Text
Waktu seminar beberapa bulan lalu bersama dokter spesialis gizi klinik disebutkan satu bahan makanan ekonomis yang kaya protein yaitu tempe. Sebagai upaya penanggulangan gizi buruk yang masih banyak terjadi di beberapa tempat, telur dan tempe bisa jadi alternatif sumber protein bagi keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang baik.
Makanan asli Indonesia ini sudah ada sejak abad ke-16. Kabarnya saat pendudukan Jepang tawanan yang mengonsumsi tempe terhindar dari malnutrisi dan gangguan pencernaan. Selain tinggi protein dan serat, tempe juga mengandung vitamin B kompleks, mineral dan antioksidan. Karena diproses dengan cara fermentasi, maka tempe juga menjadi sumber probiotik yang baik bagi pencernaan.
Barusan ngumpulin resep tempe yang gak digoreng dan ditepungin (karena tempe tepung dan goreng sudah lazim ditemui). Aku share di sini beberapa resepnya sekalian buat arsip pribadi hehe.
Sate Tempe
Bahan :
Tempe 1 papan kecil potong dadu (ada versi dikukus dulu/langsung marinasi bumbu)
Saos cocolan (bumbu kacang, sambal kecap)
Air secukupnya
Bumbu halus :
Bawang merah 4 siung
Bawang putih 2 siung
Merica 1/2 sdt
Ketumbar 1 sdt
Garam, gula, kecap manis sesuai selera
Saos sambal (optional)
Langkah memasak :
Haluskan bawang merah, bawang putih, ketumbar dan merica
Didihkan sedikit air kemudian masukkan bumbu halus, tambahkan gula, garam dan kecap manis aduk hingga rata
Campurkan tempe dengan bumbu
Tusuk seperti sate lalu panggang/bakar sampai matang
Tips : boleh ditambahkan potongan batang daun bawang/tomat/jamur di antara sate
Botok Tempe
Bahan :
Tempe 1 papan potong kecil kemudian haluskan
Kelapa parut 1/2 kepala
2 lembar daun jeruk iris halus
Garam, gula, merica bubuk sesuai selera
1 genggam daun kemangi
Bumbu halus :
3 siung bawang putih
4 siung bawang merah
2 cm jahe
2 cm lengkuas
3 butir kemiri
1 cm kunyit
Cabai keriting/cabai rawit (optional)
Langkah memasak :
Campur bumbu halus dengan tempe, daun jeruk, daun kemangi dan kelapa parut. Tambahkan gula, garam dan merica aduk rata
Bungkus dengan daun pisang sekitar 3 sendok makan/bungkus
Kukus selama 20 menit
Tips : boleh ditambahkan telur/udang/teri nasi basah dll sebagai protein tambahan
Tempe Asam Pedas
Bahan :
Tempe 1 papan potong kotak
Tomat hijau 2 buah
1 lembar daun salam
3 lembar daun jeruk
1 batang sereh geprek
2 cm lengkuas geprek
Air secukupnya
Garam, gula, merica bubuk sesuai selera
Air asam jawa 1 sdm
Cabai rawit sesuai selera
Daun bawang secukupnya
Bumbu halus :
6 siung bawang merah
3 siung bawang putih
Cabai keriting dan cabai rawit sesuai selera
Langkah memasak :
Tumis bumbu halus, setelah harum masukkan daun salam, daun jeruk, sereh, lengkuas, masak hingga bumbu matang matang
Tambahkan tempe aduk rata, tuang air secukupnya tunggu sampai mendidih
Beri garam, gula, merica bubuk, air asam jawa, tomat, cabai masak hingga matang
Terakhir tambahkan daun bawang
Tips : bisa ditambahkan potongan buncis sebagai pelengkap dan sumber serat
3 resep di atas cukup menarik buat dicoba. Cukup ramah bagi yang menghindari tepung dan minyak. Selamat memasak dan melestarikan bahan pangan dari negeri sendiri 馃挍.
0 notes
Text
Sekitar tahun 2022 pernah mencoba katering sehat gitu. Alasannya karena gak sempat masak sendiri dan makanan yang bisa dipesan online tampak kurang sehat. Ternyata gak cocok hahaha. Satu atau dua menu masih okay tapi mayoritas gak enak buat dimakan. Sebagai contoh protein kayak ayam dan tempenya tampak pucat tidak berbumbu. Dimasak dengan cara dipanggang dan sering kurang matang 馃槶 sayurnya juga kurang bumbu dan sering masih mentah.
Setelah ada waktu buat masak sendiri ternyata gak perlu pelit bumbu kok kalau mau masak makanan sehat. Bawang, rempah boleh agak banyak, beberapa bahan bahkan punya rasa umami yang alami kayak tomat dan bawang putih. Bumbu dengan kadar gula dan garam tinggi yang perlu dibatasi, misalkan saos, kecap dan bumbu racikan instant.
Makan makanan hambar karena berusaha membatasi jumlah kalori berujung dengan rasa tidak puas. Akhirnya pesan makanan lain yang menurut kita enak dan memuaskan. Porsi makan malah jadi double 馃槀.
Pertimbangan saat memasak/beli makanan harus mikirin indra pengecap dan kepuasan kita waktu memakannya. Bukan dari sisi nutrisi dan sehat atau enggaknya aja. Masa mau makan yang sehat aja harus merasa kesiksa.
0 notes
Text
Menikah dan Mitos yang Menyertainya
Kebingungan pertama ketika akan memulai relationship buatku adalah menjawab satu pertanyaan apakah aku benar-benar ingin bersama orang ini atau aku cuma merasa kesepian?
Perlu waktu dan kehati-hatian untuk menemukan jawaban. Untuk kasus ini, cara yang berhasil aku lakukan adalah dengan menjadi teman baik bagi diri sendiri. Belajar sesuatu yang tidak familiar tentunya akan sedikit sulit. Bagaimana caranya bisa berteman baik saat kita merasa asing dengan diri sendiri? Atau bahkan sering berkonflik dengan diri sendiri? Karena itu penting sekali untuk memahami diri kita dahulu secara utuh biar akhirnya bisa sadar apa saja hal yang kita perlukan; apakah sekadar afeksi yang bisa diberikan oleh siapa saja? Atau seseorang yang spesifik ini yang mempunyai value sesuai keinginan kita dan mampu tumbuh bersama dalam kebaikan.
Setelah menemukan jawabannya, aku belajar untuk memahami diri sendiri. Hingga akhirnya mampu untuk berwelas asih pada diri sendiri dan orang lain. Dulu aku sempat berpikir jika mencintai orang lain itu mudah, tidak perlu belajar. Ternyata mencintai adalah kemampuan yang perlu aku usahakan lewat proses yang panjang dan melelahkan. Sebagai pengingat, aku menuliskannya menjadi sebuah puisi di Medium, silakan berkunjung ke sini jika senggang hehe. Satu hal yang aku yakini dari pengalamanku adalah kita akan bertemu orang yang tepat di saat kita sudah menemukan diri kita sendiri.
Saat memutuskan untuk menikah, terjadilah diskusi dengan beberapa teman yang sudah lebih dulu berkeluarga. Banyak doa baik dan hal baik dari percakapan itu, tapi ada beberapa pendapat juga yang aku tidak setuju dan kuanggap mitos. Terlepas dari perbedaan pendapat di antara kita, semoga teman-teman yang dulu mendengarkan pertanyaanku dengan sabar selalu dalam keadaan sehat dan bahagia ya 馃馃徎.
Salah satu pendapat yang kuanggap hanya mitos adalah 'ujian sebelum menikah'. Menurutku selama manusia bernapas, maka ujian bisa datang kapan saja dan muncul dalam berbagai wujud. Tak ada bedanya dengan proses persiapan menikah, ujian apapun bisa terjadi tapi bukan spesial karena peristiwa hendak menikahnya itu. Ada pasangan yang akan menikah misalnya, secara finansial belum stabil atau baru saja bekerja dengan tabungan yang sedikit kemudian kesulitan untuk membayar vendor pernikahan. Setelah disarankan untuk menikah dengan lebih sederhana sesuai kemampuan, pasangan ini menolak dan berdalih kalau keluarga punya banyak rekan kerja, pasangan sama-sama berasal dari keluarga besar dengan banyak saudara. Ketika curhat masalah ini sama teman kemudian direspon, "Sabar, ini ujian sebelum menikah nanti juga ada rezekinya buat calon manten." Alangkah baiknya jika pasangan ini menikah ketika tabungan sudah cukup, alih-alih memaksakan menikah dan menganggap tidak bisa membayar vendor sebagai ujian.
Pendapat lainnya adalah keraguan pada pasangan yang diartikan sebagai ujian sebelum menikah. Umumnya sebelum menikah kita memiliki waktu dan kesempatan untuk saling mengenal. Ini merupakan waktu yang krusial untuk membuka mata dan telinga lebar-lebar. Urutan yang benar versiku adalah mengenal pasangan kita dengan baik terlebih dahulu, baru kemudian merencanakan pernikahan setelah merasa sama-sama cocok dan siap. Bukan dibalik urutannya menjadi cari pasangan untuk menikah dulu, lalu kenalan nanti saja kalau sudah menikah atau berkenalan sambil mempersiapkan pernikahan. Menurut pengalamanku, keyakinan bahwa pasangan kita adalah orang yang tepat akan muncul seiring kita mengenal lebih banyak hal tentang orang tersebut. Jadi, aku tidak sedikitpun ragu atau cemas atau bahkan takut (?) untuk menikah sama suamiku, karena di masa perkenalan kami merasa cukup banyak memahami satu sama lain.
Perasaan ragu menjelang pernikahan bukanlah ujian menurutku. Keraguan semacam itu bisa terjadi karena kita kurang mengenal pasangan atau juga kurang mengenal diri sendiri. Beberapa orang bahkan kesulitan menjawab apa tujuan mereka menikah, kenapa mereka memilih pasangannya, value apa saja yang penting dan lain-lain. Padahal gedung sudah disewa, kebaya sudah diukur dan dicoba, hari pernikahan sudah di depan mata. Tentu saja ketidaksiapan akan menimbulkan perasaan ragu. Pernikahan adalah keputusan besar dalam kehidupan seseorang, kalau masih ragu sebaiknya kenalan lagi dengan lebih baik. Jangan dilanjutkan dan menenangkan diri dengan kalimat ini cuma ujian orang yang mau menikah.
Ada juga yang mendadak tidak siap menjadi istri/suami seseorang kemudian mengaitkannya dengan ujian sebelum nikah. Beberapa hari sebelum acara menangis karena cemas akan menyandang peran baru sebagai istri. Khawatir dan cemas tidak akan sebebas sebelumnya jika sudah jadi suami. Cemas karena harus meninggalkan rumah dan orangtua untuk ikut calon pasangannya. Takut karir atau pendidikan terhambat setelah menikah. Menurutku untuk menikah butuh kedewasaan dan kesadaran. Cukup dewasa untuk mengemban tanggung jawab baru dan cukup sadar jika memang banyak hal akan perlu penyesuaian setelah menikah. Perasaan cemas ini tidak bisa disebut ujian jika orang yang bersangkutan ternyata belum cukup dewasa dan sadar tentang kehidupan pernikahan. Kita akan cenderung cemas dan takut menghadapi sesuatu yang tidak kita ketahui sama sekali apalagi tanpa persiapan yang baik. Lagipula sebelum menikah harusnya sudah ada kesepakatan mau tinggal di mana, langsung punya anak atau tidak, apakah boleh sama-sama bekerja, dibantu ART, mengatur jadwal mudik dll. Kalau semua sudah jelas sepertinya kekhawatiran terkait kehidupan setelah menikah bisa diminimalisir.
Mitos lain yang cukup populer di masa aku kuliah dulu adalah mengatakan, "Udahlah, aku mau nikah aja." setiap kali terbentur kesulitan hidup. Ujian susah mau nikah aja. Belajar capek mau nikah aja. Kemana-mana sendiri mau nikah aja. Menikah seakan-akan jadi penyelesaian masalah yang sedang kita hadapi. Hidup dengan orangtua yang tidak harmonis, broken home, menjadi generasi sandwich bahkan breadwinner, kesepian, kerja underpaid solusinya sama sekali bukan menikah. Kita merasa perlu telinga yang mendengar, kita juga perlu mendapatkan afeksi dan perhatian tapi jawabannya tidak selalu menikah. Salah satu skill penting sebelum menikah menurutku adalah mandiri. Mandiri bukan berarti jadi alpha woman/ alpha male (yang di konten-konten itu) yang bersikap seakan tidak butuh orang lain. Mandiri dalam arti mampu menghadapi masalah dengan bijak, bertanggung jawab sama diri sendiri dan mampu memenuhi kebutuhan sendiri, mampu menyusun prioritas dan lain sebagainya. Buatku menikah bukan jalan pintas untuk melarikan diri dari masalah dan pasangan bukanlah pahlawan yang akan menyelamatkan kita dari segala kemalangan. Menikah itu seperti kesepakatan untuk menjadi teman perjalanan seumur hidup. Artinya kita ingin dekat, kita ingin menjalani waktu yang kita miliki bersama orang yang kita pilih, bertumbuh dan menjadi lebih baik bersama-sama. Semua diusahakan bersama. Jika dari awal punya ekspektasi untuk diselamatkan atau diratukan, dirajakan (yang di konten-konten itu) maka kamu akan merasa kecewa karena pernikahan tidak akan berjalan baik tanpa saling mengusahakan. Kalau hanya satu orang yang terus-menerus berusaha sedangkan yang lainnya sangat bergantung bahkan demanding, di satu waktu orang yang mengusahakan akan lelah berjuang sendirian.
Sama seperti saat kita masih single, dalam pernikahan pun kita tetap punya tanggung jawab, malahan jadi dua, satu sebagai individu kita bertanggung jawab untuk diri sendiri, yang kedua sebagai pasangan suami/istri. Begitu juga hal lainnya, bertambah peran artinya bertambah tanggung jawab dan kewajiban. Jadi, jika berharap dengan menikah semua masalah akan lenyap tentu saja mustahil terjadi.
Hal lain yang tak kalah membingungkan adalah mitos godaan sebelum menikah. Seperti mantan ngajak balikan, atau tiba-tiba seseorang yang tampak lebih baik dari pasangan kita mendekati kita. Perkara semacam ini perlu dipertanyakan, karena kalau aku yang mengalami sama sekali tidak akan aku anggap godaan. Tentu saja karena tidak tergoda makanya tidak dianggap sebagai godaan. Sesuatu yang menurutku mudah sekali untuk diabaikan. Bagi yang merasa itu adalah godaan perlu bertanya lagi pada diri sendiri apakah kita benar menyayangi orang yang hendak kita nikahi?
Sebagai penutup, aku mau bilang kalau menikah adalah keputusan yang besar dan akan menentukan banyak hal di hidup kita. Jangan terpengaruh dengan standar dan bisikan eksternal karena kita sendiri yang akan menjalaninya. Banyak mitos lain yang mungkin kita dengar dan aku lupa bahas di sini, mari diskusi lewat DM instagram jika perlu.
Menikah dengan orang yang tepat akan membawa banyak hal baik di hidup kita, karena pernikahan yang baik akan membuat kita bertumbuh. Kalau kalimat yang ini bukan mitos ya, karena sudah kualami sendiri 馃榿
1 note
路
View note
Text
Ada satu hal penting yang perlu dilakukan sebelum jadi orangtua yaitu :
reparenting
0 notes
Text
Lagi milih telur di pasar di tempat langganan. Telurnya selalu segar dan bagus tapi tetap pilih-pilih 馃槍. Muncul pelanggan lain di dekat tumpukan telur asin menanyakan harga telur asin kemudian harga telur omega. Penjualnya ada dua orang, entah adik kakak atau gimana tapi selalu berdua. Usianya mungkin sekitar 40-50 tahunan, bapak yang satu berkacamata terlihat lebih sepuh dan lebih pendek, satunya lagi lebih tinggi dan sepertinya lebih muda dilihat dari perbandingan warna rambutnya.
Ketika masih fokus menambahkan telur ke keranjang dan menghitungnya, aku teralihkan sama suara penjual yang menjelaskan sesuatu. Obrolannya cukup singkat dan biasa tapi mengandung edukasi. Bikin aku berhenti dulu milih telur dan memperhatikan.
"Telur omega itu sengaja dibikin biar warnanya jadi bagus, dikasih pakan ini dan itu biar kandungan gizinya lebih banyak. Sebenernya lebih bagus telur yang biasa aja, Mbak. Kalau cari kandungan omega 3 mendingan makan ikan kembung aja," ucap bapak berkacamata.
Setelah mencari tahu tentang telur omega, memang yang bikin kuningnya lebih cerah (orange) itu karena pakan ayamnya banyak mengandung karoten. Kandungan omega 3 yang lebih banyak pun dihasilkan dari diet yang juga tinggi omega 3 seperti flaxseeds (biji rami). Tidak ada efek samping berbahaya jika dilihat dari prosesnya sejauh ini yang hanya mengubah jenis makanan ayam. Kalau ditanya lebih baik mana, sepertinya kedua jenis telur ini cukup baik. Penggunaannya bisa disesuaikan dengan diet dan kebutuhan kita. Seperti yang dikatakan bapak penjual telur, kandungan omega 3 di ikan kembung lebih tinggi. Secara kasar bisa dibilang 6-12x tergantung kualitas telurnya.
Menurutku telur yang paling baik adalah yang terjangkau olah kita. Jika di suatu tempat telur ayam kampungnya berlimpah, murah, atau bahkan memelihara ayam sendiri, maka telur ayam kampung inilah yang terjangkau. Tak perlu susah-susah cari telur omega. Telur ayam biasa pun gizinya baik asalkan diet kita seimbang.
Pulang dari pasar dengan hati senang. Diskusi tentang Bapak Penjual Telur dan pengetahuannya sepanjang jalan. Semoga banyak yang lebih suka ikan kembung dan masaknya gak digoreng 馃槀
0 notes
Text
Baru mau pulang kerja. Gerimis. Sepersekian detik kemudian hujan turun lumayan deras. Nunggu sebentar karena gak akan mempan ditembus pakai payung doang. Belum semenit nunggu, hujannya berubah rintik-rintik. Meskipun ragu takut jadi deras lagi, tapi tetap lanjut pulang. Sekarang sudah di tempat yang aman dan hangat. Masih gerimis di luar. Sambil denger lagu mau nulis pendek tentang berempati.
Selama kuliah selalu diingatkan buat berempati. Singkatnya mampu memahami dan menempatkan diri dari perspektif seseorang. Karena selama ini menghadapi orang yang sedang sakit dan cenderung cemas atau sedih dengan keadaannya, di pikiranku yang kerap tergambar ketika mendengar kata empati adalah keadaan yang kurang lebih sama; situasi dan emosi negatif. Di satu kesempatan, ada kejadian yang bikin aku sadar kalau berempati tidak terbatas pada hal tidak nyaman dan tidak menyenangkan, berempati pada orang yang sedang merasa bahagia, berhasil dan sedang merasa bangga dengan pencapaian yang diraihnya juga sama pentingnya.
Misalnya, ada teman kita yang baru saja membeli botol minum dengan uang yang dia sisihkan tiap bulan. Teman kita itu merasa senang karena keinginannya bisa tercapai. Meskipun bukan botol minum yang terbaik dan fancy, tapi sangat diperlukan olehnya sehari-hari. Ketika membawanya ke kantor, teman kerjanya yang pertama melihat nyeletuk, "Wah, botol minum baru nih, tapi yang kayak gitu kurang bagus sih bahannya kurang awet buat nyimpen minuman dingin."
Contoh lainnya, "Selamat ya, udah lamaran aja nih. Puas-puasin dulu lah nongkrong sama travelling mumpung masih single. Nanti kalau udah nikah bakalan susah loh cari waktu, apalagi pernikahan di 5 tahun pertama banyak gonjang-ganjingnya."
Contoh lagi, "Oh, kamu sekarang kerja di tempat A ya? Hebat banget, enak tuh gajinya 2 digit tapi pasti gak punya waktu buat keluarga ya, kasian dong pasangan sama anak kamu gak bisa quality time."
Satu lagi, "Ih kamu suka korea ya, K-pop idol kan plastik wkwk. Jangan marah ya aku cuma becandaaa~"
Dalam interaksi sehari-hari mungkin saja kita pelakunya. Tidak menyadari jika sebenarnya kita memberi komentar dan tanggapan tidak berempati pada teman yang sedang berbahagia. Tidak mampu memahami, bicara yang menyakitkan hati tentang hal yang kita bahkan tidak sepenuhnya tahu. Kita bisa belajar jadi orang yang lebih baik atau tetap menjadi ignorant. Semuanya pilihan.
Ketika rumput tetangga lebih hijau boleh kok dipuji setulusnya, kemudian minta tips dan trik biar kita bisa ngurus rumput di halaman sendiri yang meranggas itu. Bukannya bilang gini, "Hijau sekali rumputnya ya Bu, kalau saya sibuk banget kerja, jadinya rumput di rumah gak keurus. Enak kayak ibu ya jadi IRT banyak waktu luang 馃き"
Sekian. Selamat Weekend 馃馃徎
0 notes
Text
Gak sengaja kebeli pisang 2 sisir. Setelah bikin pisang goreng, sisanya masih banyak, untungnya matengnya gak barengan 馃槀 1 sisir pisang masih bisa bertahan, sisanya dievakuasi masuk kulkas dulu. Sempat terlintas bikin pisang ijo tapi harus bikin kulitnya, bubur sumsumnya juga, nanti dulu deh 馃ゲ mau bikin nagasari gak ada daun pisangnya dan penggunaan pisang di nagasari cuma sepotong kecil di dalem gitu, sedangkan stok berlimpah 馃ゲ kemudian mencari solusi di tiktok, berikut resepnya
Pisang (aku kemarin pake pisang kepok dapetnya kecil-kecil) sekitar 20 buah dipotong kecil sesuai selera, susun masukin wadah tahan panas
Kocok 2 butir telur di mangkuk, tambahkan susu cair kemarin pakai sekitar 250 ml kayaknya tapi kalau dirasa kurang sesuaikan dengan banyaknya pisang, boleh ditambah bubuk vanilla atau cinnamon kalau suka, tambah gula halus 1 sdm (boleh lebih kalau suka manis, aku skip gula), tuang ke wadah berisi pisang tadi
Terakhir kasih toping, resep aslinya pakai wijen sangrai, tapi silakan berkreasi, aku sempet coba wijen keju coklat, enak. Kedua kali pakai almond sama coklat enak juga. Kayaknya pakai raisins juga enak 馃槍
Panggang di oven 150掳C selama 20 menit, sesuaikan dengan oven masing-masing. Kalau gak ada oven kayaknya dikukus pun enak atau masak pakai wajan dengan api kecil kayaknya bisa
Semoga menjadi solusi kegundahan kita saat banyak pisang di rumah, soalnya suka ngerasa berdosa kalau buang-buang makanan. Selamat weekend (bentar lagi) 馃槍
0 notes
Text
Kalau Belum Saatnya
Seperti merasa kecewa lalu misuh-misuh sama benih yang baru ditanam, marah sama tunas yang baru aja menembus pelindungnya mencari sinar matahari, karena kita sudah membayangkan memetik buahnya padahal belum saatnya. Mungkin masalahnya adalah kita gak sadar, kita gak tahu dari perjalanan tumbuhnya benih ini kita sedang ada di fase yang mana, sehingga harapan kita seakan tidak linier dengan realita yang sedang kita alami. Sudah menunggu lama kok tidak kunjung membuahkan hasil?
Kita diberi senjata berupa rasa sabar, tapi seringkali tidak menggunakannya untuk melawan kecemasan yang berasal dari masa depan. Beberapa tahun yang silam, aku pernah meyakini bersabar menunggu sesuatu sebagai bentuk kelemahan seseorang, seperti bentuk lain dari buang-buang waktu, rugi, akibatnya banyak hal tidak selesai dan aku tinggalkan karena merasa sudah sia-sia mengusahakannya. Sudut pandangku kemudian berubah ketika menyadari bahwa beberapa hal tidak selalu ada dalam kendali kita, tidak selalu instan, tidak selalu ajaib seketika terjadi dan satu-satunya yang bisa kita lakukan setelah berusaha hanya bersabar. Setelah itu, kata sabar aku maknai lebih dari sekadar menunggu, sabar adalah kekuatan yang kadang lebih sulit dilakukan dari usaha itu sendiri. Beberapa orang mungkin pejuang yang keras kepala, tetapi tidak cukup sabar untuk menunggu memetik buah dari benih yang sudah mereka tanam.
Mungkin dulu aku sebenarnya hanya cemas melihat benih yang ditanam itu tidak pernah tumbuh atau di satu musim yang kering akhirnya meranggas dan mati. Sekarang sih kalau menanam benih akan kutunggu ujungnya di mana, entah itu tumbuh hingga aku petik buahnya atau tidak tumbuh tunas sama sekali tidak akan menggangguku. Mungkin jika bersabar sedikit lagi, sebenarnya musim panen sudah dekat 馃憤馃徎
Kalaupun gagal panen, yaudah pasti ada hal baik dibalik hal tidak menyenangkan itu.
Dalam ketidaktahuan kita akan perjalanan dari hal yang sedang kita usahakan, semoga kita diberikan kesabaran. Kalau belum saatnya, semoga kita diberi petunjuk dan sekali lagi, kesabaran.
0 notes
Text
Skill bikin cimol membaik seiring meningkatnya jam terbang. Bikin cimol ya sama aja kayak hal-hal lainnya, perlu waktu untuk jadi lebih baik dan tau resep mana yang cocok. Beda wajan harus adaptasi lagi. Beda durasi ngegorengnya ya beda juga hasilnya. Makin lama jadi terbiasa, udah tau konsistensi adonan yang pas, udah tau juga kapan harus diangkat dari penggorengan. Bisa dibilang juga sudah siap buat jualan 馃ぃ
0 notes