"I naturally gravitated to London, that great cesspool into which all the loungers and idlers of the Empire are irresistibly drained."- Sir Arthur Conan Doyle -
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Jangan Sedih
"Kamu jangan sedih dong, Rur. 'Kan nanti juga kamu bakal berangkat juga.."
"Sedih itu nggak bisa dilarang, kak. Kayak nggak bisa ngelarang seseorang untuk ketawa, merasa terhibur, kecewa, bahagia. Yang namanya perasaan, itu muncul begitu saja sebagai output dari sebuah kondisi atau peristiwa."
"Rur, kamu anak SMA?"
"Kan, mulai lagi. Tapi aku bisa memilih berhenti untuk sedih, mengendalikan itu supaya nggak menggangguku dan berlarut-larut."
"Ya sudah, nggak usah sedih lagi."
"I need some time, kak. Karena aku peduli."
Aku terdiam. Telak.
1 note
·
View note
Text
Kenapa
“Kak, kenapa kak Raka ingin kuliah di luar negeri?” “Haha, kenapa tiba-tiba nanya gitu, Rur?” “Penasaran aja. Biar bisa jalan-jalan ya?” “Yaa, salah satunya. Saya juga bisa nonton Liga Inggris langsung. Asik ‘kan?” “Hah, seriusan gegara itu?” “Haha, kamu kamu mau jawaban serius ya?” “Ya iya atuh dari tadi ditungguin juga”
“Saya mau lihat dunia, Rur. Mau ada di antara orang-orang yang punya prinsip yang beda sama saya, punya cara pandang yang beda, punya cara hidup yang benar-benar berbeda dengan saya. Dengan begitu, saya bisa tahu sampai mana diri saya bisa memegang prinsip-prinsip hidup saya, belajar hal-hal baik dari mereka dan meninggalkan yang tidak baik. Saya ingin jadi manusia yang lebih baik, secara ilmu akademik dan juga ilmu kehidupan saya.”
“Hmm, tampak sederhana ya. Kayaknya kalau stay di Indonesia juga kita tetap bisa belajar hal tersebut, deh.”
“Tampaknya begitu. Tapi lihat deh, masih ada kecenderungan berkubu dan menolak perbedaan, siapa yang lebih banyak yang benar dan kemudian berbondong-bondong diikuti, siapa yang cenderung ke suatu hal yang paling banyak diminati adalah yang sukses, dan banyak lagi. Jarang saya lihat ada yang bisa berdiri di atas kakinya sendiri, di atas pemahaman dan pemikirannya sendiri. Saya merasa, saya malah lebih mudah ditarik ke suatu kubu-kubu ketika di sini. Ketika padahal, kita adalah bangsa yang masih homogen dalam banyak hal. Terutama dua: Kesatuan dan Ketuhanan.”
“Wah..”
“Lagipula, Rur. ‘pergilah, maka akan kamu temukan alasan untuk pulang’. Kalau kamu, apa alasannya?”.
Kak Raka menutup jawabannya dengan senyum khasnya. Senyum khas paling menyebalkan di dunia.
4 notes
·
View notes
Text
#2. Hilang

Depok, Januari 2012
“Prihatin gue. Itu muka kenapa deh, Rur. Mas yang lagi di Inggris itu lagi-lagi belum juga bales email lu?”
“Apa deh, Yun.”
Yuna namanya. Sahabatku sejak kelas satu. Paling nggak tahan lama-lama di kelas matematika apalagi fisika, tapi paling jago baca raut muka orang lain. Ia kemudian memasang wajah serius menatapku sambil memainkan kuncir kudanya.
“Gini ya, Rur. Sekali-sekali, coba deh lu yang menghilang. Bikin dia yang nyariin elu. Playing hard to get sedikit gituuu...”
“Lah, kenapa tiba-tiba nyambung ke situ, deh?”
“Eh, seriuus. Banyak orang yang bilaang laki-laki harus digituiin. Supaya mereka tahu kalau perempuan itu berharga dan susah didapetinnya. It does work looh katanyaa!”
Aku akhirnya terpancing. Gemas. Kucoba rendahkan suaraku, mengendalikan diri untuk memulai berbicara dengan sang queen of drama ini.
“Yuna.. dua hal nih ya:
Satu... Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Kak Raka. Dia itu mentor gue, gue ngirim study plan udah dua minggu yang lalu dan belum dikirimi feedback tanpa kabar apa-apa. Kartu pos juga nggak ada. Gue harus berpikir dari sudut pandang dia untuk bisa coba mengerti, Yun. Sekarang di sana lagi winter, Yun. Kalau dia depresi gara-gara winter blues gimana coba..?”
“Apaan tuh, Rur?”
“Seasonal affective disorder. Perubahan state of emotion karena perubahan musim. Tiba-tiba bisa nggak bersemangat, terus depresi. Kan gawat... Anak tropis ketemu matahari cuma 8 jam sehari apa rasanya coba?”
“Tuh kan, lu khawatir sama dia.”
“Of course, I am..
Dua... Gue nggak tahu lo pakai teori siapa, tapi gue juga sering sih denger nasihat-nasihat macam ini. Tapi yun, bisa aja ini cuma confirmation bias, menarik suatu teori yang dianggap bisa diaplikasikan secara general, padahal sebenarnya banyak fakta-fakta yang luput atau diabaikan..
Human relationship is not a game, Yun, you are not playing on it...
Gue sangat menghargai perempuan yang menarik diri untuk menjaga dirinya ya, yun. Tapi kalau niatnya untuk dikejar dan ngedapetin si laki-laki, coba dipertimbangkan lagi deh... Perempuan berharga dilihat karena dirinya. Laki-laki juga demikian...”
“Lu umur berapa deh, Rur. Pikiran lu ribet dan jauh banget...... Terus jadi lu maunya bagaimana..”
“Yaa, nanti gue tanya lagi deh. Target berangkat foundation programme gue ‘kan juga masih Autumn term nanti. Tapi gue pengen banget bisa selesain semuanya sekarang. Karena sebentar lagi pasti sudah sibuk sama urusan UN, kan.”
“Just Riri, being Riri.”
“Lo juga segera siap-siap lah buat aplikasi ke UI.”
“Oh tenang, berees semuanyaa. Anyway, Rur..”
“Ya?”
“Memang sudah boleh sama Mama?”

Winter Wonderland*
***
Kartu pos terakhir yang dikirimkan kak Raka masih tergeletak di atas meja belajarku. Di bulan Desember kemarin dia bilang London sudah dingin dan kering, daun-daun sudah mulai habis, pohon mulai gundul. Karena secara umum cuaca di London memang dingin dan berangin, saat winter, matahari bisa baru terbit di atas jam delapan dan sudah tenggelam sebelum jam lima sore.
Bersama kartu pos berlatar gedung universitasnya yang dikelilingi salju. Ia cerita banyak soal bagaimana orang Inggris merayakan natal. Mereka menyebut yang biasa dikenal sebagai Santa Claus sebagai Father Christmas. Juga bagaimana banyak sekali orang-orang baik yang membagikan makanan gratis untuk homeless di London saat Christmas. Katanya, mereka ingin semua orang merasakan kebahagiaan natal. Bahkan, walau tahu Kak Raka tidak merayakan natal, flatmate-nya memberikan kartu ucapan natal bersama sebungkus piri-piri chicken** halal. London sebagai salah satu kota terbesar di dunia dihuni oleh banyak sekali imigran. Hidup berdampingan dan saling bertoleransi antar ras, bangsa, dan agama adalah hal yang biasa katanya, membuatku semakin tertarik untuk menjejakkan kaki ke sana.
Bersama kartu pos itu, Kak Raka juga menempelkan sebuah foto kecil sekali di sudutnya. Mahasiswa, hemat banget nge-printnya. Foto dia di depan Big Ben, dengan jaket winter tebalnya. Gayanya dengan kaca mata bulat khas Harry Potter tokoh favoritnya itu masih sama. Sekarang ditambah syal Griyffindor yang makin membuat orang bisa langsung menebak dia sebagai maniak cerita karangan J.K. Rowling itu.
Ada apa ya? Padahal aku ingin cerita bahwa sampai sekarang Mama belum juga mengizinkan aku berangkat. Kalau aku tidak berhasil berangkat tahun depan, bagaimana ya?
“Riiii”, terdengar suara memanggilku.
“Ada kartu pos baru niih, mama taruh di atas TV yaa!”
Belum sempat menjawab panggilan Mama, tubuhku sudah langsung beranjak. Karena diriku saat itu belum tahu, bahwa kartu pos itu akan menjadi kartu pos terakhir yang kuterima dari Kak Raka.

Langit Musim Dingin London
***
*Kehilangan keindahan alam karena pohon-pohon yang menggundul saat musim dingin tidak membuat masyarakat London kehabisan akal. Selain menghiasnya dengan lampu-lampu yang cantik, mereka juga mengadakan acara Winter Festival atau Winter Wonderland di berbagai tempat. Konsepnya seperti festival rakyat dan pasar malam. Justru saat udara sedang dingin-dinginnya, banyak komedi putar, bianglala, dan berbagai permainan yang bisa dikunjungi bersama keluarga dan teman-teman.
**Piri-piri chicken sebenarnya adalah makanan khas Portugis. Mirip sekali dengan ayam bakar saus padang kali ya kalau di Indonesia. Ayam dipanggang dengan saus piri-piri. Saus piri-piri ada banyak level kepedasannya, dan ada juga yang mengandung lemon & herb atau mango & lime. Secara umum, saus piri-piri dibuat dari cabai yang dihaluskan, kulit jeruk, bawang merah, merica, garam, daun salam, paprika, lada, kemangi, oregano, dan tarragon. Actually, kamu benar-benar bisa mendapatkan makanan dari berbagai macam negara di London.
Sumber: - Dobelli, Rolf. (2013). Beware the Special Case, Confirmation Bias in “The Art of Thinking Clearly”. London: Sceptre Books. - NHS UK. Do you have the winter blues?
10 notes
·
View notes
Text
#1. Namanya Ruri

Soekarno-Hatta, Delapan Tahun Yang Lalu
“Jadi gini ya Bung Raka yang menyebalkan. Jarak Depok ke Soekarno-Hatta itu nggak kayak UI – Margo City yang bisa tinggal lari sepuluh menit ke jalan Margonda, terus tinggal naik segala macam angkot udah nyampe, please deh.”, gadis berjilbab segiempat di depanku masih saja melanjutkan celotehannya.
“Ya ‘kan yang penting kamu sampai sekarang, Rur..”, jawabku.
“Ya nggak siang hari mau berangkat juga kali ngabarin akunya, kak. Aku udah jantungan tahu nggak abis keluar ujian simulasi tadi. Bayangiiiin rasanya gimanaaa..”
“Saya ‘kan memang nggak berekspektasi kamu akan nganter saya, Rur. Saya tahu kamu ada simulasi hari ini, jadi sejak sudah punya tanggal berangkat saya nggakngabarin kamu. Lagipula lihat deh sekarang, kamu mau pulang sama siapa coba malam-malam begini…”
17 September 2008 pukul 23:50 WIB nanti, aku akan mulai petualanganku ke negeri berjarak 11.706 km dari Jakarta. Gadis ini sudah lama bertanya kapan aku akan berangkat. Tahu dia akan memaksa mengantar padahal di hari itu dia ada ujian simulasi penting, aku berniat hanya pamit lewat pesan singkat sambil mengirimkan do’a agar ujiannya lancar.
“Biarin, aku mau nginep di bandara aja.”, ia masih merajuk.
“Rur.. Nanti saya kirim surat ya dari sana. Kamu berkabar nanti bagaimana hasil tes simulasinya. Kalau sudah bagus, kamu sudah siap berarti daftar tes benerannya. Ingat lho, minimal nilai kamu harus 7 dari 9 supaya bisa dapat jurusan yang kamu mau. Kamu juga harus siap-siap untuk persiapan A level. Kamu nggak boleh santai-santai, ya.”
“Mulai ‘kan, mengalihkan topik pembicaraan..”, air muka gadis itu mulai berubah. Kini bisa kulihat jelas matanya mulai berkaca.
Namanya Ruri. Ketika kembali ke SMA dua tahun yang lalu sebagai alumni untuk menyemangati siswa baru, gadis ini adalah gadis penanya pertama yang begitu menggebu mengajukan pertanyaan. Masih kelas X, anak ini sudah bertanya apa tujuan hidupku dan kenapa kuliah di jurusanku saat itu. Sekarang ia sudah sedang mempersiapkan persiapan lanjut kuliah S1 ke luar negeri. Katanya, ia akan menyusulku, ke Inggris.
“Saya berangkat dulu ya, Rur..”
Tangisnya tumpah. Maka malam itu aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan buat ia sampai. Sampai ke mana tanahku sebentar lagi akan berpijak nanti.
***

Greenwich Tree
London, Oktober 2008
Assalamu’alaikum, Ruri.
Saya sudah terima e-mail pertama kamu dan sudah saya balas bahwa saya sudah sampai dengan selamat ‘kan? Maaf tidak membalas lagi email kedua kamu. Saya berpikir untuk membalas lewat surat saja. Ohya, di dekat kampus saya, ada yang jual postcard bagus-bagus. Saya kirim satu postcard kosong ke kamu bersama surat ini. Bagaimana kalau balasan selanjutnya via postcard saja? Saya ingin sekali kamu bisa lihat juga keindahan kota ini. Saya usahakan bisa kirim ke kamu tiap minggu ya. Kamu nanti selanjutnya kirim postcard khas Indonesia ya. Saya sudah kangen matahari Depok, nih.
Selamat ya nilai simulasi kamu sudah cukup sekali untuk maju ke tahap selanjutnya! Berhubung saya di sini S2, sebenarnya saya kurang tahu persis bagaimana tahapannya untuk masuk S1 seperti kasus kamu sekarang. Tapi yang jelas, sambil menunggu hari H tes IELTS kamu, jangan lupa kamu juga sudah harus siapkan essay-essay dan resume kamu. Saya siap bantu untuk review (nah kalau yang ini kirim lewat email saja, hehe).
Di sini sudah masuk musim gugur, Rur. Daun-daunnya berubah warna dan cantik sekali. Suhu di sini paling tinggi 20 derajat, paling rendah bisa sampai 7 derajat kalau malam hari. Saya jadi lebih sering lapar dari biasanya, hehe. Ohya, soal makanan halal, di London mudah sekali diperoleh. Katanya, penduduk muslim di kota ini mencapai 12 persen. Kalau saya mau sholat juga tidak sulit, di kampus ada mushola. Kamu nggak perlu takut berjilbab di sini. Masyarakat di sini sangat heterogen dan menjunjung tinggi diversity. Jadi, ayo siapkan yang terbaik untuk aplikasi-aplikasinya ya (masih mode mentor jahat seperti biasa)!
Jangan marah ya saya lebih memilih mengirimkan postcard. Saya sengaja tidak mengirimkan email, email terlalu instan, Rur. Sembari menunggu surat/postcardnya datang, kita akan sama-sama belajar bersabar dan tetap produktif mengejar mimpi kita masing-masing di antaranya bukan? Saya tidak tahu bagaimana load kuliah saya ke depannya, saya juga tahu kamu juga akan segera sibuk mempersiapkan UN dan semacamnya.
Wassalam. Raka.
PS: Hidup di London mahal banget, Rur! Kamu nabung yang banyak ya, jangan boros jajannya :p

London adalah salah satu kota dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Ditambah dengan jumlah imigrannya yang kedua terbesar di dunia, membuat London menjadi kota yang tidak hanya banyak jumlahnya, namun juga memiliki komposisi etnis yang begitu beragam. Yang menjadi favorit saya dari kota ini adalah, meski padat dan metropolis, kita masih bisa menemukan banyak sekali taman-taman indah dan bersih di London. Hyde Park adalah taman favorit saya. Jika penat, selain kamar yang selalu dibuat nyaman, taman-taman di London adalah tempat pelarian yang selalu menyenangkan.
2 notes
·
View notes
Text
A Prologue

Whitechapel, Oktober 2016
"Postcard lagi, ri?"
"Hehe, iya, Mbak."
"Kamu tuh ya, sekarang itu sudah ada banyak aplikasi chat, email bisa diakses 24/7, kalau mau ngobrol tinggal free call saja kok ya masih mau susah-susah nulis postcard, capek-capek ke kantor pos, belum lagi harga perangko 'kan nggak murah."
"Hehe. Iya sih, Mbak.", ujarku sambil masih berkutat dengan kartu pos terakhir yang akan kukirimkan.
"Memangnya kamu itu nulis buat siapa sih? Ini sudah ketiga kali aku lihat kamu menulis minggu ini, sering banget."
Jemariku terhenti sejenak mendengar pertanyaan Mbak Lisa. Aku alihkan pandanganku ke matanya yang sedari tadi memperhatikanku. Aku menjawabnya hanya dengan sebuah senyum. Aku kemudian bergegas meraih jaketku, sudah saatnya berangkat.
"Ruri..", suara Mbak Lisa lirih memanggilku yang sudah membelakanginya. "Kamu nggak boleh begini terus.. Kita pulang, yuk. Akhir tahun ini Mbak dapat cuti dan bisa nemenin kamu pulang. Kita cari udara segar ya, Ri."
Aku bergeming.
"Ruri pergi dulu, Mbak. Assalamu'alaikum.." "Wa'alaikumsalam.."
***

Holborn Circus Bus Stop *
Oktober belum selesai di musim gugur ketigaku di sini. Namun udara dingin sudah kembali tidak bersahabat. Mungkin, tahun ini adalah tahun terdingin yang akan aku lewati. Di saat dingin begini, bus tingkat dua khas negeri ini adalah tempat favoritku. Aku bisa bergerak berpindah ke suatu tempat tanpa perlu merasa kedinginan, sambil tetap bisa melihat pemandangan sekitar, tanpa ada satu pun orang di sekelilingku memerhatikan apa pun yang sedang aku kerjakan. Seperti saat ini, saat aku menatap satu per satu kartu pos yang sudah kutilisi sejak tiga hari yang lalu.
Pertanyaan Mbak Lisa masih terngiang di kepalaku, memunculkan sebuah perasaan yang sebenarnya tak mau aku ingat bersamaan dengan niatku pagi ini mengirimkan kartu-kartu ini.
Mbak Lisa tidak pernah tahu, bahwa sebenarnya di antara kartu-kartu ini, ada yang tidak pernah bisa dikirimkan. Ada, yang tidak pernah berhasil terkirimkan.
Dan itu tidak hanya satu.
"Maaf, Kak. Saya nggak bisa."
Seketika memoriku berpindah seperti menaiki mesin waktu. Delapan tahun yang lalu.
***
*Bus adalah salah satu moda transportasi yang paling sering digunakan oleh masyarakat London. Walaupun rute perjalanan yang harus ditempuh lebih panjang, kita bisa melihat sekeliling kota London dengan jelas, apalagi jika kita mengambil tempat duduk di tingkat dua Bus yang bertipe Double Decker (yap, tidak semua Bus di London jenisnya Double Decker. Ada juga yang hanya satu tingkat). Selain itu, ongkos untuk naik bus juga sangat murah. Hanya £1.5 sekali jalan, dan gratis sepanjang hari setelah tiga kali perjalanan (jadi maksimal biaya naik bus dalam satu hari hanya £4.5).
Iya, Mahasiswa Master juga bisa lelah menulis essay dan meratapi Moodle. ~Suci.
Sejak memulai studi di London September 2016 lalu, saya mulai kedatangan beberapa pertanyaan mengenai bagaimana kehidupan sebagai mahasiswa di sini. Selain itu, saya juga ditanya mengenai perjalanan aplikasi universitas dan beasiswa. Postcards from London adalah sebenarnya jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tadinya, saya ingin melanjutkan post sharing berseri yang sudah saya mulai beberapa waktu lalu. Namun, saya mengubah konsepnya agar lebih menyenangkan untuk dinikmati oleh orang banyak. Semoga, cerita berseri ini dapat dinikmati sambil sama-sama mengupas perjalanan study abroad tanpa menggurui ala-ala tips dan trik yang saya pun sebenarnya tak punya. Kontennya akan memuat cerita dari awal pencarian universitas dan beasiswa, persiapan keberangkatan, gambar-gambar "tidak jelas" saya, dan sebisa mungkin juga saya lengkapi dengan jepretan-jepretan amatir saya di London dan sekitarnya.
Selamat menikmati, dan doakan semoga konsisten ya :)
London, 29 Oktober 2016 Satu hari sebelum perbedaan waktu London-Jakarta menjadi 7 jam lamanya, Suci Fadhilah.
#london#postcards#postcardsfromlondon#rurispostcards#kartupos#kartuposdarilondon#prologue#doubledecker#doubledeckerbus
3 notes
·
View notes