Tumgik
nojamsty · 2 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
—ᵖᵃʳᵗ ᵒᶠ ꜱᴀᴜᴅᴀᴅᴇ
╰┈➤
Jika Soonyoung mengingat salah satu memori yang pernah ada dan dianggapnya tidak penting, mungkin itu adalah ketika ia mengeluh tentang helm bogo tanpa kaca milik Wonwoo. Ia menganggap itu aneh dan terlihat jadul, tapi sekarang ia justru menikmatinya, karena ia merasa lebih leluasa untuk meletakan dagunya di bahu Wonwoo saat mereka berbincang di jalanan sembari menikmati kemerlap lampu jalanan di kota sambil memeluk pacarnya demi menghalau udara dingin yang menembus hoodienya.
"Mau makan apa?"
Wonwoo mengendarai motornya sepelan mungkin, demi mengulur waktu di jalan sembari menikmati hangatnya pelukan pacarnya yang dalam mode lengket dan manjanya yang jarang sekali di tunjukan Soonyoung padanya. Bahkan ocehan dari bibir semi tebal yang beberapa kali ia curi kecupan itu tak mengendurkan rasa sayangnya.
"Mau makan sop ceker.." jawab Soonyoung sembari mengintip reaksi Wonwoo, yang membuat pipinya menekan bahu lebar pacarnya, "gak pa-pa 'kan?"
Wonwoo mengangguk. "Ya gak pa-pa, berarti mau sambil makan sate juga?"
Bibir Soonyoung maju beberapa senti, bukan karena cemberut tapi ia melakukannya hanya karena tengah memikirkan opsi makanan yang akan mereka makan.
"Tapi kemarin baru makan sate, masa sate lagi? Bosen ih.."
"Terus mau cari sopnya dimana? Punya langganan lain?" Wonwoo bertanya, menoleh sedikit guna melihat pacarnya, "katanya sop Mang Coki paling enak.."
"Aduh, kalau gitu gak jadi aja.." Final Soonyoung membuat Wonwoo mengangkat kedua alisnya bingung.
"Terus mau makan apa?"
"Beli krepes aja deh.."
Mendengar ucapan Soonyoung membuat Wonwoo memutar bola matanya. "Yah jangan, itu belinya pas pulang aja selesai makan berat, nanti kenyang duluan loh.."
"Tapi 'kan bingung mau makan apa?"
Wonwoo menghentikan laju motornya di pinggir jalan, guna memutar tubuhnya untuk menghadap Soonyoung. Soonyoung hanya memiringkan kepalanya bingung menatap Wonwoo yang justru berhenti.
"Apa?" Katanya bingung.
"Mau makan apa?"
Soonyoung mengangkat bahunya, ia juga bingung tapi sebenarnya juga bosan kalau harus makan sate lagi walaupun ia ingin makan sop ceker Mang Coki.
"Bingung.." jawabnya seadanya, mungkin lebih baik mengandalkan Wonwoo saja untuk memilih menu makan kali ini, karena biasanya selera pacarnya enak dengan harga murah dan pas di kantong pelajar seperti mereka.
"Punya rekomendasi enggak?" Tanyanya balik, sebelum Wonwoo bertanya lagi padanya.
"Tadi belum makan 'kan dari rumah?" Wonwoo memegang pipi Soonyoung dengan tangannya, memberi sedikit tekanan dan membuat bibir pacarnya sedikit terpout karena ulahnya, dan Soonyoung hanya mengangguk pasrah karena kelakuan Wonwoo padanya.
Agaknya sekarang itu salah satu kebiasaan Wonwoo yang usil padanya dan Soonyoung mulai terbiasa.
"Kalau makan nasi goreng, udah biasa.." Wonwoo tampak berpikir, "kalau sate kamu bosen.."
Soonyoung mengulum bibirnya guna menahan senyum, agaknya masih malu dan senang ketika Wonwoo menggunakan 'aku-kamu' tanpa sadar padanya.
"Kalau gak beli sop ceker aja disana tapi di bungkus, terus cari makanan lain aja, siapa tahu pas jalan ada yang di mau."
Soonyoung menggeleng karena usulan tersebut, menarik tangan Wonwoo yang masih menekan pipinya. "Aku tadi udah makan nasi sih, beli bakso atau mi ayam aja kalau enggak?"
"Tapi kamu katanya lagi pengen makan sop ceker?"
Soonyoung menggeleng. "Kapan-kapan aja pas mau makan sate sekalian, sekarang beli bakso aja."
"Gak apa-apa?" Wonwoo bertanya, agak ragu dengan saran Soonyoung.
"Enggak, lagian bisa makan kapan aja, sekarang beli itu aja, terus nanti mampir beli krepes.."
Wonwoo akhirnya menggendikan bahunya. "Oke."
✎✎✎
Pada akhirnya Wonwoo tetap membeli sop ceker untuknya, setelah berdebat sepanjang jalan tentang makan malam mereka. Plastik bungkusan yang mereka bawa ke kamar kos Wonwoo cukup banyak, dari ayam geprek yang Wonwoo inginkan dan beberapa jajanan di pinggir jalan yang mereka beli, termasuk krepes.
Soonyoung memilih duduk di lantai kamar kos Wonwoo selagi menunggu pacarnya mengambil mangkuk untuk sop cekernya. Wonwoo bahkan membeli dua bungkus ayam geprek, padahal Soonyoung sudah menolaknya karena merasa kenyang, tapi agaknya pacar Soonyoung memang sengaja membuatnya gendut karena tetap kekeuh dengan membelikan satu bungkus untuknya.
Ketika Wonwoo masuk ke dalam, ia langsung bertemu tatap dengan pacarnya yang tengah menggigit krepes. "Kan.." katanya setelah berdecak, "dibilangin makan nasi dulu, nanti kamu kenyang sebelum makan berat."
Soonyoung cemberut, meletakan kembali krepesnya di lantai. "Keburu pengen, lagian lama banget ambil piringnya.."
Wonwoo memutar bola matanya. "Tadi ngobrol sebentar sama Dino.." Wonwoo meletakan piring di depan Soonyoung.
Ia sendiri sibuk membuka bungkusan sop ceker dan menuangkannya pada mangkuk untuk Soonyoung. "Kamu makan ayam gepreknya juga ya, aku pesenin yang biasa kok.." Wonwoo meletakan plastik bekas ke pinggir, "gak pedes.."
Soonyoung menghembuskan napasnya. "Gak bakalan habis, aku udah makan beneran tadi sebelum jalan.."
"Ya udah, makan ayamnya aja kalau gitu.." Wonwoo mendorong mangkuk sop ceker ke depan Soonyoung, "tapi makan dikit aja sih nasinya, nanti sisanya biar aku yang makan.."
Akhirnya keduanya makan dalam diam, sesekali Soonyoung memberikan Wonwoo suapan kuah sop dan meletakkan ceker pada piring Wonwoo, meminta pacarnya untuk segera menyelesaikan makannya, dengan dalih jajanan Soonyoung masih banyak yang belum termakan.
Setelah keduanya kenyang, mereka saling duduk bersandar pada dinding di atas kasur dengan kepala Soonyoung yang terkulai lemas pada pundak Wonwoo. Pacarnya asik memainkan jari-jarinya ke dalam genggamannya, dengan bibir yang sesekali bersenandung mengisi kesunyian diantara mereka berdua.
"Kamu sekarang gimana di kelasnya?" Wonwoo bertanya, pipinya bersandar dengan nyaman di kepala Soonyoung, sesekali menghirup aroma sampo pacarnya.
"Gimana kayak mana maksudnya?" Soonyoung balik bertanya, dengan sebelah tangannya yang bebas menggulirkan layar ponselnya yang menampilkan aplikasi tik-tok.
"Sama Junhui.." Wonwoo menarik napasnya perlahan, "kok kelihatannya dia agak ngejauh gitu?"
Soonyoung menggendikan bahunya. "Enggak juga, dia lagi sibuk sama organisasi, makanya jarang kumpul sama yang lain.." Soonyoung mengunci layar ponselnya, "tapi emang aku masih canggung sama dia.." Soonyoung mendongak menatap Wonwoo, "gara-gara kamu sama Abang nih.."
Wonwoo menghembuskan napasnya, merasa bersalah. "Aku minta maaf, ternyata aku sama Cheol salah.."
Soonyoung mengembungkan pipinya, dan kembali menyandarkan kepalanya pada pundak Wonwoo. "Kan udah, sama Junhui juga udah minta maaf, mungkin nunggu waktu aja biar kita bisa balik biasa aja kayak dulu, lagian kata Juni kalau kalian gak salah nangkap gitu kemungkinan bang Soohyuk belum ke tangkep.." Soonyoung balas menggenggam jari Wonwoo, "ini kita jadi canggung karena gue, Jihoon, sama Junhui bahkan Seokmin baru confess satu sama lain.."
Mendengar ucapan Soonyoung membuat sedikit perasaan Wonwoo lega, ia juga terkekeh karenanya. "Bisa-bisanya kalian bisa saling suka, katanya sih sahabatan.."
Soonyoung mendengus pelan. "Kan perasaan gak ada yang bisa nebak, gak bisa di salahin juga.."
Wonwoo mengusap lengan Soonyoung perlahan. "Iya tahu kok.."
Soonyoung kembali mengambil jarak, guna mempermudah dirinya untuk menatap Wonwoo, dari jarak sedekat ini ia bisa memandang pacarnya dengan mudah dan leluasa, bahkan bekas jerawat yang ada di pelipisnya bisa terlihat dengan jelas, tapi tak mengurangi sedikit pun ketampanan sang pacar, tapi Soonyoung tidak akan mengakuinya dengan keras dan hanya akan menyimpannya sendiri, tidak mau membuat Wonwoo besar kepala karena Soonyoung memujinya.
Empat bulan berpacaran secara resmi, banyak sekali perubahan diantara mereka, walau mereka masih sering terlihat berargumen satu sama lain dan olok-olok tak pernah terlewatkan, tapi atensi keduanya sekarang menjadi lebih intens. Mungkin itu terjadi karena pernah sekali Wonwoo merasa cemburu, karena sadar sekali bahwa pacar gemasnya memiliki potensi besar untuk di sukai banyak orang, awalnya Wonwoo akan bersikap biasa saja, tapi lama-kelamaan agaknya ia jengkel juga melihat beberapa temannya secara sengaja menggodanya, walau terlihat seperti olokan tetap saja membuatnya mendidih, sedikit trauma dengan kejadian Soohyuk, Wonwoo lebih protektif dan cenderung terlihat posesif di sekitar Soonyoung.
Yang menurut Seungcheol, jika awalnya temannya itu sering bertengkar dan berdebat karena hal kecil, Wonwoo sekarang lebih sering mengalah dan memanjakan Soonyoung, dan menyeret adiknya secara halus menjauh dari teman-temannya yang menggoda Soonyoung.
"Jangan ngelihatin aku kayak gitu.." Wonwoo menangkup wajah Soonyoung dengan kedua tangannya, sedikit memberi tekanan pada pipi pacarnya agar bibirnya maju seperti bebek.
"Kenapa emangnya?" Soonyoung bertanya, masih dengan wajah datarnya.
"Nanti aku cium loh.."
Soonyoung memutar bola matanya. "Tinggal cium aja, biasanya main nyosor aja.."
Mendengar ucapan Soonyoung membuat Wonwoo terkekeh dan mendorong tubuh pacarnya perlahan agar berbaring di atas kasur kecilnya, ia mengadu hidung keduanya dengan gemas, sekarang ia mengurung tubuh Soonyoung di bawahnya, indra penciumannya lebih leluasa menghirup aroma parfum yang dikenakan Soonyoung, wangi dan membuatnya tenang.
"Berarti boleh dong?"
Soonyoung melingkarkan tangannya pada punggung Wonwoo, matanya menatap pacarnya tanpa emosi, tahu sekali jika ia menampilkan ekspresi gugup Wonwoo akan besar kepala dan semakin menggodanya, jadi Soonyoung hanya menggendikan bahunya.
"Tapi aku harus pulang?"
Wonwoo melirik sejenak pada jam dinding di kamarnya, ia tersenyum tipis. "Masih jam setengah sepuluh, sejam lagi aku anter pulang.."
Lalu tiap detik berlalu perlahan dihabiskan keduanya saling menatap, sampai mata Wonwoo akhirnya jatuh pada bibir ranum pacarnya, terakhir kali ia mengecupnya ia bisa mengecap rasa manis dari bibir itu karena sisa perasa es krim mochi yang di makan Soonyoung. Kali ini, apakah rasa cokelat dari toping krepes yang di makan Soonyoung akan terasa atau rasa manis lainnya yang mungkin akan membuatnya kembali kecanduan akan bibir ranum Soonyoung yang selembut buah persik.
Soonyoung tahu, mungkin saja Wonwoo masih menahan diri jika menyangkut skipship yang lebih dengannya, kadang Soonyoung sendiri sedikit gemas karena Wonwoo terlihat sekali menahan diri, walau sebenarnya afeksi dari Wonwoo selalu membuat hatinya hangat, pacarnya selalu nampak ragu seolah perilakunya akan menyakitinya. Jadi Soonyoung kadang-kadang mengambil inisiatif lebih dulu, seperti menarik Wonwoo lebih dekat agar ia bisa memberi satu kecupan curian di sudut bibir pacarnya. Ia terkekeh pelan, melihat respon Wonwoo yang selalu membuat Soonyoung merasa dicintai.
"Kalau kelamaan aku pulang juga nih sendirian.."
Wonwoo akhirnya tersadar akan kebodohannya dan memilih menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Soonyoung, menghirup aroma parfum Soonyoung yang kini menjadi favoritnya dan menarik napasnya perlahan agar meredakan detak jantungnya yang menggila, kedekatan yang selalu membuat jantungnya berdebar lebih kencang saat keduanya sedikit menyisakan jarak tapi hal ini adalah salah satu bentuk kenyamanan yang pernah ia rasakan.
"Sabar.." jawab Wonwoo serak, mengusap sisi pinggang Soonyoung perlahan, "takut kebablasan.."
Soonyoung tertawa, melihat bagaimana tangan Wonwoo sedikit bergetar di pinggangnya. Soonyoung memeluk Wonwoo, mengusap punggung Wonwoo perlahan dan tidak menggoda lebih jauh. Karena ucapan dari pacarnya berhasil membuat hatinya menghangat karena merasa dicintai, dan Soonyoung menyukainya sangat banyak.
Wonwoo menarik napasnya sejenak sebelum kembali mendongak, menatap Soonyoung dengan senyum tipisnya. Ia menundukkan kepalanya lebih rendah, meniadakan jarak bibir keduanya, bertahan beberapa detik sebelum ia memagutnya perlahan, menikmati setiap detiknya dengan kecupan dan menyesap rasa manisnya yang mengalir hangat dalam denyut nadinya. Berdoa dalam hatinya ia bisa menahan hasrat yang bergejolak dalam darahnya.
Ketika mereka akhirnya memisahkan jarak, karena keduanya butuh bernapas, mereka saling melempar senyum, menandakan betapa bahagia keduanya bisa menyalurkan rasa sayang satu sama lain. Wonwoo menunduk, mengecup pipi Soonyoung, yang membuatnya menutup kedua matanya, merasa sangat disayangi karena perlakuan manisnya.
Soonyoung berharap kali ini, ia bisa mengubur semua kenangan buruk di belakang kepalanya, karena ia kali ini ingin mengukir sebuah kenangan yang membuatnya merasa bahagia dan dicintai, ia tak ingin lagi diliputi rasa takut dan kecemasan akan ketidakpastian. Kali ini ia memiliki Wonwoo disisinya, bersedia menjadi perisai pertama yang siap terluka dan Soonyoung tidak ingin kehilangannya untuk kedua kalinya, jadi ia akan merengkuh Wonwoo kembali, tidak akan membiarkan kekasihnya merasa sendiri, karena keduanya bisa bersama dan saling berbagi kehangatan satu sama lain.
Dan semoga hal-hal baik akan terjadi ke depannya dengan mudah.
Jalan keduanya masih panjang dan lebar, mungkin juga berliku karena mereka masih remaja, jauh dari kata dewasa.
Mungkin kata-kata manis jarang terselip diantara lisan mereka, tapi kehangatan dari pelukan satu sama lain telah menghapus dan membayar segala, karena mereka tahu keduanya saling mencintai.
Karena keduanya masih remaja, tidak banyak kata yang mampu mereka ucapkan. Hanya lihat saja ke depan, apa yang akan terjadi dan keduanya akan berusaha melewatinya, itu saja.
End
12 notes · View notes
nojamsty · 2 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
—ᵖᵃʳᵗ ᵒᶠ ꜱᴀᴜᴅᴀᴅᴇ
✓✓✓
Tumblr media
Saat Wonwoo datang dan masuk ke dalam rumahnya, menariknya yang masih sibuk di halaman belakang dengan keadaan tangan yang kotor dengan tanah keluar rumah dan memintanya ikut tanpa penjelasan selain kata Soonyoung mungkin dalam bahaya, mampu membuatnya tanpa banyak tanya mengikuti Wonwoo. Tapi tetap saja, pertanyaan masih mengantri di dalam kepalanya. Apalagi ketika Wonwoo menyerahkan ponselnya dan mengatakan bahwa ia harus memantau Soonyoung dengan gpsnya.
"Maksud lo gimana sih Won?"
Diantara bisingnya deru motor, Seungcheol yang duduk di belakang Wonwoo berbicara sedikit kencang, karena tidak mengetahui maksud dari perkataan Wonwoo dalam pesan singkatnya tadi dan tanpa penjelasan lebih lanjut dari pacar adiknya itu.
"Jadi gue tuh sebenernya sering diajakin mabar sama Hyuk di kosan, lo tahu sendiri 'kan hobi kita nge-game kalau gak lagi futsal.." Wonwoo melirik sekilas pada spion motornya, "Nah, akhir-akhir ini dia sering ngajakin taruhan sama gue, biasanya emang taruhan sih.."
"Ya terus?"
Dari perkataan Wonwoo, Seungcheol belum bisa menarik kesimpulannya karena dia sendiri tahu bahwa teman yang duduk di samping bangkunya sering mengadakan taruhan, bukan hal yang aneh lagi diantara mereka.
"Dia nyuruh gue putus sama Soonyoung kalau gue kalah.."
Dahi Seungcheol berkerut bingung. "Lah kok gitu? Lagi stress apa dia Won?"
Wonwoo menggendikan bahunya. "Gue gak tahu, awalnya gak gue anggap gak serius sih, cuma kemaren tuh gue pas mau buang sampah di kamar kosan gak sengaja lihat sticky note di depan kamar dia, udah lusuh sih.." Wonwoo menghela napasnya sejenak, "udah kayak habis di buang gitu, pas gue baca itu kayak apa ya.." Wonwoo sedikit berpikir untuk mencari kata yang cocok, "kayak kata-kata yang biasanya di kirim Mr. Cat ke Soonyoung gitu, apalagi pakai tulisan komputer 'kan."
"Gue pikir ngapain ada di depan kamar dia, ya udah gue kantongi 'kan itu, terus iseng pura-pura mau ngajakin dia mabar, gue masuk kamarnya, gue emang udah sering masuk kamarnya, lo juga gitu 'kan, gak ada yang mencurigakan sama sekali, tapi dia kayak marah gitu.."
"Asli sih gue bingung banget sama tuh bocah.."
"Terus semisal nih, ternyata dia Mr. Cat gimana?" Wonwoo bertanya sedikit menolehkan kepalanya, "ada kemungkinan enggak?"
Bahu Seungcheol tegang, bukan hanya dari perkataan Wonwoo tapi dari layar ponselnya. "Soonyoung udah gak bisa di lacak.."
Wonwoo menghentikan laju sepeda motornya detik itu juga, beruntung mereka tidak terpental karenanya. "Soonyoung.." Wonwoo menoleh cepat, "apa?!"
Seungcheol menunjukkan layar ponselnya. "Beneran udah gak ada jejaknya."
"Dimana terakhir kali mereka berhenti, sekarang coba lihat punya Hyuk.."
Degup jantung keduanya terasa menyesakkan dada, bertalu-talu seolah-olah bisa menjebol rongga dada mereka, takut akan kemungkinan terburuk. Tidak ingin prasangka keduanya menjadi benar. Seungcheol dengan jari gemetarnya mulai kembali mencoba melacak keberadaan Hyuk.
✓✓✓
Tumblr media
✓✓✓
Karena tidak memiliki petunjuk apapun dan ini cukup beresiko keduanya memilih berhenti di sebuah ruko kosong dan segera menelepon Pengacara yang di percayakan oleh Ayah Seungcheol, dan berjaga-jaga Wonwoo ikut menelpon Seulgi untuk datang. Tidak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi pada Soonyoung, jika saja Wonwoo menyadarinya sejak awal bahwa teman satu kost dengannya mungkin saja memiliki ketertarikan pada Soonyoung, ini tidak akan terjadi.
"Soonyoung belum bisa juga di hubungin.." Seungcheol berucap pelan, dan Wonwoo sadar bahwa temannya sedang mencoba menekan suaranya yang bergetar.
Jika Soohyuk adalah Mr. Cat kemungkinan itu bisa saja terjadi, selain dia berteman dekat dengannya dan Seungcheol, ia juga memiliki akses keluar masuk dengan bebas sepertinya di rumah Soonyoung. Dan jika Wonwoo mengingat kembali, ia sering kali melihat Soohyuk berdecak tiap kali ia menceritakan bagaimana Soonyoung dan dirinya yang bertengkar karena hal kecil, pandangan tidak sukanya sering kali menggangunya, tapi Wonwoo tidak pernah mengambil pusing, mengingat bagaimana kepribadian Soohyuk.
Satu notifikasi muncul di layar ponsel Wonwoo. Ia membukanya ketika membaca itu dari Seulgi. Dan keseluruhan data muncul di layar ponselnya. "Cheol.."
Seungcheol menoleh dengan bingung melihat raut wajah Wonwoo. "Kenapa?"
"Lo tahu gak kenapa Hyuk pakai nickname Mr. Cat?" Wonwoo memijat pangkal hidungnya, "kenapa dia bisa pakai nama itu?"
Dari data yang dikirim Seulgi, Wonwoo tidak dapat menemukan fakta kenapa Soohyuk menggunakan nickname itu yang membuat mereka akhirnya mencurigai Junhui daripada Soohyuk sendiri.
"Kenapa bisa pakai nickname yang pernah dipakai Jun?"
Dahi Seungcheol berkerut, mencoba menggali beberapa ingatan yang mungkin saja terlewatkan olehnya dan ia sadar satu hal, jika ia melupakan sesuatu yang mungkin saja menjadi salah satu alasan Mr. Cat ada. "Gue gak yakin ini bener, tapi gue sama Hyuk udah kenal sejak SMP dan dia emang tahu kalau Soonyoung dulu punya secret admirer, selain itu dia tahu gue pernah ngamuk karena masalah Ten, gue sekelas terus sama Hyuk mungkin ya karena itu juga.."
"Ah!" Seungcheol berdecak, "gue rasa dari awal dia emang bikin kita curiga sama Jun atau siapapun di sekitar Soonyoung tapi gue tahu kenapa Jun.."
"Kenapa?"
"Waktu di OSIS dulu mereka pernah sempet cekcok sih, awalnya dari persaingan jadi ketua, terus gue kurang tahu kenapa mereka sempet berantem selesai rapat gitu.."
"Serius?"
Seungcheol mengangguk. "Gue gak pernah tahu apa sebabnya karena Hyuk gak pernah mau cerita dan gue dulu belum kenal deket sama Junhui, tapi satu sekolah heboh karena mereka sih.."
"Berarti sekarang kita butuh hubungin Junhui.."
"Anjing? Setelah kejadian kemarin, lo masih berani ngehubungi Junhui Won? Yang bener aja.."
Wonwoo bingung. "Lah, emangnya kenapa? Sekarang Soonyoung lebih penting, yang lain pikirin belakangan aja."
Tapi suara klakson menghentikan percakapan keduanya, mobil Jongsuk berhenti di depan mereka.
✓✓✓
Tumblr media
___
Tumblr media
✓✓✓
Mereka akhirnya berhenti, tepat di pinggiran kota, jauh dari kata bising dan hiruk-pikuk. Seungcheol melempar pandangannya ke arah Wonwoo yang masih terpaku pada layar ponselnya. "Daerahnya bener disini kok.." Wonwoo bersuara.
"Kalau kalian kurang yakin, kita bisa tunggu Junhui kesini.." Kali ini Pengacara, Jongsuk yang bersuara.
Wonwoo dan Seungcheol menggeleng serempak. "Gak bisa, kita gak bisa ngulur waktu terus, gimana kalau Soonyoung kenapa-napa?" Dan Wonwoo membenarkan ucapan Seungcheol.
"Tapi kita juga gak tahu gudang yang di maksud Junhui 'kan?" Jongsuk berucap, "atau kita malah bakalan nyasar tanpa arah karena gak tahu lokasinya?"
Wonwoo menepuk pundak Seungcheol yang merosot. "Gue sama Cheol yang masuk cari gudang, Om tunggu Kak Seulgi dulu disini.."
"Kalian bisa nyusul kalau sekiranya kita gak balik-balik sekitar satu jam, kalian bisa nyusul bareng polisi yang bakal kesini.."
"Kalian yakin?" Jongsuk berkata ragu.
Wonwoo mengangguk mantap. Ia akan mempercayai perkataan Junhui seperti Soonyoung yang terus mempercayai sahabatnya itu. Ia tidak akan membiarkan waktu berlalu begitu saja sampai membuat Soonyoung dalam keadaan bahaya.
✓✓✓
Butuh sekitar setengah jam Wonwoo dan Seungcheol berjalan ke dalam perkebunan karet, tidak terlalu sulit karena lokasinya sedikit terbuka, hanya saja jauh dari keramaian. Mereka hampir putus asa, karena tidak menemukan gudang yang di maksud, tapi tetap mengikuti jalan setapak tidak lebih dari selebar satu jengkal tangan orang dewasa.
"Ini kita masuknya terlalu dalem gak sih Won?"
Wonwoo menggeleng pelan, ia juga tidak tahu, tapi ia tetap meminta Seungcheol berjalan di sampingnya tanpa kata. Mungkin seharusnya mereka berdua menggunakan motor saat masuk untuk mempercepat akses mereka masuk, tapi Wonwoo berpikir bahwa itu akan membuat mereka di ketahui keberadaannya lebih cepat karena suara deru motor.
"Won, menurut lo sekarang keadaan Soonyoung gimana?"
Dari getar suara Seungcheol, ia tahu bahwa sahabatnya tengah diliputi rasa khawatir akan keadaan Soonyoung sekarang. Ia hanya menggeleng pelan. "Gue juga gak tahu, tapi gue rasa Soonyoung bakalan baik-baik aja, kita tahu 'kan kalau Mr. Cat gak pernah nyakitin Soonyoung?"
Seungcheol hanya mengangguk, mencoba mempercayai perkataan Wonwoo dan diam-diam mengamininya.
Saat keduanya melihat pagar kayu setinggi hampir dua meter, mereka berjalan lebih ke pinggir dengan langkah pelan. "Itu kemungkinan gudangnya gak sih?"
Wonwoo memberi isyarat pada Seungcheol agar duduk jongkok di sampingnya. "Kira-kira disana cuma ada Hyuk sama Soonyoung atau kemungkinan ada temen-temen Hyuk yang gak kita tahu?"
Seungcheol menggendikan bahunya. "Gue gak yakin juga, kita ngintip ke dalem aja dulu?"
"Lo yakin?"
Dan Seungcheol mengangguk mantap.
Pagarnya sedikit reot dengan celah lebar yang terbuat dari bambu, yang membuat keduanya dengan leluasa mengintip ke dalam, ukuran gudangnya cukup besar dengan pagar yang mengelilinginya. Tampak sepi dan terlihat sebuah mobil jeep terparkir di pekarangan. Jadi itulah kenapa jalan setapak tampak memiliki dua jalur yang bersisian dan tanaman karet tampak terbelah menjadi dua bagian yang memiliki jarak lebar dari yang seharusnya, mungkin agar mempermudah akses mobil untuk keluar masuk.
"Lo pernah lihat Hyuk naik mobil itu gak?" Seungcheol bertanya dengan ragu, tidak pernah melihat mobil itu di kemudikan oleh temannya.
Wonwoo menggeleng. "Enggak, tapi gue yakin pernah lihat mobil itu ada di parkiran keluarga Lee sih.."
"Lo sebenernya kenal Hyuk sebelum SMA 'kan?"
Wonwoo menggendikan bahunya. "Cuma tahu dia salah satu anak konglomerat, pernah ketemu waktu acara perusahaan pas gue diajakin kakek.." Wonwoo melirik Seungcheol di sampingnya, "bener-bener kenal waktu di SMA aja.."
"Kalian satu kompleks 'kan?"
Wonwoo mengangguk. "Tapi itu emang penting banget ya?"
Seungcheol meninju lengan Wonwoo. "Anjing, kenapa lo gak pernah cerita."
Wonwoo memutar bola matanya. "Emang apa pentingnya, gue juga sama dia cuma deket karena hobi taruhan doang, sekarang kita tuh mikir gimana caranya masuk, mau langsung terobos aja atau gimana?"
"Tapi apa lo yakin mereka berdua ada di dalem?"
Wonwoo menggeleng. "Kalau kita gak masuk, gimana caranya kita tahu?"
"Kenapa kita gak pernah curiga sama Hyuk sih dari awal?" Seungcheol berucap, membuat Wonwoo menggendikan bahunya.
"Sebenernya Hyuk sering banget ngeledikin Soonyoung, sering ngejajanin juga tapi emang dasar adek gue no respon, gue gak sampai kepikiran kesana sih.."
"Hyuk gak kelihatan kepo Cheol, dia juga kalau sama gue cuma taruhan mulu, cuma pas tahu gue jadian sama Soonyoung—pas awal mulai deket, emang agak gimana gitu, gue pikir sih dia begitu karena gue sering nolak taruhan dia." Lanjut Wonwoo yang membuat Seungcheol menoleh.
"Lo taruhan mulu tapi gak pernah menang."
Wonwoo menghela napasnya. "Dia ambis banget kalau taruhan, terus kalau taruhannya nyuruh gue putus sama Soonyoung ya ogah lah gue." Wonwoo menggelengkan kepalanya.
"Ini kita jadi masuk gak sih?"
✓✓✓
.
.
.
.
.
.
.
✓✓✓
"Ini rumah kakak?"
Teman Seungcheol tersenyum sebelum menggeleng. "Bukan, tapi mau ngambil mobil, tunggu sebentar ya, gue masuk dulu.."
Soonyoung mengangguk kaku, ia menoleh dan melihat sekitar, seperti pemukiman di pinggir kota, perumahan tampak sedikit sepi. Ia menatap rumah yang di masuki Hyuk yang bernuansa rumah lama tapi sedikit asri karena tanaman yang memenuhi perkarangan rumah. Soonyoung menatap kembali layar ponselnya, saat ia berpikir akan menelpon Wonwoo, ponselnya terenggut dari genggamannya, Hyuk tersenyum. "Main hp mulu dari tadi.."
"Kak hpku dong.."
Hyuk menggeleng. "Enggak ah, dari tadi asik banget main hp sampai gak ngerespon gue ngomong."
Hyuk memamerkan kunci di tangannya. "Yuk naik mobil.."
Saat tangan Hyuk menggandengnya ia reflek melepaskannya. "Bisa sendiri kak.."
Karena percakapannya dengan Wonwoo di chat, membuat Soonyoung merasa harus lebih hati-hati, terlebih ponsel miliknya kini di bawa oleh Hyuk.
"Soonyoung kok pucat banget sih? Sakit?"
Soonyoung menggeleng. "Enggak.." ia takut, "cuma agak gak enak badan kayaknya.."
"Soonyoung tadi beli minum?"
Soonyoung meremas plastik Indomaret di genggamannya. "Enggak kak."
Saat mobil yang dikendarainya mulai keluar dari perkarangan rumah, Hyuk memberikan botol air minum padanya. "Minum dulu gih, biar gak kelihatan pucat.."
Soonyoung menerimanya dengan ragu, tenggorokannya memang terasa kering, tapi ia tidak yakin untuk meminumnya. Ia melihat kemasan dengan teliti, tampak masih tersegel dengan baik. Kemudian ia menatap kakak kelasnya dengan penuh pertimbangan, ia tidak boleh pingsan karena rasa takutnya. Ia meremas botol minuman dengan gugup.
"Kak ini emang jalur ke rumah kakak ya?" Ia bertanya dengan suara seraknya, jelas sekali tampak ragu dengan jalur yang diambil oleh kakak kelasnya, terlebih Wonwoo mengatakan bahwa ini bukan jalur menuju rumah Soohyuk.
Kakak kelasnya tampak menggeleng. "Bukan, rumah gue bukan lewat sini, tapi gue mau ke tempat lain dulu, makanya bawa mobil biar lo gak kepanasan."
Soohyuk menoleh. "Gak pa-pa 'kan? Sebentar doang habis itu kita pulang.."
Soonyoung hanya mengangguk dengan ragu, dan memilih memutar tutup botol, ia harus tetap tenang dan berpikir jernih, dan untung rasanya masih tampak seperti air mineral biasa.
Lima belas menit kemudian Soonyoung sadar bahwa mereka benar-benar pada jalur keluar dari kota. "Kak mau kemana sih? Kok jauh banget?"
Soonyoung menoleh. "Hp Soonyoung bawa sini dong, mau ngabarin Abang.."
Soohyuk menggeleng pelan. "Udah gue kabarin kok, lo gak usah khawatir.."
Soonyoung menggeleng. "Kalau gitu bawa sini hpnya, Soonyoung mau bales chat.."
Soonyoung tahu bahwa itu pasti bohong, ia tidak bisa mempercayainya.
Kakak kelasnya kembali menggeleng. "Enggak, nanti lo sibuk sama hp aja.." Soohyuk tampak tersenyum, "emang Soonyoung gak ngantuk?"
Jika Soonyoung boleh mengatakannya, ia memang merasa kantuk telah menyapanya, tapi ia harus tetap terjaga maka dari itu ia ingin meminta ponselnya di kembalikan.
"Kalau ngantuk tidur aja dulu, nanti dibangunin."
Dan darimana kakak kelasnya tahu bahwa ia sekarang mengantuk?
.
.
.
✓✓✓
.
.
.
Saat Wonwoo dan Seungcheol akhirnya masuk perkarangan gudang, hal yang pertama di lakukan Wonwoo adalah memeriksa mobil, dan bungkus plastik Indomaret menarik perhatiannya. "Sebentar.." ucapnya membuat Seungcheol menghentikan langkahnya.
Ia menerima lemparan sebuah cutter dari Wonwoo. "Buat apaan?" tanya Seungcheol bingung melihat Wonwoo mengambil sesuatu dari dalam jeep yang keadaan jendelanya terbuka.
Wonwoo menggendikan bahunya. "Jaga-jaga." Ia sedikit menarik senyum, mengingat Soonyoung membeli apa yang di mintanya.
Wonwoo kemudian berjalan lebih dulu, untuk membuka sedikit pintu dari celah kecil ia mulai mengintip. Gudang tampak luas, tidak banyak barang hanya beberapa tumpuk kayu bakar. Ia tak menemukan tanda-tanda Soonyoung di dalam, tapi melihat bagaimana isi bungkusan di mobil, sebagaimana ia meminta Soonyoung untuk membelinya, membuat Wonwoo yakin bahwa Soonyoung ada disini.
"ANJING!"
Wonwoo tersentak saat mendengar teriakan Seungcheol, ia tidak menemukan Seungcheol di belakangnya, ia segera beranjak dan berjalan menuju sumber suara. Terdapat pintu di belakang gudang, yang pastinya tidak terlihat dari pintu masuk karena tertutup dinding. Saat ia mendekat, ia bisa melihat bagaimana Soohyuk tengah tersungkur dengan sebuah suntikan di tangannya.
"Lo apain adek gue bangsat!"
Ada tawa dari Soohyuk karena kedatangan mereka. "Buat dia tidur lebih nyenyak.." katanya tanpa beban dan segera berdiri.
"Gue bahkan belum mulai pesta, tapi kalian datang mengganggu.."
Saat Soohyuk bergerak tiba-tiba secara sengaja ke arah Seungcheol dengan jarum suntik yang mengarah ke temannya, saat itu pula Wonwoo bergerak dua kali lebih cepat dalam hidupnya untuk menjatuhkan diri tepat ke arah Soohyuk. Rasa sakit ketika akhirnya mereka berdua berjatuh membuat Wonwoo mengerang, tapi ia sadar bahwa bukan waktu yang tepat untuk banyak mengeluh, ia segera menarik paksa jarum suntik dari tangan Soohyuk ketika temannya masih mengerang kesakitan dan melemparnya menjauh dari jangkauan.
Seungcheol yang melihat itu, segera mendekati Soonyoung yang masih tak sadarkan diri dengan kondisi terikat. Ia mengeluarkan cutter dari sakunya untuk mencoba lepaskan ikatan yang melilit tubuh adiknya. Soonyoung tampak pucat, dan entah sudah berapa lama adiknya tak sadarkan diri. Ia diam-diam merapalkan doa dalam hatinya, sedikit gemetar saat mencoba menyayat tali tambang dengan cutter.
Erangan kesakitan membuat Seungcheol menoleh dan melihat bagaimana Wonwoo mengerang dengan sebelah tangan yang mencoba menahan pisau yang menusuk lengannya dari tikaman Soohyuk.
"Bangsat! Seharusnya kalian gak ada disini!" Soohyuk mengerang kesal, "kalau gue gak bisa dapetin Soonyoung, lo juga harus bernasib sama!"
Wonwoo dengan rasa sakit yang menikam lengannya, sekuat tenaga menahan agar benda tajam itu tidak menusuknya terlalu dalam, dan dari sudut pandangnya ia bisa melihat Seungcheol ragu tapi ia hanya menggeleng, meminta agar Seungcheol tetap menyelamatkan Soonyoung lebih dulu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Soonyoung..."
Tepukan pada pipinya membuat Soonyoung perlahan membuka kelopak matanya. "Hei.. bangun.."
Saat itu ia bertemu pandang dengan tatapan khawatir dari Seulgi, ia mengerutkan keningnya merasa pusing. "Are you okay?"
Soonyoung sedikit menegakkan tubuhnya untuk duduk, dan teriakan kembali terdengar.
"Lo keparat gila!"
Disana ia melihat Abangnya tengah di tahan oleh Om Jongsuk karena terlihat memberontak, dan Soohyuk tampak di tahan dengan polisi di kedua sisi tubuhnya di depannya dengan baju yang kini penuh dengan percikan darah. Tubuhnya bergetar karena rasa takut kembali menyerangnya, dan Soonyoung tahu Seulgi kini memeluknya dengan erat dengan beberapa ucapan menenangkan terucap di bibirnya.
Dan dengan pandangan yang sedikit kabur, ia melihat Wonwoo tampak tersimpuh, tidak jauh dari Abangnya dengan sebelah tangan yang menutupi lengannya. Dan Soonyoung sadar bahwa Wonwoo tengah mencoba menekan lengannya yang berdarah. "Wonwoo.." ia berucap lirih.
Tapi entah bagaimana saat itu juga Wonwoo menoleh padanya, memberikan senyum tipis seolah mengatakan ia baik-baik saja. Seolah mengatakan bahwa semuanya akan segera berakhir.
"Lo setan! Apa yang ada di kepala lo!"
Dan tawa yang terdengar mengerikan menyapa pendengarnya, Soohyuk tertawa dan hampir terjungkal jika saja polisi tidak menahan kedua lengannya. Hanya tertawa, dan tidak mengatakan apapun, tapi saat pandangan Soonyoung bertemu dengannya, rasa takut membuatnya menggigil karena senyum itu tampak menakutkan.
"Soonyoung.." jawabnya pelan atas pertanyaan Seungcheol.
Sebelum pertengkaran kembali terjadi, kedua polisi akhirnya menyeret Soohyuk keluar, dan Seulgi memeluknya semakin erat, menyembunyikan pandangnya dari orang itu.
Beberapa waktu berlalu, ia mendengar langkah kaki datang. Dan ia melihat Junhui dan Jihoon berjalan masuk, saat keduanya mendekat, Seulgi melepaskannya. "Tolong Soonyoung, gue mau ke Wonwoo dulu.."
Dan Jihoon memeluknya lebih dulu. "Bego!" Itu kata pertama yang keluar dari bibir Jihoon, "lo seharusnya gak pergi gitu aja!" Ia mendengar makian Jihoon tanpa daya.
"Gue khawatir banget tahu!" Ia membalas pelukan Jihoon, dan mendongak menatap Junhui yang berdiri di belakang Jihoon, yang tampak tersenyum dengan sayu.
Begitu banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya, tapi rasa takut dan pusing hanya membuatnya semakin mual, ia hanya memejamkan matanya sebelum ia mendengar Seulgi berteriak.
"Wonwoo luka lo di balut dulu bego!"
Satu tepukan menyapa kepalanya, dan melihat Wonwoo yang tersenyum sebelum kembali berjalan. Ia bisa melihat dengan jelas bahwa darah masih perlahan menetes dari lengannya.
"Soonyoung.." Suara Seungcheol membuat Soonyoung mengalihkan pandangannya dari Wonwoo yang berjalan keluar. "Ayo pulang.."
Dan Soonyoung akhirnya menyadari bahwa ia berada di sebuah gudang di perkebunan karet, ia tidak bisa mengingat kenapa bisa sampai ke tempat ini, karena sepertinya ia benar-benar tidak sadarkan diri. Ia juga tidak tahu berapa lama menghilang karena mereka semua tampak letih dan lesu. Bahkan dalam gendongan Abangnya, ia melihat beberapa luka gores di lengan dan wajahnya yang memungkinkan lebam akan tercetak jelas keesokan harinya.
Saat mereka keluar, mobil polisi yang membawa Soohyuk lebih dulu pergi, dan Wonwoo kini tengah mendapatkan pertolongan pertama pada lukanya yang di rawat oleh Seulgi. Jihoon dan Junhui masih setia berjalan di belakangnya, dan langit juga tampak mulai petang.
"Kita ke rumah sakit dulu.." Seungcheol berucap pelan, "kita harus cek kondisi lo dulu.."
Soonyoung menenggelamkan kepalanya pada leher Abangnya, walau ia tidak merasakan sakit pada tubuhnya dan hanya ketakutan tanpa kejelasan yang menggerogotinya, ia hanya akan menurut, yang terpenting adalah ia kini tidak sendirian.
.
.
.
.
.
Saat Soonyoung terbangun, infus telah terpasang. Ia bergumam pelan, membuat Seungcheol yang sedari tadi tidak beranjak dari samping adiknya kembali terjaga. "Dek.."
Soonyoung mengerjap pelan, sedikit mengeluh ketika duduk. "Abang, Soonyoung pingsan?"
Seungcheol hanya mengangguk. "Gak pa-pa, Soonyoung cuma butuh istirahat aja.."
"Wonwoo dimana?"
Ia tahu, bahwa Wonwoo juga tidak dalam keadaan baik-baik saja. "Lagi di rawat, ada di kamar sebelah.."
"Soonyoung mau lihat.."
Seungcheol menggeleng. "Belum bisa, Wonwoo belum sadar.."
"Apa?"
Seungcheol menggeleng pelan. "Gak pa-pa, nanti kalau udah sadar, kita ke kamarnya ya.."
Pintu kamar inapnya terbuka, Jihoon tampak membawa sekantung plastik makanan. "Udah bangun nyong?"
Jihoon meletakan bungkusan di atas meja. "Kak, gue beli makanan buat kita-kita, Soonyoung gak pa-pa 'kan makan makanan luar?"
Seungcheol mengangguk. "Junhui kemana?"
"Tadi katanya mau nyari angin, ya udah gue tinggal aja.."
Jihoon mengambil kursi dan menyeretnya mendekat pada ranjang Soonyoung. "Tadi ketemu Kak Han juga, tapi kayaknya dia malah keluar, mau ngomong sama Jun katanya."
Seungcheol kembali mengangguk. "Han udah ngomong kok.."
Kini tatapan Jihoon kembali pada Soonyoung. "Lo tuh, bego apa gimana sih nyong, lo buat geger aja.."
Soonyoung menunduk, merasa bersalah.
"Tapi Kak Cheol juga bego, bisa-bisanya kelepasan.." Jihoon mendesah pelan, "gue tahu bukan waktunya buat marah-marah, tapi astaga gue gak habis pikir aja gitu.."
"Coba aja tadi kalau gue sama yang lain telat masuk kesana?" Jihoon berucap dengan lemas, "gue gak tahu apa yang bakalan terjadi sama kalian.."
Seungcheol menggeleng pelan. "Sorry, itu beneran refleks gue langsung masuk waktu lihat Hyuk mau nyuntik Soonyoung.." Seungcheol mengusap wajahnya dengan gusar, "gue gak bisa diem aja, apalagi pas lihat Wonwoo di tusuk sama bajingan itu di depan mata gue.."
Jihoon menggeleng prihatin. "Itu kejadian paling dramatis dalam hidup gue tahu kak, lo bisa sekalap itu hajar Soohyuk, yang bahkan cuma ketawa tanpa perlawanan."
Seungcheol mengangguk. "Gue pikir, dia gak bakalan bales bogem gue karena inget gue Abangnya Soonyoung, tapi beda kalau itu Wonwoo, bahkan dia mau Wonwoo mati dan itu bikin gue marah banget.." Seungcheol menutup wajahnya, "gue ngerasa jijik, dan bener-bener kepikiran buat bunuh Hyuk pakai tangan gue sendiri, walau gue tahu tangan gue udah mati rasa karena sakit.."
Usapan lembut pada pundaknya membuat Seungcheol sedikit tenang, saat ia mendongak, senyum lembut Soonyoung menyapanya, seolah mengatakan bahwa semua baik-baik saja. Dan Seungcheol terdiam, rasanya ingin menangis, bayangan kehilangan adik tersayangnya adalah hal paling menakutkan yang pernah ada dalam pikirannya, terlebih jika teman yang paling berharga harus berkorban nyawa. Dan jika itu benar-benar terjadi, Seungcheol tidak akan pernah yakin bisa tetap hidup dengan kebahagiaan.
.
.
.
.
.
.
Wonwoo duduk bersandar, ia mengusap hidungnya dan menghela napas, menatap kosong di depannya. Pikirannya berkecamuk, bayangan kejadian kemarin terus saja berputar di kepalanya. Rasa sakit itu masih jelas terasa di lengannya, tapi rasa takut yang tak pernah terbayangkan olehnya terus membuatnya cemas tanpa akhir.
"Won.."
Wonwoo mendongak, melihat Seulgi masuk ke kamar inapnya.
"Soonyoung sama yang lain mau jengukin lo, gimana udah gak pa-pa?"
Dahi Wonwoo berkerut bingung, membuat Seulgi menghela napasnya saat sebelum mengambil kursi untuk duduk di sisi ranjangnya. "Gue dari kemarin nolak mereka buat ngelihat lo, dalihnya sih lo belum sadar.."
"Kenapa?"
Seulgi menepuk pundak Wonwoo. "Gue tahu, lo kemarin habis sadar nangis terus.." senyum tipis terukir di bibir Seulgi, "karena gue tahu lo gak mau kelihatan lemah di mata orang lain, makanya gue bilang gitu."
Wonwoo ingat, kemarin setelah siuman karena sempat tak sadarkan diri, ia menangis. Tidak tahu kenapa, tapi bayangan kejadian kemarin membuatnya sesak, takut kehilangan Soonyoung disisinya, karena kelalaiannya menjaga manusia paling lucu dan menyebalkan seperti janjinya, merasa bodoh karena hampir membuat orang yang disayanginya celaka, rasa bersalah terus saja menggerogoti hatinya, walau ia tahu Soonyoung sekarang baik-baik saja, tapi Wonwoo tahu trauma akan selalu mengikuti Soonyoung selamanya.
"Gue udah gak pa-pa.."
Seulgi mengangguk paham. "Nanti gue ngomong sama Seungcheol, dari kemarin Soonyoung mau ketemu lo soalnya, terus kata dokter lo udah bisa pulang.." Seulgi menghela napasnya, "kita balik ke rumah kakek malem ini, dan lo tahu gak bisa menghindar, lo udah bikin heboh.."
Wonwoo ikut menghela napasnya. "Bonyok gue juga disana?"
Seulgi mengangguk tak yakin. "Mungkin aja.."
"Tante Seulgi juga berarti ada?"
Seulgi kembali mengangguk. "Jelas, dia pasti yang paling marah diantara yang lain, mungkin ngamuk?"
Wonwoo kembali mengangguk, tanda ia paham dan akan menerima konsekuensinya. Lagipula ia tidak menyesal, walau kini lengan kanannya di balut oleh perban.
Tidak lama setelahnya Seulgi pergi untuk menemui Soonyoung, dan saat keduanya kembali bertemu, senyum di bibirnya tidak bisa berbohong bahwa ia bahagia melihatnya baik-baik saja, walau bibir pucat itu tampak kering dari biasanya.
Wonwoo menepuk sisi ranjangnya, meminta tanpa kata pada Soonyoung untuk duduk di sisinya. Perlahan Soonyoung mendekat, pandangannya tidak lepas pada lengan Wonwoo yang di balut oleh perban.
"Lihat mata gue bukan tangan gue.." ucapan Wonwoo membuat atensi Soonyoung teralihkan, senyum bersalah itu membuat Wonwoo terdiam, ia tahu bahwa Soonyoung merasa bersalah.
"Gue gak pa-pa.." ucapnya, mengusap pelan kepala Soonyoung, "lo juga gak pa-pa 'kan?" tanyanya, di sambut anggukan Soonyoung.
Di lain sisi, Wonwoo bisa melihat Seungcheol duduk di sofa di ruangannya, Jihoon dan Junhui pun ikut bersamanya, tapi untuk saat ini Wonwoo hanya ingin terfokus pada Soonyoung di depannya.
Hening tercipta diantara keduanya, hanya tanpa kata keduanya menyelam pada netra masing-masing, mencari sesuatu bahkan tanpa tahu apa artinya, kecemasan jelas terpancar dari binar mata keduanya yang tampak redup akan penyesalan yang berbeda, rasa bersalah yang menggerogoti hati keduanya. Jelas ingin mengucapkan ribuan kata maaf, tapi keduanya tak sampai hati untuk mengucapkannya, ada sesuatu yang lebih ingin mereka sampaikan tapi tak tahu bagaimana cara mengucapkannya.
"Ndut.." Wonwoo memulai, rasanya ingin menggenggam tangan Soonyoung tapi kedua tangannya tak bisa ia gerakan dengan mudah, selain sebelahnya terluka, sisi lain masih terpasang infusnya.
"Kenapa?"
Wonwoo menarik senyum tipisnya. "Gue boleh minta peluk?" tanya pelan, tak ingin ucapannya di dengar yang lain.
Dan Soonyoung menyetujuinya tanpa kata, membuat Wonwoo menenggelamkan kepalanya pada ceruk leher Soonyoung, tangannya hanya terkulai disisi tubuhnya, tapi Soonyoung dengan hati-hati melarikan tangannya untuk mengusap punggung Wonwoo perlahan, mencoba dengan gemetar mengirim ketenangan untuk Wonwoo.
"Lo masih suka sama cowok yang nangis gak?" Wonwoo bertanya pelan, mengirim gelitik di leher Soonyoung.
"Kenapa? Lo mau nangis?"
Wonwoo mengangguk ragu. "Udah sebenernya, tapi gak tahu kenapa kayak mau nangis lagi.."
Soonyoung menyandarkan dagunya pada bahu Wonwoo, menyamankan posisinya tanpa membuat Wonwoo merasakan sakit. "Ya udah nangis, gue temenin.."
"Gak deh.." jawab Wonwoo pada akhirnya, "gue gak mau kelihatan cupu.."
Ucapan Wonwoo mampu membuat kekehan Soonyoung terdengar, sayup-sayup mengirimkan gelayar pada perutnya.
"Lo gak cupu kok.." balas Soonyoung, "lo keren banget, si paling keren deh.."
Ada senyum di bibir Wonwoo mendengar ucapan Soonyoung, benar-benar membuatnya sedikit terhibur. "Masa sih?"
Soonyoung mengangguk. "Kemarin Abang cerita tentang lo, kedengarannya keren banget sih, sampai rela di tusuk karena gue, tapi ternyata tetep bisa cengeng juga."
Wonwoo terkekeh pelan. "Namanya juga manusia.."
Usapan pada punggungnya membuat Wonwoo merasanya nyaman.
"Makanya itu, karena lo manusia wajar kalau nangis.."
Bahkan jika Soonyoung boleh jujur, ia ingin sekali menangisi nasibnya yang membuat orang-orang di sekitarnya celaka. Rasa bersalah terus bercokol dalam hatinya, sesak membuatnya sulit bernapas tapi ia takut untuk menunjukkannya, ia harus tetap tegar karena kepedulian mereka membuat Soonyoung sampai saat ini masih baik-baik saja. Apalagi ketika ia melihat Wonwoo berjalan menjauh keluar dari gudang dengan lengan yang berdarah, ia merasa akan menangis melihat Wonwoo terluka karena menyelamatkannya tapi air mata tak kunjung datang, hanya menyisakan panas di matanya dengan hati yang terasa sakit.
Wonwoo memejamkan matanya, menghirup aroma parfum Soonyoung yang menguar di indra menciumannya, membuatnya merasa tenang, sayup-sayup mendengar degup jantung keduanya yang berdetak. Membuatnya merasa nyaman, mengikis rasa khawatir yang membuatnya takut. Soonyoung kini baik-baik saja, ada di hadapannya, tengah memeluknya dan Wonwoo seharusnya sudah merasa lebih dari cukup, seharusnya.
Tapi ia tahu ada sesuatu yang masih mengganjal hatinya, sesuatu yang seharusnya tidak ada, sesuatu yang selama ini selalu ia sangkal.
Rasa itu, yang membuatnya merasa hampa dan sesak di saat bersamaan, dengan setetes air mata yang mengalir perlahan turun dari sudut matanya tanpa peringatan. Wonwoo berharap Soonyoung tidak pernah menyadarinya. Menyadari bahwa sudah lama Wonwoo merindukannya, rindu yang tak dapat disampaikannya, tapi ingin ia ucapkan dengan lantang pada teman masa kecilnya yang lucu. Teman yang selalu ia rindukan setiap malam menjelang tidur, karena Wonwoo merasa Soonyoung adalah teman pertamanya yang selalu memberikan kesan bahwa Wonwoo bisa diandalkan, walau ia harus mengorbankan camilan kesukaannya. Wonwoo kecil sangat menyayanginya dengan tulus, dan rasa kehilangan itu ada saat keduanya harus berpisah lama tanpa ia tahu keberadaan Soonyoung.
Kerinduan yang seperti diberi pupuk, semakin subur dan membuat Wonwoo mungkin mengembangkan sesuatu yang lain tanpa disadarinya, dan ketika mereka bertemu kembali, mungkin saja kerinduan itu telah memekarkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang kini membuatnya takut akan kebenarannya, Wonwoo semakin menenggelamkan kepalanya jauh yang ia bisa ke dalam ceruk leher Soonyoung, mencoba menyembunyikan dirinya dan perasaannya jika memang ia bisa.
Soonyoung mengusap punggung Wonwoo perlahan, merasakan basah pada lehernya, hatinya ikut terasa sesak. Dan ia tanpa sadar meneteskan air matanya, tidak tahu kenapa seolah-olah ia bisa merasakan kesedihan yang menguap pada tubuh Wonwoo yang mulai gemetar. Tidak tahu apa alasan yang membuat pacar settingannya sampai meneteskan air mata, sampai-sampai ia merasa Wonwoo tidak ingin orang lain mengetahuinya bahwa ia tengah menangis.
Soonyoung dan Wonwoo seharusnya mereka baik-baik saja.
-ˋˏ✄┈┈┈┈
4 notes · View notes
nojamsty · 2 years
Text
NOJAM's WARNING
Never copy my ideas and characters. You can read it but not copy it, or I will think you are a thief. Make something new. That came from your idea, not from copying someone else's. Whether it's intentional or not, I still don't like it.
1 note · View note
nojamsty · 2 years
Text
UNEXPECTED (I'm Beside You)
for wwhs secret birthday event
genre: ABO, Fluff
rating: Teen
warning: Implied sexual content, harsh words, mentions of kiss, horny, diskriminasi, relasi kuasa, menyelipkan beberapa non baku conversation
setting: Collage!AU 5333 Words
Summary
[UNEXPECTED] Siapa sangka jika Wonwoo seorang Alpha? Siapa sangka jika Wonwoo dan Soonyoung adalah Soulmate Hal-hal tidak terduga terjadi di antara keduanya. “Tapi Won..” Soonyoung kini mendongak, menatap Wonwoo dengan alis yang saling bertaut, “kenapa lo bau Wipol deh..”
___
“Dalam sejarah tercatat bahwa sejak 500 tahun yang lalu telah terjadi mutasi genetika pada manusia, seperti yang kita ketahui saat ini bahwa umat manusia kini dibagi menjadi tiga tingkatan.”
Pertama ; Alpha atau Pemimpin Kedua ; Beta atau Pekerja Ketiga ; Omega atau Ratu
Soonyoung menutup bukunya dengan cemberut, sebelah tangannya menopang pipinya, membuat Wonwoo bisa melihat lipatan pipi chubby Soonyoung, ada rasa gatal pada jarinya yang ingin menarik pipi sahabatnya itu, tapi melihat dari suasana hati Soonyoung sepertinya ia tidak dalam keadaan mood, alih-alih mencubit pipi sahabatnya, Wonwoo justru mendorong es krim strawberry miliknya pada Soonyoung.
“Wonwoo....”
“Apa?” Wonwoo kali ini tidak menatap Soonyoung, ia lebih memilih untuk melihat sendoknya yang menggali krim cokelat pada kue yang ia pesan.
“Coba aja dulu gak ada mutasi, mungkin aja gak bakal ada tuh yang namanya A/B/O,” Soonyoung menghela napasnya, “terus ya kita mungkin hidupnya bisa damai aja, gak ada yang namanya diskriminasi..”
Wonwoo meletakkan sendoknya, kini sepenuhnya menatap lawan bicaranya. “Kata siapa?” Tanyanya retoris, “adanya mutasi atau enggak, sebagian manusia juga pernah mengalami diskriminasi Soonyoung..”
“Cuma sekarang karena manusia punya tingkatan, kayak yang lo baca barusan, adanya Alpha, Beta dan Omega, lebih memperjelas status kita di masyarakat, itu yang buat diskriminasi dimana-mana.”
“Lagian itu udah lama, 500 tahun lalu..” Wonwoo melirik buku Soonyoung di atas meja, “dan sekarang diskriminasi udah gak separah dulu, apalagi sekarang ada sekolah khusus buat omega yang terlantar di bawah naungan Pemerintah.”
“Kalau yang lo maksud itu diskriminasi buat para omega ya..” lanjut Wonwoo.
“Wonwoo....” Soonyoung kembali memanggilnya, lebih seperti anak kecil yang merengek.
“Apa lagi?”
“Lo tuh gak bisa dikodein ya....” bibir Soonyoung mengerucut, ia mengaduk es krim Wonwoo yang mulai mencair, “maksud gue tuh—”
“—Ngode gue buat tes?”
Soonyoung mengangguk mantap walau agak kesal karena ucapannya terpotong.
“Kan lo tahu, tes gue gak pernah keluar?”
Soonyoung mengigit bibirnya. “Gimana kalau lo tesnya di Saffron?”
Sebelah alis Wonwoo terangkat. “Saffron?”
Soonyoung mengangguk.
“Kenapa di Saffron? Harus banget ke kota sebelah?”
Soonyoung menggigit sendok es krimnya cukup lama sebelum menjawab Wonwoo. “Gue denger-denger di sana hasil tesnya lebih akurat, lo tahu 'kan di sana termasuk kota modern, alat-alat tesnya juga lebih canggih di sana..”
Wonwoo menghela napasnya. “Lo tahu, gue tiga kali tes dan dokter juga gak bisa kasih hasil tes gue karena emang itu gak spesifik.”
Wonwoo melihat sekitar, kafetaria mulai sedikit lenggang karena beberapa mahasiswa telah memulai kelasnya, tidak seperti dirinya dan Soonyoung yang hanya memiliki satu kelas untuk hari ini.
“Lagian lo tahu, gue juga gak terlalu mikirin hasil tes gue—status gue apa, gue gak masalah juga kalau dianggap Beta.” Wonwoo mengambil buku paket Soonyoung dan memasukkannya ke dalam tas miliknya, “like most people who have beta status, mereka justru punya peluang besar di bidang karir.”
Soonyoung mengulurkan pena yang sempat ia keluarkan pada Wonwoo. “Penanya masukin juga.”
Wonwoo meraihnya, sudah tidak banyak mengeluh ketika Soonyoung terus-menerus menitipkan barang keperluan kuliah kepadanya, sahabatnya tidak pernah membawa tas sendiri, Wonwoo adalah tas berjalan yang ia punya, itu yang dikatakan Soonyoung ketika Wonwoo mengeluh tentangnya, apalagi mereka hampir selalu memiliki kelas yang sama.
“Tapi kalau kita tahu status dari tes itu juga baik, bisa buat jaga-jaga ke depannya” Soonyoung akhirnya memilih meminum es krimnya langsung dari cup karena telah mencair sepenuhnya, “misal kalau lo tiba-tiba rut atau heat 'kan bisa jadi masalah juga.”
Wonwoo memutar bola matanya jengah. “Kalau semisal hasilnya masih sama gimana?”
Soonyoung menghembuskan napasnya lewat mulut, menatap Wonwoo dengan sedikit rasa kesal. “Dicoba dulu, di sana 98% hasil tesnya selalu keluar, kalau pun ada yang kurang akurat, pasti bakal ada tes kedua, walau sebenernya gue juga gak masalah status lo apa..” Soonyoung menyingkirkan cup es krimnya, “tapi hasil tesnya juga 'kan penting buat kita ke depannya.”
“Lo 'kan juga butuh kerjaan—”
Wonwoo berdiri dari duduknya, sedikit membungkuk ketika ia mengusap kepala Soonyoung. “Lo gemes banget kalau lagi cerewet gini, tapi gue lagi gak mood buat dengerinnya..” Wonwoo menggeser kursinya dan meminta Soonyoung mengikutinya, “gue tahu lo khawatir, tapi besok-besok aja gue tesnya, lagian gue masih aman 'kan sampai sekarang?”
Soonyoung meraih tangan Wonwoo yang terulur ke arahnya. “Tapi besoknya tuh kapan?”
Soonyoung menyamakan langkahnya dengan Wonwoo yang berjalan sedikit cepat. “Gue diajak 'kan tapi?”
Wonwoo terkekeh pelan. “Ya.”
___
Alpha but not Alpha itulah hasil tes keempat Wonwoo yang ia lakukan dua bulan yang lalu di Saffron tanpa sepengetahuan Soonyoung. Ia hanya belum memberi tahu Soonyoung tentang hal ini, karena kejadian ini merupakan salah satu kasus langka yang jarang terjadi.
Alpha but not Alpha, mereka adalah Alpha tapi sebelum mereka bangun, sifat, fisik dan kemampuan tidak terlihat, membuat mereka tampak seperti seorang Beta karena jiwa Alpha mereka masih tertidur. Jiwa Alpha mereka akan bangkit jika mendapatkan stimulasi dari feromon omega yang merupakan Soulmate mereka.
Dan ketika mereka, yang merupakan Alpha but not Alpha, bangkit mereka akan melampaui kemampuan Alpha dominan dan hal itulah yang membuat mereka ditakuti oleh banyak orang, termasuk Alpha dominan sejak mereka lahir yang lebih menghindari pertarungan. Karena jika jiwa mereka, Alpha but not Alpha, telah bangkit, sepenuhnya kemampuan dan fisik mereka akan berkembang pesat.
Tapi Wonwoo masih ragu jika hasil tes yang ia miliki itu akurat, ia tidak mempercayainya begitu saja, terlebih dia sudah melakukan tes lebih dari satu kali dan semua hasilnya tidak menunjukkan statusnya secara spesifik. Jadi ia memilih untuk tidak memberitahu Soonyoung.
Tapi orangtuanya telah mewanti-wanti dirinya untuk lebih hati-hati, terhadap apapun yang akan terjadi kedepannya, salah satunya mungkin rut atau bertemu Soulmatenya.
“Wonwoo...”
“Apa?”
“Lo habis dari kamar mandi ya?”
Wonwoo berhenti menata bukunya yang berantakan di karpet kamarnya untuk menoleh pada Soonyoung yang masih fokus bermain Stardew Valley di PC-nya.
“Enggak tuh, kenapa?”
Soonyoung mengerutkan hidungnya. “Kok bau Wipol ya?”
“Hah?”
Wonwoo bingung. “Wipol?”
Soonyoung mengangguk sebelum memutar kursi untuk menghadap Wonwoo. “Iya, tadi perasaan gak ada bau Wipol deh, pas lo masuk kok jadi bau Wipol ya?”
Wonwoo memandang Soonyoung sejenak sebelum mengangkat tangannya bergantian untuk mengendus ketiaknya. “Enggak tuh...” ucapnya menatap Soonyoung, “ya kali gue bau Wipol, ngaco lo.”
Soonyoung menggendikan bahunya dan kembali memutar tubuhnya menghadap PC Wonwoo, kembali fokus pada permainannya. Sepenuhnya mencoba mengabaikan aroma Wipol yang menggelitik hidungnya. Tapi itu hanya bertahan selama lima menit, karena setelahnya ia kembali memutar kursinya dan menghadap Wonwoo yang kini telah menyusun buku-bukunya di rak.
“Ih, beneran tahu bau Wipol.”
Wonwoo memutar bola matanya walaupun masih membelakangi Soonyoung. “Tapi gue gak tuh, hidung lo lagi korslet kali.”
Soonyoung menghembuskan napasnya. “Ish, ini mah beneran gak bohong bau Wipol...” Soonyoung menggosok hidungnya, “udah kayak Wipol tumpah.”
Wonwoo menghela napasnya dan menghadap Soonyoung sepenuhnya. “Tapi gue gak nyium bau Wipol Soonyoung...”
“Tapi beneran gue gak bohong, masa lo gak bisa cium baunya sih? Hidung lo bermasalah ya...”
“Lah malah ngatain,” Wonwoo melempar gumpalan kertas tak terpakai ke arah Soonyoung, “buat apa juga bohong.”
Soonyoung cemberut. “Masa gue doang yang nyium baunya sih...”
Wonwoo menggendikan bahunya. “Ya mana gue tahu,” ia kembali memutar tubuhnya ke arah rak, “lagian cuma bau Wipol 'kan, gak aneh-aneh amat itu...”
Soonyoung mengangguk di balik punggung Wonwoo. “Iya sih...” ia mengakuinya, “wanginya enak...”
Sekarang Wonwoo kembali menoleh. “Enak?”
Soonyoung menggendikan bahunya. “Ih gak tahulah, baunya seger gitu kek Wipol tapi kayaknya bukan Wipol sih, tapi mirip.”
Wonwoo memutar bola matanya, mendengar jawaban dari Soonyoung. “Aneh lo.”
Soonyoung cemberut, pipinya mengembung tapi Wonwoo tetap tidak mencium aroma Wipol, jadi ia hanya menggendikan bahunya dan lebih memilih melanjutkan merapikan buku-bukunya.
Libur semester baru saja dimulai hari ini, Wonwoo memutuskan untuk merapikan bukunya dan memilih yang sudah tidak lagi terpakai, tapi kegiatannya terinterupsi karena kedatangan Soonyoung ke kamarnya dan mengambil alih PC-nya untuk bermain game.
“Lo ngapain dateng kesini? Emang gak liburan ke rumah nenek lo?”
Soonyoung menggeleng, tangan kirinya sibuk menggali toples kripik singkong Wonwoo yang selalu ada di meja belajarnya. “Enggak, Papi sama Mami lagi sibuk jadi gak liburan dulu, lagian males juga kalau pergi sendiri.”
Soonyoung menoleh sejenak, untuk melihat Wonwoo yang kini memilih pena yang tidak bisa digunakan untuk dibuang. “Lo gak liburan?”
Wonwoo menggeleng. “Enggak, Ayah mau ngajarin gue sesuatu katanya,” Wonwoo menatap Soonyoung sejenak, “gue juga 'kan bukan lo yang doyan main.”
“Lo aja yang kutu buku,” Soonyoung menjulurkan lidahnya mendengar ucapan Wonwoo, “beruntung lo punya temen kayak gue, tahan sama lo.”
Wonwoo memutar bola matanya jengah. “Seharusnya gue gak sih yang bilang gitu ke elo, lo beruntung soalnya gue mau temenan sama lo.”
Soonyoung terkikik pelan, melihat wajah kesal Wonwoo, tapi ia tak lagi membalas ucapannya, fokusnya kembali pada permainan komputer.
“Soonyoung, lo ngerasa gerah gak sih?”
Soonyoung menoleh, dahinya berkerut dengan bibir mengerucut, mencoba merasakan suhu tubuhnya sendiri dan suhu kamar Wonwoo terasa dingin karena AC yang menyala. “Enggak tuh, AC lo 'kan nyala.”
Wonwoo tahu akan hal itu, hanya saja ia merasakan bahwa ia sedikit lebih gerah dari biasanya. “Gue tahu, makanya tanya,” Wonwoo melirik jendela kamarnya, “apa mau hujan ya?”
Soonyoung mengangkat bahunya. “Ya gak tahu lo kira gue pawang hujan apa gimana deh...”
Wonwoo mendesah pelan. “Keluar aja yuk? Jalan, cari minum gitu yang seger-seger.”
“Lo yang bayarin 'kan?”
Wonwoo memutar bola matanya. “Biasanya emang gitu 'kan?”
Soonyoung terkikik lagi, tetapi segera menghentikan permainannya dan mendekati Wonwoo. “Lo mau ganti dulu apa enggak? Gue tunggu di bawah ya?”
Dan Wonwoo hanya mengangguk sebagai balasan, ia hanya akan mengganti kausnya karena gerah.
___
Wonwoo dan Soonyoung lebih memilih duduk di sudut ruangan dengan AC yang langsung mengarah pada mereka. Setelah berkeliling dengan mobil Wonwoo tanpa tujuan akhirnya keduanya memutuskan pergi ke salah satu coffee shop langganan Wonwoo.
Cuaca hari ini sedikit mendung, terlihat dari awan di langit yang tampak berarak membawa beban, tapi Wonwoo masih merasa gerah, terlihat bulir keringat yang mulai menetes di dahinya.
“Wonwoo lo kepanasan banget ya?”
“Hah?” Wonwoo menoleh, menatap Soonyoung yang terlihat khawatir.
Soonyoung sedikit mengangkat bucket hat yang Wonwoo kenakan untuk mengusap keringat sahabatnya. “Sampai keringetan gini...”
Wonwoo meneguk liurnya, menyadari kedekatannya dengan Soonyoung. “Lo gak lagi sakit 'kan?” Wonwoo menggeleng pelan, sadar bahwa tenggorokannya sekarang benar-benar terasa kering.
Soonyoung masih menatap Wonwoo dari dekat, mencoba mencari sesuatu di wajahnya dan Wonwoo berharap ia tidak terlihat idiot di depan Soonyoung untuk sekarang ini, tiba-tiba ia sangat mempedulikan penampilannya dari biasanya.
“Soonyoung...”
Alis Soonyoung terangkat mendengar betapa seraknya suara Wonwoo dan sahabatnya terlihat berdeham setelahnya.
“Kenapa?”
“Lo...” Wonwoo masih bingung mencari kata-kata dalam pikirannya yang terasa kosong.
“Apa?”
Wonwoo menatap Soonyoung sejenak, menatap bibir sahabatnya yang tampak lebih merah dari biasanya. “Heat lo gak dalam waktu dekat 'kan?” Ia berbisik pelan, tapi telah memastikan bahwa Soonyoung dapat mendengar ucapannya.
Mata Soonyoung membulat. “Lo...” Soonyoung kehilangan kata-katanya, “lo tahu gue Omega?”
Kali ini dahi Wonwoo berkerut. “Ya iya?”
Yang Soonyoung tahu adalah bahwa Wonwoo belum mengetahui statusnya walau ia sudah melakukan tes DNA, keduanya berjanji untuk saling memberitahu jika keduanya telah mendapatkan hasil tes masing-masing, maka dari itu Soonyoung beberapa kali telah meminta Wonwoo untuk segera melakukan tes agar bisa saling mengungkap status mereka bersamaan. Itulah yang membuatnya terkejut bahwa Wonwoo telah mengetahui statusnya sebagai Omega ketika ia mengonsumsi rumput penghambat, untuk memblokir feromonnya, bahkan seorang Alpha tidak dapat merasakannya. Jadi ia berpikir bahwa Wonwoo hanya mengetahui bahwa ia seorang Beta.
“Se-serius?” Soonyoung tergagap karena terkejut.
Wonwoo mengangguk lagi. “Gue tahu walau aroma lo samar, tapi gue yakin lo Omega.”
Soonyoung menggeleng tanpa sadar. “Seharusnya lo gak bisa cium aroma gue, bahkan orangtua gue gak bisa.”
Dahi Wonwoo berkerut bingung. “Kenapa gitu?”
Soonyoung melirik sekitarnya, coffee shop tampak sepi, mungkin karena cuacanya yang mendung membuat sebagian orang malas untuk keluar rumah dan memilih tinggal di dalam. “Gue pakai rumput penghambat, itu gak memungkinkan buat orang lain bisa cium aroma feromon gue.”
“Tapi gue bisa dan dari lama...” Wonwoo tampak berpikir sejenak, mencoba mengingat, “sebelum lo tes, aroma lo lebih jelas, cuma setelah tes aroma lo emang lebih samar.”
Soonyoung meneguk ludahnya bingung. “Gue emang mulai berhenti konsumsi rumput penghambat karena katanya itu kurang baik juga buat tubuh, tapi bukan berarti gue langsung lepas pakai juga, gue masih konsumsi setiap beberapa hari gitu..” Soonyoung menatap Wonwoo, mencari sesuatu di mata sahabatnya yang tampak kurang fokus, “tapi kenapa lo bisa cium aroma gue bahkan di saat gue sendiri ngeblokir aromanya?”
“Soonyoung..” Wonwoo berbisik serak, “strawberry... lo wangi banget..”
Soonyoung melotot. “Wonwoo lo kenapa deh!” Soonyoung panik ketika sahabatnya menjatuhkan kepalanya di lehernya.
“Wangi banget..” Wonwoo sedikit merancau, “enak..”
Soonyoung menepuk pundak Wonwoo agar sahabatnya segera melepaskan dekapannya. “Anjir..” Soonyoung mengumpat menyadari ia merasakan aroma pewangi khas menyapa hidungnya, “Wonwoo lo beneran bau Wipol..”
Soonyoung yang panik melirik keadaan coffee shop yang masih tampak lengang, tapi sangat menyadari bahwa sebentar lagi tempat ini akan penuh oleh aroma tubuh Wonwoo. “Duh.. kita harus pulang sekarang deh..”
Walau postur tubuh Soonyoung tidak dibangun oleh otot karena dia seorang omega, Soonyoung berusaha berdiri bersama Wonwoo yang masih melekat padanya. Karena sebenarnya walau postur tubuh Wonwoo sedikit lebih besar darinya, bukan berarti Soonyoung tidak bisa menyeret sahabatnya untuk keluar.
“Anjir.. anjir..” Soonyoung mengumpat pelan, “tahu gitu kita gak usah keluar..”
Setelah membanting tubuh Wonwoo ke dalam mobil, Soonyoung menarik napasnya. “Astaga..” ia masih mengeluh, tapi sedikit lega karena berhasil membawa Wonwoo ke parkiran, “ternyata lo bisa juga nyusahin..”
Soonyoung berkacak pinggang setelah menutup pintu penumpang, sebelum berlari menuju kursi pengemudi. Walau sebenarnya ia sangat penasaran sekarang ada apa dengan Wonwoo, ia berpikir bahwa Wonwoo adalah seorang Beta karena ia tidak bisa mencium aroma feromon sahabatnya itu. Tetapi hari ini Wonwoo mengeluarkan aroma seperti Wipol dan sangat tajam menusuk hidungnya.
Hal yang membingungkan Soonyoung selanjutnya adalah bahwa Wonwoo bisa mencium aroma tubuhnya.
Soonyoung mengusap peluhnya yang menetes dari dahinya, ia menarik napasnya perlahan, merasa sedikit berkeringat setelah berhasil membawa Wonwoo ke dalam mobil, ia melirik sahabatnya dari center mirror, tampak meringkuk di sana. Dan Soonyoung kini merasakan tubuhnya panas, seperti gerah mulai merambat di kulitnya, Soonyoung mengusap lututnya gugup, tidak tahu kenapa merasa bagian bawahnya lembab.
Satu hal yang Soonyoung tahu, ia harus segera membawa Wonwoo pulang.
___
Dua minggu kemudian Soonyoung akhirnya bisa menemui Wonwoo yang telah kembali dari Saffron, dalam seminggu ia bisa melihat perbedaan yang signifikan dari postur tubuhnya yang tampak lebih tegap dari sebelumnya. Kedua netra sahabatnya jika dilihat dari dekat lebih legam dari biasanya dan deep voice Wonwoo benar-benar membuatnya tercengang ketika mendengarnya.
“Won, lo habis tes DNA atau operasi sih?” Tanyanya terlihat cemberut.
“Kenapa emangnya?” Wonwoo menahan sudut bibirnya agar tidak tersenyum melihat Soonyoung merajuk.
Dua minggu terakhir yang Wonwoo takuti adalah bagaimana sikap yang akan ia tunjukkan pada Soonyoung, ia merasa canggung mengingat kejadian terakhir kali, tapi tampaknya sahabatnya hanya peduli dengan keadaanya, terbukti saat Soonyoung segera datang ke rumahnya ketika ia mengirim pesan bahwa ia telah kembali dari Saffron, Soonyoung datang langsung menghambur untuk memeluknya, menanyakan apa dia baik-baik saja.
“Kenapa lo kelihatan beda banget? Mata lo? Suara lo..” Dahi Soonyoung berkerut, “seminggu bisa berubah drastis banget..”
Wonwoo terkekeh pelan, mengusap kepala Soonyoung dengan sayang. “Mungkin karena hasil tes gue udah keluar?”
Mata Soonyoung membulat, rasa terkejut dan senang menjadi satu, senyumnya mengembang. “Beneran? Hasilnya apa?”
“Terus penyebab tes lo selama ini gak keluar itu apa? Ada penjelasan dari dokter spesialisnya gak?”
Wonwoo hanya mengangguk. “Ya.”
“Tapi kita bisa duduk dulu gak sih?”
Soonyoung sadar ketika ia masih berdiri di ambang pintu kamar Wonwoo, ia segera masuk dan duduk bersila di atas ranjang Wonwoo dengan nyaman, menepuk tempat di sampingnya dengan tangannya. “Sini, gue mau denger!”
Wonwoo menggeleng pelan, tidak berpikir bahwa Soonyoung akan terlihat sangat excited terhadap hasil tesnya.
Ketika akhirnya ia duduk di samping Soonyoung, rasa gugup itu perlahan menggerogoti tubuhnya. Berpikir darimana ia harus memulainya, degup jantungnya berpacu seolah menggedor dadanya, mengancam untuk keluar. Wonwoo hanya tidak ingin terlihat aneh dan takut Soonyoung menjauh setelah ia mengatakan kemungkinan yang ada adalah kebenaran yang sebenarnya membuat hasil tesnya tidak pernah keluar.
“Jadi apa?” Soonyoung memulai, kepalanya meneleng menatap Wonwoo di sampingnya.
Bahkan dengan binar di mata itu, tidak mampu meredakan degup jantung Wonwoo yang semakin menggila tentang ritmenya.
“Tapi sebelumnya lo harus janji sama gue dulu..” Wonwoo bisa melihat raut penuh semangat Soonyoung perlahan berganti dengan kebingungan, “lo bisa gak?”
Soonyoung menarik garis tipis di bibirnya, sebelum menepuk paha Wonwoo perlahan. “Oke..” jawabnya, “apapun itu, gue coba asal lo nyaman buat cerita ke gue..”
Wonwoo diam-diam menarik napas lega, sebelum mengusap punggung tangan Soonyoung yang masih berada di atas pahanya. “Gue mau lo dengerin sampai selesai, setelahnya pun gue mau lo gak ngejauh dari gue terlepas lo percaya atau enggak tentang apa yang gue omongin ini..”
Wonwoo menatap Soonyoung yang mengangguk, menarik napasnya perlahan untuk menstabilkan degup jantungnya dan berharap Soonyoung tidak menyadari kegugupannya. “Kenapa hasil tes gue gak pernah keluar karena ini termasuk masalah langka..” Wonwoo memperhatikan Soonyoung yang masih menunggu ucapannya dengan sabar, “gue Alpha but not Alpha ini alasan dokter di sini gak berani ngeluarin hasil tes gue yang uncertain status,” Wonwoo menggigit bibirnya gugup.
Soonyoung berkedip sekali, dua kali. “Hah?“
Wonwoo mengangguk ragu.
“Lo Alpha tapi bukan Alpha?” Wonwoo mengangguk sekali lagi, dahi Soonyoung semakin berkerut, “itu maksudnya gimana?”
“Emang itu beneran ada? Yang di buku, yang dijelasin sama guru waktu jaman high school itu beneran ada? Lo?” Soonyoung memborbardir Wonwoo dengan pertanyaan yang sebenarnya sulit ia percaya bahkan sampai detik ini dan Wonwoo hanya mengangguk sebagai jawabannya.
Soonyoung mencubit paha Wonwoo gemas. “Jelasin! Gue udah agak lupa jangan buat gue mikir ya!” Wonwoo mengaduh sebagai respon alami karena rasa sakit yang menyengat pada pahanya.
“Sebentar..” Wonwoo mengusap pahanya sejenak, mengintip reaksi Soonyoung dari balik bulu matanya yang masih menunggu dengan kerutan di dahi, “lo tahu 'kan Alpha but not Alpha ini..” Wonwoo menggigit pipi dalamnya, “Alpha yang belum bangkit, mereka butuh stimulasi buat mereka bangun dan stimulasi itu dari feromon Omega..”
Tanpa sadar Soonyoung menahan napasnya, menebak kalimat yang akan terucap dari belah bibir Wonwoo selanjutnya, sesuatu yang mungkin tidak pernah terlintas dalam benaknya.
“Dan itu berlaku cuma dari Soulmate-nya..”
Netra Soonyoung melebar karena rasa terkejut yang menerpanya, ia mengerjapan matanya, pikirannya seolah kosong, menjadi lapuk dan tak berguna untuk sementara waktu. Keheningan menjadi latar keduanya untuk sesaat, membuat Wonwoo gugup menunggu reaksi Soonyoung.
“Jadi maksud lo itu..” Wonwoo menahan napas, menunggu kelanjutan dari kalimat Soonyoung yang akan keluar berikutnya, “kita Soulmate?”
Hening mengudara. Wonwoo seolah-olah bisa mendengar suara jangkrik sebagai latar belakang keduanya. Walaupun itu hanya sekedar dalam imajinasinya, tetapi suasana cukup canggung baginya. Cukup membuatnya meneguk liurnya susah payah, seolah batu mengganjal dalam tenggorokannya dan jantungnya jatuh ke perut.
Wonwoo mengangguk ragu, setelah mengais nyawanya yang terbang ke udara yang canggung. “Kayaknya sih gitu..” suara Wonwoo terdengar lirih, seolah takut merobek udara di sekitarnya, “unexpected..”
“Woah..” Soonyoung kehilangan kata-katanya, terlihat dari ekspresi wajahnya sekarang ini, “jadi alasan hasil tes lo gak pernah keluar gara-gara..” Soonyoung berhenti setengah jalan.
Jantungnya berdetak tak karuan menyadari kemungkinan yang terjadi, ia mengusap telapak tangannya yang berkeringat pada lututnya sembari mencari kata yang mulai hilang dalam kepalanya.
Wonwoo menghela napasnya melihat reaksi Soonyoung yang kini terlihat bingung dan sama gugupnya dengan Wonwoo, jadi ia mengusap tangan Soonyoung perlahan, mencoba menyalurkan ketenangan pada sahabatnya, walau ia sendiri tengah dilanda perasaan kalut yang sama.
“Soonyoung rileks..” Wonwoo berucap pelan, mencoba meminta perhatian Soonyoung kepadanya, “look at me..” Wonwoo menangkup wajah Soonyoung dengan kedua tangannya, “ini masih kemungkinan aja, lo gak perlu panik atau khawatir..”
Soonyoung menggeleng pelan, terlihat jelas di wajahnya semua kekhawatiran yang ada. “Gak..” Soonyoung berucap, menelan gumpalan di tenggorokannya yang kering, “ini bukan sekedar kemungkinan Wonwoo..”
“Semuanya udah jelas sekarang, gue paham dan ngerti..” Soonyoung menatap wajah Wonwoo yang menampilkan raut khawatir, tapi selalu mencoba menenangkannya, ia merasa tersentuh.
Wonwoo selalu seperti itu dan tidak pernah berubah, di tengah rasa gundah dan kekhawatiran yang Soonyoung alami, Wonwoo selalu mencoba menjadi orang pertama yang membuatnya tenang, walau keadaan keduanya tidak jauh berbeda, tapi Wonwoo selalu berusaha untuk menjadi sumber penenang baginya. Tanpa sadar Wonwoo selalu limpahkan rasa sayang padanya.
“Kenapa hasil tes DNA lo gak pernah keluar, karena lo gak dapet stimulasi dari feromon Omega lo Wonwoo..” Soonyoung terdiam sejenak, “mungkin lo pikir karena kalian belum pernah ketemu, tapi nyatanya gue Omega lo yang mengonsumsi rumput penghambat,” Soonyoung mengigit bibir bawahnya, “gue ngeblokir feromon gue karena alasannya..”
Wonwoo masih menunggu, tapi Soonyoung masih diam dengan jeda yang membuat jantung Wonwoo kembali berdetak karena antisipasi. “Karena apa Soonyoung?” Dan ia mempertahankan wajah Soonyoung untuk terus menatapnya.
“Gue mau kita ungkapin hasil tes kita bersamaan..”
Jika memungkinkan lagi jantung Wonwoo berdetak lebih kencang, mungkin saja ia akan terkena serangan jantung dalam hitungan detik.
“Tapi ternyata aroma gue tetap bisa kecium sama lo walau samar, jadi lo sebenernya udah tahu kalau gue Omega tanpa gue kasih tahu dan lo tetap pilih diam sampai gue sendiri yang ngomong 'kan?” netra Soonyoung bergetar, Wonwoo mengangguk dalam diam, “dan bodohnya gue gak sadar sama hal itu...” Soonyoung menghirup napasnya susah payah, karena rasa sesak yang kini menyapa dadanya.
“Dan waktu gue akhirnya mutusin buat berhenti konsumsi rumput penghambat, lo akhirnya..” Soonyoung hampir menangis tanpa alasan.
Wonwoo yang tidak pernah bisa melihat sahabatnya menangis kini mengusap kepala Soonyoung perlahan dengan tangan kanannya, mencoba menyalurkan ketenangan, sebelah tangannya mengusap pipi Soonyoung dengan ibu jarinya.
“Kenapa lo malah mau nangis deh..” Wonwoo berucap, walau sebenarnya ia sedikit tahu alasan kenapa di sudut netra sahabatnya telah menggenang air mata yang siap tumpah.
Tapi Wonwoo tidak ingin hal itu terjadi, tidak ingin menjadi salah satu alasan Soonyoung menangis, jadi ia menghirup napasnya perlahan sebelum menarik sudut bibirnya untuk tersenyum. “Lo terharu banget ya?” Ia berucap, memastikan bahwa nada bicaranya bisa kembali menghidupkan suasana diantara keduanya.
“Lo terlalu excited punya Soulmate kayak gue 'kan?”
Mendengar ucapan Wonwoo, membuat Soonyoung terkejut, ia mengerjap pelan sebelum kesadarannya kembali dan menjauh dari Wonwoo, menampik tangan sahabatnya untuk menjauh.
“Idih apaan, najis pede banget lo!”
Wonwoo terkekeh pelan, akhirnya bisa kembali melihat Soonyoung yang ekspresif dan bukan raut wajah sedih yang membuat hatinya sakit tanpa alasan.
“Habisnya lo mau nangis segala..”
Soonyoung cemberut. “Gue tuh ngerasa gak enak tahu, bikin lo telat tahu status lo, padahal gue juga yang selalu minta lo ikut tes DNA”
Wonwoo memutar bola matanya. “Itu juga bukan kesalahan lo, lagian juga kita gak tahu hal ini.”
Soonyoung menunduk, meremat kedua jemari tangannya, melirik Wonwoo dari balik bulu matanya. “Won..”
“Ya?”
“Jadi kita beneran Soulmate? Kita?”
Wonwoo menggendikan bahunya dan menopang tubuhnya dengan kedua tangannya yang menjadi tumpuan di belakang punggungnya. “Mungkin?”
“Tapi Won..” Soonyoung kini mendongak, menatap Wonwoo dengan alis yang saling bertaut, “kenapa lo bau Wipol deh...“
Wonwoo mendengus mendengar ucapan Soonyoung, ia bergerak mendekat pada sahabatnya, menyentil dahi Soonyoung dengan jarinya. “Enak aja gue bau Wipol..”
Soonyoung mengaduh pelan. “Terus kalau bukan Wipol apaan dong?”
Wonwoo memutar bola matanya. “Lemon-pappermint, bukan Wipol...”
Soonyoung membuat suara 'Oh' panjang dan mengangguk paham. “Pantesan baunya familiar ternyata kayak Stella Jeruk.”
Wonwoo batuk, terkejut dengan ucapan Soonyoung. “Kok Stella Jeruk sih?” Ia bertanya heran.
Soonyoung mengangguk polos. “Iya, bau lo tuh kayak pewangi ruangan gitu, makanya familiar banget..”
Wonwoo mendorong dahi Soonyoung dengan jari telunjuknya sebanyak dua kali berturut-turut. “Sembarangan banget ngatain feromon gue kayak pewangi ruangan, lo tuh kayak permen karet.”
Soonyoung menampik tangan Wonwoo menjauh, ia memutar bola matanya dan mencibir pelan. “Kata orang yang bilang wangi gue enak!” Soonyoung menjulurkan lidahnya.
Wonwoo membuang pandangannya, ia menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak terasa gatal. “Namanya juga lagi setengah sadar..” ucapnya pelan menekan rasa canggung.
Soonyoung mendekati Wonwoo, mengincar atensi sahabatnya, menyerang ruang pribadi Wonwoo. “Jadi secara gak langsung gue bisa bikin lo horny ya?”
Wonwoo bergeser, menghindari kontak dengan Soonyoung. “Itu..” Wonwoo tergagap, “naluri Soonyoung, gue juga gak sadar sepenuhnya..”
Soonyoung tersenyum lebar saat Wonwoo terus-menerus menghindari tatapan matanya. “Tapi lo tegang 'kan?”
Wonwoo memutar matanya, kemudian bergerak untuk mendorong bahu Soonyoung menjauh, memberi jarak keduanya. “Lo diem deh, gak usah mancing-mancing.”
Soonyoung terkekeh geli, sepenuhnya melupakan perasaannya beberapa waktu lalu yang merasa canggung dengan Wonwoo. “Kenapa?” Ia bertanya, kembali mengambil ruang Wonwoo, “tegang?”
Wonwoo menghela napasnya, yakin bahwa sahabatnya akan terus seperti ini untuk waktu yang lama. Alih-alih menghindar seperti sebelumnya kini ia menarik pinggang Soonyoung ke arahnya, membuat sahabatnya itu memekik kaget. “Kalau iya, lo mau bantuin gue?”
Wonwoo mencoba memberikan senyum paling menawan yang ia bisa, tangannya perlahan mengusap garis tali celana Soonyoung, mencoba memprovokasi.
“Yang di bawah butuh banget perhatian.”
Wonwoo memiringkan kepalanya, mengabaikan netra Soonyoung yang terlihat akan keluar dari tempatnya, diam-diam ia menahan diri untuk tidak tertawa. “Atau kita mulai dulu dari ciuman? Sapaan buat Soulmate mungkin?”
Bibir keduanya hanya beberapa inchi untuk saling bertemu, tapi Wonwoo tetap mempertahankan diri untuk terus menggoda sahabatnya yang kini tegak seperti patung.
“Soonyoung?”
Soonyoung mengerjap, berteriak detik berikutnya, membuat Wonwoo berjengit kaget dan menjauh. “Kenapa teriak sih?”
Soonyoung meninju bahu Wonwoo, cukup keras hingga membuat sahabatnya mengaduh. “Lo tuh apa-apaan sih?!” Seru Soonyoung kesal.
“Gak lucu tahu!”
Sadar dengan wajah Soonyoung yang mulai memerah hingga telinga dan leher, membuat Wonwoo terkekeh. “Lo duluan yang mancing, giliran diambil umpannya panik.”
Soonyoung mendengus kesal. “Ya tapi lo keterlaluan banget..” Soonyoung mengeluh, bibirnya mengerucut.
Alis Wonwoo terangkat. “Emang lo enggak?” Ia bertanya, “lo tahu gak sih kalau semisal gue tegang beneran gimana?”
Soonyoung mendongak melihat Wonwoo yang juga tengah menatapnya. “Kalau gue lepas kontrol gimana? Lo tahu sekarang kita cuma berdua dan ini di kamar gue?”
Soonyoung menggeleng dengan polos, membuat Wonwoo menghela napasnya.
“Emang perkara begituan bisa beneran tegang?”
Pertanyaan polos Soonyoung membuat Wonwoo memutar matanya, ia menghela napasnya untuk sekian kalinya sebelum kembali berbicara. “Perkara cuma nyium feromon lo aja gue kemarin bisa lepas Soonyoung, apalagi sekarang feromon lo sama gue udah berbaur jadi satu di kamar gue dan lo malah mancing gue kayak gitu. Lo pikir itu bukan hal yang gak mungkin?”
Soonyoung mengigit pipi bagian dalamnya, merasa bersalah kembali. “Sorry..“
Wonwoo menggeleng pelan.
“Udah gak usah minta maaf..” Wonwoo mengusak rambut Soonyoung gemas, “kesannya lo udah jatuh cinta sama gue..”
“Idih...” Soonyoung refleks menjauh, “GeEr* banget, dih..” Soonyoung mendorong wajah Wonwoo dengan tangannya yang kecil, “lo tuh udah gue anggap BF tahu..” ia mencibir pelan, “rasanya masih agak aneh tahu kalau lo itu Soulmate gue..”
Alis Wonwoo terangkat. “BF?”
Soonyoung mengangguk mantap. “Iya, BF gue.”
“Boyfriend?“
Soonyoung melotot, mencubit lengan Wonwoo dengan ganas. “Best Friend!“
Wonwoo tertawa dan terus menghindar dari cubitan Soonyoung yang bertubi-tubi, mencubit kulitnya yang bisa tersentuh oleh jari-jari gemuk Soonyoung.
“Soonyoung sakit tahu..”
Masih ada sisa tawa di wajah Wonwoo, membuat Soonyoung mendidih. “Habisnya lo rese banget sih! Ngeledek banget jadi orang! Bikin bete!”
Wonwoo mencoba berhenti tertawa setelah berhasil menahan kedua pergelangan tangan Soonyoung. “Oke-oke, sorry..” ucapnya di sisa tawanya, Wonwoo bisa merasakan sudut matanya berair karena tawa.
Ia melepaskan tangan Soonyoung setelah meminta sahabatnya berjanji tidak akan mencubitnya lagi. Dan Soonyoung segera mengambil jarak dari Wonwoo, tatapannya masih terlihat kesal dan juga malu.
___
Wonwoo dengan sabar masih mengikuti Soonyoung yang berjalan di depannya, kini keduanya tengah berada di taman hiburan, ide Soonyoung untuk menghabiskan waktu liburan. “Mau kemana lagi?”
Soonyoung berhenti, memutar tubuhnya ke arah Wonwoo. “Naik roller coaster yuk!”
Wonwoo bersedekap, memandang Soonyoung penuh pertimbangan. “Emangnya berani?”
Soonyoung mendengus. “Berani dong!” Soonyoung menepuk dadanya, “gak ada tuh yang bikin nyali gue ciut.”
Wonwoo melirik arena roller coaster yang tidak jauh dari tempat mereka sekarang. “Tapi antriannya panjang banget..”
Soonyoung memutar bola matanya. “Katanya Soulmate, kok berjuang dikit aja gak mau?”
Sebelah alis Wonwoo terangkat mendengar ucapan Soonyoung, ia menarik sudut bibirnya. “Katanya Soulmate, kok belum pernah ciuman?”
Soonyoung melotot mendengar ucapannya dibalik oleh Wonwoo, terlebih pertanyaan yang mengikutinya. “Wonwoo kok lo gitu sih?”
Wonwoo berjalan perlahan mendekat ke arah Soonyoung, ia menunduk sedikit, mensejajarkan pandangan keduanya. “Enggak boleh?” Wonwoo menatap bibir Soonyoung, “kan gue cuma tanya?”
Soonyoung menjauh, menyadari kedekatan keduanya. “Ya gak gitu juga dong!”
“Terus gimana?”
“Gak gimana-gimana, kita naik roller coaster.”
Wonwoo mendesah pelan. “Tapi gue minta syarat boleh?”
“Apa syaratnya?” Soonyoung bertanya kesal, memandang Wonwoo yang menatapnya remeh.
“Cium gue?”
“Ih apaan! Masa begitu?” Ia berseru kesal.
Wonwoo terkekeh melihat reaksi Soonyoung yang sudah seperti kepiting rebus. “Gak berani 'kan?”
Soonyoung berdecak telah kehabisan argumen. Bukan perkara berani atau tidaknya, ia hanya tidak sanggup menanggung malu setelahnya. Ia tidak pernah membayangkan dirinya dan Wonwoo adalah Soulmate. Saat keduanya diposisikan sebagai pasangan hidup, membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih, terutama ketika Wonwoo tidak sengaja fokus pada bibirnya ketika ia berbicara, atau ketika Wonwoo yang sering mengusap lengannya ketika Soonyoung merasa cemas akan sesuatu, jantungnya akan berdetak sangat kencang, membuatnya khawatir jantungnya akan keluar dari rongga dadanya jika itu memungkinkan. Membayangkan sesuatu yang romantis dengan Wonwoo hanya membuatnya malu di sekujur tubuh, tetapi Wonwoo tidak pernah berhenti untuk terus menggodanya dan Soonyoung hampir frustasi.
Soonyoung menarik tangan Wonwoo, membawa mereka menjauh dari keramaian. Tidak ingin percakapan keduanya didengar oleh orang-orang, lalu menjadi pusat perhatian.
“Kenapa?”
Wonwoo bertanya ketika mereka berhenti, ia masih bisa melihat wajah Soonyoung yang memerah, entah karena malu atau karena matahari pagi yang mulai terasa menyengat kulit.
“Wonwoo..” Soonyoung berucap pelan, ia menatap kedua sepatutnya seolah-olah itu adalah salah satu alasannya masih bisa bernapas sampai sekarang ini.
“Soonyoung gue di depan lo, kalau ngomong lihat gue, di depan lo bukan di bawah..”
Soonyoung mendesah pelan sebelum akhirnya mendongak, ia menggigit bibirnya, merasa ragu sejenak dan jantungnya bertalu-talu di dadanya. “Wonwoo..”
“Iya, kenapa Soonyoung?” Wonwoo masih sabar ketika Soonyoung hanya terus memanggil namanya.
“Lo..”
“Iya, gue kenapa?”
Bibir Soonyoung terlipat, terasa kering karena gugup. “Do you really want to kiss me?” Ucapnya lirih, kakinya tanpa sadar membuat pola abstrak di paving block karena gugup.
Wonwoo jelas terkejut, tidak menyangka pertanyaan itu keluar dari Soonyoung.
“Do soulmates have to kiss each other?” Soonyoung melanjutkan, kali ini kembali menunduk karena tidak sanggup menatap mata Wonwoo.
Melihat itu membuat Wonwoo terenyuh, ia dengan sadar mengusap kepala Soonyoung dengan sayang. Menyadari bahwa Soonyoung sangat memikirkan perasaannya, tapi sebenarnya Wonwoo tidak akan pernah memaksakan hal itu, dia hanya suka melihat Soonyoung frustasi dan wajahnya memerah karena malu, itu terlihat lucu dan Wonwoo merasa sangat sayang. Mungkin tanpa disadari oleh Wonwoo ia telah jatuh hati lebih dulu pada sahabatnya yang manis.
“I might want to kiss you, but I won't force it.” Wonwoo tersenyum lembut, mencoba meredakan kegelisahan Soonyoung yang terpancar dari sorot matanya.
“Not before I make you fall in love with me..” Wonwoo tersenyum melihat Soonyoung yang sangat diam dan kembali menunduk. 'maybe because i have been whipped..' lanjut Wonwoo di dalam hatinya, tidak akan mengucapkannya dengan lantang di hadapan Soonyoung.
Soonyoung tidak akan pernah membayangkan bahwa Wonwoo akan berbicara seperti itu, sesuatu di luar dugaannya, dan itu membuat jantungnya terus berdetak kencang, ia khawatir bahwa Wonwoo bisa mendengarnya.
“Jadi masih mau naik roller coaster gak?” Wonwoo bertanya, mencoba mengalihkan topik, mencoba membuang suasana canggung di antara mereka, “mau antri dulu?”
Soonyoung menggeleng pelan. “Kita pulang aja ya?”
Wonwoo bingung. “Loh, kenapa? Soonyoung gak usah terlalu dipikirin...” ia sekarang mulai panik, tidak ingin membuat Soonyoung tidak nyaman karenanya, “beneran itu bukan apa-apa, gak masalah kok kalau lo emang belum siap, kita masih punya banyak waktu..”
Wonwoo mencari kata-katanya. “Take it slow, I will make you fall in love with me, if you can't, I will only make you feel comfortable by my side..”
Soonyoung menggeleng pelan dan Wonwoo hampir terkena serangan jantung jika ini berarti penolakan dari belahan jiwanya.
“Bukan..” Soonyoung mendongak dan Wonwoo melihatnya hampir menangis, “gue takut kalau kita di sini terlalu lama jantung gue bakalan copot..”
Wonwoo speechless.
Soonyoung menggoyangkan tangan Wonwoo, meminta untuk direspon. “Pulang aja ya?”
Wonwoo berkedip beberapa kali sebelum sadar akan satu fakta bahwa ia sangat ingin memeluk Soonyoung saat ini, karena sahabatnya, ralat belahan jiwanya, sangat menggemaskan.
“Soonyoung can I hug you, just a few seconds, please..”
Mungkin keduanya terlalu acak dan sangat tidak bisa ditebak, tapi mereka sepenuhnya menyadari bahwa mereka cocok satu sama lain.
Dan Soonyoung lemah terhadap Wonwoo yang berbicara lembut seperti ini, terutama ketika ia memohon meminta sesuatu darinya, jadi ia mengangguk dan secepat itu ia merasakan dekapan Wonwoo yang hangat dan nyaman.
Menyadari bahwa ia sangat beruntung memiliki Wonwoo di sisinya. Dan mungkin saja tidak butuh waktu lama baginya untuk menyerahkan segalanya pada Wonwoo termasuk hatinya.
Tapi Soonyoung hanya ingin menikmati ini secara perlahan, seperti kata Wonwoo mereka masih memiliki banyak waktu. Tidak perlu terburu-buru dan membuat keduanya canggung, mereka hanya perlu mengikuti arus dan menikmati setiap detiknya sebagai pasangan, sebelum mereka benar-benar menginjak dewasa.
Dan dekapan beberapa detik ini adalah awal bagi keduanya, sesuatu yang tidak terduga tidak selamanya berarti hal buruk.
—End—
A/N : Untuk prompter : Saya tidak tahu ini termasuk ke dalam komedi atau tidak, karena saya tidak benar-benar menguasai bidang ini, hanya saja telah mencoba fokus pada ABO dan fluff dan beberapa point yang tertulis di dalam prompt. Saya berusaha semaksimal yang bisa saya lakukan, jika masih banyak kekurangan di dalamnya mohon untuk dimaklumi. Terima kasih.
Untuk sumber referensi: December (Tentang rumput Penghambat) ABO (secara acak mendapatkan informasi seiring pengalaman membaca, terlalu banyak sumber sehingga tidak dapat mengingatnya secara spesifik)
Sekilas info : Rumput Penghambat memiliki fungsi seperti Suppressant untuk menekan feromon tapi efeknya hampir sama dengan Scent Blocker yang lebih efektif. Rumput Penghambat sulit didapatkan, sehingga perlu pesanan khusus.
11 notes · View notes
nojamsty · 2 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
—ᵖᵃʳᵗ ᵒᶠ ꜱᴀᴜᴅᴀᴅᴇ
"Gue hitung sampai tiga, gue serius, satu.." Wonwoo mulai mengetuk pintu, "gue gak peduli kalau Cheol marah karena gue dobrak pintu kamar lo, karena gue yakin gue bisa dapet sesuatu dari isi chat Mr Cat ke elo, atau gue punya pilihan buat nyerah ngebantu lo ungkap siapa Mr Cat, dua.." satu ketukan kembali terdengar, "karena di awal kita udah punya kesepakatan, lo seharusnya gak lupa, kita butuh kerja sama.."
"Ti—"
Saat pintu terbuka, Wonwoo dengan jelas melihat tangan bergetar Soonyoung pada knop pintu.
"Lo gak pa-pa?"
Soonyoung mengangguk ragu. "Kayaknya.."
"Gue boleh masuk?"
Soonyoung hanya kembali mengangguk, dan bergeser untuk memberikan ruang pada Wonwoo untuk masuk.
"Hei, lihat gue.." Wonwoo mengangkat dagu Soonyoung perlahan untuk melihat wajah Soonyoung yang menunduk, seolah tidak memiliki keberanian sekadar untuk mengangkat wajahnya, "Soonyoung?"
"Lo bisa lihat isi chatnya.." Soonyoung menyodorkan ponselnya pada Wonwoo, "gue cuma kepikiran gue harus ngelakuin sesuatu yang buat Mr Cat berhenti, gue beneran gak ada maksud lain tadi tuh cuma kayak refleks gue nyium lo, biar Mr Cat mikir kalau gue udah punya pacar gitu, tapi gue pas sadar kek malu banget anjir, sumpah gak bohong! Gue tuh—"
Wonwoo menutup bibir Soonyoung dengan tangannya. "Udah, lo bukan rapper please, gak usah cepet-cepet juga ngomongnya, jangan lupa napas juga, gue malah gak ngerti soalnya lo malah kayak lagi nge rapp."
Soonyoung menghela napasnya dan Wonwoo mengambil ponsel dari tangan Soonyoung. Dahi Wonwoo berkerut dalam prosesnya. "Berarti Mr Cat ada disini?"
Soonyoung mengangguk dengan ragu.
"Kalau gitu ini kesempatan kita buat nangkep Mr Cat, gue bakalan turun sekarang."
Soonyoung menarik tangan Wonwoo yang akan pergi. "Lo mau ninggalin gue sendiri gitu? Gue takut, lo juga mau cari tahunya gimana? Lo yakin gak bakalan bahaya? Lo yakin gak bakalan kenapa-napa?"
Wonwoo mengangguk mantap. "Lo tenang aja, sekarang lo duduk disini, gue bakal periksa dulu kamar lo, jendela sama yang lain udah ke kunci belum.."
Dan Soonyoung hanya menatap Wonwoo yang berjalan untuk memeriksa kamarnya. "Waktu gue keluar kamar lo langsung kunci dari dalam, inget jangan lo buka sampai gue atau Abang lo kesini, biar gue ke bawah nyari tahu, seberapa lama pun itu, inget ya Ndut jangan lo berani-beraninya buat keluar kamar."
"Wonwoo.."
Gerakan tangan Wonwoo yang hendak menyentuh knop pintu terhenti, ia menoleh sejenak ke arah Soonyoung yang jika di ingat tidak pernah menyebut namanya secara langsung, kecuali hari ini.
"Apa?"
"Apa seharusnya gue pindah aja ya? Rasanya gue pengen pergi."
Wonwoo menghembuskan napasnya perlahan. " Lo tenang aja ya, gue bentar doang keluarnya, jangan kemana-mana, kunci pintunya."
Wonwoo menunggu sejenak setelah menutup pintu, memastikan mendengar bunyi klik tanda Soonyoung telah mengunci pintunya dari dalam. Yang ada dalam pikirannya adalah kekhawatiran, dan ia yakin bahwa ketakutan pun tengah menggerogoti Soonyoung, tapi Wonwoo pun tidak bisa melakukan banyak hal, ia hanya bisa memastikan bahwa Soonyoung masih baik-baik saja saat ini.
Saat ia kembali turun ke bawah, semua orang tampak sibuk dengan obrolan masing-masing, melupakan kejadian Soonyoung yang menciumnya secara tiba-tiba. Jika ia melihat, banyak dari temannya datang, dari anak futsal, teman sekelasnya dan beberapa yang hanya ia tahu namanya, ada juga beberapa teman Soonyoung yang datang. Jika dia harus menebak siapa Mr. Cat maka Wonwoo akan menyerah, tidak satu pun mendapatkan clue siapa Mr. Cat diantara mereka.
"Won.." Seungcheol menepuk pundaknya, "Soonyoung gimana?" Wonwoo hanya menoleh, ia menghembuskan napasnya untuk sekian kali hari ini.
"Gak pa-pa, tapi gue mau ngelakuin sesuatu, gue lo juga ngebantu."
"Apaan?"
Wonwoo berjalan menuju televisi, menghalangi pandangan beberapa anak yang tengah menyaksikan film di layar. "Guys, gue minta waktunya sebentar aja.."
Seungcheol yang bingung hanya menatap Wonwoo.
"Mungkin kalian kaget tadi waktu Soonyoung tiba-tiba cium gue, sorry bukan mau pamer atau gimana tapi pacar gue ternyata dapet pesan anonim dan isinya beneran gak ngenakin banget, dan udah ganggu privasi dia, gue mohon banget kerja samanya.." Wonwoo memberi isyarat pada Seungcheol untuk mendekat, walau dengan wajah bingungnya Seungcheol menurutunya, "gue cuma mau lihat isi galeri foto kalian, kalau kalian berkenan gue juga mau lihat isi room chat, tolong banget ponsel kalian gue pinjem sebentar, kasih ke gue atau Seungcheol."
Setelah beberapa waktu memeriksa ponsel teman-temannya dan memberi tahu Seungcheol tentang isi room chat Soonyoung dan Mr. Cat, mereka hanya menghela napas pada akhirnya.
"Jadi itu tadi cuma foto candid yang di crop?" Wonwoo bertanya pada dirinya sendiri, ia speechless dengan kenyataannya, "dan lo yang ngefotoin tadi?"
Seokmin mengangguk, sedikit takut dengan wajah keras Wonwoo yang tampak kesal.
"Iya, sorry gue gak tahu kalau bakalan ada orang iseng chat Soonyoung.."
"Lo juga yang ngirim fotonya ke base buat pamer kalau kita lagi party ngerayain kemenangan anak futsal?"
Seokmin kembali mengangguk.
Wonwoo mengetuk meja dengan jari-jarinya, tempo cepat menandakan ia tengah berusaha meredam emosinya.
"Won jadi gimana?"
Seungcheol akhirnya bersuara kembali, setelah melihat Wonwoo terlihat sama gusarnya dengan dirinya.
"Kayaknya kita pulangin anak-anak lebih awal deh, kita gak bisa buat mereka nginep malem ini, dan Soonyoung juga udah terlalu lama di kamar."
Seungcheol mengangguk. "Ya udah, gue bubarin anak-anak dulu habis itu ngater Han sebentar.."
"Aku bisa balik sendiri kok," Jeonghan yang sedari awal hanya diam ikut bersuara, "Soonyoung lebih penting sekarang, aku bisa jaga diri sendiri kok, lagian rumahku juga deket.."
"Beneran gak pa-pa?"
Jeonghan hanya mengangguk. "Aku bisa nebeng sama yang lain kok, kamu di rumah aja jagain Soonyoung.."
"Gue ke atas dulu ya, mau lihat Soonyoung." Wonwoo bersuara setelah melihat Seungcheol akan mengantarkan anak-anak ke depan pintu.
"Titip Soonyoung sebentar, gue ke depan dulu." Wonwoo mengangguk sebagai jawaban.
"Kak Cheol sebentar.." Jihoon mendekat dengan wajah bingungnya pada Wonwoo, "ada apa sih?"
Wonwoo yang melihat Jihoon hanya menggendikan bahunya. "Biasalah, eh btw lo gak bisa nginep juga ya, lo bisa pulang 'kan?"
Jihoon memasang wajah masamnya. "Terus lo nginep?"
Wonwoo mengangkat bahunya. "Enggak, gue juga bakalan balik habis lihat Soonyoung di atas."
"Gue mau lihat juga dong, gue penasaran kenapa dia justru cium lo."
Sebelah alis Wonwoo terangkat. "Enggak ada, gak usah lagian wajar dia cium gue, 'kan pacar."
Jihoon mencibir. "Pede lo bilang begitu?"
Kedua alis Wonwoo terangkat. "Pede dong, 'kan ganteng."
Jihoon memutar bola matanya mendengar jawaban pacar sahabatnya. "Sebentar doang mau lihat Soonyoung habis itu gue balik."
Wonwoo menggeleng, mendorong bahu Jihoon agar berjalan keluar. "Gak ada, besok aja, kalau penasaran chat aja Soonyoung, sekarang lo balik dulu, ajak noh Seokmin.."
Jihoon berdecak kesal. "Lo nyebelin banget ya ternyata, kok bisa Soonyoung mau pacaran sama lo.."
"Karena cinta." Balas Wonwoo enteng.
"Pede banget buset, dah lah gue balik aja, emosi lama-lama sama lo," jari telunjuk Jihoon mengacung di depan wajah Wonwoo setelahnya, "tapi ingat ya, jangan sembunyiin sesuatu dari gue.." Jihoon mendekat, "gue tahu ini tentang Mr Cat, gue bakal tanya Soonyoung nanti."
Wonwoo menggendikan bahunya. "Ya ya.."
3 notes · View notes
nojamsty · 2 years
Text
When Time Speaks
by nojamsty
ִֶָ 𓂃
Deru napas keduanya terengah, beberapa kali mencoba menarik napas untuk meredakan gejolak yang membakar keduanya, euforia kesenangan masih membumbung tinggi di udara, menyisakan kenikmatan yang telah dicapainya. Lelah mendera keduanya setelah satu jam bergulat dengan gairah yang menggelegak, Soonyoung menyandarkan kepalanya pada dada Wonwoo, mencoba mencari kehangatan dan Wonwoo merengkuhnya dari belakang, menghalau hawa dingin yang mulai menggigit kulit.
Wonwoo membungkuk, mengendus leher Soonyoung, membaui aroma candu yang membuatnya mudah lepas kontrol, sesekali mengecupi kulit Soonyoung yang telah memerah di beberapa titik yang saling tumpang tindih, menandakan seberapa panas sisa pergulatan malam mereka. Menyalurkan kasih sayang yang tak pernah habis untuk Soonyoung.
"Mas.." Soonyoung bersuara dan Wonwoo hanya bergumam sebagai respon, masih sibuk mengecup kulit terbuka sang suami.
Soonyoung menggeliat dalam pelukannya, tapi Wonwoo menahan agar tidak berbalik. "Stay like this.."
Soonyoung menggenggam tangan Wonwoo yang memeluk perutnya. "Mas beneran gak pakai tadi.."
Wonwoo mengangguk sebagai respon. "Mau buat adik buat Daehan.."
Soonyoung terkekeh pelan. "Emang mau buat berapa adik.." Soonyoung mendongak dari posisinya, membuat Wonwoo mengecup hidung sang suami dengan gemas.
"Selusin pun gak masalah.."
Soonyoung menyikut perut Wonwoo dan mendengus. "Kamu kira aku kucing yang sekali hamil bisa enam anak.."
Wonwoo terkekeh pelan dengan jawaban Soonyoung, ia mengeratkan pelukannya. "Berapa pun yang Soonyoung mau.."
Soonyoung menunduk, menatap tangan Wonwoo yang perlahan mengelus perutnya. "Mas.."
Wonwoo membenarkan posisinya, kini berbaring miring dengan sebelah tangannya bertumpu dengan siku. "Apa?"
Posisi Wonwoo, membuat Soonyoung dengan mudah berbalik, menatap sang suami. "Mimpi Mas selama ini itu apa?"
Alis Wonwoo bertaut. "Kenapa sayang tanya gitu?"
Soonyoung menatap Wonwoo dengan serius, tangannya saling bertaut di depan dada bidang Wonwoo. "Soonyoung mau bantu Mas.." Soonyoung menghela napasnya, "karena Mas selalu bantu Soonyoung, terus Soonyoung sadar gak pernah tanya balik apa mimpi Mas selama ini.."
Karena selama ini Soonyoung merasa, Wonwoo selalu mementingkan dirinya, memanjakannya, menjadikannya di atas segalanya tapi Soonyoung tidak pernah merasa memberi sesuatu yang terbaik untuk sang suami, Soonyoung bahagia di cintai begitu penuh oleh Wonwoo. Tapi ada kalanya ia merasa tidak ada apa-apanya, berpikir apakah pantas ia menerima semua kebaikan Wonwoo hanya untuknya dan Soonyoung merasa kosong.
Sebelah tangan Wonwoo yang bebas mengusap pipi Soonyoung dengan lembut, senyum tipis penuh cinta terpantri di wajahnya. "I'm already towards our dream, being with you and being happy is my dream, don't you dream that?"
Soonyoung mengangguk, dan bersandar pada tangan Wonwoo, matanya berkaca-kaca dan hatinya penuh dengan rasa cinta dari Wonwoo. Soonyoung pikir itu akan meledak dalam tangisnya, jadi ia menarik tangan Wonwoo dalam genggamannya dan mengecupnya.
"How can I thank you for all the love you give me?" Air mata Soonyoung siap tumpah dengan haru, dan Wonwoo tersenyum.
"Kiss me, maybe?" Soonyoung mengangguk, dan setitik air mata bahagianya lolos dengan mudah saat ia menarik Wonwoo mendekat.
Mengecup sebagai awalan, melumat sebagai ungkapan terimakasih, dan keduanya dengan mudah larut dalam suasanya. Awalan yang bagus, tak terburu-buru seolah malas tapi menikmati setiap detiknya, untuk saling mengungkapkan perasaan masing-masing, lewat sentuhan kasih sayang yang ternyata tak lekang oleh waktu dan tidak pudar sedikit pun.
Tapi keduanya hanyalah manusia biasa yang mudah terbakar gairahnya, karena jemari-jamari itu tak tinggal diam di tempatnya, seolah memberikan percikan api di setiap sentuhannya, membakar kulit yang di jelajahinya. Api yang mudah menggelegak dalam dirinya, membawa tensi udara naik dengan mudah, dan Wonwoo berguling kembali, mengurung Soonyoung di bawahnya, mengindikasikan semuanya akan kembali di mulai, dimana api baru saja dinyalakan.
Karena waktu telah menjawab mimpi Wonwoo yang sangat sederhana, yaitu melihat kebahagiaan Soonyoung saat bersamanya. Dan Soonyoung bahagia selama berada disisinya adalah hal terbaik dalam hidupnya. Dan buah hati mereka adalah hadiah terbaik yang pernah diterimanya. Dan hati Wonwoo penuh dengan cinta dan kebahagiaan, tak pernah berhenti ia mengucap syukur atas nikmat yang telah di terimanya.
Dan malam ini, semuanya perasaannya terungkap bersamaan meledaknya gairah keduanya.
_End_
1 note · View note
nojamsty · 2 years
Text
I'd did, and I'm Yours
by nojamsty
ִֶָ 𓂃
Soonyoung hampir jatuh tertidur saat Wonwoo mendekat ke arahnya. "Soonyoung.."
Usapan pelan singgah di lengannya, membuat Soonyoung dengan enggan membuka matanya. "Oh, Mas Wonwoo udah selesai?"
Wonwoo tampak mengangguk, duduk bersisian dengan Soonyoung. "Soonyoung Mas minta maaf, tapi besok kita beneran harus balik.."
Soonyoung mengangguk dengan kantuknya, lagipula siapa dia mau memberontak atau menolak usulan Wonwoo? Lagipula Soonyoung berada di Jepang seperti ini karena Wonwoo, jika laki-laki itu memintanya untuk kembali Soonyoung hanya bisa setuju.
"Iya gak pa-pa kok.."
Tapi jawaban Soonyoung sepertinya tidak memuaskan Wonwoo terlihat gurat wajah yang lebih dewasa tampak menyesal. Jadi Soonyoung mengusap tangan Wonwoo. "Soonyoung beneran gak pa-pa kok Mas," Soonyoung mencoba terlihat meyakinkan, "Soonyoung udah seneng banget bisa diajak jalan-jalan gini, walau cuma sebentar menurut Soonyoung ini udah jadi kenangan terbaik, jadi Mas jangan kelihatan merasa bersalah gitu dong.."
Soonyoung menepuk-nepuk punggung tangan Wonwoo. "Mas kalau gini Soonyoung bisa nangis loh.."
Wonwoo menghela napasnya perlahan. "Mas minta maaf banget ya Soonyoung, padahal kita udah di Jepang tapi beberapa mimpi kamu belum bisa kesampaian.."
Soonyoung menggeleng. "Mas 'kan tadi janji kalau mau traveling lagi ngajak Soonyoung?"
Wonwoo mengangguk dan Soonyoung tersenyum. "Nah, masih ada lain waktu berarti dan Mas Wonwoo harus nepatin janji itu buat Soonyoung.." Soonyoung mengacungkan jari kelingkingnya, "promise me?"
Wonwoo tersenyum dan menautkan jari kelingking mereka. Sedikit saja, beban Wonwoo terangkat ketika kurva Soonyoung tertarik ke atas, ikut membawa perasaan menjadi lebih baik lagi.
ִֶָ 𓂃
Ketika mereka kembali berada di pesawat untuk perjalanan pulang, Soonyoung sedikit lebih santai. Tidak terlalu gugup seperti pertama kali, walau Wonwoo masih bisa merasakan lembabnya tangan Soonyoung karena berkeringat, tapi senyum di wajah Soonyoung sampai ke matanya, juga ia terlihat lebih fokus dan Wonwoo ikut tersenyum karenanya.
Mungkin kali ini bukan kesempatan untuknya mengutarakan perasaannya kepada Soonyoung, mungkin semesta belum menyetujuinya. Mungkin di suatu tempat yang lebih indah, atau di waktu yang tepat ia bisa mengatakan, ia menatap kedua tangan mereka yang saling bertaut, apakah semuanya akan baik-baik saja?
Akankah mereka akan selalu bersama untuk waktu yang lama? Bisakah ia tetap membuat Soonyoung berada di sampingnya?
Tidak di setiap kesempatan Wonwoo bisa membuat semua yang diinginkan berjalan sesuai kemauannya, terbukti hari ini dirinya harus membawa Soonyoung pulang lebih cepat, tidak seperti janjinya.
Remasan pada tangan Soonyoung membuat yang lebih muda menyadari bahwa Wonwoo tampak sibuk dengan isi kepalanya. Ia menelengkan kepalanya, melihat Wonwoo lebih dekat. "Mas Wonwoo gak pa-pa?"
Wonwoo mendongak, menemukan gurat khawatir pada wajah Soonyoung, ia memaksakan menarik senyum tipis di bibirnya dan mengangguk. "Gak pa-pa.."
Tapi tampaknya jawabannya tidak memuaskan Soonyoung karena bibir itu tampak merenggut lucu. "Bohong ya?"
Wonwoo menggeleng.
"Terus kenapa dong? Kerjaan Mas susah banget ya? Di marahin bos?"
Wonwoo menggeleng lagi. "Terus apa dong Mas? Soonyoung bisa ngelihat di kepala Mas ada benang kusut tahu!" Soonyoung berucap seolah bisa melihat isi kepala Wonwoo.
"Mas.." Soonyoung berucap lirih, "Mas segitu gak percayanya ya sama Soonyoung buat bagi cerita?" Soonyoung melepaskan genggaman tangan keduanya, ia menunduk dan menghela napasnya dengan lelah.
"Apa Soonyoung masih kelihatan kayak anak kecil ya? Sampai-sampai Mas Wonwoo selalu nyimpan semuanya sendiri?" Soonyoung meremat jemarinya, "Soonyoung selalu cerita apapun sama Mas Wonwoo, tapi Mas enggak.." Ia menggigit bibirnya sebelum kembali mulai berucap, "bukan Soonyoung maksa Mas buat cerita, tapi Soonyoung berharap bisa jadi pendengar yang baik buat Mas, mungkin Soonyoung belum tentu bisa ngasih saran atau solusi dari masalah Mas, tapi Soonyoung mau mengurangi beban pikiran di dalam kepala Mas, mungkin dari situ Mas bisa ngerasa lebih lega setelah cerita.."
Soonyoung menoleh cepat ke arah Wonwoo, raut wajahnya kini penuh keyakinan. "Soonyoung janji gak bakalan cerita ke siapa pun!"
Melihat ekspresi Soonyoung membuat tawa Wonwoo meledak, membuat beberapa penumpang menoleh ke arah mereka. Reaksi Soonyoung melihat tawa Wonwoo tentu saja terkejut tapi ia dengan cepat berdiri dan meminta maaf pada penumpang karena kebisingan yang dibuat oleh mereka berdua.
Soonyoung merenggut setelah tawa Wonwoo reda. "Mas Wonwoo kenapa ketawa sih?" Soonyoung merengek, ia merasa seperti sedang di permainkan.
Wonwoo menggeleng, merasa lucu. "Enggak pa-pa, kamu lucu banget.."
Soonyoung mendengus pelan. "Soonyoung tuh serius tahu Mas, gak lagi bercanda Soonyoung gak mau—"
Soonyoung terdiam ketika jari telunjuk Wonwoo berada di bibirnya, menghentikan celotehannya.
"Iya Mas tahu kok, tapi Soonyoung jangan ngerasa sedih gitu, Mas bukan gak mau cerita tapi belum.."
Soonyoung menjauh, menunduk sejenak. "Terus kapan Mas mau cerita sama Soonyoung?"
Soonyoung mendongak menatap Wonwoo. "Mas Wonwoo tuh punya Soonyoung, Mas kalau ada apa-apa yang ganggu isi kepala Mas bisa cerita sama Soonyoung.."
Wonwoo terdiam, seolah tengah meresapi kalimat Soonyoung. Benarkah dia telah memiliki Soonyoung? Benarkah Soonyoung adalah miliknya.
Ditatap begitu lama membuat Soonyoung kewalahan, ia memalingkan wajahnya, menggaruk lehernya dengan canggung. "Mas kenapa deh malah ngelihatin Soonyoung kayak gitu?" Tanyanya tanpa melihat Wonwoo.
Salahkah perkataan Soonyoung? Kenapa di tatap begitu intens oleh Wonwoo selalu membuatnya gugup, ia menggigit bibirnya, berharap degup jantungnya tidak bekerja secara abnormal.
"Is it true that I have you?" Ucapan Wonwoo membuat Soonyoung menoleh, mencoba mencerna pertanyaan Wonwoo.
Dan Soonyoung mengangguk. Tentu saja, Wonwoo memilikinya.
Wonwoo menggeleng, alis Soonyoung bertaut bingung. "No, that's not what I meant." Jawab Wonwoo dengan suara bertanya, terdengar lebih serius daripada biasanya.
Soonyoung menelengkan kepalanya, meminta penjelasan lebih pada Wonwoo tanpa kata. "Like you are mine and I am yours.."
Sepasang netra Soonyoung membola, sebelum ia berkedip bingung. "Soonyoung maybe it's not a special time, but to be honest I've had a crush on you for a long time.."
Wonwoo seolah-olah sedang mengatur setiap kata dalam kepalanya untuk menemukan kalimat yang layak untuk di dengar. "Soonyoung, I don't know how to put it nicely, but can we be together? Can I be yours and you be mine, like we'll be forever?"
"Not as brothers, but someone who loves each other?"
Soonyoung mengerjap pelan, meresapi setiap kalimat yang terlontar halus dari belah bibir Wonwoo tapi berhasil membuat gempa bumi di dalam rongga dadanya.
"You love Me?" Wonwoo mengangguk.
"Try to say.." Soonyoung meminta dan Wonwoo tersenyum.
"I love you.."
Dan Soonyoung hampir menangis saat mengangguk. "I'd did, and I'm yours.."
Mungkin ini bukan waktu yang terindah bagi Wonwoo, dimana keduanya duduk di bangku pesawat, dengan kemungkinan orang-orang mendengarkan percakapan mereka, tapi bagi Soonyoung ini adalah waktu yang luar biasa dimana mereka berada di atas awan dan saling mengungkapkan isi hati mereka, terlebih lagi Wonwoo yang melakukan, seseorang yang pertama kali mengajak Soonyoung terbang, membuatnya merasa nyaman saat ia tengah gugup karena rasa takut.
Wonwoo memberikan sebuah kenangan berharga untuknya dan Soonyoung berharap bisa kembali terbang untuk menciptakan kenangan lainnya.
Langit menjadi saksi keduanya bersama.
1 note · View note
nojamsty · 2 years
Text
Call You Mine
Bagian dari mini series events soonwoo day👇🏻
Tumblr media
by nojamsty
ˑ ִֶָ 𓂃
First Impression Wonwoo ketika melihat Soonyoung adalah seseorang yang ceria dan imut, dengan aura cerah yang mengelilinginya, seolah membawa hangatnya sinar mentari disekitarnya, seseorang yang mengungkapkan isi hatinya dengan lugu. Suaranya lembut dengan senyum manis yang akan menenggelamkan mata sipitnya ketika tertawa, dan jika Wonwoo tidak memperhatikan mungkin saja ia akan melewatkan lesung pipi yang hanya terlihat ketika Soonyoung tersenyum.
Dan Wonwoo menyadari, dia terlalu memperhatikan terlalu banyak, tapi Soonyoung sulit untuk diabaikan, tidak—ketika ia bercerita dengan pipi yang mengembung lucu, kaki yang berayun disaat ia bercerita di atas pantry. Terus mengajaknya berbicara bahkan ketika ia lebih banyak diam, menceritakan apa apapun yang terlintas di kepalanya, tidak membiarkan suasana mati di antara keduanya.
Soonyoung yang dia pikir masih seorang anak SMA, karena wajah manisnya, siapa sangka akan segera lulus kuliah bahkan telah memiliki pekerjaan part time. Semua di luar dugaannya, termasuk bahwa Wonwoo nyaman bersamanya bahkan belum satu jam mereka bersama. Tetapi cerita terus mengalir apa adanya, seolah-olah mereka telah mengenal lama.
ˑ ִֶָ 𓂃
Soonyoung menutup pintu kamarnya, sejenak bersandar sembari menghela napasnya. Sekarang pukul tiga dini hari, dan dirinya justru terbangun, ia beranjak setelah memejamkan matanya sejenak. Kamar kos lainnya tampak tertutup, menandakan semua orang tengah nyenyak dalam tidurnya. Ia memutuskan keluar dari kamarnya karena kantuk tak kunjung kembali mengantarnya ke dalam bunga tidurnya. Ia berjalan pada pagar pembatas di lantai tiga, mengabaikan sofa yang nyaman dan memilih berdiri dan menatap jalanan yang tampak lenggang karena jarang pengendara melewati jalan pada jam ini.
"Soonyoung?"
Soonyoung menoleh, terkejut melihat Wonwoo berdiri di belakangnya dengan botol air di tangannya. "Gak tidur?"
Soonyoung menggeleng pelan, dan Wonwoo mendekat ke arahnya. "Kenapa?"
Soonyoung menyandarkan pipinya pada lipatan tangannya di atas pagar. "Kebangun terus gak bisa tidur lagi, jadi keluar aja lagian AC di kamar juga lagi mati."
Soonyoung melirik Wonwoo yang tampaknya begadang pada jam ini. "Mas Wonwoo belum tidur ya?"
Wonwoo tersenyum dan mengangguk. "Iya, ada kerjaan yang belum beres jadi yah, ngelembur."
Soonyoung mengembungkan pipinya. "Emang gak ngantuk?"
Wonwoo menggeleng. "Enggak, tadi habis tiga gelas kopi sih.."
Mata Soonyoung membola, terkejut dengan penuturan Wonwoo. "Banyak banget, emang enggak kembung?"
Wonwoo kembali menggeleng. "Enggak sih, udah biasa."
Soonyoung berdiri dengan benar, menegakkan tubuhnya dan menghadap Wonwoo. "Itu gak baik buat tubuh loh Mas, jangan dibiasin tahu."
Wonwoo tersenyum sebagai jawaban. "Soonyoung mau masuk kamar Mas gak? AC kamar Soonyoung mati 'kan? Tempat Mas gak kok."
Belum sempat Soonyoung menjawab, Wonwoo lebih dulu menarik tangannya. "Temenin Mas lembur ya, sebentar lagi juga selesai, biar Soonyoung juga gak sendirian di luar."
Soonyoung hanya menatap tangan keduanya yang saling bertaut. Ini bukan pertama kalinya mereka saling bergandengan tangan, bukan pertama kalinya keduanya tidur bersama, bukan pertama kalinya mereka saling menemani kala kantuk tak kunjung menyapa, bukan pertama kalinya mereka saling menemani salah satu lembur. Tapi jantung Soonyoung masih berdebar dengan hebatnya merasakan euforia luar biasa menyenangkan ini.
Saat keduanya telah duduk di atas kasur yang sama dengan bahu saling bersentuhan itu adalah hal biasa, bahkan jika kembali Soonyoung ingat, dirinya pernah terbangun di atas dada bidang Wonwoo, yang membuatnya bangun dan terperanjat karena terserang rasa terkejut. Berharap bahwa Wonwoo tidak pernah menyadarinya. Jadi saat kepalanya bersandar dengan nyaman di bahu Wonwoo, yang lebih dewasa dengan baik hati merendahkan sedikit postur tubuhnya agar Soonyoung nyaman bersandar padanya saat Wonwoo akan menyelesaikan pekerjaannya.
"Soonyoung gak bawa ponsel ya?" Soonyoung menggeleng sebagai jawaban dan menatap layar laptop milik Wonwoo.
"Mau dengerin lagu?"
"Boleh.." Jawab Soonyoung mendongak menatap Wonwoo yang juga tengah menunduk ke arahnya.
Wonwoo memberikan ponselnya yang telah tersambung pada airpods miliknya, memasangkannya pada salah satu telinga Soonyoung dan telinganya.
"Mau lagu apa?"
Soonyoung menggeleng pelan. "Apa aja, sesuai selera Mas Wonwoo aja, asal lagunya bisa bikin Soonyoung ngantuk.."
Wonwoo terkekeh mendengar jawaban dari Soonyoung dan ia segera membuka playlist miliknya. Perlahan musik mengalun perlahan di telinga Soonyoung, menyapanya dengan lembut. Ia memejamkan matanya dan menyamankan posisinya pada lengan Wonwoo, tidak berpikir dua kali untuk memeluk lengan Wonwoo dengan erat.
Soonyoung tahu lagu ini dengan baik, tahu arti setiap kata yang dilantunkan sang penyanyi, kerap kali ketika lagu ini terputar dalam playlist miliknya, Soonyoung merasa salah tingkah, menantikan seseorang yang mungkin saja menyanyikan lagu ini untuknya. Dan kini ia mendengarkannya dengan seseorang yang paling ia sukai, sesuatu membuncah perlahan di hatinya dengan rasa nyaman yang membuatnya perlahan merasa kantuk mulai menyapanya.
Di tengah kantuknya ia berucap pelan tanpa sadar mengucapkan lirik lagu di tengah sunyinya malam. "Can I, Call you my everything.."
Jemari Wonwoo terhenti untuk mengetik di laptopnya, sejenak menunduk menatap Soonyoung yang tampak jatuh tertidur tapi sempat berucap pelan, ia terkekeh pelan. Dan membenarkan posisi kepala Soonyoung yang sedikit merosot di pundaknya.
"Call you my baby?" Balas Wonwoo dengan tanya di tengah senyumnya, gumaman tak jelas dari Soonyoung membuat senyumnya semakin lebar, ia mengusap pipi Soonyoung dengan sayang.
Hampir setahun keduanya saling mengenal, dan selama itu Wonwoo terus memastikan bahwa perasaannya pada Soonyoung benar apa adanya, ia menyayanginya dan Wonwoo selalu ingin bersamanya. Tapi ia terlalu takut untuk mengubah kenyamanan mereka berdua, tapi Soonyoung telah memutar dunia Wonwoo dan ia terjebak bersamanya.
Lantunan melodinya masih berputar dengan halus, dan Wonwoo meresapi setiap liriknya yang persis menggambarkan keduanya, dimana ia merasa sepi ia akan menelpon Soonyoung dan keduanya akan keluar, berjalan mengelilingi malam bahkan saat langit tengah meneteskan kesedihannya. Mereka tetap bersama dan berbagi cerita sepanjang jalan dan jika ia ingat kembali saat pertama kali keduanya bertemu, ada satu pertanyaan dari Soonyoung yang masih terpantri jelas dalam ingatannya.
"Kalau di panggil sayang boleh gak Mas?"
Wonwoo terkekeh pelan, mengusap punggung tangan Soonyoung perlahan, jika waktu itu bisa diulang maka Wonwoo akan dengan senang hati mengatakan bahwa dirinya bersedia, bukan terkekeh dan mengatakan anak laki-laki itu manis. Tapi itu benar apa adanya, ketika Soonyoung bertanya dengan mata kecilnya yang sedikit membulat dan senyum yang memamerkan lesung pipinya yang kecil tetapi terlihat imut, Wonwoo hanya bisa terpaku tanpa menjawab, menjadi salah tingkah karenanya dan apa yang bisa Wonwoo lakukan selain tertawa kecil, merasa bodoh karena salah tingkah dengan pertanyaan main-main yang diajukan oleh Soonyoung kepadanya. Dan saat itu Wonwoo menyadarinya, ia dalam keadaan darurat, ia mungkin bisa dengan mudah jatuh dalam pesona laki-laki manis bernama Soonyoung yang mencuci pakaian pada pukul satu dini hari.
ˑ ִֶָ 𓂃
Soonyoung menggeliat dalam tidurnya, merasakan lengan hangat memeluk dirinya, membuat Soonyoung semakin mendekat pada sumber hangat yang menenangkan, sebelum ia tersadar sepenuhnya bahwa ia tidak tertidur di kamarnya. Matanya terbuka lebar, melihat Wonwoo yang juga telah terbangun dan tengah menatapnya dengan senyuman, senyum yang membuat Soonyoung merasa pusing di pagi hari. Senyum yang bisa mematikan detak jantung siapapun yang di tatapnya, senyum yang membuatnya meleleh padahal sinar matahari pagi lebih terik dari biasanya, senyum yang membuat Soonyoung ingin menikahi laki-laki di depannya detik itu juga. Agak terdengar bodoh, tapi Soonyoung merasakan hal itu saat ini.
"Pagi.." sapa Wonwoo dengan serak, membuat bulu kuduk Soonyoung berdiri, "nyenyak tidurnya?"
Soonyoung mengangguk kaku. "Pagi Mas.." suaranya terdengar mencicit, merasa minder ketika Wonwoo terlihat sempurna bahkan saat ia baru saja bangun tidur.
Wonwoo mengusap sudut bibir Soonyoung. "Nyenyak banget ya? Sampai ngiler.."
Demi Tuhan, Soonyoung malu luar biasa dan yang bisa ia lakukan hanyalah mencicit kembali dan menyembunyikan wajahnya di dada Wonwoo, membuat yang lebih dewasa tertawa karena tingkahnya.
"Bercanda Soonyoung.."
Soonyoung memukul dada Wonwoo karena kesal. "Ih, Soonyoung malu tahu Mas!"
Wonwoo memeluk Soonyoung lebih erat lagi. "Gak pa-pa kenapa harus malu, Soonyoung bangun tidur tuh gemes banget kok."
"Idih.." Jawab Soonyoung merasa salah tingkah.
Wonwoo mengusap punggung Soonyoung dengan sayang. "Mas tuh akhir-akhir ini kalau bangun tidur sering ngerasa sedih, gak tahu kenapa.." ia menepuk-nepuk kepala Soonyoung yang masih bersembunyi di dadanya, "tapi pagi ini enggak ngerasa gitu, mungkin karena ada Soonyoung disini jadi gak ngerasa kesepian lagi.."
Soonyoung perlahan mendongak, bibirnya di gigit seolah tengah memikirkan kata-kata yang harus ia ucapkan. "Mas Wonwoo juga udah di umur nikah'kan ya?"
Soonyoung menunduk, menatap kosong pada tangannya yang bersandar di dada Wonwoo. "Mungkin Mas ngerasa sedih sama kesepian karena itu.."
"Mas mau nikah, tapi sama Soonyoung ya?"
Soonyoung mendongak cepat, dan senyuman lebar Wonwoo tampak menjengkelkan di matanya. Ia mendengus seraya mencubit pinggang Wonwoo dengan kesal. "Mas Wonwoo tuh!"
Wonwoo tertawa. "Aduh.." keluhnya merasakan cubitan dari Soonyoung, "kenapa sih?"
Soonyoung cemberut karenanya tanpa menjawab.
"Can i, call you my everything.." Wonwoo berucap pelan, "call you my baby.."
Soonyoung terdiam sejenak sebelum mendengus, ketika sadar bahwa itu adalah lirik lagu yang mengantarkan kantuknya semalam. "Malah nyanyi.." jawabnya ketus.
"Terus Mas harus gimana?"
"Gak gimana-mana.." Jawab Soonyoung, menyembunyikan fakta bahwa tangannya gemetar karena gugup.
"Waktu pertama kali kita ketemu Soonyoung bilang sama mas kek gitu.."
"Bilang kayak mana, gak pernah ya.."
"Masa gak ingat kalau Soonyoung pernah mau manggil Mas 'sayang'? "
Mata Soonyoung membulat. "Kok masih ingat aja sih Mas?"
Wonwoo tertawa melihat reaksi Soonyoung yang terlihat lucu di matanya. "Gimana gak ingat, baru kenal udah mau manggil sayang aja.."
"Ya gimana lagi, ada cowok bening di depan mata masa mau dianggurin aja.."
Mendengar jawaban Soonyoung membuat tawa Wonwoo lepas, ia dengan gemas mencubit hidung Soonyoung. "Ya udah panggil sayang juga gak pa-pa."
Soonyoung memutar bola matanya. "Dih, itu sih maunya Mas Wonwoo.."
Setelah mengucapkan kalimat itu Soonyoung mendongak, terdiam melihat Wonwoo yang tengah menatapnya dengan lembut, samar tapi pasti detak jantungnya kini mulai berdetak keluar dari temponya. Tatapan yang membuat siapapun akan meleleh karenanya, bersyukur saat ini Soonyoung dalam posisi berbaring, karena tidak yakin ia akan bisa berdiri di atas kedua kakinya dengan benar, mungkin ia akan goyah.
"Soonyoung akhir tahun bakal pulang gak?"
"Emang kenapa Mas?" Jawab Soonyoung serak, tiba-tiba merasa suaranya hilang dalam tenggorokannya.
Wonwoo yang masih setia menunduk menatap Soonyoung, tersenyum tipis. "Mau ngambil cuti akhir tahun sama Mas gak? Mas mau ngajakin Soonyoung jalan-jalan.."
Soonyoung tampak bingung. "Kemana?"
"I think the place where you want to go?" Jawab Wonwoo dengan senyuman tulusnya.
Membuat Soonyoung terdiam, dulu pertama kali Soonyoung mendapatkan gaji pertama dan mengajak Wonwoo pergi untuk membelikannya makanan, yang lebih dewasa sempat menanyakan kemana Soonyoung ingin berlibur jika memiliki kesempatan dan Soonyoung hanya menjawab dimana ia bisa berendam air panas, menyaksikan festival lampu di akhir tahun atau menikmati pemandangan dari kereta gantung di Jepang, itulah daftar keinginan pertama yang Soonyoung ucapkan kala itu.
"Mas.."
Wonwoo terkekeh pelan dan merapatkan tubuh keduanya dengan gemas. "Mau ya? Nanti kita urus bareng-bareng.."
Soonyoung mengambil jarak dari Wonwoo yang membuat keduanya bisa saling menatap. "Mas serius?"
Wonwoo mengangguk sebagai jawaban dan mengusap rambut Soonyoung dengan sayang sebelum beranjak untuk duduk. "Bangun yuk, kita cari sarapan di luar, udah agak siang ini pasti laper 'kan?"
Ketika Wonwoo mencapai pintu, ia menggenggam knop pintu dengan erat, menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskan napasnya perlahan mencoba meredakan detak jantungnya yang berdetak kencang. Ia belum mendengar jawaban Soonyoung, ia hanya mengajaknya pergi kemana Soonyoung ingin berlibur, tapi rasa ia seperti akan menunggu jawaban atas cinta Wonwoo padanya.
"Mas Wonwoo!" Soonyoung berseru di belakangnya, "Soonyoung 'kan belum jawab! Ih kok di tinggalin?!"
Wonwoo membuka pintunya, mencoba terkekeh. "Ya ayo buruan jawab atau Mas tinggal.." Jawabnya keluar dari kamar, membuat Soonyoung kebingungan dan berusaha turun dari ranjang guna mengejar Wonwoo yang telah menutup pintu.
ˑ ִֶָ 𓂃
Karena jujur saja Wonwoo ingin menyebut Soonyoung sebagai cintanya dan Wonwoo akan berusaha melakukannya. Untuk menyebut Soonyoung sebagai miliknya, seseorang yang bisa menjadi rumah untuk Wonwoo menetap sampai akhir hidupnya. Dan Wonwoo juga ingin menjadi cinta Soonyoung, seseorang yang dapat di banggakan Soonyoung, seseorang yang di percayanya bisa menjadikan Wonwoo sebagai rumah. Dan Wonwoo akan memulainya dari hal-hal kecil yang dilakukannya bersama Soonyoung setiap hari, dan menciptakan kenangan yang mungkin bisa di ceritakan kembali pada hari tua.
ˑ ִֶָ 𓂃
[So then] we talked for a little while
Ask we if I could roll through
[So we] Met up, go food and we
Spent time till the night was through
[Can I] call you own
And can I call you my lover
ˑ ִֶָ 𓂃
3 notes · View notes
nojamsty · 2 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
—ᵖᵃʳᵗ ᵒᶠ ꜱᴀᴜᴅᴀᴅᴇ
Wonwoo tidak memainkan ponselnya dari pagi, tapi ia sempat melihat notifikasi bar miliknya, ada dm dari Ten disana, tapi ia hanya mengabaikannya, tidak ingin berurusan dengannya untuk sekarang, ia menghela napasnya, sebelum memarkirkan motornya di depan rumah Seungcheol, dia langsung pergi ke supermarket setelah keluar dari sekolah untuk membeli beberapa camilan dan buah. Ia melihat sepatu milik Jeonghan ada di rak teras depan, menandakan temannya telah sampai lebih dulu.
Wonwoo melihat Seungcheol dan Jeonghan sibuk di dapur memasak untuk makan siang mereka, ia meletakkan plastik belanjaannya pada pantry.
"Kok disini semua sih, emang Soonyoung udah gak pa-pa ditinggal sendiri?"
Seungcheol yang sibuk mencuci bayam menyempatkan diri untuk memutar tubuhnya dan melihat Wonwoo telah datang. "Udah, barusan bangun, tadi pagi sempet panik waktu gue turun ngambil sarapan yang dibawain Han, tapi sekarang udah enggak."
Seungcheol melanjutkan mencuci sayuran, sedangkan Wonwoo merebahkan kepalanya di atas meja.
"Tapi paling sebentar lagi manggil lagi minta di temenin.."
"Gue ke atas boleh gak sih Cheol?"
Jeonghan memutar bola matanya saat mendengar pertanyaan Wonwoo. "Tumben banget tanya, biasanya juga langsung nyelonong masuk, emang lo tadi masuk kesini pakai permisi?"
Wonwoo mendengus pelan. "Gue tadi pencet bel sekali ya, tapi gak ada yang nyaut, gue sebagai tamu yang baik inisiatif dong masuk sendiri.."
"Halah gaya lo.." Seungcheol menyahut setelah memiriskan air pada sayuran, "ya udah sana sih, lihat aja anaknya.."
Wonwoo mengangguk tak acuh sebelum akhirnya berdiri untuk pergi ke kamar Soonyoung. Walau sebenarnya ia sudah hapal dengan seluk-beluk rumah ini, agaknya ia masih terpana dengan beberapa foto yang di panjang di dinding ataupun yang di letakan pada lemari kaca, foto-foto Seungcheol dan Soonyoung, hanya saja foto Soonyoung kecil lebih menarik perhatiannya. Pipinya masih sama gemuknya dengan sekarang, jika ia mengingat dulu ia sering menggigit pipi tembem Soonyoung karena merasa kesal ketika bakpao miliknya harus Wonwoo relakan pada Soonyoung yang menangis, dan hal itu justru membuat bocah dengan pipi tembem semakin histeris dalam tangisnya.
Pintu kamar Soonyoung terbuka lebar, saat ia masuk pandangan Soonyoung terlihat kosong menatap boneka hamster di tangannya.
"Hei.." sapanya, mencoba menarik atensi Soonyoung, "kenapa bengong sih?"
Soonyoung menggeleng pelan, bibirnya tampak pucat dan pecah-pecah karena kering, hampir tiga hari ini tampaknya Soonyoung masih tidak nafsu makan dan minum pun harus di paksakan oleh Seungcheol.
Wonwoo merangkak pelan pada ranjang, untuk duduk di samping Soonyoung, sebelah kakinya ia lipat sebagai tumpuan tangannya. "Masih mual ya? Makanya makanannya gak di makan?" Wonwoo berucap setelah melihat nampan makanan di atas nakas terlihat utuh dan Soonyoung hanya mengangguk.
"Lo nyimpen boneka ini ya?" Wonwoo menunjuk boneka hamster yang ada di tangan Soonyoung dengan dagunya, "padahal bonekanya dari Mr Cat 'kan?"
Soonyoung menggeleng, hidung Wonwoo berkerut. "Enggak? Tapi 'kan itu boneka ada di paper bag yang di taruh Mr Cat di gudang waktu itu?"
"Bukan.." suara serak Soonyoung membuat Wonwoo diam-diam menarik napas lega.
Hampir tiga hari Soonyoung tidak bicara, ia hanya menggerakkan kepalanya ketika di tanya, ia dan Seungcheol khawatir jika Soonyoung mengalami trauma, tapi jika di pikir-pikir wajar jika hal ini mengguncang Soonyoung, tapi tetap saja mereka ingin melihat Soonyoung membaik secepatnya.
"Masa sih?"
Soonyoung mengangguk pelan. "Gue.. bingung.." jawab Soonyoung pelan, "ini sebenernya boneka gue dari kecil, dari Wowon.."
Alis Wonwoo bertaut, dahinya berkerut mendengar jawaban Soonyoung.
"Bonekanya terus gue bawa, bahkan di sekolah, tapi hilang waktu SMP, gue gak tahu kalau boneka ini di ambil sama Mr Cat."
Soonyoung tampak menghela napasnya, tubuhnya merosot dari kepala ranjang, genggaman pada boneka hamsternya melonggar, membuat Wonwoo yang melihat hal itu, perlahan menarik kepala Soonyoung ke pundaknya.
"Rasanya gue mau buang boneka ini—abu namanya, karena ini ngingetin gue sama Mr Cat, gue takut.." Soonyoung memejamkan matanya, menyamankan posisi kepalanya pada pundak Wonwoo, "tapi ini satu-satunya kenangan yang gue punya dari Wowon, gue gak mungkin buang gitu aja, apalagi ini boneka kesayangan dia, terus dulu dia bilang kalau gue ngerasa takut atau ngerasa sendiri gue harus peluk si abu, katanya dia bakal ngerasain itu.." Soonyoung berusaha tertawa mengingat kenangannya dulu dengan teman kecilnya, "kalau di pikir-pikir sekarang, itu gak mungkin banget sih, walau dia nyebelin banget tapi dia satu-satunya temen yang gue punya, sebenernya dia seumuran sama Abang gue sih.."
"Tapi dia yang pertama kali mau ngajak gue main, dulu dia sering gigit pipi gue karena kesel mainan dia atau makanannya gue rebut, tapi dia selalu kasih apa yang gue mau.."
Perlahan Wonwoo menyelipkan tangannya kebelakang tubuh Soonyoung, mengusap kepala Soonyoung. "Terus temen lo kemana?"
"Gue gak tahu, dia pindah waktu dia mau masuk TK, dan gue gak punya temen lagi kecuali Abang, dulu ada kak Ulgi dia kakak cantik, tapi dia juga ikut pergi pas Wonwon pindah.."
"Gue ngerasa gak punya temen, sampai gue masuk asrama di kelas satu, si Jihoon yang sampai sekarang masih temenan sama gue."
"Jihoon juga tahu masalah Mr Cat dari awal, dia juga yang selalu jadi tempat curhat gue, dulu dia bilang gue harus cari tahu siapa Mr Cat, tapi gue gak terlalu peduli, dan sekarang gue takut rasanya mau mati aja.."
Mendengar ucapan itu membuat Wonwoo menarik Soonyoung ke dalam pelukannya. "Lo gak boleh ngomong gitu.." Wonwoo mengusap punggung Soonyoung, "masih ada gue, Abang lo, Jihoon, Han sama yang lain, semuanya peduli sama lo, kita bakal berusaha jagain lo, kita bakal bongkar identitas Mr Cat demi lo."
"Gak usah di pikirin ya, sekarang lo tidur aja, gue denger dari Seungcheol semalem lo gak bisa tidur, jadi sekarang gue disini bakal nemenin lo, jangan khawatir tidur aja.." Wonwoo mengusap-usap punggung Soonyoung dan sedikit bersenandung pelan, mencoba mengantar Soonyoung menuju bunga tidur.
Entah berapa lama sampai akhirnya Wonwoo merasa bahwa Soonyoung telah tertidur. Ia menunduk, mengintip wajah Soonyoung, tangannya perlahan menyelipkan helai rambut Soonyoung yang menutupi wajah, ia mengusap pelan pipi tembem yang selalu membuatnya gemas. "Wowon lo disini, lo udah gak butuh lagi si abu karena gue sekarang ada disisi lo, dan gak akan pergi ninggalin lo lagi, gue janji lo gak akan ngerasa sendiri, gue bakal jadi temen sekaligus kakak buat lo lagi, bahkan gue rela jadi malaikat pelindung lo, karena asal lo tahu.." Wonwoo mengusap kening Soonyoung yang berkerut dalam tidurnya, "lo orang pertama yang bikin gue ngerasa di butuhin, lo bikin gue kesel, lo bikin gue ketawa, lo juga yang buat gue ngerasa sedih atas namanya perpisahan, tapi gue seneng akhirnya bisa lihat lo lagi, walau lo gak ngenalin gue sebagai Wowon yang suka gigit pipi lo, yang sering ngeledek lo gendut waktu kecil.."
"Soonyoung, gue bakal berusaha sebaik mungkin, bahkan kalau gue udah di ambang batas sekali pun gue bakal tetap berusaha buat lo, buat lo nyaman, aman karena gue tahu rasanya jadi lo, karena nasib kita bertiga gak beda jauh, kita yang dari kecil susah dapet cinta dari orang tua kita sendiri.."
Wonwoo perlahan melepaskan boneka hamster dari tangan Soonyoung dan menyelipkan jemarinya di antara jari-jari gemuk Soonyoung sebagai gantinya, ia juga perlahan menyandarkan kepalanya pada kepala Soonyoung.
Dan mungkin perkataannya menyerap perlahan di antara bunga tidur Soonyoung.
°°
1 note · View note
nojamsty · 2 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
—ᵖᵃʳᵗ ᵒᶠ ꜱᴀᴜᴅᴀᴅᴇ
°
Seungcheol melempar ponsel Wonwoo dengan kesal, membuat si pemilik ponsel terkejut. "Eh, anjir! Santai dong bos.." ucap Wonwoo saat berhasil menangkap ponselnya.
Seungcheol mengusap wajahnya, terlihat frustasi setelah membaca isi dm Wonwoo dengan Ten.
"Jadi si Ten ini sebenernya kenapa sih Cheol? Sumpah gue di dm begini ngerasa tuh anak freak banget gak sih?"
Seungcheol menghela napasnya, ia sempat memijat pangkal hidungnya karena rasa pening yang dideranya sebelum bersandar pada kursi kayu di teras kosan Wonwoo.
"Gue gak tahu gimana jelasinnya tapi si Ten ini emang bermasalah banget.." Seungcheol melirik Wonwoo yang kini sepenuhnya fokus padanya, "ceritanya panjang banget.."
Wonwoo bersedekap, dahinya tampak berkerut. "Jelasin detailnya aja kali Cheol.."
"Jadi dulu pas SMP dia sama Soonyoung temenan dekat gitu, bertiga sama Jihoon, lo tahu Jihoon 'kan?" Wonwoo mengangguk sebagai jawaban, "nah awalnya gue juga gak tahu apa-apa tapi Soonyoung mulai diet gitu, gue pikir diet biasa aja kurangin porsi makan, lagian dia juga lagi fokus sama dance buat persiapan perpisahan anak kelas tiga, dia bilang gak mau kelihatan gendut pas acara."
"Itu dua bulan sebelum perpisahan gue Won, adik gue tuh tipe yang gak bisa nolak makanan, apalagi kalau itu kesukaan dia, tapi waktu itu sesuka apapun dia sama itu makanan yang gue beli dia sama sekali enggak makan, gue tanya kenapa cuma di jawab 'lagi diet bang' nah sebulanan setelah itu yang biasanya Soonyoung main selalu bertiga, si Jihoon agak ngejauh gitu, gue agak kepo soalnya biasanya mereka bertiga berisik banget, tapi Soonyoung gak pernah mau jawab, tanya si Ten dia cuma senyum doang sambil bilang 'gak ada apa-apa kok kak' terus kapan hari gitu Jihoon dateng ke rumah balikin baju yang sempet dia pinjem pas nginep ke rumah padahal posisinya adik gue lagi pergi sama Ten.."
"Gue tanya kenapa gak ikut pergi lah si bocil malah nyaut 'emang gue diajak?' nah dari situ gue ngerasa mereka lagi ada masalah, jadi gue tanya lagi ke Jihoon kata dia 'tanyain aja sendiri sama adek lo', bingung lah gue Won.."
"Ternyata emang bener mereka ada sedikit cekcok, jadi kata Jihoon, Soonyoung mulai diet tapi gak teratur gituloh, tapi latihan dance dia keras, olahraga juga berlebihan, katanya dia kelihatan gendut tapi Jihoon ngerasa itu gak bener, tapi adik gue lebih percaya apa kata si Ten, Jihoon udah kesel ngomong sama Soonyoung dan milih ngejauh, si Ten juga gelagatnya aneh."
"Tiga hari sebelum acara, Soonyoung pingsan pas latihan, ternyata adek gue tipes cok, di rawat tiga hari, habis itu pas perpisahan gue gak bisa jaga Soonyoung, gue juga gak bisa ninggalin dia sendirian, apalagi bonyok gue belum bisa balik, cuma Jihoon yang bisa gue hubungin buat jagain Soonyoung.." Seungcheol melipat kakinya untuk duduk bersila, mencari posisi nyaman sambil mengingat masa yang sebenarnya menguras banyak emosinya, "Jihoon nitip sesuatu ke gue, dia bilang tolong perhatiin Ten selama acara, dia bilang posisi Soonyoung di gantiin Ten.."
"Ternyata temen gue Joshua ada rencana buat nembak Soonyoung setelah dance mereka kelar Won, tapi dia gak bilang ke gue.." Seungcheol menatap Wonwoo dengan kesal, membuat Wonwoo merasa seperti dia pelakunya, "dan begonya temen gue gak ada sebut nama sama sekali pas nembak tapi dia tahu kalau Soonyoung posisinya center di akhir, mana mereka dance tuh pake topeng gituloh, terus postur tubuh mereka berdua pas SMP tuh sama, akhirnya pas Ten jawab 'iya' ekspresi Joshua berubah, akhirnya malah narik tangan Ten buat pergi ngejauh karena dia tahu itu bukan suara Soonyoung.."
"Karena gue udah janji sama Jihoon gue ngikutin mereka, gue berasa nguntit anjir, tapi emang iya sih.." Seungcheol menghela napasnya, "mereka pergi kebelakang gedung aula, disitu gue denger dengan telinga gue sendiri kalau Ten emang brengsek banget jadi temen, bisa-bisanya dia bilang kalau Joshua tuh gak pantes sama Soonyoung, adik gue itu jelek, kata dia apa kata orang—what the fuck kata orang Won, dia bilang sifat adik gue tuh toxic, manja, keras kepala, pokoknya segala sifat jelek dia sebutin di adik gue Won.."
"Kalau waktu itu Jeonghan gak dateng tahan gue, yakin itu anak babak belur di tangan gue, emosi banget njir kalau di inget-inget.."
"Lah Jeonghan ngikutin lo?"
Seungcheol mengangguk. "Iya, dia lihat gue ikutan lari ngejar Joshua sama Ten, makanya dia juga ngikutin gue.."
"Gue akhirnya tahan buat gak datengin itu anak sampai acara selesai, tapi ternyata selesai liburan adik gue bilang, kalau Ten pindah sekolah—kek anjir gue belum ngehajar itu anak, tapi di lain sisi adik gue kelihatan sedih banget—"
"—bang!" Keduanya menoleh, mendapati Dino anak pemilik kos menginterupsi pembicaraan mereka, "ada yang cari lo nih?" Dino menunjuk seseorang di belakangnya dengan jempolnya, kalau tidak salah mengingat namanya Jihoon teman Soonyoung.
Seungcheol melongok sejenak dan kemudian mengangguk saat mendapati Jihoon melambai canggung ke arahnya. "Oh, sini cil.."
"Din, makasih ya.."
Dino yang sedari tadi nongkrong di depan pagar bersama teman-temannya hanya mengangguk dan kembali pergi keluar setelah mengantar Jihoon.
"Gue hampir puter balik karena rame banget di pager.." Jihoon mengeluh setelah duduk di samping Seungcheol, "gue kira ada apaan, untung tadi Dino ngenalin gue kak.."
"Kalau lo puter balik cerita gue juga keknya gak bakalan kelar.."
"Udah bahas sampai mana emang?"
Melihat Seungcheol dan teman Soonyoung berbicara berdua membuat Wonwoo mengerutkan keningnya karena tidak paham dengan percakapan mereka. "Sorry guys.." Wonwoo menginterupsi, "jadi.." Wonwoo menunjuk Jihoon dengan dagunya, "tahu sesuatu juga?"
Seungcheol mengangguk. "Lah dari tadi 'kan gue ngomongin dia—Jihoon loh, temen adik gue.."
"Jadi kalian bahas sampai mana?"
Seungcheol menggigit pipi dalamnya sejenak untuk mengingat. "Sampai Ten pindah deh, pas adik gue sakit.."
"Oh ya.." Wonwoo menyela, "lo kok kayaknya tahu kalau Joshua bakal nembak Soonyoung pas perpisahan Seungcheol?"
Jihoon mengangguk. "Tahu, gue juga 'kan temenan sama itu anak, dan dia tipe yang ceplas-ceplos ke gue tapi gak ke Soonyoung, dia bilang ada kakak kelas yang bakal nembak Soonyoung pas perpisahan kelas tiga, tapi gue gak di kasih tahu siapanya, dia cuma bilang 'masa sih ada yang suka sama Soonyoung? Gak salah apa ya? Bukannya itu seharusnya gue?' dia bilang begitu sama gue.."
"Kepikiran gak sih tiap tipe orang itu beda-beda, dari situ gue agak curiga, tapi gue gak mau ngerespon lebih soalnya gue masih jaga perasaan mereka sebagai temen gue gitu, tapi ternyata beberapa hari habis itu Soonyoung curhat ke gue kalau dia naksir Ten.." Jihoon menghela napasnya, "gue gak tahu awalnya gimana tapi Soonyoung mulai diet gitu, dia bilang gak pede karena kelihatan gendut, dia ngomong ke gue kalau Ten gak suka sama orang gendut, jadi secara gak langsung si Soonyoung ini ngaku ke gue dia udah confess.."
"Karena pola Soonyoung jelek banget gue sampai protes, takut dia sakit tapi si Ten kurang ajarnya malah ngatain gue kalau sebenernya gue gak suka kalau Soonyoung kelihatan lebih baik gitu, akhirnya gue cekcok sama itu orang.."
"Disini Soonyoung gak tahu kelakuan Ten, cuma gue dan di depan gue doang itu anak berani nunjukin sifat aslinya karena Soonyoung ini gampang banget percaya sama itu orang, karena yakin banget Ten tuh manipulatif.."
Jihoon memberikan ponselnya yang menunjukkan room chatnya dengan Ten. "Coba deh baca itu, barusan tadi banget.."
"Gue gak tahu dia bakal punya rencana apalagi, tapi kali ini gue gak mau kejadian pas SMP ke ulang lagi, makanya gue langsung otw kesini.."
"Itu orang nekat banget soalnya.."
Wonwoo ikut membaca isi room chatnya, dahinya berkerut. Isi percakapan keduanya lebih gamblang daripada isi dm-nya bersama Ten. Akhirnya Wonwoo menyalakan ponselnya yang berisikan dm-nya kepada Jihoon. "Itu dia juga tadi nge-dm gue.."
"Tapi ya, kok gue agak aneh, kalau kalian emang tahu kelakuan Ten begini kenapa waktu itu masih welcome aja? Kalau gue jadi kalian ogah banget.."
Jihoon menggendikan bahunya. "Gue mah kagak, kak Cheol aja tuh yang begitu.."
Bahu Seungcheol merosot. "Terus gue harus gimana? Marah-marah ke Ten? Emang gue ada bukti? Gak ada, lagian itu juga adik gue yang bego, bisa-bisanya dia suka sama Ten, gue welcome bukan karena udah maafin itu orang, rencana gue cuma satu, nunjukin sifat aslinya ke Soonyoung, makanya gue pura-pura gak tahu masalah itu.."
Seungcheol menghela napasnya. "Tapi sifat Jihoon yang selalu panas kalau bahas Ten, adik gue selalu tanya kenapa kelakuan Jihoon gitu, dia tanya selama dia sakit apa yang dia lewatin, kenapa kok pada berubah.." Seungcheol mendorong kepala Jihoon dengan jari telunjuknya karena gemas, "ini anak terus-terusan buat gue repot sendiri, bisa gak gitu kompromi bentar biar adik gue gak terus curiga sama tanya-tanya ke gue gitu.."
Jihoon memutar bola matanya. "Ya 'kan dia adik lo, urusan lo lah.."
Seungcheol menggerutu pelan.
"Jadi rencana kalian apa?" Wonwoo bertanya.
Jihoon menautkan kedua alisnya. "Emang lo mau gabung sama rencana kita? Ya emang sih sekarang lo masuk bagian karena Ten suka sama lo, tapi 'kan ya, lo gak ada hubungannya sama Ten waktu SMP, lo gak seharusnya ikutan.."
"Kak kita pindah aja gak sih bahas ini?"
Wonwoo memutar bola matanya mendengar ucapan Jihoon yang terdengar sedikit ketus di telinganya. "Sorry nih, tapi sekarang gue pacar Soonyoung.."
"Baru sehari doang." Kompak Seungcheol dan Jihoon menjawab, membuat Wonwoo sekarang menggerutu pelan.
"Walau baru sehari, dia pacar gue!"
Seungcheol dan Jihoon kompak menghela napasnya.
"Gimana cara kita ngomong ini ke Soonyoung, apa dia bakalan percaya gitu aja? Masalahnya adik gue ini emang keras kepala banget gak sih?" Wonwoo dan Jihoon kompak mengangguk.
"Tunjukkin isi room chat Jihoon sama dm gue, kira-kira itu anak bakalan paham gak sih sama situasinya sekarang?"
"Mungkin aja.."
"Kapan tapi?" Wonwoo kembali bertanya.
"Kita tunggu dulu aja gak sih?" Jihoon berucap, "kita lihat apa yang bakal Ten lakuin ke depannya karena tahu status Wonwoo sekarang pacar Soonyoung.."
"Tapi keknya lebih baik kita kasih tahu kalau si Ten naksir sama gue ke Soonyoung.."
"Dih, pede lo ngomong begitu."
Wonwoo memutar bola matanya mendengar ucapan Jihoon kepadanya. "Bukan pede tapi emang faktanya begitu.."
"Gimana cara lo ngasih tahu adik gue Won?"
Wonwoo mengangkat bahunya cuek. "Gampang, itu mah urusan gue.."
Setelah mendengar ucapan Wonwoo membuat Seungcheol teringat akan sesuatu yang ingin ia tanyakan sedari tadi. "Btw, lo kok bisa jadian sama adik gue sih?"
Wonwoo memainkan alisnya naik-turun. "Namanya juga suka, kenapa gak jadian sih?"
"Anjir, gue lupa lo hampir setipe sama Soonyoung."
Seungcheol meninju pundak Wonwoo main-main. "Awas aja kalau lo buat adik gue nangis, urusannya langsung sama gue."
Wonwoo mengangguk dengan mantap. "Tenang bos!"
Jihoon yang melihat keduanya hanya memutar matanya jengah. "Udah nih? Balik yuk, gue nginep di rumah lo ya kak.."
Seungcheol mengangguk. "Sip, gue sekarang balik duluan habis itu lo nyusul aja ya cil, siapin seribu alesan nanti kalau Soonyoung tanya-tanya."
Jihoon mengangguk. "Iya gampang, tapi gue disini bentaran ya kak ada yang mau gue omongin sama Wonwoo.."
Mendengar ucapan Jihoon, Wonwoo maupun Seungcheol saling menatap, bingung tapi tetap mengangguk sebagai jawaban. Baru setelah Seungcheol keluar pagar Jihoon menghadap Wonwoo.
"Apa?"
Jihoon menatap Wonwoo penuh spekulasi sebelum menghela napasnya lebih dulu. "Masalah Mr.Cat lo juga tahu 'kan?"
Wonwoo mengangguk. "Lo ada ngomong sama Seungcheol tentang masalah ini juga gak?"
Wonwoo menggeleng.
"Jangan sampai keceplosan masalah ini, gue belum tahu siapa Mr.Cat, lo juga 'kan?"
Wonwoo mengangguk kembali.
"Gue tahu, lo masih curiga sama temen-temen Soonyoung, termasuk gue—tapi.." mata Jihoon memicing, "gue juga curiga sama lo.."
"Tapi terlepas masalah Mr.Cat yang sekarang mulai deketin Soonyoung lagi, kita fokus ke masalah—"
"Lagi? Maksud lo apaan?"
Seungcheol kembali lagi, dahinya berkerut saat tak sengaja mendengar percakapan keduanya. "Mr Cat? Cil lo gak bilang apa-apa ke gue, maksud kalian apa? Kenapa kalian saling curiga? Ada yang bisa jelasin ke gue?"
"Kak lo ngapain balik lagi?" Jihoon terkejut, tentu saja.
"Gue kesini tadi naik motor, biar keliatan perginya agak jauhan gitu.."
Seungcheol menggeleng pelan. "Jangan ngalihin pembicaraan, maksud kalian apa?"
°°
1 note · View note
nojamsty · 2 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
—ᵖᵃʳᵗ ᵒᶠ ꜱᴀᴜᴅᴀᴅᴇ
Soonyoung melihat sekitar, sekolah sudah mulai sepi lantaran bel sekolah telah berdering, tetapi beberapa anak yang mengikuti ekstrakulikuler tetap tinggal, dan Soonyoung berjalan sedikit gugup ke gedung sebelah setelah mengirim pesan pada Jihoon bahwa ia akan pergi lebih dulu menemui Mr. Cat.
Gedung sebelah memiliki dua lantai, lantai pertama di gunakan untuk kelas satu dan lantai kedua dulunya digunakan untuk ruang kegiatan ekstrakurikuler, hanya saja setelah pembangunan baru, lantai kedua tidak lagi digunakan sebagaimana mestinya dan hanya dijadikan gudang penyimpanan alat-alat.
Sebelumnya Soonyoung tidak yakin bahwa Mr. Cat akan setuju menemuinya seperti permintaan yang ia tulis di sticky note yang ia tinggalkan di lokernya tadi pagi, tapi secarik kertas di hari ini setelah bel istirahat kedua berdering Mr. Cat mematahkan keraguannya.
Soonyoung meremat kedua telapak tangannya yang berkeringat, sedikit gugup. Menyayangkan pilihannya untuk pergi sendiri daripada meminta Jihoon menemaninya. Ia hanya takut jika ia membawa Jihoon, Mr. Cat urung menemuinya. Sudah dari tiga tahun lalu ia mengetahui adanya Mr.Cat tapi ia tidak pernah terlalu memikirkannya tetapi kejadian yang dialami oleh Seokmin membuatnya sedikit khawatir, ia takut orang-orang di sekitarnya terkena imbas karena Mr. Cat.
Di anak tangga terakhir Soonyoung memanjangkan lehernya, melihat pintu gudang sedikit terbuka, dahinya berkerut. Mungkinkah Mr.Cat sudah lebih dulu datang?
Mencoba menghapuskan keraguannya Soonyoung mulai melangkah, sedikit lebih hati-hati karena rasa khawatir yang mengendap di hatinya. Tangannya sedikit terulur agar celah pintu semakin lebar, dan ia bisa dengan leluasa melihat ke dalam gudang. Hidungnya berkerut lantaran aroma debu yang menyapanya. Ia melangkah masuk, merasa sedikit aneh lantaran beberapa bangku dan bambu-bambu yang biasa digunakan anak Pramuka terlihat seperti baru saja di pindahkan.
Ada paper bag di atas bangku di ujung ruangan, berwarna oranye yang mencolok mata, Soonyoung kembali melangkah lebih dalam karena rasa penasaran. Paper bag terlihat baru, dan terasa janggal di dalam gudang yang berdebu, karena rasa penasaran ia melihat isinya, ada boneka hamster di dalamnya dan sticky note yang terlipat.
Soonyoung mendesah pelan.
"Ngapain lo disini?"
Pertanyaan itu mengalun dengan ringan tanpa indikasi yang membuat seseorang akan berteriak kencang, tapi Soonyoung berbeda—ia berteriak lantaran terkejut. Ia menoleh dengan cepat, memegang dada sebelah kirinya dimana jantungnya berdetak dua kali lipat dari biasanya.
Wonwoo berdiri di belakangnya—sama kagetnya, akan tetapi Wonwoo terkejut lantaran teriakan Soonyoung yang memekakkan telinga.
"Anjir! Ngapain teriak sih? Bikin kaget!" Wonwoo berseru setelahnya.
Soonyoung membuang napasnya sedikit lebih kencang, mencoba meredakan rasa kagetnya. "Lo!" Soonyoung menarik napas perlahan, "yang ngagetin!"
Wonwoo melihat paper bag di tangan Soonyoung. "Itu punya lo?"
Soonyoung menggeleng. "Bukan, tapi buat gue.."
"Berarti punya lo dong?"
Soonyoung menggeleng tegas. "Di bilangin bukan!" Soonyoung mengerutkan dahinya, "lo ngapain disini?"
Wonwoo menggendikan bahunya ke arah bambu-bambu di sudut ruangan. "Biasa, kena hukum Pak Harto.."
Soonyoung memutar bola matanya mendengar jawaban Wonwoo, yang seharusnya tidak mengherankan lagi.
"Btw.." Soonyoung menggigit bibirnya ragu, "lo lihat yang naro paper bag ini disini gak?"
Dahi Wonwoo berkerut sebelum ia menggendikan bahunya. "Gak, itu sebelum gue kesini udah ada.."
"Lo kesini jam berapa?"
"Gak lama pas bel bunyi.."
Wonwoo menatap Soonyoung. "Oiya.. sorry gue tadi sempet lihat isi paper bagnya.." ia sedikit curiga, "notes disitu kenapa aneh banget?"
Soonyoung meremat paper bag di tangannya sedikit lebih kencang. "Kenapa lo baca?!"
Wonwoo mengangkat kedua alisnya heran karena intonasi Soonyoung yang sedikit naik. "Ya wajar dong? Masa ada paper bag bagus di gudang gue gak coba lihat isinya? Siapa coba orang iseng yang naro itu paper bag di gudang? Kek kurang kerjaan?"
Soonyoung mendengus kesal. Yang dikatakan Wonwoo benar, tapi Soonyoung khawatir jika Wonwoo akan memberi tahu Seungcheol tentang hal ini. Mungkin Seungcheol akan memarahinya nanti.
"Kenapa lo diem?"
Wonwoo menatap Soonyoung dengan heran, ketika ia bisa melihat benang kusut imajiner di atas kepala Soonyoung yang berputar.
"Lo.." Soonyoung menatap Wonwoo dengan ragu, "jangan kasih tahu Abang gue tentang ini.."
"Kenapa?"
Kenapa.. karena Soonyoung merasa ia harus mencari tahu sendiri siapa Mr. Cat tanpa bantuan Seungcheol tapi kali ini Wonwoo justru memergokinya disini, di gudang yang bukan hal lumrah untuk seseorang bertemu.
"Ya pokoknya jangan.."
Wonwoo melipat tangannya, sebelah alisnya terangkat, memandang Soonyoung penuh pertimbangan. "Kasih tahu gue alasannya dulu, baru gue mau tutup mulut.."
Wajah Soonyoung terlipat, menunjukkan betapa ia terganggu dengan sikap Wonwoo padanya. "Kenapa gue harus ngasih tahu alasannya segala sih.. emang lo siapa?"
Mendengar pertanyaan Soonyoung membuat hati Wonwoo tercubit. Benar, memang siapa dia, dirinya tidak punya hak untuk mengetahui urusan Soonyoung.
"Oke.." Wonwoo akhirnya berucap setelah hening cukup lama, "Sekarang lo mending keluar deh, atau lo mau bantu gue beresin gudang?"
Soonyoung menggeleng cepat. "Gak sudi!"
Soonyoung berjalan cepat untuk bergegas keluar gudang, mengabaikan raut wajah Wonwoo yang tampak terganggu, tapi Soonyoung akan mencoba mengabaikannya, karena ia tidak ingin melibatkan banyak orang lain dalam masalahnya sendiri.
°
Saat Soonyoung telah turun dari lantai dua, ia kembali membuka paper bag dalam genggamannya, ia mengeluarkan lagi boneka hamster sekepalan tangannya itu. Boneka ini miliknya, ia masih ingat saat pertama kali menyadari telah kehilangan abu—nama bonekanya.
Sekarang... Apa yang akan ia lakukan setelah ini?
°°
1 note · View note
nojamsty · 3 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
—ᵖᵃʳᵗ ᵒᶠ ꜱᴀᴜᴅᴀᴅᴇ
06 March 2022
"Mau ngapain lagi sih?" Soonyoung yang duduk di jok belakang protes kala motor astrea Wonwoo berhenti di pinggir jalan.
"Lo laper gak sih?" Wonwoo tidak menjawab Soonyoung seolah tak mendengar keluhan dari adik kelasnya itu, "gue laper nih, makan dulu yok!"
Soonyoung hanya melihat Wonwoo yang turun dari motor, tanpa menunggu jawaban ataupun protes darinya. "Lo tuh!"
Walaupun merasa kesal Soonyoung tetap mengekor di belakang Wonwoo. "Emang lo gak kenyang apa dari tadi makan?"
Wonwoo menoleh tanpa menghentikan langkahnya. "Yang dari tadi makan 'kan elo, bukan gue." Wonwoo menggendikan bahunya tak acuh, "makan mulu kek perut karet lo."
Soonyoung mendengus pelan. "Kan gue di beliin, sayang dong kalau gak di makan, rejeki gak boleh di tolak."
Wonwoo menggeleng mendengar jawaban Soonyoung, tapi tak membalasnya lebih lanjut. Ia mengisyaratkan Soonyoung agar ikut masuk ke tenda nasi goreng langganannya.
"Kalau gue beliin nasgor, lo mau makan?"
Soonyoung memilih lebih dulu untuk duduk di samping Wonwoo sebelum menjawab. "Ya mau?"
Jawaban dengan tanya itu membuat Wonwoo sedikit menarik kurvanya. "Tapi makan disini?"
"Gak di bungkus aja kayak kemarin?"
Wonwoo menggeleng. "Gak ah, males banget kalau makan di kosan, yang ada belum kenyang udah di serobot sama yang lain." Wonwoo agak mengeluh, mengingat nasi gorengnya semalam ludes di makan teman kosnya.
"Bentar, gue mau pesen dulu lah.." Wonwoo berdiri dari duduknya, "lo nasi goreng apa?"
Wonwoo mengusap hidungnya yang sedikit gatal. "Kayak kemarin?" Soonyoung mengangguk. "Gak pedes 'kan?"
Ada senyum miring di bibir Wonwoo membuat Soonyoung kembali mendengus. "Iya!" Balasnya ketus, agak kesal karena Wonwoo setengah mengejeknya.
"Tapi lo masih bisa ngabisin 'kan?"
Soonyoung berdecak pelan. "Kata lo perut gue karet, kalau cuma seporsi masih bisa 'lah, beda cerita kalau lo beliin gue segerobak."
Wonwoo tertawa mendengar jawaban ketus dari adik kelasnya itu, beruntung ia memilih duduk di bangku paling jauh dari Abang Roni a.k.a penjual nasi goreng langganannya, jadi tidak terlalu menimbulkan atensi dan bisa jadi bahan olokan di kemudian hari, tapi tetap saja beberapa pembeli lain yang sedang menyantap nasi goreng sempat menoleh karena argumen keduanya.
Saat Wonwoo pergi untuk memesan, ia hanya menyibukkan diri melihat isi timeline twitter miliknya, ia agak mendengus saat melihat unggahan foto dari abangnya yang pamer kemesraan dengan Jeonghan, walau agaknya ia sedikit iri karena jomblo tapi lebih banyak rasa kesal karena abangnya pagi tadi memberi tahunya kalau Soonyoung pergi ke bazar dengan Wonwoo, jika tahu begitu Soonyoung akan minta tebengan dengan temannya yang lain. Selain Wonwoo agak menyebalkan, ia juga sedikit merasa canggung dengan kakak kelasnya itu, tapi jika di ingat-ingat Soonyoung selalu hilang kontrol pada emosinya tiap kali bersama Wonwoo, cowok itu benar-benar pintar memicu emosi miliknya.
"Napas lo kenapa dah.."
Soonyoung mendongak, Wonwoo kembali duduk di sampingnya usai memesan nasi goreng.
"Napas gue kenapa emang?"
"Hah... huh... haaahh.. berat banget keknya hidup lo."
Soonyoung mendengus, tidak juga menjawab, lebih memilih mematikan layar ponselnya yang kini telah menunjukkan sisa presentase baterainya hanya 20%. Jika saja Soonyoung berani ingin rasanya ia berteriak di depan Wonwoo dengan 'Iya berat, soalnya lagi sama lo!' tapi mana berani dia.
"Sembarangan kalau ngomong."
Wonwoo terkekeh pelan mendengar jawaban Soonyoung, ia mengambil selembar tisu untuk membersihkan tangannya. "Eh by the way, permen kapas segede gaban tadi lo beli?"
Soonyoung menoleh, menatap Wonwoo yang kini tengah menatapnya. "Kenapa emang?"
"Tadi pas lo pergi nyari temen lo, Cheol tanya sama gue, tapi 'kan guenya gak tahu.."
"Oh.." Soonyoung mengigit bibirnya, "gak tahu, tadi ada anak kecil ngasih ke gue gitu.."
"Lah bisa gitu? Anak kecil masa yang ngasih lo sih? Ngebokis ya lo?"
Soonyoung melengos. "Kagak, emang bener anak kecil yang ngasih ke gue tapinya dia juga di suruh orang, ada sticky notenya juga kok di situ.."
Soonyoung agaknya bisa melihat Wonwoo sedikit takjub, tapi agaknya ada ejekan di sudut bibirnya yang terangkat sedikit. "Mau pamer lo punya crush?"
Soonyoung berdecak sebal. "Kagak, lo tanya ya gue jawab! Tapi ya jangan bilang sama abang gue, bilang aja gue di beliin temen gue atau siapa gitu kek.."
Alis Wonwoo bertaut. "Lah, ngapa dah gitu?"
"Gak pa-pa, bilang aja gitu.."
Wonwoo menggendikan bahunya tak acuh. "Iya kalau abang lo tanya gue lagi."
"Tapi ya.." Wonwoo melanjutkan, "tapi kok keknya yang makan permennya bukan lo?"
Soonyoung melirik Wonwoo sekilas sebelum membuang pandangannya. "Gue makan juga kok, lagian permennya gede banget, kalau gak di bagi-bagi bisa-bisa gue sakit gigi.."
"Iya sih.."
Setelahnya tidak ada percakapan lagi, lantaran tak lama pesanan nasi goreng mereka telah siap. Menurut Soonyoung rasa nasi gorengnya tidak jauh berbeda dari nasi goreng di kompleksnya, hanya saja porsi disini lebih banyak, pantas saja sudah ramai walaupun belum terlalu malam.
"Oiya.." Wonwoo meletakkan sendoknya sejenak, "gue semalem kalah njir.."
"Hm, aphah?" Soonyoung menoleh, mulutnya masih penuh nasi goreng.
Wonwoo memutar bola matanya. "Telen dulu kali Ndut.."
Soonyoung cemberut. "Apaan? Lo kalah apa?"
"Nge-game.." Wonwoo menyendok nasi gorengnya, "kalah taruhan gue jadinya.."
Bibir Soonyoung mengerucut. "Tapi janji lo tlaktir mochi sebulan gak cancel ya, 'kan udah deal.."
Wonwoo berdecak sebal. "Iya-iya gue tahu.."
Soonyoung menarik senyum lebar. "Nah gitu dong.."
Wonwoo menghela napasnya dan meletakkan sendok miliknya. "Reseeeee bangeeettt..." ucap Wonwoo sembari menarik pipi Soonyoung.
1 note · View note
nojamsty · 3 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
──── Our Memories
05 Juli 2026
Saat Soonyoung keluar Wonwoo telah menunggunya, duduk berdiri di wastafel dengan tangan bersedekap. Ia menghela napas pelan, mengeratkan pelukannya pada hoodie dalam dekapannya. "Sorry.." ucapnya pelan.
Menunjukkan sesal karena membuat Wonwoo menunggu lama, maaf karena telah mengambil salah satu kenangan yang berharga dan juga telah mengotori hoodie milik adik Wonwoo.
"Hoodienya gue bawa dulu buat di cuci ya nu? Nanti gue balikin pas udah bersih.."
Wonwoo hanya menatapnya sebelum menghela napas dan berdiri tegak. "Lo gak pa-pa? Tadi lo ketumpahan hot coffee 'kan?"
Soonyoung hanya mengangguk. "Gak sampai kulit kok, lagian gak merembes ke kaos cuma ya hoodienya kotor karena kopinya.."
Wonwoo hanya mengangguk dan menarik salah satu tangan Soonyoung untuk di genggamnya. "Udah keluar yuk, waktu kita udah gak lama.."
Soonyoung hanya menatap pada tangannya yang di tarik Wonwoo dalam genggaman tangan hangat itu, tampak melingkupi jemarinya yang terlihat kecil dalam genggaman Wonwoo.
"Kita mau kemana Nu?"
...
Teriknya matahari tak menghalangi langkah Wonwoo membawa Soonyoung berjalan ke arah taman kota yang terlihat sepi di siang hari yang teriknya menyengat kulit. Hatinya sedari tadi bergemuruh menahan gejolak yang menggerogoti perasaannya, semuanya begerumul di dadanya seolah ingin meluap tak terkendali tanpa alasan.
"Soonyoung.."
Soonyoung hampir menabrak punggung Wonwoo yang berhenti di depannya tanpa aba-aba, ia mendongak menatap Wonwoo yang tak kunjung berbalik untuk melihatnya. Angin menyapu helaian anak rambutnya menutupi sedikit pandangnya, tapi tak menghalangi untuk melihat Wonwoo yang meragu di depannya.
"Wonwoo kenapa?"
"Are all your words true?"
"Yang mana?" Soonyoung sedikit menarik tangan Wonwoo yang menggenggam jemarinya, berusaha membuat Wonwoo berbalik untuk melihatnya.
"Everything?"
"Please turn around and look at me.." kini Wonwoo berbalik ketika Soonyoung menarik tangannya kembali, memandang netra yang sama bimbang sepertinya, "say more specifically, which one?"
Gemerisik daun yang tersapu angin sempat menjadi latar keduanya yang hening, karena keduanya sama diamnya. Soonyoung menanti pertanyaan dari belah bibir Wonwoo yang masih rapat, dan Wonwoo masih berusaha memadamkan gejolak hatinya, mencoba menekannya jauh sampai ke dasar.
"When he kisses you.." kalimat itu terlontar jua dengan lirih, dan keduanya saling menatap dengan netra yang sama-sama mencari.
Mencari apa maksud dari semua arti kata yang terucap dengan netra yang bimbang.
"Yes, he did it to me.."
Karena rasa cemburu itu ada, yang rasanya panas seolah membakar jiwa dan raga, akal dan pikiran pun tak bisa melawannya, Wonwoo menarik tengkuk Soonyoung ke arahnya, mencecap rasa yang pernah di curi lebih dulu darinya, mengambil apa yang seharusnya menjadi miliknya, karena egois itu terselip jauh di dasar hatinya yang terpendam, kini seolah merangkak keluar dengan ganasnya. Karena Wonwoo telah gagal memadamkan gejolak dalam hatinya yang kini telah membakar sampai habis dirinya.
Ia memejamkan mata, menyelipkan ampunan dan doa agar ia bisa melangkah di depan adiknya, karena Wonwoo juga ingin merasakan apa yang mungkin tak pernah di miliknya dahulu, sebuah hasrat.
Tak berlangsung lama saat keduanya kembali memberi jarak, memberi ruang untuk saling menatap dan bernapas, keduanya sama-sama berharap bisa meredakan degup jantung yang menggila karena euforia yang meledak dalam dada.
Wonwoo menyapu bibir bawah Soonyoung yang lebih berisi perlahan, merasakan lembutnya di bawah usapan jarinya. "Have I never told you this?" ucap Wonwoo yang masih terpaku pada belah bibir Soonyoung.
"What?" Soonyoung membalas dengan serak, kembali mengambil atensi Wonwoo padanya, dan keduanya kini kembali saling menatap, kembali mencari kebenaran dari pancaran netra keduanya yang terlihat gundah.
"I love you and I'm jealous.."
Soonyoung mendengar setiap kata itu dengan jelas, meresap perlahan dalam perasaannya, netra Wonwoo kini terpejam seolah tengah mencoba menahan dirinya terhadap sesuatu yang tak pernah di mengerti Soonyoung, jadi ia meraih pundak Wonwoo untuk masuk kedalam dekapannya, ia tidak akan pernah menyangka hal ini terjadi dalam hidupnya, tak pernah berharap bisa di cintai seseorang.
"You've never said it directly.." Soonyoung mengusap pundak Wonwoo perlahan, "but what makes you jealous?"
Wonwoo menikmati setiap usapan pada punggungnya, tak teringat berapa lama ia telah melupakan bagaimana rasa hangat saat dalam pelukan seseorang yang di cintainya.
"My brother, I'm jealous of him who first met you, knew you and I always walked behind him.." tangan Wonwoo terangkat, balas mendekap Soonyoung dengan erat, "I always lose to him.."
"But now I'm with you.."
Saat Soonyoung ingin memberi jarak, Wonwoo enggan melepaskannya, ia justru semakin di dekap erat. "Wonwoo.."
Wonwoo menggeleng, semakin menenggelamkan kepalanya pada ceruk leher Soonyoung. "But you don't like me, you hate me, so allow me this once to hug you a little longer.."
"Wonwoo.."
"Please, only until the time you set is over.."
Soonyoung menghela napas pelan, kembali mengusap punggung Wonwoo perlahan, sampai punggung itu kembali rileks.
"Soonyoung maaf.." Wonwoo berucap pelan, "sorry to disappoint you.."
Rasa kecewa itu ada, jauh sebelum ia tahu apa yang terjadi sebenarnya, terpupuk semakin subur saat mengetahui bahwa Wonwoo bukanlah orang yang ia temui di masalalu, tapi ia juga sadar bukan hanya dirinya yang mencari selama ini, karena kata maaf juga senantiasa terucap dari bibir Wonwoo yang bergetar. "You may hate me but please forgive me and my brother.."
"I don't hate you, and I should thank you guys.." Soonyoung menepuk pundak Wonwoo, "Wonwoo, karena kalian aku bertahan sampai sekarang, you wake me up, you teach me.."
Pelukan itu melonggar karena Wonwoo kini kembali menatap mata Soonyoung dan netra itu penuh tanda tanya, membuat Soonyoung tersenyum melihatnya. "Back then, I had bad memories and I thought, I really hate my life.."
Soonyoung bisa merasakan remasan pada kedua lengannya. "But because of you and your brother at least my mind changed a little bit for the better, thank you.."
Soonyoung melepaskan salah satu tangan Wonwoo dari lengannya dan menggenggamnya erat. "And can you teach me to love you?"
Soonyoung mungkin sadar sepenuhnya bahwa ia juga mulai merasakan debaran yang menyelinap masuk di antara kecewanya yang menumpuk, tenggelam jauh ke dasar, tapi Wonwoo begitu piawai mengambil alih hatinya, karena ia berhasil menepatkan dirinya di hati anaknya—Heeyul. Dan Soonyoung sadar, ia tidak lagi mampu menampik perasaannya. "Maybe I can't erase past memories.." Soonyoung memberi senyum, "but can you make a good memory for me? Our memories?"
Unexpected, tapi hati Wonwoo membuncah ketika mendengar setiap kalimat yang terlontar dengan lugas dari belah bibir Soonyoung berserta senyum manis yang menyertainya. "Yeah.."
Senyum Wonwoo merekah jua, setelah mencoba menahan gejolak yang bergemuruh karena antisipasi penolakan yang takut ia dengar dari Soonyoung. "We will make new memories in the future, me, you and Heeyul.."
Rasa haru itu menyeruak masuk dengan bebas, membuat mata Soonyoung berembun, sesuatu yang ia inginkan sejak dahulu, seorang pasangan yang bisa menerimanya dan kehadiran Heeyul dan Soonyoung tidak bisa mengungkapkan perasaannya yang kini meletup-letup di dalam dadanya ia hanya bisa menarik Wonwoo kembali dalam pelukannya dan memeluknya erat, menyelipkan ucapan terimakasih yang tak berujung di telinga Wonwoo.
Mungkin jalan hidupnya sangat terjal tapi ia bersyukur walau dengan perlahan ia bisa melewatinya dan kini ia hanya berharap jalan ke depannya bisa ia lalui dengan mudah. Dan semua kenangan yang dulu terasa menyakitkan baginya bisa berganti dengan kenangan yang indah kemudian hari, bersama Wonwoo.
Setidaknya Soonyoung harus mencobanya, terlebih lagi kini Wonwoo mencintainya.
.
0 notes
nojamsty · 3 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
──── B L U E 2
June 16th 2013
"Jadi lo ngerasa.." suara Wonwoo terdengar sedikit serak khas orang bangun tidur, tapi tidak membuat Soonyoung terganggu, ia justru merasa lebih tenang.
"I'm feeling blue.." Soonyoung menyahut lirih, ia menggigit bibirnya perlahan, "gue bahkan gak yakin sama masa depan gue, takut mimpi-mimpi gue udah telat.."
Terdengar suara gemersak di ujung saluran telepon untuk sesaat. "Jangankan lo, gue aja gak yakin sama masa depan gue.."
Soonyoung diam, menggigit bibirnya lebih keras. "Lo tahu maksudnya gak?"
Soonyoung menggeleng tanpa sadar.
"Enggak ya?" Seolah bisa melihat Soonyoung menggeleng Wonwoo terdengar menahan senyumnya, "maksud gue itu, diantara kita gak ada yang tahu masa depan, jadi lo gak boleh ngomong gitu.."
"Hoshi.." Wonwoo memanggil dan Soonyoung hanya berdeham sebagai sahutan, "dari bahasa Jepang ya? Bintang.."
Soonyoung diam, masih menunggu apa yang akan di katakan Wonwoo. "Tapi itu cuma nickname doang 'kan? Bukan nama asli lo?"
Jari-jari tangan Soonyoung yang sedari tadi mengetuk meja kini beralih pada giginya, ia menggigitnya dengan cemas tanpa di sadarinya.
"Gak usah tegang.."
Lagi Wonwoo berkata seolah bisa melihat Soonyoung. "Kita emang stranger, gak pa-pa kalau lo emang gak mau nyebutin nama asli lo."
"Sorry.." Akhirnya Soonyoung hanya bisa menyahut dengan lirih, "gue gak bermaksud gitu.."
Ada tawa kecil di seberang, terdengar renyah di tengah malam. "Gak pa-pa kalau gue jadi lo, mungkin aja gue malah pergi kalau ketemu stranger yang tiba-tiba sksd, masih mending lo gak anggep won gila.."
"Won, sorry.."
Jeda sejenak, tak terdengar lagi tawa hanya hening yang menyapa indra pendegarannya untuk sesaat sampai helaan napas Wonwoo terdengar. "Di bilangin gak apa-apa.."
"Hoshi cocok kok buat lo.."
Soonyoung cemberut. "Ngasal.."
Wonwoo kembali tertawa. "Lo tuh udah kek bintang fajar, Venus you know right?" jeda sejenak
Soonyoung menarik senyum tipis di bibirnya. "Tapi kemarin lo bilang bintang kejora bukan bintang fajar," Soonyoung membenahinya, "terus kenapa baru sadar kalau Hoshi itu artinya bintang sekarang bukan pas kemarin padahal lo tahu itu bukan nama asli gue?"
Yang Soonyoung tidak tahu adalah Wonwoo ikut menggigit bibirnya di seberang sana, mencoba memutar otaknya yang terasa seperti gigi roda yang berkarat. "Ya gimana ya, gue pikir karena masih anggep kita stranger, tapi karena sekarang kita teleponan jadi gue pikir kita temen?"
Dan Soonyoung terkekeh pelan. "Iya-iya deh terserah, tapi lo gak penasaran nama gue?"
Terdengar helaan napas di seberang sana. "Kalau lo belum mau kasih tahu gak pa-pa kok, gue cuma mau buat perasaan lo lebih baik aja.."
"Won.." Soonyoung memanggil pelan, "sebenernya lo gak perlu ngelakuin ini buat gue, kayak kata lo kita stranger dan lo bisa ngabain gue gitu aja.."
"Hoshi.." Wonwoo menjeda, jemarinya memilin selimut di bawah tangannya, "gue cuma mau get rid of your sadness.."
Soonyoung mendesah pelan, bibirnya ia gigit sebelum ia menjawab dengan lirih dan ragu. "Gue gak perlu rasa belas kasih lo, gue udah terbiasa sendiri, gue gak mau kelihatan lemah.."
Entah kenapa Wonwoo merasakan sesak di dadanya mendengar setiap kata lirih yang terlontar dari mulut Hoshi di sambungan teleponnya, ia tidak bisa membayangkan bagaimana kuatnya Hoshi selama ini untuk tetap berdiri di atas kakinya dalam kesendirian, tanpa penopang tanpa seseorang yang bisa di jadikannya sandaran.
"Sekali aja kelihatan lemah itu gak pa-pa.." Wonwoo menyahut, "lo gak harus pura-pura kuat, lo juga bisa cari seseorang yang bisa lo percaya buat berbagi rasa takut dan sedih lo, gak semua orang mampu nahannya sendirian.."
Soonyoung memejamkan matanya yang panas sejenak, meresapi setiap kata yang terdengar di telinganya. "Tapi Won.." Soonyoung menghela napasnya, "gue gak punya siapa-siapa buat gue berbagi, gue gak berani bagi kesedihan gue ke orang lain.."
Hening sejenak, Wonwoo tampak sengaja memberi jeda, seolah tahu bahwa hati Hoshi saat ini sedang bergemuruh karena rasa yang tengah terombang-ambing.
"Ada gue, lo bisa berbagi sama gue.." itu terdengar lugas, dan seolah-olah Soonyoung bisa memegang setiap kata-katanya, "gue bakal berusaha ada buat lo, selalu.."
Soonyoung ingin percaya tapi ia bahkan takut pada hatinya yang rapuh. "Won.."
"Next time kita harus ketemu.." Wonwoo memotong ucapan Hoshi, "gue pengen banget nyentil kepala lo.."
"Kok gitu.."
"Gue gemes banget soalnya.."
"Tapi 'kan kita besok bisa ketemu, lo masih di Jogja 'kan?"
Wonwoo sadar satu fakta yang ia sembunyikan, karena itu ia terdiam cukup lama, seolah kehilangan kata-kata miliknya.
"Won.."
"Hoshi.. gue besok balik.." Soonyoung mengehela napasnya, dan Wonwoo merasa ada nada kesal disana, "sorry.. gue harus jemput kenalan gue.."
"Won.." Soonyoung memanggil pelan.
"Ya?" Wonwoo membalas dengan ragu, "kenapa?"
"Gue Minggu depan ke Jakarta, balik ke rumah almarhum orang tua gue.." Soonyoung menggigit bibirnya, "kayaknya gak bakal balik ke Jogja lagi.."
"Lo bakal stay di Jakarta?"
Soonyoung ragu tapi tetap menjawab, seolah tengah memantapkan hatinya dengan kata-katanya. "Iya, doain ya.."
Wonwoo menarik kurvanya tanpa sadar. "Mungkin kita malah bisa sering ketemu, gue anak Jakarta.."
Soonyoung diam. "Serius?"
"Dua rius." Wonwoo menjawab dengan mantap, "apa perlu gue jemput?"
Ada perasaan lega yang meresap di hati Soonyoung. "Won thank you.."
"For what?"
"You took me of the blue.."
•blue part 2 fin•
0 notes
nojamsty · 3 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
──── B L U E 1
June 15th 2013
Lembayung senja kali ini nampak begitu suram, sama dengan dirinya yang mulai kehilangan cahaya hidupnya. Berpegang teguh dengan rasa percaya dirinya pada dunia yang akan baik-baik saja di bawah kakinya kini telah redup, sama halnya dengan lembayung senja yang akan meninggalkan hitam bersama dirinya.
Soonyoung menatap jauh cakrawala dengan sendu, kini ia benar-benar sendirian dan tanpa tujuan. Kenapa semesta begitu kejam padanya, tanpa niat memberi simpati barang sedikit saja untuknya tersenyum. Tanya selalu memenuhi kepalanya dengan alasan apa Tuhan menciptakan dirinya, memberinya jiwa untuk hidup tapi tidak satupun manusia menginginkan kehadirannya.
Haruskah dirinya berjalan di atas lautan yang tak berujung untuk menemukan jawaban atas tanya yang selalu berputar di kepalanya, atau apa?
Soonyoung bahkan tidak bisa menitihkan air mata saat kabar kedua orangtuanya meninggal dunia karena kecelakaan tepat di hari ulang tahunnya. Ia hanya sempat berpikir bahwa itu adalah hadiah terbesar dalam hidupnya tapi bahkan ia tidak tersenyum.
Kedua orangtuanya adalah seorang pengusaha, tapi seolah-olah tak memiliki rumah untuk pulang, Soonyoung hanya memiliki kenakalan yang menemaninya, tempat persembunyian rasa sedihnya, itulah yang dikatakan bibi Minah—asisten rumah tangganya, yang kini merawatnya. Ia berpikir sampai kapan ia akan terus bergantung pada seseorang yang tak memiliki hubungan darah dengannya, apalagi bibi telah memasuki usia rentanya.
Soonyoung bersembunyi di Yogyakarta, jauh di dalam pedesaan meninggalkan hiruk-pikuk kota tempatnya dilahirkan. Tapi kini keadaan membuatnya harus kembali tapi rasanya sangat enggan untuk ia lakukan, matanya terpejam barang sejenak, menghirup napas perlahan menikmati angin pantai yang menyapa wajahnya.
Tujuh belas tahun usianya, dan Soonyoung berpikir sudah waktunya untuk mulai berani menghadapi dunia dan tidak terus bersembunyi dengan rasa takutnya. Bibirnya bergetar karena rasa dingin angin di bibir pantai, tapi apakah semesta akan memberikan kemudahan baginya untuk melangkah atau hanya ada jalan terjal yang berliku untuk dilewatinya.
"Coba sekali ajalah, lo jangan kaku-kaku banget.."
Hari sudah hampir petang, dan suara di belakangnya membuat ia menoleh. Seorang pemuda—mungkin saja seumuran dengannya sibuk dengan telepon seluler di telinganya.
"Hahaha.." orang itu tertawa mendengar balasan lawan bicaranya, "gue di Jogja ya jalan-jalan, emang gue lo yang tiap hari belajar bahkan di hari libur gini.."
Soonyoung penasaran kapan terakhir kalinya ia bisa tertawa lepas, bahkan saat pantai telah sepi akan pengunjung, ia masih tidak berani bersuara. Tidak seberani dahulu untuk berteriak lantang kepada siapapun yang berani melawan keinginannya. Sekarang Soonyoung hanya ditemani oleh sepi yang merangkul pundaknya.
"Lain kali lo harus kayak gue.." Soonyoung mendengar kekehan pelan, "bukan buat yang suka pura-pura, tapi nikmatin hidup, lo punya kendali atas diri lo bukan orang lain."
"Gak ada yang perlu di takutin elah, gue juga gak takut mati," Soonyoung menoleh lantaran penasaran dengan orang asing yang berbicara dengan sambungan telepon, "bukan gitu, intinya tunggu aja, gue bakal geret lo dari penjara berkedok rumah itu.."
Pemuda itu memiliki postur tubuh kurus, memiliki poni yang hampir menutupi matanya, bibir tipis dengan seringai yang tampak nakal di wajahnya. Soonyoung terpaku tampak tak asing dengan wajah itu, tapi ia sudah lama tidak bertemu dengan orang-orang baru, mungkin seseorang yang pernah di lihatnya saat sekolah menengah pertama atau di suatu tempat yang Soonyoung lupakan.
Lamunannya buyar ketika netra keduanya bertemu, kurva tipis itu tertarik di sudutnya saat melihatnya duduk sendiri di batang pohon kelapa yang telah tumbang. Pemuda itu tampak mengakhiri panggilan teleponnya dan berjalan ke arah Soonyoung yang kini mulai memutar tubuhnya, kembali berusaha terlihat tidak peduli.
"Hei.." Sapaan formalitas yang biasa Soonyoung dengar saat seseorang meminta tempat singgah di sampingnya, "gue duduk sini ya.."
Soonyoung hanya mengangguk samar, tidak juga menoleh lantaran pemuda itu akan tetap duduk di sampingnya bahkan saat ia hanya diam.
"Nama lo siapa kalau boleh tahu?"
Soonyoung hanya meliriknya tanpa menjawab, melihat pemuda itu telah menghadap Soonyoung sepenuhnya menunggu jawaban atas namanya. Tapi, tidak ada jawaban karena Soonyoung tidak berniat untuk sekedar basa-basi, di kenal untuk di lupakan atau apapun itu ia tidak berniat memberi tahukan namanya.
"Oke.." pemuda itu mengangguk, paham sepenuhnya telah tak di acuhkan, "kan kalau boleh, kalau gak di jawab gak pa-pa sih.." pemuda itu nampak bermonolog, "panggil gue 'Won' aja.."
Pemuda yang memperkenalkan diri padanya itu tampak menggigit pipi dalamnya seolah berpikir keras. "Gue Wonwoo.." pemuda itu tertawa kaku, "tapi panggil Won aja ya?"
Wonwoo tampak melirik pemuda yang duduk sendiri di sampingnya, postur tubuhnya kurus, tapi tidak menyangkal bahwa pipi pemuda itu terlihat chubby, poninya terlihat berayun-ayun diterpa angin senja memperlihatkan wajah sendunya. Wonwoo awalnya tidak berniat untuk singgah dan berbasa-basi dengan orang asing, karena ia hanya ingin menikmati pasir putih di bawah kakinya di temani lembayung senja, tapi pemuda ini tampak mencuri perhatiannya, seperti pernah melihatnya di suatu tempat, jadi ia memutuskan untuk menghampirinya terlebih pemuda itu hanya duduk sendirian di pantai yang sepi.
"Lagi galau ya?" Wonwoo menebak, "ya 'kan?"
Pemuda asing itu tampak memundarkan tubuhnya karena Wonwoo yang bergerak mendekat secara tiba-tiba. "Udah mau petang juga, gak takut di gondol apa?"
Pemuda itu tampak memutar matanya. "Lo sendiri ngapain jalan-jalan di jam segini.."
Wonwoo terkekeh pelan. "Nyari angin lah, mumpung lagi liburan, jadi ya di nikmatin dong, sia-sia main jauh kesini tapi gak ngelihat senjanya 'kan? Mana cakep.."
Pemuda itu hanya meliriknya dengan malas. "Tuh 'kan!" Wonwoo tampak menatap jauh di langit, "lo bisa liat bintang kejora itu gak?"
Pemuda itu ikut mendongak, menatap cakrawala sesuai telunjuk Wonwoo mengarah. "Cantik ya?"
Wonwoo bisa melihat anggukan samar di sampingnya. "Hoshi.."
Wonwoo menoleh dengan cepat. "Apa?"
Pemuda itu balas menatapnya. "Panggil gue Hoshi.."
Soonyoung tidak berbohong akan identitas dirinya, Hoshi adalah nickname yang sering ia pakai saat sekolah menengah pertama dulu, nickname yang di ketahui teman tongkrongannya.
Wonwoo tampak mengangguk mantap. "Oke Hoshi panggil gue Won."
Soonyoung hanya tersenyum tipis. "Oke.."
Wonwoo hanya menatapnya tanpa kata, membuat dirinya meneleng penasaran. "Kenapa?"
Wonwoo hanya menggeleng samar. "Lo kayak bintang kejora tahu gak?"
Kedua alis Soonyoung terangkat. "Kok bisa?"
"Lo kalau senyum cantik.."
Soonyoung menatap Wonwoo datar, kemudian membuang pandangannya. "Lo ngaco."
"Sorry.." Wonwoo membalas cepat, "bukan maksud gue ngegombal atau gimana cuma, pas lo senyum tadi udah kek bintang kejora yang punya sinar sendiri di cakrawala yang menghitam.."
Soonyoung menoleh, tatapannya jauh lebih tajam dari sebelumnya, membuat Wonwoo mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah. "Oke-oke lupain apa kata gue.."
"Lo lagi ada masalah?" Wonwoo menebak, tapi juga tidak mengharapkan jawaban, "lo gak perlu jawab juga kalau gak mau.." Wonwoo bermajn pasir di bawah kakinya, "kata kenalan gue sih.. tiap orang punya masalah sendiri-sendiri, tapi juga punya cara penyelesaian masing-masing.."
Wonwoo mendongak, menatap cakrawala yang benar-benar akan menghitam, menghilangkan jingga di belakangnya. "Tapi kata dia gue lebih sering menghindar atau pura-pura jadi orang lain yang bukan gue.." ia menghela napas, "tapi gue lebih gak suka ngelakuin hal-hal yang gak gue mau.."
Wonwoo menoleh dan menatap Hoshi sejenak. "Gue pikir lo lagi ada masalah, soalnya gue juga gitu.. suka menyendiri pas lagi kalut-kalutnya.."
"Sok tahu.." Soonyoung membalas dengan lirih tapi masih mampu di tangkap indra pendengaran Wonwoo, terbukti pemuda itu justru terkekeh.
"Iya iya? Gue emang suka sok tahu sih.."
"Tapi yah mumpung begini mending lo cerita aja gak sih? Walau mungkin aja gue gak bakal banyak ngebantu seenggaknya gue bisa jadi pendengar lo ngeluarin uneg-uneg, gue juga gak bisa cepu kemana-mana lagian kita lebih ke stranger 'kan?"
Soonyoung diam, tidak langsung menjawab. Ia juga sebenarnya lelah memendam semuanya sendiri, tapi menceritakannya pada orang lain juga tidak akan mengubah apapun dalam hidupnya. Tapi rasanya dadanya sudah penuh dan sesak dengan rasa sakit dan amarah yang selalu di pendantnya sendiri sejak kecil.
Soonyoung bukanlah anak yang terlahir dengan penuh kasih sayang, ia biasa di tinggalkan. Tidak ada tempatnya berbagi, tempatnya menangis ataupun tertawa. Ia sering berkelahi, sok menjadi kuat di hadapan orang banyak, hanya tidak ingin di pandang lemah. Soonyoung yang menangis tiap malam hanyalah rahasia yang tidak diketahui orang-orang. Hanya Hoshi si biang kerok di sekolah dengan kenakalannya, di skors, bahkan di keluarkan dari sekolah tidak membuat orangtuanya datang untuk bertanya alasan apa yang dilakukannya untuk semua itu, mereka hanya sibuk dengan pekerjaan mereka. Mencintai pekerjaan mereka seperti anak sendiri, mengabaikan Soonyoung yang lebih membutuhkan cinta dan kasih sayang. Tapi Soonyoung pun tidak ingin mengakuinya, ia hanya perlu berlari untuk meninggalkan rasa sakit itu jauh di belakangnya.
Dan Soonyoung memilih ikut bibi Minah yang telah mengasuhnya ke Yogyakarta, meninggalkan gemerlap Jakarta di belakangnya. Tak pernah sekalipun orangtuanya bertanya tentang alasannya, mereka tidak menolak ataupun mengiyakan, membuat tusukan baru di hati kecil Soonyoung yang rapuh. Soonyoung di bebaskan, seperti anak itik yang bebas tapi tersesat.
Ia bersyukur bibi Minah masih merawatnya dengan baik, tapi ia hanya berpikir sampai kapan ia akan terus menjadi beban orang lain. Dan kabar kecelakaan orangtuanya mungkin sebagai jawaban bahwa Soonyoung harus kembali.
"I'm feeling blue.."
Jawabnya lirih itu mampu di dengar Wonwoo, dan ia juga bisa melihat kata-kata itu juga tersampaikan dari raut wajah Hoshi yang benar-benar redup, bintang kejora tertelan pekatnya malam.
Wonwoo menatap laki-laki di sampingnya, tatapan sendu mata cantik itu yang memancarkan sedikit seberkas sinar cakrawala yang mulai menghitam. Tidak ada senyum, tiada tangis hanya redup, cahayanya hampir sirna. Wonwoo bisa merasakan sedikit sesak di dadanya, mencoba membayangkan hal apa saja yang telah di lalui Hoshi selama ini.
"Gue pikir gak ada alasan lagi buat gue hidup.." kini laki-laki di sampingnya telah mengangkat pandangannya, seolah mencoba mencari ujung cakrawala yang telah menghitam, "atau emang gak ada alasan buat gue hidup selama ini.."
Wonwoo terdiam, bibirnya membentuk garis tipis, dia bukanlah orang yang pandai dalam berkata-kata tapi mungkin ia mengenal seseorang yang bisa membantah setiap kalimat yang terdengar pilu dari bibir laki-laki di sampingnya.
Wonwoo kemudian mengangguk. "Apapun yang ada di kepala lo saat ini itu cuma rasa takut yang gak berujung.."
Wonwoo kini ikut mengalihkan pandangannya ke cakrawala yang meninggalkan gelap bersama mereka. "Pasti ada alasan kenapa Tuhan nyiptain lo dan untuk sekarang jawabannya belum ada," Wonwoo menoleh, menatap Hoshi yang kini tengah menunduk, "dan lo harus cari jawabannya sendiri sampai ketemu.."
•blue part 1 fin•
1 note · View note
nojamsty · 3 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
────Drunken Truth
April 17th 2026
Hari-hari berjalan seperti biasa, dan malam datang dan berputar sangat lama. Di tengah keheningan malam yang pekat, di antara orang-orang yang pergi ke tempat Wonwoo berada, ia hanya duduk di ujung bar dengan segelas koktail, batang nikotin terselip di antara jarinya, asap yang mengepul di wajahnya membuktikan bahwa dunianya masih berjalan dan akan berputar secara membosankan seperti biasanya.
Tapi nyatanya seseorang yang menjadi pusat kericuhan malam itu menghantar Wonwoo pada dunianya yang baru, dunia yang mungkin tidak lagi akan membosankan. Karena ketika mata mereka bertemu dan senyum mabuk dari pemuda manis itu mampu membuat sesuatu di dada Wonwoo bergemuruh—sesuatu yang bahkan tidak pernah di bayangkan Wonwoo selama hidupnya akan terjadi.
"You okay?"
Suara dalam Wonwoo memecahkan keheningan diantara mereka. Tidak tahu setan mana yang mendorong Wonwoo untuk menopang tubuh sempoyongan pemuda itu di pundaknya.
"I'm okay, thank you.."
Wonwoo menuntun pemuda itu untuk duduk di tempatnya semula, dengan wajah merah dan mata sayunya, pemuda itu masih menyunggingkan senyumnya yang menurut Wonwoo manis dan di tengah mabuknya pemuda itu, Wonwoo masih bisa melihat binar yang cantik di matanya.
"What's going on?"
Pemuda itu terkekeh pelan, tulang pipinya yang gembil terlihat lucu saat terangkat. "Laki-laki brengsek, kamu lihat sendiri 'kan?"
Wonwoo diam, saat pemuda itu meletakan tangannya di meja konter dan merebahkan kepalanya. "I'm here for a drink, the guy knew me from the web, we finally met, I thought he was serious. Shit, he just wants my body.." cegukan menjedanya sejenak, "namaku Soonyoung.." lanjut pemuda itu yang kini mengarahkan telunjuknya pada pipi gembilnya, "apa aku terlihat gampangan?"
"Berapa banyak kamu minum?"
"Hm?" Senyum itu tidak luntur, khas orang mabuk, "semua yang dia beri.."
Wonwoo berpikir bahwa ia tahu pemuda manis bernama Soonyoung ini mabuk, tidak sadar apa yang di katakannya, tapi yang mampu membuat ia tercenung adalah bagaimana Soonyoung masih mempertahankan dirinya agar tidak di sentuh oleh laki-laki yang menerima bogem mentahnya. Yang Wonwoo dengar saat dunia sunyinya terusik adalah bagaimana Soonyoung berteriak dan meronta meminta untuk di lepaskan, beberapa kata umpatan tak luput dari pendengaran Wonwoo.
Entah angin apa yang membuat dirinya melangkah cepat tanpa berpikir dan langsung melepaskan bogemnya pada pemuda yang lebih tinggi yang terlihat ingin menyentuh Soonyoung. Perbuatannya membuat suasana makin ricuh sesaat karena ulahnya sebelum keamanan datang. Tapi jujur, hal itu tidak membuat Wonwoo menyesal dan kini justru menemani Soonyoung yang setengah mabuk.
"Kamu harus pulang.." Wonwoo berkata sembari mengusap poni Soonyoung yang menutupi matanya, "dimana rumahmu?"
Mata kecil itu berkedip-kedip. "Entahlah.." ada tawa kecil disana, "mungkin di tempat dimana tidak ada omong kosong.."
Wonwoo diam saat melihat mata kecil itu perlahan menutup. "Tidak ingin pulang?"
Anggukan samar bisa di lihat Wonwoo, ia berpikir sejenak, biasanya dia tidak akan peduli sekali pun ada gempa, ia akan tetap diam di tempatnya, tidak akan pernah terusik, tapi sekarang ini, entah kenapa ia justru menunggu seseorang yang tidak di kenalnya dan orang itu tengah mabuk. Ia melarikan matanya pada segelas koktail miliknya, hari ini terlalu banyak perbedaan dari hari sebelumnya dan Wonwoo bingung. Dia bukan orang yang implusif apalagi hanya untuk meninju seseorang karena seseorang yang tidak di kenalnya.
"Dance with me?"
Kepala Wonwoo menoleh, menatap Soonyoung yang kini membuka matanya. "One turn and we're done."
Wonwoo pikir dia sudah lama tidak berdansa, untuk alasan lain ia tidak menyukai skinship dengan orang lain. "I haven't danced in a long time."
"Me too.." Soonyoung menjawab cepat dengan kekehan, "ini bukan ajang pencarian bakat, kamu tidak akan di nilai, bahkan aku tidak menjamin kakimu tidak terinjak olehku.."
Seulas senyum Wonwoo terbentuk, dia pikir Soonyoung terlihat manis dengan penuturannya, ia bahkan tidak merasa canggung seperti biasanya.
"Okay."
Tangan Soonyoung terulur dengan telapak tangan di bawah, menandakan bahwa pemuda itu meminta Wonwoo untuk mengajaknya berdansa, membuat Wonwoo terkekeh pelan dan segera mengulurkan tangannya dengan telapak tangan di atas. Senyum merekah di bibir Soonyoung, merasa senang kode yang di berikannya di sambut dengan baik.
Satu langkah, tubuh Soonyoung hampir ambruk karena mabuk, seharusnya Wonwoo menghela napas karena kesal—itu yang biasanya yang ia lakukan jika ada yang merepotkannya, tapi ia hanya menyambut tawa Soonyoung dengan kekehannya dan kini tangan kanannya terulur memeluk pinggang Soonyoung.
"You okay?"
Soonyoung mengangguk. "I'm okay.." Soonyoung menghela napasnya. "Please, dance with me for just a little bit.."
Wonwoo terkekeh pelan saat mendengar rengekan dari permintaan Soonyoung padanya. "Okay, calm down I'm still with you.."
Butuh waktu sampai mereka sampai di lantai dansa, Soonyoung yang mabuk sepenuhnya menumpukan dirinya pada Wonwoo. "We're not dancing, you just hugged me."
Soonyoung terkekeh, kepalanya tersembunyi di leher Wonwoo. "No," ada rengekan di suaranya, "We dance.."
Wonwoo hanya menggelengkan kepalanya, ia masih meletakan kedua tangannya di pinggang Soonyoung, menjaga pemuda itu agar tidak limbung. "Baik.." Wonwoo berucap pelan, ia sedikit menunduk, "we dance."
Saat ia menunduk Wonwoo bisa merasakan aroma shampoo menyeruak masuk ke indra penciumannya, aroma stroberi yang manis tapi menyegarkan dan Wonwoo kini merasa mabuk.
Saat langkah kaki keduanya mengikuti irama musik, keduanya hanya terdiam menikmati jazz yang mengalun menenangkan. Tidak ada percakapan, tapi tidak terasa canggung, melainkan hanya rasa nyaman. Nyaman yang membuatnya tidak ingin pulang.
Tapi tidak lama kemudian, ada guncangan samar di pundak Soonyoung. "You okay?"
Wonwoo mendorong pundak Soonyoung menjauh, ia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk melihat kondisi Soonyoung. Wajahnya merah dan sedikit pucat, Soonyoung menggeleng. "Aku butuh toilet.."
"Oke.."
Soonyoung muntah, terlalu banyak alkohol yang diminumnya, dan Wonwoo berdiri di belakangnya, mengurut leher belakang Soonyoung perlahan. Rasanya seperti perut Soonyoung di aduk-aduk, mulutnya terasa seperti sampah. Tidak hal lebih menyebalkan dari sebuah kencan buta dari sebuah web. Rasanya seperti muntahan, sangat menjijikan.
Soonyoung menghembuskan nafasnya perlahan, menatap kran air yang mengalir. Ia berpikir kapan hidupnya akan berhenti menjadi sampah, tidak peduli berapa lama ia bertahan dan berusaha, semuanya akan berakhir sia-sia. Jika bukan karena buah hatinya yang menantinya di depan pintu rumah, Soonyoung akan berpikir ia lebih baik mati bersama bangkai-bangkai paus di lautan.
Disaat Soonyoung sibuk dengan lamunannya, tangan Wonwoo refleks mengusap rambut Soonyoung perlahan, kemudian merapikan helaian poni yang mencuat ke segala arah. Dan saat itu Soonyoung tersadar, lalu menoleh menemukan Wonwoo yang fokus pada helaian rambutnya ia menarik senyum sebagai ucapan terimakasih yang tak terucap.
Untuk sesaat Wonwoo tersadar, saat kedua mata mereka bertemu, sadar sesadar-sadarnya. Bahwa ada yang salah dengan detak jantungnya.
"Can I ask for something from you?"
Saat Soonyoung berucap, saat itu Wonwoo tahu bahwa ia akan memberikan segalanya untuk Soonyoung. "What is that?"
"Please hug me."
Dan Wonwoo merangkulnya, memeluknya lebih erat ke dalam dadanya. Bahkan jika Soonyoung memintanya untuk tinggal ia akan melakukannya. Karena Wonwoo tahu ada yang salah dengan jantungnya, ada yang salah dengan dirinya dan Wonwoo sedang tidak bisa berpikir selain memeluk Soonyoung saat ini.
Tapi yang Wonwoo tahu ia ingin membuat Soonyoung merasa lebih baik, mungkin dengan sebuah pelukan, dan itu darinya. Sungguh Wonwoo tidak keberatan untuk melakukannya, bahkan saat mereka di dalam toilet bar. Wonwoo tidak peduli, atau Wonwoo sekarang sedang mabuk. Wonwoo tidak ingin memikirkannya selain memeluk Soonyoung ke dadanya. Jika ini karena alkohol yang membuatnya mabuk, mungkin ia akan merasa lebih baik setelah meminum aspirin besok pagi. Tapi jika tidak, Wonwoo tidak tahu lagi. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya selama tiga puluh tahun.
Dan semuanya terjadi malam ini, di mulai dari keinginannya datang ke bar, minum koktail di pojok ruangan, meninju seseorang dan kini tengah memeluk Soonyoung—seseorang yang baru saja di kenalnya. Semuanya keluar dari daftar rencananya. Tidak seperti dirinya, tipe orang yang melakukan segalanya secara runtut dan teratur, semuanya telah di rencanakan baik-baik. Tapi untuk kali ini ia sadar, tidak semua hal akan berjalan sesuai rencananya.
Seperti memapah Soonyoung yang mabuk, membawanya masuk ke dalam mobilnya. Ia bahkan tidak berpikir lagi saat mengendarai mobilnya ke penthouse miliknya. Tanpa sepengetahuan Soonyoung, yang kini tertidur dengan nyaman di kursi penumpang. Di sepanjang jalan menuju penthouse miliknya, Wonwoo beberapa kali melirik Soonyoung yang tengah tertidur, wajah manis itu terlihat menyeritkan dahinya saat tertidur, dengan bibir yang sedikit cemberut. Dan Wonwoo berpikir, kenapa ia bertindak sejauh ini bahkan untuk orang yang baru saja ditemuinya di sebuah bar, tidak tahu latar belakang, pekerjaan dan apapun selain nama orang itu. Tapi dengan mudah Wonwoo membawa Soonyoung ke daerah teritorial miliknya.
Saat Wonwoo sampai di depan penthouse miliknya dengan Soonyoung di gendongannya seperti koala, dan jam hampir menunjukan empat dini hari. Membuat Wonwoo sadar bahwa mereka telah menghabiskan waktu cukup lama di bar. Padahal Wonwoo yakin mereka hanya duduk diam dan berdansa tanpa mengetahui status satu sama lain kecuali sebuah nama.
Wonwoo menatap Soonyoung yang kini meringkuk dengan nyaman di atas ranjangnya seperti janin, ia menghela napasnya sejenak sebelum beranjak dan berencana mengambil handuk basah untuk membasuh tubuh Soonyoung. Mungkin sedikit tidak sopan lantaran mereka baru saja mengenal, tapi keduanya lelaki, seharusnya menjadi hal lumrah bukan, lagipula tubuh Soonyoung beraroma seperti alkohol dan muntahan, dan ada sedikit bau asap rokok lantaran pemuda manis itu duduk di dekatnya.
Malam sunyi yang hening itu menjadi agak canggung bagi Wonwoo saat ia berusaha mengelap tubuh Soonyoung yang nampak lembut bawah sapuan handuk basah miliknya. Warna kulitnya agak kemerahan, mungkin efek dari alkohol yang di minumnya, ada sedikit gelayar aneh merayap di dadanya saat jari tangannya tidak sengaja menyentuh permukaan kulit Soonyoung yang benar terasa halus di bawah sentuhannya. Ada degup tidak terkontrol pada detak jantungnya, hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia meneguk ludahnya, bergerak cepat menyelesaikan membasuh tubuh Soonyoung. Memakaikan pakaiannya yang ia pilih secara acak, sebuah kemeja putih yang nampak kebesaran di tubuh mungil Soonyoung. Tapi ini terlihat lebih baik daripada tubuh itu hanya di tutupi selimut tebal miliknya. Wonwoo menghembuskan nafasnya perlahan, setelah mengancingkan kancing terakhir, dadanya masih bergemuruh, ia segera menarik selimut untuk Soonyoung, membungkusnya agar tetap hangat.
Tidak semuanya yang ia rencanakan berjalan dengan akurat, dini hari saja Wonwoo masih berjibaku dengan degup jantungnya yang sedang tidak ingin bersahabat dengannya. Ia memejamkan matanya sejenak sebelum beranjak ke dapur, berinisiatif membuat kopi untuk membuatnya terjaga. Dengan mug di tangannya, Wonwoo berpikir jauh tentang hari ini, di umurnya yang sekarang—dimana dirinya masih bertahan dengan kesendiriannya, melihat Soonyoung terbaring di ranjangnya, membuat Wonwoo berpikir, bagaimana rasanya jika hari-harinya di isi seseorang yang menemaninya, saat ia akan tertidur atau saat ia akan terbangun, sebuah pemikiran yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya selama hidup.
Ia menumpukan kepalanya di atas kepalan tangannya, ia memejamkan matanya. Sebelum kantuk menyerang sepenuhnya, ia meletakan kepalanya di lipatan tangannya, dan Wonwoo tertidur di posisi tidak nyaman, tapi siapa peduli—kepalanya penuh dengan berbagai macam pemikiran.
Di bawah selimut yang hangat, mata Soonyoung mengerjap pelan di tengah sisa kesadarannya, Soonyoung mendambakan pelukan hangat yang sempat ia rasakan tadi, tapi kini hanya tersisa dingin yang menggerayangi punggungnya yang rapuh di kamar asing.
Mabuk kali ini sedikitnya membuat Soonyoung merasa di lindungi walau hanya semalam di waktu yang singkat.
•drunken truth fin•
0 notes
nojamsty · 3 years
Text
┌────soonwoo au
by nojamsty
────First Kiss
June 16th 2010
Matahari pagi cukup terik saat Soonyoung melangkah tertatih di trotoar jalan, bibirnya sobek, pelipisnya terluka dan ia merasakan nyeri di mata kirinya, mungkin akan menjadi lebam, ia berdecak pelan tapi mengerang beberapa detik kemudian setelah melakukannya karena luka di bibirnya.
Tawuran kali ini sekolahnya menang tapi belum juga sempat merayakannya, mobil patroli membunyikan sirine, semua teman-temannya yang sibuk bersorak kegirangan segera melarikan diri—termasuk dirinya. Soonyoung sudah melepaskan seragam putihnya menjadi kaos oblong berwana hitam, ia juga sempat mengambil hoodie berwarna merah menyala secara asal pada motor yang tepakir saat berlari, setidaknya cukup untuk menyembunyikan luka di wajahnya.
Ia memajukan kupluk hoodie ya dan memilih duduk di salah satu bangku taman yang kosong, agaknya tempat ini cukup jauh dari lokasi tawuran, setidaknya kemungkinan kecil untuk di tangkap kembali itu kecil. Tapi rintik hujan yang menyentuh punggung tangannya membuatnya terpejam dengan rasa kesal, tubuhnya baru saja hendak istirahat sejenak, tetapi seolah langit tidak mengijinkannya. Menang tapi terasa sial.
"Gue sempet bingung kemana hoodie gue pergi.." suara basah khas remaja baru baliq membuat Soonyoung menoleh, "ternyata disini.."
Pemuda itu sepertinya seumuran dengannya mengingat seragam putih-biru yang dipakainya, dan kacamata tebal yang bertengger di hidung bangir itu sedikit mengganggu matanya. "Oh.." Soonyoung berucap, "punya lo?"
Remaja dengan kacamata itu menyerit. "Lo pikir gue kesini buat apa kalo bukan karena itu?"
Soonyoung mengeratkan hoodie di tubuhnya dengan melipat tangan di dadanya. "Terus kenapa? Udah gue pake berarti ini punya gue."
Remaja dengan seragam lengkap di tubuhnya berdecak pelan. "Gimana bisa gitu? Bagian bawah pojok hoodie yang lo pake jelas-jelas ada inisial nama gue."
Soonyoung melirik inisial itu, 'won' tertulis disana tapi ia tidak mempedulikannya dan memilih memutar badannya, memunggungi remaja itu. "Gak."
"Hei!" Remaja itu tampak kesal, "gue harus balik ke sekolah sekarang atau gue bisa kena alpha, hoodie gue lepas gak?"
"Gak!" Soonyoung membalas cepat tanpa melihat remaja di belakangnya, "pergi tinggal pergi, gak usah pake hoodie juga 'kan bisa."
Soonyoung mungkin bisa membayangkan remaja dengan kacamata tebal itu memutar matanya. "Tapi itu punya gue?!"
"Pun— akh—"
Soonyoung tersentak ketika lengannya ditarik cukup kuat sampai ia harus berdiri dan menatap langsung remaja berkacamata itu dari dekat. Gerimis membuat kacamata tebal itu berembun, tapi tidak menghalangi sorot mata yang begitu tajam ketika menatapnya.
"Lo—" suara remaja itu terdengar sedikit heran, "habis berantem?"
Soonyoung melepaskan tangan yang mencengkeram lengannya dengan paksa. "Bukan urusan lo.."
Helaan napas terdengar dari remaja berinisial won itu. "Emang bukan urusan gue," ia menatap Soonyoung masih sama tajamnya, "urusan gue cuma mau lo lepas hoodie gue sekarang.."
Soonyoung balas menatap, tak gentar hanya dengan tatapan tajam dari pemuda nerd di depannya karena ia sudah terbiasa menghadapi remaja-remaja yang sama nakalnya dengan dirinya. "Udah gue bilang 'kan? Gue gak mau."
"Lo maling." Balas remaja itu tanpa tanya, Soonyoung hanya mengangguk.
"Terus lo mau apa?"
Remaja dengan kacamata itu mendorong pundaknya dengan kesal. "Lepas atau gue bakal—"
"—bakal apa?!" Soonyoung memotongnya cepat, tanpa sadar memegang pundaknya yang terasa nyeri setelah di dorong remaja di depannya, mungkin ia terkilir tanpa di sadarinya saat tawuran antar pelajar tadi.
"Lo gak pa-pa?"
Raut kesal remaja berkacamata itu tampak berubah menjadi cemas saat melihat Soonyoung memegang pundaknya dan terlihat menahan nyeri. "Lo habis berantem atau gimana sih?"
Soonyoung mundur. "Gue gak pa-pa," ia menarik napas perlahan sebelum mendongak, "gak usah sok care ke gue."
Soonyoung bisa melihat raut wajah lawan bicaranya berubah datar mendengar perkataannya. Tapi siapa peduli, Soonyoung tidak pernah mengharapkan belas kasih, apalagi dari orang asing yang tidak pernah di kenalnya. Yang tidak tahu apa-apa tentang dirinya. Karena Soonyoung lebih terbiasa dengan dunia yang kejam daripada dunia yang baik hati padanya, karena semua itu hanya topeng belaka di depannya dan Soonyoung sangat membenci hal itu.
Benci dengan kepura-puraan.
"Gue gak sok care sama lo ya.." remaja itu membalas, "gue cuma penasaran, walau lo pakai baju bebas tapi celana biru yang lo pake nunjukin lo sama kayak gue, masih SMP 'kan lo?" remaja itu berkacak pinggang, "tapi muka lo babak belur gak karuan, lo bolos terus berantem gitu?"
Beberapa detik setelah berkata seperti itu remaja dengan kacamata tebal di depan Soonyoung tampak sadar akan sesuatu. "Oh!" Ia menunjuk wajah Soonyoung, "lo salah satu siswa yang tawuran di gang Merpati 'kan?"
Soonyoung menampik jari telunjuk di depan wajahnya. "Kalau iya kenapa? Lo mau lapor ke polisi gitu?"
Remaja itu berdecak pelan. "Gak, gue cuma mau hoodie gue balik aja."
"Gue gak mau balikin!" Soonyoung kekeuh, "ini udah jadi punya gue!"
"Kenapa lo kekeuh banget gak mau balikin hoodie gue?"
Gak mungkin 'kan Soonyoung melepas hoodie yang ia pakai begitu saja? Bukan tidak mungkin tapi Soonyoung kepalang malu kepergok mengambil hoodie orang, apalagi harus mengembalikannya secara suka rela.
"Gerimisnya mulai deres, bentar lagi hujan.." remaja itu melirik langit yang mendung, "gue harus balik ke sekolah, dan gue gak bakal ngebiarin lo ngambil hoodie gue seenaknya aja."
Soonyoung menggeleng keras. "Gak! Sekali enggak ya engg—"
"—won!"
Belum sempat Soonyoung selesai berbicara suara feminim terdengar menginterupsinya.
"—bangke" remaja di depannya mengumpat.
Ketika Soonyoung akan menoleh ke belakang, menengok ke asal suara feminim di belakangnya karena penasaran kenapa remaja di depannya justru mengumpat, tetapi bahunya lebih dulu di cengkram oleh remaja berinisial won di depannya. Dan Soonyoung pun ikut mengumpat dengan matanya saat menyadari betapa dekat wajah keduanya.
"Lo boleh ambil hoodie gue, tapi lo harus bayar pake ini.."
Satu kecupan mendarat tepat di bibirnya yang sobek, Soonyoung melotot—kaget dan merasa perih di saat yang bersamaan.
"What the fuck—lo gila?" Soonyoung mendesis pelan, menyamakan nada suara remaja di depannya yang berbisik, Soonyoung tidak tahu kenapa ia melakukan hal yang sama.
Tangan itu mencengkeram erat lengannya tapi tidak sampai menyakitinya seperti sebelumnya tapi cukup untuk membuatnya tidak bergerak menjauh membuat Soonyoung hanya bisa melotot lantaran kesal karena kelakuan remaja nerd itu yang seenaknya.
Ada seringai di bibir remaja nerd itu, seringai yang bahkan tidak pernah Soonyoung bayangkan akan di lihat dari remaja culun. Tapi cukup mengingatkan Soonyoung bahwa ia pernah melihat senyum itu di suatu tempat.
"Won—" suara feminim itu mendekat dengan ragu di belakang Soonyoung.
Lagi, saat ia ingin menoleh tangan remaja yang di panggil 'Won' itu mencegahnya dan menariknya dalam pelukannya.
"Oh, kamu nyusul kesini?"
Soonyoung bisa membayangkan lawan bicara remaja yang memeluknya itu mengangguk di belakangnya.
"Iya, soalnya kamu lama banget.." suara feminim itu agak samar, "makanya aku nyusul.."
Soonyoung bisa merasakan sebuah pipi menempel dengan nyaman di pundaknya. "Sorry ya, pacar aku ternyata lagi sakit dia malah nekat nyusul kesini pas tahu kita ijin keluar.."
Soonyoung bisa mendengar 'oh' kecil dari balik punggungnya dan remaja yang memeluknya kini mengusap lengannya dengan lembut. "Kamu bisa balik sendiri gak ke sekolah? Alat-alat tadi yang di beli 'kan udah aku taro di jok motor, bilangin ke guru aku ijin sakit ya?"
Soonyoung tidak tahu bagaimana ekspresi lawan bicara 'Won' tapi ia bisa merasakan punggungnya terasa dingin karena intonasi yang digunakan remaja itu. "Bilang aja aku diare, dan jangan bilang siapa-siapa kalau kamu lihat aku sama pacarku ya?"
Intonasi yang terdengar lembut tapi enggan di bantah.
"Iya.." balasan itu terdengar cepat, dan secepat itu ia bisa mendengar langkah kaki menjauh.
Hening sejenak, Soonyoung sedang memproses semuanya yang terjadi.
"Lo gila ya?"
Soonyoung mendorong 'Won' setelah kesadarannya kembali, tetapi remaja itu justru tertawa. "Mungkin.." balasan itu terdengar tanpa minat.
"Lo habis nolak cewek? Dan alasan lo itu gue?" Soonyoung berdecak sebal, "gue cowok, lo gila ya?" Soonyoung melepas kupluk hoodienya, dan menyadari bahwa gerimis masih setia menitihkan air perlahan seolah tanpa niat untuk turun membasahi rerumputan di kakinya. "Lo sama gue aja saling gak kenal?!"
"Ya terus kenapa? Justru karena saling gak kenal itu mudah, lo sama gue bisa ngelupain ini—sesimpel itu 'kan?"
"Lo manusia paling aneh yang pernah gue temuin."
Remaja itu mengangguk tanpa minat. "Yah seenggaknya gue udah punya kesan di mata lo."
Tangan remaja itu terangkat dan mengusak rambut Soonyoung secara asal. "Lain kali jangan pernah ketemu sama gue ya?"
Saat itu remaja itu berbalik, memamerkan tas punggung dengan gantungan aneh di belakangnya.
"Setan!" Soonyoung berteriak, mengaduh setelahnya karena luka sobek di bibirnya.
"Apaan?!" Remaja itu berbalik dengan kesal, "lo ngatain gue setan?!"
"Bajingan! Pantes gue familiar sama senyum aneh lo."
Alis remaja itu terangkat, dan membuat kacamata tebal itu sedikit melorot di hidungnya yang bangir. "Apa?"
"Tas dekil lo, sama gantungan panda tanpa kepala itu—" Soonyoung menunjuk tas remaja itu dengan telunjuknya, "lo yang semalem di club 'kan?"
Pupil remaja itu tampak bergetar sesaat sebelum kembali menatap Soonyoung dengan datar. "Gue bahkan belum legal, lo ngigo gue masuk club?"
"Setan!" Soonyoung mengumpat, "lo sama aja sama gue, sama-sama memalsukan identitas 'kan?"
"Lo ada disana?" Soonyoung bisa memastikan nada keheranan disana.
"Lo bajingan berkedok, sial—"
Lagi, untuk kedua kalinya Soonyoung di tarik mendekat dengan paksa untuk di bungkam.
Lagi, untuk kedua kalinya Soonyoung di tarik untuk di cium bibirnya—ahh kali ini Soonyoung rasa bibirnya di panggut remaja berpenampilan culun itu.
Bajingan nerd!
Soonyoung mengumpat dalam hatinya, hilang semua fantasinya tentang ciuman pertama yang romantis.
First Kissnya akan meninggalkan kesan menjengkelkan sepanjang hidupnya.
•first kiss fin•
0 notes