Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
BERRYHOUR
© niersawija.
Barangkali, Sabtu cukup menjadi dalih bagi penghuni marcapada untuk meninggalkan kesibukan dan rehat sejenak dari aktivitas yang mengganggu mereka selama seminggu penuh. Sudut jalanan kota Yogyakarta dan anasir-anasirnya, selalu memberikan kenangan bagi siapapun yang menginjakkan kakinya di sana. Beruntung jalanan sudut kota tak begitu ramai, hingga Karang dapat membelah jalanan untuk menuju tempat tujuannya, seperti yang dipesankan sang wanita kesayangannya.
Selepas berbaur dengan kawan-kawanya Karang dengan kuda besinya meluncur dengan lancar menuju alamat yang telah di kirim. Sungguh, tak pernah ia ketahui perihal tempat langganan sang bunda.
Terheran-heran sebab beberapa orang berlalu lalang dari pintu masuk sekaligus keluar. Tak seperti apa yang dikhayalnya. Di sudut kota dengan jalanan yang tak begitu ramai, hingga kumpulan orang bersepeda pun dapat mengisi setiap jalan. Sesekali lagi, pemuda itu menatap layar gawainya tuk memastikan bahwa di depannya ini adalah tempat tujuannya.
“Bener,” gumamnya pada dirinya.
Di depannya kini adalah sebuah toko yang cukup teduh, tak semacam toko-toko pada umumnya. Telihat begitu terbuka, panas, dan membosankan. Dengan bangunan sederhana, papan nama toko dari kayu diletakkan di atas pintu masuk yang menyisakan ruang lebar. Tetumbuhan hijau berada di depan toko tersebut, bahkan sulur-sulur daun sengaja menjalar di dinding hijau itu. Seperti sudah direncanakan untuk menarik pengunjung, bahkan ia sekalipun.
Menyudahi waktu berdiam diri, Karang membawa langkah-langkahnya menuju pintu masuk. Lonceng berbunyi dimodifikasi seakan menyambut para tamu. Begitu sejuk yang ia rasakan, dwimanik sibuk menjelejahi isi ruangan. Bunga dan tumbuhan tersedia, seakan ikut serta dalam menyambut perjamuan para tamu undangan.
“Selamat datang di Berryhour. Ada yang bisa dibantu, Mas?” Suara khas wanita memasuki rungunya dan membunyarkan lamunan pemuda itu. Menyambutnya dengan senyuman hangat, seakan menawarkan pelayanan di tokonya.
Karang sedikit menggangguk sungkan menanggapinya. “Saya.. Karang, yang kirim pesan ke kontak toko Berryhour, Bu. Ibu saya pesan strawberry di sini, tapi saya harus petik sendiri.”
Pupil wanita dihadapannya itu melebar seketika, entah apa yang menjadi alasannya. “Oh, Karang anaknya Bu Ratih, nggih? Walah, sampun besar ternyata." Elusan halus Karang rasakan di kepalanya begitu hangat seperti sentuhan seorang Ibu kepada anaknya.
“Ayo, duduk dulu, Le,” tawarnya sembari menarik tangan yang berada dalam genggamannya. Karang bisa merasakan kehangatan dari tangan yang tengah menuntunnya menuju sebuah tempat duduk pengunjung.
'Jujur saja, aku merasa disambut dengan hangat.'
“Hahaha, betul, Buk. Ibu kenal dengan Bunda saya?” Senyuman kikuk dan sungkan ia suguhkan sebagai balasan. Karang berusaha membuka percakapan kembali dengan pertanyaan yang muncul di kepalanya.
“Bundamu itu, teman ibu sewaktu SMP,” jawabnya dengan senyum tipis, menatap pemuda dihadapannya dengan tatapan bangga, sesekali beliau beri tepukan ringan pada punggung tangan Karang yang sedang ia genggam.
“Syukur kalian semua juga kembali di Jogja. Sudah lama ndak bertemu dengan Bundamu.”
Tak khayal bahwa ia baru saja kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Sebab, pekerjaan sang ayah yang mengharuskan mereka untuk berpindah-pindah selama beberapa waktu tertentu.
Lantaran sang ibunda tak masalah jika harus ditinggalkan di Jogja bersama anak semata wayangnya—Karang—yang saat itu masih berumur 6 tahun. Berdalih akan saling menjaga selama sang suami bekerja.
Namun, tetap hanya ada penolakan dari suami yang tak rela untuk tinggalkan istri dan anaknya. Hanya keduanya yang ayahnya miliki. Tak rela jika meninggalkan harta karunnya begitu saja. Sungguh clise.
Meski tak memahami bahasa Jawa secara keseluruhan, lega rasanya kembali menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Rasanya seperti kembali ke rumah yang penuh memori-memori menggiurkan untuk ditelusuri.
“Jadi petik stroberinya, Le?”
Buyar sudah lamunan Karang mengenai masa-masa kecilnya. Karang mengangguk sebagai jawaban. “Jadi, Buk. Biar nggak kemalaman, katanya mau tutup ya.”
“Bunga, tolong sampean antar Mas Karang ke kebun stroberi, Nduk.”
Netranya tanpa sengaja menangkap sosok gadis yang tengah disibukkan dengan kegiatan memotong tangkai-tangkai bunga yang sekiranya panjang, begitu tangkas dalam melayani pelanggan.
Dwimanik teduh dengan warna coklat itu.. bertemu dengan dwimaniknya. Rambutnya sehalus butiran pasir pantai yang diterpa angin ruangan, senyum Sepersekon suasana seakan melambat, nadinya berdesir seakan berlomba dengan debaran jantungnya.
1 note
·
View note
Text
Hei.. kau menemukan tempat ini dalam keputusasaanmu atau dalam rasa keingintahuanmu?
Saya, niersawija. Sapa saja nier atau wija. Semau kalian mau sebut saya apa.
Ini adalah HUTAN—tempatku meramu sajak-sajak tak masuk yang mengalir begitu saja. Kutawarkan sebuah cerita yang tak khayal adalah sebuah kedustaan. Kau harus ingat bila nalar ini hanya sebatas cerita yang harus kau tawar dengan hukum bijaksana.
SELAMAT MENIKMATI SECANGKIR TEH PADA PERJAMUAN KITA DI SINI. DAN SELAMAT DATANG, SAYANG!
★ Memorial
♫ Kotak suara
1 note
·
View note