Tumgik
geliatkata-blog · 7 years
Text
Pada Dini Hari Yang Tak Biasa
Rabu dini hari, Nad mengirim pesan di email. Senin kemarin ia sudah berangkat ke Australia. Email itu isinya lebih banyak soal keluhan. Soal kerjaan yang hampir bikin kepalanya mau meledak. Soal syal yang Nad beli di pasar Senen, yang ia percayai milik Audrey Tautou ketinggalan di kos. Semua ia ceritakan. Dipikirnya saya ini costumer servis, apa? Saya sebenarnya ingin sekali mengambil isi email tersebut dengan screenshot, tapi kemudian saya berubah pikiran. Obrolan kami berdua saja lebih banyak pisuhan. Hahaha. Sebenarnya ini bukan hal besar sih. Tapi bagi saya dan Nad yang dipisah jarak, Solo-Jakarta dan sementara ini Solo-Australia, kami masih norak soal beginian. "Kamu kangen aku gak?", Nad menulis pesan itu Ada satu kebiasaan ketika saya mengunjungi Nad di Jakarta. Ketika ia menjemput di stasiun, ia tidak bertanya kabar, melainkan pertanyaan recehan semacam "Kamu kangen aku gak?" itu. Kalau sudah begitu, saya hanya diam. Tapi kemudian saya menoyor kepalanya sambil meledek bahwa ia alay. Pertanyaan semacam itu hanya cocok untuk anak SMA atau kuliahan. Kalau ada seseorang yang mau menjadi bukan hanya pelengkap tulang rusuk melainkan juga sebagai rekan bajak laut, apa iya masih butuh jawaban dari pertanyaan macam itu? "Tenang. Kita masih punya banyak waktu untuk merayakan segalanya", saya mengetik itu untuk balasan Ada jeda. Tapi pertanyaan Nad itu masih menjadi pikiran. Saya dan Nad pernah berpendapat sama, bahwa rindu atau kangen itu sebenarnya hanya remeh temeh tapi cenderung dibesar-besarkan. Ketika berbalas email, saya bukan lagi kangen atau rindu pada si pacar, jauh lebih dari itu malahan. Ada email masuk. Dari Nad. Lagi. "Bener gak kangen aku?" "Embuh, Nad!" "Taek!" "Kangen. Pfttttt. Sepele bener!"
0 notes
geliatkata-blog · 7 years
Text
Nad dan Kesederhanaan Mengingatnya
Saya selalu mengingat Nad dalam hal-hal kecil. Dalam seikat bayam atau seplastik wortel, misalnya. Nad tak memakan daging. Ia vegetarian. Sedang saya omnivora. Sebenarnya sedikit agak ribet ketika janjian makan dengan Nad. Ia yang selalu merasa punya hak untuk memilih tempat makan. Saya lebih banyak menyerah. Percuma berdebat dengan perempuan yang punya keinginan sekeras batu cadas. Tapi sering kali pertemuan kami berakhir di warung-warung kaki lima, menu nasi goreng adalah pilihan utama. Dan kebiasaan Nad adalah, memesan nasi goreng tanpa suwiran daging, tapi harus ditambah irisan sawi. "Meskipun kamu itu bukan vegetarian, toh mulutmu tak akan mampu menelan semua menu yang dijual ditempat ini" "Iya, tapi daripada ribet begitu, mbok ya mending kamu cukup pesen lalapan saja. Kubis, timun, daun kemangi sama sambel kan enak, Cuk!" "Ndasmu!" Bicara soal kata makian. Saya dan pacar saling bertukar kata makian. Nad yang tak bisa Bahasa Jawa, saya ajari diksi makian macam: ndasmu, lambemu, jancuk, dsb. Sedang Nad, mengajari saya kata makian "woles" macam: teleque, she-late, dll. Saat-saat selow, kadang saya melakukan kegiatan yang tak bermanfaat. Melamun. Saya sering membayangkan jika saya dan Nad kelak menikah. Tentu uang bulanan bisa kami sisihkan ditabung untuk membayar barang-barang cicilan. Toh Nad hanya memakan sayuran. Jadi saya cukup memborong berkarung-karung wortel atau berikat-ikat bayam saja. Sehingga saya punya banyak uang untuk beli banyak buku. Hehe. Tapi kasihan juga sih, kalau tiap hari melihat ia mengemil wortel sembari duduk nonton tv. Hal lain yang membuat saya teringat pada Nad adalah perjalanan. Ia adalah petualang yang tak mau disebut traveler. Ia telah mengunjungi banyak tempat, saya sendiri lebih suka berdiam diri sambil baca buku. Saya kadang iseng menebak, jangan-jangan ia dilahirkan memang hanya untuk berpiknik saja. Tapi seperti pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Ayah Nad adalah penjelajah. Dalam beberapa album foto keluarga, ayah Nad selalu bangga berpose gagah dengan latar belakang jurang, gunung, atau gumpalan awan. Pada foto-foto tertulis lengkap soal nama gunung, tanggal, bulan, dan tahun kapan beliau mendaki. Maka setiap melihat seseorang lain memakain tas carrier di punggung, ingatan saya selalu menuju pada sosok Nad. Nad telah berjalan dan mengunjungi banyak tempat dibanding saya. Maka saya suka ketika ia melepon lantas bercerita panjang lebar soal perjalanan-perjalanannya. Dengan kebangaan yang tak tertandingi, ia bercerita perihal apa yang ia siapkan sebelum berangkat, ia kesasar, ia salah naik angkutan, bertemu orang-orang baik, punya ibu asuh di beberapa tempat, dsb. Saya memang kadang membayangkan betapa menyenangkannya yang ia lakukan itu. Tapi setiap kali ia mengajak untuk berpetualang bersama, saya lebih sering memilih tidur saja daripada nanti saya malah menyusahkannya di perjalan-perjalanan itu. Beberapa hari ke depan, Nad akan pergi ke Australia. Dua minggu untuk liputan. Sendirian. Saya mencoba untuk tak khawatir-khawatir amat. Karena saya tak sabar untuk menunggu ia bercerita panjang lebar soal perjalanannya kali ini.
0 notes