Tumgik
#Bulan Kebangaan
dude-ler · 1 year
Text
Tumblr media
(🇮🇩 Indonesia di bawah, 🇷🇺 Русский ниже)
🇬🇧 Since it's still June, Happy Pride Month 🏳️‍🌈🏳️‍⚧️ May you all stay proud, kind, happy and safe. I've seen so many LGBT goodies on sites. Sorry, I have no LGBT content, my family, except my brother is religious, and I haven't come out U~U. But this month, I did get to wear this shirt that looks queer to me. Tumblr is the safest place for me, so let this post exclusively here. Hopefully in the future, I'm able to post more LGBT stuff, it's all trial and error :D
🇮🇩 Karena masih Juni, Selamat Bulan Kebanggaan 🏳️‍🌈🏳️‍⚧️ Kalian semua harus tetap bangga, baik, senang dan aman. Aku sudah lihat banyak konten LGBT mantap di situs-situs. Maaf, aku tak punya konten LGBT, keluargaku, kecuali adikku, beragama, dan aku belum kaming aut 😞 Tapi bulan ini, aku sempat pakai kemeja ini yang bagiku terlihat kuir. Tambler tempat teraman untukku, jadi biar postingan ini eksklusif di sini. Semoga, di masa depan, aku bisa posting hal LGBT lebih lanjut, ini semua metode coba-coba 😊
🇷🇺 Так как всё ещё июнь, С месяцем гордости 🏳️‍🌈🏳️‍⚧️ Пусть вы все останетесь гордыми, добрыми, счастливыми и в безопасности. Я в сайтах уже увидел столько ЛГБТшных ништяков. Простите, что я без ЛГБТшного контента, моя семья, кроме брата, религиозная, и я ещё не оформил каминг-аута( Но в этом месяце успел надеть эту рубашку, которая мне выглядит квирною. Тамблер - самое безопасное место для меня, так что пусть лежит эксклюзивно здесь этот пост. Будем надеяться, что в будущем смогу запостить больше ЛГБТшных штук , всё это метод проб и ошибок. ^^
14 notes · View notes
sekarkasih · 2 years
Text
Saat ini aku sedang dalam perjalanan di bus menuju rumah. Aku mengetik di Notes HP tanpa terkoneksi internet. Selepas terputus dari WiFi kantor, aku baru sadar bahwa kuota internetku habis. Hehehe. Sekarang tidak ada pesan masuk ataupun keluar. Tidak ada push notif bermunculan. Jadilah aku dapat momen tuk fokus ke diriku sendiri (menulis) tanpa ada kesempatan mengintip kehidupan orang lain (scrolling IG/Twitter/FB).
Anyway, sudah 4 bulan aku kembali bekerja kantoran. Aku kembali menjalani kehidupan yang sebetulnya tidak sesuai dengan fitrahku, juga tak ada dalam rencana hidupku setelah menjadi Ibu. Qadarullah, kondisi saat ini menuntutku untuk berpenghasilan yang tidak sedikit. Tantangannya, aku belum mampu menjemput rezeki dari rumah dengan nominal minimal sebanyak itu, sedangkan sejumlah uang setiap bulan harus tetap kuhasilkan. Maka solusi terbaik saat itu, yang aku mintakan & istikharahkan pada Allah, yaitu dengan kembali mencari pekerjaan.
Aku sudah berusaha mencari yang dapat dikerjakan dari mana saja, hanya saja belum rezeki. Memang susah susah gampang mendapatkan pekerjaan yang sesuai keinginan. Kalau mau mengerjakan yang sesuai keinginan, ya buka usaha/jasa sendiri. Hehe. Tapi aku belum bisa ada di posisi itu. Tepatnya, sekarang sedang menyiapkan diri untuk sampai di sana.
Singkat cerita, Alhamdulillah aku berhasil mendapatkan pekerjaan ini setelah sekian puluh lamaran kukirimkan ke berbagai tempat. Aku sangat takjub pada kekuasaan Allah dalam mengatur setiap langkahku. Ada pintu rezeki yang Allah bukakan untuk aku menjemputnya. Aku yang tanpa menyangka bisa ditempatkan di bank syariah kebangaan Indonesia. Jadi saat ini aku menjalani full WFO Senin-Jumat. Still... Alhamdulillah.
Pilihan yang berat.
Terpaksa meninggalkan zona nyamanku di rumah.
Terpaksa meninggalkan istana Bojonggede tuk sementara.
Terpaksa kembali tinggal di rumah orang tua.
Terpaksa kehilangan waktu jam 7.30-19.00 untuk bermain dan belajar dengan anak shalihku.
Terpaksa kurang bisa menjadi diriku dan menghidupkan fitrahku tuk sementara.
Terpaksa berlelah, berdesakan di kendaraan umum dan bermacetan di jalan.
Terpaksa sementara berjauhan dengan mimpiku tuk menjadi ibu rumah tangga.
Tapi ini adalah pilihan dan takdir terbaik bagi kami untuk saat ini.
Semua yang terjadi tentu tak lepas dari takdir Allah kan?
Hidupku sedang di fase berjuang. Aku harus pintar-pintar bersabar. Terus berdoa pada Allah dan mengerahkan ikhtiar terbaik. Semoga Allah izinkan aku & keluarga bisa menjalani kehidupan yang lebih baik lagi tahun depan. Aamiin.
- sekarkasih
Ditulis di dalam bus
Jakarta, 14 Nov 2022.
Sekitar Maghrib.
Diposting 15 Nov 2022, selepas Isya.
4 notes · View notes
sinemeter · 3 years
Text
1917
Tumblr media
“Down to Gehenna or up to the Throne, he travels the fastest who travels alone.”
Dua prajurit memberanikan diri masuk ke teritori musuh demi mengantarkan surat perintah kepada komandan batalyon terkait rencana serangan. Mereka harus bisa menyampaikannya sebelum pagi atau 16.000 tentara Inggris mati dalam jebakan.
6 April 1917, Inggris masih berperang melawan Jerman di tanah Prancis. Kedua kubu membangun parit-parit panjang nan berliku sebagai benteng pertahanan, perlindungan, sekaligus ruang penyusunan strategi. Entah sudah berapa lama kedua kubu saling melempar ledakan dan tembakan, entah sudah berapa banyak mayat tentara yang bergelimpangan, yang jelas Perang Dunia I ini sepertinya masih belum selesai dalam waktu dekat. Tapi mungkin justru karena ketidakpastian itulah Jenderal Erinmore memilih langkah hati-hati dalam merespons setiap manuver musuh, terutama yang terkesan mencurigakan.
Jerman mendadak menarik mundur pasukannya dari medan perang. Mereka mengosongkan parit yang mereka duduki, bergerak menjauh dari jangkauan tentara Inggris tanpa sebab-sebab yang jelas. Peristiwa ini bisa dimanfaatkan Inggris untuk habis-habisan memukul mundur Jerman dengan cara melakukan serangan besar ke garis pertahanan terakhir mereka yang sekarang hanya ditinggali sisa-sisa pasukan.
Tapi hasil pantauan udara dari AU Inggris menyampaikan kesimpulan lain. Penarikan mundur Jerman ternyata adalah bagian dari strategi untuk memancing pasukan Inggris keluar. Jerman hanya seolah-olah pergi, padahal sebenarnya mereka berkumpul di satu titik jauh dan siap siaga menghajar siapa yang datang, yaitu batalyon kedua Devonshire yang dipimpin Kolonel Mackenzie. Resimen dengan 1.600 personel itu direncanakan akan menyerbu pertahanan Jerman di pagi hari tanggal 7 April.
Masalahnya, kabel telekomunikasi milik Inggris telah diputus tentara Jerman. Jenderal Erinmore tak bisa langsung menghubungi Kol. Mackenzie untuk mengabarkan pembatalan serangan. Oleh sebab itu diutuslah Kopral Schofield (George MacKay) dan Kopral Blake (Dean-Charles Chapman) sebagai pengantar pesan dadakan. Mereka harus membawakan secarik memo ke tangan Kol. Mackenzie langsung. Itu artinya, kedua prajurit itu harus menempuh sekitar 6-8 jam berjalan kaki melewati zona-zona yang telah ditinggalkan musuh menuju ke tempat tujuan. Itu pun kalau musuh memang benar-benar telah pergi dari jalur perjalanan mereka.
Sebuah Upaya Merasionalkan Perang
Berbulan-bulan berada di medan perang memang tidak terdengar seperti pengalaman yang menyenangkan. Di sana kematian selalu mengintai kapan saja. Bertahan hidup jadi trofi yang harus direbut setiap waktu. Kemenangan dan kekalahan pada akhirnya terasa seperti bayang-bayang yang sesekali mengemuka tanpa bisa diraih.
Perang juga sejatinya menghasilkan pemandangan yang melenceng dari akal sehat. Tentara Inggris dan Jerman saling adu tembak di Prancis yang porak poranda, negeri yang bahkan bukan miliki mereka, di mana kawah berlumpur sesak mayat bertetangga dengan hamparan hijau padang rumput berudara sejuk. Jangan lupakan juga tikus-tikus yang menggemukkan badannya dengan mengoyak daging para mayat dan melubangi tubuh busuk mereka menggunakan gigi-gigi tajamnya. Mayat-mayat tentara itu bahkan terserak di tempat-tempat yang dibilang tak wajar, ada yang tersangkut di sela-sela pagar kawat, ada yang hanyut bersama aliran sungai yang tenang, bahkan sesekali kuda dan sapi pun turut menghias wajah kematian mereka di dalam arena.
Tak ada yang masuk akal, bahkan sebenarnya tak ada ruang tersisa di kepala untuk memasukkan segala akal. Letnan Leslie, yang bersama resimennya bertugas menjaga garis terdepan parit, seakan sudah terbiasa dengan “hal-hal di luar nalar” yang terjadi dalam perang ini. Sebelum membukakan jalan kepada Schofield dan Blake agar mereka bisa menyeberang ke parit Jerman, ia mengkritik dengan sarkastik langkah-langkah strategis yang dijalankan Inggris, negaranya sendiri. Ia mengkritik rencana serangan batalyon Devons yang menurutnya terlalu naif dan gegabah. Ia juga mengkritik keputusan Jenderal Erinmore yang mengutus Schofield & Blake untuk menghentikan serangan tersebut yang terlihat seperti mengorbankan anak kambing ke sarang serigala. Semuanya tak masuk akal, tak terasa benar, tapi karena ini perang dan ia tak punya kuasa untuk membuat keputusan, maka biarlah semuanya terjadi.  
Lt. Leslie: “Are they out of their fucking minds? One slow night, the brass think the Hun have just gone home.”
Schofield: “Do you think they’re wrong, sir?”
Lt. Leslie: “We lost an officer and three men two nights ago. They were shot to bits patching up wire. We dragged two of them back here. Needn’t bothered.”
Blake: “Sir, the general is sure the enemy have withdrawn. There are aerials of the new line that…”
Lt. Leslie: “Shut up! We fought and died over every inch of this fucking place. Now they suddenly give us miles? It’s a trap. But chin up. There’s a medal in it, for sure. Nothing like a scrap of ribbon to cheer up a widow.”
Ya, lagi-lagi dengan sarkasnya, Lt. Leslie mengutarakan bahwa setiap kematian nantinya akan diganjar dengan kilauan medali kehormatan. Seolah-olah medali adalah ganjaran yang setimpal dengan kengerian, keputusasaan, dan kematian yang menghujam tanpa pilih kasih. Lt. Leslie, yang bahkan tak tahu pasti hari apa sekarang, yang terus menunggu tanpa hasil kiriman pasukan untuk menambal kekurangan personel di resimennya, melepas kepergian Shofield & Blake dengan mencipratkan alkohol dari botol minumnya seraya mengucap doa keselamatan. Mungkin pada satu titik, situasi absurd memang harus ditanggapi dengan cara yang absurd pula.
Tapi bagi Blake, misi ini justru menjadi satu hal yang paling rasional dalam perangnya selama ini. “There’s nothing to think about. It’s my brother!” serunya dengan penuh keyakinan. Targetnya sangat spesifik dan khusus, yaitu menyelamatkan nyawa kakak kandungnya sendiri, bukan hanya nyawa seluruh pasukan Devons yang sama sekali tak ia kenal, bukan pula untuk menyelamatkan nyawa seluruh warga Inggris, masa depan Inggris, atau nyawa Sang Ratu. Perangnya tidak lagi merujuk kepada sesuatu yang abstrak, tapi kali ini bentuknya sudah sangat jelas, dekat, dan masuk akal. Blake bisa jadi merasa telah mendapat pencerahan yang meredefinisi esensinya sebagai tentara, yaitu untuk menyelamatkan kakak kandungnya dan itu sudah cukup untuk memotivasinya turun ke medan perang.  
“I swapped it with a French captain…”
Blake berpotensi dianugerahi medali kehormatan setelah ia menyelamatkan nyawa Schofield dari sebuah insiden fatal. Ceritanya saat mereka sampai di parit milik Jerman yang telah kosong itu, tanpa sengaja mereka memantik ledakan bom ranjau di dalam ruang bawah tanah yang seketika itu menimbun tubuh Schofield dengan reruntuhan. Blake berhasil menarik tubuh Schofield sebelum tergencet habis, lalu menuntunnya keluar dari parit hidup-hidup sebelum bangunan itu hancur lebur. Untungnya Schofiled tidak mengalami cedera berat, hanya syok sesaat, dan ia pun bisa meneruskan perjalanan lagi. Aksi heroik Blake tadi tentu pantas diapresiasi dengan medali, begitu kata Schofield.
Schofield sebetulnya juga pernah mendapatkan medali kehormatan yang sejenis tapi sekarang ia tak memilikinya lagi. Menurut pengakuannya, medali itu ia barterkan dengan sebotol wine kepada seorang prajurit Prancis yang ia temui. Bagi Blake yang belum pernah mendapat medali tentunya pertukaran itu terdengar konyol, apalagi alasan Schofield kedengaran cukup simpel: “I was thirsty.”  
Tapi alasan tersebut tidak hanya sederhana, di baliknya tersimpan ekspresi kejengahan Schofield terhadap perang itu sendiri. Sejauh matanya memandang, barangkali ia belum menemukan tanda-tanda kemenangan atau tanda-tanda perang akan segera berakhir, sehingga perang yang tak berujung itu tak lagi memendam imbalan yang hebat bagi dirinya. Maka perjuangannya di sini terasa murni sebuah perjuangan personal untuk bertahan hidup yang tak lagi merepresentasikan entitas yang agung semisal perdamaian dunia atau apapun itu. Sudah berkali-kali aksi heroik dilakukan oleh para prajurit tapi yang terbaik yang bisa didapatkan adalah medali ─ sebuah hadiah hiburan yang tak cukup menenangkan.
Medali seperti itu memang menyimpan sebentuk ego kebangaan di dalamnya, tapi apakah itu cukup? Di medan perang, dengan segala ketidakpastian dan absurditasnya, tidak ada yang spesial di bawah todongan peluru. Yang paling berarti bagi seorang prajurit berseragam adalah kesempatan hidup, kewarasan, dan sisa energi untuk berharap ─ yang kesemuanya itu tersaring dan teraduk dalam sebotol wine.  
Moralitas Sebagai Korban Perang yang Paling Telak
Adakah moralitas dalam medan perang? Apakah masuk akal untuk menggunakan moralitas sebagai kompas tindakan di ranah yang serba absurd itu? Jenderal Erinmore sengaja mengutus Blake untuk menjalankan misi berbahaya itu karena ia tahu nyawa kakak kandungnya akan jadi taruhan, tapi apakah itu berarti komandonya memang bersifat simpatik atau malah oportunistik?
Oke, mungkin Blake tidak akan terlalu mempermasalahkan intensi jenderalnya itu karena yang fokus utamanya sekarang adalah relasi personal dengan kakaknya yang menyangkut memori, afeksi, dan juga jati dirinya. Bisa jadi sentimen itulah yang mengendurkan kepribadiannya di tengah perjalanan, yang kemudian membuatnya terperosok jebakan moral dengan sangat menyakitkan.
Ketika sebuah pesawat tempur Jerman ditembak jatuh di dekatnya, Blake tiba-tiba tergerak untuk menolong seorang pilot Jerman yang terjebak kobaran api di kokpit. Ia menyeret tentara musuh itu keluar dari bangkai pesawat lalu dengan refleks menyuruh Schofield mengambilkan air. Untuk sesaat moralitasnya bangkit. Ia tak lagi memandang siapa musuhnya, bahkan sejenak melupakan kalau dirinya sedang berada di medan perang, yang ia rasakan hanyalah dorongan naluriah untuk menolong sesama manusia yang sedang kesusahan.
Sayangnya, dalam waktu yang sesaat pula si pilot itu menghujamkan belatinya ke perut Blake, membuatnya langsung sekarat dengan pendarahan yang tak bisa dihentikan. Schofield tak bisa berbuat banyak selain menyediakan pangkuannya sebagai tempat pencabutan nyawa Blake yang tinggal hitungan detik.
Moralitas Blake harus dibayar dengan nyawanya ─ moralitas yang seharusnya tak mendapat tempat di medan perang yang ganas di mana garis pembeda kawan dan musuh sudah sangat jelas terbentang. Pilihannya untuk berempati kepada musuh yang sedang kesakitan dikendalikan oleh sisi manusiawinya yang memandang pilot Jerman tersebut sebagai manusia berperasaan seperti dirinya juga. Blake cukup konyol dengan ekspektasi alam bawah sadarnya bahwa di medan perang pun moralitas akan berbalas kebaikan seperti halnya di dunia normal.
Di sisi lain, perbuatan pilot Jerman itu punya kebenarannya sendiri. Ia menyadari kalau dirinya sudah jatuh ke tangan musuh, kebaikan apapun yang ia terima tak serta-merta menjamin keselamatan apapun di hari-hari mendatang. Ia sepertinya sadar bahwa moralitas adalah jebakan mematikan sehingga ia memilih untuk tetap berkomitmen dengan identitasnya. Sebaik apapun tentara Inggris, mereka adalah musuh, dan musuh harus dibinasakan. Maka pisaunya ditusukkan sebagai pengingat sekaligus pembuktian terakhirnya sebagai pelaku perang.
Padahal sebelumnya Schofield sempat menawarkan “bantuan” lain kepada Blake yaitu mengakhiri penderitaan si pilot dengan menembaknya mati, Tapi mungkin tawaran tersebut tidak cukup kuat menyampaikan pesan pentingnya. Kalau saja Schofield bisa dengan lebih tegas dan jelas mengingatkan Blake bahwa menolong musuh adalah tindakan bodoh yang tak akan diganjar medali, mungkin Blake masih bisa berdiri menyelesaikan misinya.            
Tumblr media
Schofield: Turbulensi Emosi yang Mengurasi Jiwa
Sepeninggal Blake, Sco harus menyelesaikan misi sendirian dan sepanjang sisa perjalanannya itu ia mesti berhadapan dengan macam-macam perubahan emosi dalam waktu yang singkat. Seolah itu juga secara tersirat menyatakan bahwa perang juga selalu menciptakan “perang personal” yang mengobrak-abrik perasaan para pelakunya.
Pertama, tentu saja Sco harus berhadapan dengan rasa duka. Kematian kawannya harus terjadi secara cepat lewat insiden yang tak terduga. Padahal beberapa menit sebelumnya mereka sempat bercanda-canda, mengobrol ringan, bahkan berbagi sedikit harapan tentang pulang ke rumah. Beberapa menit sebelum itu Sco-lah yang justru hampir kehilangan nyawanya jika tidak diselamatkan Blake. Semuanya berbalik dalam tempo sekejap.
Dalam tempo yang sekejap pula Sco harus mengesampingkan rasa dukanya dan kembali fokus menjalankan tugas. Seperti yang disampaikan oleh seorang komandan yang membantu mengantar Sco menuju checkpoint berikutnya: “May I tell you something that you probably already know? It doesn’t do to dwell on it.”
Sco menebeng truk dari resimen Inggris lain yang kebetulan melintas. Di dalam truk itu hawa pesimisme menyebar dari para tentara, belum lagi Sco sempat harus susah payah mendorong truknya yang terjebak di kubangan lumpur. Secara personal ia diuji untuk tetap kuat menjaga determinasinya sampai akhir.
Sesampainya di Ecoust, kota kecil yang tampak sudah ditinggalkan para penghuninya, ia sempat tak sadarkan diri karena tertembak peluru sniper. Kondisi inilah yang mengakibatkan dirinya terlambat mengantarkan suratnya. Saat siuman kota itu sudah diliputi api, tentara Jerman yang masih ada membumihanguskan semua bangunan. Namun Sco beruntung bisa menyelamatkan diri dengan menyelinap ke dalam bunker yang dihuni oleh seorang wanita dan bayinya. Wanita itu sempat merawat luka Sco, mengobatinya, dan dengan bahasa Prancis yang terbata-bata memintanya untuk tinggal.
Permintaan tinggal itu sebenarnya sulit ditampik. Selain karena Sco butuh istirahat untuk pemulihan lukanya, tinggal di sana pasti bisa memberinya kenyamanan. Sco sudah bisa merasakannya dari pertama kali, ketika di luar api melumat kota tak bersalah itu dengan ganasnya, Sco mendapat tempat yang seakan bisa mengabaikan itu semua dan memberinya kesempatan untuk memulihkan psikologinya secara bertahap. Sco sendiri tak bisa menampik kalau mood-nya memang membaik.
Tapi perasaan tersebut hanya bisa ia nikmati sesaat. Lagi-lagi ia harus melanjutkan perjalanannya karena beban hatinya telah bertambah, selain pekerjaan mengantarkan surat ada pula tanggung jawab moral untuk melanjutkan perjuangan almarhum Blake menyelamatkan sang kakak. Maka Sco pun kembali terjun menuju kota yang terbakar itu, lari secepat kilat menghindari kejaran tentara Jerman berikut desingan peluru yang mengincar batok kepalanya.
Dalam keadaan terdesak, Sco mengumpulkan keberanian sebanyak-banyaknya untuk melompat ke air terjun yang sangat deras. Tubuhnya lalu hanyut terbawa arus sungai sampai ke hutan Croisilles. Dengan tubuh basah kuyup, Sco berjalan lunglai menjelajahi deretan pohon yang tegap membisu. Sampai di sini ia sudah sepenuhnya pasrah. Matahari sudah terbit, artinya resimen Devons sudah keburu melancarkan serangan yang tak diharapkan. Sco bahkan sudah terlalu linglung untuk merasakan eksistensinya. Ia sudah lelah, tak ingin berlari lagi. Yang ia inginkan adalah jalan keluar yang bisa membawanya pergi dari perang.
Kepasrahanlah yang menyelimutinya saat Sco bersandar pada batang sebuah pohon, bergabung bersama sekelompok tentara yang sedang duduk khidmat mendengarkan seorang prajurit menyenandungkan lagu lirih: “I am A Poor Wayfaring Stranger.” Batas antara hidup dan mati, harapan dan keputusasaan, mengabur dalam pandangan. Jiwanya terkuras habis oleh serentetan momen penting yang tercipta dalam waktu kurang dari 24 jam.  
“Hope is a dangerous thing…”  
Scofield terlambat. Serangan sudah dilancarkan. Tapi Scofield juga tidak terlambat-terlambat amat karena serangan yang dilakukan resimen Devons baru dari gelombang pertama saja, belum semuanya turun.
Kolonel McKenzie menerima surat perintah dari tangan Scofield, membacanya dengan saksama, lalu memerintahkan pasukannya berhenti menggempur Jerman.      
Col. Mackenzie: “I hoped today might be a good day. Hope is a dangerous thing. That’s it for now and then the next week command will send a different message: ‘Attack at dawn’. There is only one way this war ends. Last man standing. Have someone to see your wounds. Now fuck off, Lance Corporal.”
Scofield mungkin bisa sepenuhnya merasa lega karena misinya telah diselesaikan, tapi Kol. McKenzie sepertinya tidak bisa benar-benar bernapas lega. Meskipun hari ini ia bisa mencegah pasukannya mati sia-sia, tapi penundaan tersebut otomatis menyisakannya harapan dan harapan bisa membawanya pada ruang ketidakpastian yang lebih lebar.
Perang bukanlah tempatnya untuk berharap. Awalnya serangan dadakan ini tentunya membawa harapan dari lubuk hati McKenzie akan kemenangan. Tapi kemudian semua harus dibatalkan, dan hal tersebut menimbulkan harapan baru lagi bahwa pembatalan adalah langkah terbaik menuju kemenangan yang baru. McKenzie memang agak berat hati menuruti mandat yang tertera di atas surat karena selain tak yakin ia pun sepertinya sudah terbiasa menikmati atmosfer perang (“Some men just want the fight”). Ia terpaksa harus menahan diri. Sampai kapan? Untuk apa? Tak ada yang bisa memastikan.
Pagi ini tak ada perang, besok bisa jadi mereka diperintahkan menyerbu lawan sebelum matahari terbit. Atau bahkan, di sore hari serangan bisa dilakukan. Di luar itu bisa jadi justru Jerman yang memulai serangan duluan, mungkin di tengah hari atau mungkin pula setelah senja. Semua serba tak pasti, sehingga tak ada gunanya menanam ekspektasi.
Di Antara Ketidakpastian Itu, yang Absolut Adalah Rindu
Di awal petualangan ini Blake & Schofield sempat sepintas membahas tentang pulang. Kepulangan Blake ke kampung halamannya ternyata harus diundur sampai waktu yang belum ditentukan karena alasan yang juga tidak diinformasikan. Schofield menghibur kawannya itu dengan agak dingin, “It’s easier not to go back at all,” tapi tanggapan Blake juga menunjukkan pemahaman yang sejalan, meskipun agak berat.
Di momen yang lain, Schofield kemudian menjelaskan secara lebih gamblang motif “penolakannya” untuk pulang ke Inggris yang ternyata mengandung sentimen khusus akan takdir yang harus dijalaninya.
Blake: “If I got a medal, I’d take it back home. Why didn’t you just take it home?”
Schofield: “Look, it’s just a bit of bloody tin. It doesn’t make you special. Doesn’t make any difference to anyone.”
Blake: “Yes, it does. And it’s not just a bit of tin. It’s got a ribbon on it.”
Schofield: “I hated going home. I hated it. When I knew I couldn’t stay, when I knew I had to leave and they might never see…”
Bagi Schofield, kepergiannya untuk berperang sudah cukup berat menyiksanya dari awal dengan pemahaman bahwa dirinya tak akan bisa kembali lagi. Saat berpamitan pergi itu ia sudah tidak menutup kemungkinan bahwa dirinya bisa mati dalam tugasnya. Apalagi di tengah perang yang belum jelas kapan selesainya, membayangkan pulang hanya akan menggembosi mentalnya dan juga mempreteli nyalinya pelan-pelan. Bagaimanapun juga dalam perang ia dituntut untuk selalu menumbuhkan energi patriotiknya di setiap kondisi, atau dengan kata lain berani mengorbankan nyawanya demi urusan-urusan nasionalisme yang begitu megah─dan mungkin, sakral.
Tapi Schofield tidak bisa menampik kerinduannya untuk pulang. Rasa itu senantiasa merayapinya saat ia membaca kiriman surat yang datang dari rumah, saat ia melirik sebuah foto keluarga yang tergeletak dalam bunker di parit Jerman, saat ia mengambil foto keluarga Blake yang dilumuri darah dan berjanji kepada kawannya yang sekarat itu untuk menulis surat kepada ibu kandungnya (“Will you write to my mum for me? Tell her I wasn’t scared”). Rasa itu tak bisa ia hindari atau persalahkan karena di sanalah esensi kemanusiaannya terletak, yang membuatnya tetap utuh dan berfungsi sebagai manusia, tetap waras dan hidup di medan perang.
Kerinduan seperti itu terpantik oleh memori atau kenangan yang terus hidup di kepala dan bahkan jadi semakin hidup di tengah peperangan. Kemunculannya menandakan hasrat yang kuat untuk mengakhiri perang, menghapuskannya, dan membuangnya demi mewujudkan kembali dunia yang lebih menyenangkan. Kerinduan itu bukan hanya menggambarkan situasi kehidupan pribadi yang harus terenggut keadaan tetapi juga tentang kebutuhan manusia untuk bisa menjalani hidupnya dalam damai. Karena sekuat apa pun seseorang atau seganas apa pun dia, tetap saja perang adalah neraka absurd yang sulit dihadapi apalagi dihidupi. Maka setelah misinya selesai Schofield pun memilih merebahkan punggungnya ke batang pohon sambil menengok foto anak dan istrinya yang selalu ia bawa ke mana pun.
Dalam perang, mungkin hanya senjata dan amunisinya sajalah yang tak pernah tertarik merindukan perdamaian.    
Tumblr media
oleh: Ikra Amesta
0 notes
iik-hikmat · 7 years
Text
3 pelajaran soal menunggu
Keyakinan
/1/
apa yang paling tabah selain waktu?
katanya, langit ada hingga berlapis tujuh
tapi musim dan cuaca tak pernah bertengkar apalagi mengeluh
Sementara kita, masih percaya dengan jarak yang dihantui makna jauh; kisah
Adam dan Hawa belum cukup bagimu—bagi sepasang manusia, sedang
mempersoalkan kata-kata dan pertemuan serupa langit dan lautan
; mana yang lebih biru
  Keyakinan
/2/
telah kuhitung berapa banyak pertemuan mata kita yang beradu
tanah kerontang, legam awan yang tak kunjung meluap, atau jaring nelayan.
; pelajaran berharap.
angka dalam kalender membunuh dan suka
menentukan nama waktu. membuat aku— di ruang ingatan, sulit
untuk menentukan nama apa yang paling tepat untuk mengartikan rindu
 tahukah, kau? telah kubiarkan mata kaca jendelaku terbuka di setiap malamnya
agar memberitakanku pesan-pesan rahasia yang kautitipkan pada bulan,
lalu airmata kita berbicara, dan berseru
; biarlah menjadi tugas dari waktu
  Keyakinan
/3/
Kelak, jika burung-burung bergemuruh di belantara hutan itu
Meramalkan ketakutan—aku
; langit biru. Agar sayapnya mengerti arah jalan
Puisi ini yang membuat waktuku selama berjam-jam lamanya terasa tidak ada artinya sama sekali.
Selamat kepada Anda (puisi itu) yang telah lolos dari tahap seleksi dengan sekian banyaknya peserta.
Selamat kepada Anda (puisi itu) yang telah memberikanku kesempatan berharga untuk bertemu langsung bersama penyair kebangaan tanah air: Jokpin. 
Selamat bertemu nanti, Guru, dalam kelas puisi bersama Jokpin di acara Indie Book Corner Festival 2017.
35 notes · View notes
Photo
Tumblr media
Tenanglah Ayah. Selamanya akan istimewa setiap harinya. Tak perlu menunggu hari-hari spesial itu tiba. Kita akan senantiasa mendekap cerita kehidupan ini dalam syukur panjang dan sabar tanpa batas kan? Nuansa yang akan sedikit berbeda ditemui saat enam tanggal dalam setahun terulang. Entah dengan memaksa bangun menjelang tahajjud dan kue sudah didepan mata. Pun saat pagi buta dengan dingin yang masih membekukan badan dan suara nyaring akan ucapan doa-doa yang bahkan tak jelas karena saking rebutan. Atau tubuh yang pasrah ambruk saat dini hari harus merasakan pelukan bahkan saat mata masih belum segar terbuka. Dan tangan yang tergenggam sungguh erat dengan binar mata yang penuh semangat dengan ucapan khasnya. Kita akan tetap riuh begini kan? Tetap saja ada yang akan jelas tampak berbeda. Dengan satu tanggal yang begitu istimewa. Tanggal yang akan sama-sama dinanti. Bukan untuk menyamai, melainkan sarana mempererat dan menumbuhkan kasih sayang. Bersyukur akan indahnya cinta suci yang tercurahkan. Dan momentum paling tepat untuk mengevaluasi yang sudah-sudah, memperbaharui demi kelanjutan semakin baik, dan menegaskan harap dan pelukan yang akan setia menguatkan. Kita akan selalu mempersiapkan saat tanggal ini tiba kan? 19 Juli. Akan menghiasi dengan suasana makan malam yang biasa saja, namun bernilai sangat luar biasa. Bercengkrama dalam tatapan setiap wajah sumringah bahagia dan santapan makan malam pilihan kesukaan. Mengulas memori ingatan lalu akan suka duka yang menorehkan kehangatan dan untaian syukur dalam benak yang hanya mampu tersenyum. Hingga tak terasa sudah 25 tahun bersama, dan terbiasa dengan yang telah sengaja dibiasakan. Kita akan seperti ini terus kan? Ayah dan Mamak terhebat dan tercinta. Maafkan segala tingkah kami yang begitu ingin melihat kalian tersenyum dan bangga memiliki kami. Bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Kami akan selalu mendekap kalian sebagai yang terpenting. Jangan pernah ragukan itu. Ini adalah bentuk bahagia kami memiliki orang tua terbaik sejagad raya. Yang romantisnya tersimpan rapi dan indah. Begitu mesra dalam keheningan dan pengertian. Luar biasa dalam perhatian dan penjagaan. Taukah kalian betapa bangga nya kami memiliki kalian? Maka di pengulangan tanggal istimewa milik kita bersama kemarin, 19 Juli 2017, tepat usia seperempat abad pernikahan kalian, kami berusaha untuk membuat kenangan indah sebagai bentuk kecintaan dan kebangaan yang tak mampu terkatakan dalam lisan pun tulisan. Harap menjadi bagian haru dan penuh syukur saat kita kembali mengingat akan kenangan perjalanan kita. Segenap hormat dan cinta tulus kami, Buah hati dan cinta kalian. Ketua Acara : Doly Ahmad Tarmizi Simanjuntak Dekorasi : Anggita Mawaddah Simanjuntak Konsumsi : Ika Khairunnisa Simanjuntak Transportasi : Tigor Ahmad Thabrani Simanjuntak Terima kasih atas kerja samanya gengs. Kalian berhasil. Terima kasih kapten hebat, Bahnyuk. Kuenya enak tapi kurang banyak coklatnya, Itone. Dekorasinya salah warna balon angka, harusnya warna silver, bukan gold, Dita. Terjadi perlambatan dalam transportasi yang harusnya bisa lebih baik, Ponah. Kita adalah tim yang istimewa. Dan uraian ini hanya sebagai pengingat untuk kalian tertawa mengingat kehebohan kita. Buat Ayah dan Mamak yang menikah diusia yang sama hanya berbeda satu bulan saja, 19 Juli 1992, tetaplah membersamai kehidupan kami. Dari keempat anak Ayah, yang mencintai Ayah dengan walaupun, bukan dengan karena. Selamat tanggal 25 November 2017. Selamat mensyukuri nikmat Allah yang begitu mencintai Ayah hingga usia setengah abad ini. Sayang Ayah banyak-banyak. - JAP-6, mengenang hari istimewa. 25 November 2017
1 note · View note
tanyanamabayi · 5 years
Text
Nama Bayi Perempuan Islami Bulan Oktober Terpopuler
Nama Bayi Perempuan Islami Bulan Oktober Terpopuler
Tumblr media
Nama Bayi Perempuan Islami Bulan Oktober – tanyanama.com. Orangtua mana yang tidak bahagia dengan kelahiran bayi perempuannya? Apalagi di awal bulan yang akan memasuki bulan baru, momen tersebut dapat diabadikan dengan memberi nama sesuai bulan kelahiran yang sebentar lagi akan memasuki bulan kesepuluh.
Nama indah tentu menjadi kebangaan orang tua dan tentunya dapat menambah kepercayaan diri sang…
View On WordPress
0 notes
geliatkata-blog · 7 years
Text
Nad dan Kesederhanaan Mengingatnya
Saya selalu mengingat Nad dalam hal-hal kecil. Dalam seikat bayam atau seplastik wortel, misalnya. Nad tak memakan daging. Ia vegetarian. Sedang saya omnivora. Sebenarnya sedikit agak ribet ketika janjian makan dengan Nad. Ia yang selalu merasa punya hak untuk memilih tempat makan. Saya lebih banyak menyerah. Percuma berdebat dengan perempuan yang punya keinginan sekeras batu cadas. Tapi sering kali pertemuan kami berakhir di warung-warung kaki lima, menu nasi goreng adalah pilihan utama. Dan kebiasaan Nad adalah, memesan nasi goreng tanpa suwiran daging, tapi harus ditambah irisan sawi. "Meskipun kamu itu bukan vegetarian, toh mulutmu tak akan mampu menelan semua menu yang dijual ditempat ini" "Iya, tapi daripada ribet begitu, mbok ya mending kamu cukup pesen lalapan saja. Kubis, timun, daun kemangi sama sambel kan enak, Cuk!" "Ndasmu!" Bicara soal kata makian. Saya dan pacar saling bertukar kata makian. Nad yang tak bisa Bahasa Jawa, saya ajari diksi makian macam: ndasmu, lambemu, jancuk, dsb. Sedang Nad, mengajari saya kata makian "woles" macam: teleque, she-late, dll. Saat-saat selow, kadang saya melakukan kegiatan yang tak bermanfaat. Melamun. Saya sering membayangkan jika saya dan Nad kelak menikah. Tentu uang bulanan bisa kami sisihkan ditabung untuk membayar barang-barang cicilan. Toh Nad hanya memakan sayuran. Jadi saya cukup memborong berkarung-karung wortel atau berikat-ikat bayam saja. Sehingga saya punya banyak uang untuk beli banyak buku. Hehe. Tapi kasihan juga sih, kalau tiap hari melihat ia mengemil wortel sembari duduk nonton tv. Hal lain yang membuat saya teringat pada Nad adalah perjalanan. Ia adalah petualang yang tak mau disebut traveler. Ia telah mengunjungi banyak tempat, saya sendiri lebih suka berdiam diri sambil baca buku. Saya kadang iseng menebak, jangan-jangan ia dilahirkan memang hanya untuk berpiknik saja. Tapi seperti pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Ayah Nad adalah penjelajah. Dalam beberapa album foto keluarga, ayah Nad selalu bangga berpose gagah dengan latar belakang jurang, gunung, atau gumpalan awan. Pada foto-foto tertulis lengkap soal nama gunung, tanggal, bulan, dan tahun kapan beliau mendaki. Maka setiap melihat seseorang lain memakain tas carrier di punggung, ingatan saya selalu menuju pada sosok Nad. Nad telah berjalan dan mengunjungi banyak tempat dibanding saya. Maka saya suka ketika ia melepon lantas bercerita panjang lebar soal perjalanan-perjalanannya. Dengan kebangaan yang tak tertandingi, ia bercerita perihal apa yang ia siapkan sebelum berangkat, ia kesasar, ia salah naik angkutan, bertemu orang-orang baik, punya ibu asuh di beberapa tempat, dsb. Saya memang kadang membayangkan betapa menyenangkannya yang ia lakukan itu. Tapi setiap kali ia mengajak untuk berpetualang bersama, saya lebih sering memilih tidur saja daripada nanti saya malah menyusahkannya di perjalan-perjalanan itu. Beberapa hari ke depan, Nad akan pergi ke Australia. Dua minggu untuk liputan. Sendirian. Saya mencoba untuk tak khawatir-khawatir amat. Karena saya tak sabar untuk menunggu ia bercerita panjang lebar soal perjalanannya kali ini.
0 notes
harianpublik-blog · 7 years
Text
Kata Rizal Ramli Pembelian Pesawat Garuda Ada Kongkalikong Dan Unsur Korupsinya. Ini Dia..
Kata Rizal Ramli Pembelian Pesawat Garuda Ada Kongkalikong Dan Unsur Korupsinya. Ini Dia..
Harianpublik.com – Mantan Menteri Koordinator Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Rizal Ramli mengatakan terdapat unsur korupsi dalam pembelian pesawat Garuda Indonesia long route Air Bus 350 yang sebenarnya hanya cocok untuk rute ke Amerika atau Eropa.
“Jadi banyak permainan duit. KPK sendiri sudah buktikan ternyata memang ada permainan di dalam pembelian dan penjualan pesawat,” kata Rizal saat menjadi pembicara dalam Forum Dialog HIPMI bertajuk “Garuda Indonesia Ditengah Turbulensi” di Senopati, Jakarta, Kamis, (15/6).
Menurut Rizal, Garuda Indonesia merupakan maskapai penerbangan kebangaan Indonesia dengan sejarah panjang. Dari segi teknis telah banyak kemajuan, dan kualitas service premium setara dengan perusahaan penerbangan internasional.
“Tapi, kekuatan ini jadi tertutup karena kesalahan di masa lalu yang terlalu jor- joran dalam membeli pesawat baru yang tidak tepat. Di dalam pembelian pesawat ada sogok menyogok, ada KKN, pemahalan, sehingga akibatnya Garuda Indonesia dikubangi hutang besar triliunan rupiah,” jelas Mantan Menteri Keuangan itu.
Hal- hal tersebut, kata mantan kepala Bulog itu harus segera dibenahi dengan cara mereschedule pembelian pesawat atau dijual ke pihak ketiga.  Dirinya ingin agar Garuda Indonesia fokus untuk meningkatkan pendapatan dari penerbangan domestik dan regional.  Indonesia dikatakannya lebih tepat jika membeli pesawat Air Bus 330 yang lebih efisien dan lebih tepat.
Kemudian, mantan menteri koordinator bidang maritim dan sumber daya ini juga meminta agar komisaris dan manajemen berani menyatakan fakta tanpa ada kepentingan- kepentingan pribadi.
“Dijalur domestik harga tiket Garuda Indonesia itu lebih mahal tapi kualitas lebih baik. Kedua, kami meminta komisaris dan manajemen berani menyatakan kebeneran sesuai fakta yang ada,” kata Rizal.
Dirinya juga mengaku sempat ditentang oleh beberapa pihak atas pernyataan kerasnya, namun begitu Rizal bersikukuh bahwa yang dikatakannya telah melalui proses evaluasi dan analisa.
“Semua yang kita sampaikan itu rasional, telah melalui evaluasi dan analitikal. Dulu saya ngomong begitu banyak yang protes tapi hampir semua yang kami katakan terbukti karena saya tidak asal bicara,” demikian Rizal.
Garuda Indonesia diperkirakan berbagai pihak bisa mengalami kebangkrutan karena omset perusahaan PT Garuda Indonesia (Perseo) kian susut. Hal ini menyusul kerugian mendalam pada tiga bulan pertama di 2017 hingga Rp. 1,31 Triliun. Tercatat perusahaan penerbangan milik negara ini juga memiliki hutang cukup signifikan yakni hampir Rp 40 triliun. -[kabarviral/rmol] Sumber : Source link
0 notes
Text
Ijinkan Saya Perkenalkan Diri
Ijinkan saya perkenalkan diri, seorang manusia biasa yang menyadari memiliki banyak kekurangan. Anak satu-satunya dari kedua orang tua luar biasa dan istri dari suami soleh kesayangan Allah SWT. 
27 tahun yang lalu, saya lahir di pedalaman Pulau Kalimantan, namanya Kajang. Entah berapa lama dari Kabupaten Sintang, yang saya ingat hanya jalanan di sekitar rumah tidak sebagus yang dibayangkan. Saya lahir di rumah, bukan di puskesmas ataupun rumah sakit. Bapa saya pernah cerita, dulu mereka mau memberikan nama saya Ratih Prahesti Manjari, namun karena kedua kakak sepupu saya sudah ada kata Hesti-nya jadilah diganti dengan nama Ratna Amalia Pradipta.
Sejak saya lahir, Mamah dan Bapa saya mendambakan anak kedua, namun hingga saat ini anak kedua itu tak pernah ada. Jangan bayangkan enaknya menjadi anak satu-satunya, Kesepian yang selama ini dialami menjadikan saya pribadi yang sedikit tertutup dan tidak memiliki banyak sahabat.
4 bulan lalu saya dinikahi oleh seorang pria bernama Reyno Rivelino Duta Muhammad. Pernikahan kami ini memang masih sangat baru, orang bilang masih hangat-hangatnya. Namun, hal yang terjadi begitu luar biasa. Kebahagiaan dan ketenangan hidup yang belum saya dapatkan sebelumnya. 
1 bulan lalu saya keguguran. Hidup memang harus seperti ini, sudah ada jalan ceritanya. Saya kehilangan, saya merasa kurang sekali, dan campur aduk. Namun, berkat orang-orang disekitar yang menghibur, mendoakan, dan memberi semangat, semua itu hilang begitu saja. 
Hari ini saya bersyukur, saya tidak ingin menyesali masa lalu, saya hanya ingin terus diingatkan menjadi manusia yang lebih baik lagi, ingin menjadi anak kebangaan orang tua, istri solehah kesayangan suami, dan ibun yang luar biasa untuk anak-anak saya kelak, dan manusia berguna bagi sesama.
Bandung, 30 Mei 2017
Salam Hangat,
Ratna Amalia Pradipta
0 notes
harianpublik-blog · 7 years
Text
MANTAP... TNI Kalahkan Ratusan Tentara Asing dengan Sehelai Rumput
MANTAP... TNI Kalahkan Ratusan Tentara Asing dengan Sehelai Rumput
Harianpublik.com – Man Behind The Gun. Kalimat itu layak disematkan kepada Serda Woli Hasan, anggota Detasemen Markas (Denma) Markas Divisi Infanteri 1 Kostrad, Cilodong, Depok, Jawa Barat.
Berkat ketekunan dan perjuangan kerasnya, Woli berhasil menorehkan prestasi gemilang dengan menjadi petembak terbaik dalam lomba tembak antar prajurit Angkatan Darat (AD) tingkat internasional, Australian Army of Skill Arms at Meeting (AASAM) yang berlangsung mulai 5-26 Mei 2017, di Puckapunyal Military Range, Victoria, Australia.
Peraih sembilan medali emas dan satu perak untuk kategori perorangan ini, Woli berhasil mengalahkan lawan-lawannya yang dilengkapi dengan teknologi canggih dalam lomba tembak untuk kategori ketepatan jarak jauh dengan sasaran 500 meter.
Menggunakan senapan SS-2 buatan PT Pindad, Woli berhasil menduduki peringkat pertama menyingkirkan 200 peserta dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jepang dan Australia.
“Pesaing kita salut sama kita, rata-rata kita dapat menembak pada saat angin kencang. Mereka menggunakan Win Meter untuk mengukur kecepatan angin sedangkan kita cukup ambil rumput dari bawah, kita lempar ke atas untuk selanjutnya menembak sasaran,” ucapnya.
Meski tidak dilengkapi dengan peralatan canggih, namun kontingen Indonesia berhasil menembak sasaran dengan tepat dan memenangi perlombaan.
“Dari awal biasa latihan di militer kita, kita biasa melihat kecepatan angin itu perlu dengan rumput aja. Jadi untuk seberapa jauh ke bawa angin. Kita bisa ambil kesimpulan, berarti kita harus bidik sasaran kemana. Jadi berdasarkan feeling,” ucapnya.
Karena keberhasilannya dalam menembak, pria kelahiran Kalimantan ini menyebutkan, kalau para peserta lomba tembak dari negara-negara Asia Pasifik tersebut mengakui kehebatan kontingen dari Indonesia.
“Wah begitu saja, dengan cara seperti itu bisa tepat nembaknya, kita (tentara asing) menggunakan alat canggih kurang bagus nembaknya,” ucapnya menirukan pernyataan dari salah seorang peserta lomba tembak.
Pria yang sudah tujuh kali mengikuti lomba AASAM dan pernah meraih predikat petembak terbaik pada 2011 dengan delapan medali emas ini membuka rahasia kesuksesannya menjadi petembak terbaik.
“Kuncinya selain latihan keras adalah konsentrasi karena menembak itu melawan diri kita sendiri bagaimana kita mempertahankan rekor yang kita capai saat latihan,” kata Woli.
Latihan menembak sendiri dilakukan selama dua bulan sejak Maret lalu, mulai dari pukul 07.00- 16.00 WIB di Mako Kostrad, Cilodong, Jawa Barat. Saat istirahat, waktu luang tersebut dimanfaatkan untuk melakukan senam yoga dan membayangkan materi-materi yang akan dilombakan.
“Untuk beregunya saya mendapatkan enam emas, satu perak dan satu perunggu. Senjata yang digunakan, senapan SS-2, pistol G2 elite dan senapan otomatis minimi. Semuanya buatan dari PT Pindad,” ucapnya. 
Untuk menjadi yang terbaik dalam ajang ini, ayah dari dua orang anak ini mengaku harus melewati beberapa tahapan.
“Yang disebut Best of the Best itu, kan ada 200 atlet dari berbagai negara. Dari materi yang dilatihkan saja saya sudah nomor satu, tapi diambil 20 besar. Nah itu dilombakan lagi, dengan sistem gugur. 20 ada materi nembak senjata otomatis, senapan, setelah itu keluar nilai yang lima paling bawah dibuang,” tuturnya.
Tidak sampai di situ, dirinya harus melanjutkan taha selanjutnya. Dari 15 peserta, lima peserta dengan nilai terendah disisihkan hingga menjadi 10 peserta.
“Lalu main lagi, yang empat terendah dibuang, dari enam orang dilombakan, kemudian empat paling bawah di buang. Ketemulah saya dan dari Australia. Tantangannya cuaca dingin. Kalau di kita suhu udara 27 derajat celcius. Kalau di Australia 4-10 derajat celcius. Untuk itu, kita latihan di daerah agak dingin Batu Jajar, Bandung, Jawa Barat,” katanya.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono mengapresiasi keberhasilan yang dicapai tim petembak TNI AD diajang bergengsi tersebut. Sejak berpartisipasi pada lomba tembak AASAM sejak 2005, mulai 2008 menjadi juara umum berturut-turut selama sepuluh tahun.
Pada ajang kali ini, kontingen berhasil meraih 28 medali emas, 6 perak dan 5 perunggu dari 68 medali emas yang diperebutkn. “Bukan suatu tugas yang ringan untuk mempertahankan juara umum, apalagi dinamika di lapangan. Ini menunjukkan betapa tangguhnya TNI AD,” ujarnya.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa TNI AD terus membangun diri menjadi tentara modern menuju World Class Army yang tangguh. Ini juga bagian dari show of force kemampuan prajurit dan alutsista Indonesia yang tidak kalah dengan negara lain sekaligus detterence effect dalam konteks diplomasi militer.
“Semoga ini dapat memotivasi dan melahirkan petembak baru yang meneruskan tradisi kebangaan kita semua bukan hanya TNI AD tapi bangsa dan negara,” tandasnya. [mediabangsaku.com / ici]
Sumber : Source link
0 notes
harianpublik-blog · 7 years
Text
TNI Kalahkan Ratusan Tentara Asing dengan Sehelai Rumput
TNI Kalahkan Ratusan Tentara Asing dengan Sehelai Rumput
TNI Kalahkan Ratusan Tentara Asing dengan Sehelai Rumput
Harianpublik.com – Man Behind The Gun. Kalimat itu layak disematkan kepada Serda Woli Hasan, anggota Detasemen Markas (Denma) Markas Divisi Infanteri 1 Kostrad, Cilodong, Depok, Jawa Barat.
Berkat ketekunan dan perjuangan kerasnya, Woli berhasil menorehkan prestasi gemilang dengan menjadi petembak terbaik dalam lomba tembak antar prajurit Angkatan Darat (AD) tingkat internasional, Australian Army of Skill Arms at Meeting (AASAM) yang berlangsung mulai 5-26 Mei 2017, di Puckapunyal Military Range, Victoria, Australia.
Peraih sembilan medali emas dan satu perak untuk kategori perorangan ini, Woli berhasil mengalahkan lawan-lawannya yang dilengkapi dengan teknologi canggih dalam lomba tembak untuk kategori ketepatan jarak jauh dengan sasaran 500 meter.
Menggunakan senapan SS-2 buatan PT Pindad, Woli berhasil menduduki peringkat pertama menyingkirkan 200 peserta dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jepang dan Australia.
“Pesaing kita salut sama kita, rata-rata kita dapat menembak pada saat angin kencang. Mereka menggunakan Win Meter untuk mengukur kecepatan angin sedangkan kita cukup ambil rumput dari bawah, kita lempar ke atas untuk selanjutnya menembak sasaran,” ucapnya.
Meski tidak dilengkapi dengan peralatan canggih, namun kontingen Indonesia berhasil menembak sasaran dengan tepat dan memenangi perlombaan.
“Dari awal biasa latihan di militer kita, kita biasa melihat kecepatan angin itu perlu dengan rumput aja. Jadi untuk seberapa jauh ke bawa angin. Kita bisa ambil kesimpulan, berarti kita harus bidik sasaran kemana. Jadi berdasarkan feeling,” ucapnya.
Karena keberhasilannya dalam menembak, pria kelahiran Kalimantan ini menyebutkan, kalau para peserta lomba tembak dari negara-negara Asia Pasifik tersebut mengakui kehebatan kontingen dari Indonesia.
“Wah begitu saja, dengan cara seperti itu bisa tepat nembaknya, kita (tentara asing) menggunakan alat canggih kurang bagus nembaknya,” ucapnya menirukan pernyataan dari salah seorang peserta lomba tembak.
Pria yang sudah tujuh kali mengikuti lomba AASAM dan pernah meraih predikat petembak terbaik pada 2011 dengan delapan medali emas ini membuka rahasia kesuksesannya menjadi petembak terbaik.
“Kuncinya selain latihan keras adalah konsentrasi karena menembak itu melawan diri kita sendiri bagaimana kita mempertahankan rekor yang kita capai saat latihan,” kata Woli.
Latihan menembak sendiri dilakukan selama dua bulan sejak Maret lalu, mulai dari pukul 07.00- 16.00 WIB di Mako Kostrad, Cilodong, Jawa Barat. Saat istirahat, waktu luang tersebut dimanfaatkan untuk melakukan senam yoga dan membayangkan materi-materi yang akan dilombakan.
“Untuk beregunya saya mendapatkan enam emas, satu perak dan satu perunggu. Senjata yang digunakan, senapan SS-2, pistol G2 elite dan senapan otomatis minimi. Semuanya buatan dari PT Pindad,” ucapnya.
Untuk menjadi yang terbaik dalam ajang ini, ayah dari dua orang anak ini mengaku harus melewati beberapa tahapan.
“Yang disebut Best of the Best itu, kan ada 200 atlet dari berbagai negara. Dari materi yang dilatihkan saja saya sudah nomor satu, tapi diambil 20 besar. Nah itu dilombakan lagi, dengan sistem gugur. 20 ada materi nembak senjata otomatis, senapan, setelah itu keluar nilai yang lima paling bawah dibuang,” tuturnya.
Tidak sampai di situ, dirinya harus melanjutkan taha selanjutnya. Dari 15 peserta, lima peserta dengan nilai terendah disisihkan hingga menjadi 10 peserta.
“Lalu main lagi, yang empat terendah dibuang, dari enam orang dilombakan, kemudian empat paling bawah di buang. Ketemulah saya dan dari Australia. Tantangannya cuaca dingin. Kalau di kita suhu udara 27 derajat celcius. Kalau di Australia 4-10 derajat celcius. Untuk itu, kita latihan di daerah agak dingin Batu Jajar, Bandung, Jawa Barat,” katanya.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono mengapresiasi keberhasilan yang dicapai tim petembak TNI AD diajang bergengsi tersebut. Sejak berpartisipasi pada lomba tembak AASAM sejak 2005, mulai 2008 menjadi juara umum berturut-turut selama sepuluh tahun.
Pada ajang kali ini, kontingen berhasil meraih 28 medali emas, 6 perak dan 5 perunggu dari 68 medali emas yang diperebutkn. “Bukan suatu tugas yang ringan untuk mempertahankan juara umum, apalagi dinamika di lapangan. Ini menunjukkan betapa tangguhnya TNI AD,” ujarnya.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa TNI AD terus membangun diri menjadi tentara modern menuju World Class Army yang tangguh. Ini juga bagian dari show of force kemampuan prajurit dan alutsista Indonesia yang tidak kalah dengan negara lain sekaligus detterence effect dalam konteks diplomasi militer.
“Semoga ini dapat memotivasi dan melahirkan petembak baru yang meneruskan tradisi kebangaan kita semua bukan hanya TNI AD tapi bangsa dan negara,” tandasnya. [opinibangsa.id / sn]
Sumber : Source link
0 notes