Text
Tentang Hasil Analisa Manusia atau Komputer
Di era serba moderen saat ini, segala bentuk aktifitas manusia terbantu dengan perangkat mesin. Perangkat mesin yang kian menjelma menjadi teman dekat, seolah kini tiada lagi sosok yang mampu diandalkan mengenai kinerja yang ampuh, serba mudah, dan dapat diandalkan.
Pada periode Klasik (1730-1820) abad ke-19, sebelum perangkat mesin menjamur di kehidupan nyata, banyak para seniman yang mengandalkan kemampuan sendiri atau bantuan orang lain. Para pelaku seniman dan ilmuan terkenal di periode tersebut melakukan pendekatan pekerjaannya secara manual. Seniman terkenal Eropa, Leonardo Da Vinci (1452-1519) misalnya, dengan lukisan dan cetak sketsa desain teknologi pesawat di atas kertas sepeninggalannya, dikerjakannya dengan peralatan manual. Berbeda jauh dengan kondisi sekarang, segala pekerjaan seniman dan ilmuan bisa ditompang teknologi canggih dan jauh lebih berkembang dibanding periode-priode masa lalu.
Kehadiran teknologi masa kini, selain turut membantu cenderung mempermudah keadaan. Kemudahan yang dihadirkan turut pula mempengaruhi hasil kinerja yang telah rampung. Jika pada era terdahulu menyerahkan standar hasil pada kualitas individu, sekarang cenderung mengikuti standar mesin modern.
Sebagai contoh kasus analisa bidang pekerjaan bankir, akuntan, dan penggiat data sosial menyangkut statistika sangat terbantu sekali dengan komputer. Pekerjaan yang pada mulanya dilakukan secara manual dan menghabiskan banyak waktu, kini tidak lagi dan terlihat lebih cepat dan efesien.
Bagaimana jadinya kalau dunia catur yang merangkup bidang seni dan sains mengandalkan perhitungan komputer. Apakah hasil analisanya lebih memadai dibanding secara manual pada periode-periode sebelumnya?
Catur, seperti yang pernah ditulis Emanuel Lasker (1868-1961), merupakan perpaduan seni dan sains sebagai representasi keunggulan bidang yang banyak digeluti manusia; tentang bagaimana saling mengungguli di atas papan. Tentang langkah-langkah logis dan tidak, kuat dan lemah, atau menang dan kalahnya: adalah cetak biru buah pikir dan strategi pemainnya masing-masing.
Para pecatur tangguh seperti Paul Morphy (1837-1884) bisa saja mengungguli lawan dengan langkah akurat yang terbilang kuat, atau melakukan serangkaian pengorbanan demi melihat kemungkinan posisi unggul meski jumlah bidaknya kalah. Hasil perpaduan langkah tersebut mungkin bisa terbaca lawan atau tidak, tapi jika perangkat komputer yang memilih langkah sebagai rekomendasi, Paul Morphy mungkin bukanlah sosok seperti yang dikenal pada zamannya. Karena kasus analisa dan rekomendasi langkah komputer bisa saja berlainan dari karakteristik pemain asalnya meski sebagian besar langkah hasil rekomendasi komputer terbilang akurat dan logis, namun minim varian karakter seni jati diri yang diolah para pemain.
Bayangkan jika karakter pemain catur seragam seperti computer, karakter robot pasti mewarnai setiap pertandingan.
1 note
·
View note
Text
“Direct atau todong?”
Dalam proses rekaman album, terutama suara yang dihasilkan dari gitar, terdapat dua mazhab yang santar diributkan kalangan musisi, terutama para gitaris. Sebagian golongan lebih memilih direct process dan ada juga yang lebih memilih konsep todong (micing an amp process) dalam pendekatan merekam aktifitas suara gitarnya.
Karena perkara mazhab (aliran) ini adalah soal selera dan kebiasaan, jadi saya pun tidak membahasnya dalam balutan pilihan hitam atau putih, baik atau buruk, jelek atau bagus, dll. Akan lebih berimbang dan bijak jika pertanyaannya, yang manakah seleramu?
Karena pertanyaan di atas pula yang kini menghantarkan saya menulis opini pribadi tentang selera proses rekaman gitar, dalam tanda kutip seandainya saya gitaris yang ingin merilis album. Maka jawaban saya ada pada…
Sebagai pengantar, istilah guitar direct recording process marak digunakan para gitaris yang merekam suara gitar melalui saluran kabel ke sebuah kotak (box) yang nantinya dapat disalurkan ke komputer, untuk selanjutnya dapat menghasilkan varian suara yang diinginkan melalui proses editing dengan tambahan bermacam tone gitar dari sebuah aplikasi yang semakin marak berkembang. Sedangkan proses todong (micing recording process) simpelnya, merekam suara gitar dari sebuah ampli yang ditodong mic untuk merekam suara yang diinginkan.
Dari perbedaan keterangan dan proses rekaman suara gitar di atas jelas, perkaranya adalah sebuah pilihan menyangkut selera. Sama halnya perokok diberi pilihan filter atau kretek? Atau merek kosmetik A atau B? Maka semua memiliki kecenderungan masing-masing yang sifatnya subjektif.
Karena ini menyangkut musik, dan musik adalah bagian dari seni, maka seni musik yang dihasilkan para musisi seyogyanya juga mengedepankan kejujuran tentang ekspresi dan cara gitaris mengapresiasi setiap langkah dan pilihannya. Dari sini sudah mulai jelas arah pilihan pribadi saya mengarah ke mana? Ya, benar, todong… hehe
Dari keterangan gitaris Indonesia, Dewa Budjana berpendapat, sebetulnya perbedaannya hasil kedua proses tersebut tidak mencolok. Karena baik pilihannya direct atau todong, tetap selera telinga sama saja dan menjadi titik acuan dalam bereksperimen. Jawaban yang juga cukup bijak dan berimbang. Sebagai pengakuan lanjutan, ia mengatakan direct adalah arah mayoritas merekam suara gitar sepanjang album GIGI. Nah, ketahuan, kan? Loh, kok, saya yang bukan musisi bisa menyalahkan pilihan gitaris sekaliber Kakanda Budjana? Ya, ndak tho…
Pendapat berbeda pula dari seloroh punggawa Sheila on 7, Eross Candra. Terang-terangan ia menghakimi penganut aliran direct is a thumb down dan seolah bagaimana pun mengunggulkan todong, karena memang seperti diakuinya sendiri, dari awal mula proses rekaman albumnya memakai proses todong. Secara simplifikasi keduanya juga memiliki simpelnya masing-masing. Penganut direct bisa saja mengatakan, “Yaelah, lu tinggal colok aja tuh gitar, nanti juga ada suara yang lu mau. Ngapain ribet-ribet pakai ampli berat segede gaban, terus nyari-nyari mic yang cocok… ” dan berbagai komentar pro lainnya.
Di sisi lain penganut aliran todong bisa menimpali dengan pendapatnya, “Justru di situlah seni bermusik apa adanya yang tersedia. Kita bisa merekam suara yang kita inginkan langsung terdengar di studio rekaman. Tentang pilihan frekuensi dan jenis ampli yang digunakan, pilihan beragam dan jumlah mic yang dipakai, hitungan jarak penempatan mic dan ampli, serta pada sisi mana sebaiknya ditaruh agar menghasilkan suara yang cocok sesuai karakter bermusik.”
Dicermati perbandingan pendapat di atas kelihatannya, proses rekaman todong agak lumayan ribet, dalam tanda kutip di awal-awal saja ketika rekaman. Sesudah itu sangat membantu ketika manggung karena memiliki ampli yang distribusi tone manualnya sudah disesuaikan. Tinggal todong lagi pakai mic…
Kabar yang saya dengar, produser asal Jerman dari band Metalica pula menganut mazhab todong, bahkan dengan riset berpuluh jenis ampli dan mic sampai albumnya rilis dan terdengar di telinga kita kini.
Terakhir, udah kamu pilih aku aja….
Mode on us
0 notes
Text
Tribute to Mikhail Tal
Meski saya tidak lihai dalam permainan catur, setidaknya saya memiliki idola pecatur kelas dunia yang bisa saya pelajari. Layiknya kebanyakan pecatur pemula, meniru teknik langkah bidak dan pembukaan (opening) menjadi modal penting demi mengalahkan permainan lawan. Kemudian saya menemukan pecatur yang terbilang jenius, meski sebetulnya banyak, yang bisa dipelajari. Ia bukan berasal dari Indonesia atau Amerika, tapi dari Riga kelahiran 1936. Ia terkenal dengan julukan a magician of Riga. Namanya, Mikhail Tal.
Saya tidak tahu pasti kenapa julukan a magician of Riga bisa tersemat. Dari yang saya amati melalui langkah-langkah bidaknya, sebetulnya julukan yang pantas untuknya adalah penyerang (attacker) karena strategi serangannya yang tak disangka-sangka lawan. Di sisi lain ia tak segan mengorbankan (sacrified) bidak, sehingga lawan (opponent) mengiranya sedang memberi keuntungan. Padahal tidak.
Ibarat dalam kompetisi tarik tambang, ia sama sekali tidak mengendurkan tambangnya jika dalam langkah sepuluh atau ke bawah posisinya bisa menguntungkan.
Dalam hitungan langkah pertama sampai ke empat, terkadang lawan menganggapnya sebagai celah peluang untuk ia bisa dikalahkan. Memang dasar pecatur hebat, langkah-langkah yang dikira lawan sebagai peluang mengalahkan Tal, akhirnya malah berbalik keadaan.
Saat lawan mulai menyadari strategi brilian tersebut, di situlah Tal mulai beraksi dan tidak mengendurkan permainan. Serang dan terus menyerangnya tanpa ampun hingga akhirnya Tal memenangkan permainan.
Ia tidak segan mengorbankan bidak kuda (knight), menteri (bishop), atau ratu (queen). Bahkan pemain lawan diberi kesempatan memakan dua buah bidak (knight atau bishop). Memang dasarnya prinsip permainan catur adalah mematikan langkah raja (check matt) lawan, apalah arti pengorbanan kedua bidak jika pada akhirnya raja (king) lawan tersudut dan mati langkah. Sebuah strategi mengganggu fokus dan inti dari permainan lawan.
Di saat Tal mengganggunya dengan pengorbanan satu bidak atau lebih, pemain lawan akan berpikir peluang untuk memakannya dan bisa mengungguli jumlah bidak Tal yang semakin berkurang. Jika pemain lawan sudah berpikir seperti akan memenangkan jumlah bidak dan pada akhirnya dapat mengalahkan Tal, ia sudah salah sejak dalam pikiran. Nyatanya permainan Tal masih mendominasi dan tidak pernah kendur menyerang. Pemain lawan baru akan menyadarinya dari antara lima langkah akhir yang mematikan. Terkadang belum sampai empat langka akhir yang mematikan, pemain sudah menyerah (resign) dari pertandingan.
Meski langkah pengorbanan bidak dalam permainan catur tidak hanya dimiliki Tal, kembali lagi, setiap pecatur kelas dunia memiliki karakter langkah-langkah tersendiri, seperti contoh sosok lain berikutnya. Langkah-langkah perpaduan konsisten antara pembukaan, pengaturan posisi, pengorbanan, dan serangan bidak bertubi-tubi nan mematikan telah melekat di diri Tal. Ibarat style modis, karakter Tal telah berbaur dengan pakaiannya dan publik dibuat terkesima dengan penampilannya di atas catwalk; elegan dan berkarisma.
Jika di dalam sepak bola, dominasi langkah Tal adalah striker yang berfokus pada gawang (keeper) dan mencetal gol kemenangan di menit-menit akhir, dalam hal ini adalah mematikan raja (king) lawan. Tal tidak memberi kesempatan mundur menjaga pertahanan (back) meski ia tahu pertahanannya sedang dalam kondisi rapuh dan berbahaya (risky) dan dalam satu langkah lagi ia akan kebobolan dan check matt. Ia mengulur waktu rajanya mati selangkah lagi dengan menyerang dan terus menyerang raja (king) lawan dengan gempuran skak (check) berkali-kali. hingga akhirnya Tal mendapatkan posisi bagus dan memenangkan pertandingan dengan kesan, “Check matt! You cannot own my king even in one step more.”
Maka sepanjang saya bergaul di lingkungan pecatur amatir lokal, yang bisa saya petik hanya prinsip dasar karakter pecatur. Dari kesimpulan pribadi yang saya perhatikan, terdapat dua karakter yang mungkin jarang disadari, tapi mau tidak mau mereka menganut prinsip ini. Pertama adalah pola pebisnis (businessman), dan kedua adalah pola peperangan (war).
Meski kedua-duanya membutuhkan strategi mengalahkan lawan, karakter pola permainan para pecatur tetap tidak bisa membohongi penonton. Misalnya, salah satu pecatur sedang fokus bagaimana agar ia mendapatkan bidak lawan sebanyak-banyaknya, kemudian membangun serangan. Maka ia termasuk kategori karakter pecatur pebisnis (businessman). Biasanya kelemahan pecatur pebisnis ada pada pembukaan dan strategi langkah ke depan, atau biasa dengan permainan aman. Bilamana terdapat bidak lawan yang lemah, segera disikat. Istilah sebutan, “Gue makan..” adalah representasi bagaimana agar kenyang dan menang.
Tipe Pengumpan
Tal pernah berkomentar tentang pecatur Jerman yang aktif pada tahun 1850-an, Adolf Anderssen. Ia berkata, “For pleasure you can read the games collections of Andersson and Chigorin, .....”
Jika Tal identik dengan pola memulai serangan, Anderssen malah sebaliknya. Pada tahun-tahun tersebut pola permainan merujuk pada cara membuka serangan dan cenderung tidak agresif. Maka pola bidak catur segera terbuka dan memudahkan serangan ke lawan.
Anderssen yang aktif di era romantis tak segan mengorbankan bidaknya layiknya Tal. Meski pada akhirnya jumlah bidak tak seimbang, tapi posisi bidak-bidak penyerangnya unggul (well placed) dibanding lawan.
Di awal permainan pola bidak cenderung simplifikasi dengan alasan memudahkan serangan, terutama untuk prajurit yang dikorbankan. Setelah berhasil mengumpan lawan, selanjutnya mengatur para menteri, kuda, dan ratu. Para bidak pembesar catur tersebut diarahkan agar penempatannya berada sebaik mungkin meski tak jarang sangat riskan dan berakibat fatal.
Pada prinsipnya sangat berbahaya, bermain-main dengan api agar tidak kebakar. kalaupun terkena percikan api, tak lantas menyurutkan ritme kesenangan karena sudah tahu apa yang diinginkan. Pelajaran moralnya, dalam menentukan tujuan terkadang risiko berbahaya namun mendapat kepastian lanjutan lebih berarti daripada bermain aman.
Sebagai tambahan, Tal pernah menginginkan pola permainan romantis tahun 1880-an, namun selalu gagal, “I'd like to always be romantic in chess. Sadly, this doesn't always work like that.”
0 notes
Text
Seleksi Genetik
Jakarta 26 Agustus 2017
Di masyarakat terutama bagi kalangan wanita, salah satu faktor penentu tingkat kepercayaan yang tinggi menjatuhkan pilihannya terhadap pasangan adalah relijius. Dikatakan semakin tinggi tingkat relijius pria, bisa membawanya ke aspek bimbingan rohani bagi pasangannya. Bahkan bisa dibilang sebagai pemimpin ideal dalam bahtera rumah tangga. Tak jarang sudah sekian wanita yang pada akhirnya memprioritaskan faktor relijius sebagai syarat utama di jelang menyambut detik-detik pernikahan. Meski bisa terbilang buta. Lalu, apalagi namanya kalau bukan cinta?
Bahasa-bahasa seperti, “Saya mencari calon imam yang bisa membimbing kelak, ibadah rajin dan tepat waktu.” dan lain sebagainya menjadi standar seleksi permulaan dan belum tentu jaminan. Sebuah langkah yang cukup bijaksana karena demikian; genetikalah yang secara aktif dan sadar mempengaruhi, dan membuat keputusan-keputusan di dalam tubuh yang masih hidup.
Sejak dahulu manusia hidup tak lepas dari unsur relijiusitas. Bahkan nenek moyang manusia mulai mengenal sesembahan yang masih diteruskan hingga sekarang. Mereka hidup tak terlepas dari sosok astral yang -terbilang- melampaui kuasanya. Perlahan-lahan sesembahan mereka mulai berevolusi hingga ke taraf wadah yang kita kenal sekarang, yaitu agama. Dari peristiwa evolusi yang membutuhkan waktu yang tidak sedikit, warisan genetik relijius antar generasi tak dapat dipisahkan; menyatu di kehidupan hingga mempengaruhi standar keputusan-keputusan secara garis besar.
Akibat dorongan dan tuntutan genetik tersebut telah mendarah daging, mereka lupa, di sisi lain, terdapat aspek warisan genetik yang tak kalah penting dari menyoal relijiusitas seseorang. Sisi lain yang nantinya bisa menjadi seteru kuat relijiusitas. Adalah faktor genetik lainnya seperti gaya hidup dan keputusan-keputusan realita dalam kasus survival.
Selama ribuan tahun, dalam evolusi, mempertahankan kelangsungan hidup (survive) menjadi bagian penting bagi manusia, dan setiap orang memiliki warisan -genetik- cara yang berbeda-beda. Bermula dari yang sejalan atau berseberangan dengan faktor relijiusitas yang dimiliki seseorang.
Dalam banyak kasus, secara garis besar, faktor relijiusitaslah yang banyak ditoleransi oleh keputusan survive, karena selain tak merugikan pihak lain, mereka butuh dalam menjaga keseimbangan kimiawi di dalam tubuh seperti ritual menyangkut spiritual. Perlahan-lahan kedua aspek penentu jalur hidup ini menuai pertemuannya di kehidupan, entah sejalan atau sebaliknya.
Di sinilah titik mula kendali alasan mengapa banyak pasangan agamis yang pada akhirnya pisah. Bukan karena kasus relijiusitasnya bolong, melainkan standar genetik seni survivalnya berseberangan satu dan lainnya. Karena untuk bisa melangsungkan hidup adalah menyangkut realita, dan keputusan realita sering kali mencundangi dogma.
Pada akhirnya tak ada yang bisa disalahkan, karena pernikahan menyangkut persatuan dan kecocokan genetik satu dengan yang lainnya. Dari sinilah muasal chemistry bersemayam. Diam-diam menyeleksi secara ketat tanpa perkiraan dan persetujuannya. Perlahan-lahan menemukan kecocokannya: tentang hal yang tak dapat dinalar, cinta dalam keabadian.
0 notes
Text
RIP Enkripsi: Enkripsi Versus Kebijakan Pemerintah
Sudah menjadi rahasia umum kebijakan kementerian yang paling banyak menyentuh segala elemen dan lapisan masyarakat adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Dengan gaung kebijakan “blokir!” sekejap penjuru lapisan masyarakat megap-megap dan sesak nafas. Mulai dari tukang nasi uduk sampai para direktur perusahaan yang rela antre makan di warteg demi mendengar kesamaan derita. Tak lain dan tak bukan efek samping kebijakan pemblokiran oleh Kemkominfo. Bagaimana bisa pemblokiran membuat semua orang sesak nafas, tidak penting. Lebih dari itu semua adalah kenapa hanya karena kebijakan pemblokiran mereka sesak nafas?
Agaknya pemblokiran sudah menjadi fenomena rutin setiap pergantian rezim. Terasa ada yang kurang jika kebijakan pemblokiran dilewatkan begitu saja. Minimal sekali, lah, dalam satu periode. Meminjam sebuah potongan nada lagu Bang Iwan Fals yang terkenal, “Sekali lagi, blokir…!” Begitu seterusnya, dan seterusnya sepanjang musim pergantian menteri yang duduk di kursi, yang oleh rakyat jelata bilang, pituristik. Dan sesak nafas pun menjadi semakin akut….
Jika di Amerika pemblokiran hanya dilakukan para penggiat sekutiras dan mereka yang peduli tentang privasi, di Indonesia malah sebaliknya. Para penggiat sekuritas profesional bekerja siang dan malam membangun standar sekuritas kuat agar privasi tetap terjaga. Tidak berlebihan jika perumpamaan mereka tak kepalang tanggung mirip buruh kasar. Kalau tak percaya silakan bertanya kepada para programmers yang saling bertukar pikiran di group Telegram demi menyelesaikan sebuah projek, atau juga bisa bertanya langsung. Dijamin hanya dengan tatapan sendu mereka, setelah benar-benar ditanyakan, membuat penanya tak enak hati lagi melanjutkan dan langsung membelokkan arah pembicaraan ke hal-hal yang menyebalkan sekaligus membuat tali persaudaraan semakin erat, “Sue banget, deh, situs anu-anu diblokir sama pemerentah!” Dan sesak nafas mereka kembali seirama.
Mereka, di Amerika sana tidak butuh campur tangan pemerintah demi penanganan situs-situs merugikan. Ada semacam kaul umum, you don’t buy security, you configure it saking mawasnya terhadap perlindungan data dan privaci masing-masing. Bagi yang kelewat mawas rela menaruh lakban hitam di webcam komputer jinjing. Takut jika program jahat (malicious code) menyusup dan menangkap wajah pemilik. Bayangkan momen ketika program jahat diam-diam menangkap raut muka yang tak diinginkan melalui webcam.
Bagi mereka hal merugikan hanya bisa digapai jika tingkat sekuritas lemah. Misalnya kasus Mass Surveillance yang dilakukan Pemerintah sendiri kepada rakyat dan dunia. Semenjak kasus-kasus yang dibocori mantan kontraktor intelijen NSA, Edward Snowden mencuat, mereka sama sekali tak percaya campur tangan pemerintah dalam penanganan urusan “dapur Internet” masing-masing. Bagi mereka yang terpenting adalah membangun sekuritas software dan hardware sekuat mungkin. Sebisa mungkin mencegah upaya campur tangan Pemerintah terhadap kebutuhan, privasi, dan sekuritas di Internet antar sesama. Intinya mereka tak ingin dibuat sesak nafas oleh Pemerintah.
Mereka mendirikan yayasan-yayasan (foundations) mandiri dan Hackthon atas dasar kesadaran atau inisiatif sejumlah kelompok yang tergabung dalam “anti megap-megap”. Bagi mereka perkara megap-megap dan sesak nafas adalah penyakit sungguhan dan harus segera ditangani. Kelompok anti megap-megap inilah kemudian berdiri dan terkenal kontribusinya di bidang pengembangan software seperti Linux, EFF (Electronic Frontier Foundation), Let’s Encrypt, Mastodon berbasis GNU, Tor, bahkan Telegram yang baru-baru mencuat dan santar di berita nasional. Mungkin masih banyak contoh lain dari yang disebutkan, tetapi kesamaan mereka tetap pada satu visi pengembangan teknologi untuk bisa dinikmati bersama hari ini dan esok tanpa takut privasi jatuh ke tangan yang tidak mereka inginkan.
Layiknya semboyan WikiLeaks, courage is contagious, bagi mereka ada benar dan manfaatnya bahwa kebaikan dan perbaikan untuk sesama gampang sekali menyebar, serta diperlukannya para inisiator pemberani. Terlebih terhadap kasus yang mencederai dan merugikan sekuritas dan privasi. Mereka tak canggung memasang tameng api (firewall) terhadap suatu kebijakan yang dinilai tidak mendukung sekuritas dan privasi publik. Meski harus menghabiskan banyak waktu, pikiran, dan tenaga demi perkembangan teknologi dan Internet, mereka rela tak dibayar dan bahkan hanya mengandalkan sumbangan kecil-kecilan dari para donatur yang peduli dan merasakan manfaatnya langsung. Tanyakan hal serupa ke para….. Ah, lebih baik membahas kenapa Kemkominfo tega bikin rakyat sesak nafas…
Tak jauh berbeda kelakuan pemerintah Indonesia yang semena-mena memperlakukan akses terhadap suatu layanan. Celakanya kehadiran teknologi enkripsi, menurut versi Pemerintah, tidak aman. Bisa dibilang pemerintah Indonesia memiliki phobia serupa negara lain yang memusuhi enkripsi untuk melancarkan iktikad terselubung dibalik pengawasan dan pemantauan publik di Internet (mass surveillance) melalui jalan aman tanpa kendala enkripsi. Bedanya hanya sedikit, Indonesia tak perlu menerjunkan ahli IT dan programmer handal demi menciptakan suatu alat pengintai yang dapat menyusup perangkat publik diam-diam. Lha, wong bisanya hanya memakai dan mengawasi. Sekiranya suatu layanan dan aplikasi menguntungkan, ya pertahankan. Sebaliknya jika dinilai membahayakan kepentingan tertentu, lagu Bang Iwan Fals kembali menggema, “Sekali lagi….”
“Blokir!”
Kali ini layanan dan aplikasi Telegram menjumpai ajalnya di Indonesia setelah Menkominfo Rudiantara memerintahkan operator jaringan dan ISP memblokir versi web pada Jumat, 14 Juli lalu. Pula dengan dalih Presiden yang mengatasnamakan keamanan rakyat, enkripsi yang ada di Telegram harus dikorbankan. Dalam wacana berita, Telegram disinyalir menjadi alat komunikasi teroris. Untuk itu perlu bidikan headshot ke Telegram langsung. Wacana eksekusi telegram sontak ramai diperbincangkan di Twitter dan sudah masuk berita Internasional. Sebelum Telegram dieksekusi total oleh the man behind the gun, Founder dan CEO Telegram, Pavel Durov sendiri sampai megap-megap dan demi meminta konfirmasi kepada Pemerintah. Terhitung sudah dua petinggi layanan teknologi dibuat megap-megap oleh pemerintah Indonesia, dari Bigo Live sampai Telegram.
Wacana eksekusi Telegram sekaligus menandai awal mula kematian teknologi mutakhir enkripsi (E2E Encryption) di tangan Pemerintah. Pertahanan enkripsi kuat yang dibangun segelintir umat yang paham betul mengenai pentingnya sekuritas dan privasi, kini terang-terangan dikencingi pemerintah negara yang tak berkontribusi langsung terhadap perkembangannya. Terlepas dalih dan alasan di balik pemblokiran, kebijakan tersebut merupakan suatu upaya pengkerdilan sumbangsih media percakapan yang sudah mapan. Publik sudah memahami betul phobia Pemerintah terhadap perkembangan dan kemajuan teknologi dan Internet. Di luar sana Indonesia sedang disaksikan jutaan pengguna lain yang menikmati perkembangan teknologi secara positif tanpa mengkhawatirkan sekuritas mereka ikut dikencingi oknum yang bersewenang-wenang mengkambinghitamkan kemajuan teknologi dan Internet. Kepada sesuatu yang dapat mengancam sekuritas, persatuan, dan kesatuan Indonesia: seyogianya Pemerintah jika ingin memusnahkan kelompok berbahaya, tidak lantas mengorbankan keseluruhan ekosistem yang ada di teknologi itu sendiri.
0 notes
Text
Penyebaran Ransomware di Komputer
Baru-baru ini penyebaran ransomware WannaCry melanda sistem instansi Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Celakanya keberadaan ransomware WannaCry di Dharmais turut melumpuhkan beberapa dokumen dan akses penting terkait administrasi dan nomor antrean, sehingga para petugas terpaksa melakukan pendataan secara manual.
Sebetulnya apa yang terjadi pada sistem komputer yang terjangkit ransomware WannaCry, dan bagaimana persebaran virus tersebut berlangsung sehingga bisa ditemukan di Dharmais?
Pada dasarnya beberapa varian ransomware sering melanda pengguna komputer berbasis Windows, termasuk WannaCry. Windows masih menjadi primadona untuk para penyerang (attackers) melancarkan aksi yang sangat tidak bertanggung jawab dan merugikan. Pada kenyataannya demikian, banyak instansi penting di Indonesia yang masih melakukan pendataan komputerisasi berbasis Operating System besutan Microsoft yang terkenal dengan kerentanannya dari serangan para penyelundup cyber illegal (hackers).
Aksi pembukaan serangan ransomware WannaCry bermula dari kurang mawas (unconsciousness) pengampu komputer lokal di suatu instansi. Misalnya, salah satu staf rumah sakit membuka email dan menelusuri (clicking) tautan yang tercantum pada email tersebut.
Penyerang (attackers) memanfaatkan jalur email untuk menyebarkan ransomware WannaCry, melalui spam atau junk email. Email spam yang dikirim penyerang dapat meloloskan diri (bypassing) dari filter email spam sehingga dapat masuk di kotak utama (inbox) email. Staf atau pengguna (victims) bisa saja tidak menyadari dan mencurigai keberadaan email spam tersebut, yang berada di inbox email utama sehingga suatu saat mereka menelusuri link tautan yang terdapat di badan emailnya.
Kendala selanjutnya adalah antivirus yang tak terupdate kembali memuluskan dan membuka celah ransomware WannaCry (infecting) ke komputer target. Ransomware yang lolos, biasanya file mencurigakan berekstensi dot exe, bermula membuka keberadaannya melalui ranah cmd.exe, PowerShell, VSSadmin melalui mekanisme enkripsi, untuk kemudian menyebarkan inangnya ke AppData, Startup, dan partisi disk C://.
Untuk membantu menjalankan aksinya, bakal ransomware tersebut menyusup ke Adds registry.
Melalui PowerShell dan dengan bantuan cmd.exe, bakal ransomware akan menghubungkan keberadaannya ke bagian server penyerang (attacker) untuk menyalin informasi terkait keberhasilan ransomware menyusup di komputer korban. Selanjutnya server otomatis mengirim instruksi khusus terkait pembebasan dan besaran dana yang dikeluarkan bernada ancaman.
Ancamannya berupa dokumen dan file penting yang telah terkunci dengan bantuan bahasa algoritma enkripsi yang kuat.
Biasanya instruksi pembebasan komputer dari ransomware tersebut mengajukan syarat tertentu seperti pembayaran sejumlah uang internet (Bitcoin) untuk mendapatkan akses kunci (keys) file yang telah terenkripsi.
Setelah berhasil menjangkiti satu komputer, ransomware jenis ini akan menyebar ke komputer lain melalui jaringan lokal (local network) di suatu instansi dan melumpuhkan komputer yang ada.
0 notes
Text
Eksploit dan Kasus Peretasan E-Commerce
Belum lama ini sekitar akhir bulan Maret, dunia sekuritas Internet Indonesia kembali digemparkan dengan aksi peretasan situs e-commerce penjualan tiket online. Tidak tanggung-tanggung kerugian mencapai nilai lima koma dua satu miliar rupiah. Menurut informasi yang beredar, aksi peretasan tersebut tidak hanya melibatkan per individu. Terdapat beberapa nama lain yang ikut terlibat dalam aksi kriminal yang dilakukan grup peretas bernama Gantengers. Rupanya pula salah satu “ketua regu” Gantengers telah malang melintang di dunia percobaan sistem keamanan mini setingkat rubahan tampilan laman situs berjumlah lebih dari ribuan.
Ada yang menggelitik di pikiran saya, kenapa dalam kasus percobaan keamanan sistem rubahan tampilan laman situs yang rentan terbilang mini. Mini dalam artian aksi perubahan laman situs (defacing) memang terbilang sederhana. Peretas hanya dituntut jeli dalam upaya pengoperasian program yang memang telah didesain untuk merubah tampilan laman situs yang rentan disusupi (exploitable) berupa pengaplikasian metode SQL injection. Dengan bermodalkan komputer dan sambungan Internet, program alat peretas situs tersebut bisa berjalan hingga ke taraf yang tak mengecewakan. Tak tanggung-tanggung dalam sehari sang peretas dapat memperoleh jumlah ratusan bahkan ribuan situs yang rentan (vulnerable).
Jumlah ribuan situs yang terjaring dengan program bawaan peretas mengindikasikan bahwa situs-situs tersebut masih butuh pembaruan sekuritas (patching). Dengan jumlah target situs yang tak sedikit, pemilik situs (owner) tampaknya kurang memperdulikan aspek celah keamanan (bugs) di situsnya. Karena secara kasat mata dan tanpa disadari program yang disusun untuk menyusup situs (exploiting) bekerja di balik layar. Fakta celaka, jika bahasa pemrograman yang sudah disusun (exploit) tersebut berhasil, bisa dijual di situs gelap demi meraup keuntungan secara materil.
Saya akan sedikit menggambarkan kronologi sederhana kasus pembobolan situs penjualan tiket yang sedang santar diberitakan (happening). Bermula dari kurang mawas (unconsciousness) sang pemilik situs. Ya, di sini saya tak menyalahkan sepenuhnya pada para peretas, karena sejatinya sebuah situs yang baru berdiri memang belum memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Itu kenapa beberapa punggawa situs-situs besar dan terkenal pada mulanya banyak menggelontorkan dana demi pengujian sistem keamanan situsnya seiring waktu.
Sebut saja Google dan Facebook. Kedua situs tersebut membuka kesempatan pada para peretas (hackers) luar menguji secara fair akan kerentanan situs (pen testing) dengan even-even khusus seperti Google CTF dan Hacker Cup. Apabila terdapat celah keamanan (bugs), para hacker bersertifikat (Certified Ethical Hacker) dan para white hat hackers (sebutan untuk para penguji sistem keamanan demi perbaikan -red) melapor balik celah keamanannya (bugs) ke bagian staf khusus kantor. Setelah diterima secara resmi, celah keamanan tesebut secepat mungkin diperbaiki staf yang bertanggung jawab, untuk selanjutnya para peretas profesional tersebut mendapat imbalan berupa uang atau bingkisan menarik. Dari kasus di lapangan yang saya temui, seperti yang dialami Masato Kinugawa (white hat self-identified) sering kali mendapat imbalan voucher uang dan komputer jinjing dari Microsoft ketika jerih payahnya berhasil diterima.
Secara tidak langsung budaya timbal balik (symbiosis mutualism) di kalangan –antara- para peretas dan owner perlu dilestarikan. Pasalnya dunia keamanan siber seperti halnya memboyong kasus hukum alami kehidupan ke Internet; kalau bukan orang baik-baik yang menguasai, maka sebaliknya.
Untuk kasus grup Gantengers, saya pribadi mengidentikkannya sebagai individu dan kelompok yang memiliki kemampuan meretas situs berdasarkan pengalamannya di dunia peretasan. Entah sebuah kebetulan atau tidak, mereka sejatinya telah berkecimpung di dunia sekuritas non-professional. Bisa dikatakan kemampuan (skill) grup tersebut didapatkan secara non-academic. Di mana siapa pun, dan berdasarkan pengakuan anggotanya pula, bisa belajar secara otodidak bergantung pada minat masing-masing.
Dalam bahasa menyusup celah keamanan sistem yang rentan (vulnerability), Gantengers dan para peretas lain dapat menyusun bahasa program yang dikenal dengan istilah eksploit (exploit). Di mana sebuah sistem yang rentan (vulnerable) dapat diserang dengan eksploit-eksploit yang mereka miliki. Dalam banyak kejadian eksploit tidak hanya berlaku sekali pakai. Dalam kata lain sebuah eksploit dapat digunakan ke berbagai situs lain yang memiliki masalah serupa. Beruntung(?) jika Gantengers menggunakan eksploit yang sudah ada untuk menyusup situs e-commerce dan meraup keuntungan berlipat-lipat secara ilegal.
Penggunaan eksploit di dunia siber pun tidak sembarangan. Dalam dunia peretasan untuk menguji tingkat keamanan (pen testing), eksploit sering digunakan di komputer yang memiliki sistem operasi (OS) Linux. Linux memiliki kelebihan khusus mewadahi eksploit-eksploit khusus untuk menyerang dan mencuri. Di antraranya perangkat lunak bebas bernama Metasploit, termasuk keberadaannya pada sebuah OS Back Track yang sekarang berganti nama menjadi Kali Linux. Melaui terminal khusus, eksploit mampu beroperasi di sistem target melalui “jalan belakang” (penetration testing). Pengandaian murni simpelnya seperti seseorang yang menemukan kekurangan pada rumah tangga orang lain, selayaknya diberi tahu untuk perlahan-lahan bisa diperbaiki.
Setelah ekploit tersebut berhasil menyusup, maka yang terjadi adalah dual admin: admin situs resmi dan para penyusup yang memakai topeng ekploit yang bisa “diterima” sistem. Karena sitem sejatinya tidak mengenal siapa pemiliknya (detecting personal), melainkan jalur yang bisa diterima melalui kinerja mesin dan bahasa-bahasa pemrograman yang bisa masuk dan diterima. Perumpamaannya seperti sebuah rumah, siapa pun bisa masuk melalui pintu depan dan belakang. Dan rumah tersebut tidak mengenal secara khusus siapa pemilik resminya selagi kedua pintu (depan dan belakang -red) bisa diakses, rentan, atau tak terkunci.
Semoga tidak ada maling dan kita sadar pintu belakang rumah kita sudah betul-betul terkunci.
0 notes
Text
Pendekatan Pemahaman PDKT Ditinjau dari Genetis
Sering saya menyimak cerita curahan hati teman-teman di seputar kehidupan pribadinya. Entah yang menyangkut masalah rumah tangga, pergaulan, atau asmara. Menarik. Untuk bagian kisah kasih dua sejoli akan saya soroti secara khusus pada kesempatan kali ini.
Pada dasarnya manusia merupakan struktur sistematik rangka bioteknologi yang terwariskan secara turun temurun sejak jutaan tahun lalu. Pada zaman purba kala nenek moyang manusia sudah mengenal proses adaptasi sosial berupa interaksi ke sesama. Interaksi tersebut bisa berupa interaksi spesial ke lawan jenis. Bermula dari peristiwa interaksi spesial yang terjadi jutaan tahun silam, tanpa disadari telah terekaman secara genetis dan terbawa hingga manusia moderen (sapiens) saat ini. Dalam hal hubungan spesial mengarah ke percintaan, kita biasa menyebutnya dengan proses pendekatan atau PDKT.
Akibat perbedaan-perbedaan sepasang sejoli yang terjadi semasa pendekatan dan jalinan, bukan tanpa alasan. Dimulai dari struktur kajian bagian otak manusia yang teramat kompleks, pada dasarnya pria dan wanita secara alamiah diwakili struktur lokus otak dan hormon berlainan.
Jika menarik garis kronologi proses kelahiran manusia, sebelum embrio bakal manusia masuk kategori seksual seorang laki-laki atau perempuan, pada mulanya -semua- adalah wanita. Di mana awal mula delapan minggu pertama si embrio, sebelum terbentuknya alat seksual, dipukul rata oleh kromosom X. Tanpa terkecuali.
Setelah berakhirnya masa delapan minggu pertama, kromosom X mulai menentukan diri: apakah kelak akan menjadi seorang perempuan (XX) atau laki-laki (XY). Tentu tak lepas dari pengaruh hormon-hormon yang melekat pada sang ibu dan ayah biologis mereka pada saat pembuahan, yaitu di saat bertemunya sperma dengan ovum di rahim. Seleksi awal komplikasi kehidupan pria dan wanita berawal dari peristiwa mikroskopis semacam: dari ribuan benih sperma yang tersebar memperebutkan ovum, mana sekiranya yang terbaik sebagai agen khusus distribusi genetik antara ayah dan ibu biologis mereka, untuk kemudian menjadi satu kesatuan karakter hasil percampuran -karakter-karakter- menjadi manusia baru seutuhnya.
Sebagaimana disebutkan pada saat delapan minggu pertama, embrio diwakili oleh fondasi kromosom perempuan (X). Di mana kromosom X merupakan muasal pertanggungjawaban yang melekat pada sang ibu (XX). Selanjutnya kepelakan perkembangan embrio ke depan masih berlangsung. Seiring waktu melebihi batas delapan minggu awal, keadaannya masih harus dilingkupi persoalan internal mikroskopis di bagian tertentu: perkembangan di bagian struktur organ yang vital dan amat menentukan, terutama di bagian kepala: otak.
Babak kedua seleksi gender ditentukan pada saat struktur luang lingkup perkembangan otak masih harus mencari keberpihakan antara pengaruh yang dibawa kromosom sang ibu (XX) dan ayah (XY) biologis. Pada kromosom keduanya terdapat agen khusus yang berusaha berperang membawa amunisi genetis masing-masing. Apakah kelak hormon yang dibawa oleh genetis faktor kromosom Y dari sang ayah lebih dominan atau sebaliknya, ternyata kromosom XX sebagai perwakilan genetis sang ibu malah lebih mendominasi sang janin. Jika yang terjadi demikian maka bisa dipastikan janin tersebut merupakan perempuan (XX).
Struktur pengaruh kromosom yang telah memenangi babak penentuan alat seksual tidak sampai di sini. Masing-masing pembahasan kromosom individu tidak sebatas berhenti apakah dia seorang laki-laki atau perempuan, karena kelak terdapat individu yang matang secara tahapan pertumbuhannya, apakah di usia matangnya secara hormon mewakili kromosom feminin, maskulin, dominan di antara keduanya, atau juga bisa sebanding.
Adalah kromosom sebagai agen khusus pembawa sifat-sifat hormon genetis yang berlainan satu sama lain. Apakah struktur hormon yang dihasilkan dari kromosom XX dan XY kelak menghasilkan bakal gender baru semasa perkembangan calon individu (dominan antara X atau Y). Sebut saja di lingkungan sekitar terdapat laki-laki yang memiliki tingkah laku dan bersifat seperti perempuan (feminin), atau sebaliknya ada perempuan yang sangat tomboy tipikal kelaki-lakian (maskulin). Tergantung gen kromosom mana sekiranya pembawa hormon paling berpengaruh. Kelak hormon-hormon manusia seutuhnya mempengaruhi sifat dan tingkah laku sebagai ciri khas alamiahnya. Karena hakikatnya semua data sifat dan tingkah laku yang terangkum pada gender terkait individu telah terekam dan tersalurkan dengan sangat baik di gen-gen yang akan mengahasilkan hormon perwakilan gender masing-masing.
Bila diperadukan melalui sifat-sifat genetis penghasil hormon masing-masing di dalam tubuh laki-laki dan perempuan, kelak berimbas pula pada karakter alamiah masing-masing. Kita telah menyadari kenapa laki-laki pada saat melakukan pendekatan cenderung mengambil langkah pertama. Adalah hormon adrenalin dan noradrenalin yang bertanggung jawab menghasilkan rasa cara menyelesaikan tantangan, lebih tepatnya tertantang untuk dapat memiliki; entah berupa pencarian pasangan, eksistensi dan pertahanan diri, membuncah di bagian lokus otak dan kelak dapat menggiringnya ke risiko-risiko yang bisa keluar dari perhitungan nalar.
Sebaliknya, pada saat pandangan pertama wanita cenderung tidak memiliki letupan hormon yang dirasakan sebagaimana laki-laki. Karena wanita telah mempersiapkan hormon serotonin jauh-jauh hari di tubuhnya terkait penerimaan sang jantan. Hormon ini pula yang kelak bertanggung jawab terhadap reaksi dan seleksi alamiahnya. Apakah selama proses pendekatan hormon serotonin mampu menerjemahkan penerimaan, kenyamanan, dan keamanan di otaknya untuk menerima laki-laki yang memperjuangkannya. Karena secara alamiah wanita butuh untuk merasa dilindungi dan diperjuangkan aspek kelangsungan hidupnya melalui reaksinya terhadap hormon dominan maskulin yang dimiliki laki-laki (influenced by hormonal selection).
Pada dasarnya aspek pembentuk rasa cinta dan ketertarikan antara laki-laki dan perempuan berbeda. Akibat hormon adrenalin dan noradrenalin yang dimiliki laki-laki, mereka mulai melakukan langkah pertama, menatap mata calon pasangannya. Mungkin ada yang lebih dari itu dalam kaitan memperjuangkan, mengesampingkan perhitungan nalar sehingga tak sedikit yang berusaha dengan segala cara agar diterima. Bukan perkara keegoisan seorang laki-laki, tapi demikianlah caranya melangsungkan keturunan secara alami. Jika disetujui, hormon serotonin di otak perempuan menerjemahkannya sebagai rasa kebahagiaan.
Laki-laki bisa tidak dapat merasakan lingkup hormon dasar wanita pada saat ditatap. Hormonnya masih berada di seputar dominasi rasa tertantang bagaimana cara memiliki. Mereka masih berkutat di upaya bagaimana cara menyenangkan calon pasangannya sehingga lambat laun lokus otak rasio keduanya terbendung oleh hormon dopamin, serotonin, dan oxytocin yang membentuk perasaan cinta satu sama lain. Dengan catatan hormon tersebut berlaku jika keduanya memiliki perasaan yang sama dan jatuh cinta satu sama lain.
Sedangkan kejadian tatapan mata ke sesama laki-laki tidak berlaku sebagaimana yang terjadi ke lawan jenis, dalam tanda petik jika di antara keduanya berorientasi seksual ke lawan jenis (hetero sexual) dominan. Akibat dari pengaruh hormon identik yang kuat di otak masing-masing, mereka saling menerjemahkan tatapan sebagai rasa tertantang atau tantangan untuk siapa yang paling mendominasi dan menang berkelahi.
Ya. Alasan seperti kenapa pada saat berkelahi mata laki-laki cenderung lekat dengan lawan berkelahinya. Tatapannya merupakan pemantik letupan api amarah yang siap menerjang lawan di hadapannya.
0 notes
Text
Tentang Mass Surveillance dan Kesadaran Publik
Beberapa hari belakangan akun Twitter resmi DPR RI melontarkan berita yang cukup mengkhawatirkan. Disebutkan, pemerintah akan melakukan pengintaian ke pelbagai aplikasi chatting di Indonesia. Lantas seperti apa dampak dari aktifitas pengintaian publik yang dilakukan pemerintah (mass surveillance) terhadap kebebasan berekspresi dan demokrasi rakyat?
Secara langsung tindakan mass surveillance dianggap mencederai demokrasi dan kebebasan berekspresi, di mana setiap elemen warga negara memiliki hak yang sama sebagaimana diatur di konstitusi. Lebih dari itu mass surveillance dinilai telah mendobrak ruang privacy publik sehingga, bagi sebagian negara penganut demokrasi, termasuk Indonesia, tindakan mass surveillance perlu dipertentangkan secara tegas melalui aksi-aksi konfrontatif yang kondusif.
Di Amerika isu mass surveillance menjadi sorotan dunia setelah mantan karyawan NSA, Edward Snowden membongkar aktivitas pemerintah yang memiliki akses terbuka ke ruang privacy publik melalui pelbagai macam layanan dan platform di Internet. Terbongkarnya kasus mass surveillance sontak meramaikan penggiat dan keamanan Internet, dan menilai pemerintah Amerika telah melakukan otoritas tak terbatas di seputar aktivitas Internet. Suatu hal yang patut disayangkan.
Bagi warga negara seperti Amerika, di mana penguasaan dunia teknologi yang sudah terlebih dahulu maju, pertentangan pihak publik dinilai perlu sebagai pembendung kewenangan akses tak terbatas yang dilakukan pemerintah Amerika. Secara serempak mereka menguatkan barisan aksi protes dan berdiri di garda terdepan demi melindungi privacy publik.
Demi dapat melindungi privacy publik, aktivis Internet mendirikan lembaga khusus yang mampu mengamankan ruang privacy serta bekerjasama dengan platform Internet terkenal entah dalam bentuk software atau lembaga khusus seperti layanan Tor browser dan EFF yang terkenal. Layanan serupa telah menerbitkan proteksi dan keamanan web yang menjamin aktivitas publik tidak bocor ke tangan pemerintah. Sedianya pemerintah telah mencundangi kebijakan privacy publik, tentu mereka tidak begitu saja berdiam diri dan berpangku tangan mengharapkan pemerintah menghentikan kegiatan mass surveillance yang dianggap mencederai demokrasi.
Di Indonesia sendiri kegiatan mass surveillance masih terbilang dini. Pasalnya kebutuhan ber-Internet di Indonesia masih sebatas di lingkungan rata-rata air. Maksudnya publik masih memandang Internet sebagai lahan -baru- yang perlu diisi sebatas kewajaran di kekosongannya saja. Kontribusi penting netizen Indonesia pun belum sampai pada taraf yang “memadai” di level negara-negara maju. Pemerintah Indonesia seolah seperti memiliki phobia tertentu terhadap warga negaranya. Dari kasus-kasus pemblokiran website dan ketiadaan akses sudah menjadi bukti bahwa negara Indonesia memiliki kekhawatiran berlebih akan moral dan isu radikalisme yang memungkinkan persatuan dan kesatuan bangsa terancam di bawah tanah. Padahal kalau mau melihat lebih jeli di sekitar, penguasaan teknologi dan Internet di Indonesia masih butuh sokongan dan dukungan pengembangan lebih lanjut, bukan malah mengkhawatirkan yang tidak-tidak secara berlebihan.
Bayangkan seandainya mass surveillance dilakukan secara massive, sudah berapa pihak yang dirugikan dari segi ruang privacy dan kebebasannya? Meski aksi mass surveillance belum mampu dibongkar dan dibendung oleh para penggiat teknologi dan Internet di Indonesia, seharusnya kita bisa belajar dari kasus serupa yang sudah terjadi di Amerika; bahwa kegiatan mass surveillance tidak bisa ditolerir karena telah mencederai publik dan demokrasi sendiri.
Lebih miris jika isu mass surveillance dinilai tidak terlalu penting dan membahayakan. Perlu adanya kesadaran jauh dari publik sebelum mass surveillance merebak dan dianggap sepele, karena dewasa ini publik justru tertarik pada seputar isu dunia politik terkini dan agama. Isu kontroversial yang bertebaran di Internet pun memungkinkan ruang terbuka bagi publik untuk mencari keberpihakan, yang memang menjadi katalisator terlaris demi pengembangan kebebasan berekspresi dan berpendapat sekaligus sebagai sumber adiluhung tak ternilai demi mendulang penyimak dan pengikut setia -di Internet. Meski tidak jarang sampai ada yang mengesampingkan aspek rasionalitas dan realitas. Semua seakan berlomba saling sahut menyahut di kolom posting dan komentar.
Kembali. Tanpa disadari pemerintah mampu menyelidiki siapa saja yang berpotensi membahayakan persatuan negara melalui mass surveillance di Internet, termasuk kemungkinan bahaya tindakan-tindakan yang dilakukan publik atas kasus penyikapan isu-isu di Internet secara garis besar di Indonesia.
Dalam bahasa lain kebebasan berekspresi dan berpendapat di Indonesia mampu dibayang-bayangi pemerintah. Pada mulanya adalah demi melakukan pengamanan negara dan menjaring para provokator, dan dalam hal ini tentu yang terkena dampak kerugian publik dari aksi mass surveillance bukan hanya orang-orang pengundang kebencian dan perpecahan. Seandainya pemerinah sudah menangkap tangan pelaku kriminal di Internet, dalam proses pencarian melalui mass surveillance, tentu tidak hanya menjaring orang perorang. Secara keseluruhan rakyat yang polos yang memiliki kepentingan tersendiri turut terganggu kepentingan dan keamanannya, dan ikut terjaring. Semacam kepemilikan dan kepentingan pribadi yang bocor ke tangan pemerintah.
Jauh hari sebelum era Internet merebak di Indonesia, Pramoedya Ananta Toer telah menuturkan “harus adil sejak dalam pikiran”. Ungkapan tersebut ada benarnya jika publik berusaha kembali meninjau aktivitas pemerintah yang menyimpang dan menyalahi aturan kebebasan (pengawasan publik). Jika berusaha dimaknai lebih luas dalam kaitannya, semacam bentuk kritisi untuk pemerintah dapat berusaha adil dalam penentuan dan penerapan kebijakan. Sebelum kebijakan tersebut diterapkan, tentunya pemerintah sudah harus jauh menghitung matang-matang dampak keuntungan dan kerugian sejak di konsepnya, di atas kertas. Sekiranya kebijakan mass surveillance dinilai tidak adil bagi sebagian publik ke depannya tentu pemerintah mau tidak mau menghentikan kebijakan tersebut.
0 notes
Text
Kajian dan Nasib Bakteri E. Chrysanthemi di Indonesia
Belakangan ini marak sekali pemberitaan media tentang cabai impor yang ditanam oleh imigran asal Tiongkok di Bogor. Pasalnya cabai yang ditanam terindikasi bakteri E. Chrysanthemi yang sifatnya merusak. Di bawah akan saya jabarkan betapa imbas bakteri E. Chrysanthemi dapat melebar ke berbagai bidang, dan bahkan dipolitisasi.
Akibat pemberitaan tersebut, kalangan etnis Tionghoa yang telah lama mendiami Indonesia kembali tersorot. Banyak sekali nuansa pemojokan ras Tionghoa di kalangan netizen. Isu dan pemberitaan tersebut semakin bergulir hingga membentuk bola api yang siap menyulut sumbu puncak pesta pemilihan gubernur DKI. Jakarta, di mana salah satu calon kandidatnya berdarah Tionghoa.
Kesempatan yang dihasilkan dari pemberitaan media yang kurang kredibel kembali memotong sumbu pendek konflik horizontal di Indonesia. Akibatnya bisa diprediksi, api pertentangan dan kebencian yang disulut dari pemberitaan yang sensitif ditambah tatanan penyampaian berita yang kurang mawas dapat menghasilkan konfrontasi yang -suatu saat- bisa meledakkan dan menghancurkan toleransi di Indonesia.
Bakteri Erwinia Chrysanthemi merupakan golongan mikroba yang hidup di tanaman. Khususnya pada tanaman dan buah-buahan seperti cabai, ubi, dan nanas. Bakteri E. Chrysanthemi merupakan produk alami hama tumbuhan, yang keberadaannya tumbuh dan berkembang di lingkungan mikroskopik. Tidak seperti hama tumbuh-tumbuhan lainnya yang mampu diindera, untuk menggolongkan dan menentukan jenis bakteri pengganggu dan perusak tanaman ini perlu bantuan kajian laboratorium.
Bakteri E. Chrysanthemi pernah melanda Hawaii pada tahun 2003. Setelah diselidiki ternyata bakteri tersebut berasal dari Costa Rica dan Filipina. Tanaman dan buah seperti nanas ditemukan mudah rusak. Ternyata keberadaannya tidak hanya di buah, terkadang bakteri E. Chrysanthemi mendiami dedaunan. Pada kasus buah nanas biasanya daun yang terindikasi E. Chrysanthemi menggelembung dan berair, kemudian perlahan-lahan membusuk dan mengering sehingga bisa mengakibatkan kegagalan di buah.
Persebaran bakteri E. Chrysanthemi pun melalui perantara bermacam-macam. Bisa melalui udara, air hujan, semut, kumbang, dan serangga tanaman sejenis ke berbagai tumbuhan di sekitarnya. Pada kasus penyebaran melalui air hujan, biasanya air di sekitar daun yang terindikasi E. Chrysanthemi menetes ke permukaan buah sehingga lambat laun buahnya ikut terkena imbas. Pada kasus penyebaran melalui serangga biasanya semut atau kumbang hinggap di sekitar daun yang terjangkit bakteri, kemudian membawa bakteri tersebut ke tumbuhan lain di sekitarnya.
Sebelum media Indonesia gencar menyebarkan pemberitaan E. Chrysanthemi, kalangan akademisi IPB telah terlebih dahulu mengkaji dan menemukan jenis bakteri perusak yang hinggap dan tersebar di tumbuhan umbi-umbian di pulau Jawa, tepatnya di daerah Malang. Penelitian tersebut mengkaji dampak rusaknya tanaman umbi. Dari hasil kajian ternyata penyebabnya adalah bakteri E. Chrysanthemi. Lagi-lagi, meski sifat bakteri E. Chrysanthemi perusak, keberadaannya dinilai tidak membahayakan tubuh manusia.
Jika mau dikaji lebih lanjut tentang habitat dan persebaran bakteri E. Chrysanthemi yang tidak membahayakan tubuh manusia, peneliti sudah bisa menunjukkan jenis dan golongan suatu bakteri. Apakah bakteri tersebut bersifat menetap dan tumbuh di lingkungan tumbuh-tumbuhan saja atau bisa juga merangkap ke organ manusia dan hewan. Dari laporan dan hasil laboratorium, terbukti sifat perusak bakteri E. Chrysanthemi tidak sampai menular ke manusia.
Organisma hidup mikroskopik seperti bakteri memiliki habitat alamiah berbeda-beda. Mulai dari lingkungan non organik seperti di tempat sampah dan tanah. Di sisi lain bakteri juga dapat ditemukan di lingkungan organik seperti pada tumbuhan dan organ makhluk hidup.
Jika ditinjau dari estetika dan kesehatan biasanya bakteri dapat digolongkan sebagai bakteri baik dan jahat. Contoh bakteri baik biasanya adalah produk alamiah organ tubuh, yang keberadaannya tidak membahayakan. Seperti banyak ditemukan di usus dan organ vital manusia, khususnya wanita. Sedangkan bakteri jahat yang sifatnya perusak dapat pula digolongkan dan ditemukan di lingkungan organik dan non organik. Seperti keberadaan bakteri yang sifatnya menular ke organisma hidup yang lain, seperti penularan mycobacterium tuberculosis, bakteri penyakit TBC pada manusia.
Bakteri yang Merangkap Multi Bidang
Seperti halnya penyakit yang disebabkan dari bakteri, jika E. Chrysanthemi berusaha ditangani oleh orang yang tidak tepat, informasinya dapat membahayakan. Terutama jika pembahasan E. Chrysanthemi melebar (lebih tepatnya dilebarkan) ke ranah politik.
Rupanya bakteri E. Chrysanthemi dapat dijadikan alat suatu golongan tertentu untuk memojokkan. Seperti terjadi pada ahli hukum dan politik yang berusaha memengaruhi pendengarnya dengan informasi yang berlebihan dan menyesatkan demi memuaskan hasrat dan tujuan kepentingannya sendiri.
Bayangkan jika E. Chrysanthemi berusaha dimasukkan ke ranah ekonomi dan politik. Agaknya berlebihan jika pengaruh bakteri E. Chrysanthemi dapat memengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Disebutkan, dengan tersebarnya bakteri yang diimpor dari Tiongkok merupakan suatu bentuk infiltrasi dan subversif dari golongan tertentu untuk meruntuhkan perekonomian Indonesia. Ujung-ujungnya pemerintah pusat pula yang -harus- disalahkan. Padahal isu bakteri E. Chrysanthemi sudah lama mendiami Indonesia sebelum santar terdengar di cabai.
Menurutnya cabai yang terkontaminasi bakteri E. Chrysanthemi dapat mengakibatkan kegagalan panen yang menyebabkan pendapatan negara anjlok. Padahal di sisi lain kalau mau melihat lebih teliti banyak sekali agen penyumbang perekonomian negara selain dari cabai. Mungkin lain halnya jika bakteri E. Chrysanthemi dapat menurunkan pendapatan petani cabai. Mungkin masuk akal. Paling tidak dari kasus E. Chrysanthemi di Indonesia sebelumnya ternyata tidak terlalu memengaruhi kondisi perekonomian Indonesia secara garis besar.
Demi mendengar informasi E. Chrysanthemi melebar sampai ke ranah hukum, ekonomi, dan dimanfaatkan untuk situasi perpolitikan di Indonesia, setidaknya bagi mahasiswa Biologi dan Kedokteran bisa lebih santai menertawakan.
0 notes
Text
Sandwich Artifisial di Perumahan
PT. Jakarta Garden City (selanjutnya disebut PT. JGC) sedang membangun proyek perumahan di area Jakarta Timur. Area yang ditempati awalnya merupakan lahan basah berupa pesawahan yang sangat luas di perbatasan antara Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bekasi.
Proyek terbaru sudah berlangsung hampir dua tahun lamanya. Sepertinya memang diperuntukkan kawasan perumahan, ruko, mall, danau, area rekreasi, taman beserta akses infrastruktur yang strategis.
Pada mulanya lahan yang ingin ditempati merupakan area pesawahan terluas di Jakarta. Pemilik mula pesawahan tersebut adalah penduduk asli setempat, yang dipindahkuasakan kepemilikan ke PT. JGC
Dahulu, penduduk setempat sering menggantungkan kebutuhan hidup dari pesawahan sekitar. Aktifitas mereka seperti sedia kala orang-orang pedesaan umumnya: bercocok tanam, bertani, berkebun, memancing, menjaring, dan menjala ikan. Tidak dinyana sama sekali, letak keberadaan dan aktifitas mereka terlihat sangat kontras jika dibandingkan dengan kegiatan perkotaan besar seperti Jakarta pada umumnya. Maka orang yang tidak mengetahui, atau baru bertandang ke Ibu Kota pasti akan terheran melihat area pesawahan luas beserta aktifitasnya di image perkotaan yang super sibuk dan modern.
Hingga pertengahan tahun 2013, penduduk area tersebut masih melangsungkan aktifitas alaminya tersebut, dan pada saat ini sedang dibangun mega perumahan di sekitar. Berhektar-hektar sawah digusur, lahan pertanian ditimbuni tanah urugan setinggi hampir dua meter, menyebabkan pemandangan yang kontras lagi timpang. Dahulnya pemandangan sekitar serba hijau dan asri, kini berubah total menjadi hamparan daratan luas seperti padang pasir. Sesekali terlihat peralatan proyek, bulldozer, beko, antrean panjang truk-truk besar, alat berat pemancang tiang, tumpukan besi, pasir, kerikil, dan pekerja proyek yang hilir mudik memulai aktifitasnya. Selebihnya adalah bentangan tanah merah luas yang telah diratakan.
Akibat massive-nya urugan tanah merah, area penduduk menjadi dataran yang paling rendah seperti terisolasi di kolam perkampungan. Banyak penduduk yang khawatir kelak tempat tinggalnya dihuni tetap genangan air seperti lazimnya area Jakarta yang lain, padahal berabad-abad silam daerah tersebut belum pernah sama sekali mengantongi banjir.
Lebih miris lagi, proyek yang sedang berlangsung otomatis berimbas ke segi pendapatan penduduk sekitar. Diperkirakan pendapatan mereka bisa longsor drastis. Bayangkan, dari mulanya penduduk biasa mengantongi berton-ton gabah dan sayur mayur, kini harus merasakan penderitaan yang sama sekali tidak kepalang tanggung. Kini penduduk sekitar hanya sesekali menutupi kebutuhan lewat mengais besi-besi ringan di area timbunan proyek. Besi-besi ringan yang sifatnya sampah dari tanah urugan, bukan hasil curian besi-besi untuk perumahan. Perubahan kental terlihat dari mulanya memunguti hasil tumbuh-tumbuhan beralih ke besi-besi karatan yang dicabut dari lumpur dan tanah merah. Mereka merasa kesulitan dan serba salah berada di posisi yang sama sekali tidak memihak. Kesulitan penghidupan dari peralihan pencarian kebutuhan di lahan basah ke lahan kering merupakan cobaan hidup baru penduduk sekitar.
Dahulu kala penduduk sekitar bisa diibaratkan tikus tua yang mati di lumbung padi. Kekenyangan lagi makmur yang sekiranya bisa dikatakan lebih dari cukup untuk para sesepuh tidak repot-repot bertandang ke kantor setiap hari. Namun kekhawatiran baru muncul, lumbung padi tersebut telah diratakan bulldozer. Akankah generasi berikut mati di kurungan besi dan baja kuat yang tidak bisa menjamin kebutuhan di lahan yang sudah dikelilingi tembok beton?
Dari kisah salah satu sesepuh sekitar, Pak Sukardi (60) menyatakan bahwa dahulu kala penduduk yang sudah uzur bisa pergi ke rawa yang jauhnya tidak lebih dari satu kilo meter. Perlu digambarkan bahwa sebelum sampai ke rawa-rawa, penduduk hanya perlu melewati bentangan pesawahan luas. Jika kawasan ini difoto udara atau dilihat dari satelit, akan terlihat jelas empat perkampungan yang dikelingi pesawahan yang luas. Posisinya tepat berada di tengah-tengah bentangan pesawahan.
Beliau melanjutkan kisahnya, ada perkampungan sekitar yang diberi nama Rawa Makmur karena posisinya persis bersebelahan dengan rawa. Penamaan kampung tersebut bukan tanpa alasan, karena pada dahulunya rawa tersebut cukup untuk menghidupi keluarga sekitar. Ya, penduduk hampir menggantungkan hidupnya dari hasil tangkap ikan dan tumbuhan yang hidup di sekitar. Penggambaran yang dijabarkan beliau cukup untuk para pendengar bisa merasakan mirisnya peralihan zaman yang berdampak pada perubahan lingkungan sekitar. Lambat laun, seiring seringnya ikan-ikan ditangkapi tanpa perhitungan jangka panjang, bibit-bibit ikan dan ekologi sekitar mulai berkurang. Hingga kini rawa tersebut hanya berfungsi sebagai waduk air.
Pak Sukardi melanjutkan kisahnya, pada dekade tahun ‘70 sampai '80-an sebelum pemerintah gencar membangun akses infrastruktur yang memadai, akses penduduk sekitar sudah terbiasa berjalan kaki di lingkungan yang kering saat musim kemarau, dan penuh lumpur pada musim hujan. Tidak ada penerangan sama sekali karena penduduk sekitar hanya mengandalkan obor dan lilin buatan. Bahkan aktifitas anak-anak di malam hari ramai bermain di lapangan yang kosong, memainkan permainan tradisional umumnya masyarakat Indonesia tempo dulu dibantu penerangan obor yang terbuat dari tangkai pepaya yang diisikan minyak tanah dan sumpalan sumbu yang terbuat dari kain. Apalagi jika suasananya terang bulan. Begitu semarak.
Tumbuh-tumbuhan masih tersebar luas, pepohonan rimbun dan buahnya masih bisa dipetik siapa saja. Di pinggiran utara daerah ini dahulunya terdapat danau-danau mini yang tersebar, ditemani tumbuhan bambu serta semak-semak ringan. Area utara ini dipergunakan penduduk sekitar untuk mandi, mencuci, dan mengambil air minum. Jika diteropong dari letak geografis ke utara, daerah ini berdekatan dengan pantai. Jaraknya kurang lebih empat puluh kilo meter. Pada pagi hari angin laut meniupkan semilir angin yang sejuk karena fungsi danau-danau kecil dan tumbuhan sekitar bisa dikatakan seperti air conditioner alami ke seluruh penjuru kampung. Kesejukan yang dirasakan bisa sebanding dengan daerah pegunungan.
Kabut-kabut pekat dan ringan pun masih menjalar dan menyelimuti area tersebut di pagi hari. Udara dingin menjalar dan menyelimuti seluruh tubuh, dinginnya hingga menusuk tulang. Namun kondisi tersebut tidak menumbangkan kegigihan aktifitas alamiah penduduk sekitar untuk bangun di pagi buta dan mandi di danau kecil yang segar. Ketika air mulai merayap ke seluruh badan, hawa panas tubuh menguap dan membentuk asap ringan dari sekitar punggung dan mulut.
Ada yang unik, lanjut Pak Sukardi, dahulu kala pada saat kendaraan belum merebak seperti sekarang, pemuda hanya berjalan kaki untuk pergi ke kantor dan pabrik. Pada saat jam pulang kerja, biasanya pemudi dijemput kakak atau ayahnya, juga dengan berjalan kaki. Belum ada jam lembur untuk yang perempuan. Negoisasi jam kerja bagi wanita pun masih “lentur”. Pada saat itu hak-hak pekerja lebih diprioritaskan. Keadaannya tentu berbanding terbalik jika dibandingkan dengan sekarang.
Jika dahulunya akses menuju kawasan ini masih penuh lumpur jika musim hujan, sekarang sudah dilapisi aspal seperti jalan umumnya. Berbagai macam kendaraan bermotor bisa masuk tanpa merisaukan akses yang buruk. Hanya saja aspal yang dibangun di permukaan bekas tanah yang labil menyebabkan pemerintah meninjau ulang pada bagian aspal yang amblas.
Kondisinya tak jauh berbeda dengan proyek PT. JGC yang membangun akses untuk perumahan. Berkali-kali timbunan tanah setinggi satu meter untuk jalan harus mengalami amblas. Belum lagi kendaraan berat yang melintas. Akibatnya jalan rusak seperti kasus-kasus serupa sebelumnya.
Agaknya PT. JGC harus mengkaji ulang perihal konstruksi lahan dan lapisan yang digunakan untuk membuat jalan. Dari kasus di lapangan, PT. JGC hanya menimbuni lahan pesawahan dengan tanah merah setinggi hampir satu meter, kemudian dilapisi batu-batu kapur dengan ketinggian kurang lebih empat puluh senti meter.
Dari timpangnya volume lapisan tanah yang tidak sebanding dengan batu-batu kapur di atasnya bisa menyebabkan permukaan tanah merah di bawahnya naik saat musim hujan. Belum lagi akibat beban kendaraan yang sering melintas. Sesekali terlihat lapisan puing bebatuan untuk menambal daerah yang masih amblas. Setelah terlihat memungkinkan, jalanan tersebut dilapisi aspal lagi. Kemudian apa yang terjadi? Ya, masih amblas.
Bayangkan, kontur lahan pesawahan yang dilapisi tanah merah rupanya tidak terlalu menolong. Lambat laun tanah merah tersebut harus menyatu dengan dasar lahan pesawahan. Jika di salah satu bagian lahan dasar (yang basah) tidak cukup stabil menopang volume timbunan, akibatnya tidak terlalu menolong. Tanah merah tersebut tidak cukup stabil menopang beban bebatuan dan kendaraan yang melintas di atas lahan pesawahan yang basah.
Lantas, apakah ada kesalahan perhitungan dalam volume lapisan jalan yang berdampak buruk seperti itu? Jawabannya tentu iya atau tidak.
Para konstruktor jalanan di PT. JGC boleh berbesar hati dengan perhitungannya. Hanya saja cukup sebatas di perhitungan jangka pendek panjang dan beban yang melintas tidak terlalu berat dan massive, contohnya untuk para pejalan kaki atau sepeda.
Untuk menghasilkan jalanan yang layak jangka panjang, perhitungan volume lapisan jalanan harus dirubah serta membutuhkan banyak waktu. Para konstruktor dituntut jeli mempertimbangkan proses penimbunan seiring waktu dan bergantinya musim. Paling tidak diperkirakan dalam prosesnya membutuhkan waktu satu tahun atau lebih untuk volume lapisannya benar-benar bisa menyatu di lahan yang basah. Karena menurut saya ada perbedaan yang cukup jelas antara menyikapi lapisan aspal di lahan jalanan yang sudah ada (definitely by nature) dan jalanan yang baru akan dibuat (definetely by artificial).
Jika berbicara tentang kestabilan jangka panjang, lapisan paling bawah hendaknya memakai bebatuan besar setinggi satu meter. Kemudian di atasnya bisa dilapisi dan diratakan dengan bebatuan kecil atau kerikil. Demi fondasi bebatuan besar bisa stabil di atas lahan basah juga memerlukan waktu paling tidak satu tahun atau kurang agar bebatuan besar tersebut benar-benar tertanam semampu batas volume beban menyentuh dasar lahan basah yang keras. Sebisa mungkin kadar air di lahan basah nantinya terkalahkan dengan besaran volume kadar kering dari bebatuan besar tersebut.
Fungsi lapisan dasar berupa bebatuan besar guna menjaga kadar basah lahan sekitar tidak memengaruhi kontur volume lapisan kadar kering jalan yang kelak -bisa- menggoyahkan kestabilannya ke depan. Setelah itu dilapisi aspal dan bisa dipergunakan.
0 notes
Text
Maria Kristin dan Atlet Pemula
Siapa yang tak mengenal Maria Kristin Yulianti? Atlet bulu tangkis tunggal putri, yang menyambar medali perunggu lewat pukulan-pukulan netting diagonalnya yang terkenal di Olimpiade Beijing 2008 lalu pernah menjadi perbincangan viral di kancah bulu tangkis Indonesia. Wanita kelahiran Tuban, 25 Juni 1985 silam ini mengaku awal mula mencintai bulu tangkis atas dasar dorongan dan motivasi ayahnya. Meski pada mulanya ia mengaku tak begitu tertarik, namun seiring upayanya mengukir prestasi-prestasi di berbagai kejuaraan berhasil memupuk passion-nya. Bahkan, wanita yang kerap disapa Kristin oleh temannya, bersedia mengabdikan diri melatih bakat anak-anak muda Indonesia di yayasan P.B. Djarum Kudus setelah cedera di lutut. Sebuah yayasan beasiswa bulu tangkis yang dulu pernah memupuk bakatnya.
Saya tidak begitu erat berhubungan dengan dunia bulu tangkis semenjak masanya memudar di lingkungan. Setidaknya dulu bagi saya cabang olahraga ini sangat digemari anak-anak seusia, bahkan bisa dikatakan cabang olahraga yang saya suka setelah sepak bola -meski tak pernah juara.
Sosok Maria Kristin kembali mengingatkan masa-masa kejayaan bulu tangkis di awal-awal tahun 2000-an. Tidak sedikit masyarakat yang rela menghabiskan separuh waktunya untuk berlatih, meski sedang berpuasa sekali pun. Berbagai macam tingkat turnamen sekiranya bisa diikuti. Tak peduli dengan rasa lapar dan dahaga. Semua seolah menjadi asyik tanpa beban jika dijalani dengan penuh kecintaan. Bukannya dengan cinta, semua tampak terlihat begitu mudah dan indah? Ah, saya sedang melantur saja.
Bagi saya semua cabang olahraga manapun, terutama yang melibatkan aktifitas fisik seperti bulu tangkis dan sepak bola dapat menghantarkan pemainnya mencintainya perlahan-lahan. Ada semacam kausalitas tak terjelaskan dari keseringan berlatih bulu tangkis hingga -mengakibatkan- berat sekali untuk sekali saja meninggalkan. Sehari saja tak bermain bulu tangkis serasa ada yang kurang. Pendekatan sementara demi memperjelas hubungan kausalitas di atas adalah kecenderungan aktifitas fisik yang digembleng secara rutin mengakibatkan otot raga secara sistemik menagih candu peregangan olah fisik di saat tubuh mulai membutuhkan.
Tubuh memiliki fase awamnya ketika baru terlibat, semacam perasaan ketidaksukaan pada olahraga hingga ke fase yang kemudian menuntutnya pada “ada yang kurang” jika terlewatkan.
Sebagai contoh, Maria Kristin belum terbiasa berlatih bulu tangkis, maka wajar apabila ia mengungkapkan tidak suka. Di fase tubuhnya yang belum mencoba bulu tangkis hanya akan menghasilkan penilaian dari sudut pandang pasif-subjektif, bahwa posisinya baru sebatas menilai dan belum terlibat. Dari kasus-kasus yang ditemukan (baca: lebih tepatnya dilihat) di lapangan hanya akan membawanya pada penilaian sendiri: bahwa olah raga bulu tangkis hanya akan melelahkan tubuh atau mengganggu prokrastinasinya.
Dari sini dorongan dan motivasi luar dinilai perlu demi perlahan bisa menghapus stigmanya yang belum tentu benar. Syukur-syukur berani mencoba, atau barangkali kelak bisa menghapus anggapan kelirunya tentang olah raga bulu tangkis. Kasusnya jadi semacam: secara tak sadar mencintai bulu tangkis, namun perlahan-lahan.
Saat pertama kali mencobanya, otot tubuh masih belum beradaptasi pada aktifitas yang “melelahkan” tersebut (di bawah ambang batas prima). Anggapan di awal bahwa olahraga bulu tangkis melelahkan -ternyata- memang benar adanya. Ya, melalui pembuktian langsung (praktik) di lapangan kembali menuntunnya pada pilihan yang dilematis: lanjutkan atau tidak sama sekali.
Jika pilihannya jatuh di kedua, kasusnya selesai. Ia bisa kembali melanjutkan aktifitasnya di luar olahraga bulu tangkis, atau sekadar menjadi penonton yang masih mencari bukti empiris menghapus keraguan bahwa bulu tangkis melelahkan. Sebaliknya apabila ia memilih melanjutkan, maka akan ada kejutan-kejutan baru yang ditemukan. Entah kejutan yang sifatnya shocking, trance, atau prestasi-prestasi kecil yang kelak akan semakin memantapkan langkah barunya.
Pada dasarnya setiap anggota tubuh memiliki batasan daya jangkaunya masing-masing. Sekiranya aktifitas berupa olahraga bulu tangkis memberatkan, tentu fisik mengalami beban tersendiri yang akan memengaruhi kondisi psikis apabila dilakukan dengan cara-cara yang tidak mengikuti prosedural. Maka tidaklah aneh bagi pemula yang sering merasakan sakit setelahnya, sehingga kapok pada akhirnya. Entah berupa urat dan persendian yang terkilir, otot yang kejang atau kram otot, atau sejenisnya.
Ada beberapa kasus di lapangan yang menuntut atlet mencintai bidang olahraganya perlahan-lahan. Semacam sebuah keputusan dari awal menggeluti bidang bulu tangkis, yang mau tidak mau harus dilakoni. Sering ditemukan camps pelatihan khusus yang memang sedari awal diperuntukkan atlet membangun profesionalitasnya sedini mungkin. Biasanya camp pelatihan cabang olahraga dalam pembentukan skill memiliki ramuan syllabus pelatihan tersendiri yang sifatnya membimbing, melatih, dan memupuk passion sang atlet secara perlahan-lahan. Camp pelatihan atlet sudah barang tentu pula memiliki resep ajaib bagaimana menghadapi atlet pemula, serta berkaitan dengan isu-isu distraksi yang lazim diidap sang atlet. Beruntung sekali jika kemauan sang atlet dibina dan dipupuk sesuai standar prosedur profesional.
0 notes
Text
Teori Ikan Bawal
Pengertian teori yang berkembang di masyarakat terutama Indonesia bertolak belakang dari yang sesungguhnya. Di lingkungan sehari-hari atau pergaulan sering kali didengar bahwa teori hanya sebatas teori dan belum terbukti sama sekali. Lantas benarkah demikian?
Pada dasarnya istilah teori yang berkembang di pergaulan didasari dari suatu obrolan ringan yang mengarah ke suatu pendapat. Layiknya kebebasan berpendapat di Indonesia, semua orang berhak melontarkan haknya tersebut, yang memang secara khusus telah diatur di konstitusi negara.
Begitu pun di lingkungan pergaulan. Jika terdapat suatu tema yang layik diperbincangkan, terlebih yang menuai kontroversi, tidak sedikit yang berupaya agar segala pendapatnya didengar. Bahkan tidak jarang pula, dari sekian ragam pendapat yang dilontarkan, berujung pada perdebatan yang tak berkesudahan.
Ungkapan, “Itu, kan, hanya teori.” acapkali didengar dari pihak yang merasa keberatan karena mungkin bertolak belakang dengan pemahaman atau pengalaman pribadi.
Sebagai contoh kasus perilaku ikan bawal di pemancingan. Sebagian berpendapat ikan ini memiliki sifat berkelompok sehingga para pemancing memasang kail lebih dari dua (bercabang) pada satu benang. Mudah saja menurutnya, jika kelompok ikan bawal melewati benang pancing, mata kail yang mana sekiranya langsung berhadapan dengan ikan yang sedang mencari makan. Seandainya salah satu ikan bawal tertarik di satu dari tiga kail, maka peluang pemancing mendapatkan ikan bawal terbuka di depan mata.
Bagi mereka yang setuju upaya memasang mata kail lebih dari satu karena perilaku ikan bawal berkelompok, tidak ada salahnya dan sah-sah saja. Bisa jadi sebagai masukan baru bagi pemancing pemula.
Sebaliknya dengan tambahan modal keragu-raguan, sebagian bisa terang-terangan menolak pendapat tersebut dan berkata, “Ah, itu kan cuma ‘teori’. Belum tentu bisa dipastikan kalau sifat ikan bawal, tuh, senang berkelompok. Bagaimana jika ia sedang galau dan memisahkan diri dari kelompoknya. Bisa saja, kan? Biasanya ikan bawal yang sedang galau cenderung memiliki nafsu makan yang besar, lho.” Sanggahan kritis dengan umpan jokes ringan namun mengena di logika seperti ini biasanya sebagai signal untuk jangan terlalu serius di obrolan non-formal a la pergaulan.
Di lain kesempatan ada pula yang melontarkan obrolan sekaligus masukan bahwa pola makan ikan bawal cenderung moody. Maksudnya, ikan bawal memiliki selera makan yang berubah-ubah sesuai dengan kondisi. Jika kondisinya sehabis turun hujan, biasanya cenderung rakus.
Ada pula yang berusaha meracik umpan premium dengan tambahan susu, telur, mentega agar ikan bawal tertarik menyambar. Rupanya kepiawaian pemancing dalam meracik umpan turut diperhitungkan ikan-ikan di kolam pemancingan.
Seandainya di suatu kolam pemancingan terdapat lebih dari tiga orang yang memiliki racikan umpan berbeda-beda, ikan bawal akan tetap konsisten memilah jenis umpan racikan pemancing yang sesuai dengan seleranya. Bahkan tidak jarang jika umpan tersebut dirasa cocok, pemancing lain yang memiliki racikan berbeda akan diabaikan ikan-ikan seharian. Bisa dibayangkan jika cuma satu pemancing saja yang disambar berkali-kali, bisa-bisa yang lain tidak kebagian dan pulang gigit jari.
Lantas dari kasus di atas apakah bisa dikategorikan sebagai teori memasang kail dan meracik umpan untuk ikan-ikan bawal?
Ada jurang pemisah yang sulit sekali dibedakan di telinga pergaulan antara mana yang benar-benar teori (theory) dan yang sekadar pendapat (opinion). Tampaknya sahabat-sahabat di sana tidak terlalu ambil pusing mengenai perbedaan keduanya, sehingga hal yang seharusnya bisa dibedakan dengan jelas (konkret) menjadi acak (random) di telinga dan pemahaman.
Pada prinsipnya sebuah teori bisa dikatakan murni teori manakala sebuah hipotesa dapat dibuktikan melalui fakta-fakta dan data yang melingkupinya, sehingga bisa ditarik kesimpulan secara logis yang mengarah pada suatu kesimpulan atas jawaban hipotesa di awal tadi. Sebagai contoh catatan Darwin yang menyatakan bahwa makhluk hidup cenderung beradaptasi dan bertahan hidup di lingkungannya, berangsur-angsur pula telah membentuknya menjadi di rupa dan keadaan sekarang. Proses ini dimuat dalam teori Evolusi yang membutuhakan waktu tidak sedikit, bahkan hingga ribuan tahun. Teori ini pun telah dibuktikan melalui penelitian langsung dan catatan-catatan fosil para ilmuan.
Begitu pula dengan gravitasi, yang secara khusus (dan umum) dapat dijelaskan di teori Relativitas. Sebelumnya Newton hanya dapat menjelaskan konsep kerja gravitasi melalui tiga hukum gravitasi. Namun Einstein adalah orang pertama yang dapat menjelaskan gravitasi melalui teori, bahwa menurut sudut pandang teori relativitas ruang dan waktu tidak lagi menjadi mutlak (absolute). Teori ini pun telah terbukti melalui pengamatan cahaya bintang yang dapat dibelokkan langsung oleh massa yang lebih besar pada saat terjadinya gerhana matahari. Secara matematis pun telah absah dengan rumusnya yang terkenal, E = MC^2.
Baik teori Evolusi atau Relativitas keduanya merupakan contoh betapa suatu teori benar tidak main-main adanya karena telah didukung dan dibuktikan fakta-fakta yang menguatkan. Meski keberadaan sebuah teori bisa saja tergantikan atau terbarui, dengan catatan harus terdapat fakta-fakta baru yang menguatkan pula.
Kalau begitu apa bedanya dengan pendapat (opinion) yang bisa berlainan. Kasusnya sama seperti sebuah teori yang bisa diperbarui sehingga bisa beragam jenisnya. Bukankah teorinya (theory) bisa bertambah (muncul baru), mirip dengan ragam jenis pendapat (opinion) pada kasus racikan umpan ikan bawal yang berbeda-beda? Semua pemancing memiliki pendapat (berteori) masing-masing.
Memang sekilas sulit dibedakan pada tambahan-tambahannya. Namun perlu digarisbawahi demi pemahaman perbedaan keduanya bahwa berubah tidak sama dengan berubah-ubah. Teori yang sesungguhnya dapat berubah (objektif) dan memberlakukan yang paling mutakhir. Sedangkan pendapat cenderung berubah-ubah sesuai siapa yang meyakininya berdasarkan pengalaman empirisnya masing-masing (subjektif). Boleh-boleh saja berpendapat, asal bisa membedakannya dengan teori.
0 notes
Text
Catatan untuk Pengguna Android dan Studi Kasus
Merasa direpotkan virus-virus Android bukan suatu hal yang baru. Berbagai macam variasi virus mulai dari adware, malware, ransomware hingga ke bentuk visual yang sama sekali tidak mencurigakan -namun diam-diam sifatnya merusak- acapkali melanda pengguna system besutan Google. Untuk bagian terakhir, yang diam-diam mematikan, saya punya kisahnya di bawah.
Adalah teman saya sendiri yang kali ini merasa direpotkan. Pada mulanya ia merasa Android miliknya tidak ada yang mencurigakan. Dari hasil pemakaian, kurang lebih selama dua setengah tahun, terlihat biasa-biasa saja. Sampai pada akhirnya naga api menyerang.
Sebelum naga api menyerang, sebetulnya saya sudah mulai curiga dari pemakaian browser tertentu yang sifatnya meresahkan meski acapkali dinilai aksesnya lebih ringan dan cepat. Ditambah dengan pemasangan aplikasi yang sifatnya tidak begitu penting dan mumpuni untuk sebuah system Android, yang seringkali dinilai perlu untuk membebaskan memori RAM yang sumpek dan padat akibat seringnya pemakaian. Demi satu tujuan: lancar jaya.
Tidak banyak yang menyadari bahwa aplikasi berlogo sapu banyak dibahas di forum Android karena sifatnya berkamuflase melalui tagline cleaning the system, menyapu bersih chache, cookies, dan history browser yang tersimpan di memori RAM yang akan mengakibatkan Android berjalan lambat. Padahal kalau mau sedikit usaha, Android sendiri menyediakannya tanpa risiko yang tinggi.
Dari hasil penelitian yang didapat, aplikasi sapu pembersih (tidak semua) dapat menjalankan program tertentu yang sifatnya melacak dan mencuri. Aplikasi tersebut dapat mendeteksi input keyword, password, dan segala hal penting lainnya berkaitan dengan informasi data pengguna yang sifatnya pribadi.
Tanpa disadari dalam hitungan permili detik, ketika Android mulai terhubung ke Internet, data-data pribadi -termasuk akun bank telah berpindah tangan. Sedikit terkesan seram? Ya, namun saya tidak sedang menakut-nakuti.
Bagaimana aksi aplikasi tersebut bisa melacak informasi penting dan pribadi padahal selama ini pengguna Android hanya menjalankan program pembersih, yang dinilai tidak mencurigakan?
Seperti yang telah dibahas bahwa aplikasi tersebut memiliki keunggulan yang cukup familiar, dan diyakini tidak membahayakan pengguna Android langsung. Jika dilihat dari jumlah pengunduhnya sendiri pun terbilang tidak sedikit. Ketika pengguna merasa kerepotan akibat Androidnya berjalan lambat, secara bawaan akan menjalankan program tersebut. Pada saat aplikasi mulai menjalankan programnya di balik layar, bukan hanya berupa pembersihan (cleaning) sampah pemakaian, diam-diam aplikasi melakukan scanning atau bahkan tracking. Ini yang saya maksudkan dengan istilah diam-diam namun mematikan.
Pada saat menjalankan aplikasi cleaning memori RAM Android, yang dapat dipantau dari muka layar sebetulnya diam-diam menyebarkan program-program scanning dan tracking data-data yang terekam oleh system. Mereka mengumpulkannya di balik layar untuk kemudian suatu saat dipindahtangankan ke server lain melalui sambungan Internet. Saat data-data pengguna sudah terkumpul di server, bukan hal yang mustahil data-data tersebut nantinya disalahgunakan. Seperti kasus penggunaan kartu kredit yang biasa ditanam pengguna Android di website online shopping, secara siluman akumulasi kredit membengkak padahal pengguna Android sama sekali tidak melakukan transaksi.
Lebih memungkinkan bahwa program siluman bawaan aplikasi pembersih yang berkamuflase “tidak mencurigakan” ini dapat melakukan tracking konten email. Membaca dokumen-dokumen perusahaan melalui email dan password yang sudah terperangkap, yang mungkin sifatnya tidak boleh jatuh ke tangan pihak ketiga sehingga nantinya akan mengakibatkan privacy perusahaan terbongkar. Sangat menyeramkan dan merugikan tentunya.
Ternyata untuk lebih waspada, pengguna Android tidak hanya dituntut bijak memilih aplikasi yang aman untuk dipasang. Dalam beberapa kasus, seperti kasus yang dialami teman saya, penggunaan Internet untuk akses ke situs pornografi bisa sangat membahayakan dan membuka celah baru untuk virus dapat masuk.
Sebagaimana yang telah dilansir dari laman situs keamanan Internet, akses ke situs-situs pornografi penuh dengan muatan iklan. Dari iklan yang terpampang utamanya membantu sokongan situs tersebut untuk dapat survive, maintenance situs dari segi pendapatan yang diperoleh. Namun tidak sedikit pengiklan yang menanamkan virus atau pun adware demi menyusup ke system Android. Selanjutnya bisa diprediksi seperti kasus dan kejadian di atas.
Dari kasus yang dialami teman saya, Android berjalan tidak semestinya: beberapa aplikasi tidak berjalan, sinyal Wi-Fi kedip-kedip, Google Play Store tidak berfungsi, aplikasi yang tidak diinginkan terpasang tanpa persetujuannya melalui sambungan Internet di browser, dan yang lebih parah seringkali muncul jendela kecil pemberitahuan di layar bahwa ada beberapa program yang tidak aktif berjalan. Munculnya pemberitahuan melalui jendela kecil ini memiliki intensitas perdetik dan berkali-kali tiada henti di layar. Bahkan pada saat Android sudah dilakukan factory reset, jendela kecil ini tetap saja membandel.
Dengan penuh kesabaran, beberapa aplikasi yang mencurigakan terpaksa dihentikan secara manual. Itu pun masih dengan gangguan jendela kecil yang muncul tiada henti barusan.
Masih dengan penyelidikan dan perhitungan manualnya, teman saya berupaya memasang antivirus dari komputer. Upaya ini pun nyatanya tidak menuai hasil yang diharapkan. Akibat usaha manual sebelumnya, menghentikan aplikasi yang mencurigakan, tanpa disadari aplikasi pembaca system Android yang penting turut tidak aktif sehingga komputer tidak bisa membaca perangkat. Satu-satunya adalah mengunduh antivirus melalui komputer dan memasangnya dengan bantuan memori eksternal.
Derita tidak sampai di situ. Setelah berhasil memasang antivirus di Android, ia masih dihadapkan dengan kesulitan proses registrasi di awal pemasangan melalui server online antivirus. Pasalnya intensitas kemunculan jendela kecil di layar bertambah banyak sehingga akselerasi jemari tangan sulit sekali mengimbangi. Sangat mengganggu bahkan tidak ada celah sedikitpun untuk mendaftarkan antivirusnya. Pada akhirnya anti-klimaks. Setelah melakukan usaha yang lama dan tidak gampang, Androidnya mati total.
Sebagai antisipasi kejadian seperti contoh kasus di atas, saya merekomendasikan pengguna Android memasang antivirus. Biasanya antivirus akan memblokade beberapa situs yang membawa adware ketika sedang menjelajah Internet, serta sifatnya yang mengamankan Android langsung. Jangan sekali-kali melakukan rooting Android karena akan mengakibatkan rentannya system Android sehingga memudahkan virus menyusup ke system langsung. Terakhir sebaiknya hindari pemasangan aplikasi yang tidak perlu.
0 notes
Text
Mengeja Kembali 28 April Sebagai Hari Perpuisian Nasional
Belakangan ini, beberapa kalangan seniman sepakat bahwa pada hari kelahiran sastrawan Chairil Anwar, 26 Juli sebagai hari puisi nasional. Hal ini tentu saja berseberangan dengan pendapat pada umumnya, yang menyatakan bahwa hari puisi nasional diselenggarakan tepat di hari kematian Chairil Anwar, yaitu pada 28 April.
Usut punya usut, rupanya kesepakan para seniman yang menyatakan hari lahir Chairil Anwar sebagai hari puisi nasional bukan tanpa alsan. Ditengarai tanggal 26 Juli sebagai tonggak mengenang hari lahirnya tokoh Chairil Anwar sekaligus hari perpuisian nasional.
Bukan tanpa alasan, di Indonesia sendiri rupanya untuk mengenang hari bersejarah lazim menggunakan hari lahir tokoh yang bersangkutan. Sebut saja R.A. Kartini, yang memperjuangkan emansipasi wanita, lahir pada 21 April 1879. Secara rutin pula setiap tanggal 21 April dirayakan sebagai hari Kartini. Begitu pula dengan hari Pahlawan Nasional yang jatuh setiap tanggal 10 November, ditengarai dari peristiwa bersejarah melawan tentara sekutu di Surabaya pada tahun 1945. Kemudian di setiap tanggal 17 Agustus pula seluruh lapisan masyarakat Indonesia serempak memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Selaras dengan proklamir Ir. Soekarno untuk kemerdekaan Indonesia seutuhnya.
Dari beberapa contoh penisbatan hari bersejarah yang telah ditetapkan di atas, seluruhnya bermuara pada satu: hari permulaan (starting point) sebagai cikal bakalnya. Lantas, ada apa dengan hari puisi nasional yang selama ini dilekatkan tepat di hari kematian Chairil Anwar. Seolah juga berseberangan dengan keidentikan pengambilan hari bersejarah di Indonesia lazimnya, yang notabennya berada pada suatu permulaan bersejarah.
Meski beberapa kalangan seniman terkemuka telah sepakat hari perpuisian nasional diselenggarakan tepat di hari kelahiran Chairil Anwar, seperti yang telah disebutkan. Rupanya langkah penetapan tersebut tidak membuat masyarakat Indonesia surut untuk merayakan hari puisi nasional tepat pada hari kematian Chairil Anwar.
Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan masyarakat Indonesia tetap berkiblat pada tanggal 28 April sebagai hari puisi nasional. Diantaranya; keterbatasan akses pengetahuan perubahan yang telah diikrarkan dari hasil pertemuan seniman tersebut, atau publikasi yang kurang memadai karena memang selama ini yang turut aktif di dalam kegiatan-kegiatan seniman hanya kalangan tertentu saja. Kemudian penetapan tanggal 28 April sudah terlanjur dikenal luas oleh masyarakat sehingga tanpa disadari telah mengakar kuat dan sulit untuk dilakukan perombakan ulang. Ditambah penetapan hari puisi nasional memang belum secara resmi ditetapkan oleh pemerintah, sehingga menegaskan segala sesuatu yang muncul dari kesepakatan masyarakat secara alamiah sulit dibendung.
Akan tetapi saya memiliki pendapat berbeda. Beberapa kalangan boleh berupaya melakukan perombakan ulang penetapan hari puisi nasioanal dengan alasannya tersendiri, meski tetap bermuara pada satu atap tokoh yang sama, Chairil Anwar. Di sisi lain penetapan tanggal 28 April tidak hanya menyentuh tokoh yang dikenakan. Dalam artian masyarakat Indonesia turut memperingati hari kematian Chairil Anwar sebagai hari puisi nasional tidak melulu berkutat di segala hal yang harus dikenang pada sosok Chairil Anwar. Lebih dari itu masyarakat Indonesia secara tidak langsung melanjutkan tradisi berpuisinya meski secara simbolik, lebih tepatnya in reality tokoh yang dikenakan sudah meninggal.
Kecenderungan masyarakat Indonesia untuk melanjutkan tradisi berpuisinya dinilai sangat tepat di hari kematiannya, mengingat salah satu puisinya yang terkenal, Aku, Chairil Anwar pernah menuliskan, “Aku mau hidup seribu tahun lagi.”
Jika menghitung umur manusia pada umumnya, dalam hal ini Chairil Anwar, secara biologis mustahil sanggup bertahan hidup sampai usia seribu tahun lamanya. Ditambah penyair yang telah berkomitmen menggeluti bidangnya semenjak usia lima belas tahun ini meninggal di usia yang sangat muda, yaitu 27 tahun. Adalah hal yang wajar jika masyarakat berduyun-duyun sepakat melanjutkan jiwanya, semangatnya yang tidak pernah padam.
Kecenderungan untuk melanjutkan tradisi berpuisi ini pula sejatinya yang sudah tertanam pada masyarakat. Seluruh lapisan masyarakat tidak ada yang tidak mengenal bagaimana cara menuangkan emosi melalui puisi. Mulai dari tingkat pelajar yang sudah mengenal baca tulis hingga mereka yang secara khusus mempersembahkan jalur hidupnya sebagai seorang sastrawan atau penyair.
Di sini ada esensi yang berkesinambungan antara rangkaian kutipan puisi yang ditulis Chairil Anwar dengan tradisi berpuisi lapisan masyarakat. Disamping pula untuk turut mengenang tokoh pelopor perpuisian modern ini. Sekaligus menegaskan bahwa sejatinya tradisi berpuisi tidak hanya dimiliki oleh salah satu tokoh atau kalangan tertentu saja karena sifatnya yang universal.
0 notes
Text
Kontemplasi yang Lain
Detik ini saya sedang rebahan di kasur, mengayun-ayunkan selembar kertas di tangan kanan sambil berpikir, kira-kira apa yang digugatkan teori relativitas umum yang menyatakan relatif dua sudut pandang inersia, yaitu saat terdapat dua orang mengamati posisinya dalam keadaan diam di tempat berlainan, akan mengalami penilaian berbada satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, dalam kasus orang pertama diam di bumi secara matematis memiliki nilai sigma x nol, sedangkan orang kedua di pesawat, meski pun dia memiliki nilai perhitungannya tersendiri di balik keberadaannya di dalam pesawat, bahwa satu langkahnya di pesawat akan berbeda manakala dinilai melalui sudut pandang orang pertama di bumi, yang mempunyai nilai sigma x nol tadi.
Detik ini saya pusing menggabungkan alasan kenapa saya mengayun-ayunkan kertas di tangan kanan sambil terus menatap dan berpikir, karena baru saja terlintas pikiran skeptikal tentang sebuah bacaan yang sedikit menginspirasi.
Sampai sini masih loading…
Akhirnya ketemu, bahwa kertas yang sedang saya ayun-ayunkan tersusun atas beberapa partikel sub atomic, sampai kepada partikel terkecil yang menyusunnya, yaitu level Electron hingga terkecil, Quarks. Seandainya Quarks memiliki gaya sigma x nol di himpunan partikel penyusun kertas yang sedang saya ayun-ayunkan ini, nilai tersebut tidak berlaku lagi bagi saya sebagai orang yang mengayun-ayunkan kertas tersebut. Berdasarkan hukum relativitas di atas, apa yang dialami Quarks dan saya beda penilaian satu sama lain. Cuma bedanya Quarks hanyalah sebuah sub partikel penyusun Atom, sedangkan saya manusia.
Jadi kesimpulannya, lamunan saya di Sabtu siang ini ingin mengungkapkan penerapan teori relativitas pada sebuah kertas dan saya sendiri.
0 notes
Text
Tahi-Tahi Ayam ICMI dan Kominfo
Baru-baru ini ICMI, sebagai wadah ormas pembawa atribut cendikia, mengemukakan salah satu pendapatnya ke pemerintah untuk segera memblokir Google dan Youtube di Indonesia. Menurutnya, kedua situs tersebut merupakan penyumbang kemudharatan terbesar sekaligus pengikis moral generasi bangsa.
Tak pelak reaksi netizen sontak meramaikan pernyataan langsung dan resmi dari Sekjen ICMI, Jafar Hafsah, yang menyatakan kedua situs tersebut merupakan penyumbang terbesar penyebaran pornografi dan kekerasan. Mulai dari sini konsumen pornografi ketar-ketir, merasa eksistensi “anunya” terancam sehingga ditakutkan gagal tersalurkan. Jafar terbahak-bahak, “Lu, rasain!”
Sayangnya kebanggaan Jafar hanya bersifat sementara, karena setelah melakukan mediasi internal antara pihak ICMI dan Kominfo mendapat suatu kesepakatan yang mungkin sepihak, untuk bersama-sama mendukung pemberantasan pornografi. Arti lanjutannya, pemerintah tidak mungkin memblokade akses ke kedua situs yang masih sangat dibutuhkan keberadaannya, Google dan Youtube.
Dari informasi yang tersebar, anehnya media berulang kali hanya menyebutkan Kominfo telah berupaya membendung akses-akses ke konten pornografi saja, meski yang dituntut juga situs-situs model kekerasan.
Kini, kah giliran netizen yang sedikit merasa terbela. Tidak tahu lagi seperti apa mungkin perasaan konsumen pornografi se-Indonesia, “Terima kasih, Pak Menteri yang pengertian…”
Lubang hidung Jafar melebar, mendengus kuat, “Hhfff…”
Lampu scene mati total. Gelap.
Halo…, di atas baru saja saya melakukan dialog interaktif secara imajiner melalui studi informatif media dan pernyataan situs resmi ICMI sendiri, antara pihak ICMI dan netizen se-Indonesia, terutama yang kontra terhadap usulan pemblokiran Google dan Youtube.
Dari keyword pemblokiran Google dan Youtube, sebetulnya para netizen telah memahami bahwa seharusnya yang jadi target pemblokiran, ya harus situs Google dan Youtube. Logika kentutnya mengatakan, jika kedua situs tersebut diblokir, yang jelas tidak akan ada lagi yang namanya konten pornografi dan kekerasan di Internet. Pangkas dahulu induknya, biar nanti yang kecil-kecil juga ikut binasa. Begitu kira-kira logika Sekjen Jafar Hafsah. Sebegitu lesehan, kah logikanya?
Pada bagian ini menarik. Saya curiga ICMI telah melakukan riset ecek-ecek yang mendalam. Berbekal dari keyword apa saja yang paling banyak diminati dan dicari di mesin pencari seperti Google. Berbekal riset Google, seolah ICMI sedikit tidak terima karena mayoritas pencarian keyword mesum terbesar ditempati Indonesia. Dari sini insting keeper, lebih tepatnya protective berlebihannya keluar. Pungkasnya, “Demi mengangkat harkat dan martabat Indonesia ke depan, Google dan Youtube harus diblokir!"
Perhatikan dengan tenang. Riset tersebut telah membuatnya kalap. Gelap mata sehingga tidak mengindahkan lagi pertimbangan-pertimbangan lain yang mungkin menurutnya berseberangan kepentingan dengan para netizen se-Indonesia. Dari pihak ICMI belum tentu tahu di balik kepentingan-kepentingan netizen lain yang masih mengandalkan mesin pencarian Google dan Youtube sebagai sarana pencarian konten positif. Sebaliknya dari pihak netizen mungkin berpikir dua kali, mempertanyakan sebenarnya bagi ICMI situs Google dan Youtube telah diperlakukan untuk apa. Persis pertanyaan sekaligus pernyataan mesum terselubung dari mantan menteri Tifatul Sembiring yang berkelakar sangat tidak lucu, “Internet kencang, buat apa?”
‘ndasmu…
Lucunya, pihak ICMI, yang katanya cendekia-cendikia itu, hanya bermodalkan pertimbangan harkat dan martabat serta moral yang harus dijunjung di mata dunia ke depan melalui pemblokiran situs Google dan Youtube. Setidaknya demi menurunkan standar penempatan Indonesia sebagai pengakses terbesar situs pornografi di dunia, yang diperlihatkan sendiri dari riset pencarian Google barusan. Mungkin ke depannya akan berkurang dan bahkan sudah tidak ada lagi nama Indonesia di urutan pengakses situs-situs mesum. Lah, jelas. Wong memblokir suatu situs berarti meniadakan aksesnya di Indonesia. Literally.
Permasalahannya sedikit khawatir. Bukan tentang kekhawatiran pihak ICMI terhadap generasi Indonesia ke depan, lho. Khawatir ICMI hanya mengeluarkan pernyataan seperti hangat-hangat tahi ayam. Sebentar-bentar adem dan tidak tahu lagi mau diapakan tahi ayamnya. Tidak ada esensi yang didapatkan dari mengurusi tahi ayam itu, entah masih hangat ataukah sudah dingin. Literally, no.
Katakan, melalui ini ICMI berupaya mengurusi moral generasi bangsa ke depan. Hal yang sebetulnya telah dilakukan jauh-jauh hari oleh pihak Kominfo sebelum ia berkukuruyuk. Mirisnya sudah ‘gitu, kesiangan pula.
Perkara pemblokiran mesin pencari Google dan Youtube adalah sebagai sebuah jalan yang diwanti-wanti, yang dapat menghubungkan ke situs-situs “tahi ayam” tersebut, adalah tidak sama dengan membersihi tahi ayamnya langsung. Ayam-ayam sundal lain bisa saja mengirim langsung tahi-tahi baru yang keberadaannya mudah diakses dan dilihat tanpa bantuan mesin pencari, karena mungkin keberadaannya telah di luar kepala pengunjung setia situsnya sehingga dengan leluasa bisa diakses tanpa melibatkan Google dan Youtube.
Netizen tahu untuk dapat mengakses ke suatu situs, dengan menuliskan link domain langsung di bar browser sudah dapat terhubung. Apa yang dilakukan Kominfo selama ini sudah benar -menurutnya- membersihkan tahi-tahi ayam langsung dari peradaban Internet di Indonesia. Hal yang mungkin agak miris sekali untuk pekerjaan sekelas kementerian. Tidak tanggung-tanggung, puluhan ribu tahi ayam sudah tergerus dari peradaban.
Usaha menteri akan tetap dilanjutkan dan dipertahankan seiring mencretnya ayam-ayam sundal barusan.
0 notes