#wpkitakalimantan
Explore tagged Tumblr posts
Text
Aku lebih suka berdiri di belakangmu. Meniti dan ikuti setiap langkah kaki. Menerka apa yang kaucerna dalam logika ketika diammu berbahasa. Atau sekedar menikmati punggungmu yang takbesar namun cukup kekar.
Karena menjadi takterlihat olehmu adalah keputusan terbaik dari segala distraksi rasa. Diam saja, jalan saja, lihat kedepan saja. Jangan pernah membalikkan tubuh untuk sekedar mencari tau siapa yang selalu berdiri dibelakangmu, baik dengan ada maupun doanya. Karena matamu, adalah lautan dalam yang menyelaminya aku perlu mengumpulkan keberanian. Tetaplah disana, jangan membalikkan muka, cukup punggungmu saja. Sungguh, aku menikmatinya. Kemudian matamu, akan kutunggu senja tiba, hingga menikmati seluruhmu cukup bagiku dalam mimpi saja.
@kitakalimantan @kotak-nasi @tumbloggerkita
77 notes
·
View notes
Text
Karena kamu adalah kamu
Untuk diri yang tengah merasa jatuh Sampai kapan? Kapan kau akan bangkit? Kapan kau akan memaafkan dirimu sendiri? Bukankah waktu adalah pemberi obat yang paling baik. Melangkahlah. Dunia tidak semata-mata berhenti hanya karena kesalahan yang kau perbuat. Tidak apa. Tetaplah tersenyum dan ambillah pelajaran dari semua hal yang sudah terjadi. Sebab bagaimana kamu, hanya dirimu sendirilah yang lebih tahu, lebih paham dan lebih mengerti. Orang lain hanya menilai luar. Cintailah dirimu, sebab jika kau membuka mata dan melihat lebih luas, di sekelilingmu banyak juga mereka yang mencintaimu. Kamu berharga, kamu istimewa. Karena kamu adalah kamu.
@kitakalimantan @tumbloggerkita
71 notes
·
View notes
Text
Mayat di Kamar Mandi
Daun pintu bergayut pada rangka plastiknya. Kau melihatnya tampak seperti burung jalak pada punggung kerbau atau ikan-ikan remora di perut hiu. Tapi kau tidak tahu simbiosis jenis apa yang dilakukan daun pintu tersebut. Yang kautahu, kaulah penyebabnya.
Mayat seseorang yang kaukenal tergeletak di ambang pintu tersebut. Dan kau, dengan kedongkolan murni, menganggapnya sebagai perkara yang pantas diabaikan. Dalam tempurung kepalamu, kau berpikir, bahwa sebaiknya, orang-orang menganggapnya sebagai pelajaran penting.
Kau tidak bermaksud membunuhnya. Tapi di sisi lain, kau punya prinsip yang sudah sekian tahun kaupegang benar. Membunuh atau melanggar prinsip bagimu bukan dua hal yang dapat diperbandingkan. Membunuh bisa saja sebagai bentuk lepas kendali diri. Tapi melanggar prinsip hidup, tolol belaka kalau orang melakukannya.
"Kalau orang itu tidak kuhentikan menggedor-gedor pintu, kemungkinan besar ia akan menggedor-gedor pintumu di lain waktu," katamu kepada salah seorang yang menjadikan mayat di hadapanmu sebagai tontonan.
"Tapi tahimu belum kausiram," katanya.
Cc : @tumbloggerkita @kitakalimantan @kitabgundul
4 notes
·
View notes
Text
Mencintai Diri Sendiri
Mencintai diri sendiri. Menjaga diri secara fisik dan rohani. Nyatanya sulit. Olahraga pun jarang, makanan instant jadi dambaan. Menghindari riba dan nafkah halal juga bagian. Kata mamah kalau ga halal bakal jadi banyak masalah. Mencintai diri sendiri juga mensyukuri apa yg pada diri ini. Sholat. Sholat diakhir waktu, lebih lebih kalau lupa, mana bentuk syukurnya. Al Quran jarang baca, hatinya lemah. Puasa saja berat. Masih suka ngeluh dan lapar. Apa yang mau dicintai dari diri ini. Sama seperti kita melihat orang lain. Orang yang rajin sholat, mengaji, sholeh, sholehah, punya perangai dan budi pekerti yang baik. Kita bakal suka, ya meskipun ga cinta. Kita senang melihatnya. Ada rasa apanya gitu. Pun sama dengan diri sendiri. Kalau kita cinta diri sendiri, buktikan dengan membangun diri biar sehat secara fisik dan rohani, karena perintah Allah. Dan juga menjaga budi pekerti. Jangan mencintai diri sendiri tapi disekitar kita sering tersakiti. Kayak ngomongin diri sendiri, ya. Jauuuhh gitu. Jadi selama ini, saya nggak sayang sama diri sendiri? Astagfirullah. Makasih temanya jadi merefleksi diri sendiri. Cc @kitakalimantan @tumbloggerkita
15 notes
·
View notes
Text
Kata orang, buku adalah jendela dunia, sehingga dengan membaca, kubisa melihat indahnya dunia. Ragaku boleh jadi terkurung di suatu tempat; tetapi tidak dengan pikiranku. Melalui buku aku keluar dari kurungan untuk menjelajahi dunia. Bertualang aku ke berbagai negara bahkan ke luar angkasa. “Kau takkan bisa lari dari sini.” Katamu dengan congkaknya. Tak mengapa, aku pun tak peduli jika harus terkurung hingga mati. Asalkan dengan buku, aku bisa menembus ruang persegi ini.
cc: @tumbloggerkita @kitakalimantan @kotak-nasi
7 notes
·
View notes
Text
Kamu
Kemanapun kaupergi, tolong selalu ingat tempatmu pulang; aku. Apa saja yang akan kau lakukan nanti jangan lupa ada aku di sini yang menantimu kembali. Suatu hari nanti, jika rindu sudah mulai menyesakkan hatimu. Segeralah berlari menemuiku karna dekapku akan menjadi obat terbaik untuk rindumu. Kau pergilah keluar! Gapai semua cita-citamu, puaskan segala ambisimu, dan nikmati semua rintangan untuk menggapai mimpimu. Biarlah aku disini menunggumu sembari memperbaiki diri. Agar saat kau kembali nanti. Aku bisa berdiri dengan sejajar disebelahmu, balas menggengam dengan erat jemari hangatmu, dan saling menatap untuk masa depan yang lebih baik lagi.
cc : @kotak-nasi @kitakalimantan @tumbloggerkita
5 notes
·
View notes
Text
Mencintai Diri Sendiri
Mencintai diri sendiri artinya kita memelihara apa yang sudah diberikanNya. Misalnya berolahraga dengan teratur karena badan kita perlu mengeluarkan racun melalui keringat, dan menjaga makan agar sehat. Rajin melakukan perawatan tubuh, cukup yang murah meriah misalnya maskeran dan luluran dirumah, pakai sunscreen kalau lagi keluar ruangan dan rajin shampoo-an. Memberi asupan kepada otak dengan banyak membaca atau bergaul dengan dunia luar untuk menambah pengetahuan.
Lalu jika kita cinta dengan diri kita sendiri tentunya kita akan menjauhkan diri kita dari keburukan. Yaaaa seperti menjauhkan diri kita dari dosa, gimana caranya? Ya rajin beribadah, yang wajib jangan ditinggal yang sunah dikerjakan sedikit-sedikit. Menambah rezeki kita dengan perbanyak sedekah. Dan juga memperbanyak teman-teman sholeh.
Yang terakhir yang sangat penting nih. Selalu berpikir positif, karena pikiran yang baik akan memberi feedback yang bagus terhadap tubuh dan kegiatan kita.
Ayo berubah untuk menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya!
@kitakalimantan
2 notes
·
View notes
Text
Si Tangan Dingin
Namaku Raisman, aku baru saja memulai kuliahku di sebuah universitas negeri dan ini sudah masuk satu bulan aku belajar di sini. Aku juga sudah mengenal beberapa orang di kelasku. Orang-orang yang mengenalku sering memanggilku aisman karena mereka bilang tangan dan sikapku dingin seperti es. Sebenarnya sikapku bukannya dingin hanya saja tidak mudah saja mengeluarkan emosi, paling tersenyum simpul saat ada hal yang lucu padahal yang lain tertawa terbahak-bahak atau yang lain menangis karena filmnya sedih sedangkan aku hanya menghela nafas.
Di kampus aku paling suka ke perpustakaan karena sepi dan hening. Tapi beberapa hari terakhir ini aku malah gelisah di sana. Aku gelisah karena di tempat sudut yang biasa aku duduki, sekarang ada wanita yang duduk di depannya. Dia beralasan duduk di sini katanya lebih sepi dan hening. Yah sama sepertiku. Seharusnya aku senang karena ada wanita cantik yang duduk di depanku dengan hobi yang sama, membaca di tempat sepi dan hening. Tapi tidak, aku gelisah. Aku yang sudah lama tidak merasakan emosi yang berlebihan sejak saat itu kini merasakan emosi gelisah.
Aku mencoba menghilangkan kegelisahanku dengan sekali-kali mengajaknya berbicara mengenai buku yang kami baca. Dan yah, gelisahku hilang kemudian menjadi nyaman kembali. Namun nyaman ini berbeda seperti saat aku sendiri, aku tak tau di mana letak bedanya.
*********
Aku terlonjak bangun saat merasakan dadaku yang tiba-tiba sakit sekali. Aku menekan dadaku dengan tanganku, merasakan dadaku yang panas sedangkan tanganku yang dingin. Sambil menekan dadaku aku berdoa dan berharap sakitnya berkurang. Sekian detik berlalu akhirnya sakit yang kurasakan di dadaku hilang. Keringat mengucur deras di wajahku, aku bangun dan melihat jam pukul 05. 15 pagi. Hari ini aku ada jam kuliah pagi dengan segara aku bergegas mandi. Siangnya aku pergi ke kampus dan duduk di tempatku yang biasa dan di depanku tentu saja ada dia yang sedang membaca. Dia kembali menyapaku seperti biasa namun kali ini wajahnya tampak cemas saat melihatku. Dia bertanya apakah aku sakit, karena katanya wajahku tampak pucat sekali dari biasanya. Aku bilang tidak apa-apa hanya sedikit kelelahan.
Setelah perkuliah sore aku berjalan menuju parkiran motor dan tak sengaja melihatnya di depan gerbang kampus. Aku lalu membelokkan langkah kakiku menujunya. Baru beberapa langkah aku berjalan aku melihat mobil hitam berhenti di depannya dan seorang lelaki keluar menyapanya dan membantu dia masuk ke dalam mobil tersebut. Aku menghentikan langkahku memandanginya lalu kembali belok menuju parkiran motor.
*********
Pagi ini aku kembali merasakan sakit di dadaku. Sakit yang sama seperti sebelumnya namun lebih lama. Keringat kembali mengucur deras di wajahku, bajuku basah seperti kehujanan dan tanganku yang rasanya dingin sekali. Hari ini jadwal kuliahku kosong tapi aku tetap datang ke kampus dan langsung ke perpustakaan. Sejam berlalu dia datang masuk perpustakaan dan duduk di depanku. Aku merasa gelisah kembali, kali ini bukan karena keberadaannya namun karena ada sesuatu yang ingin kukatakan. Aku takut, jika tidak kukakatan segera semua akan terlambat.
Setelah lama berpikir, aku lalu mencoba mengatakannya. Aku memanggil namanya dan dia menoleh padaku. Aku lalu mengatakan beberapa kalimat basa-basi dan saat aku akan mengatakan apa yang sebenarnya yang ingin kukatakan, dadaku kembali sakit. Kali ini sakitnya lebih parah dari sebelumnya, aku jatuh di lantai dari tempat dudukku sambil memegang dadaku. Sesaat, aku melihat dia panik karena melihatku yang tiba-tiba tumbang. Hah, aku terlambat. Padahal hanya sedikit lagi aku akan mengatakannya, tapi bom di tubuhku tidak memberikan waktu. Aku melihat matanya berair menatapku dan mulutnya seperti mengatakan sesuatu. Saat itu aku hanya bisa tersenyum tipis menekan dadaku dengan tangan dinginku sambil perlahan menutup mataku.............. selamanya.
cc : @tumbloggerkita @kitakalimantan @ariqyraihan
6 notes
·
View notes
Text
Sulisno dan Sundari
Di suatu senja sudut kota, terlihat sepasang sahabat sedang menikmati rona jingga yang kali ini tak ada mendung yang menghalanginya. Mereka sangat antusias menikmatinya, karena usahanya untuk menghentikan hujan sejenak bisa terlaksana berkat dukun yang menyarankan untuk menjemur celana dalam yang dipakai 1 minggu di atas genting *sumpah ini ngaco* . Mungkin itu anuegarah dari Tuhan, bagaimana tidak? Tiap hari langit selalu mendung, dan selalu terjadi hujan di sore hari. Tapi itulah keadilan Tuhan, entah mungkin Tuhan iba kepada mereka, akhirnya sebelum esoknya mereka berpisah kembali, Tuhan memerintah langit untuk terang dan menyuruh jingga untuk menghiasi angkasnya agar terbentuk kenangan yang membuat mereka ingin kembali di tempat ini. Sepasang sahabat itu sebut saja Sundari dan Sulisno. Mereka telah menjalani hubungan persahabatan kurang lebih selama 6 tahun, tepatnya saat si Sulisno menyatakan perasaannya kepada Sundari di bawah pohon beringin besar di pusat kota . Dan saat itu Sundari yang masih berpegang teguh untuk tak pacaran akhirnya menjawab “lebih baik kita sahabatan saja”. Bukannya sedih Sulisno malah bahagia, karena sebelumnya ia sudah tahu bahwa Sundari tak ingin pacaran, dan jawaban menjadi sahabatan dari Sundari menurutnya sudah tepat, ia masih bisa dekat dengan Sundari dan masih ada harapan bagi dia untuk kelak menjadikan Sundari sebagai ibu dari anak-anak Sulisno. Sundari terlahir dari keluarga yang sangat berpegang teguh terhadap agama, ayahnya seorang ustadz di kampung tempat ia tinggal, dan ibunya juga pemimpin pengajian ibu-ibu di kelurahannya . Sundari anak ke-8 dari 9 bersaudara, terlalu banyak saudara kandung dari sundari jadi tidak perlu saya jelaskan disini, bisa jadi cerita panjang bila di jelaskan satu persatu. Di ujung senja yang terakhir bagi kebersamaan mereka di tahun ini, tak lupa Sulisno selalu membisikkan sebait kata-kata yang telah ia persiapkan sebelumnya, begini bunyi salah satu baitnya “Rumah akan tetap jadi rumah meski tlah di tinggal berapa tahun lamanya. Kamu boleh saja pergi ke Amerika, Italia bahkan Barcelona, tapi tetap satu yang kamu ingat, itu adalah rumah, karena kamu ga punya tanah, jadi yang kamu ingat adalah rumah”
Tamat
*cerita ini adalah fiktif belaka, mohon maaf apabila ada kesamaan nama, tokoh, karakter ataupun peristiwa.
@tumbloggerkita @kitakalimantan @ariqyraihan
6 notes
·
View notes
Text
Wafer
Sudah satu jam sejak ia diberi sebungkus wafer Tango cokelat dari paman. Ini kali pertamanya mendapat biskuit cokelat. Sepertinya dia begitu penasaran. Dipandanginya lamat-lamat bungkusan itu. Warnanya cokelat, berkilau, dan sangat menarik. Apakah rasanya manis seperti gula, atau pahit?, mungkin itu yang ada di benaknya. Aku tak tahu tentu saja. Wajahnya terlihat sangat gembira, seperti akan diajak pergi jalan-jalan.
Akhirnya dia pun meminta bantuanku untuk membuka bungkusnya. Mungkin ia sudah lelah menebak-nebak, pikirku. Saat akan kubuka bungkusnya, tiba-tiba ibu memanggil adik dan menyuruhnya ke dapur sebentar. Sementara adik ke dapur, kuletakkan bungkusan wafer yang sudah kubuka itu di atas meja. Samar-samar tercium wangi cokelat yang menggodaku untuk mencicipinya. Tanpa pikir panjang ku ambil satu buah wafer cokelat itu dan memakannya.
Kemudian adik datang. Lalu menatap bungkusan wafernya. Setelah menyadari ada yang hilang satu, ia pun menatapku yang asyik mengunyah sambil menonton tv. Perlahan…matanya berair, sudut bibirnya tertarik ke bawah. Dan dia mulai terisak. Aku bingung ada apa dengannya. “Loh, dek. Kenapa?”
Dia menangis dan semakin kencang. Sampai membuat ibu keluar dari dapur dan bertanya tentang apa yang terjadi. Aku tidak bisa memberi jawaban karena sedikit panik. Kucoba memeluk adik untuk meredakan tangisnya. Namun tidak berhasil, bahkan semakin menjadi. Aah…aku tidak sanggup mendengarkannya. Suaranya begitu menyayat hati membuatku ingin ikut menangis. “Adek kenapa nangis? Bilang dong sama kakak. Kakak nggak ngerti kalau adek ngggak bilang.”
Dia tetap menangis, lalu menunjuk ke arah meja.
Aku terdiam sejenak melihat apa yang ia maksud. Dan teringat akan apa yang telah kulakukan sebelum ini. Tertegun aku menatapnya yang masih menangis. “Maafin kakak ya, dek.”
Setelah itu aku menyadari bahwa momen pertama kali adalah saat-saat yang istimewa. Perasaanku mungkin akan sama seperti adik bila seseorang mencuri posisi pertama untuk sesuatu yang berharga milikku.
Memikirkan itu, aku tertekan rasa bersalah.
April 2017
cc: @tumbloggerkita @kitakalimantan @ariqyraihan
5 notes
·
View notes
Text
Cerpen: Matahari Sudah Terbenam
Aku mengenalnya dari pertama kali ketika aku dan mama mengetuk pintu rumahnya. Kala itu kami baru saja pindah rumah tepat di hadapan rumahnya. Dan mama membuat kue untuk semua tetangga di dekat rumah, “untuk salam perkenalan” kata mama.
Hari itu, aku ikut mama kerumahnya. Mama mengetuk pintunya dan mengucapkan salam. Tak lama kemudian pintu dibuka oleh seorang anak perempuan kecil yang rambutnya dikuncir kuda. Matanya bingung menatap aku dan mama. Mama menyapanya sambil tersenyum lembut. Tak lama kemudian, terdengar suara wanita dari dalam rumah bertanya pada anak kecil itu siapa yang datang.
Dan pada hari itu, pertemanan kami dimulai.
Namanya Matahari Aisha Putri dan aku memanggilnya Tari. Tak terhitung bilangan waktu kami lalui bersama. Dari berangkat sekolah, pergi bimbingan belajar sampai bermain. Dia tak terlihat seperti anak perempuan manja bagiku. Bahkan menurutku dia itu lebih kuat dariku. Dia yang mengajariku asyiknya mengayuh sepeda laju-laju ketika turun gunung dan merasakan sejuknya angin menerpa wajah. Dia juga yang mengajakku bermain layang-layang ditengah terik matahari. Dia pula yang membagi rahasia kecilnya padaku, bahwa katanya bintang-bintang di langit itu adalah peri yang selalu memperhatikan apa yang kita lakukan. Dan membantu anak-anak kecil yang baik hati untuk mewujudkan mimpi.
Ketika SMP, Tari pernah menangis karena diganggu oleh anak laki-laki kelas sebelah. Ternyata anak laki-laki itu suka padanya. Tapi dia tidak suka dan risih dengan sikap anak laki-laki itu, dia malu ketika anak laki-laki itu datang padanya dan memberinya sebatang coklat lalu teman-teman sekelasnya semuanya mengejeknya. “Aku tidak suka, yan” Adunya padaku ketika kami berdua duduk di taman belakang sekolah. Aku tertawa dan Tari malah memukulku.
Ketika SMA, Tari berubah menjadi lebih mempesona. Aku ingat benar, hari itu bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas tahun. Hari itu, seperti hari-hari setiap tahun sebelumnya. Kami selalu merayakan ulang tahun kami bersama-sama. Dan malam itu aku sudah duduk manis di ruang tamu rumahnya dengan membawa sebuah kado ditanganku.
Malam itu Tari mengenakan gamis berwarna hitam dengan jilbab berwarna kesukaanny. Dengan polesan wajah sederhana khas dia. Bedak tipis dan lipstik natural sesuai warna bibirnya. Aku terpesona. Tak menyangka anak kecil yang dulu membukakan pintu rumahnya itu kini berubah menjadi bidadari di mataku. Jilbab yang dia kenakan membuatnya terlihat lebih anggun. Tari tersenyum lalu menghampiriku, “bagaimana?” katanya. Dan aku masih terdiam menatapnya.
“Hey, Rian. Jangan melototin aku aneh gitu deh. Gimana? Cocok nggak?”
Aku tersadar langsung menjawab, “Cantik”.
Tari tersipu. Lalu buru-buru aku lanjutkan perkataanku, “Cantik jilbab dan bajunya. Kamunya nggak”.
Senyum di wajah Tari langsung lenyap berubah cemberut khasnya. Aku tertawa. Ya Allah, mana mungkin aku jujur padanya bahwa sungguh dia sangat cantik memakai pakaian takwa. Mana mungkin aku jujur padanya jika aku sedang bersusah payah mengatur getaran dalam hatiku.
Dan mulai malam itu, aku mendapati Tari yang baru. Tari yang tertutup tapi lebih anggun. Tari yang rajin pergi ta'lim setiap hari senin dan jum'at pada sore harinya. Lalu pergi mengaji pada hari minggunya. Tari yang menjaga diri dari bukan mahramnya.
Dan kepadaku, suatu hari Tari pergi bertamu ke rumahku setelah lama dia tidak muncul di hadapanku. Hari itu minggu pagi, aku baru saja pulang dari berolahraga dan mendapati Tari sudah membantu mama membuat kue di dapur. Ketika melihatku datang, dia menghampiriku sambil tersenyum. Kami mengobrol di teras belakang.
“Maaf ya yan, aku sekarang sering sibuk sendiri. Udah nggak bisa kayak dulu lagi berteman sama kamu. Kita sudah beranjak besar dan aku sedang belajar taat kepada Allah”.
Aku hanya diam mendengar Tari berbicara panjang lebar. Tapi satu yang aku sadari, kami tidak akan bisa seakrab dulu lagi.
“Aku masih temanmu kok. Hanya saja sekarang ada batasan-batasan yang harus aku jaga. Untuk kebaikan aku juga kamu. Kamu jangan marah sama aku ya? Aku harap kamu mengerti keputusanku.”
Aku pun masih terdiam mendengarkan semua perkataannya. Tak ingin menjawab apapun.
Tari menatapku lalu tersenyum dan dia menyerahkan sebuah buku padaku. “Baca ya” katanya. Setelah itu dia pamit pulang kerumahnya.
Semenjak hari itu, batasan-batasan yang Tari katakan dan aku coba pahami itu pun terlaksana. Kebersamaan kami tak seintens dulu. Walaupun terkadang kami masih mengobrol dan mengerjakan tugas bersama atau belajar bersama untuk persiapan ujian nasional, tapi itu tidak pernah benar-benar berdua. Selalu ada mama Tari atau kakaknya atau papanya yang menemani kami.
Aku pun mulai menpelajari apa yang Tari pelajari. Tentang cara pergaulan laki-laki dan perempuan dalam islam. Tentang tanggung jawab sebagai seorang muslim. Aku juga belajar untuk menjaga sholat dan ngajiku. Aku juga ikut majelis-majelis ilmu. Semua aku lakukan bukan untuk Tari, tapi aku juga ingin menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Tari berubah menjadi baik, masa aku begini-begini saja.
Hari ini kami menjalani ujian nasional. Sebelum masuk ke dalam ruang ujian aku bertemu Tari. Dia tersenyum padaku dan berkata, “Bismillah ya Rian. Semoga Allah memberikan kemudahan pada kita dalam menjawab soal-soal ujian”. Aku mengaminkan.
Selama sepekan kami melangsungkan ujian. Hingga menunggu pengumuman ujian itu dikeluarkan. Aku dan Tari sibuk dengan urusan kami masing-masing. Kami mulai mempersiapkan diri untuk ujian masuk universitas. Dari mama aku mendengar cerita katanya Tari diterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Bahasa Indonesia. Sedang aku sendiri diterima di Fakultas Tehnik Jurusan Tehnik Lingkungan. Tapi ada rahasia yang belum aku ceritakan kepada Tari.
Malam hari setelah pengumuman ujian nasional dikeluarkan. Keluargaku dan keluarga Tari mengadakan makan malam bersama di rumahku. Sebagai acara syukuran atas kelulusan kami. Keluargaku dan keluarganya pun sudah sangat akrab, bagaimana tidak, banyak bilangan waktu dan hari yang kami lewati bersama.
Dan malam ini, setelah selesai makan malam. Ketika mamaku dan mama Tari membereskan ruang makan, papaku dan papa Tari mengobrol di ruang tamu, dan kakakku dan kakak Tari sedang bermain play station. Aku menghampiri Tari yang duduk di lantai, dia sedang bermain dengan adikku. Aku ikut bergabung disana.
“Keterima di FKIP Bahasa Indonesia ya? Selamat ya?” kataku.
“Kamu tahu aja. Pasti tante Rini yang bilang ke kamu kan?”
Aku mengangguk.
“Kamu keterima juga kan di tehnik?” Tanyanya.
“Iya. Tapi bukan di universitas di kota kita” jawabku.
Tari yang daritadi meladeni bicaraku tanpa melihat wajahku, kini memalingkan wajahnya padaku dan menatap mataku, “jadi dimana?” katanya.
“Di Malang” Jawabku.
Lama aku melihat Tari terdiam. Lalu perlahan-lahan dia tersenyum, senyum yang mengiris hatiku. “Selamat ya. Hati-hati ntar di sana. Ah kita bakal jarang banget ketemu ya. Kamu jaga diri baik-baik ntar. Kuliah yang bener. Jangan kebanyakan main” katanya sambil tertawa.
Tapi aku tahu dia menyimpan kecewa. Allah, jika boleh ingin sekali rasanya memeluk perempuan ini.
“Kamu juga kuliah yang bener. Jaga diri baik-baik. Kalo di ganggu cowok jangan nangis soalnya aku jauh nggak bisa jagain kamu lagi” kataku datar.
Tari tertawa, tapi aku melihat ada genangan di sudut matanya. “Nggak. Nggak akan ada laki-laki yang berani menggangguku” katanya.
Sehari sebelum keberangkatanku ke Malang. Aku mengajak Tari berjalan-jalan. Kami ditemani kakaknya dan adikku. Kami tertawa, bercanda, makan ice cream dan yang penting aku ingin berlama-lama menikmati waktuku bersamanya.
Sebelum senja kami pulang ke rumah. Sebelum Tari masuk ke pagar rumahnya, aku panggil dia. Dan aku memberikan sebuah kotak berwarna jingga, warna kesukaannya.
“Ini apa?” kata Tari.
“Hadiah” Jawabku. “Biar kamu nggak lupain aku”.
Tari tertawa. “Baiklah. Aku buka di dalam ya. Makasih ya” Katanya.
Dia pun berjalan memasuki rumah. Aku masih berdiri menatapnya.
*******
detik ini, akan ku bagi kau satu rahasia tentang seseorang yang menyimpan cinta dan memupuk rindu pada malam-malam syahdu
Di antara desau angin pengantar mimpi Dia memilih tuk tetap terjaga Di antara lantunan doa dalam hening yang panjang Dia serahkan seluruh rasa
“Allah Maha Segalanya” pikirnya.
*****
Aku serahkan rasaku untuk Tari pada Allah. Aku kembalikan seluruh rasa pada-Nya. Aku pinta Allah jaga dia. Jika dia memang untukku, akhir nanti kami akan bersama.
Selama menjalani hari-hari di Malang, aku tidak berani menghubungi Tari. Aku sering menanyakan kabarnya melalui mama. Lalu menitip salam untuknya agar sehat selalu dan baik-baik saja disana. Aku tidak ingin perasaan ini merajaiku. Jadi sebisa mungkin aku membentengi diriku agar tidak menghubunginya.
Tidak mudah memang. Tidak mudah apalagi jika aku tengah merindukannya. Aku hanya mampu beristighfar dan menenggelamkan diri dalam doa. Mendoakan kebaikan-kebaikannya.
*****
Hari ini aku diwisuda. Mama, Papa dan kakak datang menghadiri wisudaku. Aku bahagia ketika Mama memelukku dan berucap syukur. Yang lebih membuat bahagia, kali ini aku bisa pulang dan membawa kebanggaan untuk Tari. Aku ingin melamarnya.
Niatku ini sudah aku utarakan pada Mama dan Papa. Mereka menyetujuinya.
Dan pada hari dimana matahari bersinar cerah, aku melangkahkan kakiku memasuki halaman rumah Tari. Meneguhkan hati dan mengucap basmallah.
Ku ketuk pintu rumahnya tiga kali dan mengucap salam. Jantungku rasanya tak keruan. Ya Allah bagaimanakah rupanya sekarang. Sungguh sudah lama sekali aku tidak melihatnya.
Pintu dihadapanku pun terbuka, gadis berjilbab jingga terlihat di pantulan kedua mataku. Aku tersenyum dan dia terkejut melihatku.
“Masya Allah Rian. Kapan datang. Ya Allah apa kabar? Ya Allah Rian, lama banget nggak liat kamu. Jahat ih nggak pernah pulang kalo liburan” cecarnya. Aku melihat ada genangan air di sudut matanya.
Aku tersenyum, “Aku nggak disuruh masuk nih” kataku.
“Ya Allah lupa. Ya Allah aku terlalu senang lihat kamu dihadapanku. Yuklah masuk yan.”
“Ma. Mamaaaaaa. Ada Rian datang ma” katanya memanggil mamanya.
Aku mengikuti Tari masuk ke dalam rumahnya. Dengan isyarat tangannya dia menyuruhku mengikutinya hingga ke dalam rumah. Menemui mamanya di dapur. Kami pun mengobrol di meja makan.
“Sudah wisuda ya, Rian?” Tanya mamanya.
“Sudah tan. Alhamdulillah”.
“Rian makin ganteng ya tante lihat-lihat. Dapat calon nggak disana”.
Aku melirik Tari ketika mendengar mamanya berbicara begitu. Tari tersenyum lalu berkata, “Ah paling nggak ada yang mau sama dia ma”.
“Eh enak aja. Adalah tapi ya aku belum mau”.
“Uh gaya beneeeeeer”.
Dan sungguh aku sangat merindukan saat-saat bercanda seperti ini dengannya.
“Tari kemarin di lamar yan, gaya dia udah jadi calon istri” kata mamanya memecah tawa kami.
Aku terkejut dan langsung menatap wajah Tari, meminta penjelasan. Tari sadar akan tatapanku dan langsung duduk di samping mamanya yang duduk di hadapanku.
“Iya, yan. Kemarin kakak tingkat di kampusku, ketua organisasi islam, melamarku. Aku mengenalnya dari awal aku bergabung di organisasi itu. Dia orangnya baik, menjaga dan yang penting dia mencintai Allah”.
Aku hanya diam mendengar penjelasan Tari.
“Jadi kapan akad nikahnya dilaksanakan?” aku memberanikan diri bertanya.
“Bulan depan yan. Seminggu setelah aku wisuda”.
“Selamat ya” kataku. “Akhirnya ada yang mau sama cewek bau matahari sepertimu” kataku menambahkan sambil tertawa.
“Apaan sih kamuuuuu. Kamu pikir nggak ada yang suka sama aku” katanya.
Aku mengangkat bahu, “Siapa tau” kataku.
Tari melemparku dengan tisu. Aku tertawa terbahak. Mana tahu dia ada kembang api yang menyesakkan meledak-ledak dalam dadaku. Aku kecewa.
Iya. Sekuat apapun aku menjaganya dalam doa jika dia bukan untukku maka aku tidak akan memilikinya. Aku memang tidak akan pernah tahu hal baik seperti apa menurut Allah untuk hidupku. Tapi aku selalu yakin bahwa ketetapan-ketetapan-Nya adalah pasti. Aku hanya harus terus berjalan lagi.
Hari ini, ketika matahari terbenam. Aku menyaksikan wanita satu-satunya yang aku cintai dari awal aku mengenal cinta sedang bahagia dalam genggaman laki-laki lain.
Aku menghela nafas. Demi Allah, aku rela jika dia bahagia.
cc: @tumbloggerkita @kitakalimantan @ariqyraihan
43 notes
·
View notes
Text
Bangun
Ada jari-jemari yang lelah pun ada tubuh yang tersungkur di lubang hitam, nestapa ini sungguh memilukan bersimpuh merajut doa, merunduk berlinang air mata, begitu saja hingga ada yang menepuk serta menuntun untuk memasuki lorong lorong nirwana Cc: @kitakalimantan @tumbloggerkita @narasibulanmerah
31 notes
·
View notes
Text
jendela
kubuka lebar, kuhirup dalam-dalam udara yang menyergap segera bingkainya sudah tua, tampangnya pun kusam tetap kokohlah, temaniku pada malam-malam mesra dibalik tirainya, kutatap langit muram
teruntuk kamu, @kitakalimantan @tumbloggerkita @narasibulanmerah
12 notes
·
View notes
Text
Cara Mencintai Diriku
Perihal mencinta Itu hal yang lumrah Jika saja kau pilihannya
Perihal mencinta Levelku sudah menengah Jika saja kau tujuannya
Dan Masih perihal cinta Sudah kuputuskan bahwa Aku hanya ingin mencintaimu saja
Paham bahwa aku mencintaimu Aku menjaga diriku Sadar karena mencintai dirimu Aku telah menjadi versi terbaikku
Dengan mencintaimu Aku hidup dan dihidupkan Karena mencintaimu Cara dan alasan untuk mencintai diriku
Pontianak, 2 Hari Menuju World Suicide Prevention Day
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi PROMIS MANTAN (Proyek Menulis Kita Kalimantan) dalam rangka memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri (World Suicide Prevention Day) dengan tema Mencintai Diri Sendiri.
cc: @tumbloggerkita @kitakalimantan
3 notes
·
View notes
Text
.....
Malam itu, tepat sebelum aku kembali tidur, terdengan suara gelas terjatuh.
PYAAAAARR
Aku masih ingat dengan jelas jika suara itu yang menarikku secara paksa ke alam dunia.
"ahh kucing mana lagi yang membuat kegaduhan" batinku berbisik halus.
Kupaksa kakiku menapaki lantai yang lembab dan basah. Bau amis medobrak dan berlomba memasuki radar penciumanku. Setengah sadar aku melihat kucing itu di antara kaki meja dan dinding. Ia duduk sembari memeluk erat kakinya.
"ahh kucing berambut hitam yang malang, kenapa kaunekat keluar saat semua kakakmu menyuruhmu tetap tinggal di dalam? nampaknya kausudah taksabar bertemu kakak-kakakmu ya." suaraku menggelegar membelah heningnya malam yang beranjak pagi.
"Aaakkhhhhh" kucing berambut hitam itu berteriak keras, sebelum sebilah golok menebas sempurna lehernya.
“Selamat malam Titania”
CC : @kitakalimantan @kitabgundul @tumbloggerkita
NOTE : sama seperti rinduku yang hanya ditujukan ke “kamu”, flashfiction ini juga dibuat untuk wp semata :))
1 note
·
View note
Text
Lelah
aku lunglai memeluk lelah tanpa arah melewati gundah aku bukan pergi bukan juga kembali
sendiri memamah kesunyian menatap kosong yang meregang keramaian dan lalu melepas lelah dalam rinai hujan dalam gelap yang pekat lelah tuk bertahan
lewati malam yang terus berganti namun aku tak kunjung mati apakah masih ada yang harus ku jejaki ? atau, Tuhan lupa aku disini ?
aku berjalan terseret duka peluh berharap ada satu suka membasuh membuang segala lusuh untuk segala yang runtuh
Tuhan, bolehkah sejenak aku kembali rebah ? dalam pangkuan tanpa gelisah lelap melepas segala penat dan lelah tidur dalam damai seorang bocah
Jakarta, february 2017
Pertigaankekiri
cc : TumbloggerKITA KITAKalimantan yuvenil
40 notes
·
View notes