#CeritaInspiratif
Explore tagged Tumblr posts
ternyaatapro · 5 months ago
Text
Assalamu'alaikum, teman-teman! Sebelumnya kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pedagang langganan Abi Hasan atas kepercayaannya. Berkat kalian, Abi Hasan bisa menafkahi warga pondok dan terus mengajarkan kebaikan melalui Al-Quran. Sekaligus memohon maaf apabila banyak kekurangan dari segi penyajian kami yang apa adanya dari gambar, suara dan jaringan internet yang kadang naik turun, kadang turun dan tidak naik-naik. Beri dukungan kalian agar channel ini terus berkembang. Terima Kasih. Di video kali ini, kita akan mengikuti perjuangan inspiratif Abi Hasan, seorang guru tahfidz Quran disabilitas yang gigih mencari nafkah dengan berjualan kerupuk. Namun, selain menghadapi tantangan ekonomi, Abi Hasan juga harus menangani sebuah masalah yang tak terduga dari sahabatnya sendiri. Salah satu sahabat Abi Hasan mendengar ceramah secara sepotong-sepotong, yang kemudian menyebabkan salah paham. Tanpa disadari, sahabat ini menyebarkan ilmu yang belum jelas dasar referensinya, dan hal ini menyebabkan kebingungan di kalangan para sahabat. Bagaimana cara Abi Hasan menanggapi dan menyelesaikan salah paham ini? Apakah beliau mampu menjelaskan dengan bijaksana dan mengembalikan pemahaman yang benar kepada sahabatnya? Mari saksikan bagaimana keteguhan hati dan kebijaksanaan Abi Hasan dalam menghadapi berbagai tantangan ini. Semoga kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk selalu berhati-hati dalam menyebarkan ilmu dan tetap berbuat baik di segala keadaan. Jangan lupa untuk LIKE, COMMENT, dan SUBSCRIBE untuk mendukung channel ini dan agar tidak ketinggalan cerita-cerita inspiratif lainnya. Selamat menonton dan semoga bermanfaat! Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
1 note · View note
ceritaengineer · 3 years ago
Text
0 notes
rizalnurhadians · 6 years ago
Text
TULUS
Tumblr media
Izinkan aku bercerita, tentang cinta yang sebenarnya.
Matanya berat, kelopaknya perlahan mengangkat. Ruangan serba putih dan aroma obat-obatan memenuhi tempat itu. Tubuhnya terbaring tak berdaya di atas ranjang berselimut biru. Dadanya semakin membusung akibat penyakit yang dideritanya. Perempuan tua itu kian meringis menahan sakit.
Selepas tiga orang memeriksa keadaannya, tampak sosok lelaki lusuh dengan kaus abu-abu dan handuk tersampir di pundaknya. Lelaki itu menghampiri perempuan di atas ranjang. Perempuan itu tersenyum. "Pak..."
Senyum pun tumbuh malu-malu, namun kini bagai sabit. "Bu..." Dielusnya tangan sang istri. "Kamu pasti sembuh." Tambahnya.
Air mata di pelupuk tak mampu dibendung, mengalir ke sungai pipi, bermuara pada haru biru. Matanya menatap lekat suami tercintanya. Mulutnya tak mampu bicara, untuk sekadar berterima kasih pada juang sang suami.
"Kamu kerja apa lagi, Pak?" Matanya masih berkaca-kaca.
Sang suami menyeka air mata istrinya dengan lembut. "Bapak cuma ikut narik angkotnya Mas Adi. Jadi kernet." Belum sempat sang istri bicara, mulutnya sudah tertahan oleh telunjuk sang suami. "Ndak, pa-pa, Bu. Yang penting Ibu sembuh." Senyum kembali mekar di bibir lelaki itu.
Lelaki itu mengelus kepala istrinya. Dia kembali beranjak setelah mengecup kening sang istri. Kembali menjadi kernet angkutan kota. Hari masih siang, waktu masih panjang.
Pak Kari, namanya. Sudah berbulan-bulan berjuang, mencari sembuh untuk sang istri, Bu Ratmi. Tumor payudara bukan penyakit sepele. Nyawa bisa direnggut dengan mudah olehnya.
Bu Ratmi harus dilarikan ke rumah sakit karena penyakitnya sudah semakin parah. Diagnosis dokter mengharuskan Bu Ratmi dioperasi. Untuk orang yang berada, mungkin mudah saja. Sementara Pak Kari hanya tinggal berdua, dengan keadaan ekonomi yang seadanya.
Pak Kari adalah pekerja keras, tidak mau merepotkan orang-orang di sekitarnya. Apapun dilakukannya demi kesembuhan istri tercinta. Berpeluh menjadi kernet angkutan kota, kuli panggul, dan tukang pijat panggilan.
Keputusan Pak Kari sudah bulat. Sang istri harus dioperasi. Tidak ada yang lebih berharga dari nyawa orang tercinta.
Hari operasi semakin dekat, pundi-pundi biaya belum terkumpul cukup. Di suatu pagi, dengan batik rapi plus celana hitam agak kebesaran Pak Kari memasuki ruang rawat Bu Ratmi. Bu Ratmi bahagia bukan main.
Pak Kari menaruh tas gendongnya, membenarkan peci hitamnya. Pak Kari meraih semangkuk bubur di atas loker kecil sebelahnya. Disuapinya Bu Ratmi dengan penuh kasih. Ditatapnya lekat sosok yang nyawanya kini tergantung pada takdir dan kerja kerasnya.
"Bu, Bapak mau berangkat mijat dulu, ya.." Pamit Pak Kari seraya mengelus tangan yang sudah keriput itu.
Sang istri menahannya. "Ibu bawa pulang aja, Pak."
Pak Kari bersikukuh. "Bu... Ibu harus sembuh."
"Ndak, Pak. Ibu sudah banyak merepotkan Bapak, juga orang lain. Ibu sudah cukup membebani, Pak." Air mata sudah deras tanpa isak.
"Ibu harus tetap hidup. Nanti Bapak sama siapa, Bu. Kalau Ibu ndak ada." Pak Kari kembali mengelus tangan istrinya.
Dengan tangis haru, "Maafkan sudah me..." Belum selesai kalimat itu terucap, Pak Kari lekas mengeratkan genggamannya, mengelus lembut. "Melengkapiku. Menghidupkan hari-hariku. Memberi nyawa pada cintaku."
Pak Kari mengecup kening Bu Ratmi. Pak Kari yang biasanya tegar, kini rapuh. Tangisnya deras tak terbendung. Benaknya hanya berpikir: Istriku harus lekas sembuh.
Cinta sesederhana itu. Tidak pernah tahu kapan akan datang, tidak pernah bisa disengaja. Namun dia datang layak siang dan malam, fajar dan senja. Tidak mengejutkan, tetapi indah.
Cinta memang tak selalu bicara perilah saling. Namun sebuah bahtera pernikahan butuh saling dalam hal melengkapi hidup.
Cinta seharusnya tak membuatmu berlutut, apalagi menuntut. Cinta tak mengajari kita pamrih. Cinta mengajari kita tulus. Perjuangan kita untuk orang yang kita cintai bukanlah sebuah pengorbanan yang mesti kita tuntut jika orang itu meninggalkan kita.
Cinta adalah perasaan merdeka. Merdeka dari meminta balasan, merdeka dari menuntut jawaban. Mencintai tidak pernah mudah, dicintai adalah beban. Mencintai adalah kerja ketulusan, dicintai adalah kerja penghargaan.
Terima kasih semoga bermanfaat. Cerita ini hanya ilustrasi dari penulis. Jika kawan-kawan hendak memberi bantuan untuk kesembuhan Bu Ratmi silakan kunjungi tautan berikut.
Kitabisa: kitabisa.com/bantulahburatmi
0 notes
ruslan-prothink · 4 years ago
Link
1 note · View note
oiife · 4 years ago
Text
Siapa tahu bermanfaat...
Just reminder for me...
GARIS YANG PENDEK
Seorang Guru membuat garis sepanjang 10 cm di atas papan tulis....
lalu berkata : "Anak2, coba perpendek garis ini..?!"
Anak pertama maju kedepan....
ia menghapus 2 cm dr garis itu....
skrg menjadi 8 cm....
Bu Guru mempersilakan anak ke 2....
Ia pun melakukan hal yg sama....
'sekarang' garisnya tinggal 6 cm....
Anak ke 3 & ke 4 pun maju kedepan....
skrg garis itu tinggal 2 cm....
Terakhir, seorang anak yg Bijak maju kedepan....
ia membuat garis yg lbh panjang....
sejajar dgn garis pertama....
yg tinggal 2 cm itu....
Sang Guru menepuk bahunya....
"Kau memang bijak nak...."
Utk membuat garis itu menjadi pendek, tak perlu menghapusnya....
cukup membuat garis yg lbh panjang....
Garis pertama akan menjadi lbh pendek dgn sendirinya...."
Untuk memenangkan sesuatu....
Tak perlu mengecilkan yg lain....
Tak usah lah menjelekkan yg lain....
karena secara tak langsung....
Dengan membicarakan kejelekan yg lain.... adalah cara yg tidak jujur memuji diri sendiri.... Cukup lakukan kebaikan terbaik yg bisa kita lakukan utk smuanya....
biarkan lah waktu saja yg akan membuktikan kebaikan tersebut...
Selamat berkarya
Semoga semua selalu berbahagia
By : yuni prabangkara
Dosen ku
#happyweekend
#ceritainspiratif
0 notes
Photo
Tumblr media
Alhamdulillah.. Terima kasih ya atas partisipasinya, kakak2 semua: para penulis keren :) . . Naskah2 yang sudah masuk, selanjutnya akan diproses oleh tim penerbit. Pemenang event ini insya Allah akan diumumkan pada tanggal 5 Desember 2016. . . Jadi, untuk para peserta event, mohon bersabar ya. Tunggu sampai tanggal 5 Desember tiba. Oke? 😊😁👌💕 Salam Penerbit mentari Harapan ^^ . . #eventmenulis #ceritainspiratif #hariibu #penerbitmentariharapan
0 notes
segelaskata · 8 years ago
Text
Ialah Wanita Perkasa
Pada pagi itu, aku menuntun wanita yang menjadi bagian penting dalam frasa kehidupanku. Dulu, badannya masih kukuh menopangku, menemaniku kemanapun aku ingin menginjakkan kaki, bahkan membersihkan kotoran dari tubuhku. Kini, untuk berjalan pun rasanya sungguh berat untuknya, lengannya amatlah kurus, seolah seluruh tenaga kehidupannya telah minggat entah kemana. Kala aku di rumah, ia selalu memanggil lembut, “Nduk, kamu nggak sholat Subuh ke masjid?” Entah mengapa setiap aku mendengarnya bertanya, aku pasti selalu terbangun dari tidur. Seolah ucapannya adalah sebuah alarm yang aku pun tak sanggup menolak panggilannya.
Pada pagi itu pula aku berwudhu dan menuntunnya berjalan menuju masjid dekat rumah, dimana ia amat senang sekali jika sanggup pergi ke masjid. “ Aku wes nggak kuat Nduk lek kudu mlaku ben sholat, padahal yo kepengen[1]..” ucapnya padaku pada pagi itu. Di kedua matanya aku melihat cahaya kebahagiaan ketika melangkahkan klompennya perlahan menuju masjid. Sesekali ia mencengkeram erat tanganku ketika ia khawatir akan terjatuh, sesekali ia hanya memeluk lenganku lembut. Entah perasaan sedih apa yang tiba-tiba merayap ketika lengan yang dulu menggendongku erat, berubah menjadi begitu ringkih dan tak berdaya.
Ternyata, kami tidak sendiri di masjid itu. Beberapa wanita dan pria mulai memasuki masjid dengan cahaya yang sama dengan wanita yang kutuntun ini. Tiba-tiba pula sebuah perasaan haru kembali menyusup ke dalam dada, berbeda tipis antara miris dan haru sebenarnya, karena sebagian besar wanita dan pria itu adalah para lansia yang terkadang untuk berjalan saja masih harus menggunakan tongkat. Kemanakah pemudanya? pikirku saat itu, padahal masjid hanyalah sepuluh langkah saja dari perkampungan ini. Ironi memang.
Tak lama kemudian, sholat berjamaah pun dimulai. Selalu ada perasaaan tenang ketika aku mengecupkan kening ke atas sajadah di masjid ini. Mungkin terdengar melankolis, namun tidak ada yang salah bukan apabila kita memang memiliki keterikatan tertentu dengan rumah Allah? Justru aneh rasanya apabila tidak ada rasa keterikatan tersebut. Aku pun bisa membayangkan perasaan para lansia di sini, bagaimana perasaan bahagia mereka kala memakmurkan rumah Allah ini selama bertahun-tahun lamanya. Bukan sebuah pujian ataupun bentuk materiil yang mereka harapkan, namun sebuah keterikatan cinta yang tanpa disadari mengikat hati para lansia ini. Wanita yang kutuntun tadi pagi pun merupakan salah satu saksi atas ikatan cinta ini, yang aku pun sendiri dibuat malu oleh cintanya pada Allah. Dimanakah cintaku pada Allah jika sholat saja aku pun terkadang luput dari ketepatan waktu?
Kembali pada wanita itu, ialah yang selalu mengingatkanku pada Allah. Entah hanya membangunkan dan mengingatkan sholat, sekedar mendoakanku, bahkan setiap telepon yang kuterima selalu berupa nasihat sederhana, jangan lupa sholat sama ngajinya, yang istiqomah Nduk. Entah apa jadinya aku tanpanya. Ia yang hanya wanita sederhana mampu memberiku banyak pelajaran, baik tentang cinta pada Allah, maupun tentang cinta pada manusia sesamanya.
Sejak dulu, aku banyak mendengar cerita tentang wanita perkasaku ini. Saat ia masih dipenuhi dengan semangat dunia, setiap pukul tiga pagi ia akan terbangun, melakukan sholat malam kemudian memasak ayam goreng untuk dijual di kantin miliknya. Tidak hanya itu, siang harinya ia akan berjualan di kantin tanpa lelah. Aku yang saat itu masih kecil hanya bisa bermain-main di dekat kantinnya dan terkadang justru mengganggu pekerjaannya. Saat itu bukan makian ataupun cercaan yang kuterima, justru senyuman penuh kasih dan pengertian yang kudapatkan. Ia begitu menyayangiku, dan aku pun sangat mencintainya.
Suatu ketika, aku bermain dan berlarian di sekitar kantin. Tanpa sengaja sandal yang kugunakan terputus dan aku tidak dapat berjalan dengan baik. Tidak ada ucapan keras, justru ia melepaskan sandalnya untuk diberikan padaku dan berkata, udah sini pakai sandalku aja kamu Nduk. Aku yang saat itu hampir menangis karena sandalku tidak bisa dipakai, menerima uluran sandal darinya. Kami pun pulang dari kantin saat adzan Dhuhur dimana aku menggunakan sandal yang sangat kebesaran, dan ia..justru bertelanjang kaki sambil menggandeng tanganku dan membawa sandalku yang putus melalui jalan aspal panas pada siang itu. Ia selalu ada di saat aku butuh pertolongan. Ia tidak pernah lelah menunjukkan cintanya sebagai manusia kepadaku.
Ia tidak pernah menolak permintaan dari orang lain, sekiranya ada yang membutuhkan pertolongannya, ia tak akan segan-segan memberi pertolongan tanpa memikirkan apakah orang yang meminta pertolongan tersebut berniat menipu atau tidak. Mungkin sebagian besar orang akan menganggapnya bodoh karena terlalu percaya pada orang lain, bagiku ia hanya menunjukkan bagaimana seharusnya rasa ikhlas dimiliki oleh setiap manusia.
Kenapa aku selalu teringat kisah itu saat aku sholat di masjid ini ya Tuhan? Benakku pagi itu.
Kemudian salam terakhir pun kami lakukan berjamaah. Seusai sholat, kucium lembut tangan yang mengasuhku dengan penuh cinta miliknya. Ia memintaku membantunya berdiri dan menyingsingkan mukenanya. Ah, aku hampir saja lupa! Sebelum kami sholat, ia selalu memintaku menuntunnya perlahan menuju kotak amal di masjid. Selalu saja dua lembar lima ribuan ia masukkan. Entah seluas apa hatinya, aku tidak akan pernah bisa mengukurnya.
Beberapa orang mengerubungi kami dan mereka mencium punggung tangannya. Ia memang begitu dihormati disini. Aku pun mencium punggung tangan para lansia tersebut sebagai tanda hormatku pada lansia-lansia tersebut. Aku benar-benar mengagumi kalian, ucapku dalam hati. Cinta pada Allah yang tidak pernah luntur meski dimakan oleh rematik, encok, atau penyakit-penyakit yang lazim diderita orang tua lainnya. Aku dan wanita itu pun perlahan meninggalkan masjid. Ia masih memeluk tanganku dan berkata, kamu jangan pulang besok lah Nduk. Kalo nggak ada kamu nanti siapa yang nuntun aku ke masjid? Ah, andai diri ini bisa selalu ada untukmu, aku akan menuntunmu setiap sholat yang ingin kau lakukan di masjid. Kami pun berjalan dengan membawa pertanyaan dalam benak masing-masing.
Ia berpikir, “ aku ingin sanggup ke masjid tanpa perlu merepotkan cucuku, namun aku pun masih rindu padanya karena ia jarang menemuiku karena aktivitasnya di kampus. Oleh karenanya aku sangat bahagia saat ia mengantarku ke masjid. Namun besok? Ia kembali..”
Aku berpikir, “ aku ingin lebih lama di sini denganmu, Mbah, namun...lagi-lagi kampus menjadi alasanku untuk pergi dari rumahmu. Aku akan kembali untukmu, Mbah..”
Namun yang terucap di bibirmu hanyalah, kalo liburan jangan lupa kesini, beserta senyum yang selama dua-puluh-tahun tidak pernah berubah, selalu menjanjikan cinta yang siap untuk kupeluk.
 Malang, 14 Juli 2016
(Teruntuk Nenekku, maafkan aku yang masih di kampus. Aku akan segera pulang. Segera!)
Footnote:
[1] Aku sudah nggak kuat Nak kalau harus berjalan setiap sholat, padahal ya ingin..
0 notes