Text
Cokro Manggilingan -1-
Ia kembali, berjalan mendekati Mara yang sedang ia rendam dalam sebuah kubangan air raksa. Mara sedang tertidur, ia berdiri disisi kolam, berdesis pada Mara. Mara masih menutup matanya, hanya kepalanya saja yang terlihat, yang lainnya terendam dalam kubangan air raksa tersebut. Ia memicingkan matanya, ia masih melihat kalung gaibnya masih terpasang di leher gadis itu. Sudah 7 tahun, waktu dunia buatannya, sudah selama itu ia mengurung anak perempuan tersebut. Umurnya sudah 18 tahun. Hubungan mereka berdua sudah tidak seperti hubungan penculik dan korbannya, mereka berdua sudah dapat berkomunikasi layaknya dua mahluk yang terkurung dalam dunia eksternal. Selama 7 tahun juga Kalla telah melatih Mara untuk menjadi Monster pembasmi masal.
Ia mengangkat tangan kanannya perlahan, membentuk sebuah meja dari tanah dengan sihirnya. Ia membawa dua buah plastic, sambil mengomel sendiri ia menumpahkan semua isinya di atas meja itu. Ya, ia baru saja turun ke Bumi dan mengumpulkan banyak sekali pakaian wanita untuk Mara. Selama 7 tahun, Mara hidup di dunia ini tanpa mengenakan sehelai benang pun. Ia memilah semua jenis pakaian itu, mulai dari pakaian dalam, atasan, bawahan sambil terus mengomel mengapa manusia membutuhkan pakaian. Ia membalikan badannya mengangkat tangan kanannya lagi, menerbangkan Mara yang masih saja tertidur di kubangan dan meletakan tubuh gadis itu di atas meja.
Ia meletakan kaus di bagian atas tubuh gadis itu, kemudian meletakan sehelai rok di bagian bawahnya. Mencari-cari jenis pakaian yang lain, ia kebingungan, karena tampaknya masih ada jenis pakaian yang terlupakan. Ia mengomel sendiri lagi, dan menghempaskan Kaos dan rok di badan Mara. Ia mencoba kali kedua, ia meletakan sehelai pakaian berbentuk segitiga pada pinggul Mara, ia menjentikan jarinya, ia tahu apa gunanya Pakaian berbentuk segitiga itu. Meletakan sebuah jaket di tubuh bagian atas. Ia memperhatikan sebentar, ia kembali mengomel, kali ini lebih kesal dari sebelumnya. Ia menghempaskan lagi apapun yang ada di atas tubuh mara. Sambil mengomel ia berjalan mengitari meja tersebut. Ia tidak mengerti cara berpakaian manusia di zaman yang ia pilih. Zaman ini jauh lebih sulit daripada zaman saat ia menculik mara. Tata busana berantakan dan tidak bermakna, keluh Kalla. Tidak ada sinjang, tidak ada gamparan, ia melanjutkan keluhannya. Adhimukhyabhusana sudah dilupakan semua orang. Semua orang berbusana dengan keinginannya sendiri tanpa ada pakem yang mengatur tata busana mereka. Di jaman ini, wanitanya ada yang nyaman menunjukkan kulit mereka, ada juga yang menutup rapat tubuh mereka, ia kebingungan memilih mana yang cocok untuk Mara.
Tapi ia tetap yakin bahwa pilihan waktunya tidak salah. Jaman ini adalah jaman yang paling lemah menurutnya. Dimana rakyat jelata dapat berdebat tentang keputusan Raja. Patih - patih kerajaan tidak tahu apa yang harus mereka kerjakan. Dan Raja sulit untuk mengeluarkan Titahnya sendiri. Ia tertawa seperti srigala yang tersedak, generasi ini meminggirkan segala keghaiban, dan hanya manusia-manusia yang gila harta, tahta, dan wanita yang mengejar-ngejar keghaiban. Bahkan memujanya lebih daripada mereka memuja Hyang. Adapun yang tetap memuja Hyang, memujanya untuk meminta harta, tahta dan wanita. Kaum Manusia yang jujur dan bijak, memilih untuk hidup di bawah permukaan. Tidak berani memunculkan dirinya sendiri, karena sudah banyak orang-orang dari kaum itu yang kalah tergoda oleh nafsu saat berada permukaan. Sedangkan yang dapat menahan nafsunya dan berjiwa ksatria, hangus digulingkan oleh kaum yang tidak berpihak dengannya. Kaum yang berpihak hanya diam, pasrah akan keadaan jamannya sendiri, berharap agar Hyang menyelamatkan kamu mereka masing-masing.
Kemarin ia sempat mencoba, membuka gerbang, menunggu sebentar lalu menutupnya kembali. Ia harus memastikan terlebih dahulu, bahwa kedua dunia tersebut masih saling benci. Perkiraannya tepat kedua dunia itu masih saling membenci, melupakan hal-hal yang baik di masa lampau sebelum mereka terpisah. Tapi manusia belum melupakan keajaiban-keajaiban masa lampau, mereka menyebutnya dengan legenda, mitos atau cerita rakyat. Ia melompat kegirangan bila akhirnya mereka tahu bahwa hal-hal yang mereka ceritakan itu adalah hal yang nyata. Kalla menahan tawanya, ia tidak ingin membangunkan Mara yang masih terlelap. Awal rencananya ia sudah bangun dengan rapih, skenario-skenario tiap babaknya sudah terpatri paten di otaknya. Empat wajahnya berganti-ganti lebih cepat dari sebelumnya, tanda bahwa ia sangat percaya diri.
Sedikit ini kesana, sedikit itu kesana lalu semuanya akan sempurna. Dan saat kedua dunia itu bersatu, ia menoleh ke arah Mara, di saat itu ia akan mengeluarkan kreasi hebatnya. Monster penghancur masal yang pernah ada, dan tugas Kalla akhirnya usai. Ia memandangi tubuh Mara yang terlentang. Hidungnya berdesing, ia mendekati tubuh itu, menaiki meja, dan mengamati setiap lekuk Mara dekat-dekat. Anak ini sudah dewasa, meringis saat mendapati saat bibir anak itu yang berubah menjadi lebih padat, menggeram saat sadar bahwa payudaranya sudah sebesar buah apel serta putingnya yang menjadi berwarna merah muda. Lalu kemudian turun ke arah kemaluan Mara yang sudah tumbuh rambut, mengendus area sensitive itu dekat sekali. Matanya terbelalak, kemudian mengaum seperti harimau kesakitan.
Mara terbangun karena terkejut.
“ Seharusnya aku mengambil seorang anak laki-laki!” Kalla berteriak keras sekali. Mukanya tampak menyeramkan. Mahluk ini marah luar biasa. Keempat wajahnya seiring berganti tampak saling berdebat dan memaki. Beberapa detik ia menatap Mara tajam-tajam, kemudian menghilang.
Sebelum menghilang, Mara sempat berteriak pada Mahluk menyeramkan itu. Ia berdecak saat Kalla berpendar di hadapannya. Ia memperhatikan sekelilingnya, benda-benda yang tercecer berantakan. Diambilnya satu-satu kemudian ia mulai mempelajari semuanya. Ia baru kali ini menyentuh hal seperti ini, dan baru kali ini juga Kalla membawa hal-hal seperti ini. Ia menyentuh, mengamati, menciumi benda-benda tersebut, lalu mencoba mengetahui rasanya dengan menjilati. Tak lama, Ia akhirnya mengetahui fungsi benda-benda ini. Ini adalah pakaian untuk menutup tubuh. Dulu ia hanya memakai kain bergambar bunga saat Kalla menculiknya, pakaiannya , tidak berbeda dengan anak-anak yang seumuran dengannya dulu. Dan di antara benda-benda ini, sama sekali tidak ada kain. Ia menyusun benda-benda itu satu-satu agar ia dapat memahami fungsi masing-masing. Namun tiba-tiba perutnya merasa sakit, penyakitnya kambuh, sudah lama sekali ia mempunyai penyakit ini, entah dua tahun lalu atau tiga tahun lalu, di dunia ini ia tidak dapat mengerti satuan waktunya. Ia meringis kesakitan, lalu ia menyentuh kemaluannya, dan seperti yang sebelum-belumnya, ia mendapati darah yang keluar dari kemaluannya.
0 notes
Text
Notorious Minutes
Ia mengintip dari balik tirai untuk melihat siapa sebenarnya yang dari tadi terus saja mengetuk-ngetuk pintu rumah. Ketukan yang terus menerus tersebut mengganggu tidurnya siang itu, padahal ia baru saja pulang dari kegiatan padatnya dari pagi-pagi buta dan berniat untuk menghabiskan sisa hari ini dengan tidur atau juga bersantai-santai di kamarnya. Ia tidak sedang menunggu seorang tamu jadi sudah pasti seseorang yang kini sedang mengetuk pintu bukanlah tamunya. Sekian menit ia memperhatikan orang tersebut, akhirnya sepertinya ia mengenal wajah dari pemuda itu. Pemuda itu adalah seorang teman dari Suci yang adalah teman serumahnya.
Tahun lalu, ia dan Suci, keluar dari kostannya dan memutuskan untuk mengontrak sebuah rumah untuk mereka berempat. Mereka berempat sudah menyelesaikan kuliahnya masing-masing dan sudah bekerja. Ia melihat jam yang menunjukan pukul tiga siang, sedangkan biasanya Suci baru pulang pukul enam sore. Tapi tentu saja ia tidak bisa terus membiarkan pemuda itu terus saja mengetuk pintu rumah. Dan sepertinya juga pemuda itu tidak berniat untuk pergi walau sudah hampir lebih dari lima belas menit ia mengetuk pintu rumah.
Ia merapikan pakaiannya sebentar, bercermin pada pantulan jendela untuk merapikan rambutnya lalu membuka pintu rumah. Kali ini ia dapat dengan jelas melihat bagaimana pemuda itu sebenarnya. Ia yakin bahwa ia belum pernah bertemu langsung dengannya walau ia amat yakin bahwa pemuda ini adalah seorang dari teman SMA Suci. Ia dapat mengenalinya dari sebuah foto SMA Suci yang terpajang di kamarnya. Ia sebentar memperhatikan penampilan pemuda ini seluruhnya, pemuda ini tampak resah sekali sepertinya ia memang benar-benar butuh untuk segera bertemu dengan Suci.
“ Sucinya belum pulang.” Sambutnya ramah. “ Atau kamu mau tunggu dia sampai dia pulang?”
Pemuda itu hanya menggaruk-garuk kepalanya kikuk lalu menjawab, “ Boleh saya menunggunya di sini?”
Ia tersenyum lalu menganggukkan kepalanya sambil mempersilahkan pemuda itu untuk masuk dan duduk di ruang tamu rumah. Saat ini hanya ia saja yang sedang berada di rumah, dan sebagai tuan rumah yang baik tentunya ia tidak bisa untuk meninggalkan pemuda itu sendirian saja di ruang tamu. Sebentar lagi juga sepertinya Suci pulang, dengan keadaan pemuda itu yang terlihat sangat resah maka tentunya Suci akan segera bergegas untuk pulang. Ia duduk di hadapan pemuda itu sambil terus memperhatikan pemuda itu baik-baik.
“Kamu tahu apa terjemahan dari broken-hearted?” pemuda itu bertanya.
Ia terkejut dengan pertanyaan pemuda itu. Mereka berdua sama sekali tidak saling mengenal, lalu kenapa pemuda itu bisa bertanya hal seperti itu kepadanya. Ia tertegun sejenak sambil terus memperhatikan pemuda itu yang dari tadi sama sekali tidak memandang ke arahnya, Ia masih terus berpikir apa maksud dari pertanyaan itu, ia amat yakin kalau sebenarnya pemuda itu sendiri tahu jawaban dari pertanyaannya sendiri. Atau mungkin ini adalah cara pemuda itu untuk memulai pembicaraan pada seseorang yang belum ia kenal. Bila itu benar, ini benar-benar cara yang aneh untuk memulai sebuah topik pembicaraan.
“Broken-hearted itu kan artinya patah hati.” jawabnya dengan nada ragu.
“ Kalau heart attack?” balas pemuda itu langsung.
“ Serangan jantung.” Ia kembali menjawab dengan nada ragu. Ia masih kebingungan maksud pemuda itu membahas hal seperti ini.
Pemuda itu menyandarkan tubuhnya, menarik nafas panjang lalu kembali bertanya, “ Jadi terjemahan dari heart itu, menurut kamu Hati atau Jantung?”
Ia memicingkan pandangannya pada pemuda itu. Ia rasa pemuda yang ada dihadapannya kini adalah seorang yang cukup aneh. Tapi ia malah jadi berpikir tentang pertanyaan pemuda itu. Apa sebenarnya terjemahan yang benar dari Heart? Apakah jantung atau hati? Ia belum pernah terpikirkan akan hal itu sebelumnya. Dan saat ini ia baru sadar akan kejanggalan dari hal itu. Ia kembali memperhatikan pemuda tersebut, mulai dari sepatu kanvas birunya sampai potongan rambutnya yang sangat rapih. Lalu terlintas dalam benaknya apa sebenarnya yang dapat membuat pemuda itu bisa begitu resah.
Ia tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut, lalu ia jadi berbalik tanya, “ Kalau menurut kamu, Heart itu jantung atau hati ?”
Pemuda itu tertawa kecil sejenak lalu menjawab, “ Karena itu Bahasa Inggris, maka ada baiknya kalau kita mengikuti makna sebenarnya dari mereka, yaitu jantung. Hati itu bahasa inggrisnya liver bukan heart.” Memandang ke arahnya sambil kembali melanjutkan, “ Lucu ya? Kenapa orang kita jadi menerjemahkannya hati.”
Ia membalas tawa pemuda itu pelan. Ia merasa ini merupakan cara yang paling unik untuk memulai sebuah pembicaraan dengan seseorang yang baru dikenal. Pemuda ini benar-benar aneh, ujarnya dalam hati. Pemikiran pemuda tersebut benar, jadi selama ini, kebanyakan orang salah mengartikan makna dari heart. Jadi selama ini gambar hati yang sering ia lihat dan gambar bukanlah gambar hati melainkan gambar dari jantung. Ia jadi ikut tertawa sendiri sembari berpikir mengapa selama ini dirinya dan kebanyakan orang lainnya jadi salah menerjemahkan kata Heart.
“ Apa jenis binatang yang jadi favorit kamu?” pemuda itu kembali mengajukan pertanyaan yang tak kalah anehnya dari pertanyaannya yang pertama.
Ia berpikir sejenak lalu dengan nada ragu menjawabnya sambil sedikit menatap pemuda itu, “ Jerapah.”
Pemuda itu mengernyitkan matanya, lalu berujar,” Jerapah? Kenapa kamu bisa suka jerapah?”
Ia mengangkat kedua bahunya sambil menjawab, “ Gak tahu. Suka aja. Bentuknya yang aneh mungkin.”
“ Jerapah.” Ujar pemuda itu lagi. Lalu ia diam sejenak sepertinya untuk berpikir kemudian kembali melanjutkan, “ Menurut saya jerapah salah mengambil keputusan dalam proses evolusinya. Sombong. Jerapah itu contoh sosok yang menjadi kesulitan karena kesombongannya sendiri.”
“ Kenapa bisa begitu?” ia sedikit terusik oleh analisa pemuda tersebut.
“ Coba kamu perhatikan. Saya yakin proses evolusi jerapah yang adalah memanjangkan lehernya itu agar ia dapat mencapai makanan yang ada di puncak pohon. Seperti pucuk daun atau buah-buahan. Sepertinya ia tidak mau makan rumput seperti herbivora kebanyakan.” Tertawa sinis sebentar lalu lanjutnya,” Tapi jerapah melupakan sesuatu. Air itu berada di tempat yang rendah. Kamu pernah melihat bagaimana sulitnya jerapah untuk minum?”
“ Ngaco!” debatnya segera. “ Mana mungkin evolusi bisa salah? Evolusi itu proses untuk bertahan hidup. Kalau evolusi jerapah salah, harusnya jerapah sudah punah sejak lama. Saya yakin dulu itu pasti banyak curug, jadi jerapah itu gak perlu minum dari sungai. Dia tinggal minum dari curug saja, jadi kan gak perlu repot buat dia.” Sambil memandang wajah pemuda itu yang kini juga sedang memandangnya, ia bertanya, “ Kalau kamu apa ?”
“ Kuda Nil.” Jawabnya pendek.
“ Kenapa?”
“ Alasannya sederhana. Kuda nil itu binatang darat yang paling kuat tapi kuda nil tidak pernah tampil mengintimidasi. Kuda nil tidak pernah tampil sok gagah atau sok menyeramkan. Dia hanya diam saja terus berendam makan dalam sungai. Gak pernah nunjukin kekuatannya. Raja hutan mungkin saja sebuah titel untuk singa tapi semua penghuni hutan juga tahu siapa yang paling kuat sebenarnya.”
Ia tertawa kecil sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia kemudian kembali berujar pada pemuda itu, “ Oh, jadi menurut kamu itu, jerapah itu binatang yang paling sombong sedangkan Kuda nil itu adalah yang paling rendah hati. Benar-benar sebuah kontradiksi ya?”
Pemuda itu juga langsung ikut tertawa setelah mendengar perkataannya tadi. Di sela-sela tawanya ia berujar, “ Kamu habisnya aneh. Suka kok sama jerapah. Harusnya kamu tuh sukanya sama panda, lumba-lumba atau sama binatang lain yang lucu, bukan sama jerapah.”
“ Dan kamu pikir suka sama kuda nil itu bukan hal yang aneh?”
Pemuda itu menyambut dengan tawa yang lebih lepas dari sebelumnya, lalu berkata, “ Siapa nama kamu?”
“ Nama saya Anne.” Jawabnya ramah sambil tersenyum,” Nama kamu siapa?”
“ Nama saya gak penting.” Jawab pemuda itu santai.” Kalau kamu ketemu saya di jalan, panggil saya “Hey” saja, pasti saya noleh.”
Ia tertegun untuk beberapa saat. Belum pernah selama hidupnya ia mengalami proses pengenalan yang seperti ini. Jelas-jelas tadi pemuda itu yang bertanya siapa namanya, namun setelah ia memberitahu namanya, pemuda itu menolak untuk memberitahu siapa namanya sendiri. Ia tidak tahu apakah pemuda itu tidak tahu tata karma atau pemuda itu benar-benar sosok yang aneh. Atau mungkin saja, keresahan pemuda itu yang membuatnya melupakan kesopanan dalam berkenalan.
“ Kalau begitu saya akan kamu panggil Che saja.” responsnya dengan nada yang tidak kalah santainya dengan pemuda itu.” Kalau saya panggil hey, semua orang pasti ikut noleh. Kalau che kan jadi lebih personal.”
Baru kali ini sepertinya pemuda itu meresponsnya dengan serius, ia mengernyitkan matanya sambil berujar, “ Che? Che, seperti Che Guevara?”
“ Iya. Supaya kamu kelihatan keren. Che itu Bahasa Argentina yang artinya Hey.”
Tiba-tiba seseorang membuka pintu dan memasuki rumah, awalnya ia menyangka Suci yang datang tapi ternyata ibu yang datang. Ibu tersenyum memandangnya dan menunjukkan mimic muka yang sepertinya bertanya siapa pemuda yang sedang duduk di ruang tamu sekarang.
Anne menyadari hal itu, ia berdiri lalu berujar pada Ibu, “ Kenalin Bu, Ini temannya Suci.”
Pemuda itu berdiri lalu menghadap Ibunda Anne, menjabat tangannya lalu memperkenalkan dirinya. “Hello! Panggil saja saya Che.”
Ibu tersenyum manis sejenak, “ Che? Hmm, keren ya? Saya ibunya Anne.”
Ibu mengangkat kedua alisnya ke arah Anne saat pemuda itu kembali untuk duduk. Anne sepertinya langsung tahu bahwa ibu penasaran dengan pemuda tersebut, lalu ikut duduk dengan mereka berdua di ruang tamu. Ia sudah dapat meramalkan bahwa mulai sekarang pembicaraan akan didominasi oleh Ibundanya tersebut. Ia hanya tertawa dalam hati melihat gelagat Ibundanya tersebut, rasa ingin tahu ibunya tidak pernah surut akan siapapun laki-laki yang ada di sekitar putri sematawayangnya, Maklum Anne tidak pernah sekalipun berpacaran ataupun dekat seumur hidupnya.
Dalam hatinya pun ia ikut terhibur saat pemuda itu mengenalkan dirinya pada ibu sebagai Che. Nama panggilan yang baru diberikan olehnya. Ia memandang wajah pemuda itu sekali lagi, lalu merasa sepertinya nama panggilan itu yang akan dipanggil oleh dirinya pada pemuda itu walau nanti ia akan mengetahui nama pemuda itu sebenarnya dari Suci. Namun tak lama, ia tersadar bahwa dari tadi ia tidak menjadi seorang tuan rumah yang baik bagi tamunya itu. Dari tadi ia belum menyajikan minuman bagi tamunya tersebut. Sejenak ia meninggalkan pemuda itu dan Ibu di ruang tamu, sedangkan dirinya menuju dapur untuk menyiapkan minuman untuk mereka bertiga.
Sepuluh menit kemudian ia kembali duduk di ruang tamu, kini sudah ada tiga gelas sirup lemon di meja. Dan saat ia duduk, ia baru tahu bahwa ada alasan lainnya mengapa ibu seperti sangat tertarik pada Che karena Ibu hendak menawarkan Program Asuransi pada pemuda itu. Ia tertawa geli melihat Ibu yang dengan antusias memaparkan program asuransinya, walau Che sepertinya sama sekali tidak tertarik. Ia terus saja memandang Ibundanya geli. Semenjak bekerja sebagai agen Asuransi, Ibu tidak pernah merasa canggung untuk menawarkan Asuransi pada siapapun yang belum mempunyai sebuah program Asuransi.
“ Jadi masa tua kita akan terjamin bila kita dari muda sudah mempunyai Asuransi jiwa. Asuransi adalah persiapan kita untuk hari tua kita nanti.” Jelas Ibu pada Che.
“ Okay.” Jawab Che pelan, memandang ibu pelan lalu meneruskan,” Bagaimana kalau saya tidak mau tua? “
“ Maksud kamu bagaimana?” balas ibu bingung. “ Semua orang juga tidak ada yang mau jadi tua.”
“ Maksud saya, saya tidak mau mati dalam keadaan tua.” Senyum Che penuh makna. “ Saya tahu asuransi akan menjamin kehidupan saya tua nanti karena akan menanggung segala biaya saya sakit nanti. Jadi anak-anak saya tidak akan direpotkan nanti. “ ia tertawa kecil sebentar, “ Lalu bagaimana kalau saya tidak mau hidup sampai tua?”
Ibunya terdiam sepertinya ia baru saja dikejutkan setengah mati oleh pernyataan Che. Sepertinya selama enam bulan menjadi seorang agen asuransi, baru pertama kali ia mendapatkan sanggahan seperti yang baru saja dikemukakan oleh Che.
“ Mati muda itu anugrah menurut saya.” Tambah Che lagi.
“ Semua orang itu pasti ingin punya umur panjang.” Debat Ibu tidak puas.
“ Umur panjang juga bisa jadi kutukan Bu,” Anne ikut masuk dalam pembicaraan mereka berdua.” Anne pernah punya kenalan seorang lansia yang sekarang umurnya sudah delapan puluh tahun lebih. Dan sampai seumur itu, hampir semua anaknya masih menumpang tinggal dengannya. Sampai seumur itu, ia masih memberi makan keluarga dari pensiunan almarhum suaminya. Kehidupan anak-anak dan cucu-cucunya kebanyakan hancur berantakan.” Ia terdiam sejenak sambil membayangkan lalu kembali melanjutkan,” Aku rasa nenek itu diberi umur panjang karena masih punya tugas berat di dunia ini. Aku tidak tahu bagaimana menurut anak cucunya, tapi menurutku itu hal yang menyedihkan Bu. Dan kasus seperti itu banyak loh?”
“ Jadi kamu juga setuju bahwa mati muda itu anugrah?” Tanya Ibu padanya penasaran.
“ Tidak juga. Malah aku jadi ingin bertanya.” Ia menoleh ke arah Che lalu mengemukakan pertanyaannya,” Jadi kalau menurut kamu mati muda itu anugrah, kisaran umur berapa menurut kamu yang paling pas?”
“ And weirdo attracts weirdo.” Ibundanya mengomel sendiri setelah mendengar pertanyaan tersebut.
“ Umuran kita sepertinya.” Jawab Che dengan santainya. “ Kita masih sangat muda. Secara fisik kita sedang dalam berada dalam masa keemasan dan kita masih belum banyak melakukan kesalahan yang berdampak buruk bagi manusia lain dan dunia.”
“ Jadi kamu ingin mati di waktu dekat-dekat ini?” tanyanya semakin ingin tahu.
“ Sebenarnya tadi pagi saya berencana untuk bunuh diri, tapi tidak jadi.” Jawab Che masih dengan santainya.
Ibundanya sepertinya sangat terganggu dengan pembicaraan ini. Ia berdiri lalu berkata, “ Okay, sepertinya aku tidak bisa mengikuti pembicaraan kalian ini. Jadi sebaiknya aku ke kamar saja sekarang.” Lalu ia bergegas pergi meninggalkan mereka berdua menuju kamar Anne.
Anne hanya tertawa kecil melihat respon Ibunya sendiri.mulai detik ini sepertinya ibu akan menyuruh anne menjauhi pemuda yang baru saja ia kenal. Sebenarnya pun Ia merasa pembicaraan ini sudah semakin ngawur tapi ia ingin tahu lagi kemana pembicaraan ini akan berakhir. Ia ingin tahu apakah yang dikatakan pemuda itu benar atau ia hanya berpura-pura saja. Namun sebenarnya dalam hatinya ia menduga bahwa Che sama sekali tidak mengada-ngada pada segala ucapannya tadi.
“ Kenapa tidak jadi?”
“ Saya tidak mau merepotkan banyak orang.” Che menghela nafasnya sejenak lalu kembali melanjutkan, “ Tadi saya sudah berada di rooftop sebuah gedung dan sudah siap untuk melompat. Tapi kemudian terpikir apabila saya melompat di gedung itu banyak sekali pihak yang pasti akan dirugikan. Orang-orang yang bekerja di sana pastinya akan terganggu dan saudara-saudara saya pun pastinya akan terganggu karena proses kematian saya pastinya akan menjadi sebuah pemberitaan sengit.”
“ Alasan yang logis.” Balasnya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.” Kamu tidak ingin mati tua karena tidak mau merepotkan banyak orang nantinya, jadi tentunya kamu juga tidak mau merepotkan siapapun bila kamu mati sekarang-sekarang ini.” Ia menggaruk-garuk keningnya untuk berpikir sejenak lalu kembali melanjutkan, “ Tapi saya rasa, kapan pun kamu mati. Kamu pasti akan merepotkan banyak orang. Karena kamu kan tidak bisa mengubur diri kamu sendiri.”
Pemuda itu tertawa sebentar sebelum membalas perkataannya, “ Saya sempat berharap kalau Indonesia perang dengan Malaysia. Kalau itu sampai benar terjadi saya rela untuk terjun di garis paling depan.”
“ Kamu tetap akan merepotkan orang yang berada di sebelah kamu pada saat kamu mati pastinya. Mending kalau kamu jadi matinya, kalau tidak? Bagaimana kalau kamu hanya cacat? Kamu bisa jadi beban satu kompi pasukan tuh.”
“ Begitu ya?” Pemuda itu terdiam beberapa saat seperti sedang berpikir.
Ia hanya tersenyum kecil saat melihat tingkah pemuda itu. Sepertinya untuk saat ini, tema untuk mengakhiri hidup terus hinggap di pikiran pemuda tersebut. Ia berpikir sepertinya ada baiknya ia untuk mengubah topic pembicaraan mereka berdua.
Ia mendeham sebentar lalu bertanya pada pemuda itu lagi, “ Sebenarnya apa pekerjaan kamu?”
Butuh beberapa detik bagi pemuda itu untuk kembali focus dan menjawab pertanyaannya. Ia yakin pemuda yang kini sedang ada di hadapannya ini sedang dalam masalah besar. Ia juga cukup yakin bahwa pada saat mengatakan bahwa dirinya pagi tadi berniat untuk bunuh dirinya bukanlah hal yang bohong. Ia menjadi semakin berharap agar Suci segera pulang dan juga ia cukup bersyukur karena Maya sekarang sudah berada di rumah. Ia tidak dapat memprediksi apa yang akan dilakukan oleh pemuda ini bila kekalutannya kembali menguasai dirinya sendiri.
“ Penyiar radio.” Jawab Che pelan.” Kalau kamu?”
“ Saya belum punya pekerjaan. Tapi sekarang sedang menjadi pengajar di sebuah playgroup.”
Che mengeryitkan kedua matanya sambil terus menatap ke arahnya. “ Menjadi pengajar itu sebuah pekerjaan kan?”
“ Menurut saya bukan. Karena saya sama sekali masih jauh sekali dari predikat seorang pengajar. Mungkin menurut kamu saya aneh, tapi menurut saya pekerjaan itu sebuah identitas yang melekat pada diri seseorang itu.” ia diam sejenak saat melihat Che yang wajahnya terlihat bingung.” Simplenya begini. Kita sering mendengar sebutan Popeye sang pelaut atau juga Inem sang pelayan atau kita sekarang bisa sebut Ibu saya dengan sang Agen Asuransi karena dia itu benar-benar antusias dengan apa yang dikerjakannya tersebut. Nah sepertinya saya belum layak mendapatkan sebutan Anne sang Pengajar anak-anak Playgroup. Jadi saya masih enggan menyebutkan itu sebagai pekerjaan saya.” Ia kikuk saat kembali melihat Che yang masih saja melukiskan wajah bingungnya.” Maaf ya. Saya orangnya seperti ini. Ribet. Jadi ngomong-ngomong sekarang sedang siaran program apa?”
“ Program standar. Program yang memainkan dan menceritakan musik-musik dari tahun 90’an. Sebuah program nostalgia sebenarnya.” Jawab Che yang sepertinya tidak mau larut dalam kebingungan dengan membahas persepsi pekerjaan yang ada dalam benak Anne.
“ Kangen juga ya sama era itu.”
“ Hal apa yang paling kamu kangenin?”
“ Mtv Celebrity Deaths Match.” Ujarnya pelan sambil membayangkan acara televisi itu. Dulu hampir pasti ia tidak pernah melewatkan acara itu yang hanya tayang seminggu sekali.
“ Sepertinya saya tahu sekarang kenapa kamu tidak pede disebut sebagai seorang pengajar.” Ujar Che datar.
“ Kenapa?” balasnya langsung.
“ Kamu ini sekarang mengajar dan tentunya bergaul setiap hari dengan anak-anak yang amat kecil. Tapi sekarang ini kamu secara tanpa sadar menyebutkan kalau kamu kangen Mtv Celebrity Deaths Match?” Che membuka kedua tangannya seperti layaknya orang yang merasa keberatan.” Itu acara benar-benar brutal walau ditampilkan hanya dalam bentuk animasi. Tapi itu acara benar-benar brutal. Dan saya yakin pasti kamu dulu rutin menonton acara itu.”
Che berhenti sejenak untuk meminum sirup lemonnya.” Apa dulu saat kamu melamar sebagai pengajar di playgroup itu ada psikotestnya?”
Ia hanya tersenyum simpul setelah mendengar pertanyaan dari Che. Ia tahu bahwa acara televisi favoritnya dulu dan profesinya sekarang sangatlah kontras. Bila informasi ini diketahui oleh para orang tua dari peserta didiknya, tentunya mereka akan merasa khawatir akan keadaan anaknya di sekolah. Walau ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri yang sering kali apabila menghadapi seorang anak yang rewel ingin sekali ia memperlakukan anak itu seperti di acara kesukaannya itu. Tentu saja ia tidak dapat melakukan itu, biasanya ia lampiaskan kekesalannya itu dengan merobek-robek kertas apapun yang ada di dekatnya.
“ Kalau kamu apa yang benar-benar kamu kangenin dari tahun 90’an?” balasnya sambil berusaha menutupi tingkah kikuknya.
Pemuda itu hanya tertawa kecil sendiri sejenak kemudian menjawab, “ Saya kangen pada saat provinsi kita masih dua puluh tujuh.”
Sekali lagi ia tertegun setelah mendengar jawaban dari Che. Pemuda yang sekarang sedang duduk di hadapannya ini benar-benar sosok yang sangat aneh. Selama hidupnya ia belum pernah menemukan ada orang seabstrak Che. Bagaimana ia mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan maupun jawaban-jawaban anehnya? Dan uniknya lagi setiap mengemukakan hal-hal absurd dari mulutnya, pemuda itu dapat mempertahankan mimic mukanya yang datar. Anne menggeleng-gelengkan kepalanya sambil terus memperhatikan Che. Ia tidak mau meneruskan pembicaraan dengan membahas jawaban Che tadi. Menurutnya pasti akan muncul hal-hal yang lebih absurd lagi bila kini mereka berdua membahas tentang Negara, dan untuk saat ini sepertinya ia tidak sedang ingin untuk membahas sesuatu yang seberat hal tersebut.
“ Saya kangen saat-saat Menteri Pariwisata masih Joop Ave. waktu tempuh Jakarta-Bandung yang masih lama dan Taylor Hanson masih jadi seorang perempuan.” Lanjut Che lagi.
Ia sedikit tergelitik pada ucapan pemuda itu yang terakhir, ia terpancing untuk membalas ucapan Che, “ Si Taylor yang vokalis Hanson itu tidak pernah jadi perempuan. Dia lahir sebagai laki-laki dan setahu saya sampai sekarang dia masih laki-laki.”
“ Itu dia sialnya.” Sela Che segera. “ Pada tahun 90’an, Dia itu perempuan di pikiran saya.”
“ Okay, pembicaraan ini jadi sedikit mengerikan untuk saya.” Akhirnya ia berani mengeluhkan perasaannya pada Che.
“ Kenapa?”
“ Begini..” Ia mulai menjelaskan pada Che yang sepertinya ingin tahu, “ Era 90’an pastinya kamu masih remaja. Dan saya tahu apa yang dilakukan kebanyakan remaja laki-laki pada usia remaja. Mengerikan saja untuk saya, memikirkan bila kamu pernah….” Ia menghentikan ucapannya karena ia benar-benar tidak dapat mengucapkan hal yang sebenarnya ingin ia sampaikan pada lawan bicaranya itu.
“ Masturbasi sambil membayangan Taylor Hanson?” Che sepertinya tahu apa yang sebenarnya tadi ingin disampaikan olehnya. Che menarik nafas panjang sebelum melanjutkan perkataannya, “ Sayangnya saya pernah melakukan itu. Tentunya kamu mengerti kan sekarang kenapa saya sangat merindukan tahun-tahun itu.”
“ Iuhh….” Ia merasa jijik benar setelah mendengar itu.” Untungnya karier band itu gak panjang ya? Kamu pasti akan benar-benar tersiksa bila masih sering melihat Hanson sampai sekarang ini.”
Che tertawa sendirian sebentar dan juga sepertinya sambil sedang membayangkan masa-masa itu sedangkan Anne masih saja tidak dapat menyembunyikan rasa jijiknya karena ia pun secara tidak sengaja ikut membayangkan hal tersebut. Pikirannya terus saja menampilkan beberapa cuplikan dari apa saja yang mungkin dapat terbayangkan oleh Che dengan Taylor Hanson. Ia terus saja meringis mencoba menghentikan kerja otaknya yang terus berimajinasi akan hal tersebut. Melihat hal tersebut sepertinya Che merasa terhibur, tanpa sadar volume suara tawanya semakin keras.
“ Jadi sekarang kamu kenapa lagi?” tiba-tiba Suci bertanya dari depan pintu.
Pembicaraan mereka tadi membuat mereka tidak menyadari bahwa Suci telah berada di dalam rumah, dan sepertinya Suci pun tidak tertarik dengan apa yang tadi mereka sedang sengit bincangkan dan tertawakan, sepertinya ia lebih tertarik dengan perihal kedatangan Che ke sini. Ia menatap pemuda itu dengan tatapan mata dan mimic muka yang sangar, Anne langsung tahu bahwa ia tidak lagi layak untuk berada di ruang tamu. Kali ini ia harus meninggalkan Suci dan Che berdua saja. Tanpa sepatah katapun, ia meninggalkan mereka berdua lalu bergegas menuju kamarnya.
Dalam hatinya ia menertawakan betapa sialnya nasib Che sekarang. Ia sangat tahu bagaimana sebenarnya bila Suci marah. Suci punya olah vocal yang luar biasa, gadis itu bisa berteriak-teriak tanpa henti dalam waktu yang cukup lama. Mungkin saja lebih baik bila Che jadi bunuh diri saja tadi pagi daripada mengalami saat-saat mengerikan menghadapi Suci sekarang ini.
0 notes
Text
Semangkuk Peristiwa Kemarin
Apa kita tidak bosan?
Mendengar sastra-sastra Tuhan dicover oleh mulut-mulut ragawi.
Entah benar, entah nyata, yang penting merdu untuk didengar.
Kumpul di sini, kumpul di sana, Fans Club lahir dimana-mana.
Teriakan Nama Tuhan, teriakan saja.
Mungkin Tuhan lebih suka dipuja dengan urat bukan dengan hikmat.
Lupakan semua air mata yang tercecer di sisi kota.
Hitung saja berapa liter keringat yang sudah tercurah.
Lalu pulang ke rumah,
merajuk pada Bunda karena lapar.
0 notes
Text
Love Filamen
Di dalam dunia ada dua jalan,
lebar dan sempit,
mana kau pilih?
Ingat saja nak, lirik lagu itu.
Minta guru sekolah minggumu untuk menyanyikannya terus menerus.
Ayahmu sudah lupa keseluruhannya liriknya.
Tapi sebaiknya kau mempelajari lagu-lagu itu.
Lupakan Nak,
Lupakan semua tonggak-tonggak logika yang ditanamkan mereka.
Hidupmu memang berbeda, tapi bukan berarti tidak lebih indah dari mereka.
Siapa sebenarnya mereka?
Mereka tidak mengenal Pippi LongStocking sebaik dirimu.
Kau hidup dengan penggalan-penggalan paragraph bijak dari Raden Said.
Berbanggalah dengan itu.
Tenang saja nak,
Satu hari nanti, kernyitan mata mereka akan berubah.
Tangan-tangan mereka yang tadinya selalu dilipat di punggung-punggung norma mereka,
Akan bersendra seolah-olah sahabat terbaikmu.
Tidur nak,
Tetap dengarkan lurgee sebagai musik pengantar tidurmu.
Bermimpilah tentang Iguana di Kepulauan Gallapagos.
Karena suatu saat nanti,
engkaulah yang akan bercerita tentang Palung Mariana.
youtube
0 notes
Text
Sengau di Gerbang Utama
“ Gua berani taruhan kalau lo sekarang lagi gak punya agama.” Sabath menyalakan selinting ganja dari bungkus rokoknya dan dengan tanpa rasa was-was menghisapnya, ia tersenyum saat Jojo yang jadi celingak-celinguk mengawasi sekitar mereka. Setelah merasa aman, Jojo menganggukan kepalanya lalu setelahnya Sabath melanjutkan.” Jangan pernah nganggap jelek agama atau suatu agama. Lo boleh membenci pemeluknya tapi lo gak boleh membenci agamanya. Nama agama tuh menjadi jelek karena pemeluk agamanya sendiri. Dan banyak orang yang tidak mengerti itu.” ia membuka tutup botol bir itu dengan giginya lalu mulai meneguknya.” Karena semua agama itu baik. Hanya orang yang kurang mendalami agamanya sendiri yang berani mengatakan bahwa agama lainnya buruk.”
“ Tapi buktinya banyak banget kekacauan yang dihasilkan karena pertikaian agama. Lebih baik kalau dunia tanpa agama aja kan?”
“ Itu karena kedua pemeluk agama yang bertikai itu orang-orang yang paling tolol di dunia. Berdebat masalah perbedaan agama sama saja berdebat bayi siapa yang paling lucu.” Ia menghisap ganjanya lalu meneguk lagi birnya,” Lo bisa bayangin kalau ada dua orang ibu yang baru aja ngelahirin trus berdebat tentang siapa diantara bayi mereka berdua yang paling lucu. Kan perdebatan yang sangat bodoh apalagi kalau sampai berantem. Nah semacam itulah kalau ada dua kubu yang bertikai gara-gara perbedaan agama.”
“ Tapi lebih baik kalau dunia ini tanpa agama. Kan gak akan ada orang-orang bodoh itu.” Jojo tak segan mengambil botol bir yang sedang digenggam Sabath lalu meneguknya.
“ Lo bener, otak kita berbeda sama makhluk-makhluk di sini karena kita punya otak. Ada satu lagi, karena kita punya agama. Itu hak lo kalau lo gak mau milih satu agama yang udah ada. Tapi sebenarnya lo masih punya agama.” Ia melihat sebentar wajah Jojo yang melongo tidak mengerti.” Iya… banyak banget kan orang yang ngaku gak punya agama ? tapi kalau menurut gua mereka tuh punya agama. Yaitu agama mereka sendiri. Misalnya elo nih. Lo ngaku gak punya agama, tapi sebenarnya lo punya agama. Namanya agama Jojoisme, atau terserah lo lah!”
Mereka berdua tertawa setelah Sabath mengatakan hal itu. bahkan Jojo sampai melompat-lompat dari kursinya. Sabath menggenggam bahunya, “ Karena menurut gua, agama adalah suatu cara untuk mendekat pada Tuhan. Jadi asal lo percaya sama Tuhan, lo pasti punya agama. Just take it simple, girl !”
Jojo yang masih tertawa, melompat berdiri dari kursinya lalu membalikkan badannya agar dapat berhadapan dengan Sabath. Kedua tangannya memegang kepalanya, “ Baru kali ini, aku diceramahin tentang Tuhan dan Agama sama cowok gimbal yang pake jaket penuh paku dengan logo anarchy di punggungnya. Trus nyeramahinnya sambil minum bir dan ngeganja! Dan sampai sekarang aku belon tau nama kamu. Hahhh…..” ia menarik kedua tangan Sabath, “ Ayo kita ke kandang kuda Nil, bukannya kamu awalnya pengen kesana.”
“ Nama gua Sabath.” Sabath menurutinya, ia menggenggam botol birnya dan menggendong tasnya sambil digiring Jojo menuju kandang kuda Nil. Di tengah jalan ia bertanya, “ Kalo gua boleh tau, sebenernya lo lagi punya masalah apaan Jo?”. Tapi sepertinya gadis itu berpura-pura tidak mendengar pertanyaannya sambil berlari menuju kandang kuda Nil yang sedang diberi makan oleh penjaganya.
0 notes
Text
Operasi Plastik
Igo, Amir dan John Lee.
Wiraswasta, Pegawai Negeri Sipil dan Macan kampus.
Memang tidak seperti trio punakawan.
Tapi mereka sepertinya bersaudara kok.
Mungkin.
Hidup di sebuah kota yang sepertinya telah kehilangan esensi dasarnya.
Settingnya sih dulu ingin seperti Amsterdam atau New York,
tapi sekarang sudah seperti Springfield yang sedang main gila dengan Bikini Bottom.
“ Kota ini lagi sakit.” Keluh Amir lesu.” Harus cepetan diobatin.”
“Nanti pilih walikotanya yang bener.” Igo menambahkan. “ Kalo ada pilihan yang bener itu juga.”
“ Ckckck… Kota ini sih gak butuh walikota.” sela John Lee santai.” Tapi butuh operasi plastik secepatnya.”
0 notes
Text
The Devil Interview
“ Jadi yang harus aku lakukan, hanya mengikuti perintah anda saja?” tanyaku pada Lucy, wanita yang sudah setengah jam bercakap-cakap dengan diriku.
Wanita necis ini tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya pelan. Aku dapat melihat rasa percaya diri yang luar biasa dari lawan bicaraku ini. Intonasi, gerak tubuh dan tatapan mata tersebut menunjukan bahwa dirinya adalah seorang pemenang. Dan seumur hidupku aku belum pernah menemukan wanita semenarik ini. Seluruh sudut yang ada di dalam dirinya sangatlah sempurna. Tubuh, suara, aroma tubuh bahkan ia seperti mempunyai sesuatu yang menyihirku untuk selalu ingin dekat dengannya.
Katanya tadi, ternyata ia sudah memperhatikanku dari lama. Mengamati bagaimana aku menjalani kehidupanku dan katanya aku sangat cocok untuk bekerja di perusahaan yang dipimpinnya kali ini. Aku amat yakin bahwa perusahaan yang dipimpinnya merupakan perusahaan yang amat besar. Dan untuk seorang sepertiku, kesempatan seperti ini hanya terjadi sekali seumur hidup. Memang Lucy belum menjelaskan apa perkerjaanku dan bergerak di bidang apa perusahaannya. Namun dari penampilannya aku amat yakin bila aku mengikuti wanita ini, hidupku akan berkembang melesat dengan cepat.
Walaupun aku baru bertemu dengannya kali ini, tapi hanya dalam waktu setengah jam ia sepertinya berhasil meyakinkan diriku bahwa aku harus segera menyambut penawaran menariknya. Namun sebelum aku dapat menjawabnya, telepon genggam wanita tersebut berdering lalu dengan segera ia mengangkatnya. Beberapa menit ia bercakap dengan seseorang di ujung telepon, dari intonasi bicaranya, sepertinya orang yang sedang meneleponnya ini adalah seseorang yang sangat diseganinya. Selagi bercakap-cakap ia berkali-kali memandang ke arahku. Aku mengira sepertinya mereka sedang membicarakanku atau mungkin sedang membicarakan perihal lowongan pekerjaan di perusahaan mereka.
Ia menatap mataku, menghembuskan nafasnya lalu berujar, “ Sepertinya sebelum kau menerima penawaran ini, atasan saya hendak bertemu denganmu terlebih dahulu.”
“ Atasan anda?” tanyaku penuh ragu. “ Ingin bertemu dengan saya?”
“ Yup!” balasnya segera.” Sepertinya Beliau tidak mempercayai penilaian saya tentang dirimu. Dia ingin menilai dirimu secara langsung.”
Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Aku rasa, aku bukanlah seorang yang mempunyai hal istimewa apapun. Aku juga yakin seumur hidupku sampai sekarang ini prestasi terbaikku hanyalah pada saat aku memenangkan kejuaraan berpidato pada saat kelas 1 SMP dulu, selebihnya aku hanya orang biasa-biasa saja. Apa sebenarnya yang dilihat oleh perusahan ini?
“ Tenang saja. Tidak usah takut.” Wanita itu mencoba menenangkanku,” Beliau adalah pribadi yang sangat luar biasa. Saya yakin hampir semua manusia yang ada di bumi ini akan berusaha menjadi teman terdekat atasanku.”
Aku berpikir sejenak kemudian kembali bertanya,” Lalu apa yang harus saya lakukan nanti?”
Ia tertawa kecil kemudian kembali mencoba menenangkan ketidak percaya dirianku, “ Beliau sangat baik kok. Tapi ada satu hal yang harus kuingatkan padamu.” Ia diam sejenak, menatapku serius kemudian kembali melanjutkan,” Beliau akan membujuk dirimu agar tidak bergabung dengan timku. Kamu jangan tertipu dengan segala ucapan yang nanti Beliau akan katakan. Beliau hanya ingin menguji integritasmu saja. Hal itu wajar menurutku. Seluruh pegawai kami adalah pribadi-pribadi yang penuh dengan integritas. Setiap dari kami melakukan pekerjaan ini dengan sepenuh jiwa kami. Tak boleh ada keraguan sama sekali.”
Aku menundukkan kepalaku sejenak,berpikir tentunya akan sangat berbeda keadaannya bila atasan wanita ini yang mewawancaraiku sebelumnya. Proses wawancaranya pasti akan lebih serius dan menegangkan dari yang sekarang ini. Walau wanita ini terus berusaha untuk meyakinkanku untuk tenang, namun aku tetap tidak bisa menutupi kegugupanku. Bagaimana tidak aku hanyalah seorang buruh pabrik, bertemu dengan wanita ini saja mungkin merupakan pengalaman yang cukup menegangkan untukku apalagi bertemu dengan atasan wanita ini yang juga pemilik dari perusahaan yang menawarkannya sebuah pekerjaan.
Aku memandang wajah cantik itu sekali lagi. Aku sangat yakin bahwa Lucy sangat berkeinginan merekrutku masuk bergabung ke dalam timnya. Namun aku juga belum tahu bagaimana hasilnya nanti karena semuanya bagaimana keputusan sang empunya perusahaan nantinya. Tanpa sadar tubuh ini menarik nafas panjang sekali lagi, hatiku sangat berkeinginan untuk bergabung dengan wanita ini, namun sepertinya tubuh ini mengenal kapasitas diriku yang sebenarnya. Aku hanyalah seorang pemuda dengan pendidikan yang sangat pas-pasan, bekerja di sebuah cubical kantor yang sempit saja merupakan sebuah fantasi yang luar biasa bagiku apalagi bisa bergabung dengan sebuah perusahaan raksasa seperti yang tadi telah disampaikan. Semua ini tampak tidak nyata untuk seseorang seperti diriku.
“ Jadi kamu tidak usah takut ya!” ucap wanita itu sambil terus tersenyum, “ Beliau pasti melihat bakat terpendam yang ada di dalam kamu. Yang harus kamu lakukan hanyalah menunjukkan tekad untuk segera bekerja bergabung dalam tim saya.”
“ Kapan saya bisa bertemu dengannya?” tanyaku pelan.
“ Kamu tunggu saja. Beliau sendiri yang akan menemuimu nanti.” Jawabnya lembut. Ia berdiri sambil memberikan tangannya.” Sampai bertemu lagi. Besar keinginan saya untuk bekerja sama denganmu.”
Aku segera berdiri lalu menjabat tangan itu. Tersenyum sambil berujar,” Tolong doakan saya. Semoga saya tidak akan mengecewakan anda dan atasan anda.”
Tanpa bicara ia membalas ucapanku tersenyum sambil menatapku yakin. Keyakinannya mudah-mudahan dapat meningkatkan kepercayaan diriku saat berhadapan dengan atasannya nanti. Aku juga yakin bahwa Lucy bukan orang biasa. Umurnya sepertinya seumuran denganku, tapi tingkat kematangannya sungguh jauh dia atas diriku. Kekagumanku meluap-luap saat berhadapan dengannya, bahkan kali ini aku merasa tidak ingin meninggalkannya. Namun sepertinya ia mempunyai tugas selanjutnya setelah ini, sedangkan aku harus mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan atasannya.
youtube
0 notes
Text
Magenta Masam
Dan akhirnya kembali kita berada di dalam ruangan yang sama. Hanya berdua, hanya bertatapan muka, dan hanya bergenggaman tangan. Kau tergeletak di tempat tidur, dan kali ini setelah sekian lama aku kembali menjadi seseorang yang menemani di sisimu. Ada perbedaan kentara antara kita berdua, kau terus saja tersenyum sedangkan aku gugup sambil terus saja menarik nafas panjang-panjang. Bagaimana tidak, aku tidak kuasa melihat selang-selang yang menempel pada tubuhmu dan mesin-mesin besar yang sepertinya sangat penting untuk berada di sekelilingmu. Sebenarnya apa yang telah terjadi denganmu?
Lalu yang membuatku begitu terkejut, mengapa hanya aku saja yang berada di sini? Kemana ibu dan keluargamu? Kemana juga pacarmu? Sepertinya kau mengerti kebingunganku saat kau semakin erat menggenggam tanganku dengan tenagamu yang masih tersisa. Benar, aku masih saja seperti ini dan tentunya kau masih saja dapat mengerti. Kau adalah salah seorang yang paling berpengaruh dalam hidupku. Sampai kapanpun aku tidak dapat memungkiri hal itu dan tentu saja aku akan selalu peduli pada setiap hal yang menimpa pada dirimu.
Belasan tahun sudah terlewati dan kita berdua masih saja seperti ini. Sebenarnya pernahkah terpikir olehmu bila hari itu tidak pernah terjadi? Hari disaat semuanya menjadi berubah. Tidak berubah sepenuhnya memang namun toh tetap saja berubah. Tentunya kau masih ingat saat itu , di saat aku terus memelukmu seerat-eratnya. Saat kita menangis bersama kemudian saling menghibur dan menguatkan diri kita masing-masing. Ingin sekali rasanya untuk mengulang hari itu sekarang. Tahukah kamu, aku pikir kita terlalu naïf dulu. Bagaimana dua remaja belasan tahun mau melepaskan hal yang paling berarti bagi mereka untuk sesuatu yang belum terjadi? Ironis memang, tapi apalah yang kita bisa lakukan sekarang. Semua orang tahu pasti bahwa kita tidak dapat mengulang waktu.
Pernahkah kau coba cermati hubungan kita setelah hari itu. Konsep antara kita berdua memang tidak pernah sama lagi tapi kalau kita bicara soal konten, maka sepertinya tidak ada yang pernah berubah. Kita memang tidak lagi saling bertemu secara intens tapi kita selalu tahu harus berlari ke siapa saat dunia tidak dapat menjadi teman yang baik bagi masing-masing dari kita. Kita berdua selalu ada. Dan seperti yang sering kita lantangkan dahulu, it’s you and me against the world. Seperti biasa aku selalu dapat mengerti bila kau mengajakku berjalan menghantam hujan deras dan sebaliknya kau tetap selalu ada kapanpun untuk memapahku pulang saat aku tidak sadarkan diri.
Tahukah kamu bahwa sampai sekarang ini hanya dirimulah satu-satunya wanita yang rela melakukan banyak hal untukku. Hanya kamu wanita yang pernah menusukkan jarimu ke dalam tenggorokanku agar aku dapat memuntahkan semua cairan kimia yang telah aku minum. Hanya kamu yang mau menemaniku disampingku sampai kesadaranku kembali normal. Lalu kemudian kau membuatkan segelas kopi hitam pahit sambil bertanya ada apa lagi dengan diriku. Aku menceritakan semuanya, lalu hanya dalam hitungan menit kau segera dapat merumuskan solusinya. Dan hebatnya, solusi yang kau rumuskan itu selalu saja berhasil. Hanya kamu yang bisa.
Lucu memang. Semua ini benar-benar lucu. Pernahkah terpikirkan oleh kita dulu, saat itu, bagaimana keadaan kita sekarang ini? Kamu pastinya yang lebih tahu, sedari dulu kau memang selalu yang jauh lebih pintar dariku. Pernahkah terpikirkan olehmu dulu? Karena aku sama sekali tidak pernah memikirkan hal ini. Aku tetap saja aku. Tentunya aku tidak perlu menceritakan bagaimana karakterku ini karena sepertinya engkaulah yang lebih tahu dari diriku sendiri. Yang terpikirkan olehku sekarang adalah bahwa kita tidak bisa melakukan ini selamanya. Apa yang akan kita lakukan setelah ini?
Sejujurnya, aku sudah sangat mudah melupakanmu. Belasan tahun ini aku telah melupakanmu, namun bayangmu akan selalu hadir setiap kali aku merasa sendiri di dunia ini. Keadaan itu tidak sering memang, tapi tetap saja akan selalu ada. Dan maafkan aku apabila saat-saat itu datang, aku selalu hadir mengganggumu. Sebuah SMS kosong, itu tanda khusus kita. Maaf, tapi aku sungguh tidak tahu harus berpaling ke siapa lagi. Hanya bahu dan senyum itu yang dapat segera memulihkanku. Sebenarnya aku takut mengatakan hal ini kepada diriku sendiri, namun sepertinya dari dulu hanya kamu yang dapat menjadi rumahku.
Sungguh sejujurnya aku takut akan hal itu. Bagaimana bila memang benar rumahku itu dirimu? Bukan kekasihku selama ini. Bukan dia dan bukan juga dia yang akan hadir setelahnya. Aku teringat akan sesuatu yang pasti dapat membuatmu tertawa. Kamu selalu saja menjadi bahan cemburu pasangan-pasanganku. Tidak ada satu pun dari mereka yang menyukaimu. Dan pertanyaanku adalah apakah ada salah satu dari mereka yang kau sukai. Aku masih ingat dulu kau berkeinginan untuk mencarikan seorang gadis untukku tak lama sejak kita berpisah. Itu ide yang sangat gila. Aku tidak mungkin akan menyetujuinya. Kamu gila, itu ide yang sangat gila dan maaf aku tidak segila itu.
Justru saat-saat belakangan ini aku menunggu kau untuk mengajukan sebuah ide gila lainnya. Ide gila yang bukan hanya untukku, tapi untuk kita berdua. Selalu terbersit dalam pikiranku untuk merevisi keputusan kita dahulu. Bagaimana? Aku belum berani mengajukannya kepadamu langsung. Perbedaan kita cukup kental memang, tapi bukankah kita merupakan sepasang orang gila? Cukup jijik bagiku untuk mengatakan ini, tapi biarkanlah cinta kita yang akan menjadi modal untuk menghalau perbedaan itu. Orang lain mungkin tidak akan mengerti dan menentang kita namun aku rasa Tuhan akan mengizinkan kita. Bukankah Tuhan selalu mengizinkan kita untuk saling mengisi selama ini? Ah sudahlah, sepertinya aku sedang meracau saja sekarang.
0 notes
Photo
0 notes
Text
Satu hadiah di gerbong Sembilan
Kembali lagi ia ditugaskan ke sini. Ia sudah berada dalam sebuah gerbong kereta dalam kota dan duduk di bangkunya. Terus menatap dan memperhatikan setiap orang yang ada di gerbong ini baik-baik. Tugasnya kali ini sangat penting. Atasannya memerintahkan dirinya untuk memberikan sebuah hadiah yang sangat istimewa bagi satu orang. Sangking istimewanya hadiah ini, seseorang yang mendapatkannya haruslah sangat amat layak. Hidupnya akan langsung berubah setelah menerima hadiah ini.
Maka Itulah sebabnya ia harus amat berhati-hati dalam memilih si pemenang. Ia tidak ingin memilih orang yang keliru. Mengernyitkan dahinya, memandang sekelilingnya sekali lagi. Memperhatikan wajah-wajah itu lagi lalu menghembuskan nafas panjangnya. Ia bertanya pada dirinya sendiri mengapa ia harus memilih salah satu orang dari kurang lebih dua puluh orang yang ada di sini. Di sini ia harus benar-benar teliti dalam memilih. Di gerbong ini perbedaan orang yang layak dan tidak layak sangat amat tipis. Ia mengenal hampir setiap orang yang ada di sini, Semua orang yang ada di sini, kerap kali menyampaikan permohonan kepada atasannya, dan seperti biasa permohonan-permohonan tersebut terlebih dulu sampai ke mejanya terlebih dahulu.
Ia juga sangat mengenal data-data riwayat hidup dari setiap orang yang ada di sini. Tidak ada yang sempurna memang, tapi di antara semuanya ada beberapa yang cukup mencolok sehingga layak menjadi nominasi penerima hadiah ini. Ada tiga orang yang masuk dalam daftar nominasinya. Ia memperhatikan wajah-wajah dari mereka baik-baik, ia harus memutuskan dengan sangat bijak. Ia tahu benar bahwa ketiganya benar-benar membutuhkan hadiah ini. Menutup kedua matanya sejenak dan kembali bertanya pada dirinya sendiri, mengapa harus ia yang mendapatkan tugas sulit ini.
Tiba-tiba seseorang duduk disebelahnya dan menyenggol bahunya. Ia membuka matanya dan cukup terkejut dengan siapa yang kini sedang berada di sebelahnya. Seorang teman lama yang kini sudah menjadi lawannya sedang menyeringai kepadanya. Menelan ludahnya pelan lalu memandang aneh orang tersebut. Menunjukkan keterkejutannya akan kehadiran orang tersebut di sini. Orang ini pastinya akan mengganggu tugasnya, seperti yang selalu dilakukan komplotannya selama ini.
“ Mou! Apa kabar kawan?” sapanya ramah.
“ Hallo Nick.” Balasnya ketus.” Sedang apa kamu di sini?”
Nick tertawa pelan lalu menjawab,” Tempat kerjaku memang disini. Aku kan memang pekerja lapangan.” Mengangkat alisnya menunjukkan kebanggaannya lalu kembali bertanya, “ Justru mengapa pekerja kantoran seperti kamu bisa ada di tempat seperti ini?”
Ia terdiam beberapa saat. Mou tahu ia tidak dapat berbohong pada siapapun juga walau ia juga tidak mau ada orang lain yang mengetahui tujuannya di gerbong ini.
“ Tenang saja.” ujar Nick pelan.” Bukan kamu saja yang mendapat tugas penting di gerbong ini. Aku juga ditugaskan untuk membantumu menemukan sang pemenang itu.”
“ Yang benar saja?”
Nick kembali menertawakan pertanyaan dari Mou. “ Itulah yang salah dari kalian. Kalian terlalu naïf. Hati kalian terlalu peka. Dengan kepekaan hati seperti itu, kalian tidak akan dapat bertahan lama di bawah sini.” ia memandang Mou sambil terus saja menggelengkan kepalanya lalu kembali melanjutkan.” Aku diperintahkan untuk mendampingimu supaya kau dapat memberikan penilaian yang objektif.”
“ Kamu kira aku tidak bisa bersikap objektif?” Tanya Mou lagi.
“ Kamu tahu apa fungsi dari perbedaan di bumi ini. Ada air dan api. Hitam putih. Ada kaummu dan kaumku.” Nick mendecakkan lidahnya.” Perbedaan itu agar kita dapat menilai dengan objektif. Penilaianmu melawan penilaianku.”
0 notes
Text
Dari Rudi Untuk Lusi
Sesungguhnya aku akan selalu mencintaimu dan tidak akan pernah menepikanmu. Bagaimana mungkin? Kau ada saat tata surya menyanjungku, menghilang sejenak saat ku lupa diri, kemudian kembali hadir saat diri ini menangis terkapar sendiri. Saat aku membenci Bumi, dengan sabarnya kau membimbingku untuk bersujud di hadapan Tuhan. Bersama-sama berdoa, walau kita memanjatkan doa dengan lafal yang berbeda.
Tahukah dirimu bahwa senyum kecilmu itu telah menjadi oksigen bagi semangatku. Dan cemberut lucumu telah menjadi anjing penjaga untuk ambisi gilaku. Engkau yang tak henti-hentinya mengingatkanku bahwa kodrat manusia itu adalah berjalan di atas tanah bukan di atas awan. Meskipun begitu, kau tidak pernah berkeberatan untuk menemaniku terjun bebas dari gedung-gedung pencakar langit. Bila aku tidak pernah merasakan peluk magismu itu, mungkin saja hati ini akan selamanya menyendu. Sendu yang norak pastinya.
Sejujurnya aku ini adalah laki-laki yang selalu cenderung untuk mendua. Herannya, walau menyadari akan hal itu, kau tidak pernah bosan untuk menunjukan nikmatnya arti kesetiaan. Tak pernah sanggup ku tahan senyum simpul ini saat berpikir bagaimana gadis naïf sepertimu dapat menyelamatkanku dari diriku sendiri.
Terima kasih malaikat anehku.
Terima kasih sayang.
0 notes
Text
Dari Lusi Untuk Rudi
Dulu dengan entengnya kau berkata bahwa aku harus belajar menendang ombak agar aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku kaget setengah mati, bukankah itu tugas seorang pria untuk terus menjaga wanitanya? Dulu dengan santainya kau berkata bahwa aku harus menimba ilmu semesta agar aku bisa menghidupi hidupku sendiri. Aku benci dirimu. Apa sebenarnya arti diriku ini dalam kehidupan abu-abumu itu? Dulu juga pernah tanpa hati kau berkata bahwa tidak ada yang perlu berkorban dalam hubungan kita ini. Aku menangis semalaman, wanita mana coba yang tidak akan menangis? Namun, dulu aku tidak mengerti apa maksud gilamu itu.
Detik ini, aku adalah seorang wanita yang akan menatap langit saat siang melancarkan serangan ultravioletnya. Aku dapat berjalan, berlari, melompat bahkan terbang atas usahaku seorang diri saja. Dan kau pria absurdku. Dengan artikulasi yang sangat jelas aku akan katakan ini: “ AKU TIDAK MEMBUTUHKANMU!” Namun dengan penuh kesadaran, aku harus katakan ini: “ AKU SANGAT MENCINTAIMU!”
Sinting! Aku, kamu dan cerita kita ini sinting. Akhirnya aku tahu bahwa kau hanya ingin sebuah cinta yang tanpa alasan. Cinta yang tanpa sikap saling tergantung, tanpa ada rasa pengorbanan. Cinta kita ini nyentrik, bukan cinta kebanyakan, bukan cinta yang pasaran. Detik ini aku bersyukur karena memilikimu tanpa sebuah alasan apapun selain cinta.
Terima kasih untuk kisah ini filsuf mudaku.
Aku yakin kau akan dapat mendirikan sebuah firdaus kecil untuk kita berdua di Jupiter sana.
0 notes
Text
Sinestesia Surga
Ah kiranya kita bisa seperti ini terus. Di sela-sela jingganya matahari senja. Diiringi alunan senandung rindu dari Laura Fygi. Kau berada di pangkuanku dan aku dalam hangatnya pelukanmu. Wajahku bersandar di dadamu sambil terus tersenyum oleh harumnya aroma kulit lembutmu. Perlahan dengan tempo yang amat khas, kau membelai rambutku. Aku tahu sudah lama kau memintaku untuk merapihkan rambut tebalku ini sedangkan aku seperti biasa tak menganggapnya serius. Mungkin minggu depan, atau nanti saja bila aku sudah merasa gerah. Aku janji akan melakukannya, asalkan kau terus melukiskan cemberutmu itu lagi saat nanti mengingatkanku kembali.
Siapa yang pernah menyangka bila sebuah cerita yang pernah tertinggal dulu bisa menjadi nyata hari ini? Dulu aku pernah melewatkan senyum kecilmu ini, padahal senyum ini tidak pernah bersembunyi dariku. Aku bingung mengapa aku bisa menjadi sangat bodoh dulu. Kau pernah ada tepat di hadapanku dan aku melewatkannya begitu saja. Untungnya suratan kita bersikeras untuk terus memaksa. Sekarang, aku bisa secara pribadi menikmati bentuk hati di wajahmu setiap kali senyum mengangkat pipi gembilmu. Mungkin aku adalah orang yang paling berbahagia sekarang. Berdiam diri tanpa suara dalam pelukmu ini, saling menggoda menyentuhkan kedua hidung kita.
Di sore ini, di kota unik ini, kita mencoba berkonsensi. Tidak perlu saling berjanji tapi mencoba untuk terus menepati. Berusaha berjalan seiring, kadang cukup liar memang namun tetap bergaris konvensial. Peluk diriku, jangan kau lepas. Biar kuhirup nafas hangatmu sebagai oksidan tubuhku sebentar saja. Ingatkan kita untuk selalu bertahan dan menahan diri. Ini seperti sebuah nuansa alam yang aneh pada awal kita bertemu. Saling mengisi tapi tidak mencoba untuk mendominasi. Rasa sangat merindukan yang tidak akan menjadi candu. Seiya sekata yang bukan berarti harus selalu sewarna.
Aku tidak bisa dengan lantang mengatakan bahwa aku akan selalu membahagiakanmu, tidak sayang, aku tidak semacho laki-laki lainnya. Aku hanya bisa mencoba untuk selalu berusaha agar dapat melakukannya asal kau mengizinkanku. Malahan aku amat yakin bahwa suatu saat nanti aku akan sangat mengecewakanmu, pertanyaannya adalah pada saat itu terjadi apakah kau akan meninggalkanku atau tetap terus menggenggam tanganku dan membimbingku untuk memperbaiki kesalahanku ? Karena sejujurnya aku tidak membutuhkan gulungan awan yang tampak empuk namun hanya uap belaka. Selama ini kesepian telah menjadi teman setiaku yang mahal. Kami berdua telah merumuskan ratusan kitab kehidupan yang sudah jelas menjadi pedoman dalam kemesraan kami. Yup, aku tidak berkeberatan untuk bermesraan dengannya lagi asal aku tahu pasti berapa persentasi kemungkinan itu akan terjadi.
Aku akan ada bila kau berharap aku ada. Berikan aku alasan tapi jangan pernah berikan aku pilihan. Tak perlu ucapkan “aku mencintaimu selamanya” karena kita tidak pernah akan tahu batas dari kalimat itu tadi. “ Detik ini aku sangat mencintaimu” katakanlah kalimat ini saja, katakanlah ini kapanpun kau merasakannya. Kita akan selalu paham maksud kalimat ini setiap kali kita mendengarnya. Aku ingin kita tidak hanya akan saling mencintai, itu pastinya akan membosankan nanti. Aku ingin kita terkadang saling membenci, namun selalu akan saling membenahi.
Aku akan menjadi orang paling egois yang pernah kau kenal. Mungkin tidak sekarang tapi pasti nanti. Aku pun yakin bahwa suatu saat kau akan menjadi orang paling keras kepala yang pernah ada. Ini hal gila memang. Tapi aku tetap ingin bersama denganmu merasakan manis getirnya waktu. Aku ingin mati dalam peluk ini kemudian kau meikhlaskanku dengan senyuman tercantik yang pernah dilukiskan karena kau tahu bahwa aku hanya mati, bukannya menghilang meninggalkanmu. Kau sadar bahwa aku harus pergi sejenak untuk mempersiapkan rumah untuk kita nanti lalu tersenyum memandangimu dari jauh sambil menunggumu pulang. Dan saat kita bersatu kembali , di detik itulah kita akan paham apa sebenarnya makna dari selamanya.
1 note
·
View note
Text
Terbaik
Terkadang yang paling berkilau, yang paling indah, yang paling istimewa belum tentu yang terbaik.
Terbaik, sebuah kata yang tidak bisa didefinisikan kalau buat diriku sih.
Mencari yang terbaik, kalimat itu malah lebih ambigu lagi.
Menjadi yang terbaik, mungkin kalimat itu yang lebih masuk akal.
Namun sekali lagi, makna terbaik bisa berbias atau bahkan juga menyemu.
Sebuah pertanyaan tentang arti dari kata “terbaik”?
Tenang , setiap pertanyaan lambat laun pasti akan bertemu dengan jawabannya.
Tunggu sajalah ya.
0 notes
Photo
0 notes