Kata adalah kebebasan, dalam batinnya bersembunyi asa dan resah
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Rindu tak memiliki sudut
Ia akan terus berputar bebas
Kemanapun angin membawa
Hingga jauh ia terseret sorot cinta dari mata bulatmu
Ia akan kembali padaku membawa sekantong rindu-rindu yang lain
Dan bercerita gembira tentangmu
Mei 02, 2024 Yogyakarta // 20:32, untuk Bbimong
13 notes
·
View notes
Text
Mencintaimu dengan perlahan
Kunikmati setiap desiran memabukkan itu menjalar hingga ke paru-paru
Jika mencintaimu adalah keabadian,
Maka biar aku berjalan sendiri menuju ranjang bumiku
Mei 1, 2024 - Yogyakarta, kamar kos Ashera
11 notes
·
View notes
Text
Benar, hari ini aku berkabung. Sangat berkabung atas semua yang terjadi. Atas isi kepalaku yang tak kunjung sunyi barang sebentar. Sepi lengang kurasakan di dalam hati. Jalanan terlalu ramai dan berisik. Entah akan seperti apa aku nanti.
0 notes
Text
"Tunggu aku, ya? Nanti aku kembali, jadi kau tak perlu khawatir." Belum sempat selesaii ucapannya, terdengar kereta melintas. Oh, itu kereta yang akan dinaikinya.
"Aku bisa menjamin kesetiaanku padamu." Jawaban yang sudah bisa dikira oleh setiap pasangan dari sebuah perpisahan sesaat. Terdengar seperti bualan, tapi aku tahu jika itu terucap darimu, maka itu adalah sebuah kejujuran yang akan kau tepati. Senyum gigi yang kau tunjukkan padaku hari ini. Sungguh, rasanya tidak rela meninggalkanmu sendiri di sini.
"Benarkah?"
"Kau tak percaya?" Lihat, betapa lucunya kerutan dahimu sampai kedua alismu saling bertemu begitu. Aku pasti akan selalu merindukan wajahmu ini.
"Tidak, sayang." Aku tertawa kecil sambil mencium keningmu. Lihat, aku begitu menyayangimu. "Aku percaya kau akan menungguku, tanpa aku minta. Tolong bersabar sebentar saja, ya?"
"Ah, malas. Tahu sendiri aku bukan orang yang sabaran. Menunggu itu membosankan. Tapi jika itu kau, bisa aku pikir ulang."
Pelukan terakhir.
15 Desember 2023, Lempuyangan
0 notes
Text
Aku kan hanya mau kamu. Di sini. Di pertengahan malam, di jalan Malioboro. Lagi, dan lagi. Kita bisa menjadi sunyi, saling menatap. Gelombang percakapan yang belum dimulai namun saling mengerti dengan bahasa kasih kita sendiri. Memangnya kamu tidak rindu? Atau saat langit menunjukkan warna jingganya dengan apik, dan kita duduk di tepian laut. Ah, orang sekarang menyebutnya dengan golden hour. Ala-ala inggris begitu, biar dikata mengikut tren zaman, biar tidak katrok-katrok banget. Hehehe.
Lalu sekarang kamu dimana? Masih asyik dengan kebisingan otakmu sendiri, ya? Apa kamu lupa? Ya, disayangkan saja gitu, lho. Atau mungkin terlalu banyak kata yang terucap tanpa pikir, soal janji, soal ajakan makan di sana-sini. Ah, soal kencan juga. Kata-kata itu terlalu banyak untuk ikut nyempil di memorimu, kayaknya sih begitu. Agak sedih buatku.
0 notes
Text
menyangkal dan berandai-andai setiap malam. mungkin jika kita tidak mengenal, tak akan ada fase ini di hidup masing-masing dari kita. hanya saja kenyataannya menempur kita dengan itu. dengan penyesalan dan kesedihan. terus begitu sampai kita lelah. sampai kita tak lagi saling menguatkan. sampai tangan kita akhirnya melepas. jemari kita lelah menggenggam penyesalan.
0 notes
Text
Novel ini terlalu menyakiti hatiku. Setiap bab yang kubaca hanya menyisakan rasa sedih tanpa ujung. Setiap kalimat yang tertulis di sana sarat akan penderitaan. Entah, jiwaku hanya terlalu larut pada alur ceritanya. Seperti aku yang membiarkan akal sehatku tenggelam soal cinta. Dan kamu. Lagi-lagi kamu. Yang selalu dirindu tapi tak kunjung menyapa, apalagi menghampiri. Terlalu berharga waktumu untuk diberi padaku walau hanya satu dari sepersepuluh kehidupanmu setiap harinya.
Kekuatan ego membawamu pada kesengsaraan batinmu sendiri. Mengisolasi diri dariku. Tak ingin mengacaukan cerita, namun tanpa sadar telah menulis akhir cerita. Entah akan bahagia atau dengan air mata cerita itu nantinya, namun satu yang pasti. Kau yang menggali kubur untuk hatimu sendiri.
0 notes
Text
seribu kali pun aku mengeluh, tak akan pernah mengubah kenyataan bahwa aku akan mengalami segala hal yang seharusnya terjadi
andai aku bukan aku, jika dengan perasaan yang sama, dengan tekad dan ketakutan yang sama, semua itu sia-sia
dengan apapun aku menjelma, aku hanya akan menjadi aku
aku hanya akan menjadi aku
aku selalu mendapati persoalan yang sama
dan aku akan selalu berpijak pada bumi yang sama
tanpa mau menyisi belahan yang lain
tanpa mau berpikir jika sesmesta ini tidak hanya bumi
dan kamu.
3 notes
·
View notes
Text
Berat, ya? Enggan mengakhiri, tapi terlalu sulit untuk melangkah maju. Berdiam diri, takut semakin tenggelam. Ternyata gak mudah ya untuk bisa bertahan?
1 note
·
View note
Text
kepada jiwa-jiwa yang patah, semoga segera kau temukan cara untuk menyusun kembali kepingan-kepingan itu. Mungkin tak bisa menyatu sempurna, selalu terpampang jelas retakan-retakannya. Setidaknya kau sudah berusaha untuk menjadi seperti semula
6 notes
·
View notes
Text
kukira benar tak ada resah di jam-jam sore sambil menunggu yang dicintai pulang.
nyatanya malah resah di pertengahan malam, bangun dengan mata sembab
0 notes
Text
Manusia akan benar berpulang saat ia mati. Terlelap berselimut bumi, memandang langit. Sebagian tersenyum, sebagian menyesali segala perbuatannya. Aku kapan?
6 notes
·
View notes
Text
Mau bagaimana lagi? Kan sudah lama tak pernah menyambangi sini, pun sudah tak tahu lagi bagaimana keadaan terbarunya. Maksud hati akan setiap hari berkunjung, sedikit banyak akan ada cerita baru. Namun kenyataan telah membawaku berlari terlalu jauh. Aku telah kehilangan banyak hal untuk ini. Aku merasakan kehilangan, namun aku menyangkalnya. Sampai aku tak tahu sudah sejauh mana kehilangan itu.
1 note
·
View note
Text
barangkali ada yang terpendam
barangkali kata tak sampai itu telah melenceng begitu jauh
barangkali segala suatu yang mengkhawatirkan datang
dan barangkali rerasa takut bukannya layu malah subur tumbuh di jantung
akibatnya,
esok tak ada lagi detak mengiringi
0 notes
Text
tetapi bait puisiku tak ingin mematahmu
syairnya terus menjelma menjadi rindu
sampai ketika matahari jatuh di haluan barat
dan siang berganti malam
pukul tiga pagi aku mengingatmu
1 note
·
View note
Text
"Kau kan kemarin sudah janji mau bawa aku ke kota seberang dengan kereta uap itu. Pukul tiga sore keberangkatan kita, dan aku sudah berada di stasiun sejam yang lalu!" Ani menghela napas, menahan amarah yang sudah mencapai ubun-ubun. Sebisa mungkin ia tak meninggikan suara pada lelaki tersayangnya itu.
"Maaf," satu kata penyesalan yang bisa terucap dari mulut Wadya. Jurus andalan yang selalu bisa meruntuhkan rasa kesal Ani, wajah memelas dan kedua mata bulat hitamnya selalu menyentuh perasaan iba Ani. Ani tahu bagaimana sulitnya menjadi orang yang tepat waktu untuk Wadya. Rasanya Ani ingin mengamuk pada bos tua Wadya, sebab selalu ada pekerjaan tambahan yang diberikan untuk kekasihnya itu di lima menit terakhir kepulangan Wadya.
"Kereta kita sudah melaju. Mau tak mau kita harus menunggu lagi. Masih ada waktu sekitar tiga puluh menit sebelum kereta selanjutnya." Tepukan pelan di kepala Wadya membuatnya kembali tersenyum. "Kau sudah makan? Aku sengaja membuat sandwich sebelum berangkat. Aku sudah menduga kau akan terlambat dan perutmu pasti benar-benar kering kerontang, hahaha." Lihat , kan? Belum ada semenit juga Ani sudah tidak marah. Dia tertawa seperti tak terjadi apa-apa.
"Ayo, suapi aku!"
Malioboro, kamar kos bunga lavender
0 notes
Text
Mau gimana lagi? Mulut manusia itu manis sekaligus pahit. Manusia juga sarangnya rasa kecewa. Mau kamu korban atau pelaku, yang mirisnya ketika jadi pelaku selalu pura-pura gak tahu. Pura-pura jadi korban, karena berada di posisi sebagai korban adalah posisi paling enak. Penuh dukungan dan simpati yang bakal didapat. Jadi jangan heran aja kalau di dunia ini masih banyak manusia playing victim, karena semenguntungkan itu berada di posisi demikian.
10 notes
·
View notes