#toleransi agama
Explore tagged Tumblr posts
penaimaji · 2 years ago
Text
Batas Toleransi
Tidak semua orang memiliki batas toleransi yang sama. Manusia dengan preferensi karakter T (Thinking) seperti ISTP, ESTP, INTP, ENTP, ISTJ, ESTJ, INTJ, ENTJ tentu akan cenderung lebih tolerir pada sesama preferensi T nya
Begitu pula manusia dengan preferensi karakter F (Feeling) seperti ISFP, ESFP, INFP, ENFP, ISFJ, ESFJ, INFJ, ENFJ tentu mereka juga cenderung tolerir dengan sesamanya
Kalau kita memiliki sebuah tim belajar/kerja, hubungan teman, pasangan, dsb yang berbeda preferensi, tentu akan selalu berbeda cara pandang. Satunya cenderung lebih banyak pakai think, satu lagi cenderung pakai feel
Kuncinya adalah saling memahami dan memaafkan satu sama lain. Menurunkan egonya masing-masing. Yaa memang tidak mudah, biasanya manusia dengan preferensi T cenderung tidak mau ambil pusing, yauda bodo amat, eh tapi yang F kepikiran terus :')
Dulu awal menikah, suka sebel sama suami karena gampang bawa perasaan dan selalu ingin diperhatikan. Suami juga kesel karena aku orangnya cuek dan ceplas ceplos. Kalau habis berantem, aku bisa makan dan melakukan aktifitas seperti biasa. Sedangkan suamiku ngambek ga mau makan, sampe pernah bolos kerja ambil cuti gara-gara bete sama aku wkwk
Namun saat sudah dua tahun berjalan, kami mulai memahami karakter masing-masing. Saat aku mulai ngomel, ia memberi ruang sejenak untuk aku meluapkannya. 10 menit kemudian ya udah biasa aja. Baru kami membicarakan hal pemicu pertengkaran tadi
Kalau suamiku marah, aku diam, diamnya karena memang malas menanggapi. Takutnya malah meledak-ledak. Nanti juga reda sendiri. Sekarang dia mulai mengikuti ritmeku, hingga hari dimana ada percakapan yang membagongkan..
"Kamu kok beberapa hari ini nggak pernah ngomelin aku sih?", katanya beberapa waktu lalu
"Seneng ya? Wkwk"
"Aku malah takut. Gapapa diomelin aja. Kan berarti aku diperhatiin"
"Emangg.. aneh. Katanya gak suka kalo aku ngomel-ngomel", jawabku
"Gapapa, kan bentar aja kalo ngomel"
Aku cuma ketawa, memang suamiku ini aneh. Namun kupikir-pikir, berjalan tahun kedua ini aku sudah mulai banyak menerima perbedaan kami yanggggg sangaaaattt berbeda. Lama-lama ketularan suamiku yang tidak over-react dan lebih sabar (sedikit) wkwk
"Kamu itu care tapi kekurangannya cuma satu, reaktif", katanya
Wkwkkwk aku semakin tertawa. Iyaaaa aku sangat reaktif, karena semua keluargaku reaktif, ya biasa suroboyoan emang kayak gitu. Dibalik galaknya, orang-orangnya sangat friendly wkwk. Di tahun kedua ini aku lebih banyak ngerem nya, karena merasa durhaka kalo marah2 ke suami. Nggak tega marahin dia :')
Dari latarbelakang keluarga aja udah beda. Suami aja sampe kaget liat adekku kalo lagi ngomong sama mama, atau cara mama ayah ngilokno anaknya wkwk. Bercandanya seringkali blak-blakan dan kelewatan. Beda dengan keluarga suamiku, yang mirip2 lah sama keluarga ala keraton, karena ada batas-batas yang harus dijaga dengan sopan🤣 jadi mana pernahhh aku ngakak-ngakak di keluarga suamiku wkwk monmaap jaim lah
Balik lagi ke batas toleransi. Kita sebagai manusia seharusnya lebih pemaaf, luwes, lebih mentolerir hal-hal yang bersifat duniawi. Namun seringkali kita denial dengan individu yang berbeda dengan kita. Kita tidak mau mentolerir hal-hal yang sebenarnya tidak mempengaruhi iman dan agama kita
Jangan mudah menjudge orang lain yang 'berbeda' preferensi sifatnya. Apalagi merasa hidupnya sudah paling sempurna, lalu denial dengan kekurangan. Kita cukup perlu mengakui, setiap sisi dari individu pasti punya kekurangan, termasuk diri sendiri
Berusahalah memahami orang lain, sebagaimana kita juga ingin dipahami. Namun jika orang lain memiliki batas toleransi yang sempit terhadap kita, ya itu bukan urusan kita
Semoga Allah memberikan kita hati yang luas; yang mudah lapang; yang mudah memaafkan; yang mau memahami orang lain; yang mau belajar melihat kesalahan diri; yang mudah berbaiksangka; yang melihat setiap masalah dari kacamata agama
Setiap manusia pernah berbuat salah, dan sebaik-baik dari hamba yang berbuat salah ialah bertaubat
Jakarta, 6 Juni 2023 | Pena Imaji
98 notes · View notes
audadzaki · 7 months ago
Text
Yang Perlu Diketahui Sebelum Kita Ribut Sendiri
Menyambung perkara ikhtilaf kemarin, rasanya perlu saya kutipkan penjelasan Syaikh Adham Al-Asimi saat beliau menyampaikan tajuk "Kulliyyat yang Mempersatukan, dan perbedaan Juz'iyyat yang Tidak Mempengaruhi Keutuhan".
Penjelasan beliau termasuk salah satu yang mudah untuk dirangkum. Tidak rugi untuk menyempatkan sedikit membaca.
Ada tiga jenis perkara syariat yang masing-masing menentukan sikap kita terhadap perbedaan pendapat; kapan berhenti mentoleransi, kapan harus lapang dada, dan kapan justru harus bahu membahu meski berbeda.
1. Qath'iyyat: Perkara yang kebenarannya satu, dan pemahaman ulama' di sana satu.
Perkara ini berdasar pada dalil (dari Al-Quran atau Hadits) yang qath'i dilalah alias jelas dan pasti sehingga tidak melahirkan perbedaan. Kebenarannya satu, dan pemahamannya satu.
Misal dari Qath'iyyat adalah bahwa Allah itu satu, kiblat shalat itu Ka'bah, haji itu di Makkah, puasa Ramadhan itu wajib, dll. Tidak ada satupun ulama' sampai kapanpun yang menyelisihi pemahaman itu.
Karena tidak menerima perbedaan maka ini menjadi batasan toleransi umat. Siapa yang menyelisihi berarti keluar dari umat.
Tapi selagi masih sejalur pada hal-hal qath'i, perbedaan apapun di luar itu tidak mengharuskan adanya permusuhan, ulama' menerima keleluasaan perbedaan pendapat yang didapat dengan kaidah tertentu.
2. Dzanniyyat: Perkara yang kebenarannya satu, tetapi pendapat ulama' di sana berbilang.
Perkara ini lahir dari dalil yang dzanniyu tsubut, mengandung sahih dan tidak, dan dzanniyu dilalah, mengandung multi interpretasi makna.
Misalnya adalah apakah meletakkan tangan saat shalat di atas pusar atau di bawah pusar? Dua pendapat ulama' ini ada. Tapi tidak ada satu ulama' pun yang menganggap kebenaran salah satunya seperti kebenaran "Allah itu satu".
Adanya pendapat yang berbilang ini artinya kita tidak bisa menghilangkan perbedaan itu. Ia akan tetap ada. Pilihannya bergantung pada kecondongan dzann seorang mujtahid.
Tidak bisa diputuskan mana yang benar dan salah, yang ada adalah dua kemungkinan yang dikuatkan salah satunya berdasarkan kaidah pembandingan yang hasilnya bernilai relatif.
Imam As-Syafii secara terang mengungkapkan, "Pendapatku benar tapi mengandung kemungkinan salah, pendapatmu salah tapi memiliki kemungkinan benar,"
Lalu apakah Allah yang menyebabkan terjadinya perbedaan ini? Iya.
"Dan mereka masih saja berbeda-beda. Dan untuk itulah Kami ciptakan mereka," (QS. Hud)
Sehingga ulama' mengganggap bahwa empat madzhab adalah empat akal dalam menjalankan Islam, sebab Islam terlalu luas untuk dibatasi dengan pemahaman satu akal saja.
3. Perkara yang kembali pada pengalaman dan penelitian.
Ini perkara yang tidak ada hubungannya dengan dalil, di mana umat Islam semestinya saling menyempurnakan, dan bukan saling berbenturan.
Misalnya, ada kelompok yang melihat bahwa perbaikan itu harus dimulai dari puncak piramida: kekuasaan. Sebaliknya ada kelompok lain yang memandang bahwa memperbaiki umat itu dimulai dari akar rumput: dakwah dan pendidikan. Kelompok yang lainnya memandang perbaikan itu dimulai dari diri sendiri: tazkiyah.
Hal ini tidak bisa dibenturkan. Masing-masing sejatinya sedang menempati pos yang tidak dimiliki kelompok lainnya. Jika berjalan lancar maka tujuannya akan tetap bertemu di titik yang sama.
Adapun kekurangan yang ada pada salah satu bukan berarti yang lain sempurna, setiap manusia memiliki titik lemahnya.
Itulah tiga jenis perkara syariat untuk patokan dalam menyikapi perbedaan pendapat.
Kesimpulannya, poin Qath'iyyat adalah bagian Kulliyyat dalam agama Islam. Mencakup pokok-pokok beragama yang cukup untuk menganggap seseorang dalam barisan umat Islam. Sebaliknya, poin kedua dan ketiga adalah juz'iyyat yang tidak mempengaruhi status seseorang dalam persatuan umat.
Tapi yang menjadi catatan, semua ini adalah bidang pembahasan ulama'. Perbedaan pendapat yang diakui juga perbedaan yang dikeleluarkan oleh para ulama'.
Kita sebagai masyarakat awam cukup memilih ulama' mana yang akan diikuti (taqlid), sebab kekurangan alat dalam menggali sumur hanya akan menjerumuskan amatir dalam galiannya sendiri.
@audadzaki
Gannet Mishr, 16 Juni 2024. Mendinginkan kepala melihat perdebatan receh orang bodoh.
7 notes · View notes
sucinuramadani2 · 1 month ago
Text
Pendidikan Agama Islam sebagai Jalan Menuju Toleransi dan Perdamaian
Dalam dunia yang semakin kompleks, pendidikan agama memainkan peran penting dalam membentuk individu dan masyarakat. Pendidikan Agama Islam, sebagai salah satu pilar pendidikan di Indonesia, memiliki tanggung jawab besar dalam membangun generasi yang berlandaskan nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Mengingat Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam), pendidikan agama Islam seyogianya mencerminkan nilai-nilai ini dalam setiap aspek pembelajaran dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, tantangan dalam membangun toleransi dan perdamaian kerap hadir, baik dalam bentuk konflik antarumat beragam, perbedaan pandangan dalam Islam itu sendiri, maupun dinamika global yang mempengaruhi keharmonisan sosial. Esai ini akan mengupas bagaimana Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat menjadi jalan menuju toleransi dan perdamaian, dengan memanfaatkan prinsip-prinsip dasar Islam yang universal, implementasi strategi dalam pendidikan, dan tantangan yang dihadapi dalam penerapannya.
Islam mengajarkan toleransi melalui berbagai ayat dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Dalam Surat Al-Kafirun (109:6), Allah berfirman, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” Ayat ini menunjukkan penghormatan terhadap keyakinan orang lain, yang merupakan inti dari toleransi. Dalam konteks hubungan sosial, Rasulullah SAW juga menjadi teladan dalam toleransi. Sebagai pemimpin di Madinah, beliau membangun Piagam Madinah yang menjadi landasan kehidupan berdampingan antara umat Islam, Yahudi, dan suku-suku lain di Madinah. Nilai-nilai ini menjadi rujukan penting dalam membangun toleransi melalui pendidikan agama Islam.
Pendidikan Agama Islam bukan hanya tentang transfer ilmu, melainkan juga pembentukan karakter yang berlandaskan ajaran Islam. Beberapa aspek penting yang dapat digunakan untuk menanamkan toleransi melalui pendidikan agama yaitu : pertama, pengajaran Nilai-Nilai Universal Islam nilai-nilai seperti kasih sayang ( rahmah ), keadilan ( 'adalah ), dan persaudaraan ( ukhuwah ) harus ditekankan dalam kurikulum PAI. Nilai-nilai ini mengajarkan bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan kekayaan yang harus dihormati. Kedua, Memahami Perbedaan dalam Islam pendidikan Agama Islam harus mengajarkan perbedaan pendapat dalam Islam itu sendiri, seperti antara berbagai mazhab, sebagai hal yang wajar dan sehat. Dengan demikian, siswa diajarkan untuk menerima perbedaan pandangan sebagai bagian dari dinamika intelektual dan spiritual Islam. Ketiga, Mengintegrasikan Pendidikan Karakter pendidikan Agama Islam harus mengutamakan pembentukan karakter siswa. Dengan karakter yang kuat dan berlandaskan ajaran Islam, siswa mampu menjadi individu yang toleran, terbuka, dan siap hidup berdampingan dengan siapa pun. Keempat, pembelajaran Kontekstual pendidikan agama harus relevan dengan realitas kehidupan sehari-hari. Hal ini melibatkan pembahasan isu-isu kontemporer seperti konflik budaya, konflik agama, dan perdamaian dunia. Dengan pendekatan ini, siswa memahami bahwa Islam relevan dalam setiap aspek kehidupan.
Perdamaian, baik pada tingkat individu maupun masyarakat, adalah tujuan utama ajaran Islam. Dalam konteks ini, Pendidikan Agama Islam memainkan peran penting. Pertama, mengajarkan Konsep Perdamaian dalam Islam. Islam mendukung perdamaian melalui konsep islah (rekonsiliasi) dan silaturahim (menjalin hubungan baik). PAI harus mengajarkan pentingnya menyelesaikan konflik dengan cara damai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Kedua menghilangkan Stereotip dan Prasangka. Pendidikan agama dapat menjadi alat untuk menghilangkan prasangka terhadap kelompok lain. Siswa diajarkan untuk melihat manusia sebagai makhluk yang sama di hadapan Allah, tanpa memandang perbedaan ras, agama, atau suku. Ketiga, membangun Generasi Agen Perdamaian. PAI harus membentuk siswa menjadi agen perdamaian yang aktif memajukan keharmonisan di lingkungan mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan kepemimpinan berbasis nilai-nilai Islam. Keempat, menanamkan Pentingnya Dialog Antaragama. Dialog antaragama merupakan sarana penting untuk membangun pemahaman dan menghindari konflik. Pendidikan Agama Islam harus mengajarkan keterampilan berdialog dengan menghormati perbedaan keyakinan.
Meskipun PAI memiliki potensi besar dalam membangun toleransi dan perdamaian, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi, antara lain: Pertama, radikalisme dan ekstremisme. Radikalisme masih menjadi tantangan besar bagi pendidikan agama. PAI harus mampu menawarkan narasi Islam yang moderat dan inklusif untuk melawan paham ekstremisme. Kedua, minimnya Guru yang Kompeten. Guru PAI harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang Islam dan nilai-nilai toleransi. Sayangnya, tidak semua guru memiliki kompetensi yang mumpuni dalam hal ini. Ketiga, kurikulum yang Kurang Relevan. Kurikulum PAI sering kali terlalu fokus pada aspek kognitif dan kurang tekanan pada pembentukan karakter. Hal ini mengurangi efektivitasnya dalam memulihkan toleransi dan perdamaian. Keempat, isu politisasi agama. Agama seringkali digunakan untuk kepentingan politik, yang dapat merusak citra Islam sebagai agama perdamaian pendidikan agama harus berusaha membebaskan siswa dari pengaruh politisasi ini.
Strategi Implementasi Pendidikan Agama Islam yang efektif. Untuk mengatasi tantangan tersebut, beberapa strategi yang dapat diterapkan adalah: Pertama, pelatihan Guru PAI. Guru harus dilatih untuk mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dan perdamaian dalam pembelajaran. Kedua, kerja Sama Antaragama. PAI dapat melibatkan siswa dalam program kerja sama antaragama untuk meningkatkan pemahaman dan menghargai perbedaan.
Pendidikan Agama Islam memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun toleransi dan perdamaian di tengah keragaman masyarakat. Dengan mengajarkan nilai-nilai universal Islam, membangun karakter siswa, dan menanamkan pentingnya dialog antaragama, PAI dapat menjadi solusi untuk mengatasi berbagai konflik sosial dan agama. Namun, untuk mencapai tujuan ini, diperlukan komitmen dari semua pihak, termasuk guru, pemerintah, dan masyarakat, untuk mendukung pendidikan agama yang inklusif, relevan, dan berorientasi pada pembentukan generasi yang toleran dan cinta damai. Dengan demikian, PAI tidak hanya menjadi sarana pendidikan, tetapi juga agen transformasi sosial yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Referensi
Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
Abdullah, M.Amin. (2013). Studi Islam di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azra, Azyumardi. (2002). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru . Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Suyadi, A. (2019). Reformasi Pendidikan Islam dalam Menjawab Tantangan Zaman . Malang: Pers UIN Malang.
Rahardjo, M.Dawam. (1996). Islam dan Transformasi Sosial . Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat.
Esensi Penulis
Essay Pendidikan ini merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada kami selaku mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Raden Fatah. Essay ini mengangkat sebuah tema yaitu Pendidikan Agama Islam sebagai Jalan Menuju Toleransi dan Perdamaian. Essay ini memberi gagasan bahwa pai bukan sekedar alat doktrinasi, melainkan juga sebagai bentuk kontribusi aktif untuk menjawab tantangan kontemporer, terutama dalam menciptakan masyarakat yang harmonis, adil, dan damai.
2 notes · View notes
pujeea · 1 month ago
Text
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP TOLERANSI DAN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Toleransi dan kerukunan antar umat beragama merupakan fondasi utama untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai. Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keberagaman, pendidikan agama, terutama pendidikan agama Islam, memiliki peranan yang sangat penting. Pendidikan agama Islam tidak hanya berfungsi untuk memperdalam pengertian tentang ajaran Islam, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun sikap toleran dan menghargai perbedaan.
Dalam esai ini, kita akan membahas pengaruh pendidikan agama Islam terhadap toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Kita akan melihat bagaimana pendidikan agama dapat membentuk sikap saling menghormati dan memahami antar pemeluk agama yang berbeda, serta bagaimana implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan agama Islam dapat didefinisikan sebagai proses pengajaran yang bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam, baik dari segi teori maupun praktik. Pendidikan ini mencakup ajaran Al-Qur'an, hadis, akhlak, serta tata cara beribadah. Salah satu tujuan utama dari pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk karakter peserta didik agar menjadi individu yang bertakwa, bertanggung jawab, dan mampu berinteraksi dengan baik dalam masyarakat yang beragam.
Menurut Syamsuddin (2012), pendidikan agama Islam diharapkan dapat menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan di antara umat beragama. Sikap ini sangat penting agar tercipta kerukunan dalam kehidupan sosial.
Toleransi dalam konteks agama adalah sikap terbuka dan menghormati perbedaan yang ada di antara pemeluk agama yang berbeda. Dalam Islam, toleransi merupakan nilai yang sangat ditekankan. Al-Qur'an, dalam Surah Al-Kafirun (109:6), mengajarkan bahwa setiap individu bebas untuk memeluk agama yang diyakininya. Toleransi ini harus ditanamkan sejak dini melalui pendidikan agama.
Pendidikan agama Islam, dengan pendekatan yang komprehensif, dapat menjadi wadah untuk mendidik generasi muda tentang makna toleransi. Dalam pembelajaran, siswa diajarkan tentang ajaran Islam yang mengajak untuk hidup rukun dan damai dengan orang lain, terlepas dari perbedaan agama.
Implementasi pendidikan agama Islam dalam membangun toleransi bisa dilakukan melalui berbagai cara, antara lain: Pendidikan agama Islam harus mencakup pengajaran nilai-nilai universal yang berlaku untuk semua umat manusia, seperti kejujuran, keadilan, dan kasih sayang. Nilai-nilai ini tidak hanya berlaku untuk sesama umat Islam, tetapi juga untuk hubungan dengan pemeluk agama lain. Menurut Musthafa (2018), pengajaran nilai-nilai ini dapat membantu siswa memahami pentingnya persatuan dan kesatuan dalam keberagaman. Dan kegiatan dialog antar agama merupakan metode efektif dalam meningkatkan toleransi. Dalam pendidikan agama Islam, siswa dapat diperkenalkan dengan praktik dialog antar agama, di mana mereka belajar untuk mendengarkan dan memahami pandangan orang lain. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk berinteraksi dengan baik di masyarakat yang beragam.
Mempelajari sejarah hubungan antar umat beragama di Indonesia juga penting. Siswa diajarkan tentang bagaimana Islam dan agama lain telah berinteraksi sepanjang sejarah, serta peristiwa-peristiwa yang menunjukkan toleransi dan kerukunan. Fakta sejarah ini dapat memberikan perspektif positif tentang kerukunan yang dapat dijadikan teladan.
Pendidikan agama Islam yang baik dapat membangun sikap toleran di kalangan siswa. Dengan memahami ajaran Islam tentang menghargai orang lain dan perbedaan, siswa menjadi lebih terbuka terhadap pemeluk agama lain. Sebuah penelitian oleh Indrawati (2020) menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan pendidikan agama Islam yang baik menunjukkan sikap lebih toleran terhadap teman mereka yang berbeda agama.
Kerukunan sosial yang terjalin di masyarakat sangat dipengaruhi oleh pendidikan agama. Ketika generasi muda diajarkan untuk saling menghormati dan bekerja sama, hal ini dapat mencegah terjadinya konflik yang berbasis agama. Menurut Wahid (2019), pendidikan agama Islam berperan dalam menciptakan lingkungan sosial yang aman dan damai, di mana setiap orang merasa dihargai.
Meskipun manfaat pendidikan agama Islam terhadap toleransi dan kerukunan sangat signifikan, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi, antara lain: Salah satu tantangan terbesar adalah maraknya paham ekstremisme yang mengatasnamakan agama. Hal ini mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap agama, termasuk Islam itu sendiri. Pendidikan agama Islam harus mampu melawan paham tersebut dengan menanamkan narasi yang benar tentang ajaran Islam yang damai. Dan kurikulum pendidikan agama yang tidak relevan dengan kondisi sosial saat ini dapat menghambat upaya membangun toleransi. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi dan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam yang menekankan nilai-nilai toleransi dan kerukunan.
Berdasarkan yang sudah dipaparkan diatas bahwa pendidikan agama islam memiliki pengaruh yang signifikan terhadap toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Melalui pengajaran nilai-nilai universal, dialog antar agama, dan pembelajaran sejarah, pendidikan agama Islam dapat membentuk sikap toleran di kalangan generasi muda. Namun, tantangan seperti ekstremisme dan kurikulum yang kurang relevan perlu diatasi agar pendidikan agama Islam dapat berfungsi secara optimal dalam membangun kerukunan sosial. Dengan demikian, pendidikan agama Islam tidak hanya bertujuan untuk memperdalam iman seseorang, tetapi juga sebagai sarana untuk menciptakan masyarakat yang damai, harmonis, dan saling menghargai.
Sumber refrensi
Indrawati, R. (2020). "Dampak Pendidikan Agama Terhadap Sikap Toleransi Siswa." Jurnal Pendidikan Islam, 12(2), 95-108.
Musthafa, A. (2018). "Peran Pendidikan Agama dalam Membangun Toleransi." Jurnal Dakwah, 10(1), 45-58.
Syamsuddin, M. (2012). "Pendidikan Agama Islam dan Toleransi Beragama di Indonesia." Jurnal Sosial dan Humaniora, 4(3), 23-34.
Wahid, A. (2019). "Pendidikan Agama Islam untuk Membangun Kerukunan Sosial." Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 15(4), 67-78.
Yulianto, R. (2021). "Kurikulum Pendidikan Agama Islam: Tantangan dan Peluang." Jurnal Ilmu Pendidikan, 17(1), 12-25.
2 notes · View notes
mhd06nfl · 1 month ago
Text
Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Generasi Muda yang Moderat
Saya Muhammad Naufal mahasiswa UIN RADEN FATAH PALEMBANG memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia dosen pengampuh ibu Istiqomah M.Pd
Di era kuatnya arus globalisasi, informasi, dan teknologi sangat mudah bagi kita untuk mendapatkan informasi-informasi baru yang akurat, ter-update dan juga akurat. Akan tetapi, dibalik kemudahan dalam memperoleh informasi tersebut terdapat bahaya negatif yang dapat menerpa generasi muda Islam yaitu maraknya penyebaran budaya-budaya asing yang dapat merusak pemikiran umat Islam khususnya di kalangan anak muda. Budaya asing memang tak selamanya buruk, namun dari budaya asinglah banyak masuk pemikiran-pemikiran ekstrim yang tidak sejalan dengan ajaran agama Islam, seperti Radikalisme, Ateisme, dan Ekstremisme.
Disinilah Pendidikan Agama Islam berperan dalam mendidik generasi muda agar tetap menjadi insan yang berjiwa moderat ditengah-tengah perang ideologi yang terjadi saat ini, terutama dalam membentuk sikap moderat yang dapat membawa kedamaian, toleransi, dan dapat merangkul keberagaman dalam budaya dan kehidupan sosial. Sebagaimana yang kita ketahui Indonesia adalah negara multikultural, pendidikan agama Islam yang moderat dapat menjadi solusi dan kunci untuk menumbuhkan sikap saling menghargai dan hidup berdampingan dalam keberagaman baik itu dalam budaya, bahasa, ras, suku dan juga agama.
Peran Pendidikan Agama Islam bukan hanya untuk sekedar ibadat dan muamalat, akan tetapi Islam itu dapat dilihat dari cara kita menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan usaha yang maksimal dalam pendidikan generasi muda agar menjadi seorang muslim yang moderat, berpikiran maju dan tidak terpaku dengan pemikiran barat, dan juga seimbang antara dunia dan akhiratnya. Sebagaimana yang tercantum dalam surah Al-Baqarah (2) ayat ke 143 yang artinya “Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu bisa menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (Q.S. Al-Baqarah;143).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata Moderat berasal dari kata “Moderasi” yang berarti penghindaran kekerasan atau penghindaran keekstreman atau dapat juga diartikan selalu menghindari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan cenderung  ke arah jalan tengah. Kata ini diambil dari bahasa latin Moderatio yang berarti kesedangan, atau penguasaan diri. Dalam Islam sendiri, Moderat diartikan sebagai titik tengah yang berada dalam rentangan sisi ekstrem kiri dan kanan. Sisi kiri memahami Islam secara ekstrem dan kanan memahami Islam dalam konteks yang sangat lentur, berfokus pada sikap toleransi, keterbukaan, serta pemahaman yang seimbang terhadap ajaran Islam, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasar agama. Islam Moderat mengutamakan pemahaman yang kontekstual, menghargai perbedaan, dan menekankan pentingnya perdamaian serta kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan Agama Islam  mengajarkan pemahaman Islam yang holistik, bukan hanya sebatas ritual atau hukum agama. Generasi muda perlu diajarkan tentang pesan universal Islam yang mendorong perdamaian, keadilan, dan toleransi antar umat beragama. seperti, dalam mengajarkan prinsip rahmatan lil-‘alamin (rahmat bagi seluruh alam), PAI dapat memperkenalkan ajaran Islam yang menekankan pentingnya kasih sayang, menghormati sesama, dan berbuat baik terhadap lingkungan. Moderasi beragama dalam konteks Islam mengacu pada sikap pertengahan antara ekstremisme dan kemunduran dalam beragama. PAI dapat menanamkan konsep wasathiyah (keseimbangan) yang mengajarkan umat Islam untuk tidak bersikap ghuluw dalam menjalankan agama, namun juga tidak meremehkan ajaran agama (tajfif). Dalam hal ini, PAI bisa menekankan pentingnya bersikap adil, tidak fanatik, dan menghindari radikalisasi.
Pendidikan Agama Islam yang moderat mengajarkan untuk menghargai perbedaan, baik itu perbedaan agama, budaya, maupun pandangan. PAI dapat mengajarkan kisah-kisah nabi yang menunjukkan sikap toleransi terhadap kelompok lain, seperti bagaimana nabi Muhammad SAW menjalin hubungan baik dengan orang-orang non-muslim di Madinah, termasuk dalam hal berbagai ruang publik dan menjaga perdamaian antar kelompok. Untuk mengedepankan generasi muda yang moderat, PAI juga harus mengedepankan pentingnya dialog antar agama. Melalui dialog ini, generasi muda diajarkan untuk memahami dan menghargai perbedaan budaya dan agama. Pendidikan Agama yang mengedepankan dialog bisa menciptakan sikap saling menghormati dan mengurangi potensi konflik yang berasal dari kesalahpahaman antar umat beragama. PAI harus mendorong agar generasi muda berpikir kritis dan tidak menerima begitu saja ajaran yang bisa menyesatkan. Dengan memberikan pengetahuan yang mendalam tentang tafsir dan fiqh yang sahih serta sejarah Islam yang penuh keberagaman, anak muda diajak untuk tidak mudah terpengaruh oleh ideologi ekstrem. PAI perlu membimbing generasi muda untuk memahami konteks ajaran Islam yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang moderat. Di era digital ini, pemanfaatan teknologi dapat memperkaya pembelajaran PAI. PAI bisa menggunakan media sosial, website, dan platform pembelajaran online untuk menyebarkan informasi yang benar tentang moderasi beragama, menghindari informasi yang bias atau ekstrem, dan memfasilitasi diskusi yang konstruktif di kalangan pelajar. Teknologi juga bisa menjadi alat untuk memperkenalkan konsep toleransi dan kesatuan dalam keberagaman melalui video, podcast, atau diskusi daring dengan narasumber yang berkompeten. PAI tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga memberikan ruang bagi siswa untuk mengalami langsung ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, melalui kegiatan sosial, seperti membantu sesama tanpa memandang agama atau etnis, atau menjalankan ibadah dengan penuh kesadaran dan niat yang baik. Pengalaman-pengalaman ini dapat membentuk generasi muda yang lebih empatik, inklusif, dan moderat.
Pendidikan Agama Islam juga harus seiring dengan penguatan pendidikan karakter yang menekankan pada akhlak mulia, seperti kejujuran, kerja sama, menghargai perbedaan, dan berempati. Generasi muda yang dibentuk dengan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai agama akan lebih mudah menerima perbedaan dan menjalani kehidupan dengan sikap yang moderat dan penuh toleransi. Dalam hal ini PAI juga berperan penting dalam memberikan pemahaman tentang bahaya radikalisasi yang bisa merusak tatanan sosial. Melalui kajian-kajian tentang agama yang sesat dan ekstrem, generasi muda diingatkan tentang pentingnya menjaga keberagaman dan tidak mudah terpengaruh oleh ideologi yang mengarah pada kekerasan dan intoleransi. Pendidikan Agama Islam dalam konteks kebangsaan juga penting untuk menciptakan generasi yang menghargai ideologi negara, seperti Pancasila di Indonesia. Dalam hal ini, PAI dapat mengajarkan bahwa Islam mengajarkan untuk mencintai tanah air, menghormati konstitusi, dan menjaga persatuan di tengah keberagaman, sehingga generasi muda dapat berperan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara moderat.
Konsep Islam wasathiyyah sangat penting untuk masuk dan menjadi bagian dari mata pelajaran keislaman di lingkungan satuan pendidikan Islam. Sebagaimana hasil studi dari Masnur Alam, bahwa melalui penerapan konsep pendidikan Islam wasathiyyah masyarakat Muslim dapat meningkatkan wawasan dan kesadaran tentang pentingnya nilai-nilai Islam yang humanis. Misalnya, bagaimana memaknai konsep jihad sebagai kerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan, menerima pluralisme, inklusivitas, toleransi dan tindakan yang rasional. Jihad bukan lagi dipandang seabgai “perang”, tetapi lebih sebuah upaya sungguh-sungguh atau bekerja keras dalam menghidupi keluarga, dan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk memperbaiki masyarakat. Menjadikan diri inklusif, menerima agama lain, tidak merendahkan kelompok lain, transformasi, kepercayaan, rasa hormat, cinta, serta penerimaan dan penghargaan terhadap pluralisme.
Agar konsep Islam wasathiyyah/moderat ini tidak berhenti pada level wacana, maka menurut Mohammad Ahyan Yusuf Sya’bani, diperlukan upaya pembudayaan dengan menginternalisasikan nilai-nilai Islam moderat di lingkungan pendidikan. Prinsip-prinsip hidup toleran, adil, anti kekerasan,, inklusif, egaliter, mengedepankan proses dialog dalam menyikapi setiap permasalahan menjadi sangat penting untuk ditanamkan kepada peserta didik. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pembiasaan. Mengingat peserta praktikum pembelajaran di dalam kelas tidak selamanya mampu memberikan pengalaman multikulturalisme yang komprehensif kepada peserta didik.
Jadi kesimpulannya Pendidikan Agama Islam sangat penting bagi generasi muda Islam, karna dengan Pendidikan Agama Islam akan menjadi landasan atau pondasi bagi keimanan generasi muda agar dapat membentengi diri dari paham-paham yang menyimpang dan juga sikap-sikap yang tidak terpuji seperti intoleran, radikalisme dan ekstremesme, mengingat negara Indonesia adalah negara yang multikultural, kita menjunjung tinggi sikap toleran, respek terhadap golongan lain. Dan juga agar generasi penerus di Indonesia menjadi muslim yang moderat.
Referensi
Al-Qur’an, surah Al-Baqarah (2:143)
Huda, M. (2021). Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membangun Karakter Moderat pada Generasi Muda. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 6(1), 78-92.
Nugroho, Y. (2019). Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah. Jurnal Pendidikan Islam dan Multikulturalisme, 7(3), 210-225.
Rahman, M. (2023). Integrasi Moderasi Beragama dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Journal of Islamic Studies and Education, 8(4), 301-315.
Suryani, D. (2022). Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Pembentukan Sikap Moderat di Kalangan Remaja. Jurnal Penelitian Pendidikan Agama, 14(2), 145-160.
Azzam, A. (2020). Moderasi Beragama dalam Pendidikan Agama Islam: Strategi dan Implementasi di Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam, 9(2), 123-145.
Masnur Alam. “A Collaborative Action in the Implementation of Moderate Islamic Education to Counter Radicalism,” international Journal of innovation, Creativity and Change 11, no. 7 (2020): 497-516.
Mohammad Ahyan Yusuf Sya’bani,”Culture of Religious Moderation Through the Actualization of Islamic Education Wasathiyyah to Improve Religious Reconnection and Tolerance in Indonesia” in international Seminar on Health, Social and Humanities (Atlantis Press, 2020), 528-536.
2 notes · View notes
apriliaumikalsum · 1 month ago
Text
"Peran pendidikan agama islam dalam menangkal radikalisme di kalangan generasi muda”
Radikalisme merupakan ancaman nyata yang semakin berkembang di era globalisasi, terutama di kalangan generasi muda. Ideologi radikal, yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ajaran agama Islam yang rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam), menyasar generasi muda melalui berbagai cara, termasuk media sosial dan forum-forum diskusi daring. Pendidikan agama Islam memiliki peran strategis dalam menangkal radikalisme, dengan mengajarkan nilai-nilai moderasi (wasathiyyah), toleransi, dan kasih sayang yang diajarkan dalam Al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Artikel ini akan membahas peran pendidikan agama Islam dalam menangkal radikalisme di kalangan generasi muda, meliputi pendekatan kurikulum, metode pembelajaran, dan strategi yang dapat diterapkan dalam lingkungan pendidikan formal maupun nonformal. Radikalisme dapat diartikan sebagai paham atau ideologi yang menginginkan perubahan mendasar secara cepat dan sering kali menggunakan cara-cara ekstrem untuk mencapai tujuan. Dalam konteks agama, radikalisme sering kali ditandai oleh sikap intoleransi, eksklusivisme, dan penggunaan kekerasan untuk memaksakan pandangan Radikalisme tidak hanya mengancam individu tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Dampaknya meliputi:
Isolasi Sosial: Orang yang terpengaruh radikalisme sering kali memisahkan diri dari masyarakat umum.
Konflik Antar-Komunitas: Radikalisme dapat memicu konflik horizontal, terutama di masyarakat yang beragam seperti Indonesia.
Ancaman Terhadap Keamanan Nasional: Dalam kasus ekstrem, radikalisme dapat mengarah pada terorisme.
Konsep Wasathiyyah (Moderasi) Islam mengajarkan konsep moderasi, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan..." (QS. Al-Baqarah: 143).Konsep ini menekankan keseimbangan dalam beragama, menjauhkan umat dari sikap berlebihan (ghuluw) dan ekstremisme. Pendidikan agama Islam dapat menangkal radikalisme melalui penanaman nilai-nilai berikut:Tauhid: Pemahaman tauhid yang benar membantu siswa memahami bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang dan keadilan.Akhlak Karimah: Mengajarkan akhlak yang baik, seperti toleransi, penghormatan terhadap perbedaan, dan empati terhadap sesama.Persaudaraan (Ukhuwah Islamiyah, Wathaniyah, dan Basyariyah): Pendidikan Islam menanamkan persaudaraan antarumat manusia, tanpa membedakan suku, bangsa, atau agama.Kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah dan perguruan tinggi harus dirancang untuk menangkal radikalisme dengan memasukkan: Kajian Sejarah Islam: Menampilkan tokoh-tokoh Islam yang mempromosikan perdamaian dan toleransi.Studi Kasus Radikalisme: Mengajak siswa untuk menganalisis penyebab dan dampak radikalisme serta bagaimana Islam mencegahnya.Pendidikan Multikultural: Menekankan pentingnya menghargai keberagaman sebagai bagian dari ajaran Islam. 1. Metode Pembelajaran Dialog dan Diskusi: Mendorong siswa untuk berdialog tentang isu-isu kontemporer, seperti radikalisme, dalam lingkungan yang terbuka dan aman.Pendekatan Kontekstual: Mengaitkan nilai-nilai Islam dengan realitas kehidupan sehari-hari agar siswa lebih mudah memahami relevansinya.Penggunaan Teknologi: Memanfaatkan media digital untuk menyebarkan konten pendidikan yang moderat, seperti video, podcast, dan e-learning.2. Pelatihan Guru,Guru agama perlu diberikan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang Islam yang moderat dan cara menyampaikannya kepada siswa. Guru juga harus menjadi teladan dalam perilaku dan sikap.3. Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan seperti diskusi lintas agama, seminar tentang bahaya radikalisme, dan pelatihan kepemimpinan dapat membantu memperkuat pemahaman siswa tentang Islam yang damai dan inklusif. Peran Keluarga dan Masyarakat Keluarga Keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama bagi anak. Orang tua harus memberikan teladan yang baik dalam beragama dan aktif mendampingi anak dalam memahami ajaran Islam. Selain itu, komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dapat mencegah anak terpapar ideologi radikal.Masyarakat Tokoh agama dan organisasi masyarakat memiliki peran penting dalam menangkal radikalisme. Mereka dapat menyelenggarakan kegiatan seperti pengajian, seminar, atau kampanye publik yang menekankan pentingnya nilai-nilai moderasi dalam Islam.
Beberapa tantangan dalam upaya menangkal radikalisme melalui pendidikan agama Islam antara lain: Minimnya Pemahaman Agama: Masih banyak guru atau pendidik yang belum memiliki pemahaman yang memadai tentang Islam moderat. Akses Informasi yang Tidak Terkontrol: Generasi muda sering kali terpapar informasi radikal melalui media sosial tanpa bimbingan. Kurangnya Dukungan dari Lingkungan Sosial: Lingkungan yang kurang mendukung dapat menghambat upaya pendidikan agama dalam menangkal radikalisme.
Rekomendasi untuk Meningkatkan Efektivitas Revitalisasi Kurikulum Pemerintah perlu merevisi kurikulum pendidikan agama Islam agar lebih relevan dengan tantangan kontemporer, seperti isu radikalisme.Penguatan Peran Guru,Guru agama perlu dilatih secara intensif untuk memahami dan mengajarkan Islam moderat.Kampanye Digital Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memproduksi konten digital yang mempromosikan Islam sebagai agama yang damai dan moderat.Kolaborasi Antar lembaga Kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat harus diperkuat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung nilai-nilai moderasi.
Pendidikan agama Islam memiliki peran yang sangat penting dalam menangkal radikalisme di kalangan generasi muda. Dengan mengajarkan nilai-nilai moderasi, toleransi, dan kasih sayang, pendidikan agama dapat menjadi benteng yang kuat melindungi generasi muda dari pengaruh ideologi radikal. Melalui pendekatan kurikulum yang tepat, pelatihan guru, dan kerjasama antara berbagai pihak, pendidikan agama Islam dapat membantu menciptakan generasi yang tidak hanya religius, tetapi juga toleran, inklusif, dan berkontribusi bagi perdamaian dunia.
Referensi:
Amin, A. (2017). Islam Moderat dan Tantangan Radikalisme di Era Globalisasi. Yogyakarta: LKiS.
Departemen Agama RI. (2020). Panduan Pendidikan Agama Islam dan Moderasi Beragama. Jakarta: Kemenag RI.
Wahid, A. (2018). Islam sebagai Rahmatan lil 'Alamin. Jakarta: PT Gramedia.
Hidayat, N. (2021). “Peran Pendidikan dalam Menangkal Radikalisme.” Jurnal Pendidikan Islam, 15(2), 23-34.
Yusuf, M. (2019). Strategi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Radikalisme. Bandung: Alfabeta.
2 notes · View notes
laa-dy · 1 year ago
Text
youtube
¶ SAS PPKN, AKUTANSI, AGAMA, INFORMATIKA - KELOMPOK 2
https://youtu.be/SNbGV5mPk8s?si=tvrV1z0obZoG7WeV
======================================
Anggota Kelompok:
1) Axel Hiekyle (9C/03)
2) Isabel Giovani (9C/08)
3) Lady Angell (9C/16)
4) Latashia Grace (9C/17)
5) Stanislaus Fransiskus (9C/27)
Melalui wawancara yang telah kami lakukan, ada beberapa informasi atau poin penting yang dapat kami terima dan refleksikan, diantaranya :
• Salah satunya berhubungan dengan toleransi beragama, kita sebagai sesama manusia tak perlu memaksakan kehendak atas dasar agama.
• Alias kita tak usah memaksa ajaran agama maupun memaksa orang lain masuk ke agama kita. Hal itu membuat kami berpikir, apakah kami pernah entah disengaja mau tak disengaja, memaksakan ajaran agama kami pada orang lain? Semoga tidak.
• Mentoleransi orang lain tidaklah sulit, cukup hargai mereka, kalau memang tidak suka abaikan saja, simpel.
• Semuanya berakar dari kesadaran diri sendiri, simpan kepercayaan mu untuk dirimu dan mereka yang memiliki satu kepercayaan padamu, sebarkan pada orang lain, namun tak perlu memaksakannya.
• Hal yang sama juga berlaku pada orang lain, kalau bisa kita juga perlahan membantu mereka untuk mulai membiasakan rasa toleransi.
(Kalian jugaa sangatt bolehh untuk memberikan saran dan kritik serta tanggapan untuk video inii di kolom komentar ya guys, thank you😵☃️)
🫧 SELAMAT MENYAKSIKAN 🫧
13 notes · View notes
mvbisy · 1 year ago
Text
Hi hii semuaa!! Kali ini saya dan teman teman kelompok SAS saya mewawancarai tetangga yang berbeda agama. Sesuai dengan tugas SAS kolaborasi PPKn, Agama, Informatika, dan Akuntansi. Dari tugas ini pastinya kita mendapatkan banyak informasi/pendapat mengenai toleransi umat beragama khususnya terhadap tetangga. Kami mohon maaf jika masih banyak kesalahan atau kekurangan dalam video ini. Saya harap video ini dapat bermanfaat dan juga saya meminta tolong semua yang menonton video ini untuk komen dan like video ini karena untuk penilaian SAS. Terimakasih semuaa!!
8 notes · View notes
naomikrnn · 1 year ago
Text
SAS kolaborasi PPKN, Agama, Informatika, dan Akuntansi Naomi Karina 9C/23
youtube
Tumblr media
•Pengertian toleransi antar umat beragama: Toleransi dalam beragama memiliki pengertian yaitu tindakan saling menghargai antar umat beragama. Tidak peduli apapun agama yang dianut, antar masyarakat harus saling menghargai satu sama lain. Toleransi antar umat beragama merupakan hal yang penting untuk dimiliki setiap orang saat ini.
•Cara agar toleransi dapat bertahan: -Melaksanakan ajaran agama dengan baik. -Menghormati agama yang diyakini oleh orang lain. -Tidak memaksakan keyakinan agama kita kepada orang yang berbeda agama. -Bersikap toleran terhadap keyakinan dan ibadah yang dilaksanakan oleh orang yang memiliki keyakinan yang berbeda.
•Langkah langkah yang bisa dilakukan agar menumbuhkan sikap toleransi: 1.berteman dengan semua orang tanpa membeda bedakan keyakikan dan lain lain. 2.kurangi menilai seseorang tanpa dikenali terlebih dahulu.
•Kita juga bisa mencerminakan hal hal yang bersikap toleran loh, guys! Dengan cara: 1.menghormati teman kita yang sedang beribadah. 2.membantu dan menciptakan lingkungan yang insklusif dan ramah bagi semua penganut agama, dimana setiap orang merasa dihormati dan diterima tanpa memandang keyakinan agama mereka.
•Manfaat toleransi antar umat beragama: -Salah satu manfaat toleransi akan menjamin rasa aman bagi umat beragama, terutama mereka yang minoritas dalam menjalankan ibadah atau ritual sesuai ajaran agamanya. Selain itu, manfaat toleransi berikutnya menjadi pengingat bahwa dalam beragama tidak ada unsur keterpaksaan untuk semua golongan.
•Berikut adalah kesimpulan dan manfaat yang saya dapat setelah mengerjakan PAS "toleransi antar umat beragama":
Kesimpulan: Sikap toleransi itu sangat penting bagi seseorang dan harus ada didalam diri individu.
Manfaat: 1.saya menjadi paham dan mengerti bahwa didalam kehidupan sehari hari kita harus toleransi antar umat beragama meskipun berbeda beda keyakinan. 2.saya dapat berelasi dan bersosialisasi lebih baik dengan orang sekitar.
18 notes · View notes
maynuverse · 7 months ago
Text
Perhatikan Baik-Baik Calon Pasanganmu
Tumblr media
Pict from Pinterest
Seiring dengan bertambahnya usia, kita akan dihadapkan pada kekhawatiran-kekhawatiran tentang masa depan: pekerjaan, pernikahan dan kematian.
Sering diri kita bertanya-tanya, "apakah pekerjaanku saat ini cukup layak untuk diandalkan lima belas tahun ke depan?", "apakah aku sudah cukup layak untuk dipertemukan dengan jodoh yang sepadan?" atau "apakah amal salihku sudah lebih banyak daripada dosaku untuk dijadikan bekal ketika sewaktu-waktu Allah memanggilku untuk pulang?"
Walau kita mengerti bahwa tiga hal seperti rezeki, jodoh serta maut sudah ada yang menakar, sebagai seorang hamba terkadang kita masih saja merasa khawatir soal masa depan. Terutama bagi seorang perempuan yang banyak kubaca keluhan-keluhannya di media sosial karena masih belum mendapatkan pasangan di usia lewat dua puluh enam. Mereka bekerja mati-matian untuk menghilangkan rasa jenuh dan kesepian, ada yang karena tuntutan keluarga dan tanggungan, pun ada yang bahkan bekerja untuk mendapatkan jodoh yang sepadan.
Omong-omong soal kekhawatiran untuk menikah dan memilih pasangan, aku jadi teringat dengan salah satu tulisan Mas Kurniawan Gunadi dalam kumcernya yang berjudul Lautan Langit, tentang nasehat Ibu pada anak perempuannya dalam memilih pasangan. Cara agar kita tahu bahwa dia adalah pasangan yang tepat yaitu dengan mengetahui bagaimana ia memperlakukan orang-orang terdekatnya terutama keluarga dan mengetahui bagaimana cara dan keputusan yang ia ambil sebelum bertemu dengan kita. Kesimpulannya adalah dalam memilih pasangan kita harus mengutamakan sikap dan personality mereka karena sikap dan kepribadian seseorang merupakan cerminan iman dan agamanya sehingga jika ia baik dalam berhubungan dengan sesama manusia maka insya Allah akan baik juga hubungan ia dengan Rabbnya.
Lalu aku juga jadi teringat dengan ucapan Ustadz Felix Siauw dalam kanal YouTubenya tentang pernikahan. Beliau mengatakan, "ada dua hal yang tidak bisa saya toleransi dalam pernikahan. Hanya dua ini saja, yaitu ketika pasangan memilih murtad dan berselingkuh." Bagi beliau murtad berarti meninggalkan agama Islam dan tidak mungkin pernikahan yang begitu sakral dan merupakan ibadah terpanjang tersebut diisi oleh pasangan yang tak satu visi-misi dan tak satu tujuan. Yang kedua adalah perselingkuhan, bagi beliau selingkuh merupakan hal yang mencederai martabat seseorang dan merupakan dosa besar zina yang membuat pernikahan hancur lebur.
Pr sekali bagi perempuan masa kini yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama dalam diri mereka terutama dalam memandang sebuah pernikahan, jangan sampai kita memilih pasangan hanya berdasarkan rasa nyaman saja. Pun jangan sampai kita masuk ke jurang sesal pernikahan hanya karena kita memilih pasangan sebab rupa di awal saja. Di antara maraknya jenis modern relationship yang mengerikan akhir-akhir ini, semoga kita senantiasa dijauhkan oleh tipu muslihat syaitan untuk tidak masuk ke dalam jurang maksiat serta semoga Allah senantiasa menjaga keistiqomahan kita untuk selalu berada di jalan yang tepat.
Pertanyaan serta kekhawatiran berikutnya adalah, "bagaimana cara kita agar mendapatkan pasangan yang sepadan?"
Menurutku, cara kita mendapatkan pasangan yang sepadan adalah dengan belajar lebih dalam soal agamamu sendiri. Semakin kita mengenal Islam, semakin kita tahu bahwa ada kriteria yang cukup tinggi atas seorang suami dan istri dalam rumah tangga, maka kita akan menjadi lebih mudah untuk mengetahui apakah calon pasangan kita memiliki visi-misi serta pandangan yang sama terhadap pernikahan. Pun akan mempermudah juga bagi calon pasangan kita untuk mengetahui value yang kita punya.
Maynuverse
2 notes · View notes
aledisini · 2 years ago
Text
Taaruf (1)
Umi abi gue tuh aslinya emang ga kenal satu sama lain. Emang seangkatan, tapi kan buanyak banget orang nya, jadi ya paling tuh cuma saling tau nama aja gitu.
Abi dulu di kampus terkenal galak. Yang nama nya mau nikah kan pasti nanya-nanya dulu ya. Ini setiap umi nanya ke kenalan dia yang kenal abi, jawaban nya relatif sama. Galak. Terus semua orang bilang abi ga akan cocok sama umi. Melihat kelakuan umi gue yang agak serong kiri itu dan abi gue lurus sekali ya wkwkwkwkwk. Umi sama abi di kampus tuh kaya bertolak belakang gitu. Temen-temen umi lebih banyak cowok, temen cewek nya lebih dikit. Alesan nya cowo lebih rasional (kaya kenal excuse nya wkwkwk). Udah gitu kelakuan umi emang slengean. Abi dulu justru tipe yang serius, akhi-akhi soleh yang ngobrol sama cewek jarange pol.
Umi cerita, waktu taaruf itu emang dia takut. Gimana ga takut, kenalan juga baru sebulan abistu bakal serumah senasip sepenanggungan. Jadi, doa umi sejak proses taaruf dimulai sampe ijab qabul itu sama. Kaya yang ada di doa istikhoroh. Jika memang ini baik untukku, agamaku, hidupku, dan akhirku, maka mudahkan dan berkahilah. Jika tidak jauhkan dan gantikan dengan yang lebih baik. Sepanjang proses lancar pol, ga ada sandungan. Makannya umi gue percaya banget sama kekuatan istikhoroh. Nutup mata sama apapun yang bakal terjadi di depan, toh di awal perjalanan udah minta dibantu pake ilmu nya Allah, jadi insyaAllah jurang-jurang yang bakal dilaluin tuh udah jalan yang terbaik, dan pasti ditakdirkan untuk dilalui.
Waktu abi dateng ke rumah umi buat khitbah. Kan bawa rombongan keluarga dong ya. Kakak umi sama nenek sempet-sempet nya komen “kakak nya dia lebih ganteng” wkwkwkwk sebenernya karna pakde lebih kurus aja dari abi. Tapi kata mereka abi gue lebih gesit dan cekatan, sat set sat set eak. Yaaa nikah kan ga cari tampang aja ya, cari nya yang cocok. Salah deng, cari nya yang soleh, kan pilihlah karena agama nya. Aduh berat wkwk.
H-1 akad, orang sibuk semua dong di rumah nenek. Bantu-bantu nyiapin pernikahan kilat ini. Walaupun ga walimah dan jadi nya pengajian aja, tetep weh banyak yang kudu disiapin. Jadi temen-temen umi sama temen abi juga banyak yang dateng ikut bantuin. Malem nya umi ditanya sama temen dia, “calon kamu yang mana?”. Posisi nya itu di ruang utama yang bakal dipake besok dan lagi rame akhi-akhi gitu yakan wkwk jadi hampir pasti ada abi disitu. Umi lalu menyapukan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Terus loading, gatau calon suami nya yang mana dong wkwkwk🥲🥲🥲. Sampe akhir nya temen umi geregetan, manggil nama abi gue. Pas abi nengok, baru umi ngeh, oh yang itu yang bakal nikahin aku.
Emang umi gue tuh agak susah nginget muka orang. Anak nya sendiri aja kadang suka lupa yang mana wkwk. Tapi ya tapi yang nama nya calon suami tu kan…………….🥲. Nikah kan juga salah satu momen terpenting sepanjang hidup. Masa iya si ga ngenalin sampe h-1 akad. Agak parah emang umi wkwkwk.
Nikahan umi abi yang super dadakan itu ngagetin semua orang. Ditambah sifat dua-dua nya yang agak bertolak belakang. Omongan dari luar yang bilang ga akan cocok juga ga keitung banyak nya. Tapi nyata nya umi sama abi sampe punya anak 4 tuh. Kata umi, abi itu baik. Baik sama umi, baik sama orang, dan yang paling penting baik agama nya. Buat umi, abi adalah qawwam nya, yang harus diikutin selama bukan ajakan keburukan. Abi yang menurut orang galak nyata nya membentuk ketegasan dalam agama di keluarga kami. Sekali abi ngelarang, walaupun kita anak-anak nya ngotot, ya tetep aja kudu dijauhin, ga ada toleransi. Umi bilang, walaupun susah, selalu ada kebaikan dari nurut sama abi. Udah gede gini ya baru kerasa, baru paham, oh dulu gini maksud abi. Jaman kecil mah ngambek langsung.
Dah gitu aja, panjang nulis nya pake mbrambang segala wkwk. Sayang abi, sayang umi jugak🤗
11 notes · View notes
isfasyams · 1 year ago
Text
TOLERANSI
Kita hidup di zaman dimana makna “toleransi” menjadi bias, dan mengarah kepada pluralisme. Sehingga banyak non muslim yang tidak mengenal dakwah Tauhid, meskipun mereka hidup di negeri mayoritas muslim.
Padahal Allah Ta'ala mengutus para nabi dan Rasul-Nya untuk mendakwahkan Tauhid, dan inipun tetap menjadi bagian dari ‘tugas’ kita, jika kita benar-benar menyayangi sesama. Karena sebaik-baik rasa cinta adalah ketika kita berikhtiar agar bersama-sama masuk kedalam Surga-Nya dengan hati yang selamat (yaitu dengan menjauhi kesyirikan).
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An Nahl:36).
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kalian mati kecuali dalam (keadaan) Islam” (QS. Al Baqarah: 132)
Nabi Isa 'alaihissalam sendiri berseru kepada kaumnya:
“Dan (Isa) Al-Masih berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Rabb-ku dan juga Rabb kalian. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah (dalam ibadahnya), maka Allah haramkan surga untuknya, dan tempat kembalinya ialah neraka. Dan orang-orang zalim itu tidak memiliki seorang penolong pun (yang akan menolongnya dari siksa api neraka.“ (QS. Al-Maidah :72)
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (88) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (89) تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (92)
“Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda’wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (QS. Maryam: 88-92)
Sebanyak apapun amal shalih, jika mempersekutukan Allah dan tidak bertaubat hingga maut datang, maka amalan itu tidaklah berguna disisi Allah Ta'ala, dan akan kekal di neraka (lihat surat Az-Zumar ayat 65). Wal 'iyadzu billah.
Setiap tahun kita dapat menyaksikan, bagaimana sebagian kita (muslim), lebih sibuk mengucapkan selamat perayaan agama lain atas kelahiran nabi yang mereka tuhankan.
Setidaknya, jika tidak mampu menyeru untuk mentauhidkan Allah.. maka selamatkanlah aqidah kita dengan tidak turut serta dan tidak mendukung keyakinan mereka dengan cara berlepas diri.
Lakum dinukum waliya din
(Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku)
Ayat ini berbicara tentang bara (berlepas diri) bukan tentang kebebasan berkeyakinan.
3 notes · View notes
arifputera07 · 2 years ago
Text
Klaim Kebenaran
Klaim kebenaran oleh masyarakat beragama terhadap agama yang ia berpegang, lantas mengataskannya dari yang lain-lain, tidak meluputkan sikap toleransi mereka terhadap penganut agama yang berbeda.
Dan adalah hal yang lumrah untuk sekelompok penganut beragama mengajak manusia lain berkongsi kepercayaan yang mereka yakini, kerana begitulah sifat kebenaran, ia sentiasa ingin jadi eksklusif.
Kerana itu tatkala datangnya faham pluralisme yang berusaha menginklusifkan agama-agama di dunia dengan menyatakan semua agama ini sama benar, yang berlaku akhirnya ia melawan kepercayaan-kepercayaan agama yang ada pula, lantaran kebenaran baru yang dibawakan itu juga bersifat eksklusif meskipun yang ingin ditawarkan adalah sebaliknya.
Kebencian yang berlaku antara penganut agama yang berbeda bukan berpunca dari kebenaran yang diklaim oleh agama masing-masing, tapi dari kaedah pendekatan yang digunakan dalam mengklaim kebenaran tersebut.
Manakah antara kebenaran-kebenaran yang diklaim itu menafsirkan realiti kehidupan, merangkumi hal-hal metafisika dan sejarah, yang paling wajar sekali untuk diterima?
Hal ini tidak lain perlu diputuskan berdasarkan hujah bersandarkan sumber dan kitab agama masing-masing, dibandingkan lantas dinilai dengan neraca akal fikiran yang jernih.
Kelakuan seperti menghancur rumah ibadat, mengganggu kediaman dan pekerjaan penganut agama lain, menindas hak-hak kehidupan dan menghina Tuhan mereka, justeru adalah cara terburuk untuk mempamer dan mengklaim kebenaran agama sendiri.
Daripada situlah kebencian lahir.
9 notes · View notes
rinaam-sblog · 1 year ago
Text
NEGARA WAJIB MENJAGA AKIDAH UMAT
Sekularisme Pangkal Kesesatan | NEGARA WAJIB MENJAGA AKIDAH UMAT
Sekularisme (aqidah yang memisahkan agama dan kehidupan) yang dianut dan diterapkan di negeri ini sesungguhnya adalah pangkal kesesatan. Dari aqidah ini lahir sistem demokrasi yang menjamin kebebasan (liberalisme). Di antaranya kebebasan beragama. Ini tidak ada masalah. Sebabnya, dalam Islam pun setiap orang bebas memeluk agama. Setiap orang tidak boleh dipaksa untuk memeluk agama Islam. Allah SWT berfirman:
لاَ إَكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ
Tidak ada paksaan dalam memasuki agama (Islam) (TQS al-Baqarah [2]: 256).
Masalahnya, dalam demokrasi, kebebasan beragama tak hanya dipahami sebagai kebebasan untuk memeluk agama tertentu. Namun faktanya, demokrasi juga menjamin kebebasan orang untuk gonta-ganti agama, termasuk murtad dari agama Islam. Ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ
Siapa saja yang mengganti agamanya (murtad dari Islam) maka bunuhlah (HR al-Bukhari).
Demokrasi juga menjamin kebebasan bagi siapapun untuk menyelewengkan ajaran agamanya. Buktinya, munculnya ratusan aliran sesat, termasuk yang menistakan ajaran Islam, terkesan seolah dibiarkan. Belum lagi munculnya beragam pemikiran liberal yang juga sesat dan menyesatkan. Misalnya saja pemikiran tentang pluralisme agama, yang memandang semua agama sama. Juga pemikiran tentang toleransi beragama yang kebablasan, yang melahirkan sinkretisme (campur-aduk) agama seperti doa bersama lintas agama, dll. Semua seolah dibiarkan oleh negara atas nama demokrasi dan kebebasan.
Di sisi lain, sikap untuk berpegang teguh pada akidah Islam yang lurus, termasuk pada identitas Islam, keinginan untuk hidup diatur oleh syariah Islam secara kâffah, termasuk mengkaji dan mengajarkan ajaran Islam tentang Khilafah, acapkali dicap sebagai radikal, atau dikaitkan dengan radikalisme, bahkan dengan terorisme.
Alhasil, sekularisme yang melahirkan kebebasan (liberalisme) justru merupakan pangkal kesesatan. ========++++========
NEGARA WAJIB MENJAGA AKIDAH UMAT
Buletin Kaffah No. 299 (12 Dzulhijjah 1444 H/30 Juni 2023 M)
Akhir-akhir ini publik sedang dihebohkan oleh berita tentang Pondok Pesantren Al-Zaitun pimpinan Panji Gumilang yang berlokasi di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Banyak pihak menilai Al-Zaytun dan Panji Gumilang telah menyimpang dari ajaran Islam. Berita heboh dimulai saat beredar video pelaksanaan Shalat Idul Fitri di Al-Zaytun yang memperlihatkan adanya sosok wanita di shaf paling depan yang sejajar dengan shaf laki-laki. Video lainnya memperlihatkan Panji Gumilang mengucapkan salam di hadapan jamaahnya dengan ucapan salam yang diduga khas Yahudi. Ada pula cuplikan video ceramah Panji Gumilang yang mengklaim bahwa al-Quran bukanlah firman Allah SWT, tetapi ucapan Nabi Muhammad saw. yang berasal dari wahyu Allah SWT. Klaim ini terkonfirmasi juga saat wawancara eksklusif Panji Gumilang dengan SCTV baru-baru ini. Selain itu, dari berita yang beredar, Al-Zaytun dan Panji Gumilang disinyalir terafilisasi dengan NII KW-9 yang juga dianggap gerakan yang menyimpang.
Aliran Sesat di Indonesia
Di Indonesia, aliran sesat memang cukup banyak bermunculan. Sebagian ada yang hilang, namun kemudian muncul lagi dengan nama baru. Berdasarkan catatan MUI pada tahun 2016 saja sudah ada lebih dari 300 aliran sesat di Indonesia (Cnnindonesia.com, 2/1/2016). Di antaranya yang sudah resmi difatwakan sesat oleh MUI adalah: Ahmadiyah yang mentahbiskan pendirinya (Mirza Ghulam Ahmad) sebagai nabi; Lia Eden atau Salamullah yang didirikan oleh Lia Aminuddin, yang mengaku pernah bertemu dengan Malaikat Jibril; Al-Qiyadah al-Islamiyah pimpinan Ahmad Moshaddeq yang mengaku sebagai nabi; Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang dianggap meneruskan ajaran Al-Qiyadah al-Islamiyah; Kerajaan Ubur-ubur di Serang Banten; Puang Larang/Tarekat Tajul Khalwatiyah Syekh Yusuf Gowa. Adapun Al-Zaytun, meski sudah berdiri lebih dari 20 tahun, belum secara resmi dinyatakan sesat oleh MUI.
Pertanyaannya: apa kriterianya sebuah aliran dianggap sesat? Pada tahun 2007 MUI Pusat mengeluarkan rekomendasi/fatwa tentang 10 kriteria sebuah aliran dianggap sesat/menyimpang. Kesepuluh kriteria tersebut adalah: 1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang 6; 2. Meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah; 3. Meyakini turunnya wahyu setelah al-Quran; 4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi al-Quran; 5. Melakukan penafsiran al-Quran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir; 6. Mengingkari kedudukan Hadis Nabi saw. sebagai sumber ajaran Islam; 7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul; 8. Mengingkari Nabi Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul terakhir; 9. Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah, seperti haji tidak ke Baitullah, salat wajib tidak 5 waktu; 10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar'i seperti mengkafirkan Muslim hanya karena bukan kelompoknya (Republika.co.id, 26/10/2017).
Melindungi Aqidah Umat
Salah satu peran negara yang paling utama dalam pandangan Islam adalah menjaga dan melindungi aqidah/keyakinan umat Islam. Munculnya banyak aliran sesat di Indonesia jelas menunjukkan bahwa negara saat ini tidak hadir dalam menjaga dan melindungi aqidah umat Islam. Padahal aliran-aliran sesat itu telah memakan banyak korban dari kalangan umat Islam. Mereka banyak yang akhirnya tersesat/menyimpang dari aqidah Islam yang lurus, bahkan murtad dari Islam.
Mengapa negara terkesan tidak hadir untuk menjaga dan melindungi aqidah umat Islam? Tidak lain karena negara saat ini menganut dan menerapkan aqidah sekularisme. Sekularisme hakikatnya adalah aqidah sesat. Pasalnya, sekularisme adalah aqidah yang meyakini agama harus dipisahkan dari urusan negara. Dalam negara sekuler, negara tidak boleh campur-tangan dalam urusan keyakinan warga negaranya. Andai ada warga negara yang gonti-ganti agama/keyakinan, negara tak peduli. Negara pun tak akan peduli andai banyak Muslim yang murtad dari Islam, termasuk menganut aliran sesat.
Padahal dulu Rasulullah saw.—sebagai kepala negara—sangat tegas terhadap aliran yang menyimpang. Sebagaimana diketahui, dalam sejarah Islam, pernah muncul seorang yang mengklaim sebagai nabi (nabi palsu). Dia adalah Musailamah al-Kadzdzab (Musailamah Sang Pendusta). Nama aslinya Musailamah bin Habib dari Bani Hanifah. Berbagai cara dilakukan Musailamah untuk mengukuhkan posisinya. Salah satunya mengirimkan surat kepada Nabi Muhammad saw. Dalam surat itu, Musailamah meyakinkan bahwa dirinya adalah seorang nabi dan rasul Allah juga, sama seperti Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw. kemudian mengirimkan surat balasan untuk Musailamah. Sebagaimana dikutip dalam Sirah Ibnu Ishaq, berikut surat balasan Nabi Muhammad saw.: “Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailamah sang Pendusta. Keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk (QS Thaha: 47). Sungguh bumi ini adalah milik Allah. Allah mewariskan bumi ini kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (Ibnu Hisyam, Sîrah Ibnu Hisyâm, 2/601).
Peristiwa itu diperkirakan terjadi pada akhir tahun ke-10 Hijrah. Namun demikian, balasan surat Nabi Muhammad saw. itu sedikitpun tidak mengubah keyakinan dan semangat Musailamah untuk menyebarkan ajarannya. Bahkan ‘dakwah’ Musailamah semakin aktif setelah Nabi Muhammad saw. wafat. Akibatnya, propaganda yang disebarluaskan Musailamah itu mempengaruhi stabilitas pemerintahan Islam pasca Rasulullah saw., yakni pemerintahan Islam di bawah Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra. Karena itu di bawah komando Khalifah Abu Bakar ra., pasukan kaum Muslim kemudian menumpas Musailamah dan pengikutnya dalam Perang Yamamah (12 H) (Al-Mubarakfuri, Ar-Rahîq al-Makhtûm, hlm. 416).
Sebetulnya, selain Musailamah, di era pemerintahan Islam, khususnya masa Khulafaur Rasyidin dan era setelahnya, masih banyak orang yang menyebarkan aliran sesat/menyimpang. Rata-rata mengklaim sebagai nabi. Mereka sebelumnya adalah Muslim, lalu menyimpang dari ajaran Islam. Disebutkan dalam Nihâyat al-'Alam karya Muhammad al-'Arifi bahwa selain Musailamah, ada beberapa nabi palsu yang hidup pada zaman Rasulullah saw. dan para khalifah sepeninggal beliau. Semuanya diperangi oleh negara, tentu setelah sebelumnya mereka diminta untuk bertobat dan kembali ke dalam pangkuan Islam, tetapi mereka menolak.
Sekularisme Pangkal Kesesatan
Sekularisme (aqidah yang memisahkan agama dan kehidupan) yang dianut dan diterapkan di negeri ini sesungguhnya adalah pangkal kesesatan. Dari aqidah ini lahir sistem demokrasi yang menjamin kebebasan (liberalisme). Di antaranya kebebasan beragama. Ini tidak ada masalah. Sebabnya, dalam Islam pun setiap orang bebas memeluk agama. Setiap orang tidak boleh dipaksa untuk memeluk agama Islam. Allah SWT berfirman:
لاَ إَكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ
Tidak ada paksaan dalam memasuki agama (Islam) (TQS al-Baqarah [2]: 256).
Masalahnya, dalam demokrasi, kebebasan beragama tak hanya dipahami sebagai kebebasan untuk memeluk agama tertentu. Namun faktanya, demokrasi juga menjamin kebebasan orang untuk gonta-ganti agama, termasuk murtad dari agama Islam. Ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ
Siapa saja yang mengganti agamanya (murtad dari Islam) maka bunuhlah (HR al-Bukhari).
Demokrasi juga menjamin kebebasan bagi siapapun untuk menyelewengkan ajaran agamanya. Buktinya, munculnya ratusan aliran sesat, termasuk yang menistakan ajaran Islam, terkesan seolah dibiarkan. Belum lagi munculnya beragam pemikiran liberal yang juga sesat dan menyesatkan. Misalnya saja pemikiran tentang pluralisme agama, yang memandang semua agama sama. Juga pemikiran tentang toleransi beragama yang kebablasan, yang melahirkan sinkretisme (campur-aduk) agama seperti doa bersama lintas agama, dll. Semua seolah dibiarkan oleh negara atas nama demokrasi dan kebebasan.
Di sisi lain, sikap untuk berpegang teguh pada akidah Islam yang lurus, termasuk pada identitas Islam, keinginan untuk hidup diatur oleh syariah Islam secara kâffah, termasuk mengkaji dan mengajarkan ajaran Islam tentang Khilafah, acapkali dicap sebagai radikal, atau dikaitkan dengan radikalisme, bahkan dengan terorisme.
Alhasil, sekularisme yang melahirkan kebebasan (liberalisme) justru merupakan pangkal kesesatan.
Pentingnya Berpegang Teguh pada al-Quran dan as-Sunnah
Di antara dampak buruk sekularisme yang diterapkan di negeri ini adalah menjadikan banyak kaum Muslim tidak lagi berpegang teguh pada agamanya. Mereka tidak lagi berpegang teguh pada al-Quran dan as-Sunnah. Akibatnya, banyak kaum Muslim mudah tersesatkan dari agamanya. Padahal Rasulullah saw. telah menegaskan, saat berkhutbah pada Haji Wada’:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوا أَبَدًا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Wahai manusia, sungguh telah aku tinggalkan di tengah-tengah kalian suatu perkara yang jika kalian pegang teguh niscaya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya: Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya (HR al-Hakim dan al-Baihaqi).
Berpegang teguh pada al-Quran bermakna menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagai pedoman hidup. Sikap ini meniscayakan antara lain: Pertama, menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagai rujukan (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 59). Kedua, menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagai standar halal-haram, benar-salah, dan baik-buruk. Artinya, yang wajib dijadikan tolok ukur adalah apa saja yang diputuskan dan dinyatakan oleh al-Quran dan as-Sunnah (Lihat: QS asy-Syura [42]: 10). Ketiga, mengamalkan seluruh kandungan al-Quran dan as-Sunnah dalam seluruh aspek kehidupan (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 208).
WalLâh a���lam bi ash-shawâb. []
---*---
Hikmah:
Allah SWT berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Siapa saja yang mencari agama selain Islam tidak akan diterima dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. (TQS Ali ‘Imran [3]: 85). []
4 notes · View notes
randatapak · 2 years ago
Text
"Harapanmu pernah sangat absurd, Nona"
Aku ingat betul dengan doaku tentang jodoh beberapa tahun yang lalu., Kira-kira begini: "Ya Allah, aku tahu kriteria jodoh itu relatif. Baik menurutku belum tentu baik dalam pertimbanganMu, ...." Disitu aku menawarkan beberapa kriteria, salah satunya ingin yang mirip seperti Buya Natsir. Dari cara berfikir, cara bersikap, semangat dakwahnya, kesederhanaan, dan kalau bisa yang merek rokoknya sama; "Commodore".
Brutalnya, setelah menawarkan proposal doa itu, aku lupa dengan konsep dalam agama Islam yang sering menantang umatnya untuk berpikir. Suatu hari, ketika sedang curhat ke sampul buku yang bergambar buya, tiba-tiba aku kepikiran mencari tau tentang 'benda' yang menemani buya merumuskan persoalan negara (rokok).
Kemudian di platform digital, ku cek spesifikasi dari rokok andalan buya skaligus harganya di online store. Setelah melihat itu aku sampai pada kesimpulan: "harapanku dulu sangat absurd" :)
Di sistem kapitalis ini, untuk ukuran pemuda yang merek rokoknya 'Commodore', kuantitas 20 batang satu bungkus, intensitas merokok 'mati-pasang', yang jika diperkirakan durasi penghisapan tujuh menit untuk satu batang, dan dengan harga yang tidak masuk akal, maka ku kongkretkan untuk tidak bisa di toleransi.
Mungkin kalau sampul buku yang bergambar buya itu bisa berbicara, sudah lama dia akan menyadarkanku; bahwa "Nona, selain kau lupa dengan roda zaman, kau juga lupa bahwa yang penting itu bukan merek rokoknya tapi karakter personnya" Semenjak kejadian itu, aku tidak mau menyebutkan tentang kriteria lagi saat berdoa. Kalau dalam nasehat Buya Natsir "cukupkan yang ada, yang ada itu cukup, jangan cari yang tidak ada"
3 notes · View notes
cocotangaje · 2 years ago
Text
14 Maret 2023
Didikan orangtua tuh ngaruh. Dan sengaruh itu dalam alam bawah sadar gue. Salahsatunya adalah perihal tanggung jawab dan hyper-independen ini.
Bokap gue adalah orang yang anti minta tolong. Bahkan ke hal yang sebenernya bisa dilakuin sama tukangpun, tetep dia lakuin sendiri saking sebegitu antinya minta tolong ke oranglain. Beliau juga sosok yang sangat bertanggung jawab. Bahkan nyampe detik inipun telinga gue masih bisa mendengar jelas gimana nada dan penekanan beliau setiapkali beliau menerangkan mengenai bahwa segala sesuatu yang kita lakukantuh pasti akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Sesepele apapun itu. Mungkin kalo dalam versi agama ya sekecil biji zarah pun pasti ada aja timbangannya.
Hal ini membentuk gue jadi sosok yang setiapkali ada apa-apa, gue selalu maju paling depan. Di lingkungan keluarga, pertemanan, bahkan gue ngerasa pacaranpun kendali ritmenya ada di gue. Kenapa bisa begini, kenapa bisa begitu, harus kayak gimana, harus apa aja, dan sejenisnya. Ada di gue.
Di satu sisi, gue ngerasa beruntung karena ya dibalik tanggung jawab itu, ada toleransi yang sangat tinggi terhadap gue ketika gue melakukan apapun. Contohnya di keluarga, gue jadi lebih mudah diberikan izin buat kerja dimana aja karena mereka tau anaknya bisa ngurus diri sendiri dan penuh tanggung jawab. Di satu sisi lain, gue jarang banget ngerasa bisa lega, selain kalo lagi di rumah, ada di sekitar bokap gue.
Gue ngerasain banget ternyata orang yang bertanggung jawab ini punya hawa yang “tebel” kalo dia ada di satu ruangan. Ini kerasa banget ketika gue lagi di rumah cuma berdua sama adek gue. Rumah kontras banget kosong melompongnya, hanya karena bokap gue gak ada. Padahal ya toh gue udah bukan anak-anak lagi, tapi tetep aja rasanya selama ditinggal itu, ada hawa was-was setiapkali mau tidur. Beda dengan kalo lagi ada bokap. Kepala gue bisa dipake buat mikirin hal lain tanpa perlu keganggu apakah gue udah kunciin pintu sebelum gue tinggal tidur atau enggak.
Meskipun gue di beberapa waktu membenci bokap gue, tapi karena kestabilan emosi dan pengalaman ketemu orang dengan berbagai versi, gue bisa lebih banyak memahami dan menangkap unsaid words dari beliau. Balik ke pembahasan soal pertanggung jawaban tadi, di satu sisi lain gue sering menyayangkan kenapa dengan jiwa seperti ini gue harus lahir sebagai perempuan.
“Tapi kan perempuan tetep masih bisa bertanggung jawab kok, sama kayak laki-laki.” Iya emang bisa. Tapi dengan beban yang sama, kalo gue laki-laki, gue akan mendapatkan respect dan kredibilitas yang lebih tinggi daripada kalo gue perempuan, kayak sekarang. Sayang tenaga aja sih gitu sama ngerasa gak adil aja karena rasanya gue seolah melakukan hal yang bukan kodrat gue.
Gue kadang berharap gue bisa menjadi cewek menya-menye yang gak sungkan minta tolong orang, biarin orang ngelakuin sesuatu buat gue, dan memberikan tanggung jawab gue ke orang setiapkali ada hal buruk terjadi. Gue pengen di-”Jangan sama dia, udah sama gue aja.” daripada gue yang ngucapin hal gitu. Gue lebih banyak tau mengenai how to be a gentleman daripada how to be a lovely woman.
Gue cerita ini sebenernya karena gue heran aja sama hidup gue belakangan. Sejak gue lulus SMA, kuliah, magang pertama, dan sekarang, gue selalu jadi orang yang diberikan tanggung jawab padahal ada orang yang seharusnya melakukan apa yang diberikan ke gue itu. Entah karena gue yang dinilai bisa disuruh-suruh atau karena mereka percaya ke gue dengan dipegang sama gue semuanya bisa selesai dengan baik dan mereka bisa mengandalkan gue untuk itu.
6 notes · View notes