Tumgik
#tyo pakusadewo
transpublikid · 1 year
Text
Soal Bisnis di Balik Penjara Versi Tyo Pakusadewo, Karutan Cipinang Hal Itu Merupakan Informasi Menyesatkan
TRANSPUBLIK.co.id  -Karutan Cipinang Ali Sukarno mengatakan pernyataan aktor Tyo Pakusadewo di akun youtube Kuya TV soal bandar keliling dan bisnis di balik penjara atau lapas, Senin (1/5) merupakan pernyataan yang menyesatkan. Dalam pernyataannya Tyo yang sudah dua kali menghuni penjara karena kasus narkoba tersebut ada bisnis narkoba, jual beli ponsel, makanan, air minum, hingga kasur dan juga…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
nabiwwa · 6 years
Text
A Film: Letters from Prague (Surat dari Praha)
Tumblr media
Sad, beautiful, tragic. 
Larasati merupakan perempuan muda yang sedang mengurus proses perceraiannya dengan suaminya karena suaminya tidur dengan perempuan lain di saat dirinya tengah hamil dua bulan hingga keguguran. Larasati yang keras, setelah bertahun-tahun tidak berjumpa dengan ibunya, Sulastri, kali ini bertemu dengan keadaan Sulastri tengah sakit. Larasati berniat meminjam sertifikat rumah untuk keperluannya. Ternyata, tak lama kemudian, Sulastri meninggal. Belum saja menginjak empat puluh hari, ia telah meminta notaris untuk membacakan wasiat ibunya. Wasiat itu menyatakan bahwa rumah tersebut akan diberikan kepada Larasati sebagai anak tunggal Sulastri dengan sebuah syarat harus menyerahkan sekotak yang berisi kumpulan surat pada Pak Jaya di Praha serta harus mendapatkan tanda tangannya. 
Dengan hati dan kepala yang keras, Larasati pun terbang ke Praha. Ia akhirnya menemukan alamat Pak Jaya dan menunggu. Ketika Pak Jaya tahu bahwa yang datang merupakan anak Sulastri, beliau marah besar seolah kedatangannya mengusik ketenangannya dan kembali membangkitkan kenakan pahit kisah cintanya dengan Sulastri. 
Larasati menuduh bahwa Pak Jaya telah menghancurkan keluarganya dengan ia mengirimkan surat-surat itu. Ia menuduh bahwa surat-surat itu telah menyebabkan ayah kandungnya meninggal. Ia juga menuduh beliau bahwa selama ini ibunya mengurung diri di kamar adalah ulah dari surat-surat yang datang. Pak Jaya juga tak mau kalah. Ia pun bersikap sangat keras terhadap kedatangan Larasati ke Praha. 
“Mengapa setelah dua puluh tahun, Anda baru muncul?”
Perlahan-lahan, keduanya melunak dan saling bercerita tentang masa lalu yang telah mereka lewati. Pak Jaya merupakan tahanan politik Orde Baru dan keluarganegaraannya dicabut ketika ia menempuh pendidikan di Praha atas beasiswa yang ia peroleh di era Soekarno. Ia dan kawan-kawannya menolak Orde Baru sehingga menyebabkan ia menjadi tahanan politik kelas C sehingga ia dan banyak kawannya di sini menjadi stateless. Namun, satu yang dicamkan di cerita ini bahwa golongan orang-orang yang menolak Orde Baru tak selamanya adalah komunis. Bahkan, mereka adalah orang-orang yang lebih nasionalis. Dengan kawan-kawan lamanya, ia bercerita bahwa dahulu mereka pergi dengan kapal hingga Terusan Suez dan berlayar menuju Eropa hingga akhirnya mereka sampai di Praha. 
“Saya pernah berjanji pada Sulastri. Pertama, saya akan kembali ke Indonesia. Kedua, saya tidak akan pernah berhenti mencintainya. Namun, takdir hanya membuat saya dapat melaksanakan janji yang kedua.”
Inti dari perjalanan ke Praha ini ialah menemukan kembali ‘sesuatu’ itu. Wasiat Sulastri ternyata ingin mempertemukan anak kesayangannya dengan satu-satunya orang yang ia cintai. Sulastri ingin agar Pak Jaya dan Larasati dapat berdamai dengan hidupnya masing-masing. 
“Jika dulu Anda memilih kembali ke Indonesia, kira-kira apa yang akan terjadi?”
“Kemungkinan besar kau akan menjadi anak saya.”
Dan di akhir, ketika Larasati dan Pak Jaya berpelukan di trotoar itu, wuidih. Banjir air mata. Bayangkan saja Anda berpelukan di negeri orang bersama orang yang sangat mencintai Ibu Anda hingga sekarang, dan itu adalah bukan ayah kandung Anda. 
Sakit banget nonton film ini, meski sudah yang kedua kalinya menonton tetap saja menangis tersedu. Tokoh-tokoh di film ini adalah Larasati (diperankan oleh Julie Estelle), Jaya (diperankan oleh Tyo Pakusadewo), dan Sulastri (diperankan oleh Widyawati). Sebuah film Indonesia yang sangat berkualitas dari segi cerita maupun hasil produksinya. 
9/10 
n.a.f
6 notes · View notes
Text
My Generation (2017)
SINOPSIS MY GENERATION – My Generation merupakan sebuah film garapan sutradara Upi merupakan film kesekiannya yang mengangkat tentang remaja. Namun, kali ini sutradara yang juga menggarap film My Stupid Boss ini tidak hanya menceritakan remaja di era millennial, melainkan remaja kaum metropolis. Film bergenre drama asal Indonesia ini diproduksi oleh IFI SINEMA dan Aji Sumarjono sebagai produser.
View On WordPress
0 notes
liputanviral-blog · 5 years
Text
Oxcel Paryana Luapkan Kerinduan Berakting Lewat Film 'Mantan Manten'
LiputanViral -Aktris Oxcerila Paryana kembali ke layar lebar lewat aktingnya di film 'Mantan Manten'. Dalam film tersebut, wanitayang akrab disapa Oxcel itu beradu peran dengan Atiqah Hasiholan dan Arifin Putra. Dalam film 'Mantan Manten', perempuan berusia 27 tahun ini berperan sebagai Salma, sahabat Yasnina (Atiqah) yang baru kembali setelah sekolah di luar negeri. Menurut Oxcel, keterlibatannya dalam film itu cukup mengobati rasa rindunya pada dunia akting. Terakhir kali Oxcel terlibat dalam industri perfilman pada 10 tahun lalu lewat film ‘Ai Lop Yu Pul’ (2009). Sementara untuk sinetron, terakhir ia terlibat tujuh tahun lalu, yakni 'Cinta Cenat-cenut 3' (2012).   View this post on Instagram   A post shared by Oxcel (@oxcel) on Mar 13, 2019 at 10:00pm PDT Oxcel Paryana mengaku hal ini membuatnya sempat merasa canggung. Apalagi saat ini statusnya juga telah menjadi seorang istri dan ibu dari dua anak. “Tapi lebih ke bagaimana mindset gue buat balik lagi nih ke sini. Aku mikir yang lain juga bisa punya anak dan syuting, alhamdulilah film waktunya ada batasan,” kata Oxcel ketika ditemui di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (28/3) malam. Film ini juga menjadi pertemuan pertamanya dengan Atiqah dan Arifin. Meski begitu, tak ada halangan berarti dalam membangun chemistry di antara mereka. “Jadi kayak pasti ada, aduh gimana nih mana gue baru balik lagi. Untungnya semua sangat sangat suportif, seru banget, jadi enggak bikin aku ngerasa jiper. Jadi sangat kooperatif sih,” ucap pemain sinetron 'Cinta Cenat Cenut 3' ini.
Tumblr media
Bukan sekadar melepas kangen, rupanya Oxcel masih ingin terus meramaikan industri perfilman Tanah Air. Meskipun ia kini lebih selektif dalam mengambil peran yang ditawarkannya. “Pertimbangannya lebih ketat, dulu kan sendiri kayak bebas, sekarang kan lebih kayak gimana nih, mungkin enggak ya,” ucap istri dari Rhendie Andrian itu. “Aku lebih lihat yang mana yang waktunya mungkin sih, emang pertimbangannya jadi lebih banyak,” tambahnya.   View this post on Instagram   A post shared by Oxcel (@oxcel) on Feb 5, 2019 at 7:59am PST Dalam film bergenre drama itu, Oxcel mengaku telah meminta restu dari suami. Beragam pertimbangan pun muncul kala dirinya meminta izin untuk menjalani suatu peran. “Kita ada sih bahas kayak, yang penting jangan cium mulut. Misalnya dia ada gitunya(cemburu) tapi aku bilang kayak aku suka (godain) kayak, 'Nanti pelukan sama ini, lho'. Mungkin ada kita rencananya membatasi, cuma kan semua kita lihat kayak urgensi scene-nya seperti apa dalam setiap film,” imbuh Oxcel Paryana. Karya arahan sutradara Farishad Latjuba itu bercerita tentang seorang manajer investasi terkenal, Yasnina (Atiqah Hasiholan) dengan kehidupannya yang serba ada. Namun, kondisinya berbalik ketika dikhianati oleh Iskandar (Tyo Pakusadewo) yang merupakan ayah dari tunangannya Surya (Arifin Putra). Tak hanya hartanya yang lenyap seketika, hubungannya dengan Surya pun berada diujung tanduk. Sementara Ardy (Marthino Lio), asistennya yang mengingatkan Yasnina tentang aset yang masih tersedia. Yasnina pun kemudian berusaha bangkit kembali lewat satu-satunya harta yang ia miliki. Namun, rupanya upaya tersebut justru mempertemukannya dengan seorang dukun manten, Marjanti (Tutie Kirana) yang menempati villa tersebut. Yasnina harus menjalani peran sebagai dukun manten untuk mendapatkan kembali vilanya. Lantas, bagaimana lika-liku perjalanan Yasnina? Film 'Mantan Manten' akan dirilis pada 4 April mendatang. Read the full article
0 notes
kepoinus · 6 years
Text
Impian Putri Tyo Pakusadewo untuk Main Teater Akhirnya...
Impian Putri Tyo Pakusadewo untuk Main Teater Akhirnya…
[ad_1]
Tumblr media
loading…
JAKARTA – Patrisha Pakusadewo, anak dari aktor senior Tyo Pakusadewo, ternyata memiliki bakat yang sama dengan ayahnya. Patrisha pun menjadi salah satu anak Tyo yang mengikuti jejaknya dalam dunia akting.
Pernah menyabet juara sebagai pemain teater di sekolah, tanpa ragu Tyo mengajak Patrisha untuk terlibat dalam pertunjukan teater besutannya yang bertajuk “Untuk Ibu”. Bagi…
View On WordPress
0 notes
juwitalala · 6 years
Text
Tyo Pakusadewo Kembali Perankan Soekarno, Shooting Hingga ke China
Juwita Lala Tyo Pakusadewo Kembali Perankan Soekarno, Shooting Hingga ke China Baru Nih Artikel Tentang Tyo Pakusadewo Kembali Perankan Soekarno, Shooting Hingga ke China Pencarian Artikel Tentang Berita Tyo Pakusadewo Kembali Perankan Soekarno, Shooting Hingga ke China Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : Tyo Pakusadewo Kembali Perankan Soekarno, Shooting Hingga ke China Tyo Pakusadewo kembali perankan Soekarno dalam film tentang kemerdekaan http://www.unikbaca.com
0 notes
merisaseana-blog · 5 years
Text
Tio Pakusodewo Sempat Alami Pecah Pembuluh Darah dan Tekanan Darah Tinggi
Merisa Seana Tio Pakusodewo Sempat Alami Pecah Pembuluh Darah dan Tekanan Darah Tinggi Artikel Baru Nih Artikel Tentang Tio Pakusodewo Sempat Alami Pecah Pembuluh Darah dan Tekanan Darah Tinggi Pencarian Artikel Tentang Berita Tio Pakusodewo Sempat Alami Pecah Pembuluh Darah dan Tekanan Darah Tinggi Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : Tio Pakusodewo Sempat Alami Pecah Pembuluh Darah dan Tekanan Darah Tinggi Asisten artis peran TIo Pakusadewo, Adri, membenarkan kabar Tyo dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Cawang, Jakarta Timur. http://www.unikbaca.com
0 notes
inanews-blog1 · 5 years
Text
Della Dartyan Sulit Lakukan Adegan Tidur dalam Film Pocong the Origin
Inanews - Artis peran Della Dartyan berperan sebagai Jayanthi, seorang jurnalis yang meliput kasus pembunuhan dalam film Pocong the Origin. Della tidak terlalu kesulitan mendalami karakternya sebagai seorang jurnalis. Namun, ada adegan menarik yang membuat Della cukup ketakutan dalam film garapan rumah produksi Starvision Plus tersebut. "Yang menarik dari seluruh adegan Jayanthi menurut aku adalah adegan tidur. Aku tidur sama pocong," ujar Della dalam jumpa pers di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Meski Della tidak tidur di sisi pocong yang diperankan oleh artis peran Surya Saputra. Menurut Della, ia tetap saja takut tidur di sisi Surya yang memerankan karakter Ananta. "Untungnya diganti kasus beneran. Iya tetap aja (takut), nyender, (tidur di samping) pocong lagi," kata Della dengan ekspresi agak takut. Bagi Della, adegan tersebut menjadi pengalaman tidak terlupakan dalam bermain film horor. Apalagi secara keseluruhan, kata Della, adegan shooting dilakukan di luar. "Kami benar-benar setting (film) seluruhnya banyak di-outdoor dan cukup berat," kata dia. Film Pocong the Origin mengisahkan tentang Ananta (Surya Saputra), seorang pembunuh berdarah dingin yang telah dieksekusi mati oleh negara. Sasthi (Nadya Arina), putri Ananta harus mengantarkan jenazah ayahnya untuk dikuburkan di kampung halamannya. Ditemani oleh Yama, seorang sipir penjara, keduanya berpacu dengan waktu untuk mencapai kampung Ananta. Namun, perjalanan semakin sulit karena berbagai gangguan gaib menghalangi mereka di sepanjang jalan. Belum lagi usaha Jayanthi (Della Dartyan), seorang wartawati yang ingin mengungkap kasus tersebut. Film ini diperankan oleh Nadya Arina, Samuel Rizal, Nadya Arina, Della Dartyan, Yama Carlos, Tyo Pakusadewo, dan Yeyen Lidya. Film garapan rumah produksi Starvision Plus tersebut akan tayang di jaringan bioskop Indonesia pada 18 April 2019. Read the full article
0 notes
pejawan · 7 years
Text
Ganjar Mengapresiasi Film "Pantja Sila"
Ganjar Mengapresiasi Film “Pantja Sila”
Semarang (ANTARA News) – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengapresiasi film “Pantja Sila” yg yaitu film dokumenter tentang kelahiran Pancasila dan disutradarai Tino Saroengallo serta Tyo Pakusadewo. Apresiasi tersebut disampaikan Ganjar usai menonton bersama film Pantja Sila di kampus Universitas Negeri Semarang, Kamis. “Ini film yg sangat serius, selama sesuatu setengah jam film cuma berisi…
View On WordPress
0 notes
Text
Valentine (2017)
Sinopsis Film Valentine – Film Valentine merupakan film superhero Indonesia yang mana akan ditayangkan pada tanggal 23 November 2017 mendatang. Film ini dibintangi Ahmad Affandy, Indra Birowo, Matthew Settle, Mega Carefansa, Aliza, Tyo Pakusadewo, Ari Dagienkz, Joshua Pandelaki, Fendy Pradana, Estelle Linden, dan masih banyak lainnya. Film yang diproduksi Skylar Pictures, SAS Films, serta Aletta…
View On WordPress
0 notes
seputarbisnis · 7 years
Text
10 Film di Cannes, Silairang Belum Selesai Digarap Sudah Diincar Malaysia
Cannes (SIB)- Pavilion Indonesia di International Village Pantiero memromosikan 10 film Tanah Air di perhelatan sineas dunia yang diadakan 17 - 28 Mei 2017. Di luar dari kompetisi global tersebut,  film Silariang yang selesai syuting pada Oktober 2016 dan kini masih dalam tahap paska produksi, sudah diincar distributor Malaysia untuk  diedarkan. Pavilion Indonesia di Cannes memromosikan film Critical Eleven karya Monti Tiwa dan Robert Ronny, Mother karya Riri Riza, Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak karya Mouly Surya, dan Pantja-Sila: Cita-Cita & Realita garapan Tino Saroengallo dan Tyo Pakusadewo. Selain itu ada Rudy Habibie karya Hanung Bramantyo, The Seen and Unseen disutradarai Kamila Andini, serta film Yosep Anggi Noen, Istirahatlah Kata-Kata atau Solo, Solitude tentang aktivis dan penyair Wiji Thukul. Ada juga film Danur : Saya Bisa Melihat Hantu karya Awi Suryadi dan Solo, Koala Kumal dari Raditya Dika, dan Cek Toko Sebelah dari Ernest Prakasa. Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak dipilih untuk mengikuti kompetisi di ajang Director Fortnight 2017. Paviliun Indonesia International Village Pantiero No. 224 juga menggelar diskusi panel bersama dengan Screen International mengenai Lokasi Pemotretan dan Produksi di Indonesia. Pembicaranya antara lain George Zakk, produser film XXX yang melakukan pengambilan gambar di Indonesia untuk film After the Dark (2013). Selain itu ada diskusi bersama Variety membahas pembiayaan dan distribusi film, menampilkan Isabelle Glachant dari Asian Shadows (Hongkong), Dellawati Wijaya, Kepala Konten Hooq Indonesia, serta Meiske Taurisia, produser film Indonesia. Akan halnya Silariang. Film arahan Wisnu Adi tersebut dijadwalkan tayang setelah Idul Fitri atau akhir Juni, tetapi belum dapat memastikan tanggal. "Sudah ada distributor dari Malaysia yang tertarik untuk merilisnya di sana. Kami ingin semuanya betul-betul matang ketika akhirnya mengumumkan jadwal tayangnya secara resmi," ujar produser Ichwan Persada seperti disiarkan MetroTvNews.Com, Jumat, (20/4). Kisah Silariang mengambil latar kultur Bugis-Makassar. Film bercerita tentang perjalanan cinta Yusuf (Bisma Karim) dan Zulaikha (Andania Suri) yang terhalang perbedaan status sosial. Lelaki dari keluarga jelata, sementara perempuan berdarah biru keturunan bangsawan. Silariang merupakan kata dalam bahasa Bugis yang berarti 'kawin lari'. Silariang adalah film fiksi ketiga arahan Wisnu. Sebelumnya dia menyutradarai film Miracle: Jatuh dari Surga (2015) yang juga melibatkan Ichwan sebagai produser. Mereka juga bekerjasama dalam film dokumenter Cerita di Tapal Batas yang menjadi nominasi dokumenter terbaik dalam Festival Film Indonesia 2011. (T/R10/d) http://dlvr.it/PC4zPs
0 notes
ungkaian-blog · 8 years
Text
Menonton Sunyi; Istirahatlah Kata-kata
       Pada awal Desember tahun lalu saya sempat kehabisan tiket untuk menonton film ini pada Jogja Asean Festival Film (JAFF), dan pada penayangan kedua (festival yang sama) bertabrakan dengan jadwal saya bertemu dosen pemimbing skripsi saya. Beberapa minggu yang lalu saya mendapat kabar dari sosial media bahwa film ini akan tayang lagi di bioskop, alhasil kesempatan ini tidak saya sia-siakan untuk kedua kalinya, tidak peduli bahwa saya tidak mendapatkan teman menonton, tidak peduli harga tiket lebih mahal dari yang sebelumnya, tidak peduli harus duduk di kursi paling pojok baris ketiga dari depan. Harap maklum atas ke-ngebetan saya, karena saya tahu film ini termasuk kategori film festival yang  –biasanya– sangat jarang pihak bioskop mau menyediakan layar. Film ini menceritakan sepotong kisah dari keterasingan hidup aktivis HAM pada era reformasi 1996-1998, Wiji Thukul.
           Hemat saya, film ini berhasil mentransfer kesunyian yang dialami Wiji Thukul saat berada dalam persembunyiannya dari kejaran militer, polisi, intel atau apalah sebutannya. Di awal saya menonton, film besutan sutradara Yosep Anggi Noen ini terkesan minim dialog atau percakapan, tidak seperti film yang biasanya saya tonton. Isi cerita disampaikan melewati serangkaian fragmen peristiwa yang sesekali dibumbui dengan narasi;cukup familiar di telinga saya–nukilan puisi-puisi Wiji. Tentu saja yang paling saya ingat ialah;
istirahatlah kata-kata
jangan menyembur-nyembur
orang-orang bisu
kembalilah ke dalam rahim
segala tangis dan kebusukan
dalam sunyi yang mengiris
tempat orang-orang mengingkari
menahan ucapannya sendiri
           Sebagai penikmat film saya sangat tertarik untuk mendiskusikan salah satu dialog yang diucapkan Wiji;“…ternyata jadi buron itu jauh lebih menakutkan daripada menghadapi sekompi kacang ijo bersenapan lengkap yang membubarkan demonstrasi”. Barangkali itulah kesimpulan sementara dari pertanyaan yang coba saya terka dari keingin-tahuan saya kenapa film ini begitu sunyi, miskin percakapan, senyap. Apakah kata-kata sedang beristirahat? Kemanakah sebenarnya kata-kata dalam film ini? Tentu saja saya masih ingin menanyakan (kalau ada kesempatan) lebih lanjut kepada koki yang meramu film ini agar hipotesis tersebut menjadi jawaban.
           Keterasingan hidup Wiji Thukul yang saya tangkap dari penggambaran adegan yang sangat fasih dimainkan oleh sang aktor utama yang diperankan oleh Gunawan Maryanto. Ketakutan, kesepian, kemiskinan, kesengsaraan, kerinduan akan keluarga, kelelahan akibat berpindah-pindah tempat persembunyian, mampu direfleksikan dengan baik lewat bahasa tubuh sang aktor. Rupanya sang sutradara tahu betul bagaimana memanfaatkan keuletan latihan dan pengalaman berteater sang aktor selama bertahun-tahun. Bagi yang berdomisili di Jogja dan hobi berkunjung ke pagelaran kesenian–khususnya teater, mungkin sangat familiar dengan aktor jebolan Teater Garasi ini.
           Disisi lain, Sipon (istri Wiji) juga diperankan cukup apik oleh wanita berparas cantik yang lebih sering saya lihat sebagai pembawa acara dibanding berperan sebagai aktris di layar sinema. Marissa Anita membuat saya terkaget atas apa yang ia perankan pada film. Presenter berita tersebut bisa mengimbangi kepiawaian si aktor utama meskipun dengan jumlah scene yang lebih sedikit. Yang paling sulit saya lupakan adalah ketika ia berkata kepada tetangganya, “aku dudu lonte mas… aku dudu lonte… asu koe”, sambil memukul-mukul lelaki dihadapannya. Dengan menangis kemudian ia mengumpulkan sayur-mayur belanjaannya yang buyar setelah ia ayunkan ke kepala tetangga yang menyebarkan fitnah tentang dirinya.
           Film ini diakhiri dengan adegan yang begitu menggantung sekaligus menggena. Sipon berkeluh kepada suaminya setelah kejadian tadi  “aku ora tau nangis mas pas koe ora ono, tapi iki aku malah nangis… aku ora pingin koe lungo, tapi aku juga wedi koe neng kene, aku cuma pingin koe ono”. Bagi saya adegan ini adalah perwujudan ambivalensi perasaan Sipon sebagai istri dari wiji, disatu sisi ia meyakini apa yang telah suaminya perjuangkan dan disisi ia begitu berat harus kehilangan sosok suami yang mesti terus bersembunyi karena perjuangannya meneriakkan ketidakadilan hingga dituduh subversif terhadap pemerintahan orde baru. Setelah menenangkan istrinya dengan mengambilkan segelas air putih dari dapur, wiji kembali ke dapur. Hanya ada Sipon yang menyapu lantai meskipun belum habis air mata kesedihannya, diiringi dengan lagu “Bunga dan Tembok” dari Merah Bercerita (nama panggung anak Wiji Thukul, Fajar merah). Pada bagian ini saya memuji kedalaman adegan yang digarap sangat matang oleh sutradara dengan komposisi yang pas antara cerita, permainan tokoh dan tata suara yang kesemuanya sanggup membuat saya merinding, tak sedikitpun bergeming.
           Sipon masih menyapu lantai, Wiji tak kunjung muncul dari dapur hingga lagu tadi selesai, hingga layar menunjukkan credit title film, hingga lampu bioskop menyala, hingga orang ramai menuju pintu keluar. Saya masih bertanya-tanya kemanakah Wiji? apakah ia bersembunyi lagi? apa ia ditangkap? mengapa tidak muncul lagi? pertanyaan itu masih menggantung di kepala saya hingga sekarang, esok, lusa, dan seterusnya.
           Barangkali tak ada nama-nama hits seperti Reza Rahadian, Nicholas Saputra, Dian Sastrowardoyo ataupun aktor kawakan macam Tyo Pakusadewo yang biasa menghiasi dunia perfilman Indonesia dalam film ini. Hanya ada Ida (Melanie subono) yang kerap terlihat di televisi sebagai penyanyi dan Sipon (Marissa Anita) sebagai presenter berita. Namun saya berani jamin, baik Wiji (Gunawan Maryanto), Martin (Eduward Boang), Thomas (Dhafi Yunan), dan lainnya tidak kalah apik dalam upaya menceritakan kisah lewat tatanan aktingnya. Jaminan lain juga telah disematkan oleh majalah TEMPO kepada film ini lewat penghargaan sebagai film, aktor (Gunawan Maryanto) dan aktris (Marissa Anita) terbaik tahun 2016. Saya menyarankan kepada khalayak luas untuk menonton film ini, khususnya pelajar dan mahasiswa. Meskipun kelam, jangan lupa kata Bung Karno: JAS MERAH !. Dibalik kebebasan yang kita rasakan sekarang terdapat pengorbanan sekelumit orang-orang hebat yang telah memperjuangkannya. MENOLAK LUPA! KAMI TETAP ADA DAN BERLIPAT GANDA.
21 Januari 2017
Jogjakarta
0 notes
berhijabbiru · 8 years
Text
Surat Dari Praha
Assalamaualikum ....
Sampe kosan akhinya membuka laptop dengan alasan bosan  dengan bekas infus di tangan yang masih sakit *tapi masih sakit di cuekin sih * curcol...
Dan akhirnya balik ke poin utama saya akan mereview tentang surat dari praha yang udah ku tonton beberapa bulan lalu sih...
sorry sempet nulis ..hihihihi
Sebenarnya film tersebut terlibat beberapa masalah atau kasus atau apalah. ga usah saya jelasin ya yang penasaran langsung aja download filmnyaa  * alasan lagi
Tapi udahlah ya, itu urusan mereka. Urusan saya mah review film ini aja.
Secara garis besar, Surat dari Praha menceritakan tentang wanita bernama Larasati (Julie Estelle) yang mendapat wasiat dari mendiang Ibunya yang bernama Sulastri (Widyawati) untuk mengantarkan sebuah kotak dan surat untuk pria bernama Jaya (Tyo Pakusadewo).
Konflik tercipta dari awal film, dimana muncul adegan Laras beradu pendapat dengan Ibunya yang sedang dirawat di rumah sakit. Tentang rasa kecewa Laras terhadap sikap Ibunya, keputusan Laras untuk mengakhiri pernikahannya, dan berujung pada Laras yang menginginkan akta rumah keluarga.
Lalu… Ibunya meninggal.
Tapi mukanya Laras datar-datar aja tuh
Pada akhirnya Laras harus melakukan perjalanan ke Praha demi mendapatkan tanda tangan dan menyerahkannya kepada notaris sebagai bukti bahwa Jaya telah menerima kotak tersebut, sebagai syarat agar Laras mendapatkan warisan. Sayangnya Jaya tidak mau menerima kotak itu dan mengusir Laras.
Dari perkenalan yang tidak ramah, kejadian yang membuat Laras harus menumpang pada Jaya, pertengkaran setelah Laras membuka kotak yang ternyata berisi surat-surat Jaya untuk Sulastri di masa lalu.
Adalah Lorretta (teman Jaya sewaktu kuliah) yang membuat Jaya menjadi baper dan menyerah untuk mempertahankan egonya, tepat sebelum Laras memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
Lalu cerita itu mengalir dari bibir Jaya. Tentang betapa cintanya Jaya pada Sulastri, keadaan pada masa pemerintahan orde baru, perjuangan saat hidup di negara lain.
Mereka berdua saling bercerita dan menghabiskan waktu bersama. Laras mulai luluh, ikut bergabung dengan teman-teman Jaya dan menikmati perjalanannya di Praha, hingga sesaat sebelum Laras kembali ke Indonesia, mereka berdua kembali bertengkar.
menurut saya film ini cukup menghibur. Ada pelajaran sejarah, juga ada budaya yang masih terjaga meskipun Jaya sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di Praha. Seperti contohnya bahasa Jawa Tengah yang digunakan Jaya.
“Sulastri sedo, gong. Sulastri sedo…”
Itulah kalimat pilu yang diucapkan Jaya didepan piano sambil menangis dan memeluk anjing golden peliharaannya yang diberi nama Bagong, sesaat setelah Laras pergi dari rumah Jaya.
Film yang sewaktu nonton terasa lama (padahal inti ceritanya mah begitu doang), tapi setelah selesai dan lihat jam langsung berucap “Lah, cepet banget filmnya”.
Satu setengah jam yang dihabiskan dengan sekotak popcorn kombinasi dan kadang mata burem karena mengantuk, Surat dari Praha meninggalkan beberapa potongan cerita yang berkesan dihati.
Tentang perhatian Orang Tua yang meskipun tidak terlihat namun sebenarnya terus mengalir dalam setiap langkah anaknya. Tentang mengikhlaskan dan berdamai dengan masa lalu. Tentang janji untuk mencintai selamanya.
anyway ini film bukan film baru ya melaikan film 2016 lalu ...
0 notes
reytajulieta · 8 years
Text
Cara Tyo Pakusadewo Gembleng Pendatang Baru di Film Pertaruhan
#body #status Dewibet Jkt - http://dlvr.it/N3wzKk #surabaya #TeamK #wanita #dewi
0 notes
inanews-blog1 · 5 years
Text
Meniti Karier Kembali, Tyo Pakusadewo Akui Terseok-seok
Inanews - Artis peran Tyo Pakusadewo (55) mengaku tidak mudah untuk bangkit berkarier selepas terjerat kasus hukum. "Hijrah itu membutuhkan pengorbanan luar biasa dan tidak mudah. Saya terseok-seok, tapi, ya, harus disyukuri," kata Tyo saat menghadiri screening film Pocong the Origin di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Tyo mengatakan, kasus tersebut telah membuat kontrak-kontrak kerjanya putus. Namun, Tyo tidak mau lama larut dalam keputusasaan. "Ditutup kontrak yang ini, dapat kontrak yang itu," kata Tyo. Tyo percaya akan pertolongan Tuhan. Tahun ini, Tyo yang kembali serius meniti karier kembali di industri perfilman banyak mendapatkan kontrak kerja lagi. "Tahun ini main film sudah lima," kata Tyo. Pada 24 Juli 2018, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, menjatuhkan vonis 9 bulan penjara kepada Tyo. Majelis hakim juga memerintahkan kepada jaksa untuk segera membebaskan Tyo, yang selama persidangan ditahan di rumah tahanan (rutan) Cipinang, Jakarta Timur. Tyo menjalani sisa hukuman di pusat rehabilitasi RSKO, Cibubur, Jakarta Timur, hinggga dinyatakan bebas pada September 2019 lalu. Read the full article
0 notes
inanews-blog1 · 5 years
Text
Tyo Pakusadewo Puji Monty Tiwa untuk Pocong the Origin
Inanews - Artis peran Tyo Pakusadewo (55) mengatakan, bahwa film horor Pocong the Origin membuatnya kesal. "Ini film agak ngeselin. Dramanya dapat banget," kata Tyo saat menghadiri screening film Pocong the Origin di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis malam (11/4/2019). Ia menyanjung sutradara Monty Tiwa yang meramu jalan cerita film tersebut dengan baik. Menurut Tyo, salah satu faktor yang membuat film menjadi baik adalah cerita yang menarik "Jelek bisa jadi bagus kalau pemainnya bagus, tapi enggak akan sebagus kalau ceritanya bagus. Cerita yang bagus, yang lain ikut," kata Tyo. Dalam film ini, Tyo berperan sebagai Ki Endang, sesepuh sebuah desa yang menjadi salah satu kunci dalam film ini. "Jawaban-jawaban dari pertanyaan yang enggak terjawab ada di dia. Fungsinya dia di situ," kata Tyo. Film Pocong the Origin mengisahkan tentang Ananta (Surya Saputra), seorang pembunuh berdarah dingin yang telah dieksekusi mati oleh negara. Sasthi (Nadya Arina), putri Ananta harus mengantarkan jenazah ayahnya untuk dikuburkan di kampung halamannya. Ditemani oleh Yama, seorang sipir penjara, keduanya berpacu dengan waktu untuk mencapai kampung Ananta. Namun, perjalanan semakin sulit karena berbagai gangguan gaib menghalangi mereka di sepanjang jalan. Belum lagi usaha Jayanthi (Della Dartyan), seorang wartawati yang ingin mengungkap kasus tersebut. Film ini diperankan oleh Nadya Arina, Samuel Rizal, Nadya Arina, Della Dartyan, Yama Carlos, Tyo Pakusadewo, dan Yeyen Lidya. Film garapan rumah produksi Starvision Plus tersebut akan tayang di jaringan bioskop Indonesia pada 18 April 2019. Read the full article
0 notes