Text
Gratitude to Human
كلبا لثلاثة أيام وستذكرك ثلاث سنوات و أطعم إنسانا لثلاث سنوات وستذكرك ثلاثة أيام
“Memberi makan anjing selama tiga hari, maka ia akan mengingatmu dalam 3 tahun dan memberi makan manusia selama tiga tahun, maka ia akan mengingat kebaikanmu 3 hari saja.” (ثقف نفسك)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَشْكُر�� اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih pada manusia.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
6 notes
·
View notes
Text
Diam di Hadapan Kezaliman adalah Perbuatan Zalim
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain dari pada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan” (QS. Huud 113).
Dalam Lafazh Walaa tarkanuu berasal dari kata ar rukun yang artinya bersandar dan diam pada sesuatu serta ridha kepadanya.
Ibnu Juraij mengatakan jangan cenderung kepadanya, Qathadah mengatakan : Jangan bermesraan dan jangan mentaatinya, Abu Aliyah mengatakan : Jangan meridloi perbuatan-perbuatannya.
Larangan cenderung tersebut ditujukan kepada orang-orang mukmin agar tidak cenderung terhadap orang-orang yang melakukan tindakan kezaliman.
Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi Rasulullah saw bersabda : Siapa yang berdo’a atau mengajak orang zalim tetap berkuasa, maka dia telah menyukai orang itu bermaksiat kepada Allah di bumiNya.
1 note
·
View note
Text
HUKUM MENDENGARKAN GHIBAH
Imam Nawawi berkata di dalam Al-Adzkar:
”Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi (saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu, kalau dia tidak takut kepada mudhorot yang jelas.
Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat ghibah tersebut jika hal itu memungkinkan.
Jika dia mampu untuk mengingkari dengan lisannya atau dengan memotong pembicaraan ghibah tadi dengan pembicaraan yang lain, maka wajib baginya untuk melakukannya. Jika dia tidak melakukannya berarti dia telah bermaksiat."
2 notes
·
View notes
Photo
In the era of social media, ghazwul fikr is not just 4 F (Food, Fashion, Fun, and Film), but much wider than that.
1 note
·
View note
Quote
You are what you love. Jika sesuatu/seseorang yang kita cintai itu baik, maka kita akan terpengaruh kebaikan. Tetapi jika sesuatu /seseorang yang kita cintai itu buruk, maka kita akan terpengaruh keburukan.
Fazzams
2 notes
·
View notes
Text
Rindu, Kehilangan, dan Kepercayan
Begitu bodohnya saya, menyia-nyiakan kesempatan belajar dengan salah satu Ustad yang dari dulu kuingin belajar darinya. Segala hal yang terjadi, membuatku menyia-nyiakan segala kesempatan yang ada. Begitu juga dengan banyak target yang kuingin capai 2 tahun silam.
----
Balikpapan, 2018.
“Kemana?” Tanya ustadku dalam sebuah halaqah dengan keheranan.
“Ke Jogja, ustad,”
“Ngambil apa?” tanya beliau balik.
“Ekonomi syariah, stad, ngelanjutin S1 dulu, emang pengen jadi dosen. Selain itu saya pengen main dan belajar ke Pondok IT al-Madinah di sana, ustad.”
Sebuah pemberitahuan yang mendadak, di halaqah rutin terakhir kala itu di Balikpapan. Sebagai orang yang seringkali tidak enakan, aku terbiasa overthinking khawatir mengecewakan orang. Karena sebenarnya baru beberapa bulan sebelumnya aku baru masuk dan menerima beberapa amanah dalam lembaga dakwah tersebut. Harusnya aku sudah mengabarkan dari jauh hari.
“Di jogja, ada ust Ridwan Hamidi, sama siapa itu yang lulusan S3 Jepang... Ust Brama,” kata seorang ust lainnya menimpali pembicaraan. Seorang yang ternyata sempat lama juga di Jogja.
Ketika awal sampai di jogja saya sempat lama vakum tidak halaqah lagi. Beberapa kali mengubungi pengurus lokal tidak ada follow-up. Sampai masuk semester 2 saya baru mulai lagi. Karena miskomunikasi saya justru mendapat 2 halaqah, pertama ke Ust Brama, satu lagi ke Ust Fauzan. Dan aku menjalani keduanya.
Begitu banyak hal yang ku rencanakan sebelum berangkat ke jogja, mulai menimba ilmu dan silatul-ukhuwah dengan murabbi2 sini, main ke Pondok IT, nyari sanad matan al-jazariyah, belajar bahasa arab (lagi), menambah hafalan, silaturahim ke sintesa Magetan, cari komunitas internet marketing jogja, dan lain-lain. Intinya ingin agar mendapatkan sebanyak-banyaknya dari salah satu keputusan besar yang kubuat kala itu.
---
Tapi ternyata, yang tercapai jauh di bawah dari target tersebut. Disorientasi fokus karena masalah hati, yang belum pernah aku alami sebelumnya, membuat banyak pikiran dan kegiatan tidak efektif. Saya jadi ingat kata ust Budi Ashari, “masalah” ini bagi pemuda harus cepat diselesaikan, agar bisa segera memaksimalkan perjuangan dalam hidup.
Entah diselesaikan dengan mengikuti cara Usamah bin Zaid atau Imam Ahmad. Kukira aku bisa memilih cara Usamah, tapi sepertinya dalam waktu dekat ini harus seperti cara Imam Ahmad. Pilihan harus diambil.
---
Setiap Jum’at sore selalu main ke daerah Samirono,ke Garasi Tarbiyah karena musim hujan, terkadang mau tak mau menembus hujan. Hal yang meninggalkan bekas kenangan, meski sebentar. Karena pandemi merubah segalanya.
Sebanyak-banyaknya kehilangan tetapi pasti ada hikmahnya. Sebagian mungkin sudah diketahui, sebagian lainnya mungkin menunggu waktu.
Salah satunya dengan Ust Fauzan, ketika pertama kali ketemu di Masjid Suciati Saliman. Seorang mualaf asal bali dengan keluaga yang masih Non Muslim, lulusan Psikologi UII, memilih menetap di sini dan menikah dengan seorang akhwat asal Ponorogo. Sudah benar-benar seperti sosok seorang Salman Al-Farisi menurutku :D.
Usianya masih muda sampai saya awalnya mengira sesama perserta halaqah, senang bercerita dengan cerita-cerita yang menarik. Apalagi dengan latar belakang beliau yang psikologi, penyampainnya tentu lebih baik dibanding umumnya. Tapi yang di luar ekspektesi saya, meski seorang mualaf, tapi ilmu dan hafalan agama di luar ekspektasi, bahkan dari saya yang kuliah S1 nya ada unsur syariah. Semangat beliau untuk agama memang tinggi, membuat saya merasa seperti bermain-main saja.
Beberapa kali halaqah pindah-pindah dengan beliau, mulai dari Masjidi Suciati, salah satu Masjid di dareah Banteng dekat pesantren mahasiswa al-Madinah, masjid dekat JCM, sampai terakhir di rumahnya di daerah Griya Taman Asri.
Karena Beliau bagian kadersiasi, juga sempat menawari saya untuk mencari calon, meski saya kemudian hanya mengatakan nanti, karena harapan lain saat itu.
---
Rindu akan Masa Itu.
Semua bisa dikatakan terputus sejak pandemi mulai maret kemarin. Baik halaqah di Jogja ataupun di Balikpapan. Saya merasa unfullfiled, merasa terputus masih ingin menyambung silaturahim lagi dengan mereka. Masih banyak kegiatan yang ingin dilakukan. Masih ingin mengenal banyak orang dan melakukan hal-hal. Halaqah online dan semacamnya sama sekali tidak bisa menggantikannya. Menyesal, kenapa tidak sejak awal saya datang ke sini dan memaksimalkan segalanya. Pun saat ini saya sudah resmi inaktif, dari keanggotan sejak Januari lalu.
Terputus dan Kehilangan semua kegiatan itu, bahkan dengan komunikasinya.
Dan segala kesibukan saya sekarang membuat saya, untuk saat ini tidak bisa “kesana” lagi. Mengacu pada Four Burner Theory, memang ada fase-fase kehidupan, yang karena harus fokus kepada suatu hal membuat kita mengorbankan aspek kehidupan kita lainnya.
Biarlah, jalani saja. Jalani karena Allah. Selama niat dan cara kita benar, insyaAllah akan dituntun ke arah yang lebih baik yang mungkin kita belum pikirkan sebelumnya. Pelajari semua kesalahan di masa lalu, untuk tidak diulangi lagi di masa depan.
Entah untuk kembali ke sana atau memulai yang baru.
Serahkan dan percayakan kepadaNya tentang jalan kita ke hari esok. Berbuat baik di mana saja dan dengan siapa saja, selama mereka orang baik. Berdoa agar diberikan sebaik-baiknya tempat dan kedudukan di masa depan.
Percaya. Esok kan lebih baik dari hari kemarin.
4 notes
·
View notes
Quote
Betapapun kau berbakti pada orang tuamu, betapapun membanggakannya kesuksesanmu, itu semua tak akan berarti lagi bagi mereka setelah kematian jika kau tidak menjadi anak yang sholeh/sholehah.
Faris Azzam Shiddiqi
7 notes
·
View notes
Text
Kenapa Saya Kembali Menekuni IT (Software Developer)
“Kamu salah milih jurusan, zam, nyasar.” kata teman kuliah ku dulu.
“Lho, kok ini prestasimu malah banyak di bidang IT,” Kata seorang dosen wali ketika melihat CV ku.
“Sarjana Ekonomi Islam kok profesinya web publisher?” Kata seorang admin melihat formulir pengajuan KTA salah satu ormas Islam yang iseng-iseng ku submit.
Pertanyaannya justru kenapa saya ngambil S1 Ekonomi Syariah dan bahkan berlanjut hingga S2. Padahal sejak kelas 1 SD memang passionate sama IT.
Well, ceritanya panjang dan agak absurd. Dan takkan kuceritakan kali ini. Di semester awal pernah bahkan benar-benar menyesal dan mempertanyakan diri sendiri, walau pada akhirnya lulus dan sedikit menyesal. Tetapi sekarang sudah tidak lagi, karena semuanya seperti mulai make sense.
Beberapa bulan ke depan saya ikut sebuah bootcamp (training), untuk kembali belajar skilset yang merupakan bagian dari IT, khususnya software engineering. Saya belajar web development, wordpress development, python, beberapa front-end language seperti HTML, CSS dan Javascript, some PHP, SQL, data analytics, hingga data science.
Ngapain masih ngejar IT? Banting Setir?
0. Seperti yang saya sudah bilang, saya memang punya passion IT sejak kecil.
1. Sebenarnya saya sudah memegang web design 13-14 tahun lalu, sejak SMP, yang kala itu masih langka sekali. Software yang dipakai waktu itu adalah Microsoft Frontpage dan Macromedia Dreamweaver, yang kemudian diakuisisi oleh Adobe. Dua kali ikut lomba pas SMP, satu kali menang. Salah satu anggota tim sekarang beneran jadi programmer, satu lagi wafat, satu lagi nyasar ke ekonomi syariah.
2. Waktu SMA udah narget ingin ikut Olimpiade IT. Orang tua saya membelikan laptop (kala itu masih jarang banget siswa pakai laptop). Langganan Majalah Komputer. Tapi, ternyata, saya tidak lolos seleksi masuk tim SMA, karena kemampuan Matematika saya kurang. Benar-benar pukulan keras kala itu. Sejak itulah saya agak minder, tak lagi bermimpi macam-macam. Bahkan berpikir untuk kuliah di jurusan IT di PTN top saja sudah kurang yakin. Meski begitu masih sempat juga membawa SMA juara cerdas cermat IT di tingkat kota.
3. Ketika S1 saya belum sepenuhnya melupakan minat tersebut, meski tidak pernah lagi mempelajarinya secara mendalam. Pada tahun 2015 saya mengikuti lomba blog ekonomi Syariah dan membuat artikel tentang Platform Crowdfunding Syariah (dulu masih jarang), itupun juga berhubungan dengan IT. Saya mengerjakan tugas akhir juga memakai metode machine learning, itupun juga IT. Bahkan sempat pengen lanjut S2 di bidang IT.
4. Memang, tentu saja saya tidak lanjut S2 IT. Pengennya tetap lanjut ekonomi syariah karena pengan jadi Dosen. Karena passion lainku adalah mengajar. Meski begitu saya juga tidak jadi. Saya malah milih belajar Digital Marketing di sebuah pesantren di tengah kampung di kabupaten yang saya tak pernah datangi, yaitu Sintesa, Magetan. Selama setahun. Lagi-lagi temanku mempertanyakan pilihan anehku.
5. Mulai dari sana sampai lulus tahun 2017, lalu sampai tahun 2018, saya fokus berprofesi sebagai digital marketer. Di tahun tersebut jugalah lahir muamala.net, website media ekonomi syariah. Hal tersebut tidak ringan, karena menjadi digital marketer itu naik turun juga.
6. Pada tahun 2019 saya akhirnya bisa menjalani mimpi saya, yaitu lanjut S2 di UGM, meski awalnya ingin lanjut di luar negeri. Dan meski banyak mengorbankan hal lainnya termasuk pekerjaan.
Udah gitu ngapain belajar skillset di atas lagi? Coding? Web development? Ga nyambung.
1. Memang sekilas ngga nyambung. Tapi kl saya ngga ada skill di sana (meski sekarang pas2an) dan skill SEO, mungkin ngga ada web muamala.net, yang terhitung saat ini telah dibaca oleh 3 juta pengunjung.
2. Web muamala.net dan proyek digital marketing lagi turun baik karena efek algoritma ataupun covid. Dan karena kesibukan kuliah, masalah hati & kesehatan mental, saya tak bisa terlalu banyak mengurusinya. Belum lagi digital marketing itu butuh waktu dan modal, tetapi hasilnya sebagai bisnis pada umumnya, yaitu tidak pasti.
3. Waktu S2 ku tak lama lagi, dan saya tidak bisa berharap kepada yang belum pasti, oleh karena itu saya berusaha menciptakan kepastian dengan ikut coding bootcamp.
4. Yang saya kejar adalah agar bisa remote work keluar negeri, karena potensi pendapatannya cukup besar. Anda hidup di Indonesia dengan biaya Indonesia, tetapi digaji dengan standar upah dollar.
5. Berkerja di bidang ini tak mengharuskan Anda lulusan IT, punya koneksi, atau bahkan pengalaman kerja. Kuncinya cuma satu: portofolio.
Apakah ga nyambung?
Memang, sebenarnya saya awalnya juga berpikir begitu. Merasa melakukan hal yang berbeda dunia. Yang akhirnya tidak ada yang maksimal. Tetapi kini saya seperti menemukan titik temunya, entah disebut irisan atau titik yang bersambung. Menjadi hal baru yang unik.
1. Web development jelas akan menunjang web muamala ku ke depannya.
2. Jasa web development juga akan mengasah skill bisnisku.
3. Berkerja remote keluar negeri juga mengasah pengalaman paparan internasionalku (penting jika jadi akademisi ke depan)
4. Belajar coding bahasa seperti python sangat bermanfaat buat ilmu ekonomi, keuangan atau manajemen, karena bahasa tersebut saat ini lumrah digunakan untuk penelitian, baik data analytics ataupun data science.
5. Pendapatan dari remotework tersebut juga bisa digunakan untuk lanjut S3 suatu saat, jika tidak mendapat beasiswa. Bahkan, karena remote bisa berkerja sambil lanjut kuliah.
Dan mencampur adukkan beberapa bidang keilmuan ini menjadi tren di dunia kerja dan bisnis sekarang. Untuk lebih jelasnya Anda bisa searching “Generalist Vs Specialist karya David Epstein”.
Lha, katanya pengen jadi dosen?
Ya memang, tapi:
1. Bagiku menjadi dosen bukanlah untuk profesi atau mencari rezeki, tapi mengajar, bagiku adalah passion. Apalagi mengajar ekonomi syariah, sekalian dakwah, yakan. Untuk mencari cuan saya mencari di luar itu.
2. Kesempatan menjadi dosen bukanlah hal yang bisa dipilh kapan saja dan di mana saja. Untung-untungan. Padahal saya tidak mempertimbangkan menjadi dosen kecuali di 3 kota yaitu, Balikpapan, Samarinda, Jogja. Tentu lowongan untuk jadi dosen di sana tidak selalu ada.
3. Daripada nunggu yang tidak pasti tentunya kita melakukan hal yang pasti terlebih dahulu.
4. Dengan belajar python for data analytics dan data science saya tetap bisa melakukan penelitian meski, misal, belum jadi akademisi.
5. Pada akhirnya semua mengalami konvergensi, dan menciptakan sesuatu yang baru dan unik.
Begitulah kira-kira alasan saya kembali menekuni dunia IT, khususnya coding. Sebenarnya tulisannya lebih untuk diri saya sendiri, agar saya selalu ingat dan bersemangat. Karena terkadang saya merasa ragu dan sendiri menjalani jalan yang campur-campur ini. Terkadang seperti kehilangan jati diri, apalagi ketika membandingkannya dengan orang-orang sekitar.
Belum lagi 3 bulan di akhir 2020 ini saya juga harus garap tesis, sehingga benar-benar full menghabiskan seluruh waktu dan pikiran saya. Bahkan sudah tidak mikir apa-apa lagi. Kegiatan sosialpun banyak tereduksi (meski covid membuatnya normal).
Sing penting luruskan niat dan bismillah.
*Sekilas biaya bootcamp
Berikut ini adalah beberapa cuplikan biaya dari bootcamp coding yang diadakan oleh gl*nts.id dan h*cktiv8:
Ya agak gila emang. Tetapi setidaknya saya mendapatkan jalur yang lebih ekonomis yang mengeluarkan biaya sekitar 4,5 juta atau hampir 1/5 atau 1/10 biaya di atas. Tapi tentu ada harga ada kualitas, di samping ikut bootcamp saya harus rajin belajar mandiri dari sumber gratisan lainnya.
11 notes
·
View notes
Text
Ga lama login ternyata sempat ke-hacked, kalau ada postingan aneh sebelum ini mohon dimaklumi 🙏
3 notes
·
View notes
Quote
Istikharah ditunaikan bukan hanya agar kita mendapatkan hasil yang optimal. Tetapi juga agar hati kita lapang dan terbuka terhadap semua kemungkinan.
Passing-wisdom
2 notes
·
View notes
Text
Save for later
Membangun visi misi keluarga itu berangkat dari memilih pasangan hidup.
Libatkan Allah terus, minta Allah untuk menuntun. Bersegera, tapi jangan tergesa. Pilihlah yang memiliki nilai dan prinsip yang tak berseberangan secara fundamental denganmu, apapun itu, yang menjadi peganganmu.
Sholeh/ah itu luas. Peranan yang mau diambil untuk berusaha menjadi alim atau takwa itu banyak. Yang wajib adalah wajib. Sisanya soal pemikiran, kedewasaan, karakter, keluarga besarnya, pekerjaan, dan lain-lain takarlah di takaran yang sekiranya bisa kita tolerir. Sesuai kemampuanmu menerima.
Bertanyalah saat proses, pelajari dirinya dari caranya memerlakukan keluarganya atau anak kecil, periksa hubungannya dengan teman dekatnya. Ikhtiar ini, bisa kita optimalkan.
Ini nasihat, buat teman-teman yang sedang berproses. Selanjutnya, sejak awal hingga akhir bertawakkallah kepada Allah..
Ingat, jangan dicari kesempurnaan itu. Tak bakal kamu temukan pun sampai habis daya kamu mencarinya.
Ingat-ingatlah, menikah ini ajang beribadah. Kalaupun kamu punya sedikit petunjuk tentang dia dari usahamu mencari, mengorek, sedang sudah istikharah, direstui, dan memiliki kemantapan hati, maka…selama kamu libatkan Allah dan restu kedua orangtuamu, Allah nanti yang akan menuntunmu dengan caraNya.
Berumahtangga itu tak mudah, tapi dengan kuasaNya, pasti kita sanggup melaluinya.
3K notes
·
View notes
Text
Tak Perlu Risau, Beramal dan Persiapkan Saja Sebaiknya
Tak perlu risau atas apa yang tidak ada padamu. Tak perlu risau atas apa yang di luar genggamanmu. Tak perlu risau, atas apa yang bukan untukmu. Tak perlu risau, atas apa yang terlepas darimu karena memang sudah takdirnya.
Fokuslah untuk bekerja sebaik-baiknya dan menyiapkan bekal sebaik-baiknya, untuk menyambut karunia baik dari Yang Maha Baik. Fokuslah, untuk kelak menjemput, dia yang terbaik bagimu, yang telah tertulis namanya di lauh mahfuzh. Dan tak perlu risaukan dia siapa.
0 notes
Text
IKHLAS LEPAS
Tak jarang kita dapatkan, ketika sesuatu itu terlepas dari hidup kita, baik itu berupa harta kepemilikan, keluarga, sahabat, relasi sosial, kedudukan, sampai janji dan harapan. Sadarilah, karena semua memang bukan milik kita. Bahkan diri dan kesadaran kita pun bukan milik kita. Cobalah lihat mereka yang disebut sebagai "orang gila". Mereka sudah tidak punya kesadaran lagi sebagaimana kita. Kalau sudah begitu apa lagi yang dia punya? Lalu, siapa yang jamin akal kita akan ada pada kita terus?
Dan Sejatinya yang kita miliki hanyalah tanggung jawab, atas semua yang Dia titipkan kepada kita. Semua kan ada perhitungannya. Maka konsentrasi saja untuk mensyukuri apa yang ada pada diri kita sekarang, tak perlu risau atas apa yang belum ada, sungguh. Ketika karuniaNya datang maka sambutlah ia dengan sukacita. Dan ketika ia pergi maka ucapkanlah kalimat perpisahan, "Sesungguhnya segala sesuatu milik Allah dan akan kembali kepadanya."
2 notes
·
View notes
Quote
High risk, high return. High love (of anything/anyone), high pain (when it's get broken). Choose anything you want, but get ready for any consequences.
Passing-wisdom
0 notes
Photo
Gundah O gundah. Temani aku di sini, jangan kau beranjak pergi. Ceritakan aku tentang kisah-kisah masa lalu itu. Agar diri ini mawas, tak melewati batas.
0 notes
Text
Jika Dia Tak Ada Takdirnya Untukmu
Jika dia tak ada sama sekali takdirnya buatmu, maka sedekat apapun kamu, pasti akan terpisah juga.
Begitu juga sebaliknya, sejauh apapun dia darimu, bahkan bisa jadi engkau belum mengenalnya sebelumnya, jika dia adalah takdirmu maka akan ada jalan untuk mempertemukannya.
Semakin dalam kau menaruh perasaan, maka semakin sakit pula ketika dicabut dan memang harus dicabut. Tempatkanlah sesuatu pada tempatnya. Karena Dia maha mengetahui segala isi hati.
Maka jagalah selalu perasaan itu agar jangan sampai melewati ambang batas, apalagi sengaja kau oplos perasaan itu dengan hal yang memabukkan.
Seperti seorang ustad mengatakan, “Hal menyakitkan adalah menginginkan sesuatu yang tidak ada takdirnya.”
10 notes
·
View notes
Photo
MENGAMBIL SIKAP/KEPUTUSAN KETIKA MARAH
Ketika emosi meluap, maka akan selalu ada dorongan untuk mengejawantahkannya menjadi kata, sikap, atau bahkan keputusan.
Maka tahanlah dan bersabarlah. Lihat gambaran besarnya dan kemungkinan konsekuensinya. Karena kata, sikap, atau keputusan yang lahir dari kemarahan pasti akan kita sesali di kemudian hari. Sedangkan setiap kesabaran akan kita syukuri di kemudian hari.
Memang tidak mudah, karena ketika kita marah, kita akan menganggap bahwa melampiaskannya adalah hal rasional yang harus diambil. Sedangkan sabar adalah kelemahan dan kekalahan. Padahal tidak seperti itu. Kita kalah justru ketika diri kita berhasil dikontrol oleh setan yang bernama nafsu amarah.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Jangan mengambil keputusan ketika marah, dan jangan berjanji ketika senang.”
3 notes
·
View notes