aboxfullofsharps · 5 months ago
Text
i have a dream once, to have a simple life. god willing, now i have a simple fulfil lovely life.
hidup yang sederhana. hidup dengan kebahagiaan yang sederhana.
0 notes
aboxfullofsharps · 6 months ago
Text
STRIVE FOR PROGRESS NOT PERFECTION
i realize, aku sedang stuck. aku butuh cara pandang lain, mungkin aku butuh ketemu orang? bukan sekedar ketemu orang, aku butuh ketemu orang dengan jenis dan fokus yang lain, aku butuh ketemu orang, dengan dunianya yang belum pernah ku kenal, aku membutuhkan cerita mereka, supaya aku bisa inget aku lagi dimana, atau aku harus kemana, atau aku harus ngapain.
mungkin, itu juga tadi yang bikin aku pengen ketemu taqi, pengen ngeliatin dia lagi apa, kangen kerja bareng, kangen ngeliatin dia yang lagi sibuk, kangen ngeliatin dia lagi bikin apa, kangen ngobrol bareng, aku perlu perspektif lain dari apa yang lagi aku kerjain, dari orang lain yang memiliki fokus kerjaan/kegiatan yang sama sekali berbeda dengan apa yang sedang ku kerjain, semakin aku bertanya ke orang yang sama, semakin aku kabur sama penjelasan yang mereka kasih,
sampai akhirnya aku ngeliat kerjaan rekan kantor yang memang menetap di situ, kerjaan yang tidak sulit, namun sangat menjemukan, tidak membawa kemana-mana selain mendapatkan uang yang seharusnya mereka dapatkan tanpa harus dikuatkan dengan dokumen-dokumen seperti itu,
aku perlu untuk berfikir tidak liniear - tugasku sekarang membutuhkan informasi dan data dari berbagai dimensi dan perspektif, namun cara kerja di kantor ini, tidak mengkondusifkan hal tersebut terjadi.
semua dituntut serba cepat, dengan syarat-syarat penulisan dan informasi yang ketat, tapi dengan instruksi yang padat tapi sekilat. orang jadi tidak memiliki waktu untuk duduk memahami, karena informasi dan kegiatan silih berganti, meski obrolannya hanya berkutat di itu-itu saja,
kalau dipikir-pikir, aneh juga, kenapa bisa begitu. mungkin karena mereka dituntut serba cepat juga (?)
tiba-tiba aku ingat, Tuhan itu maha adil, aku ingat tahun lalu pasca lebaran, aku mengeluh, gimana setelah libur lebaran aku masih tidak ada kerjaan juga, menganggur berbulan-bulan lamanya, bekerja ini itu tapi tidak jelas tujuannya buat apa,
sekarang, belum lepas lebaran, kerjaan sudah numpuk ga karuan, bahkan libur lebaran pun tak begitu ku nikmati, karena khawatir berlebihan sama kerjaan yang ada di depan, hmm
ah, ingatkan aku menikmati yang ada, mengerjakan apa yang aku bisa, yang penting:
strive for progress, not perfection.
1 note · View note
aboxfullofsharps · 6 months ago
Text
dunia jenis lain
being with taqi is something, i'm glad i'm with him. seperti punya pelarian dari dunia yang hectic ini, penyegaran dari kepenatan kerjaan ini.
taqi has something that i never knew i needed. i know, that all this years isn't as easy as 123, but being there, knowing taqi around is comforting,
term 'a whole new world' sama 'a new dimension' jadi make sense.
lewat taqi, aku mengenali dunia dalam jenis lain.
0 notes
aboxfullofsharps · 7 months ago
Text
sedang mencoba memproses atas apa yang terjadi hari ini.
sedang mencoba memproses atas apa yang terjadi hari ini.
kepalaku sakit, persis di sebelah kiri saja. sambil sakit kepala itu, aku perlu mendengarkan diskusi tentang kelembagaan yang sangat menarik disampaikan oleh dosen kuliahku dulu. soal pengorganisiran komunitas yang terdengar sangat praktis, sederhana, dan easy untuk dilakukan. apa yang beliau bicarakan itu sangat menarik, astonishing, masih sama seperti perasaanku dulu ketika di kelas mendengarkan beliau memberikan kuliah. tapi kepalaku sambil terasa sakit, mulutku haus. banyak dari apa yang dia sampaikan memerlukan proses yang agak lama supaya ku terima.
di sisi lain, aku juga sambil mencerna apa yang akan aku tulis di pekerjaan kali ini. dokumen pedoman yang belum pernah aku pegang, tapi perlu ku selesaikan dengan cepat. sambil sakit kepala, aku tetap mendengarkan. meskipun kadang aku mengerti kadang tidak. makanya ku putuskan untuk menyalakan recorder, jaga-jaga jika aku ingin kembali mendengarkannya.
uniknya, apa yang beliau sampaikan juga sedang ku baca. jadi seperti tercerahkan, seperti tersambung.
malamnya tiba-tiba berkumpul untuk berdiskusi soal kontrak kerjaku di kantor restorasi. sambil mendengarkan uraian pekerjaanku, sambil kurasakan sakit kepalaku, sambil ku minum kopiku barangkali bisa membantu supaya lebih fokus, juga sambil menulis untuk membuatku ingat atas apa yang dibicarakan, sambil berpikir bagaimana aku mengerjakan semua itu dengan perasaan apa yang akan dihadapi di rumah, perasaan taqi, perasaan ali.
aku seperti tak berhenti khawatir. apakah aku mencari pekerjaan ini? tidak. apakah aku menginginkan pekerjaan ini? pengen sih, tapi gak dapet juga gapapa. jika aku terima, gimana ali? gimana taqi?
aku berkelutus bahwa aku tidak bisa ke kantor sebagaimana yang ku sampaikan dulu di awal kontrak, alih-alih menolak, mereka malah mengatakan mereka butuh aku.
yah, aku jadi ingat sih, aku meminta izin soal pekerjaan ini bukan hanya kepada taqi, tetapi juga kepada Tuhanku. bahwa, jika aku diterima, maka Ia yakin, aku bisa mengerjakannya. kalau aku tidak bisa, maka plis.. jangan loloskan aku. tapi ternyata aku lulus begitu saja, tanpa wawancara.
yah mungkin saja aku bisa. Tuhanku juga percaya. mungkin aku hanya khawatir saja. bismillah..
0 notes
aboxfullofsharps · 8 months ago
Text
Sedih itu ketika ada orang yang serius mempelajari segala persoalan yang terjadi di negeri ini, tapi dianggap lalu aja sama mereka yang punya kewenangan buat bikin kebijakan.
Resiko punya pemimpin yang ga menghargai ilmu pengetahuan!
0 notes
aboxfullofsharps · 1 year ago
Text
Hmmmmm
So, I just end this day. Dengan kesadaran bahwa I get too excited, too involved. Mungkin kerumitan di kepala ini cuma dibuat-buat sendiri. Kerjaanku beres sebenernya. Soal magang TOR beres, kalau mau ngerjain lagi, tinggal siapin dan rapiin powerpoint buat hari pertama. Soal kerjaan teh hilma, udah beres juga, aku udah bilang kalau aku ga bisa tanggal 14, aku udah bilang bisanya kapan aja, dan ga bisanya kapan aja. Acara RRI tinggal dateng aja, dan fahami TOR-nya dengan benar. Soal kerjaan tenure conference, ternyata ga usah seserius dan sepusing itu juga. Aku dateng di akhir acara, di kegiatan-kegiatan sebelumnya gak pernah diajak, dan ga tau juga.
Hari berikutnya.
Powerpoint untuk magang beres. Sebelum itu kabar untuk ngerjain pemetaan sosial di Mentawir IKN datang. Had a huge argue sama Taqi. Tapi overall aku harus mastiin tanggalnya kapan. Supaya gak bentrok sama kerjaan lain.
0 notes
aboxfullofsharps · 1 year ago
Text
Tiba-Tiba
Tiba-tiba aku takut, kalau seandainya nanti beneran balik lagi kerja offline. Padahal dari kemarin aku ngomong ke sana kemari rindu untuk bekerja di Jabodetabek. Aneh pisan. Seminggu kemarin rasanya sedang holiday. Hari-hari lebih banyak nonton filmnya dibanding bekerja di depan laptop. Sekarang, ketika Ali pulang, aku bahkan tidak berhenti mengetik. Pekerjaan tiba-tiba datang darimana-mana: kantor, teh hilma, mbak uwi, konferensi tenure.
Aku takut bentrok aja. Takut ga bisa ngerjain. Ah, gak usah takut sebenernya. Toh semua kerjaan itu sekarang belum dateng. Aku masih bisa fokus ke kerjaan kantor dulu. Toh kalau yang lain dateng, kerjaan bisa diselesaikan sedikit-sedikit. Kalau mesti ke lapangan, kan juga bisa sambil ngerjain.
Sebelum kerjaan notulensi dateng, aku harus udah bisa nyelesain konsep konferensi tenure, jadi tinggal koordinasi aja. Ah ya, kerjaan konferensi kan pasti lebih banyak koordinasi dibanding nulisnya. Pun notulensi, kan cuma setengah hari. Itu pun bentuknya strategis. Harusnya gak susah sih. Ah insyaAllah bisa lah. Fokus aja sama yang sekarang kerjaannya udah dateng. Bismillah.
0 notes
aboxfullofsharps · 1 year ago
Text
Suits: The TV Show that I never knew I Expect it
I feel like act carelessly, semua terasa tidak tegap. Semua terasa mengambang. Aku sedang tidak yakin. Tidak yakin untuk mengerjakan, tidak yakin untuk berkata. Yang ada di dalam kepalaku sedang tidak jelas. Mungkin ini masih dampak ikutan kenapa aku tiba-tiba meneriaki Taqi. Dia kan cuma ngasih tahu.
Nontonin Suits memang memaksa aku memahami sesuatu: berpikir cepat, segala alasan emosi bisa dijelaskan dengan logis dan bisa diatasi dengan logika asal kita fokus ke masalahnya apa, bukan perasaan yang ditimbulkan dari permasalahan itu, meluapkan emosi tidak masalah, tapi bukan berarti kita tidak bisa memperbaikinya, bersikap dewasa dengan bersikap profesional, maksudnya tetap aja kerja, fokus ke masalah, bukan ke emosinya.
Tumblr media
Sesuatu emang Suits itu. Isinya ngobrol doang padahal.
Alasan lain yang bikin aku gamang adalah soal tadi pas ditanya Pak Asep buat kegiatan ke IKN. Mau ke lapangan atau engga? Aku jawab gak jelas, bukan karena aku gamau, tapi aku takut bentrok. Sama kegiatan yang kemarin diajak teh hilma. Pada akhirnya aku bilang: agendanya apa dulu, kalau buat ngobrol nyari data di lapangan sama warga aku bisa. Tapi kalau ketemu stakeholder selain masyarakat kayanya sulit, belum bisa, belum pernah nyobain.
Harusnya aku mendelivernya dengan lebih baik:
"Rencana kapan Pak? Nanti ketemu siapa aja?" Baru setelah aku tahu aku bisa dengan semua perincian itu, aku baru ngomong "Ya Pak, bisa, kabarin aja kapan."
Ah sial, padahal kan memang kerjaan utamaku di Epistema. Bukan yang lain. Semoga aku bisa memperbaikinya lain kali. Kalau memang rezeki, aku juga akan berangkat. Masalahnya mungkin yang bikin aku gamang juga aku takut pergi dari sini. Padahal, aku sendiri yang bilang sudah bosen di sini. Waktunya pergi dan bergaul lagi dengan orang luar. Ah iya. Bismillah. Kalau emang waktunya untuk itu, tentu Allah akan ngasih jalan untukku.
Iya, kali lain aku harus nyontoh pengacara merespons sesuatu. Berpikir cerdas, cepat. Obrolan harus disesuaikan dengan siapa kita ngomong. Inget banget pas Rachel nanggepin komentar Jessica soal pemecatan. Salah satu adegan yang bikin amaze, gimana Rachel bisa respon dengan cepat dan menyesuaikan dengan nilai-nilai yang Jessica pegang sampe akhirnya dia ga jadi dipecat.
Dan tetap, seberapa kesel pun kita sama seseorang. Kalau kita lagi berhadapan sama yang lain, tetap harus cool, kalau kita masih sama-sama. Masih satu tim. Bukan berantem atau konfront di depan. Atau saling ngadu. Loyal.
Okeh, waktunya bekerja.
0 notes
aboxfullofsharps · 1 year ago
Text
“Once you realize there is life after mistakes, you gain a self-confidence that never goes away.”
— Bob Schieffer
4K notes · View notes
aboxfullofsharps · 1 year ago
Text
Skincare Journey (2)
Perkenalan dengan Skintific membuatku terkesan dengan perubahan yang ku rasakan pada kulit wajah. Tadinya aku percaya bahwa cuci muka saja cukup untuk membersihkan wajah. Nyatanya dengan menggunakan jenis pembersih lain, muka ini terasa lebih fresh. Penampakan pori-pori juga berubah, seperti lebih mengecil, yang bikin komedo hitam dan putih perlahan menghilang.
Problem utama wajahku adalah komedo hitam dan putih yang belum pernah berhasil aku hilangkan. Volcano clay stick akhirnya ku pake karena menggiurkan, tidak perlu ribet nyiapin ini itu untuk maskeran, cukup buka tutup langsung diaplikasikan ke muka. Dan weeeh.. wajah itu fresh pisan.
Dari situ, aku mulai penasaran dengan produk Skintific yang lain. Aku tidak cocok menggunakan Moisturizer MSH Niacimide (pink) dan Serum 377 (putih emas). Kulitku menjadi kemerahan dan muncul bintik-bintik merah seperti jerawat. Masih penasaran, aku kemudian mencoba toner 5% AHA BHA PHA, dan rasanya pas sekali. Pas aplikasi ke wajah memang terasa perih, namun setelah itu muka rasanya ringan, kulit wajah pun terasa lebih lembut. Sesekali toner ini pun bisa nyopot komedo cuma modal dioles doang.
Sekarang, ku lagi nunggu serum 5x Ceramide. Penasaran, apa jadinya wajahku ini ditambah serum?
0 notes
aboxfullofsharps · 1 year ago
Text
Skincare Journey
Perkiraanku salah. Pasca lebaran, jika saja aku diterima menjadi pekerja baru di Solidar Suiss, maka bulan puasa adalah waktu-waktu senggang yang tersisa yang harus ku nikmati. Nyatanya, 3 bulan lebaran berlalu, aku masih saja rebahan melulu.
Awalnya aku lega ketika pengumuman via email itu aku baca. Tapi lama-lama aku bosan juga tidak punya tujuan begini. Aku pernah di titik bosan sampai frustasi. Karena tidak ngapa-ngapain. Murung karena tidak ada yang bisa ku kerjakan. Ide tulisan banyak tentu, tapi karena dia tidak mempunyai akhir dimanapun, atau dilaporkan ke siapapun, aku tidak bersemangat untuk menyelesaikannya.
Sampai akhirnya aku tiba di fase menerima, yang membawaku ke rutinitas lain: merawat diri.
Mungkin dulu karena waktu dihabiskan untuk pekerjaan, tidak ada waktu untuk memperhatikan kebutuhan diri sendiri, selain keinginan untuk istirahat atau makan. Saat ini, karena istirahat sudah terlalu banyak, dan makan pun sampai sudah muak, maka fokusku beralih pada hal lain.
Berawal dari iklan masker praktis berbentuk seperti deodoran stick, yang ternyata saat dicoba sangat ampuh untuk menghilangkan komedo yang membandel dihidung, aku mencoba serangkaian produk lain dari merk yang sama. Hampir setiap malam aku menyaksikan mereka jualan live di toko yang berbeda-beda (namun sepertinya sumbernya sama karena teriakan live mereka terdengar bersaut-sautan) supaya mendapatkan harga paling miring. Satu jenis produk dari 3 toko berbeda ada di keranjangku, untuk memastikan harga yang paling murah, yang ternyata bisa berubah-ubah setiap waktu. Jadi jangan langsung check out ges, lihat dinamika harganya dulu dari toko yang beda-beda itu.
Tumblr media
Setelah 3 hari pemakaian, ternyata aku tidak cocok dengan set serum dan moisturizer yang menjanjikan anti dark spot. Mukaku yang jarang jerawatan tiba-tiba muncul di pipi kanan-kiri. Sebelum jerawat muncul, di pemakaian hari pertama juga sudah membuatku tak nyaman: muka terasa lebih berat dari biasanya. Ku pikir itu normal, karena aku tidak pernah pake yang begituan.
Masih penasaran, aku mencoba produk lainnya, kali ini aku bikin set sendiri: toner AHA BHA PHA dan moisturizer skin barrier. And yes, ternyata ini yang aku butuhkan. Kulitku tidak butuh dicerahkan, tapi butuh dibersihkan. Aftertastenya itu beda banget sama sebelumnya, muka kerasa seger banget, dan moisturizernya pun ringan di muka.
Itulah salah satu berkah dari tidak adanya pekerjaan.
0 notes
aboxfullofsharps · 1 year ago
Text
youtube
Sabtu kemarin itu sesuatu. Ditemani lagu-lagu The Beatles sebagai soundtrack, kami merayakan kelahiran dan kematian Buddha dengan menikmati malam bercanda berdua di lantai bersila.
Aku mendengarkan The Beatles sejak lama. I mean they're everywhere! Di buku sekolah, di iklan TV, di IG, di teman-temanku yang tidak pernah berhenti membahas lagu-lagu The Beatles. Tapi baru malam itu aku jatuh cinta dengan The Beatles. I mean, they're genius! Mereka aneh, mereka lucu. Lagunya, video klipnya. So simple yet so amazing.
Karena sedang membahas kematian dan juga Beatles, akhirnya ku katakan juga,
Kasian ya John Lennon matinya ditembak.
Di luar nalar, Taqi merespon,
Ya bagus dong, kematian yang epik itu. Dia meninggal pas di puncak karirnya. Semua orang pasti inget dia terus, mati ditembak fans. Epik banget itu.
Sabtu kemarin sungguh sesuatu. Kami bangun pagi sekali, sesuatu yang tidak pernah kami lakukan bahkan di hari-hari kerja. Padahal malam sebelumnya kami tidur terlalu malam karena mendengar perdebatan konyol food estate di Twitter Space sambil mengerjakan layout laporan baseline survey SGP.
Pagi itu kami mulai dengan sarapan bubur, dilanjut dengan Taqi yang mencari jamur, aku menunggu sambil buang hajat di masjid tempat kami ijab kabul. Masih sambil menunggu, aku berkendara motor ke arah pantai barat. Tidak lama setelah sampai di rumah, kami keluar lagi. Mencari bunga rafflesia yang aku lihat katanya sedang mekar di cagar alam. Pencarian pukul 10 pagi berakhir pukul setengah 3 sore, diakhiri dengan makan banyak sekali di warteg Wonoharjo.
Pulang dengan membawa jendela kamar ali yang sudah diperbaiki, Taqi meneruskan pekerjaannya untuk memasang jendela. Sedang aku bersantai sambil melihat foto-foto perjalanan tadi di cagar alam. Alih-alih beristirahat, Taqi memilih untuk keluar lagi untuk membeli makanan Angela dan juga mencari jamur. Aku di rumah, mandi, nyapu, ngepel, dan melipat baju sambil menonton Pineapple Express.
Malam pun tiba, aku melihat bulan yang terang sekali. Aku menunggu Taqi untuk mengajakku keluar kembali. Sampai akhirnya kami tertahan selama 4 jam lamanya, menikmati The Beatles semalam suntuk. Mengulang-ngulang lagu Hello Goodbye yang sangat lucu. Amaze dengan video klip Here Comes The Sun yang direlease bahkan setelah mereka tidak lagi ada. Amaze dengan video klip My Guitar Gently Weeps yang selama ini ku kira adalah lagu Santana.
0 notes
aboxfullofsharps · 2 years ago
Text
Iklim Mikro yang Sangat Mikro
Istilah iklim mikro menjadi lebih sering terdengar pasca perubahan iklim menjadi perbincangan di setiap obrolan. Namun aku tak pernah begitu memahaminya, sampai akhirnya aku mendengar keluhan gagal panen yang terjadi di hulu, tengah, dan hilir di sekitar Daerah Aliran Sungai Balantieng.
Kassi Buleng, salah satu desa di bagian hulu DAS, mengalami musim basah yang panjang. Lima tahun terakhir pohon cengkeh mereka tidak pernah berbuah. Katanya, akibat terlalu sering hujan. Hari-hari panas bisa dihitung. Sedangkan cengkeh, membutuhkan sinar matahari agar mereka bisa berbunga, untuk kemudian berbuah.
Hari berikutnya, saya pergi ke bagian tengah DAS, tepatnya Desa Bajiminasa. Mereka juga mengeluhkan hal yang sama. Sudah 3 tahun terakhir, cengkeh mereka tidak berbuah. Namun dengan penyebab yang berbeda: tidak pernah hujan. Modal yang mereka keluarkan menjadi bertambah agar pohon cengkeh mereka bisa tetap hidup. Memasang pompa di pinggiran sungai, lalu mengalirkan airnya ke kebun. Tidak banyak yang melakukan inovasi tersebut. Hanya mereka yang memiliki modal lebih, itupun juga terbatas bagi kebun yang dekat dengan sungai.
Jadi, iklim mikro itu, memang semikro itu. Perbedaan curah hujan nyata terjadi di bentangan alam dengan jarak yang sangat pendek.
0 notes
aboxfullofsharps · 2 years ago
Text
Tumblr media
Dari Atlanta, aku belajar bahwa setiap orang bisa melakukan apapun dengan cara apapun untuk merealisasikan apa yang ada di kepalanya. Setiap orang punya tempatnya masing-masing. Setiap orang punya porsinya masing-masing. Just believe. Just do.
Like Jonsi said, Go do!
0 notes
aboxfullofsharps · 2 years ago
Text
Tentang RUU Konservasi
So, besok kita akan ngobrol soal RUU Konservasi, bukan karena konservasi belum pernah diatur, tapi ini semacam update dari UU Konservasi yang dibuat tahun 1990. Bukan amandemen, tapi perubahan hampir keseluruhan isinya. Termasuk, mengatur 'pemanfaatan' dalam konservasi.
Yes, kali ini ada pemanfaatan a.k.a mengambil untung a.k.a profit dari usaha konservasi yang terdengar mulia ini. You know, saving the earth.
Dalam konteks perjuangan pemenuhan hak tenurial, terma konservasi ini menjadi alternatif pengakuan pengelolaan masyarakat adat maupun komunitas lokal. Pemenuhan hak tenurial bagi masyarakat itu punya banyak jalan: reforma agraria, hutan adat, sertifikat hak komunal, perhutanan sosial, you name it, tapi semuanya dikooptasi oleh pemerintah. Semua terma itu diserap, diterima oleh pembuat regulasi, tapi tidak seindah dan semulus yang dibayangkan.
Harapannya, pengakuan konservasi yang telah dipraktikan oleh masyarakat menjadi salah satu jalan juga untuk pemenuhan hak tenurial bagi mereka yang sudah hidup turun temurun di wilayah itu.
Tapi ternyata eh ternyata, bukannya jadi alternatif, pengakuan konservasi oleh masyarakat di RUU Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) ini malah jadi another dead end. Kenapa? Alih-alih tinggal mendaftarkan Areal Kelola Konservasi Masyarakat (AKKM) - RUU yang katanya bertujuan ingin mengumpulkan segala aturan konservasi yang tersebar itu, justru condong ke pengaturan ala Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Agar AKKM itu diakui, masyarakat yang mengelola konservasi itu harus diakui dulu. Yes, seperti syarat pemberian hutan adat bagi masyarakat adat yang ada diaturan KLHK. Padahal, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) punya syarat yang lebih sederhana untuk itu. I mean, kalau emang beneran si RUU ini punya semangat 'konservasi' yang sama, mengapa tidak meniru cara KKP yang lebih mudah?
PS: KLHK dan KKP sama-sama mensyaratkan pengakuan bagi masyarakat adat. Perbedaannya ada pada siapa yang harus mengakui mereka. KKP cenderung lebih sederhana, mudah, dan berbiaya murah karena mencukupkan pengakuan dari kepala daerah melalui SK Bupati misalnya. Sedangkan KLHK lebih memilih jalan berkelok-kelok nan panjang, juga berbiaya mahal, yaitu dari DPR melalui peraturan daerah. FYI, Masyarakat Adat Kasepuhan yang tinggal di Banten, membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk mendapat pengakuan dari DPR. Itu pun terjadi setelah Ketua DPRnya berasal dari orang Kasepuhan. Biayanya? Lebih dari Rp 1 Milyar.
Dead end ini semakin nyata ketika dihadapkan dengan kenyataan penguasaan tenurial negara ini: kawasan hutan vs non kawasan hutan (a.k.a area penggunaan lain - APL). Pengakuan hak tenurial yang cenderung mudah di APL menjadi dipersulit gara-gara RUU Konservasi ini.
Oke, ini sudah terlalu panjang, juga berakhir dengan nanggung. Yah, kita lanjut besok aja yak. Dari aku yang sedang nge-fans Childish Gambino, sambil dengerin Lana si Dilan dari Pringsewu.
0 notes
aboxfullofsharps · 2 years ago
Text
Ilmu Alam vs Ilmu Sosial
Aku baru menyadari bahwa ilmu alam dan ilmu sosial itu setara. Kesadaran itu bermula, dari rasa amaze ku dengan teknologi pengiriman data melalui gelombang. I mean, why on earth can someone wonder all the way through something that cannot see by their own eye?
Penjelasan pertama yang ku dapat adalah soal bagaimana gelombang itu bekerja. Penjelasan Taqi tentang gelombang langsung membuatku terbawa pada ingatan ketika belajar Fisika, sesuatu yang tak ku kuasai, karena aku tidak bisa membayangkannya sama sekali. Gak keliatan gitu barangnya. Jadi gak faham banget yang diomongin itu apa. Begitu juga ketika tadi Taqi cerita. Sebetulnya, pilihan katanya sungguh sangat sederhana: gelombang itu bagian dari materi, tapi bukan materi itu sendiri. I mean.. what?
Masih ga ngerti, aku coba cari dari sudut lain yang barangkali bisa melengkapi (dan terutama memudahkan) pemahamanku. Aku bertanya soal bagaimana telpon ditemukan?
Itu kabel, bukan gelombang, yang gelombang itu radio, Marconi, yang sebenarnya ide dari Tesla.
Tapi maksudku, apa yang bikin orang pengen buat radio?
Kan buat berkirim pesan.
Tiba-tiba aku berpikir antara kebutuhan yang dipenuhi oleh ilmu sosial dan ilmu alam. Manusia pertama berinteraksi dengan alamnya untuk bertahan hidup memenuhi kebutuhan biologisnya. Tapi, manusia juga perlu manusia lain untuk bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhan sosialnya.
Jadi, analisis sosial itu memang ada untuk menguraikan interaksi yang terjadi antara manusia dengan manusia, juga antara manusia dengan alam yang dilihat dari cara berpikirnya. Sedangkan ilmu alam itu adalah untuk melihat bagaimana alam bekerja, untuk kemudian manusia berinovasi memanfaatkan alam dalam rangka mempertahankan hidupnya.
Terdengar seperti antroposentris? Sekedar mempertahankan hidup dan mengambil/mengumpulkan keuntungan dalam hidup, adalah dua hal yang berbeda. Jika tujuan manusia adalah memang untuk mempertahankan hidup, maka ia akan memanfaatkan ilmu alam yang dikuasai oleh dirinya agar tidak merusak alam itu sendiri, agar dia tetap bisa hidup. Ia akan berusaha untuk tidak ceroboh dengan memanfaatkan alam yang berdampak kerusakan padanya, sehingga kesempatan untuk dia melanjutkan hidup menjadi berkurang.
Tapi kemudian, kemampuan berpikir setiap individu manusia itu berbeda, ada yang mampu dengan mudah membayangkan bagaimana alam bekerja (mengidentifikasi materi, bagaimana partikel bekerja, bagaimana waktu bekerja, bagaimana cahaya berpindah, dan lain-lain), tetapi juga ada yang mampu lebih mudah memaknai interaksi manusia dengan manusia, atau manusia dengan alamnya, bukan alamnya itu sendiri (alam as biofisik atau sejenisnya yang berbau fisiologi, morfologi, dan sebagainya).
Pemahamanku soal itu, akhirnya membawaku pada pertanyaan mengenai: lalu apa beda psikologi dengan sosiologi?
Psikologi berfokus pada reaksi pemaknaan individu atas apa yang ada di sekitarnya. Jadi akan sangat tergantung pengalaman pribadi seseorang tersebut, dan juga gen dan DNA nya. Sedangkan sosiologi itu manusia as a whole society.
Kalau begitu, mengapa ada mata kuliah Psikologi Sosial?
Psikologi sosial believe, bahwa ada setiap orang di suatu tempat memiliki reaksi yang sama dalam merespon suatu hal. Ini mengingatkanku soal kejadian mass shooting di Amerika. Meskipun kejadiannya banyak, tapi kejadian shooting ini lebih sering terjadi di wilayah-wilayah yang dengan komunitas yang konservatif, atau dengan kepercayaan agama yang kuat, seperti Texas. Sedangkan di wilayah yang tidak konservatif, perhatiannya berbeda, punya fokus kegiatan lain selain beragama, sesuatu yang praktikal, misalnya mengembangkan suatu teknologi apa gitu, tidak pernah atau sedikit kejadian shootingnya dibanding di tempat lainnya, seperti di Pittsburgh.
Catatan: Awal mula perdebatan di kepalaku antara Alam dan Sosial ini dimulai dari keterlibatanku pada penelitian soal gambut yang diinisiasi oleh CIFOR. Departemen dimana aku terlibat adalah bagian biofisik, yang resolusinya terhadap kerusakan alam dilihat sebagai bentuk konservasi garis keras. Ya, meski terdapat pertimbangan komunitas yg berinteraksi dengan alam tersebut, itu jauh lebih sedikit dibanding di tempat biasa aku bekerja, yang memang berfokus pada ruang hidup manusia. Aku, baru bisa melihat terdapat perbedaan pandangan yang jelas antara alam vs sosial ya di Cifor ini. Begitulah.
0 notes
aboxfullofsharps · 2 years ago
Text
Talio Hulu - Padi Sawah di Gambut
Saya lupa menanyakan jenis padi apa yang ditanam di gambut tipis itu. Tapi yang jelas, padi yang ditanam di sawah seluas kurang lebih 200 hektar, yang dimiliki oleh kurang lebih 100 KK itu, berhasil panen sebanyak 3 kali, dari pertama kali penanaman pada akhir 2020. Jenis padi yang ditanam berasal dari demplot yang diinisiasi oleh Balitra pada tahun-tahun sebelumnya. Padi yang berhasil tumbuh di demplot gambut tersebut, kemudian mendapatkan kesempatan itu ditanam secara masif di lahan sawah yang sudah menganggur lebih dari 10 tahun.
Beras yang dihasilkan, katanya tidak hanya cukup untuk kebutuhan pribadi, tapi juga ada yang dijual. Tanda-tanda surplus sepertinya sudah terwujud ya. Gabah kering dibeli oleh Pokmas seharga Rp 5000 per kilogram, Rp 400 lebih mahal dibanding dijual ke penggilingan padi lainnya.
Cerobohnya saya, saya selalu terkesima ketika mendengar kabar positif tersebut, lupa kalau harus ada yang dikonfirmasi. Seperti, kebahagiaan bapak pengurus tersebut juga dirasakan sama dengan anggota kelompok tani lainnya yang bukan pengurus?
0 notes