapun itu. Izinkan aku tetap berbakti pada kedua pasang orangtua kita.
Tolong izinkan diri ini tetap menjadi adik dan kakak bagi kakak dan adikku... Pun ku niatkan dan ku usahakan menjadi sebaik baik adik dan ataupun kakak bagi kakak dan ataupun adikmu kelak...
Semoga pun kita bersepakat bahwa pernikahan juga tentang bertambah besarnya keluarga kita?
Tolong izinkan diri ini tetap belajar, dan mengajarkan. Jauh sebelum aku mengenalmu, aku sudah lebih dulu jatuh cinta pada profesi yang menuntut kita terus belajar, dan mengajarkan. Dan tentu saja, insyaaAllah, dengan izin Allah, anak-anak kita kelak pun akan jatuh cinta pada belajar-dan mengajarkan.
Semoga kita bersepakat pada hal yang sama, bahwa manusia akan semakin bermanfaat dengan keluasan ilmunya, dan kesabarannya dalam proses belajar juga mengajarkan.
Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bukan?
Tentang menjalankan profesiku, tolong izinkan apa yang ku pelajari dapat menjadi amal sholeh, yang kebermanfaatannya hingga ke masyarakat di sekitar kita. Bukan, aku tak ingin mengambil alih peranmu, tentu ini bukan tentang pencarian nafkah.
Semoga dengan begini, bersatunya kita membawa sebanyak banyak keberkahan, kebaikan yang bertambah tambah bagi diri kita, keluarga besar kita, masyarakat disekitar kita, hingga masyarakat dunia.
Bukankah kita selalu diajarkan berdoa yang terbaik? Minimal, doa menggambarkan niatan itu ada.
Po Hotel, 30 Juni 2019 | FadhilahNF | Di tulis jam 14.10 ditengah break acara simposium.
215 notes
·
View notes
Text
(BUKAN) SALAH DIA BIPOLAR Part 1
Ddddrrtt ddrrrtttt benda pintar berbentuk persegi panjang di kantung jas putih panjang yang ku gunakan bergetar, “Ya, halo, assalamualaykum Lu?” Jawabku pada Coass-mate yang namanya mirip denganku.
“Lula! Kamu dimana? Bisa minta tolong? Gantikan Bayu jaga sore ini?” meskipun masih dengan nada suaranya yang lemah lembut, kepanikan terasa olehku.
“Bayu kenapa sih? Tidak berangkat stase lagi dia seharian?” tanyaku, bukannya memberikan jawaban tapi malah balik bertanya.
“Haduh. Kamu bisa tidak? Kalo bisa jawab bisa. Kalo tidak ya sudah. Aku sudahi. Aku mau cari oranglain.” Kali ini nada kepanikan terasa lengkap di telingaku.
Terbayang bagaimana beban Lulu menjadi Chief di Stase Mayor, dengan jumlah coass paceklik. Kami hanya ber tiga belas di Stase Bedah ini. Dengan jadwal jaga malam satu orang bisa 10 kali jaga dalam 1 bulan. Belum lagi tiba-tiba sudah tiga hari ini Bayu tidak masuk stase. Jadilah kami dua belas orang lainnya harus memback up penuh semua tugasnya. Termasuk ini, menggantikan jadwal jaganya.
Bukan kali ini saja Bayu tiba-tiba lenyap dari dunia kami. Di telpon tak diangkat. Di chat tak dijawab. Entah di read atau tidak, notifnya hanya berakhir dengan centang dua tanpa pernah berubah menjadi centang dua biru.
“Oke, aku gantikan Lu. Kamu pulanglah, istirahat. Sudah dua malam berturut-turut kamu jaga. Aku ke kos bentar, ganti baju terus ke IGD ya. Jaga satunya siapa?” tanyaku, setelah menyadari sudah dua malam berturut-turut Lulu jaga malam. Satu malam memang jatahnya. Satu malam lainnya merapel menggantikan jadwal jaga Bayu karena tidak ada satupun dari kami yang sanggup menggantikan. Kemarin sore jelas aku tak bisa menolongnya, sebab pagi ini maju kasus besar di hadapan Guru Besar dan aku butuh mempersiapkan semuanya.
“Pak Panji jaga satunya Lu. Kamu chat Beliau dulu ya. Lapor kalo yang jaga hari ini kamu sama Ani. Aku pulang ya. Semoga malam ini aman.” Penjelasan Lulu cukup singkat padat dan sangat jelas. Telpon terputus.
Dari nada bicaranya yang sangat efisien, bisa ku bayangkan Lulu sedang sangat lelah. Aku berhenti di persimpangan, melihat sejenak taman di dekat lift menuju tempat parkir tempatku biasa parkir. Mungkin suatu saat, semua lelah hari ini akan banyak di rindukan khususnya oleh ku dan calon sejawatku di masa pendidikan.
Lelahnya kami menjalani shift jaga malam, sering kali seharian semalaman tidak berselonjor di kasur yang nyaman. Masih disusul laporan jaga pagi di keesokan harinya. Belum lagi mencari kasus pendek, kasus besar. Masih di tambah harus presentasi kasus besar. Bimbingan dengan residen, revisi demi revisi. Ah, rasanya hidup sangat melelahkan.
Aku menarik napas panjang, ku lihat sekelilingku. Lalu lalang residen-koas yang langkah kakinya seolah berlari dalam setiap derapnya. Suatu saat, bisa melakukan pendidikan secara langsung bertemu bertatap dengan pasien tanpa takut, mungkin akan sangat kita rindukan. Suatu saat, jaga malam meskipun sangat lelah tapi banyak hal yang kita bisa pelajari langsung, jelas akan sangat berbeda pengalaman menjahit skin avulsi post kecelakaan lalu lintas dibandingkan hanya melihat how to via youtube dan wahana edukasi lain. Suatu saat, revisi berkali-kali post bimbingan akan sangat kita rindukan, dibandingan harus merevisi dan dibimbing via daring, tentu ketika bisa mendapat bimbingan secara langsung akan lebih terasa feel degdegannya.
Tentang maju kasus besar, feel siap ga siap kudu siap, feel mboh piye carane kudu selesai dalam semalam slide presentasi besok hari, atau bahkan feel mempresentasikan dan tetiba blocking, atau bahkan ditanya konsulen dan hanya bisa senyum meskipun tidak manis. Apakah hal yang kini kita keluhkan karena sangat melelahkannya, baru bisa lebih kita syukuri, ketika kita tetiba kehilangan nikmat bisa belajar secara langsung dengan kesemua suka duka, tangis tawa, dan sedikit drama karena lelah di dalamnya.
Hhhhh… ku hempaskan panjang napasku. Alhamdulillah. Aku kembali melangkah, menuju parkiran lantai lima tempat ku memarkir si Abu. Ku atur napasku, ku atur semua energiku. Semua yang melelahkan ini, adalah sesuatu yang semoga selalu bisa kita syukuri setiap tahapannya. Kesempatan demi kesempatan yang tidak ternilai, dari kesempatan bernapas dengan kesehatan penuh, hingga kesempatan berlelah-lelah di jalan menuntut ilmu.
2 notes
·
View notes
Text
Adzan Pagi Ini
Kumandang adzan masih bersautan, Pagi ini, gema takbir terlantun dari setiap pengeras suara Masjid Syahdu, teriring betapa berlimpahnya nikmat-Mu
Seucap syukur, berlantunkan segala puji hanya pada-Mu terhaturkan Sebaris rindu, pada sesiapapun nama yang terlintas hanya pada-Mu ku titipkan Secuil impian, tentang segala yang diinginkan hanya kepada-Mu ku ceritakan
Tuhan, pagi-Mu sungguh menawan Lantunan harap, doa, cita dan angan melangit memohon kiranya Engkau memperkenankan Secercap asa, secuil impian, dan segenap kerinduan mengangkasa mengharap Engkau mengabulkan Dalam segala keterbatasan seorang hamba, Engkau Zat Yang Maha Kuasa Seonggok daging, berbalut kulit dengan segala pikiran dan perasaan itu, bersujud mengiba Mengharap kasih dan sayang-Mu pada ia, manusia penuh pinta Berharap ampunan-Mu pada ia, manusia penuh dosa Mengais limpahan rahmat-Mu pada ia, manusia tanpa daya.
5 Syawwal 1441H - 29 Mei 2020 00.04 // Semarang// Fadhilahnfhd
3 notes
·
View notes
Text
Ku temui Tuhanku sebelum aku menemuimu hari ini.
-dear Kamu, segudang aktivitas hari ini.
Semoga Tuhan melancarkan semua rencana, melapangkan jiwa-jiwa yang berteriak lelah, menghibur hati-hati yang bersedih, membukakan pintu keluar setiap masalah, dan mengabulkan setiap doa yang terlangitkan.
68 notes
·
View notes
Text
Tanyakan pada Ayah dan Ibumu
Perihal cita-citamu, tanyakan pada Ayah dan Ibumu. Kelak, dirimu menjadi seorang berprofesi sebagai apa gerangan yang Ayah dan Ibumu inginkan. Sebab, biasanya tak kan jauh-jauh dari ingin Ayah dan Ibumu yang terwejawantahkan dalam doa-doa panjang mereka...
Perihal sosok siapa dia di masa depanmu, tanyakan pada Ayah dan Ibumu. Kelak, sosok dia di masa depanmu, sosok yang bagaimana yang dikehendaki Ayah dan Ibumu. Sebab, biasanya sosok itu takkan jauh-jauh dari ingin Ayah dan Ibumu yang terwejawantahkan dalam doa-doa panjang mereka...
Maka, sering-seringlah kau habiskan waktumu berkualitas dengan Ayah dan Ibumu. Tanyakan kabar mereka, ceritakan kehidupanmu saat ini, dan mintalah nasihat pada setiap masalahmu. Tentang impian impianmu, ceritakan, tanyakan, mintalah persetujuan keduanya.
Bukankah, ridho keduanya adalah cerminan ridho Tuhan pada dirimu?
Sabtu, 22 Juni 2019 22.04 selepas seharian melakukan agenda syawwal | FadhilahNFhd
51 notes
·
View notes
Text
Rezeki dan Ujian Keimanan
"saat orang seusia kita udah kerja, bisa punya duit sendiri, ngasih sebagiannya buat keluarga, kita masih gini gini aja. Masih sekolah, ngurusin IPK, ujian ga kelar-kelar." ujar seorang sahabat baikku sore ini, selepas kami berbuka seusai mengejar deadline puasa Syawwal yang jatuh tempo hari ini.
Aku tertawa pelan, "ujian keimanan ini namanya Bos. Bukannya belum kerja aja ALLAH masih terus kasih kita rezeki? Bisa makan ini itu, bisa belajar." dan kalimatku pun berhenti disini.
---
Malam ini aku merenung, sebelum jatuh dalam tidur lelap. Betapa memang Rezeki itu Kuasa ALLAH. Bahkan besok lusa jikapun sudah bekerja dan dari kerja itu kita mendapat rezeki berupa gaji, rasa rasanya terlalu sombong bila kita mengatakan bahwa rezeki itu bersebab kerja keras kita.
Maka persoalan rezeki, selayaknya ujian keimanan bagi diri saya sendiri. ALLAH Sang Maha Pemberi, telah memberikan begitu banyak nikmat-Nya. Dan semoga semua rezeki yang ALLAH berikan menjadi sebab pintu kebaikan demi kebaikan terbuka untuk kita lakukan menjadi amal sholeh. Aamiin...
Jangan risau, soal rezeki, ALLAH yang sudah jamin.
Semoga risaunya kita, menjadi risau tentang amal apa yang ALLAH ingin kita lakukan.
Semoga risaunya kita, adalah tentang kebaikan apa yang ingin kita haturkan yang terbaik untuk ALLAH atas segala nikmat yang telah kita terima.
Semoga risaunya kita, adalah menjadi sebaik baik hamba di mata ALLAH...aamiin....
Rumah Ayah, 3 Juli 2019, 23.25 | FadhilahNFhd, dek koas end state yang masih terlalu merepotkan Ayah-Ibundanya.
34 notes
·
View notes
Text
Cara kita menjelaskan sesuatu, akan menggambarkan seberapa penting dan bermaknanya yang apa yang kita jelaskan itu. Bahkan another case, menjelaskan betapa kita mencintai (si)apapun itu.
-Matur nuwun Prof, atas materinya hari ini. Dari cara Prof menjelaskan, membuat saya menyimpulkan Prof begitu menjiwai bahkan mencintai apa yang Prof lakukan.
-Matur nuwun simposium hari ini, betapa mempelajari-dan mengajarkan apa yang kita pelajari yang akhirnya menjadi keahlian kita, begitu mempesona.
Dari dek koas, yang ngga ngerti juga sedang menuliskan apa.
Po Hotel | Sabtu 29 Juni 2019 | FadhilahNFhd
7 notes
·
View notes
Text
Manusia Dinamis
"yang perlu kalian ingat, manusia itu makhluk yang dinamis. Ia bisa berubah, bisa belajar, bisa berbenah, dan bisa bertumbuh." Kata Bapak, membuka diskusi keluarga kami di suatu sore nan sendu, di luar sana hujan sedang turun.
"Manusia makhluk yang dinamis." entah kenapa, kalimat Bapak terngiang terua di kepalaku. Apa maksud kalimat ini?
----
Waktu pun berlalu, bergulir cepat. Tanpa terasa aku pun telah melalui bertahun-tahun selepas Bapak menasehati kami sore itu.
Umur ku kini menginjak usia duapuluh tiga tahun. Dan aku, sedikit banyak telah melewati beragam peristiwa.
-----
To be continue (22-02-19 23.28)
2 notes
·
View notes
Text
Day 2
0 notes
Text
31 Desember 2020
2020, terimakasih telah mengajarkan, jangan tergesa gesa, ketergesaan teramat dekat dengan bisik bisik setan..
2020, terimakasih telah mengajarkan, kita hanya perlu menjalani peran yang sudah jelas nyata teremban saat ini dengan maksimal. Peran yang belum bertambah. Hati dan cinta yang belum terbagi, masih utuh milik Ayah Ibu, Kakak Adik sanak keluarga.
2021, ku titipkan semua harap, cita, dan kekhawatiranku pada Sang Kuasa Penggenggam Takdir. Doaku masih sama, semoga ketika pun kelak ada makhluk lain yang akhirnya ku cintai, semoga Beliau yang dapat pula mencintai Ayah Ibuku sebagaimana cintanya pada Ayah Ibunya, dan semoga bagiku pun demikian.
Puskesmas, 31 Des 2020/ Fadhilahnfhd
38 notes
·
View notes
Quote
Sampai pada waktunya, perempuan akan belajar mencintai dengan cara membiarkannya dicintai; menerima segala pemberian, menerima segala perhatian.
Mengingat dan menimbang pada dasarnya perempuan adalah sosok yang sangat mudah memberi dan berkorban (litterally ini ada di buku Man vs Venus).
Dulu saya pikir, mencintai selalu berbentuk kata kerja untuk memberi. Bagaimana Ayah& Ibu yang mencintai anak-anaknya memberikan keseluruhan yang terbaik.
Tapi ternyata, bentuk mencintai as a woman to a man, adl ketika ia mampu menerima dengan sebaik baik penerimaan atas setiap pemberian sang kekasihnya. Bukan, ini bukan tentang “mensyukuri apapun itu.”
Ini tentang, sebagai seseorang yang 24 tahun hidup as a single, saya sangat mandiri. Litterally benar2 mandiri. Dulu pernah sedemikian disiplin sama diri sendiri memanage 24 jam waktu saya, sendiri. Membaginya menjadi waktu2 bersama Ayah menemani Ayah jalan pagi, atau mengantar Ibu belanja, dan waktu2 untuk organisasi yang sedang saya jalankan terlibat aktif di dalamnya.
Menjadi seorang perempuan yang mandiri, di usia saya yang hampir 1/4 abad di tahun ini, saya belajar sebuah teori dari sebuah buku. Bahwa perempuan, akan bahagia ketika ia dicintai, dan dalam hal ini membiarkannya menerima berbagai hal; waktu, perhatian, hadiah2 sederhana, dan banyak hal lain.
Dan laki-laki, akan bertumbuh karena penerimaan terbaik dari pasangannya.
Ternyata benar, memulai hubungan relationship as a woman with a man, perlu diilmui terlebih dahulu.
Tembalang, 25 Februari 2021 // Fadhilahnfhd
19 notes
·
View notes
Text
Semoga perjalanan panjang yang kita masing-masing lewati, membuat diri kita menemukan diri kita sendiri. Membuat kita memahami dengan baik makna, dan peran yang melekat pada diri. Pemaknaan hidup kita untuk apa, kita bekerja untuk apa, dan pun menemukan dan ditemukan dengan belahan jiwa akan menjadikan kita berkolaborasi dalam amal dengan pasangan kita masing-masing.
Rumah Ayah, 6 Maret 2021 // Fadhilahnfhd
18 notes
·
View notes