Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Jika ditakdirkan untuk memilih, aku akan lebih memilih untuk tidak membuka hati jika akhirnya tak ditakdirkan untuk bersama.
Rasanya masih sama. Sesak tak karuan, melihatnya sudah memilih jalannya sendiri. Tidak denganku, yang belum ingin membuka jalanku.
Nyatanya, aku jenuh dan terlalu awam untuk melangkah lebih maju. Berbeda denganmu, yang sudah banyak jam terbangnya mengenai urusan hati.
Prinsipku, membuka hati adalah urusan yang jarang atau bahkan sulit. Tergantung pada siapa aku bertemu.
Apakah memang laki-laki ditakdirkan lebih banyak mencintai daripada perempuan? Ah, nyatanya memang begitu.
Terima kasih sudah memilih-nya, bukan memilih-ku. Jika ditanya hal yang sama, mengenai rasa, mungkin aku jawab : tidak lagi-lagi bermain dengan rasa.
Lagi dan lagi, aku lemah soal merelakan. Segala memori yang kadang berputar di otak membuatku terhambat. Bukan soal ia terus berbahagia.. Tapi soal ia yang dengan mudahnya rela.
Sosokku mungkin sering ia temukan dimana-mana. Bertebaran di semesta? Mungkin. Jadi, dengan mudahnya ia rela.
Arrghh...urusan hati sulit diterjemahkan. Cepat ikhlas ya. Supaya aku dan hidupku melangkah maju menuju ridho-Mu. Semoga aku, dan diriku, menemukan sosok yang jaaaauuh lebih baik dari dirinya.
Teruntuk siapapun itu, semoga bisa menggantikan sosok ia yang sedang ku relakan.
Bandung, 7 Mei 2024
Dewi Trihandayani--
1 note
·
View note
Text
Beberapa kali deket dan memantau, ternyata mereka datang hanya menjawab rasa penasaran dan memancing ketertarikan.
Nyatanya belum ada yang se-serius itu.
Mari kita seriuskan😇
0 notes
Text
Ketenangan Membuka hati untuk seseorang, buatku bukanlah hal yang mudah. Karena perlu berhati-hati dalam memilih. Namun, ada kalanya kita pernah menggantungkan perasaan kita kepada orang lain. Manusia. Wajar punya rasa kasih dan cinta. Batinku berkata : Sepertinya memang dia orangnya.
Maka kuputuskan saat itu untuk berlabuh, juga berlayar bersama. Mengenal journeynya menuju ke mana, juga mengenal seisi kapalnya untuk memahami lebih dalam. Nampaknya perjalanan demi perjalanan agak berbelok dari arah tujuan. Ku bertanya pada sang nahkoda saat itu, tapi ia masih enggan menjawab. Nampaknya ia masih membaca petanya. Maka, disinilah ilmu berperan.
Rasanya aku ingin berhenti dulu di sebuah dermaga, memastikan pula petanya sesuai atau tidak. Ingin juga beristirahat, setelah sekian lama berlayar di lautan yang kadang banyak badai, terombang-ambing, dan seringkali hilang arah. Ia pun merelakanku berhenti, nyatanya ia juga ingin memastikan petanya kembali. Sama-sama merelakan dan mengikhlaskan. Jika ia menemukan penumpang lain untuk berlayar bersama, rasanya aku tak mengapa. Mungkin saja kemarin ku salah naik kapal?
Nyatanya ucapan tak linear dengan perasaan. Hati slalu tidak tenteram diiringi mimpi yang datang beriringan. Tanganku menengadah, berdoa pada Tuhan meminta ketenangan.
Beberapa minggu berikutnya, jawaban Tuhan disampaikan lewat orang-orang. Aku tidak memperdulikan soal kebenaran itu, memangnya siapa aku? Hanya penumpang yang salah tumpangan? Lagipula, nahkoda membutuhkan penumpang yang memang ingin berlayar bersama hingga tujuan akhir Bukan menaik-nurunkan penumpang di berbagai dermaga
Saat itu pula, lahirlah rasa ketenangan Keresahan yang slama ini aku rasakan, tlah Tuhan cabut sebagaimana mestinya Meski sulit di awal, tapi ketenangan slalu membawa kebenaran.
Bandung, 30 Maret 2024 Dewi Trihandayani
0 notes
Text
Kan ku percayakan semuanya pada rencana-Mu ya Allah Hamba hanya bisa berikhtiar menjadi orang yang lebih baik tiap waktunya Hamba hanya bisa bersyukur atas sgala takdir yang nantinya sesuai atau tidak sesuai dengan apa yang hamba inginkan Karena rencanamu jauh lebih indah, ya Allah Rencana hamba seringkali menghacurkan diri hamba Apapun itu, asal hamba slalu berada di jalan-Mu ya Rabb Jalan yang hamba buat seringkali menjerumuskan diri hamba pada hal yang Engkau tidak sukai Hamba mohon, berikan waktu yang terbaik untuk hamba meraih ridho-Mu ya Rabb.. :")
0 notes
Text
Refleksi Diri #1
Bulan Februari menjadi bulan yang gak begitu "manis" untukku. Tidak lagi semekar bulan Januari yang begitu semangat membara meraih cita. Tapi...bulan Februari membawaku menuju titik kedewasaan.
14 Februari lalu, menjadi tempat para pemilih mengikuti pemilu. Pastinya, aku berada di pilihan yang "tepat" menurutku. Karena lingkunganku yang memang mendukung pada pilihan tersebut dan aku pun merasa apa yang beliau bawakan untuk Indonesia merupakan hal yang seharusnya dilakukan.
Suatu ketika, ku berdiskusi dengan teman yang memiliki perbedaan pandangan dan pilihan, dan agaknya menjadi panas tiap kali membahas politik. Aku yang berusaha menyampaikan pendapatku untuk merubah pilihannya, seringkali menjadikan hati merasa kesal karena ia tetap "keukeuh" pada pilihannya. Padahal, dia juga masih dalam lingkungan yang sama denganku.
Kesal.. Kesal karena kita berbeda pilihan. Berusaha husnudzon dengan alasan dia memilih pasangan tersebut, tapi lagi-lagi. Ku dengarkan dengan seksama alasannya, masih logis dan rasional. Tapi menurutku ia termakan hal-hal yang tidak sesuai faktanya. Disuruh menonton film dokumenter yang dibuat kalangan tertentu, ia pun menolak. Debat pun ia tak lihat. Bertambah kesal pula hati ketika ia slalu menolak.
Namun, beberapa kali kesempatan di luar politik, aku menyadari bahwa ketika hati dia sudah bulat pada 1 pilihan, maka tetap pada pilihannya. Dia orang yang teguh pada prinsipnya sendiri, tak mendengarkan orang lain. (pandanganku)
Tapi, dari situ aku belajar. Ketika kita berbeda pilihan ataupun pendapat dengan seseorang, seringkali kita memaksakan agar pilihannya mengikuti kemauan kita. Padahal, perbedaan pilihan adalah sesuatu yang wajar. Walaupun terkadang timbul rasa marah, kecewa, kesal, dll. Tapi… karena aku merasa temanku ini sudah cukup dekat denganku, maka aku hargai pilihannya dengan catatan sudah berusaha menyampaikan pendapat mengenai pilihan masing-masing. Hal yang sepatutnya dihindari adalah membahas topik tersebut. Jika memang hal tersebut tidak menjadi penting bagi kehidupan kita berdua.
Hikmah lain yang dipetik adalah ketika berumah tangga dengan seseorang, perbedaan prinsip, pendapat, kebiasaan, dll akan menjadi sesuatu yang wajar. Disitu kita dilatih untuk tidak banyak "mengubah" dan "mengatur" apa yang telah menjadi pegangannya. Disitu kita belajar pula tentang komunikasi. Diajarkan pula bagaimana caranya kita "berdakwah" versi diri agar kita sama-sama bisa ke arah yang lebih baik dan tetap bertumbuh. Maka, pr ku saat ini adalah perbanyak ilmu lagi terkait komunikasi dan cara berdakwah, itu hal penting yang harus dikuasai semua orang--termasuk aku.
Kita juga perlu belajar memaknai arti diskusi yang sehat seperti apa. Diskusi adalah sarana untuk menemukan titik temu antara perbedaan pendapat, sarana bertemu dan menambah ilmu. Jadi... jika diskusi kita masih menghasilkan rasa sakit, emosional, dll mungkin belum memaknai penuh diskusi sehat itu bagaimana.
Sekian refleksi diri dan hikmahku hari ini. Semoga bermanfaat!
Bandung, 03 Maret 2024
1 note
·
View note
Text
Islam itu kabar gembira yang harus disampaikan dengan kegembiraan. (Habib Jafar at PodHub)
2 notes
·
View notes
Text
Teruslah Bodoh Jangan Pintar
Tak mengapa jika orang lain menganggapku bodoh di belakangku, Namun, jika mereka mengatakan atau menunjukkan hal itu di depanku, Aku tak segan untuk menunjukkan kekecewaanku. Ini berlaku hanya jika ia yang memang sepantar atau mungkin tidak jauh dari umurku (muda atau tua) Aku hanya kecewa, jika ada orang bodoh yang ingin belajar namun dikucilkan, jika ada orang berproses untuk menjadi "pintar" tapi tak disenangi, padahal ia hanya ingin mencoba dan terus belajar.
****
Barangkali ia percaya padamu untuk menjadi tempat bertanya, Namun, kau patahkan semangatnya untuk bergerak. Barangkali ia percaya, bahwa dirimulah manusia tersabar untuk mengajarkannya, Namun, nyatanya kau patahkan kepercayaan itu dan meruntuhkannya.
Maka, jadilah tempat ternyaman untuk bertanya bagi semua orang. Jika orang lain datang padamu, cobalah sapa dulu. Jika kamu memang menganggapnya bodoh, maka cukup dalam hati saja terucap Jika kamu memang tak sabar, maka cukup acuhkan saja dan menyuruhnya bertanya pada yang lain Karena nantinya, orang yg lahir dari diri kamu & pasanganmu adalah makhluk yang bodoh Makhluk yang tak tahu apa-apa Makhluk yang akan terus bertanya
Makaa.. Teruslah bodoh jangan pintar Teruslah belajar hingga kau tak pintar-pintar
Dewi Trihandayani Bandung, 19 Februari 2024 (saat diri jenuh dengan skripsi)
1 note
·
View note
Text
Cerita Hipnoterapi
Awalnya aku sedikit cerita tentang masalahku yg sebenernya udah lamaaaa banget, cuma aku gak yakin ini lukanya udah pulih banget atau belum. Jadi aku coba pastiin, dan ternyata masih sesek kalau diinget hiks.
Setelah (hypno)terapi, aku sempet dinasehatin beliau,
"ketika ada masalah apapun yang dateng, terima dulu aja, entah rasa sakitnya atau pun perasaan lain yg ngeganggu kita. Diolah perasaannya, sampai ngerasa tenang.
Untuk solusinya gimana, itu urusan nanti setelah kita udah nerima dan (cukup) tenang. Tahu ayat ini kan? فَاِ نَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا Allah emang bilang bersama kesulitan ada kemudahan. Tapi kalau kita gak nerima kesulitan itu, gimana mau datang kemudahan?"
Jlebbbb. Langsung tertampar. (aku cuma mengangguk dan dengerin beliau) dilanjut lagii obrolannya..
"Setelah kamu bisa nerima itu dan ngerasain ketenangan itu, jangan lupa syukuri. Bentuk syukur itu ndak hanya ngucapin Alhamdulillah, tapi bisa dengan ngerasain sedalem itu ketenangan yang Allah kasih buat hambanya, itu juga bentuk dari rasa syukur. Kamu happy dengan perasaan yg kamu rasain itu juga bentuk rasa syukur.
Bisa ngerasain ketenangan itu rezeki lho. Sebuah kenikmatan yg belum tentu orang lain rasain. Jadi coba dilatih buat dapetin ketenangan itu. Dan jangan lupa syukuri"
…..lanjut lagi dengan bahasan lain…
"Coba kamu imajinasikan kemauan kamu apa, dan coba rasain perasaan yg kamu inginkan ketika mencapai itu. Nantinya, sesuai atau tidak sesuai dengan kemauan kamu itu, kamu pasti akan tetap ngerasa ikhlas dan banyak bersyukur, bukan rasa kecewa yang hadir. Yakin sama rencana Allah pasti ada hikmahnya"
Dari sini aku sadar, apapun masalah yg bakal kita hadapi, ketika kita bisa nerima itu dan pasrahin semuanya ke Allah (tentunya bersamaan dengan ikhtiar) insyaAllah bakal ada jalannya:) dan tentunya dengan rasa tenang~
0 notes
Text
Meminta Keberkahan
Dulu menjelang proses menikah, salah satu hal yang aku takutkan setelah menikah ialah tidak bisa membantu keluargaku secara materi, mengingat aku anak pertama, yang tentunya menjadi harapan besar bagi orang tua. Sebab aku sadar betul, bahwa ketika seorang perempuan menikah, sebagian besar hidup dan tanggungjawabnya akan beralih ke keluarga barunya
Aku istikharah, bahkan setiap hari, meminta pada Allah mana jalan yang terbaik. Berdoa secara jujur dan sungguh-sungguh, meniatkan menikah untuk ibadah, juga menjaga kehormatan diri
Entah mengapa saat itu aku menjadi yakin sekali, tidak mungkin Allah membiarkan keluargaku sengsara hanya karena ketakutan atas pikiranku. Namun siapa sangka, setelah menikah, Allah justru memberi rezeki sendiri pada keluargaku yang lebih dari cukup (yang sebelumnya sempat sulit secara finansial). Ditambah bonus kedua orang tuaku yang semakin terlihat dekat, harmonis, dan kompak. Sungguh itu merupakan nikmat dan syukur yang luar biasa
Menikah memang bukanlah satu-satunya faktor yang bisa mengubah hidup kita. Jangan terlalu berekspektasi, bahwa menikah akan jauh lebih bahagia. Bisa-bisa nanti kita lupa, bahwa bahagianya kita kemarin atau hari ini, bukan karena manusia, melainkan karena hati kita yang terus percaya pada Ia
Kitalah yang harus meminta pada Allah; bertekad untuk memperbaiki apa-apa yang kurang dalam diri kita; meminta apa itu ketenangan hati, keberkahan hidup, rasa syukur yang berlimpah. Setiap hari, setiap waktu, sampai mungkin kita merasa bosan, hingga tak luput airmata yang tentu saja mewarnai hari-hari kita :'))
Teruslah percaya dan meminta pada-Nya, sampai saat kita menemukan orang yang tepat dalam hidup kita nanti, kita seolah-olah lupa, bagaimana rasanya sakit hati karena cerita-cerita kemarin. Seakan hal itu tidak pernah terjadi. MasyaAllah.. sungguh kebesaran Allah tiada duanya. Semoga Ia senantiasa menguatkan langkah kita, bahwa kebahagiaan yang hakiki datangnya dari kedekatan kita pada Sang Pencipta
Kebaikan pasangan hanyalah bonus. Mintalah ketenangan dan keberkahan, hingga saat menemui masa sulitpun, kita tidak lupa kemana seharusnya kembali
(Tulisan yang tersimpan di dalam draft)
Surabaya, 11 Januari 2024 | Pena Imaji
304 notes
·
View notes
Text
Tergesa-gesa dalam Pengambilan Keputusan
Salah satu hal yang masih terus diasah adalah soal pengambilan keputusan.
Dari hal kecil kemarin, rasanya aku gak perlu meresponnya secara berlebihan. Entah karena faktor hormon di periode halangan ini, atau karena faktor stress/emosi yang lagi dialami belakangan ini. Setelah dipikir-pikir, aku yang belum bisa mengontrol diri. Padahal orang lain juga punya hak untuk mengontrol dirinya.
Pengambilan keputusan menjadi hal yang penting di semua tempat. Perasaan atau emosi yang stabil menjadi tolak ukur dalam pengambilan keputusan yang tepat. Emosi yang memuncak membuat kita tidak dapat berpikir rasional. Tidak dapat mengabaikan hal-hal yang sebenarnya tidak penting.
Ada kalanya pengambilan keputusan perlu melibatkan emosi, contohnya seperti empati. Yaah.. sebenarnya memang perlu menyesuaikan kondisi. Gak ada patokan harus bagaimana. Tetapi, alangkah baiknya, berilah jeda pada otak untuk berpikir logis, dan tetap melibatkan perasaan agar menyeimbangkan pikiran.
Salah satu cara menstabilkan pikiran adalah dengan menarik nafas lebih dalam beberapa kali. Mencari udara segar. Minum. Duduk. Berbaring. Atau.... kalau memang kondisinya memungkinkan adalah ambil air wudhu dan laksanakan sholat.
Tapi kasusku kemarin, aku lagi gak bisa sholat, dan ini agak sulit karena yang paling bikin tenang adalah ambil wudhu dan sholat:")
Gapapa, aku jadi belajar lagi soal manajemen emosi dan pengambilan keputusan ini.
Next aku coba cerita soal bodohnya aku dalam pengambilan keputusan/strategi dalam mencapai tujuan tertentu.
Bandung, 8 Februari 2024
1 note
·
View note
Text
Sedih banget rasanya ketika satu persatu orang yang kita sayang pergi. Untungnya mereka pergi baik-baik tanpa ada yang menyakiti. Karena kebaikan-kebaikannya justru membuat diri ini sedih tak henti-henti. Mengingat hal-hal indah dan menyenangkan bersama mereka tiap hari.
Kesadaran akan muncul perlahan saat kehilangan. Rasa syukur tiba saat ada badai datang beriringan. Kembali pada-Nya menambahkan romansa yang tak kurasakan sebelumnya
1 note
·
View note
Text
Susah nerima orang lain ketika diri ini belum bisa menerima diri sendiri:)
1 note
·
View note
Text
Gara-gara SOSMED
Keseringan scroll instagram, isi instagram, kadang tuh bikin otak kita nambah banyak referensi. "Oh kehidupan mahasiswa tuh harusnya begini ya" "Oh pas kerja tuh begini yaa" "Oh kalau udah nikah tuh begini ya" "Oh temen/sahabat/pasangan yang ideal tuh begini ya"
Hmm, yaa begitulah sampe ketika orang-orang di sekitar kita gak sesuai dengan "referensi" yang kita baca, ujungnya malah kecewa. Merasa dia gak sesuai buat kita. Merasa kalau pencapaian kita belum seperti mereka, dan pikiran negatif lainnya yang merasuki otak kita buat nge-judge orang-orang sekitar.
Dan mungkin itu jadi salah satu alasan, why i wanna stop my media social to reduce many references that step into my brain.
I hope that will make me better and didn't have any negative speculation from my brain, bcs it's really disturbing me:(
0 notes
Text
Menunggu Datangnya Kepastian
Pernah gak sih kita berharap kepada seseorang, entah keluarga, teman, ataupun pasangan tentang yang namanya "kepastian". Mungkin tiap lingkungan akan memiliki definisi yang berbeda tentang kepastian itu sendiri:)
Kalau aku, ketika seseorang sudah memberikan harapan, maka aku akan slalu menunggu "kepastian" harapan itu. Misal nih ya, keluarga punya rencana untuk makan-makan bareng di restoran, maka aku akan menunggu kepastian, "Mau makan apa kita?" "Dimana tempatnya?" "Jam berapa berangkatnya?" "Naik apa kesananya?"
Yaps, akan banyak muncul pertanyaan itu di benakku.
Begitu pun kepada "pasangan" ataupun calon yang akan mendampingi kita nanti. Ketika sudah mulai proses perkenalan, saling nyaman, dan keluarga sudah saling mengenal, maka akan banyak harapan dan keingintahuan tentang kepastian itu kapan. "Kapan kita membahas ini?" "Kapan kita membahas itu?" "Kapan kita khitbah?" "Kapan kita akan melangsungkan akad?" dan pertanyaan lainnya yang mungkin mengganjal dalam hati, dan ingin dipertanyakan.
Sebagai seorang perempuan, kadang hanya ingin tahu, mau dibawa kemana pelayaran kita nanti? Ingin membuat kapal seperti apa? Anak Buah Kapal yang seperti apa yang kita inginkan? dan pertanyaan lainnya agar kita tahu pasti mau berlayar kemana kita.
Tapi terkadang, seorang laki-laki akan memikirkan banyak hal selain tentang arah kapal. Melainkan mereka akan berpikir "Bagaimana caranya agar kapal tsb terbentuk?" "Darimana aku mendapatkan berbagai elemen kapal itu?: dan sebagainya.
Keduanya akan saling berpikir dan bertanya pada diri sendiri dan juga orang sekitar.
Tapi saat ini, hanya bisa berdoa dan berikhtiar untuk bisa sampai di titik yang diinginkan. Juga tak lupa untuk shalat istikharah, meminta petunjuk-Nya dan megarahkan diri ini tetap berada di jalan-Nya.
Bismillah:)
0 notes
Text
Doa yang slalu ku panjatkan :"semoga segala keputusan yang ku pilih adalah pilihan yang tepat menurut Engkau".
Jika salah, maka tegurlah dan perlihatkanlah keburukan dari pilihan-pilihan yang telah aku putuskan.
Jangan biarkan diri ini berada pada rasa bersalah dan rasa menyayangkan diri.
Berilah petunjuk Mu, ya Rabb...
Engkau Maha Pemberi Petunjuk:")
1 note
·
View note
Text
Sejujurnya aku menulis berdasarkan apa-apa yang sedang aku alami. Pun kalau ada yg merasa bersinggungan atau tersinggung, baiknya sampaikan ya ke aku:)
Jujur aku merasa cukup tenang ketika bisa menulis "tanpa orang lain tahu". Aku yakin, orang-orang yang mampir ke sini adalah orang yang kepo dan ingin cari tahu kwkw
Karena aku cukup lega ketika semua pkiran tercurahkan dalam tulisan. Seperti tulisan mengerti dan memahami kondisiku. Kadang pikiran, hati, dan tangan suka gak sinkron. Jadi maaf kalau tulisanku gak runut atau asal-asalan, karena emang dibuat saat hati ngerasa gak tenang:)
Terima kasih banyak yang sudah membaca, siapapun kamu, terima kasih:)
1 note
·
View note
Text
Kini, waktunya mengabaikan luka-luka.
Karena orang-orang ingin mengabaikan luka orang lain demi kepentingan mereka sendiri.
Untuk menjaga martabat mereka, orang-orang tidak pernah memedulikan kesakitan orang lain.
Serta, orang-orang bahkan tidak bisa merawat luka-luka mereka.
Mereka semua memalingkan wajah dari kenyataan atau luka mereka dengan alasan pertahanan diri.
-Dr. Romantic Eps.9
Bandung, 11 Oktober 2022
0 notes