Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
ORANG TUA SEKARANG MEMBUNUH ANAKNYA SECARA HALUS
Ada seorang operations manager dari client kantor saya yang cool banget. Kita undang dia makan siang dan nasinya keras. Kita sebagai vendor yang baik, meminta maaf. Dia bilang,
“Gak papa. Justru saya suka nasi keras. Gak suka tuh saya, beras sushi.”
“Kok sukanya nasi yang keras Pak?” I cannot help but to ask.
“Iya, orang tua saya ngajarin jangan pernah buang makanan. Nasi kemarin juga kita makan.”
This may be simple. But this, blew my mind.
Dan setelah saya menjadi orang tua, di sini lah saya lihat banyak orang tua mulai mengambil langkah yang tidak disadari, berdampak.
“Saya waktu kecil, miskin. Saya pastikan anak-anak saya mendapatkan yang terbaik, termahal.”
“Waktu kecil, saya makan aja susah. Saya pastikan mereka itu sekarang makan enak.”
“Waktu kecil, saya belajar ditemani lilin dan 2 buku. Sekarang anak saya, saya sekolahkan ke Inggris.”
We experienced the worst and therefore we tend to give the best.
The question is, is the best…is what our children need? Really?
Orang sukses itu menjadi sukses karena :
(1) dididik dengan benar, terlepas dari dari apakah dia kaya atau miskin
(2) dididik oleh kesulitan yang dia hadapi.
Kita akui ada anak orang kaya yang tetap jempolan attitudenya dan perjuangannya. Tapi kita lihat kebanyakan orang sukses juga dulunya sulit. Kesulitan (dalam beberapa kasus, kemiskinan) itu yang menjadi drive orang-orang untuk menjadi sukses. Ini adalah resep yang nyata. Kesulitan yang orang-orang sukses ini hadapi adalah ladang ujian di mana mereka menempa diri mereka menjadi orang sukses.
Pertanyaannya, jika kita ingin mencetak anak-anak yang bermental baja, kenapa kita justru memberikan semua kemudahan? Kenapa justru kita hilangkan semua kesulitan itu?
Karena dengan menghilangkan kesulitan-kesulitan itu, justru kita menciptakan generasi yang syarat hidupnya banyak.
Generasi Berikutnya
Apa yang terjadi dengan dari hasil thinking frame ‘dulu saya susah, saya tidak ingin anak saya susah’? Ini yang terjadi:
Anak dari teman ibu saya terbiasa makan beras impor thailand. Di 98, kita terkena krisis dan orang tuanya tdiak lagi mampu beli beras impor. Yang terjadi adalah, anaknya gak bisa makan.
Ada anak dari teman yang terbiasa makan es krim haagen dasz, ketika pertama kali makan es krim lokal, dia muntah.
Ada cucu yang ngamuk di rumah neneknya karena di rumah nenek, gak ada air panas.
Saya tidak mencibir mereka. Apa adanya seorang manusia itu terjadi dari nature dan nurture. Semua ini, adalah nurture.
Bahkan di kantor pun sama. Di kantor kebetulan saya jadi mentor seseorang (saat ini). Dalam sebuah kesempatan, dia pernah berkata “Duh, gak nyaman di posisi ini.”
Di lain kesempatan, “Sayang ya, si X resign, padahal dia membuat saya nyaman di kantor sini.”
Pada kali kedua saya mendengar temen saya ngomong ini, saya mulai masuk “Kamu sadar gak, kamu udah 2 kali menggarisbawahi bahwa kenyamanan dalam kerja itu, penting bagi kamu.”
“…”
“Emang sih idealnya nyaman. Tapi sayangnya, this is life. We don’t get to pick ideal situations. Sometimes we need to settle with what we have and deal with it.
"Tentang kenyamanan, coba jadikan itu sebagai sesuatu yang ‘nice to have’ dan bukan "must have".
What to Do?
Saya menyukai cara Sultan Jogja mendidik anak-anaknya. Saya pernah dengar bahwa di saat balita, anak sultan dikirim untuk hiidup di desa. Makan susah, main tanah, mandi di sumur. Intinya, meski dia anak sultan, dia tidak tahu bahwa dia anak sultan dan dia merasakan standar hidup yang rendah – dan merasa cukup dengan itu. Setelah agak besar, dia kembali ke istana. Dampaknya, semua Sultan, bersikap merakyat. Dia makan steak, tapi dia tahu bahwa steak yang dia makan adalah sebuah kemewahan. Bukan sebuah syarat hidup minimum.
Saya pun memiliki syarat-syarat hidup. Semenjak menjadi seorang bapak, saya berubah total dan saya kikis hilang itu semua. Karena saya tidak ingin anak-anak saya memiliki syarat hidup yang banyak. Dan satu-satunya cara memastikan itu terjadi adalah bahwa sayapun tidak boleh memiliki syarat hidup banyak.
Saya mengajak mereka naikkopaja atau transjakarta setiap hari ke sekolah, sebelum mereka merasakan bahwa naik angkutan umum itu, rendah.
Saya membiarkan mereka tidur di lantai. Siapa tahu suatu saat nanti mereka harus terus-terusan.
Saya mematikan AC saat mereka tidur – siapa tahu mereka suatu saat cannot afford air conditioning.
Saya tidak menginstall air panas karena saya ingin anak-anak saya baik-baik saja jika suatu saat nanti mereka tiap hari harus mandi air dingin.
Saya melarang mereka main tablet karena saya ingin mereka tidak tergantung dengan kemewahan itu.
Saya melarang mereka menilai teman dari merk mobil mereka karena merk mobil itu gak pernah penting, dan gak akan penting.
Kita pergi ke mall memakai kopaja. And we have fun ketawa-ketawa, seperti jutaan orang lain.
Saya tidak membuang nasi kemarin yang memang masih bagus. Instead saya makan sama anak-anak saya. Siapa tahu suatu saat, that is all they can afford. Agak keras. And we like it.
We teach them to pursue happiness so that they learn the value and purposes of things. Not the price of things.
Nasi kemarin yang masih perfectly safe to eat, masih punya value. Kopaja dan mercy memiliki purpose yang sama, yaitu mengantar kita ke sebuah tempat.
AC atau gak AC memberikan value yang sama. A good night sleep.
Kenapa semua ini penting? Kita harus ingat bahwa generasi bapak kita adalah generasi yang bersaing dengan 3 milyar orang. Mereka bisa mengumpulkan kekayaan dan membeli kemudahan untuk generasi kita. Kita harus bersaing dengan 7 milyar orang. Anak kita nanti mungkin harus bersaing dengan 12 milyar orang di generasi mereka.
One needs to be a tough person to be able to compete with 12 billion people. Dan percaya lah, memiliki syarat hidup yang banyak, tidak akan membantu anak-anak kita bersaing dengan 12 milyar orang itu.
(Anonim)
173 notes
·
View notes
Text
Pilihan Sulit
-----
Kamu berdo'a agar Allah memberikan rejeki berupa undangan untuk bisa Haji atau Umrah
Kamu berdo'a agar Allah memberikan rejeki berupa suami yang sholeh
Di satu waktu Allah datangkan kesempatan
Seorang lelaki Sholeh memberikan pesan ingin menikahimu dengan mahr Hajj
Tapi
Kamu menolak
Karena perbedaan pandangan Imam
Kamu mengikuti Imam Syafi'i, sedang dia mengikuti Imam Hanafi
Dia mengatakan menikah bisa tanpa adanya wali, tapi kamu mengatakan pernikahan tidak sah tanpa adanya wali
Dua pendapat ini benar, tapi kamu dan dia masing-masing kekeh dengan pendapat masing-masing Imam
Lalu Dia bertanya kamu bersedia atau tidak?
Dirimu mengatakan "Saya mohon maaf saya tidak bisa, saya tetap berpegang teguh dengan pendapat Imam Syafi'i, jika kamu ingin menikah denganku maka harus dengan persetujuan wali saya, jika tidak mau silahkan cari yang lain"
Dan dia pun tidak menyanggupi, karena dia tetap berpegang dengan pendapat Imam Hanafi
----
Mari berjalan masing-masing, kamu dengan peganganmu, aku pun dengan peganganku.
Jika Allah sudah menuliskan aku diberi rejeki untuk menikah, maka aku pasti menikah.
Aku lupa menambahkan do'a tentang jodohku,
"Ya Allah berikan aku rejeki suami yang sholeh, yang semanhaj denganku, berikan pula aku rejeki agar bisa menjadi tamuMu di Baitullah, yaitu Haji dan umroh"
-----
Jangan pernah berhenti, putus asa dalam berdoa, karena kita tidak tahu di do'a yang mana Allah kabulkan, banyakin do'a
Rumah, 24 Agustus 2024
0 notes
Text
Doaku diijabah.
Rasanya kalo bisa menuliskan semua hal yang aku doakan, pasti ada banyak yang sudah aku centang menandakan sudah banyak doaku yang diijabah.
Bahkan, adakalanya aku merasa doaku dijawab dengan lebih banyak kebaikan daripada apa yang aku minta. Allah kasih lebih banyak, Allah kasih lebih baik.
Maka dari itu, aku berusaha merenungkan apa-apa saja doaku, dan bagaimana aku menghambakan diri merayu Allah. Apakah caraku sudah baik, sudah mengiba, atau malah membuat Allah cemburu.
Mengapa membuat Allah cemburu?
Aku teringat perjalanan dari Madinah menuju Mekkah. Sudah berpakaian ihram dan mengambil niat umroh. Aku membaca pesan-pesan dari orang-orang yang menitipkan doa. Aku juga sudah mempersiapkan doa-doa yang ingin aku panjatkan. Aku menyadari, bahwa doa-doaku isinya duniawi.
Perjalanan yang cukup jauh ditempuh. Aku beribadah dengan mengharapkan keindahan akhirat. Tapi doaku mayoritas isinya dunia. Aku ingin mendapatkan A, aku ingin memiliki B, Aku ingin melakukan C. Semuanya tentang kesenangan dunia.
Walaupun tidak masalah semua permintaan itu. Sebab dunia seisinya pun milik Allah. Wajar kalau kita meminta kepada-Nya.
Tapi, aku menyadari, terkadang isi doaku bisa saja membuat Allah cemburu.
Maka aku belajar untuk menutup doaku dengan, "Yaa Rabb, aku menerima segala ketetapan-Mu." Selayaknya doa Nabi Zakaria, "Aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu Yaa Tuhanku."
Dan ketika aku terbiasa menutup doa seperti itu, aku menyadari, tidak ada doa yang tidak Allah dengarkan yang tidak Allah jawab.
Meskipun terkadang membutuhkan waktu yang lama, seiring kita selalu mengingat, apa yang kita terima hari ini adalah doa-doa yang sudah terucap oleh diri sendiri, ataupun orang-orang yang mendoakan kita.
Mari berdoa, minta doa, dan mendoakan. Kelak satu persatu kebaikan akan datang.
Baarakallahufiikum.
71 notes
·
View notes
Text
Jangan Sampai Sesal
Mau sampai kapan kamu akan terus berpaling dari hal-hal penting di hidupmu, ialah mimpimu sendiri. Terus menerus mengabaikannya, berlaku seolah semuanya baik-baik saja, tidak kenapa-kenapa.
Mimpi-mimpimu yang melambung tinggi di dalam benakmu, menjadi ini dan itu, bepergian ke sana dan kesini, membangun keluarga yang dicita, menjalani kehidupan dengan jalan yang leluasa kamu tentukan. Tapi kamu terus menerus berpaling darinya. Tenggelam dalam rutinitas yang tiada habisnya. Mengejar harta hingga terasa uang adalah segalanya, karena segalanya butuh uang, menurutmu. Lupa bahwa yang mencukupkan kita di dunia ini adalah rezeki-Nya. Lalu, kehidupan bergulir dan kamu telah menua. Mimpi-mimpi itu telah menjelma menjadi penyesalan yang tiada habisnya. (c)kurniawangunadi
255 notes
·
View notes
Text
396 notes
·
View notes
Text
Seberapa dekat dirimu dengan Al-Qur'an?
Salah satu dari sekian banyaknya kebaikan yang didapatkan dari dekatnya diri dengan Al-Qur'an adalah hati bisa menjadi lembut, dan hati yang lembut senantiasa dalam penjagaan Allaah, baik dalam bertutur kata maupun dalam perbuatan. Allaah tuntun untuk senantiasa berada dalam kelembutan.
Orang-orang yang menjaga kedekatannya dengan Al-Qur'an, maka bentuk keindahan dan ketenangan Al-Qur'an akan terpancar dari ucapan dan perbuatannya.
Ini bukan tentang penghafal Al-Qur'an. Tapi, tentang siapa yang dekat dengan Al-Qur'an, siapa saja yang berusaha tidak melepaskannya dalam sehari, walau hanya beberapa ayat saja.
Seberapa dekat dirimu dengan Al-Qur'an? Jika engkau selalu berusaha untuk tidak melewatkan hari tanpa membaca Al-Qur'an, maka bersyukurlah, bisa jadi engkau sudah menempatkan Al-Qur'an semakin dekat denganmu.
"Tidak kah kita malu, Allah beri 24 jam, dan tidak ada sedikitpun dari waktu itu kita gunakan untuk membaca Al-Qur'an?" —Syaikh Ali Jaber rahimahullah,
Meski hafalan Al-Qur'an kita hanyalah secuil saja, semoga Allaah senantiasa memberi kita taufik untuk terus membaca Al-Qur'an dan atau mempelajarinya setiap hari, membaca artinya dan meresapi maknanya. Aamiin Allaahumma Aamiin
—Mks, 10 dzulhijjah 1445
147 notes
·
View notes
Text
Mengenang Bapak Rahimahullah
Duduk bersama kakak perempuan tertuaku, lalu mengobrolkan tentang,
Aku berkata : Allah tidak menguji kita dengan agama kita, tidak pula dengan harta, tapi Allah menguji kita dengan belum di beri jodoh di usia yang sudah sangat matang bahkan sudah lewat masa matangnya.
Kakak pun bilang : Andai saja kita mau mengambil langkah yang salah dalam mengambil jodoh, sungguh mudah mendapatkan jodoh, tapi tidak tahu kenapa kita semua tidak satu orangpun dari anak perempuan bapak, yang mau mengambil jalan pintas. Jodoh itu rejeki, Allah yang kasih, kalau tidak di kasih di dunia, ya sudah. Allah masih kasih rejeki yang lain.
Coba pikir apa yang membuat kita menjaga diri? Padahal kita bukanlah dari keluarga yang berlatar belakang ulama, bukan pula pembelajar agama, tapi sungguh itu ada betul penjagaan Allah atas kita melalui tangan ayah, ayah senantiasa memperhatikan apa yang iya bawah kerumahnya , sumber rejekinya benar-benar harus dipastikan halal. Itulah salah satu bentuk penjagaan terbaik seorang ayah untuk keluarganya , terutama anak-anaknya.
Selayar Island, 12 Juni 2024
0 notes
Text
Dengar cerita dari kakak, kakak punya murid sudah kelas 1 SMP, Bapak ibunya masing2 sudah pada nikah dan ninggalin anak ini, kakek yg ngerawatnya sdah meninggal, Anak ini tgl berdua, dia dan kakaknya, kalau mau dapat uang caranya, ya nyuci di rumahnya orang 😭 , biar dapat uang buat beli makan , Allah , sabbara mu ndi , semoga jadi orang sukseski nanti.
-----
Ujian yang ku dapat tidak ada apa2nya (diberhentikan dari kantor), tapi masih punya ibu, kakak, dan rumah untuk bernaung
#story #cerita #ujian
0 notes
Text
لو أصلح الناس دينهم لصلحت دنياهم، فإن الإسلام جاء بإصلاح الدين والدنيا، ومن ظن أن صلاح دينه يفسد دنياه، فهو مخطىء في فهم الدين أو فهم الدنيا
Jikalau manusia memperbaiki agamanya, pasti dunianya menjadi baik, karena Islam datang untuk perbaiki agama dan dunia. Sesiapa yg berasumsi bahwa beragama yg baik akan merusak dunia, maka ia telah salah memahami agama atau salah memahami dunia. (Syaikh Abdul Aziz Ath-Tharify)
16 notes
·
View notes
Text
تَوَكُّل
You are going to be surprised at how Allah answered your prayers. He wants the best for you. Keep reminding yourself of this because if you keep on making Dua with yaqeen, the miracles that you want will come true.
6 notes
·
View notes
Text
Ini kisah si fulanah, yang tidak ingin disebutkan namanya. Semoga kisahnya dapat membuat kita lebih membuka mata, melapangkan dada, dan lebih menghamba. Tentang betapa cinta Allah itu luar biasa.
Ramadan 1441 H lalu, ia membuat resolusi dalam hidupnya. Ia terus mendo'a supaya Allah jadikan ia ke dalam golongan hamba-hamba Nya yang senantiasa bersyukur dan golongan hamba-hamba Nya yang senantiasa mendirikan sholat malam saat manusia masih tertidur pulas. Impian itu bermula saat ia membaca sebuah hadist,
Turmudzi meriwayatkan hadits dari ‘Ali ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sungguh di dalam surga ada ruangan. Bagian luarnya terlihat dari dalam dan bagian dalamnya terlihat dari luar. Tempat itu disediakan oleh Allah Ta’ala bagi orang yang memberi makan, melembutkan ucapan, berpuasa, dan melaksanakan shalat malam sedangkan waktu itu manusia tidur.”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnad.
Fulanah terus mendoa, meski ia menyadari hanya hitungan jari ia bisa menangis dalam do'anya. meminta penuh sungguh pada Rabbnya.
Ramadan berlalu. Hari kemenangan memang tak semeriah biasanya. Pandemi memaksa rindu harus dibeku. Allah sepertinya hendak mengajari bahwa tiada kebersamaan abadi di dunia. Namun, Maha Baik Allah, dijanjikan kelak di akhirat dikumpulkan bersama orang-orang yang kita cintai.
Beberapa hari pasca Idul Fitri, fulanah jatuh sakit. Demam tinggi, sakit kepala, batuk-batuk. Ia hanya bisa berbaring meski badannya sudah pegal-pegal karena over tidur. Hingga suatu moment ia kembali mengingat, tentang kisah nabi Ayyub alaihissalam. Allah uji dengan sakit yang sangat menjijikan hingga ditinggalkan istri dan anak tercinta. Tapi tiada yang keluar dari lisannya selain dzikirullah sebagai salah satu wujud syukurnya atas nikmat yang Allah berikan jauh melebihi sakit yang dirasakan. Hingga akhirnya, nabi Ayyub alaihissalam Allah sembuhkan. Dikembalikan kepadanya istri dan anak-anak yang dulu meninggalkannya.
Fulanah pun berpikir, sakitnya tidaklah seberapa dibandingkan sakit nabi Ayyub alaihissalam. Tapi lisannya masih jarang dibawa berdzikir. Bukankah dzikir salah satu bentuk syukur? Bukankah benda-benda mati disekeliling kita selalu berdzikir kepada Allah dengan cara mereka masing-masing?. Ia memejamkan matanya yang memanas. Entah memanas karena demamnya yang tinggi atau air matanya yang mengalir. Ia mengingat bahwa ia meminta supaya Allah memasukkannya ke dalam golongan hamba-hambaNya yang selalu bersyukur. Mungkin inilah cara terindah Allah untuk mengabulkan do'anya. Melatihnya untuk tidak mengeluh dan terus bersyukur, sepahit apapun kondisinya.
Ia mencoba mengatur nafas. Kepalanya masih terasa sakit. Ia mencoba tarik ulur napas hingga kondisinya mulai bisa dikendalikan. Ia masih mencoba mengingat. Rasa-rasanya ramadan tahun ini tidak dilaluinya begitu baik. Begitu banyak tompel yang masih mengaga. Barangkali tatkala Idul Fitri ia belum paripurna menjadi suci. Dengan Maha RahmatNya, diberikan kesempatan kedua. Kesempatan untuk benar-benar menyucikan dirinya. Bukankah ketika sakit yang dijalani dengan sabar dan ikhtiar maka berbalas penggugur dosa?. Kesembuhan adalah keniscayaan, namun cara menjemputnya adalah jalan yang harus dipilih. Apakah mengeluh atau bersabar dan berikhtiar?. Bisa jadi, jika kita tahu betapa berharganya sebuah ampunan di akhirat nanti, kita akan begitu menikmati kesempatan-kesempatan yang Allah berikan untuk menggugurkan dosa-dosa. Kita akan mengiringinya penuh syukur dan rasa terimakasih. Mengharu biru karena cintaNya yang Maha Luas. Karena lelah dan sakit di dunia hanyalah sementara. Kehidupan abadi nan bahagia yang seharusnya diperjuangkan.
Allah punya banyak cara mencintai hambaNya. Meski pembuktian cinta seorang hamba sangat jauh dari kata sempurna. Ibadah kiranya lebih dominan menjadi ritual harian dari pada menghayati makna ayat demi ayat. Mungkin dalam mendo'a ada modus lain yang bukan karena-Nya. Tapi dengan cinta Nya yang jauh lebih luas dari murka Nya, setiap hamba selalu punya kesempatan.
Bisa jadi, apa yang kamu alami saat ini adalah cara Allah mengabulkan do'amu, dengan caraNya yang jauh lebih indah. Dengan pemberian untukmu melebihi dari apa yang kamu pinta.
Teruslah berdo'a, kemudian asah kepekaan. Barangkali bukan Allah yang belum mengabulkan do'a. Hanya kita saja yang tidak menyadari bagaimana cinta Allah bekerja.
21 notes
·
View notes
Text
الموت
Syaikh Al 'Utsaimin rahimahullah berkata:
Setiap kali hatimu lalai dan terlena dalam kehidupan dunia, keluarlah menuju kuburan dan renungkanlah mereka-mereka ini (para penghuni kubur)
Mereka seperti dirimu kemarin berada diatas bumi, mereka makan, minum dan bersenang-senang. Dan sekarang kemana mereka pergi?
Sekarang mereka tergadaikan dengan amalan-amalan mereka (dialam kubur). Tidak bermanfaat bagi mereka kecuali amalan-amalan mereka.
Syarh Riyadhus Shalihin 3/473
84 notes
·
View notes
Text
35 Tahun
Hari ini tepat 19 September usiaku sdah genap 35 tahun, sesuai perhitungan kalender masehi. Di usia ini tidak banyak yang kuharapkan, aku ingin semoga bisa menjadi pribadi yang lebih banyak bersyukur, lebih sabar, diberikan rejeki yang lapang sehingga bisa lebih banyak berbagi, bisa traktir keluarga , teman, dan siapapun yg lagi butuh, bisa dikasih pekerjaan tetap, bisa haji & umroh bareng keluarga, di kasih kesehatan & yang paling penting Allah senatiasa memberikan hidayahNya.
Ternyata banyak juga yg saya harapkan.
Sebenarnya ada satu hal yg saya inginkan juga yaitu pingin nikah di tahun ini, tapi jodohnya saja belom kelihatan.
Semoga di tahun ini, harapan-harapan ini bisa terwujud dengan kuasaNya, dengan Kasih SayangNYa.
---------
Office, 19-9-2023 (8.19 AM)
1 note
·
View note
Text
Menjadi Taat di Tengah Gempuran Kemaksiatan
Hari ini malam makin pekat. Kengerian demi kengerian maksiat terus dipertontonkan. Sebagai seorang muslim, tentu ini bukan hal yang mudah. Berupaya untuk terus menjaga kewarasan juga ketaatan turut menjadi stigma oleh mereka yang mendewakan kebebasan.
Ya memang ini adalah bagian ujian umat akhir zaman. Satu hal yang harusnya menjadi keyakinan adalah bahwa Allah tidak sedetik pun meninggalkan. Oleh karenanya, menjaga kesadaran bahwa Allah senantiasa ada menjadi keharusan. Susah. Iya benar. Perlu upaya yang sungguh-sungguh juga niatan yang lurus yang dihadirkan. Agar konektivitas itu selalu menyala.
Malam ini memang pekat, tapi bukankah ini menandakan makin dekat dengan fajar?
Maka, bertahanlah. Teruslah memohon pada-Nya agar senantiasa dikokohkan langkah, istikamah menapaki jalan dakwah meski dengan terseok.
75 notes
·
View notes
Text
Tuhan, semoga hati ini tetap teguh pada keyakinan-keyakinan baik yang selama ini kupercayai. Teguhkanlah hati ini ketika dihadapkan pada keragu-raguan yang membuatnya rawan putus asa. Agar semua yang sedang kuperjuangkan dan kuyakini, tak menjadi sia-sia. Meski, aku tahu betul bahwa tidak ada yang sia-sia bagiMu. Aku tahu caraMu tak sama dengan caraku. Aku hanya berdoa dengan sangat, semoga apa yang menjadi ujianku tak seberat itu, meski aku juga sangat tahu selama ini bahwa ujian itu tak pernah lebih besar dariku. Aku hanya takut, saat hatiku lemah. Aku kehilangan keyakinan dan aku memiliki perasaan sia-sia. Maka, teguhkanlah hatiku. ©kurniawangunadi Tuhan, berikan aku kekuatan, agar semua keyakinanku tak akan menjadi sia-sia.
906 notes
·
View notes
Text
Umur sebntar lagi masuk 35, dan belom nikah, Alhamdulillah
Tetap ngebatin, kenapa diumur segini ane blom nikah-nikah juga, pilih-pilih?
Ya, itu termasuk, dan setiap ada yg mau serius ada kekhawatiran, takut kalau dia kelak sama saya aku tidaklah jauh dari yang dia inginkan. Takut dia kecewa.
Hingga ada masa kemudian ana merasa sudah siap, ada yg serius lagi, ehhhh... Qadarullah, Keluarga yang tidak setuju. Dan saya pun memilih mundur, bukan tidak mau mempertahankan. Sebab yang jadi pertimbangan, jika menikah, yang harus disatukan bukan hanya aku dan dia, tapi juga keluarga aku dan keluarga dia.
Alhamdulillah, beberapa bulan yang lalu aku melihat kabar, dia sudah menikah, saya turut berbahagia.
Ketika saya memilih mundur, apakah saya menyesal?
Tentu tidak, aku hanya yakin sama Allah, jika mungkin dia bukan jodohku ,ketika ada yang datang lalu pergi, Allah akan menggantikan dgn yg lebih baik.
"Apapun yang menjadi takdirmu, akan mencari jalannya sendiri untuk menemukanmu" -Ali Bin Abi Thalib-
------
Mess, 12 Juni 2023
2 notes
·
View notes